Anda di halaman 1dari 6

FUNGSI PEMERIKSAAN KELAINAN REFRAKSI

PADA ANAK ANAK

Karya Ilmiah
ditulis untuk Ujian Akhir Semester mata kuliah Karya Tulis Ilmiah yang
diampu oleh Dr. Amril Amir, M.Pd.

Oleh

Violina Gracedia Aldi


NIM 161041341991019

AKADEMI REFRAKSI OPTISI YLPTKSB PADANG


YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN
SUMATERA BARAT
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya

masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar.

Struktur mata yang berkontribusi dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa,

aquous dan vitreous humor. Cahaya yang masuk akan direfraksikan ke retina, yang

akan dilanjutkan ke otak berupa impuls melalui saraf optik agar dapat diproses oleh

otak. Kelainan refraksi ini terjadi apabila fungsi refraksi pada mata tidak dapat

berjalan dengan sempurna.

Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling umum terjadi.

Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat pada retina sehingga

menyebabkan penglihatan kabur. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi

empat bentuk yaitu (1) miopia; (2) hipermetropia; (3) astigmatisme; dan

(4)presbiopia. Miopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di depan retina,

hipermetropia terjadi apabila cahaya dibiaskan di belakang retina, astigmatisme

terjadi apabila sinar yang dibiaskan tidak terletak pada satu titik fokus, sedangkan

presbiopia adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses

penuaan.

Penyebab kelainan refraksi dapat diakibatkan karena kelainan kurvatur atau

kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias atau refraktif, dan kelainan aksial atau

sumbu mata.

Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (1)

umur; (2) jenis kelamin; (3) ras; (4) lingkungan; dan (5) genetik. Kelainan refraksi
inimerupakan salah satu kelainan mata yang jarang mendapat perhatian oleh

masyarakat. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi ini juga dapat menyebabkan

anomali refraksi.

World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 285 juta orang di

dunia akan mengalami anomali refraksi, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan dan

246 juta mengalami low vision. Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi menduduki

urutan pertama sebagai penyebab cacat penglihatan dengan presentase sebesar 42%,

di atas katarak yang tidak dioperasi 33% dan glaukoma 2%. Sekitar 90% orang yang

menderita cacat penglihatan hidup di negara berkembang, termasuk Indonesia.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulisan ini dibatasi pada kelaiinan

refraksi pada anak-anak, gejalanya, dan tindakan refrakasinya. Untuk lebih

jelasnya dirumusankan masalahnya sebagai berikut ini.

1. Apa saja jenis jenis kelainan refraksi pada anak anak ?

2. Apa tanda atau gejala kelainan refraksi pada anak anak ?

3. Bagaimana melakukan pemeriksaan refraksi terhadap anak anak ?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penulisan sebagai berikut ini:

1. Menjelaskan jenis jenis kelainan refraksi pada anak anak

2. Menjelaskan tanda atau gejala kelainan refraksi pada anak anak


3. Menjelaskan melakukan pemeriksaan refraksi terhadap anak anak

D. Kajian Teori

Berdasarkan tujuan penulisan di atas maka dikemukakan teori yang relevan

dengan: (1) Di Indonesia terdapat sekitar 1,5% atau 3,6 juta penduduknya mengalami

kebutaan. Angka kejadian kebutaan yang disebabkan oleh kelainan refraksi

menduduki urutan pertama sebagai penyebab kebutaan di Indonesia; (2) Menurut

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi

pengguna kaca mata atau lensa kontak pada penduduk umur di atas 6 tahun di

Indonesia adalah sebesar 4,6%, proporsi penurunantajam penglihatan sebesar 0,9%,

proporsi kebutaan sebesar 0,4%. Sedangkan proporsi pengguna kacamata dan lensa

kontak pada penduduk dengan umur di atas 6 tahun di provinsi Jawa Timur adalah

sebesar 4,8%, proporsi penurunan tajam penglihatan sebesar 1,0%, proporsi kebutaan

sebesar 0,4%, maka dari itu sangat lah penting bagi masyarakat untuk melakukan

pemeriksaan refraksi sejak usia anak anak; (3) Pada suatu penelitian yang dilakukan

di poliklinik mata RSUP sanglah tahun 2014 ditemukan, dari 30 pasien ditemukan

bahwa sebagian besar sampel berjenis kelamin laki-laki (53,3%) dengan rentang usia

9-12 tahun (63,3%). Miopia astigmat kompositus merupakan diagnosis tersering

(48,3%). Kelainan refraksi yang dialami pasien secara umum melibatkan kedua mata

(96,7%). Dari hasil pemeriksaan visus, >80% pasien memiiki visus <6/6 dan setelah

dikoreksi >70% pasien masih memiliki visus <6/6. Sekitar 83,3% pasien tergolong

memiliki gangguan penglihatan ringan atau tanpa gangguan penglihatan.

Anisometropia ditemukan pada 46,7% pasien dan ambliopia juga dicurigai terdapat

pada 36,7% pasien. Sebagian besar pasien anak dengan kelainan refraksi pada
penelitian ini adalah laki-laki dengan diagnosis tersering adalah miopia astigmat

kompositus dan kelainan refraksi yang dialami umumnya bilateral. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi data dasar penelitian lain mengenai kelainan refraksi pada

anak. (E JURNAL MEDIKA VOL.6 NO.12,DESEMBER,2017:170-174); dan

(4)Kelainan Refraksi pada anak yang berat perlu dikoreksi agar tidak mengganggu

proses perkembangan pengelihatan yang normal karena keterlambatan koreksi akan

menimbulkan cacat pengelihatan yang serius dan bahkan menimbulkan kebutaan.

Akan tetapi tidak semua kelainan refraksi / ametropia pada anak perlu dikoreksi.

Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan koreksi terbaik untuk

kelainan refraksi pada anak dengan memperhatikan jenis dan derajat ametropia, umur

anak dan potensi terjadinya ambliopia.


DAFTAR PUSTAKA

Artikel Kesehatan Halo Sehat. 2014

Artikel Klinik Mata Nusantara. 2013

E Jurnal Medika Vol. 6 No.12 Desember 2017:170-174.

Ilyas, Sidarta. 1984. Ametropia Ilmu Penyakit Mata.Airlangga. Jakarta: University


Press-1984;(4). Hal: 21-28.
Ilyas,,HS. 206. Dasar Teknik Pemeriksaan di Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai