Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH KEBIASAAN MEMBACA TERHADAP GEJALA KELELAHAN MATA PADA

MAHASISWA/I ARO LEPRINDO

JAKARTA

2022

Desti Arum Fitriah

20006

AKADEMI REFRAKSI OPTISI LEPRINDO

PROGRAM STUDI D III OPTOMETRIST REFRAKSI OPTISI LEPRINDO

JAKARTA

2022
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Menurut DP. Tampubolon (dalam Sutisna, 2010) kebiasaan membaca adalah kegiatan
membaca yang telah mendarah daging pada diri seseorang (dari segi kemasyarakatan, kebiasaan
adalah kegiatan membaca yang telah membudaya dalam suatu masyarakat). Jarak pandang yang
ideal untuk membaca adalah 25 hinggan 30 sentimeter (cm) antara objek baca dan mata.
Membaca terlalu dekat juga dapat membuat mata menjadi cepat lelah serta focus lapang
pandangan juga menjadi sangat sempit. Menurut pendapat Nurhadi (1987:42) “kecepatan efektif
membaca dibagi berdasarkan tingkatan pendidikan, yakni SMP sekitar 200 kata per menit, SMA
sekitar 250 per menit, mahasiswa program sarjana sekitar 325 kata per menit dan mahasiswa
program pasca sarjana sekitar 400 kata per menit”.
Kelelahan mata juga merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan karena adanya
interaksi mata secara terus menerus dengan penggunaan computer. Penggunaan computer yang
dilakukan secara lama akan membuat mata lelah dan kering karena mata terus digunakan untuk
melihat layar monitor. Untuk mencegah hal tersebut kita perlu memperhatikan visual ergonomic
dalam menggunakan computer seperti jarak mata dengan layar monitor, pencahayaan ruangan
serta posisi monitor terhadap mata agar pekerja mendapatkan kenyamanan pandangan (visual
comfort) saat melakukan pekerjaannya (Affandi, 2005).
Kelelahan mata menurut ilmu kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya
berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk
memperoleh ketajaman penglihatan. Sedangkan menurut Pakasi (1999) kelelahan mata adalah
suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Mata
lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya yang dipaksa
bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama. Sedangkan
menurut Suma’mur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata
seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau
terhadap retina sebagai akibat ketidak tepatan kontras.
Gejala kelelahan mata di bagi menjadi yaitu gejala visual seperti penglihatan rangkap ,
gejala ocular seperti nyeri pada ke dua mata dan gejala referral seperti mual dan sakit kepala.
Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik penglihatan seperti ganda, sakit kepala,
penglihatan silau pada waktu malam, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman
penglihatan, dan berbagai masalah lainnya, dampak lain dari kelelahan mata dalam dunia kerja
adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan
penglihatan (Taylor, 2013).

B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat pengaruh antara factor resiko kebiasaan membaca terhadap kasus
kelelahan mata di Akademi Refraksi Optisi Leprindo Jakarta?
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih focus, maka penulis memandang permasalahan
penelitian yang diangkat perlu dibatasi permasalahannya. Oleh sebab itu, penulis membatasi
penelitian yang akan diteliti hanya berkaitan dengan kebiasaan membaca pada mahasiswa/I Aro
Leprindo dan kelelahan mata.
D. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh factor resiko kebiasaan membaca terhadap gejala kelelahan mata
pada mahasiswa/i di Akademi Refraksi Optisi Aro Leprindo Jakarta.
E. Manfaat Penelitian
Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan factor resiko
kebiasaan membaca dan memberikan gambaran mengenai keterkaitan pada gejala kelelahan mata
dengan karakteristik mahasiswa/I yang terkait.
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Landasan Teori

2.1 Kebiasaan Membaca

1. Pengertian Kebiasaan Membaca


Membaca merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang diajarkan di
Sekolah Dasar. Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan
merupakan satu kesatuan. Kegiatan membaca merupakan kegiatan reseptif, suatu bentuk
penyerapan yang aktif. Dalam kegiatan membaca, pikiran dan mental dilibatkan secara aktif,
tidak hanya aktifitas fisik saja. Banyak ahli yang memberikan definisi tentang Kebiasaan
Membaca. Berikut ini akan dikemukakan berbagai pendapat mengenai kegiatan membaca.
Ada lima jenis membaca, yaitu: 1) membaca intensif, 2) membaca kritis, 3) membaca cepat,
4) membaca indah, dan 5) membaca teknik.

2. Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah mendapatkan informasi yang tepat dan benar.
Membaca bertujuan untuk mendapatkan informasi atau pesan dari teks. Membaca dengan
tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan yang tidak mempunyai tujuan.
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup
isi, memahami makna, arti (meaning) erat sekali hubungannya dengan maksud tujuan atau
intensif kita dalam belajar. Tujuan membaca mempunyai kedudukan yang sangat penting
karena akan berpengaruh pada proses membaca dan pemahaman membaca. Pembelajaran
membaca harus mempunyai tujuan yang jelas.

3. Jenis-jenis Membaca
Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca waktu melakukan kegiatan
membaca, maka dapat dibagi menjadi pembaca nyaring dan membaca dalam hati.
a. Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang
dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat
menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa pikiran,
perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis.
b. Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan tanpa
menyuarakan isi bacaan yang dibacanya.

Dilihat dari cakupan bahan bacaan yang dibaca, secara garis besar membaca dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu, membaca ekstensif dan membaca intensif. Ada tiga jenis
membaca ekstensif, yakni, membaca survey, membaca sekilas, dan membaca
dangkal.sedangkan membaca intensif di bagi menjadi dua, yakni:

1. Membaca telaah isi yang dibagi lagi menjadi membaca telaah teliti, membaca
pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide.
2. Membaca telaah bahasa yang dibagi menjadi membaca bahasa dan membaca sastra.

Berdasarkan penjelasan mengenai jeinis-jenis membaca tersebut dapat disimpulkan


bahwa kegiatan membaca dapat dibedakan menjadi dua, yaitu, membaca ditinjau dari
terdengar atau tidaknya suara dan membaca berdasarkan cakupan bahan bacaan. Membaca
berdasarkan terdengar atau tidaknya suara dibedakan menjadi dua, yaitu, membaca nyaring
dan membaca dalam hati. Sedangkan membaca berdasarkan cakupan bahan bacaan terdiri
dari membaca ekstensif dan membaca intensif. Dalam penelitian ini jenis membaca
berdasarkan terdengar atau tidaknya suara termasuk dalam jenis membaca nyaring, dan bila
ditinjau dari cakupan bahan bacaan maka penelitan ini termasuk dalam jenis membaca
intensif.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Membaca


Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Dalam membaca cerita juga
banyak faktor yang mempengaruhi, baik bagaimana mengekspresikan cerita atau bagaimana
memahami isi cerita. Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca ialah:
a. Faktor Fisiologis
Mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbelakangan neurologis (misalnya berbagai
cacat otak) dan kekurangan matang secara fisik merupakan salah satu faktor yang
dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman mereka.
b. Faktor Intelektual
Istilah intelegensi didefinisikan sebagai suatu kegiatan berfikir yang terdiri dari
pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponnya secara
tepat. Secara umum ada hubungan antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ
dengan rata-rata peningkatan remedial membaca. Tingkatan intelegensi membaca itu
sendiri pada hakikatnya proses berfikir dan memecahkan masalah. Dua orang yang
berbeda IQnya sudah pasti akan berbeda hasil dan kemampuan membacanya.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ikut mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca murid.
Faktor lingkungan tersebut ialah:
a) Latar belakang dan pengalaman anak di rumah Lingkungan dapat
membentuk pribadi, sikap, nilai dan kemampuan bahasa anak. Kondisi
dirumah mempengaruhi pribadi dan penyesuain diri anak dalam masyarakat.
Kondisi itu pada gilirannya dapat membentuk anak, dan dapat juga
menghalangi anak belajar membaca. Anak yang tinggal didalam rumah
tangga yang harmonis, rumah yang penuh cinta kasih, tidak akan
menemukan kendala yang berarti dalam membaca. Kualitas dan luasnya
pengalaman anak dirumah juga penting bagi kemajuan belajar membaca.
Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang bermakna, pengalaman
masa lalu anak-anak memungkinkan anak-anak untuk lebih memahami apa
yang mereka baca.
b) Faktor sosial ekonomi Faktor sosial ekonomi, orang tua, dan lingkungan
tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah murid.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosial ekonomi murid
mempengaruhi kemampuan verbal murid. Semakin tinggi status sosial
ekonomi murid semakin tinggi kemampuan verbal murid. Anak-anak yang
mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang
berbicara dan mendorong anak-anak mereka berbicaraakan mendukung
perkembangan bahasa dan intelegensi anak.
d. Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak
adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup: motivasi, minat, serta kematangan
sosial, emosional, dan penyesuaian diri. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi membaca yaitu pembaca harus dalam
keadaan sehat agar dapat membaca dengan baik, memiliki kemampuan berpikir yang
baik, mempunyai pengalaman yang baik, dan memiliki motivasi, minat dan
kematangan sosial dan emosional.

e. Faktor Media Masa dan Lingkungan Sosial


Media massa adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
informasi maupun hiburan. Media massa merupakan hasil produk teknologi modern
sebagai saluran dalam komunikasi massa. Merupakan salah satu elemen penting
dalam proses komunikasi massa Terdapat satu perkembangan media massa dewasa
ini, yaitu ditemukannya internet. Kini masyarakat telah didominasi oleh media massa.
Media massa begitu memenuhi keseharian hidup masyarakat yang tanpa disadari
kehadiran dan juga pengaruhnya. Media massa memberi informasi, menghibur,
menyenangkan, bahkan kadang mengganggu khalayak. Media mampu menggerakkan
emosi atau mempengaruhi perasaan, menantang, dan mendefinisikan masyarakat
serta membentuk realitas khalayak. Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu
tindakan serta perubahan-perubahan perilaku setiap individu. Lingkungan sosial yang
kita kenal antara lain lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan
tetangga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertamakali dikenal oleh
individu sejak lahir.

2.2 Kelelahan Mata


Menurut Suma’mur (2009), kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada
fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu
pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidak tepatan kontras. Kelelahan
mata dapat dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas ilumiasi dan distribusi cahaya.
Kualitas iluminasi adalah tingkat pencahayaan yang dapat berpengaruh pada kelelahan
mata, pencahayaan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil
sesuai dengan intensitas pencahayaan yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis
penerangan, sifat fluktuasi serta warna pencahayaan yang digunakan.
Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala,
penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, mata
merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan, dan berbagai
masalah penglihatan lainnya. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata
sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan
kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah,
sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan jam kerja, penurunan
mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi, dan
menurunkan produktivitas kerja (Pheasant 1993 dalam Padmanaba 2006).
Menurut Cok Gd Rai (2006) Distribusi cahaya yang kurang baik dilingkungan
kerja dapat menyebabkan kelelahan mata. Distribusi cahaya yang tidak merata sehingga
menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan kontras.
Kelelahan pada mata ini ditandai oleh adanya iritasi pada mata atau
konjungtivitis (konjungtiva berwarna merah dapat mengeluarkan air mata), penglihatan
ganda, sakit kepala, daya akomodasi dan konvergensi menurun, ketajaman penglihatan,
kepekaan kontras dan kecepatan persepsi. Pencahayaan ruang kerja yang kurang dapat
mengakibatkan kelelahan mata, akan tetapi pencahayaan yang terlalu kuat dapat
menyebabkan kesilauan. Pencahayaan yang kurang bukannya menyebabkan penyakit
mata tetapi menimbulkan kelelahan mata. (Dewa, 2008).

2.3 Kerangka Berpikir


Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur
logika berjalannya sebuah penelitian. Penamaan kerangka pemikiran bervariasi, kadang
disebut juga dengan kerangka konsep, kerangka teoritis atau model teoritis (theoritical
model). Kerangka berfikir berfungsi untuk memudahkan peneliti dalam melakukan
penelitian.

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang belum
sempurna, dengan maksud sebagai kesimpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga
perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis melalui penelitian.
Penggunaan hipotesis Kebiasaan Membaca Prestasi Belajar Mahasiswa dalam penelitian
karena hipotesis sesungguhnya baru sekedar jawaban sementara terhadap hasil penelitian
yang akan dilakukan. Peneliti seringkali tidak dapat memecahkan permasalahannya hanya
dengan sekali jalan. Permasalahan itu akan diselesaikan segi demi segi dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi, dan mencari jawabannya melalui
penelitian yang dilakukan.

BAB III

Metodelogi Penelitian

3.1 Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif memiliki karakteristik
alami (Natural serfing) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada
hasil. Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif dan makna makna
merupakan hal yang esensial. (Lexy Moleong, 2006: 04).

Objek dalam penelitian kualitatif adalah objek yang alamiah, atau natural setting, sehingga
penelitian ini sering disebut penelitian naturalistic. Obyek yang alami adalah objek yang apa adanya,
tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga kondisi pada saat peneliti memasuki objek, setelah berada di
objek dan keluar dari objek relatif tidak berubah. Dalam penelitian kualitatif peneliti menjadi instrumen.
Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau Human instrument. Untuk
menjadi instrumen peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya,
menganalisis, memotret dan mengkontruksi objek yang diteliti menjadi jelas dan bermakana. Kriteria data
dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi
sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna
dibalik yang terlihat dan terucap tersebut ( Sugiyono, 2008: 02).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di kampus Akademi Refraksi Optisi Leprindo Jakarta. Pemelihan lokasi
tersebut karena berdasarkan kegiatan sehari-hari mahasiswa/I Akademi Refraksi Optisi Leprindo Jakarta
yang tidak dapat lepas dari penggunaan gadget, laptop (dunia digital).

3.3 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan mulai dari perencanaan penelitian, pelaksanaan, sampai pembuatan
laporan penelitian dilakukan di bulan mei-juni 2022.

3.4 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi target populasi adalah seluruh mahasiswa/I Akademi Refraksi
Optisi Leprindo Jakarta. Sedangkan yang menjadi sampel adalah tingkat 2 dan tingkat 1.

3.5 Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan.

3.6 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan populasi.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik probability sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk
dipilih sebagai anggota sampel. Teknik probability sampling ini ada bermacam-macam yaitu simple
random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random, sampling
area (cluster) sampling (Sugiyono, 2010: 120). Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang
akan diteliti (Suharsimi Arikunto, 2010: 109). Pengambilan sampel untuk penelitian menurut Suharsimi
Arikunto (2010: 112), jika subjeknya kurang dari 100 orang sebaiknya diambil semuanya, jika subjeknya
besar atau lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.

3.7 Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupu
orang lain (Sugiyono,2014).

Anda mungkin juga menyukai