Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anisometropia merupakan suatu keadaan dimana terdapat perbedaan

refraksi antara kedua mata. Perbedaan refraksi antara kedua mata dapat sama

dengan atau lebih besar dari 1 D. Anisometropia dapat diklasifikasikan menjadi

astigmatisme kompositus, hiperopia kompositus, miopia kompositus, antimetropia,

astigmatisme simpleks, hipermetropia simpleks, dan miopia simpleks. Miopia

kompositus anisometropia terjadi jika kedua mata memiliki miopia namun salah

satu mata memiliki miopia lebih dari 1 D atau lebih dibandingkan mata lainnya.1-5

Prevalensi anisometropia telah dilaporkan dalam berbagai literatur. Phelps

dan Muir melaporkan prevalensi anisometropia ≥ 1.5 D sebanyak 3.6%. Investigasi

prevalensi anisometropia di Finlandia pada individu berusia 5 sampai 85 tahun

mencapai 4% pada anisometropia antara 1.25-2.0 D (sferis ekuivalen) dan 3.1 %

pada anisometropia lebih dari 2 D. Prevalensi anisometropia sekurang-kurangnya 1

D telah dilaporkan mencapai 7.24% pada populasi di Ontario.1

Anisometropia harus dikoreksi pada semua pasien karena tajam penglihatan

dan binokularitas dapat menjadi lebih baik secara signifikan.4 Lensa kontak

merupakan metode alternatif untuk koreksi anomali refraksi dan solusi yang lebih

baik dibandingkan kacamata pada sebagian besar pasien dengan anisometropia,

khususnya pada anak-anak. Lensa kontak dapat meminimalisasi perbedaan ukuran

gambar yang diterima retina.1,2

1
Lensa kontak merupakan suatu lempeng optis sangat tipis yang dipakai

secara langsung pada mata. Penggunaan lensa kontak menjadi popular beberapa

tahun belakangan. Lensa kontak dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu lensa

kontak lunak dan keras. Lensa kontak lunak mudah untuk diadaptasi dan cukup

nyaman. Lensa kontak keras terdiri atas non gas-permeable dan gas-permeable

(Rigid Gas-Permeable/RGP), membutuhkan waktu yang lebih lama untuk

diadaptasi namun lebih awet dan dapat menghasilkan bayangan yang lebih jelas

pada sebagian orang dibandingkan dengan lensa kontak lunak.2,3,6-10

Pemasangan lensa kontak yang tepat pada mata menjamin kualitas

penglihatan, pergerakan lensa saat berkedip, dan kenyamanan. Uji pasang lensa

kontak merupakan interaksi yang kompleks antara berbagai faktor okular dan tentu

saja membutuhkan pemahaman yang baik mengenai teknik uji pasang lensa kontak.

Dibutuhkan ketrampilan untuk melakukan uji pasang lensa kontak RGP pada

kontur kornea individu. Uji pasang lensa RGP lebih kompleks daripada lensa

kontak lunak. Penilaian uji pasang lensa kontak menjadi lebih baik dengan

pengalaman dan latihan.6,9,10

1.2 Tujuan

Laporan kasus ini bertujuan untuk melaporkan pemilihan jenis lensa kontak

dan uji pasang lensa kontak RGP pada penderita anisometropia, sehingga tercapai

tajam penglihatan yang baik dan nyaman bagi penderita.

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 LAPORAN KASUS PERTAMA

1. Identifikasi

Seorang perempuan umur 27 tahun, karyawati swasta, tinggal di dalam kota,

berobat ke poli mata RSMH Palembang pada tanggal 27 November 2014.

2. Anamnesis (Autoanamnesis, 27 November 2014)

Keluhan Utama :

Penderita merasa pusing saat memakai kacamata yang baru dibuat

penderita.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak usia 18 tahun saat duduk dibangku kuliah penderita mengeluh kedua

mata kabur bila melihat jauh, terutama sulit waktu membaca tulisan di papan tulis

bila penderita duduk di bangku bagian belakang. Mata cepat lelah dan pegal setelah

membaca dan menonton TV. Bila melihat benda pada jarak jauh penderita sering

memincingkan kedua matanya. Penderita kemudian memeriksakan matanya di

optik kaca mata, lalu diberi kaca mata minus ( penderita tidak ingat ukurannya )

± 3 bulan yang lalu, penderita memeriksakan lagi matanya ke optik karena

penderita sudah tidak nyaman menggunakan kacamata yang lama. Penderita merasa

penglihatannya bertambah kabur jika melihat jarak jauh dengan kaca mata yang

lama terutama penglihatan mata kiri. Penderita mengatakan ukuran minus kacamata

3
untuk mata kiri jauh lebih tinggi dari mata kanan. Kacamata yang dibuat penderita

ukurannya minus 1 pada mata kanan dan mata kiri minus 6.

± Sejak 2 bulan yang lalu, penderita sering merasa pusing saat memakai

kacamata yang baru dibuat penderita. Keluhan pandangan kabur saat memakai

kacamata tidak ada. Penderita kemudian datang berobat ke RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

 Riwayat ganti kaca mata (+) 3 kali

 Riwayat memakai lensa kontak (-)

 Riwayat pekerjaan : karyawati swasta (bekerja di dalam ruangan)

3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis:

 Keadaan umum : baik

 Tekanan darah : 110/70 mmHg

 Nadi : 80x/menit

 Pernafasan : 18x/menit

 Suhu : afebris

 Status generalis : dalam batas normal

4
Status Oftalmologikus

OD OS

Visus 6/9 ph 6/6 4/60 ph 6/30

Binokuler Koreksi dengan trial lens:

OD:6/9 ʃ-1,00 6/6 6/6

OS:4/60 ʃ-6,506/6 pusing

TIO 15,6 mmHg 15,6 mmHg

Kedudukan bola mata Ortoforia

Gerakan bola mata

Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Tenang Tenang

Kornea Jernih Jernih

BMD Sedang, Jernih Sedang, Jernih

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Pupil B, C, RC(+), Ø 3mm B, C, RC(+), Ø 3mm

Lensa Jernih Jernih

Vitreus Jernih Jernih

Reflek Fundus (+) (+)

5
Papil Bulat, batas tegas, warna merah Bulat, batas tegas, warna merah

normal, c/d 0,3, A:V 2:3, myopic normal, c/d 0,3, A:V 2:3, myopic

crescent (-) crescent (+)

Makula Refleks Fovea (+) normal Refleks Fovea (+) normal

Retina Kontur pembuluh darah baik, Kontur pembuluh darah baik,

perdarahan(-), tiggroid perdarahan(-), tiggroid

appearance (-), degenerasi appearance (+), degenerasi

lattice (-) lattice (-)

4. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan USG

OD OS

Kesan: Kesan:

- Vitreus : Echofree - Vitreus : Echofree

- Retina : Intak - Retina : Intak

- Koroid : Tidak menebal - Koroid : Tidak menebal

- Axial Length : 23mm - Axial length : 26 mm

6
Hasil Pemeriksaan Foto Fundus

OD OS

5. Diagnosis kerja :

 Miopia Simpleks Okuli Dextra + High Myopia Okuli Sinistra

 Miopia Kompositus Anisometropia

6. Penatalaksanaan

 Informed consent

 Pro Lensa Kontak Lunak Sferis ODS

Hasil Keratometri

OD K1: 41.50 D 8.13 mm

K2: 44.00 D 7.67 mm

OS K1: 42.00 D 8.03 mm

K2: 43.125 D 7.82 mm

Hasil Pengukuran Horizontal Visible Iris Diameter (HVID)

HVID OD = 11 mm

HVID OS = 11 mm

7
Ukuran Pupil

Saat penerangan redup  ODS : 6 mm

Saat penerangan cukup  ODS : 3 mm

Tonus kelopak mata

ODS : Medium

Laju berkedip

OD: 15x/menit

OS: 16x/menit

Hasil Schirmer’s test:

OD: 15 mm

OS: 16 mm

Hasil Break Up Time:

OD : 18 “

OS : 18 "

Pengukuran Parameter Lensa Kontak Lunak

1. Base Curve (BC) Lensa Kontak Lunak

BC= Nilai rata-rata K + 1

BC OD = (8.13mm + 7.67 mm)/2)+ 1= 8.90 mm

BC OS = (8.03mm + 7.82 mm)/2)+ 1 = 8.925 mm ~ 8.90 mm

2. Power Lensa Kontak Lunak

Power OD S -1.00

Power OS S -6.00

8
7. Prognosis:

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

2.2 LAPORAN KASUS KEDUA

1. Identifikasi

Seorang perempuan umur 23 tahun, mahasiswi, tinggal di dalam kota,

berobat ke poli mata RSMH Palembang pada tanggal 28 November 2014.

2. Anamnesis (Autoanamnesis, 28 November 2014)

Keluhan Utama :

Pusing saat memakai kacamata yang baru dipakai selama satu minggu.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Sejak usia 15 tahun saat duduk di sekolah menengah atas penderita mengeluh

kedua mata kabur bila melihat jauh, terutama sulit waktu membaca tulisan di papan

tulis bila penderita duduk di bangku bagian belakang. Mata cepat lelah dan pegal

setelah membaca dan menonton TV. Bila melihat benda pada jarak jauh penderita

sering memincingkan kedua matanya. Penderita kemudian memeriksakan matanya

di optik kaca mata, lalu diberi kaca mata minus (penderita tidak ingat ukurannya)

± 6 bulan yang lalu penderita berobat ke poli mata RSMH karena pandangan

penderita masih kabur saat memakai kacamata. Setelah diperiksa dikatakan

penderita memiliki minus tinggi pada kedua mata dan perbedaan minus antara

kedua mata besar. Penderita kemudian disarankan menggunakan lensa kontak

9
karena perbedaan minus yang besar antara kedua mata, namun penderita memilih

menggunakan kacamata. Satu minggu yang lalu, penderita mulai memakai

kacamata dengan ukuran yang diberikan saat berobat ke poli mata RSMH 6 bulan

yang lalu. Penglihatan kedua mata jelas saat memakai kacamata, namun penderita

merasa pusing saat memakai kacamata tersebut sehingga penderita datang berobat

kembali ke poli mata RSMH.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

 Riwayat ganti kaca mata sudah 4 kali

 Riwayat memakai lensa kontak (-)

3. Pemeriksaan fisik

Status Generalis :

 Keadaan umum : baik

 Tekanan darah : 100/70 mmHg

 Nadi : 84x/menit

 Pernafasan : 18x/menit

 Suhu : afebris

 Status generalis : dalam batas normal

10
Status Oftalmologikus :

OD OS

Visus 6/30 ph 6/12 2/60 ph 6/12

Binokuler Koreksi dengan trial lens:

OD:6/30 ʃ-5,50 C-2,50 Axis 1800 6/6 6/6

OS:2/60 ʃ-9,00 C-2,50 Axis 1800 6/6 pusing

TIO 15,6 mmHg 15,6 mmHg

Kedudukanbola mata Ortoforia

Gerakan bola mata

Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Tenang Tenang

Kornea Jernih Jernih

BMD Sedang, Jernih Sedang, Jernih

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Pupil B, C, RC(+), Ø 3mm B, C, RC(+), Ø 3mm

Lensa Jernih Jernih

Vitreus Jernih Jernih

Reflek Fundus (+) (+)

11
Papil Bulat, batas tegas, warna merah Bulat, batas tegas, warna merah

normal, c/d 0,3, A:V 2:3, myopic normal, c/d 0,3, A:V 2:3, myopic

crescent (+) crescent (+)

Makula Refleks Fovea (+) normal Refleks Fovea (+) normal

Retina Kontur pembuluh darah baik, Kontur pembuluh darah baik,

perdarahan(-), tiggroid perdarahan(-), tiggroid

appearance (+), degenerasi appearance (+), degenerasi

lattice (-) lattice (-)

4.Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan USG

OD OS

Kesan: Kesan:

- Vitreus : Echofree -Vitreus : Echofree

- Retina : Intak - Retina : Intak

- Koroid : Tidak menebal - Koroid : Tidak menebal

- Axial Length : 26 mm - Axial length : 26 mm

12
Hasil Pemeriksaan Foto Fundus

OD OS

5. Diagnosis kerja :

 Miopia Astigmatisme Kompositus Okuli Dextra et Sinistra

 Miopia Kompositus Anisometropia

6. Penatalaksanaan

 Informed consent

 Pro Lensa Kontak Rigid Gas Permeable (RGP) ODS

 Pro Uji Pasang Lensa Kontak Rigid Gas Permeable (RGP) ODS

Uji Pasang Lensa Kontak RGP

Hasil Keratometri

OD K1: 41.75 D 8.08 mm

K2: 44.25 D 7.63 mm

OS K1: 42.00 D 8.03 mm

K2: 44.75 D 7.54 mm

13
Hasil Pengukuran Horizontal Visible Iris Diameter (HVID)

HVID OD = 11 mm

HVID OS = 11 mm

Ukuran Pupil

Saat penerangan redup  ODS : 6 mm

Saat penerangan cukup  ODS : 3 mm

Tonus kelopak mata

ODS : Medium

Laju berkedip

OD: 16x/menit

OS: 16x/menit

Hasil Schirmer’s test:

OD: 16 mm

OS: 16 mm

Hasil Break Up Time:

OD : 18“

OS : 18 "

Hasil Perhitungan Base Curve (BC)

Besar Astigmat Kornea Base Curve

OD = 8.08 mm – 7.63 mm = 8.08 – 0.20

= 0.45 = 7.88 mm

Faktor Astigmat  0.20

14
OS = 8.03 mm – 7.54 mm = 8.03 – 0.20

= 0.49 = 7.83 mm

Faktor Astigmat  0.20 mm

Setelah uji pasang, Base curve lensa kontak yang digunakan 7.85mm pada ODS.

Hasil Uji Pasang Lensa Kontak RGP

OD OS

Over Refraksi dan Power Lensa Kontak RGP

OD

Trial lens power ʃ -4.00 D, Over refraction ʃ -2.50 D

Power lensa kontak = ʃ -4.00 D + (ʃ -2.50 D)= ʃ -6.50 D → 6/6

OS

Trial lens power ʃ -9.00 D, Over refraction ʃ -0.50 D

Power lensa kontak = ʃ -9.00 D + (ʃ -0.50 D) = ʃ -9.50 D → 6/6

Binokuler dengan lensa kontak RGP + Over refraction → nyaman dan tidak pusing

7. Prognosis:

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

15
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Anisometropia merupakan suatu keadaan dimana terdapat perbedaan

refraksi antara kedua mata. Perbedaan refraksi antara kedua mata dapat sama atau

lebih besar dari 1 D. Anisometropia dapat diklasifikasikan menjadi astigmatisme

kompositus, hiperopia kompositus, miopia kompositus, antimetropia, astigmatisme

simpleks, hipermetropia simpleks, dan miopia simpleks. Miopia kompositus

anisometropia terjadi jika kedua mata memiliki miopia namun salah satu mata

memiliki miopia lebih dari 1 D atau lebih dibandingkan mata lainnya. Miopia

adalah salah satu kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak

tak terhingga difokuskan di depan retina oleh mata dalam keadaan tanpa

akomodasi. Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih, atau

panjang aksial bola mata lebih dari 26.5 mm. Astigmatisme adalah keadaan dimana

sinar sejajar tidak dibiaskan secara seimbang pada seluruh meridian. 1-5,11-13

3.2 Etiologi

Perkembangan anisometropia diduga karena adanya faktor genetik, namun

mekanisme terjadinya anisometropia masih belum jelas. Tong dkk melaporkan

bahwa anisometropia terjadi karena adanya perbedaan panjang aksial bola mata

dibandingkan karena adanya perbedaan kekuatan refraksi kornea. Patologi okular

16
unilateral dan patologi pada kelopak mata dapat menyebabkan anisometropia.

Kelainan pada retina juga dapat berimplikasi pada perkembangan anisometropia.1

3.3 Klasifikasi Anisometropia

Anisometropia dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan status anomali

refraksi, pembesaran, etiologi, dan keterlibatan komponen okular.1

1. Berdasarkan status anomali refraksi

Anisometropia dibagi menjadi dua:

 Isoanisometropia : kedua mata hiperopia (anisohiperopia), atau miopia

(anisomiopia)

 Antimetropia : salah satu mata hyperopia dan mata yang lainnya myopia

2. Berdasarkan pembesaran

Cettes melaporkan bahwa gejala yang dialami pasien bervariasi dengan

perbedaan pembesaran dioptrik antara kedua mata,

 0-2 D (low/rendah): pasien biasanya dapat mentoleransi adanya anisometropia

dengan koreksi kacamata namun dengan sedikit kesulitan.

 2-6 D (high/tinggi): pasien mengalami kesulitan penglihatan binokular

 >6 D (very high/sangat tinggi): pasien tidak mengeluhkan adanya gejala karena

adanya penekanan sentral pada salah satu mata.

3. Berdasarkan etiologi

Berdasarkan etiologi, anisometropia dibagi menjadi herediter dan acquired

atau didapat.

4. Berdasarkan adanya keterlibatan komponen okular

17
Anisometropia dapat terjadi karena adanya keterlibatan komponen okular

yaitu panjang aksial bola mata, lensa, dan kornea. Perbedaan panjang aksial bola

mata antara kedua mata terdapat pada 97% kasus anisometropia yang diperiksa,

terutama anisometropia lebih dari 5 D. Sorsby et al mencatat bahwa kornea

bukanlah faktor signifikan penyebab anisometropia.

3. 4 Gejala Klinis

Gejala anisometropia antara lain:1,2

 Pandangan kabur

 Asthenopia

 Sakit kepala

 Dapat asimptomatik pada anisometropia dengan derajat tinggi

3.5 Pengukuran Status Refraksi

Pengukuran status refraksi terlebih dahulu secara subjektif ditentukan

dengan penentuan tajam penglihatan. Pemeriksaan kelainan refraksi secara obyektif

dilakukan dengan menggunakan retinoskopi untuk melihat refleks fundus dan

Ultrasonografi A Scan untuk mengukur panjang aksial bola mata.2,14

3.6 Penatalaksanaan/ Koreksi Anisometropia

Beberapa pilihan tersedia untuk mengkoreksi anisometropia. Pasien dengan

anisometropia dapat ditatalaksana dengan menggunakan kacamata, lensa kontak,

atau dilakukan operasi bedah refraktif. Lensa kontak merupakan solusi yang lebih

18
baik daripada kacamata pada sebagian besar penderita dengan anisometropia,

khususnya pada anak-anak, dimana fusi masih memungkinkan. Lensa kontak dapat

meminimalisir perbedaan ukuran gambar yang diterima. Kacamata koreksi

anisometropia telah dilaporkan dapat menyebabkan astenopia, sakit kepala,

fotofobia, dan aniseikonia. Aniseikonia adalah perbedaan ukuran dan bentuk

bayangan yang dibentuk di kedua mata. 1,2

3.7 Lensa Kontak

3.7.1 Pemeriksaan Pasien dan Pemilihan Jenis Lensa Kontak

Informasi spesifik pasien diperlukan untuk menggunakan dan memilih jenis

lensa kontak. Informasi tersebut meliputi: aktivitas sehari-hari pasien, alasan ingin

menggunakan lensa kontak, dan riwayat penyakit dahulu yang dapat meningkatkan

risiko komplikasi penggunaan lensa kontak. Sebelum pemakaian lensa kontak ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: produksi air mata yang cukup, refleks

mengedip yang normal, epitel kornea yang sehat, tidak ada radang/infeksi pada

segmen anterior mata dan penderita harus kooperatif.6,13

Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa

kontak keras (hard lens) yang terdiri atas non gas-permeable dan Rigid Gas

permeable (RGP). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa

kontak lunak dapt disusun oleh silicone hydrogels, HEMA

(hydroksimethylmetacrylate) dan vinylcopolymer sedangkan lensa kontak keras

yang non gas-permeable disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate). Lensa

kontak keras sekarang ini terbuat dari bahan gas permeabel seperti siloxane

19
methacrylate, fluorosiloxane methacrylate, cellulose acetate butyrate (CAB),

fluoropolymers, dan alkyl styrene.2-4,6,7,9,10,15

Keuntungan penggunaan lensa kontak lunak adalah nyaman, masa adaptasi

singkat, mudah memakainya, dislokasi lensa kontak minimal, dapat dipakai untuk

sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah risiko terjadinya komplikasi

(infeksi) lebih besar, memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal pada

penderita astigmat, kurang awet serta perawatannya sulit. Lensa kontak lunak saat

ini ada dalam bentuk sekali pakai, sehingga perawatan tidak sulit dan dapat

mengurangi resiko terjadinya infeksi.2,6,16-18

Keuntungan penggunaan lensa kontak RGP yaitu tajam penglihatan baik,

transmisi oksigen baik, dapat mengoreksi astigmat terutama astigmat irreguler,

dapat digunakan oleh pasien dengan higienitas kurang, perawatan lebih mudah, dan

durasi pemakaian lama. Kerugiannya adalah adaptasi awal lebih lama,

ketidaknyamanan saat pemakaian pertama kali, adanya deposit lipid dan protein

pada lensa, permukaan mudah tergores dan kontrol harus tepat waktu karena dapat

menyebabkan masalah pada tepi dan perifer lensa kontak. 2,6,15

Pemilihan jenis lensa kontak bergantung pada kebutuhan. Sebagai contoh

penderita yang menggunakan lensa kontak hanya untuk berolah raga lebih baik

menggunakan lensa kontak lunak karena adaptasi lebih cepat. Sedangkan penderita

dengan astigmat sebaiknya menggunakan lensa kontak RGP. Penderita yang

memiliki besar astigmat kurang dari 1 D dapat menggunakan lensa kontak lunak

sferis atau lensa kontak RGP dan penderita yang memiliki besar astigmat 2-3 D

dapat menggunakan lensa kontak RGP atau lensa kontak lunak torik.2,6

20
Tabel 1. Pemilihan lensa kontak berdasarkan besarnya astigmat.2

Besar astigmat Pilihan lensa kontak

<1D Lensa kontak lunak sferis atau RGP

1D–2D Lensa kontak lunak torik atau RGP sferis

2D–3D Lensa kontak lunak torik (custom) atau RGP sferis

>3D Torik RGP atau lensa kontak lunak torik (custom)

3.7.2 Bagian-Bagian Lensa Kontak

Bagian-bagian dari lensa kontak, yaitu:2,6,9,10

 Base curve (BC)

Merupakan kurva belakang lensa kontak yang berada pada bagian depan

permukaan mata. Untuk mencapai posisi yang tepat kurva ini harus sejajar dengan

kurva kornea. Dinyatakan dalam milimeter atau diopter.

 Power

Power lensa berada di depan permukaan lensa. Lensa plus lebih tebal pada

sentral dan lensa minus lebih tebal pada perifer.

 Diameter lensa kontak

Panjang lensa yang melalui diameter terluas disebut diameter lensa.

Diameter lensa kontak lunak biasanya 12-15 mm dan lensa kontak RGP 8-10 mm.

 Kurva perifer

Merupakan kurva di sekeliling base curve pada permukaan posterior lensa.

Kurva perifer memiliki lebar yang tetap 0.3-0.5 mm, tergantung dari diameter zona

optik dan diameter lensa.

21
 Zona optik

Bagian optik sentral yang terdapat pada base curve lensa dikenal sebagai

zona optik. Berada di bagian sentral lensa dimana terdapat power lensa. Diameter

rata-rata zona optik adalah 7-8.5 mm pada lensa kontak RGP dan 7-12 mm pada

lensa kontak lunak. Zona optik harus tepat menutupi pupil untuk menghindari silau.

Diameter zona optik lebih lebar 2 mm dari diameter pupil di penerangan redup.

 Ketebalan sentral

Merupakan jarak antara permukaan anterior dan posterior dari pusat

geometrik lensa, biasanya dinyatakan dalam milimeter. Ketebalan lensa

berpengaruh pada transmisi oksigen.

Gambar 1. Bagian-bagian Lensa Kontak2

3.7.3 Uji Pasang Lensa Kontak

Tujuan uji pasang lensa kontak adalah untuk kepuasan pasien, tajam

penglihatan baik, yang tidak fluktuasi dengan kedipan atau gerakan mata. Uji

22
pasang lensa kontak dikatakan baik jika posisi lensa di sentral dan bergerak sedikit

saat berkedip.6,9,10

Prosedur pada uji pasang lensa kontak:6,9,10

1. Tentukan apakah pasien cocok untuk menggunakan lensa kontak.

2. Koreksi anomali refraksi.

Koreksi terbaik diperlukan sebelum uji pasang lensa kontak dilakukan.

3. Pemeriksaan keratometri.

Pengukuran kurvatura kornea menggunakan keratometri sangat diperlukan sebelum

uji pasang lensa kontak dilakukan. Pembacaan dalam skala diopter dan

dikonversikan ke dalam milimeter.6,9,10

Tabel 2. Konversi keratometri diopter ke dalam milimeter (dioptri – milimeter).9

4. Pengukuran diameter kornea

23
Diameter kornea diperoleh dengan mengukur jarak dari limbus ke limbus pada

posisi vertikal /Vertical Visible Iris Diameter(VVID) dan horizontal / Horizontal

Visible Iris Diameter (HVID) yang dinyatakan dalam milimeter. HVID penting

untuk menentukan diameter total lensa kontak.6,9,10

5. Pengukuran ukuran pupil

Ukuran pupil penting untuk menentukan ukuran zona optik lensa kontak.6,9,10

6. Penilaian tonus kelopak mata

Tidak ada instrumen khusus untuk mengukur tonus kelopak mata. Metode subjektif

untuk mengukur tonus kelopak mata adalah dengan meminta pasien melihat ke

bawah dan membalik kelopak matanya. Penilaian didefinisikan sebagai kaku,

medium, dan kendur.6,9,10

7. Penilaian laju berkedip

Penilaian normal laju berkedip (15 kali permenit) adalah penting untuk keamanan

pemakai lensa kontak. Selain itu kualitas kedipan apakah komplit atau sebagian

perlu dicatat. Kedipan yang tidak komplit menyebabkan gangguan lapisan air mata

dan dapat mengeringkan kornea.6,9,10

8. Penilaian lapisan air mata

Lapisan air mata penting untuk memperkirakan kecocokan pemakai lensa kontak.

Pemeriksaan lapisan air mata yang dilakukan:6,9,10

a. Tes Schirmer

Tes ini berguna untuk menentukan apakah produksi air mata cukup untuk

membasahi mata. Pemeriksaan dengan menggunakan kertas filter whatman 41.

Pasien diminta menutup mata untuk mengurangi efek berkedip. Area yang basah

24
diukur setelah 5 menit. Apabila filter basah 10 – 25 mm maka sekresi lakrimal

dinilai normal.5,6,9,10,14,19

b. Tes Break up time

Tes Break up time merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai kestabilan film air

mata yang melindungi kornea, dimana diukur kekeringan kornea sesudah kedipan

pada suatu waktu tertentu. Dengan meneteskan fluoresein kemudian disinari

dengan filter kobalt biru pada slitlamp dan diukur timbulnya bercak kering dalam

detik. Bercak kering yang timbul kurang dari 10 detik dianggap abnormal. 6,9,10,14,19

9. Penilaian dan pengukuran parameter lensa kontak

Dilakukan penilaian base curve dan power lensa kontak. Pengukuran base curve

didasarkan dari hasil keratometri. Power lensa kontak harus disesuaikan dengan

vertex distance jika saat koreksi didapatkan >4 D.6,9,10

10. Penilaian pemasangan lensa kontak

11. Dilakukan overrefraksi

Uji Pasang Lensa Kontak Lunak

Prosedur pada uji pasang lensa kontak lunak:6

1. Koreksi anomali refraksi

2. Lakukan Keratometri

3. Ukur HVID

Lensa yang dipilih diameternya 1.5-2 mm lebih besar dari ukuran HVID

4. Pengukuran ukuran pupil

5. Penilaian tonus kelopak mata dan laju berkedip

25
6. Pemeriksaan air mata

7. Pengukuran parameter lensa kontak lunak

Ukuran base curve didapatkan dengan menambahkan 1 pada rata-rata radius

kurvatura kornea (dalam millimeter). Terdapat 3 langkah untuk menghitung power

lensa kontak lunak yang diperlukan:2,6

 Transposisi ke dalam bentuk silinder negatif.

 Kalkulasi ekuivalen sferis.

 Kalkulasi vertex distance.

8. Penilaian pemasangan lensa kontak lunak

Penutupan, Sentrasi, Pergerakan, Kenyamanan.

9. Lakukan overrefraksi

Uji Pasang Lensa Kontak RGP

Uji pasang lensa RGP lebih kompleks dibanding lensa kontak lunak.

Dibutuhkan ketrampilan untuk uji pasang lensa RGP pada kornea seseorang. Hasil

evaluasi uji pasang menjadi lebih baik dengan pengalaman dan latihan.6,10

Prosedur pada uji pasang lensa kontak RGP:6,10

1. Koreksi visus terbaik

2. Keratometri

3. Ukur HVID

Diameter lensa yang dipilih diameternya 1.2-1.4 mm lebih kecil dari ukuran HVID.

4. Pengukuran ukuran pupil

5. Penilaian tonus kelopak mata dan laju berkedip

26
6. Pemeriksaan air mata

7. Pengukuran parameter lensa kontak RGP

8. Penilaian pemasangan lensa kontak RGP

9. Dilakukan overrefraksi

Pengukuran parameter lensa kontak RGP

 Base curve 2,6,10

Langkah langkah untuk menghitung Base Curve

- Keratometri  Flat–K dan k

- Tentukan: astigmat kornea = Flat–K – k

- Tentukan: faktor astigmat

- Base curve = Flat-K – faktor astigmat

Tabel 3. Faktor astigmat kornea pada penentuan base curve lensa kontak (flat-K

dalam mm).2

Astigmat kornea Base curve

0.10 mm BC = flat-K

0.10 - 0.15 mm BC= 0.05 mm steeper

0.20 - 0.35 mm BC= 0.10 mm steeper

0.35 - 0.45 mm BC= 0.15 mm steeper

0.45 - 0.50 mm BC= 0.20 mm steeper

 Power

Power lensa ditentukan secara empiris dengan menambahkan power lensa kontak

RGP yang diuji coba dengan power overrefraksi.2,6,10

27
Penilaian pemasangan lensa kontak

Tiga kriteria yang digunakan untuk menentukan uji pasang lensa kontak

yang baik adalah kualitas penglihatan, pergerakan lensa, dan penilaian fluoresens.

Lensa RGP dengan diameter yang kecil harus berada di sentral di atas permukaan

kornea tetapi bergerak bebas saat berkedip agar terjadi perubahan air mata. Uji

pasang lensa kontak harus dioptimalkan terlebih dahulu, kemudian visus

dioptimalkan dengan overrefraksi.6,10

Uji pasang lensa RGP dinilai dengan 2 cara:6,10

1. Statis

Pada posisi lensa yang statis, pola fluoresent sejajar di sentral, penilaian jarak ruang

mid perifer minimal dan pooling yang adekuat pada kurva perifer. Lensa RGP yang

ideal memiliki kesejajaran permukaan belakang lensa dengan permukaan kornea.

Hal ini memungkinkan perubahan air mata secara maksimum dengan penekanan

minimal di atas kornea.6,10

2. Dinamis

Penilaian pergerakan lensa saat berkedip dan perubahan air mata dikenal sebagai

penilaian uji pasang dinamis. Sentrasi dan penutupan juga dinilai.6,10

 Pergerakan

Pergerakan lensa penting pada uji pasang lensa RGP karena memfasilitasi

perubahan air mata, mengangkat debris di bawah lensa, dan pertukaran oksigen

selama berkedip. Posisi ideal saat bergerak adalah 1 sampai 1.5 mm vertikal saat

berkedip. Pergerakan yang halus menandakan posisi yang bagus. Lensa posisi ketat

28
akan bergerak sedikit, menyebabkan stagnasi debris di bawah lensa dan mata

merah. Lensa yang bergerak berlebihan berada pada posisi longgar dan

menyebabkan ketidaknyamanan pemakai.6,10

 Sentrasi

Lensa pada posisi sentral berada pada kornea pada semua posisi gerakan. Zona

optik menutupi aksis visual atau seluruh bagian pupil. Lensa yang tidak sentral akan

menyentuh konjungtiva dan menyebabkan rasa tidak nyaman.6,10

 Penutupan

Lensa RGP lebih kecil dari kornea sehingga dapat memfasilitasi perubahan air mata

yang halus di bawah lensa dengan beberapa kedipan dan tidak mencapai limbus.

Diameter juga tidak boleh terlalu kecil sehingga tidak menutupi pupil yang dapat

menimbulkan masalah pada ketajaman penglihatan.6,10

29
BAB 4

DISKUSI

Dilaporkan dua orang perempuan, umur 27 dan 23 tahun, tinggal di dalam

kota. Penglihatan kabur pada jarak jauh mulai dikeluhkan sejak penderita duduk di

bangku sekolah, dimana penderita sulit membaca tulisan di papan tulis. Mata terasa

lelah atau pegal bila selesai membaca atau menonton TV. Sering memincingkan

kedua mata bila melihat benda pada jarak jauh. Penderita sudah memakai kacamata

dimana penglihatan kedua mata jelas, namun penderita mengeluh pusing saat

memakai kacamata. Berdasarkan gejala klinis, bahwa semua keluhan pada

penderita ini termasuk gejala subjektif dari suatu mata minus/ miopia.

Pada pemeriksaan status oftalmologikus, penderita pertama visus pada mata

kanan didapatkan 6/9 ph 6/6 dan visus pada mata kiri 4/60 ph 6/30, Best Corection

Visual Aquity (BCVA) didapatkan pada mata kanan 6/9  ʃ-1,00  6/6, pada mata

kiri 4/60  ʃ-6,50 6/6, binokuler 6/6. Pada penderita kedua visus pada mata

kanan didapatkan 6/30 ph 6/12 dan visus pada mata kiri 2/60 ph 6/12, BCVA

didapatkan pada mata kanan 6/30  ʃ-5,50 C-2,50 Axis 18006/6, pada mata kiri

2/60  ʃ-9,00 C-2,50 Axis 1800 6/6, binokuler 6/6. Pemeriksaan segmen

posterior dengan funduskopi dan foto fundus didapatkan pada papil saraf optikus

terdapat myopic cresent dan di retina terdapat tiggroid appearance. Gambaran ini

sering ditemukan pada penderita dengan miopia yang disebabkan oleh terjadinya

penipisan dari koroid dan retina, akibat dari pemanjangan axial length. Pada

pemeriksaan USG didapatkan adanya axial length yang panjang. Pada kedua pasien

30
ini miopia yang tejadi bersifat aksial. Axial length menentukan keseimbangan

dalam pembiasan sinar. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea

(mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang bola mata (lebih panjang

atau lebih pendek), maka sinar paralel tidak dapat terfokus pada retin.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan subyektif dan pemeriksaan obyektif

pada penderita, maka ditegakkan diagnosis kerja yaitu Miopia Simpleks OD + High

Myopia OS (pada pasien pertama) dan Miopia Astigmatisme Kompositus ODS

(pada pasien kedua). Setelah dilakukan BCVA, kedua mata memiliki miopia namun

salah satu mata memiliki miopia lebih dari 1 D atau lebih dibandingkan mata

lainnya maka pada kedua penderita didiagnosa Miopia Kompositus Anisometropia.

Kedua penderita memiliki anisomiopia tinggi dimana anisometropia pada kedua

penderita antara 2-6 D dimana terdapat kesulitan penglihatan binokular.

Pilihan penatalaksanaan yang dapat diberikan pada penderita dengan miopia

dan anisometropia adalah kaca mata, lensa kontak, atau dilakukan bedah refraktif.

Penderita sebelumnya telah diberikan kacamata untuk mengkoreksi kelainan

refraksi yang ada. Namun penderita mengeluh pusing saat memakai kacamata

dikarenakan adanya perbedaan ukuran gambar yang diterima kedua mata saat

memakai kacamata sehingga terdapat kesulitan penglihatan binokular. Penderita

kemudian disarankan memakai lensa kontak. Lensa kontak telah menjadi pilihan

yang baik untuk penderita anisometropia karena lensa kontak dapat meminimalisir

perbedaan ukuran gambar yang diterima retina.

Pada pasien pertama diberikan lensa kontak lunak sferis karena terdapat

miopia kompositus anisometropia tanpa astigmat (astigmat < 1 D). Selain itu,

31
pasien menginginkan adaptasi cepat saat memakai lensa kontak. Keuntungan

penggunaan lensa kontak lunak adalah nyaman, masa adaptasi singkat, mudah

memakainya, dislokasi lensa kontak minimal, dan dapat dipakai untuk sementara

waktu. Namun lensa kontak lunak juga memiliki kerugian yaitu risiko terjadinya

komplikasi lebih besar, kurang awet serta perawatannya sulit, sehingga pasien yang

menggunakan lensa kontak lunak harus lebih telaten dalam perawatannya.

Pada pasien kedua yang memiliki miopia kompositus anisometropia dengan

astigmat 2.5 D maka penderita diberikan pilihan menggunakan lensa kontak RGP

(astigmat 2 – 3 D). Lensa kontak RGP memiliki keuntungan yaitu dapat mengoreksi

astigmat, tajam penglihatan lebih baik, transmisi oksigen lebih baik, namun

kerugiannya yaitu adanya deposit lipid dan protein pada lensa, permukaan mudah

tergores dan kontrol harus tepat waktu karena dapat menyebabkan masalah pada

tepi dan perifer lensa.

Sebelum pemakaian lensa kontak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

yaitu: produksi air mata yang cukup, refleks mengedip yang normal, epitel kornea

yang sehat, tidak ada radang/infeksi pada segmen anterior mata dan penderita harus

kooperatif.

Pada kedua penderita sebelum dilakukan uji pasang lensa kontak dilakukan

beberapa pemeriksaan yaitu : ukuran pupil, keadaan air mata, keratometri, dan

tonus kelopak mata. Ukuran pupil diperiksa dua kali, pertama dalam kamar dengan

penerangan redup dan kedua di kamar dengan penerangan cukup. Ukuran pupil

pada penerangan redup adalah penting ketika memilih zona optik lensa kontak. Jika

zona optik terlalu kecil akan ada masalah dengan ketajaman penglihatan. Untuk

32
menjamin ketajaman penglihatan yang baik, zona optik harus cukup besar untuk

menutupi pupil pada pencahayaan yang cukup maupun kurang. Zona optik biasanya

lebih besar 2 mm daripada ukuran pupil pada kondisi penerangan redup. Tonus

kelopak mata diukur dengan membalikan dan kemudian didefinisikan sebagai

kendur, medium, atau kaku. Jika kelopak mata memiliki tonus yang kendur, ia akan

membutuhkan diameter total lensa kontak yang lebih besar.

Untuk menentukan keadaan airmata pada penderita ini dilakukan

pemeriksaan schirmer’s test dan break up time. Schirmer’s test merupakan suatu

pemeriksaan fungsi sekresi sistem lakrimal untuk menentukan apakah produksi air

mata cukup untuk membasahi mata. Pemeriksaan dengan mengunakan kertas filter

Whatman 41 dan didapatkan hasil yang normal. Break Up Time merupakan suatu

pemeriksaan untuk menilai kestabilan air mata yang melindungi kornea, dimana

diukur kekeringan kornea sesudah suatu kedipan pada suatu waktu tertentu. Dengan

meneteskan fluoresein kemudian disinari dengan filter kobalt biru pada slitlamp

dan diukur dalam detik. Pada kedua penderita didapatkan hasil yang normal,

sehingga memenuhi syarat untuk pemakaian lensa kontak.

Untuk menghitung base curve pada lensa kontak lunak adalah dengan

menghitung Nilai rata-rata K + 1, didapatkan BC lensa kotak lunak ODS 8.90 mm.

Power lensa kontak yang dipesan untuk OD ʃ -1.00 D dan OS ʃ -6.00 D. Pada mata

kiri power lensa kontak disesuaikan dengan vertex distance karena saat koreksi

didapatkan >4 D. Pada lensa kontak RGP, langkah pertama adalah menentukan

astigmat kornea. Astigmat kornea didapatkan dengan mengurangi Flat-K dengan k.

33
Kemudian ditentukan faktor astigmat untuk menentukan base curve lensa kontak

RGP seperti yang dijelaskan pada tabel 3.

Pada penderita kedua setelah dilakukan uji pasang RGP didapatkan hasil

yang baik. Uji pasang lensa dibagi dalam uji pasang dinamis dan statis. Uji pasang

statis diperlukan untuk mengevaluasi hubungan antara bagian belakang lensa dan

permukaan kornea dengan menggunakan kertas fluoresen untuk melihat pola

fluoresen. Pola uji pasang statis biasanya berhubungan dengan uji pasang dinamis.

Setelah adaptasi dicapai, sekitar 20-30 menit, penderita kedua menghadap depan

dan disuruh untuk berkedip secara normal. Posisi lensa kontak di kornea diamati

sentrasi, pergerakan, dan penutupan. Berdasarkan pada respon dari uji pasang lensa

kontak RGP didapatkan ketajaman penglihatan yang baik, kenyamanan pemakaian

lensa kontak, serta pergerakan, sentrasi, dan penutupan lensa kontak baik.

Tujuan over refraksi yaitu untuk menentukan kekuatan dari lensa kontak

yang akan dipakai. Jika saat over refraksi didapatkan > 4 D maka hasil over refraksi

dikonversikan sesuai vertex distance. Pada penderita kedua, saat dilakukan uji

pasang lensa kontak RGP, hasil over refraksi yang didapatkan < 4 D, maka dapat

langsung dijumlahkan hasil over refraksi dengan kekuatan lensa kontak RGP uji

coba.

Prognosis quo ad fungsionam pada kedua penderita adalah bonam karena

masih tercapainya koreksi maksimal 6/6 pada kedua mata dan segmen posterior

yang masih normal serta pola higien yang baik pada kedua penderita.

34
BAB 5

KESIMPULAN

Telah dilaporkan dua kasus Miopia Kompositus Anisometropia pada dua

orang perempuan yang datang berobat ke RSMH dengan keluhan pusing saat

memakai kacamata walaupun penglihatan kedua mata jelas saat memakai

kacamata. Penderita kemudian dianjurkan menggunakan lensa kontak. Pada

penderita pertama, dianjurkan memakai lensa kontak lunak karena tidak memiliki

astigmat. Penderita kedua dianjurkan memakai lensa kontak RGP karena memiliki

astigmat 2.5 D.

Sebelum diberikan lensa kontak penderita melakukan beberapa

pemeriksaan seperti ukuran pupil, keadaan air mata, keratometri, dan tonus kelopak

mata. Pada penderita pertama dilakukan penentuan base curve dan power lensa

kontak lunak yang dibutuhkan. Dilakukan uji pasang lensa kontak RGP pada

penderita kedua dan didapatkan bahwa tajam penglihatan baik, kedudukan lensa

stabil, sentral, pergerakan baik. Setelah dilakukan uji pasang kemudian dilakukan

over refraksi, didapatkan tajam penglihatan yang maksimal.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Marjean A, et al. Patients with Anisometropia and Aniseikonia. Missouri:


Borish’s Clinical Refraction. 2006: p 1479-1488.
2. Liesegang TJ, et al. Clinical Optics. San Fansisco: American Academy of
Ophthalmology. 2012-2013: p 121-136,167-202.
3. Sloane AF. The Teaching of Refraction. 2005: p 39-53,139-146, 196-205.
4. Vaughan, DG. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika. 2000: p 149-150,
401-404.
5. Ilyas, HS. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2005: p 24-25, 76-82.
6. Chaudhry, M. Contact Lens Primer. New Delhi: Jaypee Brothers and Medical
Publisher. 2007: p 28-120.
7. Khaw, PT et al. ABC of Eyes Fourth Edition. London: BMJ Publishing Group.
2004: p 17-18.
8. Charm, J et al. Practitioners’ analysis of contact lens practice in Hongkong.
Contact Lens & Anterior Eye: Elsevier. 2010: p 104-111.
9. Gasson, A and Morris, J. The Contact Lens Manual. A practical guide to fitting.
London: Elsevier. 2003: p 78-94, 122-132, 198-212, 433-434.
10. Franklin, A and Franklin, N. Rigid Gas-Permeable Fitting. London: Elsevier.
2007: p 26-33, 63.
11. Subardjo, S and Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Mata FK UGM. 2012: p 150-160.
12. Liesegang TJ, et al. Retina and Vitreous. San Fansisco: American Academy of
Ophthalmology. 2012-2013: p 85.
13. Beyer JE, at al. Refractive Error, Clinical Optics and Contact Lenses. Langston
DP ed. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy: Sixth edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins publisher. 2008: p 411.
14. Ilyas, HS. Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga.
Jakarta: FKUI. 2009: p 34-44, 82-84, 95-98.
15. Khurana AK. Optics and Refraction. Comprehensive Opthalmology: Fourth
edition. New Delhi: New Age International Publisher. 2007: p 38-39.
16. Stapleton, F et al. Risk Factors for Moderate and Severe Microbial Keratitis in
Daily Wear Contact Lens Users. American Academy of Ophtalmology:
Elsevier. 2012: p 1516-1521.
17. Stapleton, F et al. The Epidemiology of Microbial Keratitis With Silicone
Hydrogel Contact Lenses. Eye & Contact Lens. 2013: p 79-85.
18. Hall, B et al. Contact Lens Cases: The Missing Link in Contact Lens Safety.
Eye & Contact Lens. 2012: p 101-105.
19. Liesegang TJ, et al. External Diseases and Cornea. San Fansisco: American
Academy of Ophthalmology. 2012-2013: p 52-54.

36

Anda mungkin juga menyukai