Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

MAGANG (PRAKTIK KLINIK DASAR)


TAHUN AKADEMIK 2021-2022

KASUS:

1. Refraksi : OD  Miopia Astigmatisme Kompositus


: OS  Miopia Astigmatisme Kompositus
2. KO 1 (Surfacing) : SFB Mid Index
3. KO II (Dispensing) : Plastik, Full Frame
4. Lensa Kontak : Lensa Kontak Lunak Warna

Disusun Oleh:
Nama : Nanang Bagus Wijaya
NIM : 20076

AKADEMI REFRAKSI OPTISI


GAPOPIN JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan
yang telah diberikan,baik secara langsung maupun secara tidak langsung selama
penyusunan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Dari awal penulis hingga terwujudnya laporan kasus ini penulis telah memperoleh
bantuan serta dukungan baik moril maupun materil, serta saran dan dorongan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang kepada
yang terhormat :
Bapak Ferry Doringin S.fil, M.Hum, Ph.d selaku Direktur Akademi Refraksi Optisi
Gapopin Jakarta, Ibu Nisa Zakiati Umami, A.Md.RO.,S.Ip selaku Dosen Pembimbing
magang, Seluruh Staff Dosen Akaderni Refraksi Optisi Gapopin Jakarta yang sudah
memberikan pendidikan pada penulisan selama masa perkuliahan. Bapak/Ibu
Mitra. Rumah Sakit/Optikal/ Klinik Mata, yang menyediakan tempat untuk praktik. Orang
tercinta yang selalu setia meluangkan waktu dan mendorong penulis untuk menyelesaikan
laporan kasus ini, serta rekan-rekan mahasiswa ARO Gapopin Jakarta khusunya angkatan
28.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi
mahasiswa/mahasiswi Akademi Refraksi Optisi Gapopin Jakarta.

Lampung, 26 Oktober 2022

Nanang Bagus Wijaya

ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2

BAB II TINJAUAN KASUS


A. Dasar Teori................................................................................................4
1. Emetropia.........................................................................................4
2. Ametropia........................................................................................4
3. Miopia..............................................................................................4
4. Astigmatisme...................................................................................5
B. Analisa Kasus dan Penanganan................................................................5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................................................13
B. Saran.......................................................................................................13

DAFTAR REFERENSI.......................................................................................15
LAMPIRAN..........................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penglihatan adalah kemampuan untuk mengenali cahaya dan menafsirkannya, salah
satu dari indra. Alat tubuh yang digunakan untuk melihat adalah mata.
Mata adalah organ penglihatan. Mata mendeteksi cahaya dan mengubahnya menjadi
impuls elektrokimia pada sel saraf. Pada organisme yang lebih tinggi, mata adalah
sistem optik kompleks yang mengumpulkan cahaya dari lingkungan sekitarnya, mengatur
intensitasnya melalui diafragma, memfokuskan melalui penyesuaikan lensa untuk
membentuk sebuah gambar, mengkonversi gambar tersebut menjadi satu himpunan sinyal
listrik, dan mentransmisikan sinyal-sinyal ke otak melalui jalur saraf kompleks yang
menghubungkan mata melalui saraf optik menuju korteks visual dan area lain dari otak.
Refraksi mata merupakan proses masuknya cahaya dari bagian depan mata (kornea,
pupil, retina) untuk dibiaskan tepat pada retina (bagian belakang mata). Dengan begitu,
objek dapat terlihat jelas. Masalah penglihatan yang paling sering terjadi adalah kelainan
refraksi mata. Orang yang memiliki masalah pada refraksi mata akan mengeluh
pandangannya buram saat melihat benda yang letaknya jauh, dekat, atau keduanya.
Kelainan Refraksi adalah kondisi di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat
difokuskan dengan jelas. Hal ini membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam.
Penyebabnya bisa karena panjang bola mata terlalu panjang atau bahkan terlalu pendek,
perubahan bentuk kornea, dan penuaan lensa mata. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan sebanyak 253 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan
penglihatan, 36 juta mengalami kebutaan dan 217 juta mengalami gangguan penglihatan
sedang hingga berat. Angka ini menunjukkan tingginya kejadian kelainan refraksi di
sekitar kita.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1 tahun 2016,
tentang penyelenggaraan optik, pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa “Refraksionis optisien
atau Optometris adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan refraksi optisi atau
optometri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Yang di lanjutkan
dengan pasal 1 ayat 6, menyatakan bahwa “ Standar Profesi Refraksionis Optisien atau
Optometris yang selanjutnya disebut standar propesi adalah batasan kemampuan minimal
berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku profesional yang harus di kuasai oleh

iv
Refraksionis Optisien dan Optometris untuk melakukan kegiatan profesionalnya pada
masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang kesehatan”.
Refraksionis Optisien harus memahami dengan benar tentang teknik pemeriksaan
refraksi, Pemeriksaan refraksi kelainan Miropia disertai Astigmat memerlukan
pemeriksaan yang teliti untuk mendapatkan ukuran yang tepat. Karena seorang yang
memiliki kelainan Astigmat kondisi matanya tidak direfraksikan dengan sama pada semua
meridian, sehingga akan mempengaruhi hasil dari pemeriksaan. Refraksionis optisien juga
dapat menyiapkan dan alat rehabilitasi optik yang tepat untuk seseorang yang
mengalami kelainan refraksi MiopiaAstigmat, banyak jenis bingkai dan lensa
untuk mengoreksi kelainan tersebut, namun ketepatan dalam pemilihan jenis
frame dan lensa juga akan mempengaruhi kenyanyaman pemakai.
Untuk itu dalam penulisan laporan kasus ini akan diuraikan masalah-masalah bagi
penderita miopia astigmat dengan mendeskripsikan bagaimana tatalaksana pemeriksaan
refraksi dilakukan, bagaimana proses penggosokan lensa sesuai pesanan pada resep, dan
peroses pemotongan tepilensa hingga menjadi kacamata untuk koreksi kelainan refraksi
pasien. Laporan kasus ini juga terlampir laporan fitting lensa kontak yang di dapat pada
pasien lain yang memiliki kelainan refraksi myopia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang hendak disampaikan oleh penulis dalam kaitannya dengan kasus
ini adalah :
1. Bagaimana melakukan anamnesa serta inspeksi dan observasi yang baik dan benar.
2. Bagaimana melakukan pemeriksaan untuk miopia astigmatisme seperti pada kasus
pasien.
3. Bagaimana seorang Refraksionis Optisien memberikan penyuluhan mengenai
fungsi kacamata dan pengaruhnya bagi pasien.
4. Bagaimana memberikan pemilihan frame yang seharusnya dipakai oleh pasien.
5. Bagaimana menentukan parameter lensa.
6. Bagaimana seorang Refraksionis Optisien dapat melakukan proses persiapan dan
penggosokan surfacing dan dispensing yang seharusnya dilakukan untuk
mendapatkan atau memperoleh kacamata yang baik.
7. Bagaimana melakukan penyetelan standar dan penyetelan penyesuaian wajah
pasien yang baik dan benar.

v
8. Bagaimana melakukan fitting lensa kontak yang benar.
9. Bagai mana menentukan parameter lensa kontak yang tepat untuk pasien.

Dengan demikian seorang Refraksionis Optisien dituntut untuk mengerti dan mampu
dalam menggunakan alat-alat refraksi juga mampu untuk menentukan akhir koreksi yang
tepat dan nyaman untuk pasien.

vi
BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Dasar Teori
1. Emetropia
Emetropia (Mata Normal) adalah keadaan pembiasan atau refraksi mata dimana
sinar sejajar sumbu bola mata dibiaskan pada 1 titik dan tepat pada retina. Mata
emetropia adalah mata tanpa kelainan refraksi. Pada emetropia, sinar jauh difokuskan
sempurna di daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata emetropia
mempunyai penglihatan normal atau 6/6.
2. Ametropia
Ammetropia (Mata Tidak Normal). Status refraksi ammetropia sering juga
disebut sebagai kelainan refraksi. Ametropia adalah keadaan di mana sinar sejajar yang
masuk pada mata tanpa akomodasi atau dalam keadaan istirahat akan difokuskan di
luar retina. Pada keadaan ini bayangan pada retina tidak terbentuk sempurna atau
kabur. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan seperti myopia,
hipermetropia, astigmatisme. Kelainan refraksi dikategorikan sebagai berikut:
Kelainan Spheris, yakni keadaan pembiasan atau refraksi mata dimana sinar
sejajar sumbu bola mata dibiaskan pada 1 titik namun tidak tepat pada retina, seperti
Myopia dan Hypermetropia.  Kelainan Silindris, yakni keadaan pembiasan atau
refraksi mata dimana sinar sejajar sumbu bola mata dibiaskan lebih dari 1 titik namun
tidak tepat pada retina, seperti Astigmatisma.
3. Miopia
Miopia disebut juga sebagai rabun jauh, yang disebabkan bayangan dari benda
yang jauh letaknya difokuskan tidak pada retina tetapi jatuh di depan dari retina.
Miopia dapat diartikan sebagai gangguan pembiasan mata, di mana sinar-sinar yang
datang sejajar pada mata yang tidak berakomodasi akan difokuskan di depan retina.
Etiologi miopia dipengaruhi berbagai faktor, antara lain :
a. Genetika (Herediter). Penelitian genetika menunjukkan bahwa miopia ringan
dan sedang biasanya bersifat poligenik, sedangkan miopia berat bersifat
monogenik. Penelitian pada pasangan kembar monozigot menunjukkan bahwa
jika salah satu dari pasangan kembar ini menderita miopia, terdapat risiko
sebesar 74 Yo pada pasangannya untuk menderita miopia juga dengan
perbedaan kekuatan lensa di bawah 0.5 D.

vii
b. Nutrisi. Nutrisi diduga terlibat pada perkembangan kelainan-kelainan refraksi.
Penelitian di Afrika menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan malnutrisi
yang berat terdapat prevalensi kelainan refraksi (ametropia, astigmatisma,
anisometropia) yang tinggi.
c. Tekanan Intraokuler. Peningkatan tekanan intraokuler atau peningkatan
tekanan vena diduga dapat menyebabkan jaringan sklera teregang.
Klasifikasi miopia berdasarkan proses yang mendasarinya :
a. Miopia aksial Miopia tipe ini disebabkan oleh karena diameter anteroposterior
dari bola mata bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam
batas normal seperti kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
b. Miopia refraktif Yaitu bertambahnya kemampuan refraktif media penglihatan.
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif.
4. Astigmatisma
Astigmatisme merupakan kondisi dimana sinar cahaya tidak direfraksikan
dengan sama pada semua meridian. Jika mata astigmatism melihat gambaran palang,
garis vertikal dan horizontalnya akan tampak terfokus tajam pada dua jarak pandang
yang berbeda.
Astigmatisme merupakan kelainan refraksi yang sering terjadi 5% dari pasien
yang memakai kaca mata mempunyai kelainan astigmatisme. Sebanyak 3% dari
populasi mempunyai kelainan astigmatisme yang melebihi 3.00 D. Di Indonesia,
diperkirakan sebanyak 40 juta populasinya mempunyai kelainan astigmatisme. Tidak
ada perbedaan frekuensi terjadinya astigmatisme pada lelaki dan perempuan. Prevalensi
astigmatisme meningkat dengan usia.

B. Analisa Kasus dan Penanganan


1. Kinik Refraksi
a) Identitas Pasien
 Nama : Destri Suci K.
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 23 tahun
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Alamat : Lampung Tengah
b) Anamnesa
 Penglihatn jauh buram, kadang berbayang

viii
 Sudah pernah pakai kacamata
 Ingin mengganti kacamata dan periksa ulang
 Tidak ada kelainan genetic, tidak pernah operasi mata, tidak ada riwayat
penyakit mata.
c) Inspeksi dan Observasi
 Keadaan bolamata normal
 Posisi mata sejajar
 Lensa mata jernih dan normal
 Konjungtiva dan sklera normal
 Kornea jernih
d) Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan adalah melihat ukuran kacamata
lama, dan visus saat menggunakan kacamata lama.
 Ukuran kacamata lama :
OD: -3.50 C -0.75 axis 175˚
OS : -5.00 C -1.00 axis 165˚
Visus Kacamata lama : 6/9
Pemakaian kacamata lama kurang lebih sudah 1,5 tahun
 NPC (Near Point Convergensi) Pasein diminta untuk melihat suatu
objek yang di dekatkan ke mata, dan memberitahukan kapan objek
tersebut berbayang.
NPC pasien : 17,5 cm
 NPA (Near Point Accomodation). Pasien diminta untuk melihat suatu
objek yang dijauhkan dari mata dan memberitahukan kapan objek iu
terlihat jelas.
NPA mata kanan : 15 cm
NPA mata kiri : 14 cm
 Lapang Pandang : Normal (170) Pasien diminta untuk melihat kedepan
dan penulis akan menggerakkan objek dibagian atas, bawah, kanan, kiri.
Jika pasien bisa melihat pergerakan bayangan objek tersebut dengan
baik maka lapang pandangnya normal.
 Motility (Pergerakan Bolamata) : Normal Pasien diminta untuk
rnengikuti pergerakan objek yang penulis pakai atau bawa. Penulis akan

ix
menggerakkan keatas, bawah, kiri, dan kanan. Jika mata pasien bisa
mengikuti pergerakan objek tersebut, maka pergerakan bolamatanya
normal.
e) Pemeriksan refraksi Objektif
Pemeriksaan refraksi Objektif dilakukan dengan menggunakan
Autorefraktometry. Didapatkan hasil sebagai berikut:
OD : -3.00 C-1.00 axis 165˚
OS : -5.25 C-0.75 axis 180˚
f) Pemeriksaan Refraksi Subjektif
Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan refraksi subjektif yang
dilakukan adalah mengukur jarak pupil jauh dan dekat baik secara
monokuler maupun binokuler, dan didapat :
PD jauh binokulernya adalah 64 mm, monokuler OD 32 mm OS 32 mm
Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan visus awal atau Sin Corection
didapat :
AVOD : 6/60
AVOS : 6/60
Pin Hole Test OD/OS : Ada perbaikan
Cum Corection OD : -3.75 6/9
OS : -5.25 6/9
Fogging Cyl OD : S -3.75 C -0.75 CC 6/6
OS : S -5.25 C-0.75 CC 6/6
g) Diagnosa Refraksi
Diagnosa refraksi adalah pasien mengalami kelainan refraksi Miopia
Astigmat Kompositus.
h) Analisa Refraksi
AVOD 6/60 Sph -3.75 Cyl -0.75 Axis 80˚ CC 6/6
AVOS 6/60 Sph -5.25 Cyl -0.75 Axis 80˚ CC 6/6
Diagnosis : Miopia Astigmat
i) Terapi hasil Refraksi
Menggunakan kacamata sesuai dengan ukuran koreksi.
OD : S -3.75 C -0.75 axis 80˚
OS : S -5.25 C-0.75 axis 80˚

x
j) Kesimpulan dan Saran
Pasien mengalami kelainan refraksi dengan ukuran OD : S -3.75 C -0.75
axis 80˚
OS : S -5.25 C-0.75 axis 80˚ penulis menyarankan agar pasien
menggunakan kacamata untuk penglihatan jauh. Pasien disarankan rutin
melakukan oemeriksaan mata minimal 6 bulan sekali.

2. Klinik Optik I (Surfacing)


Di dalam penggosokan lensa pada laboratorium surfacing, tahap-tahap
pengerjaan laboratorium lensa dilakukan sebagai berikut.
a. Penentuan power dari lensa yang akan digosok dalam kasus ini adalah :
OD : S -3.75 C -0.75 axis 80˚
OS : S -5.25 C-0.75 axis 80˚
PD : 64 mm

b. Penentuan parameter lensa Data precal :


A : 51 mm
B : 45 mm
E : 51 mm
DBL : 19 mm
PD : 64 mm
MBS : 59 mm

1) Jenis Lensa : Single Vision


2) Bahan : Mid Index
3) Indeks Bias : 1.61
4) Tebal Bahan Lensa Blank : 10 mm
5) Diameter Lensa : 70 mm
6) Base Curve : +3.25
+3.25
7) Tool R (belum kompensasi) :
+ 7.00/+7.75

+3.25
8) Tool L (belum kompensasi) :
+ 8.25/+9.25
9) CT lensa : 1,6 mm
10) Sagita R 170 : 3,75 mm
Sagita R 80 : 4,52 mm
11) Sagita L 170 : 5,02 mm
Sagita L 80 : 6,02 mm
12) ET lensa R : 5,35 / 6,12
ET lensa L : 6,62 / 7,62
13) Tebal Terbuang R
Grinding @170 / 80 : 3,26 / 2,72
Fining @170 / 80 : 0,93 / 0,78
Polishing @170 / 80 : 0,47 / 0,39

xi
14) Tebal Terbuang L
Grinding @170 / 80 : 2,37 / 1,67
Fining @170 / 80 : 0,68 / 0,48
Polishing @170 / 80 : 0,34 / 0,24

c. Proses Penggosokan Lensa


Dari hasil resep dan lensa yang disarankan proses penggosokan dilakukan
secara Manual dan urutannya adalah :
1) Blocking
Fada penempelan blocking body pada lensa menggunakan hand
blocking siongka proses ini dilakukan selama 5-10 menit
2) Grinding
Hand grinding menggunakan pasir Abberasive M 180 dengan hasil
permukaan lensa seperti kulit jeruk, proses ini dilakukan selama 10-15
menit.
3) Finning
Proses ini menggunakan pasir Abberasive M 303 dengan hasil
permukaan lensa halus berwana putih susu, proses ini dilakukan selama
5-10 menit.
4) Poleshing
Proses ini menggunakan pasir Abberasive M 309 dengan hasil
permukaan lensa halus berwana putih susu, proses ini dilakukan selama
5-10 menit.
5) Deblocking
Proses ini menggunakan kayu untuk mengetok badan, proses ini
dilakukan selama 1 menit.
6) Pencucian
Yaitu lensa dibersihkan dengan menggunakan cairan detergen/sabun,
untuk membersihkan noda yang terdapat pada lensa (1 menit).
7) Pemeriksaan Lensa (Quality Control)
Yaitu pemeriksaan power lensa dengan menggunakan lensometer, CT
(15 detik), dan ET (15 detik), diukur dengan menggunakan Lens
Thickness (kaliper), kualitas lensa yang harus licin optik dengan
menggunak anlatarwarna hitarn dan sinar lampu (30 Detik).

xii
Yaitu lensa dibersihkan dengan menggunakan cairan detergen/sabun,
untuk membersihkan noda yang terdapat pada lensa'(1 menit)

3. Klinik Optik II (Dispensing)


Pada laboratorium dispensing ini disediakan terlebih dahulu lensa yang sesuai
ukuran yaitu, R : -3.75 C -0.75 dan L : -5.00 C -0.75. Frame yang yang dipilih
adalah jenis bingkai plastik dan konstruksi bingkai adalah full frame.
a. Lay Out
 Eye size (A) : 51 mm
 Bridge size (DBL) : 19 mm
 Datum Length (B) : 45 mm
 r terpanjang : 51 mm
 GCD : 70 mm
 Decentrasi : 3 mm
 Efektif Diameter : 51 mm
 Minimum Blank Size : 59 mm
 Jenis Lensa : SV clear
 Spotting : Dec = 3 mm
 Warna Lensa : Putih MC

1. Edging
Edging atau yang lebih dikenal dengan faset dilakukan dengan
memperhatikan posisi OC tepat pada lensa yang akan dipotong, lensa di
spoting terlebih dahulu kemudian digambar dan dipotong sesuai bentuk dan
ukuran frame. Setelah itu lensa difaset dan membuat groove dengan
menggunakan mesin groover. Dan disesuaikan hingga pas dengan bentuk
frame.
2. Fitting Kacamata
Setelah proses faset selesai, dilakukan proses yaitu penyetelan frame.
Penyetelan pertama dilakukan adalah penyatalan frame standar dimana
dilihat bagian mana yang masih kurang memenuhi standar penyetelan
dimulai dari bagian bridge, end piece, temple, nosepad, bend down serta
lipatan gagang. Dalam kasus ini frame yang dipilih sudah sesuai dan tidak
perlu penyetelan lagi.

4. Lensa Kontak
Analisa Kasus dan Penanganan Lensa Kontak
1) Identitas Pasien
xiii
 Nama : Destri Suci K.
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 23 Tahun
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Motivasi : Untuk Fashion

2) Pemeriksaan Pendahuluan
a. Inspeksi dan Observasi
 Kulit Kelopak Mata : Normal
 Tampilan Tepi Kelopak Mata Atas : Normal
 Tampilan Tepi Kelopak Mata Bawah : Normal
 Kesehatan Bulu Mata dan Arah Tumbuh : Normal
 Tampilan Konjungtiva Bulbi : Normal
 Kemerahan dan Kekasaran Konjungtiva Palpebra : Normal
 Kondisi Kornea : Jernih
 Bentuk Iris dan Pigmentasi : Normal/Coklat
 Reflek Pupil : Pos
 Celah Palpebra Horizontal R / L : 34 mm / 35 mm
 Celah Palpebra Vertikal R / L : 10 mm / 11 mm
b. Keratometri : Tidak tersedia keratometri
c. HVID : 13 mm
d. Ukuran pupil : 3 mm
e. Ukuran Kacamata Lama : R/ -3.50 C-0.75 x 175˚
L/ -5.00 C-1.00 x 165˚
f. Refraksi Subjektif : R/ -3.75 C -0.75 axis 80˚
L/ -5.25 C-0.75 axis 80˚
g. Penentuan Parameter Lensa Kontak
 BC : 8,6
 Power : -3.50 C -0.75 axis 90˚
: -5.00 C-0.75 axis 90˚
 Diameter R : 16.00
L : 15.00
 Kadar Air : 42 %
 Warna : Grey
 Bahan : Polyhema
 Type : Lensa Kontak Lunak Torik

3) Fitting Lensa Kontak

xiv
a. Trial Lensa Kontak yang digunakan
(BC/Power/ Ø) : R/L (8,6/plano/15.00)

b. Over Refraksi
R : -3.50 C -0.75 axis 90˚
L : -5.00 C-0.75 axis 90˚

c. Penilaian dan Kesimpulan Fitting Lensa Kontak


 Liputan : R/L penuh
 Sentrasi Horizontal : R (N/T) : 1/1
L (N/T) : 2/2
 Sentrasi Vertikal : R (N/T) : 1/1
L (N/T) : 2/2
 Gerakan (kedipan) : R posisi primer dan Upgaze : 0 mm
Gerakan (kedipan) : L posisi primer dan Upgaze : 1 mm
 Up Gaze Lag : R : 0 mm, L : 1 mm
 Keketatan : R : 80%, L : 50 %
 Kesimpulan fitting : R : ketat, ditolak L : baik, diterima

4) After Care atau Saran Pemakaian


 Lakukanlah perawatan lensa kontak sesuai anjuran
 Pastikan mencuci tangan dengan sabun setiap kali menyentuh lensa
kontak
 Gunakan cairan perawatan sesuai anjuran
 Jangan menggunakan lensa kontak pada saat tidur
 Lakukan penggantian lensa kontak secara rutin, sesuai batas waktu
pemakaian
 Hentikan penggunaan lensa kontak, jika terdapat keluhan peradangan
pada mata dan segera menghubungi praktisi kesehatan mata.

xv
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Anamnesa yang didapat, melihat jauh buram, kesulitan menggambar garis lurus,
pengelihatan sedikit berbayang.
2. Inspeksi dan observasi pasien mata normal baik bolamatanya, lensa mata, kornea,
maupun konjungtiva dan sklera.
3. Pemeriksaan refraksi subjektif
PD : 64 mm
Visus Sin Corection : OD 6/60
OS 6/60
Hasil akhir : OD -3.75 C -0.75 X 80˚
OS -5.25 C -0.75 X 80˚
Visus Cum Corection : OD 6/6
OS 6/6
4. Diagnosa dan analisa refraksi
AVOD : Miopia Astigmatisme Kompositus
AVOS : Miopia Astigmatisme Kompositus
5. Pasien diberikan kacamata sesuai dengan kebutuhan penglihatannya, lensa yang
diberikan sudah diproses melalui tahap surfacing, Proses Dispensing, fitting
standard dan Fitting penyesuaian.
6. Finting lensa kontak dengan menggunakan parameter trial lens, (BC/Power/Ø) (R :
8,6/ plano/ 15,0 mm) (L : 8,6/ plano/ 15,0 mm) pada mata kananterlalu ketat maka
ditolak, tetapi pada mata kiri good fit. Pasien diharapkan menggunakan lensa
kontak sesuai ukuran yang dsarankan dan sesuai.

3.2 Saran
1. Disarankan pasien selalu menggunakan kacamata saat beraktifitas yang
memerlukan kerja mata.
2. Pasien dianjurkan merawat kacamatanya dengan baik seperti melepas dan
mernasang kacamata dengan kedua tangan, membersihkan lensa agar selalu
terlihat jelas bila dipakai. a. Pasien disarankan datang berkonsultasi apabila terjadi
keluhan setelah memakai kacamata.

xvi
3. Pasien disarankan melakukan control pemeriksaan refraksi sedikitnya 6 bulan atau
satu tahun sekali agar bisa diketahui apakah kacamatanya masih sesuai dengan
ukuran kacamata lamanya atau tidak.

xvii
DAFTAR REFERENSI

Albert E. Sloane. M.D. (2001). Manual of Refraction.,Boston: The Little Brown Company,
Inc.
America Optometry Association. Glosary Of All Eye And Vision Conditions. P r e s b i o
p i a. Http : //Www. Aoa. Org/X4697.Xml.
Ilyas, Sidarta. (2007). Kelainan Refraksi Dan kacamata. Iakarta: FKUI.
Ilyas, Sidarta. (2009). Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam llmu Penyakit Mata. akarta:
FKUI.
Irvin M.Borish, O.D., D.O.S., LL.D., D.Sc. (2003). Clinical Refractiun.
Irvin M.Borish , O.D., D.O.S., Ll,.D., D.Sc. (2006). Clinical Refraction, (Third Edition,
Chicago: The Professional Press, Inc.
Theodore P.Grosvenor, O.D., Ph.D. (2007). Primary Care Optometry: A Clinical
Manual, Chicago : The Professional Press, Inc.

xviii
LAMPIRAN

xix
xx
xxi
xxii
xxiii
xxiv
xxv

Anda mungkin juga menyukai