Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Pada anak-anak, pemeriksaan red refleks sangat penting dilakukan. Red


Refleks menilai adanya kelainan kelainan refraksi seperti myopia, hipermetropia,
astigmatisma, amblyopia, massa atau tumor yang dicurigai timbul dari lahir, serta
kelainan posterior mata lainnya. Gambaran red refleks dinilai tergantung pada
keadaan jernih atau tidaknya media refraksi. Sedemikian penting pemeriksaan red
refleks dilakukan sehingga pemeriksaan ini dilakukan beberapa kali, yaitu dimulai
saat lahir, usia 1 bulan, 3 bulan, hingga 2 tahun, atau bervariasi bisa jadi lebih cepat
pada anak-anak yang dicurigai memiliki kelainan.
Untuk menilai red refleks dapat menggunakan oftalmoskop baik direct
maupun indirect. Pemeriksaan dengan oftlmoskop bisa juga dengan melakukan
Bruckner test, yaitu test yang menilai keadaan red refleks yang muncul, yang mana
tampilannya akan berbeda pada setiap kelainan yang ada. Pemeriksaan ini sangat
lazim dilakukan pada anak, meskipun kadang terkendala di kooperatif atau tidaknya
anak akibat sinar oftalmoskop yang datang ke mata anak.
Selain itu dapat pula digunakan menggunakan photoscreening, Alat ini terdiri
dari berbagai tipe dengan keuntungan dan kekurangannya masing-masing. dimana
keuntungannya pada pemeriksaan ini dapat menilai red refleks lebih cepat dan
mudah, tanpa perlu kooperatif yang berlebihan, dimana pada anak-anak sangat sulit
mendapatkannya, apalagi pada pasien preverbal.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai pemeriksaan bruckner test dan
pemeriksaan photoscreening, serta keuntungan dan interpretasinya.

1
BAB II
BRUCKNER TEST

2.1. Definisi Bruckner Test


Bruckner Test adalah metode untuk memeriksa red refleks secara simultan
pada kedua mata dengan menggunakan oftalmoskop. Bruckner test yang disebut juga
dengan test transiluminasi merupakan screening yang sering dilakukan pada bayi
maupun anak untuk mendeteksi kelainan pada mata berupa kelainan refraksi,
amblyopia, strabismus, katarak, maupun kelainan segmen posterior seperti
retinoblastoma4,5

Red refleks normal akan meghasilkan gambaran merah atau orens


kekuningan, dan simetris pada kedua pupil. Hasil pantulan yang baik dari red refleks
ini membutuhkan transparansi media refraksi, termasuk tear film, kornea, aquous
humor, lensa, dan vitreous. Ketidaknormalan ataupun ketiadaan dari red refleks
merupakan sebuah patologi yang menandakan adanya ancaman terhadap penglihatan.
Saat ini American Academy of Pediatrics menganjurkan pemeriksaan red refleks ini
secara berkala dari usia lahir hingga 2 tahun dalam interval waktu tertentu. 4,5

Bruckner test ini merupakan skrining yang sering digunakan untuk menilai
adanya amblyopia. Amblyopia merupaka kelainan mata yang cukup sering terjadi,
penilaian yang terlambat akan mengakibatkan disfumgsi permanen kedua mata.
Etiologi yang sering mengakibatkan amblyopia dapat berupa :5,6,7

a. Ametropia
b. Anisometropia (unequal refractive power)
c. Myopia (near sightedness)
d. Hypermetropia (farsightedness)
e. Astigmatism
f. Manifest strabismus
g. Dysplasia (e.g. congenital cataract or retinoblastoma)

2
2.2. Metode pemeriksaan5,6,7
a. Redupkan sumber cahaya atau matikan lampu ruangan agar hasil red
refleks yang mucul terlihat maksimal.
b. Gunakan oftalmoskop langsung dengan kekuatan lensa yang diatur
pada '0'. Pastikan baterainya terisi.
c. Periksa dengan jarak 1 meter
d. Arahkan anak untuk melihat kearah sumber cahaya dan mengarahkan
cahaya ke mata anak secara bersama-sama. Red refleks normal akan
terlihat secara simetris dengan intensitas yang sama terang.
e. Perhatikan warna, kecerahan, dan simetrisitas red refleks.

Gambar 1. Cara pemeriksaan Bruckner Test

2.3. Interpretasi hasil pemeriksaan

Meskipun bruckner test mudah untuk dilakukan, namun dibutuhkan keahlian


untuk membandingkan kedua red reflek mata pada saat bersamaan. Dalam sebuah
literatur dikatakan hasil pemeriksaan oleh spesialis mata yang kompeten seringkali
berbeda dengan hasil pemeriksaan oleh praktisi lainnya. Pengaturan jarak kerja bisa
dimodifikasi sesuai kelainan yang akan dinilai. Misalnya penilaian untuk ametropia
lebih baik dilakukan pada jarak 4m, dibandingkan dengan kelainan berupa leukokoria

3
akibat katarak kongenital maupun retinoblastoma yang lebih mudah terlihat pada
jarak kerja 1m. 8,9
Normalnya, red refleks harus dilihat di kedua mata secara simetris dan setara
dalam warna, intensitas, dan kejernihan. Refleks yang tidak ada atau hitam dapat
menunjukkan obstruksi yang mencegah cahaya memantulkan kembali ke pemeriksa.
Red refleks yang tidak ada dapat terjadi akibat katarak, bekas luka kornea, atau
perdarahan vitreous. Debris di permukaan mata juga dapat menyebabkan refleks
hitam, sehingga pemeriksa harus meminta pasien untuk berkedip dan memeriksa
refleks merah lagi.8,9
Refleks putih, atau white reflecks, atau leukokoria, adalah salah satu yang
lebih memprihatinkan dari temuan tes bruckner. Leukokoria dapat mengindikasikan
kondisi serius seperti retinoblastoma dan sering diidentifikasi secara tidak sengaja
oleh anggota keluarga ketika melakukan foto keluarga. Retinoblastoma adalah tumor
neuroblastik yang timbul dari sel-sel retina yang imatur dan terjadi pada satu dari
20.000 anak, menjadikannya salah satu keganasan paling umum pada masa kanak-
kanak.8,9
Jika terdapat strabismus, mata yang deviasi akan memiliki refleks yang lebih
terang dan lebih terang daripada mata yang fiksasi. Meskipun tes ini cukup efektif
untuk mendeteksi strabismus, tetapi tidak dapat mengukur berapa besar deviasi yang
ada. Tes ini juga mengidentifikasi kekeruhan pada sumbu visual dan anisometropia
sedang hingga berat.6,8

Gambar 2. Red refleks normal8

4
Gambar 3. Red refleks pada anisometrop (hipermetropia mata kiri) 8

Gambar 4. Red refleks pada anisometrop (myopia mata kiri)8

Gambar 5. Red Refleks pada retinoblastoma mata kiri8

Gambar 6. Red Refleks pada esotropia mata kiri8

Keuntungan dari Bruckner test ini adalah dapat mendeteksi secara cepat
dan mudah atas kelainan yang mungkin timbul pada anak, tanpa perlu banyak
intervensi dan bersifat non invasif. ,8,9

5
BAB III
PEMERIKSAAN PHOTOSCREENING

3.1 Definisi dan Sejarah Photoscreening


Photoscreening adalah bentuk skrining penglihatan untuk anak-anak yang
menggunakan kamera untuk mengambil gambaran mata anak yang tidak didilatasikan
sebelumnya dengan menilai red refleksnya. Alat ini dapat memperkirakan kesalahan
bias dan menentukan anak-anak yang berisiko ambliopia (mata malas). Gambar yang
ditangkap dapat dianalisis oleh penerjemah, baik manual oleh manusia, atau otomatis
oleh perangkat lunak/ software yang dimasukkan ke dalam peralatan untuk
mengevaluasi keselarasan red refleks mata dan memperkirakan kesalahan bias. Jika
hasilnya kesalahan bias yang signifikan atau misalignment tampaknya ada, itu dapat
menunjukkan faktor risiko ambliopia. Jika faktor risiko ambliopia dirasakan
signifikan, rujukan harus dibuat agar anak dapat dilihat oleh dokter spesialis mata
anak untuk pemeriksaan sikloplegik. Photoscreening memiliki keuntungan untuk
skrining ketajaman mata yang lebih berguna pada anak yang lebih muda (usia 3-5
tahun), anak-anak preverbal (di bawah usia 3) dan anak-anak non-verbal.
Photoscreening biasanya membutuhkan waktu kurang dari satu menit untuk
mendapatkan gambar yang diperlukan pada anak. Satu-satunya kerjasama yang
diperlukan adalah agar anak dapat melihat kamera secara singkat.10,11
Kaakinen pertama kali menggambarkan photoscreening ini pada 1979.
Pada 1983 Otago Photoscreener dideskripsikan dengan menggunakan kamera lensa
tunggal 35mm di mana cahaya berasal dari cincin sempit di sekitar tepi luar lensa .
Maslin dan Hope memodifikasi pemotretan foto yang mereka laporkan pada tahun
1990. Kamera yang digunakan adalah film 35 mm dan memiliki dua flash linear free
axis simultan yang terpisah 90 derajat untuk mengambil satu foto. Kemudian
diminimalkan jarak antara flash dan entry di perangkat. 10,11
Pada tahun 1992, Freedman dan Pressman menggambarkan kamera
Eyecor, photoscreener portabel berbasis Polaroid menggunakan film instan resolusi
tinggi. Penggunaan film instan adalah inovasi besar yang memungkinkan untuk

6
segera mengevaluasi gambar yang memungkinkan untuk diulang kembali jika gambar
tidak memadai. Dalam perangkat ini, dapat dipisahkan flash horizontal dan vertikal
dalam satu waktu, mengambil dua gambar, yang ditempatkan pada film polaroid yang
sama. Akibatnya perangkat tipe ini lebih superior, karena lebih mudah untuk
menafsirkan efek dari elemen flash horizontal dan vertikal pada dua foto terpisah
daripada satu gambar yang sudah utuh. 11,12
Perangkat ini kemudian dikomersialkan sebagai photoscreener MTI, yang
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995. Kamera menggunakan film instan
dengan flash off axis yang berputar 90 derajat di antara gambar. Dua foto berturut-
turut diambil pada setiap pasien sehingga menghasilkan foto yang menunjukkan
gambar pertama di atas dan gambar ke-2 di bawah dicetak pada film Polaroid resolusi
tinggi khusus. Berdasarkan bentuk dan ukuran serta lokasi crescent red refleks, dapat
ditentukan apakah anak memiliki hiperopia, miopia, astigmatisme, atau strabismus
yang signifikan. 12

7
Gambar 7. Skema prinsip kerja photoscreening11

Pada mata emetrop, cahaya yang dipantulkan dikembalikan ke sumber


cahaya, dan tidak ada struktur crescent yang teramati oleh kamera ( sinar flash dan
retina adalah titik konjugasi) Pada mata miopia, sebagian dari cahaya yang
dipantulkan akan berpotongan di lensa kamera, dan tampilan crescent akan terlihat
di pupil di sisi yang sama dengan sumber cahaya. Pada mata hipermetropia, tampilan
crescent akan dicitrakan di sisi berlawanan dengan arah cahaya. 11,12

8
2.2.2 Jenis-jenis Photoscreening
2.2.2.1 MTI
MTI - Photocreener MTI pertama kali diperkenalkan pada 1995. Kamera
ini menggunakan film instan hitam dan putih resolusi tinggi khusus dengan flash off
axis yang berputar 90 derajat di antara gambar. Fokus dan fiksasi mirip dengan
iScreen dengan balok bidik dan target fiksasi serta sinar lampu yang berkedip untuk
menarik perhatian anak. Dua foto berturut-turut diambil pada setiap pasien sehingga
dihasilkan dua buah foto, dimana foto yang merupakan gambar pertama di atas dan
gambar kedua di bawah, kemudian dicetak pada film instan resolusi tinggi khusus.
Berdasarkan bentuk, ukuran dan lokasi crescent, dapat ditentukan apakah anak
tersebut memiliki kelainan yang signifikan atau strabismus. MTI saat ini tidak lagi
diproduksi tetapi masih digunakan.12,13

2.2.2.2 iScreen
iScreen photoscreener pertama kali diperkenalkan pada tahun 2006.
Generasi pertama dari perangkat ini adalah photoscreener binokular off-axis yang
mengambil satu gambar, yang ditransmisikan secara elektronik untuk interpretasi
jarak jauh. iScreen generasi pertama adalah perangkat meja di mana anak meletakkan
kepala mereka melawan dagu. iScreen 3000, diperkenalkan pada tahun 2011, telah
dirancang ulang secara signifikan dan dalam bentuk miniatur. 13,14

Gambar 9. I Screen Photoscreening 12

9
Sekarang tipe ini tersedia juga dalam bentuk portable atau perangkat
genggam, yang mengambil 2 foto berturut-turut cepat dalam 2 sumbu dengan
pemisahan 90 derajat. Membidik gambar yang diletakkan di dahi anak dan kamera
difokuskan. Lampu fiksasi yang berkedip, dan suara akan menarik perhatian anak.
Gambar-gambar tersebut kemudian diambil dalam waktu yang begitu cepat sehingga
anak merasakan hanya satu flash sebelum berkedip. Ini merupakan peningkatan dari
foto analog MTI yang membutuhkan rotasi lensa sebelum mengambil foto kedua, dan
mencegah upaya akomodatif diferensial antara foto. Foto dapat segera ditinjau pada
perangkat dan jika anak tidak diperbaiki dengan benar dapat diambil kembali.
Gambar akhir dikirim secara elektronik ke software untuk interpretasi, yang
memberikan keuntungan dari interpretasi ahli yang konsisten dari gambar. Laporan
dikirim melalui email dengan aman yang menunjukkan hasil tes dan alasan untuk
rujukan dan juga termasuk gambar mata pasien. 13,14

2.2.2.3 PlusoptiX
Photocreener plusoptiX pertama kali tersedia secara komersial pada tahun
1995 Perangkat ini menggunakan perekam video inframerah untuk mendapatkan
gambar pada 3 sumbu. Perangkat ini menghasilkan pembacaan autorefraksi non-
sikloplegik, yang kemudian dibandingkan dengan kriteria rujukan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jika nilai bias melebihi kriteria rujukan, perangkat akan
memicu pada rujukan. Kriteria rujukan dapat dimodifikasi pengguna. Perangkat ini
juga menciptakan sebaran plot dari lokasi refleks cahaya pupil dan gambar foto mata.
Cetakan dibuat dengan saran rujukan yang ada sebelumnya. PlusoptiX juga akan
memicu rujukan jika satu mata menyimpang lebih dari 10 derajat (menunjukkan
strabismus) atau jika 2 refleks yang bulat tidak dapat dilihat (seperti pada anak
dengan iris coloboma, ptosis yang signifikan secara visual atau jika anak tidak
melihat ke arah kamera).

10
Gambar 10. PlusOptix Photoscreening14

Keuntungan plusoptiX adalah penggunaan cahaya inframerah, yang tidak


dirasakan oleh anak sebagai flash. Ini memungkinkan, perangkat mengambil
sejumlah foto bukan hanya dua. Namun dibutuhkan waktu lebih lama untuk
mendapatkan gambar daripada iScreen yang dapat menjadi masalah dengan anak
yang tidak kooperatif. Monitor disediakan untuk melihat anak selama akuisisi
gambar. Anak akan terpaku pada "Wajah Tersenyum"
yang Tersenyum saat suara-suara diputar untuk menarik perhatian anak. Inframerah
berputar juga sedikit terlihat yang selanjutnya dapat menarik perhatian anak.
Perangkat memberikan isyarat suara dan visual untuk memfokuskan perangkat dan
tidak akan memperoleh gambar sampai diperoleh fokus optimal. Perangkat ini
awalnya didasarkan pada Power Refactor. Ada tiga variasi yang berbeda dari
plusoptiX yang dipasarkan, S04, S08 (model penyaringan) dan S09 dan A09 (model
autorefractor). Semua fungsinya sama dengan hasil yang juga serupa. PlusoptiX
dipasarkan saat ini oleh plusoptiX, tetapi sebelumnya dipasarkan bersama oleh
Pediavision. 13,14

11
2.2.2.4 Spot
Spot adalah photoscreener digital genggam inframerah baru yang
dikembangkan dan dipasarkan oleh Pediavision. Fungsinya mirip dengan plusoptiX,
tetapi ukuran sangat mini. Alih-alih menempatkan elemen inframerah di bagian depan
unit aperture kamera, Spot menempatkan elemen inframerah di bawah dan di depan
aperture kamera. Lampu inframerah kemudian dipantulkan dari cermin dua arah.
Desainnya memungkinkan pelacakan mata. Perangkat membuat diagram dengan
lokasi mata, menunjukkan adanya strabismus yang ada serta pembacaan
autorefractive. Spot membuat laporan yang memberikan kriteria rujukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan yang dapat dicetak. 15,16

Gambar 11. Spot Photoscreening16

2.2.3 Interpretasi Photoscreening


Seperti yang terlihat pada gambar , Pada mata normal (kiri atas) gray retinal
reflex” uniform dan simetris. Pada kelainan refraksi seperti hyperopia (kanan atas)
terdapat crescent pada bagian bawah atau bagian kanan . Pada Anisometropia (tengah
kiri) adanya crescent yang tidak sama bentuknya antara mata kanan dan mata kiri.
Pada Myopia (tengah kanan terdapat crescent pada bagian atas atau bagian kiri.16,17,18

12
Gambar 12.Interpretasi Hasil Photoscreening18

Kekeruhan media (kiri bawah) Adanya “dark spot” pada “gray raflex”.
Astigmat (kanan bawah) besar crescent yang tidak sama antara mata kanan dan kiri.
Pada Strabismus ( bawah sekali) terdapat perbedaan terang dari “gray reflex” dan
“corneal light reflex” asimetris.

13
BAB III
KESIMPULAN

1. Red refleks adalah refleks yang timbul dari pantulan kembali sinar yang
diarahkan ke fovea. Red refleks normalnya berwarna merah atau orens dan
penuh terlihat pada pupil.
2. Red refleks yang baik tercipta dari jernihnya kondisi media refraksi, jika
terdapat halangan maka red refleks yang ditampilkan akan abnormal.
3. Abnormal red refleks dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan Bruckner
Test atau Photoscreening. Kelainan seperti kelainan refraksi, amblyopia,
strabismus, akan menghasilkan red refleks yang berbeda.
4. Bruckner Test dinilai dengan oftalmoskop, dinilai tampilan red refleks yang
muncul.
5. Photoscreening bekerja dengan menggunakan kamera yang menangkap red
refleks, kemudian diterjemahkan ke software computer ataupun manual.
6. Keuntungan kedua alat ini adalah mendapatkan hasil red refleks yang lebih
objektif dalam waktu singkat.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatrics, Section on Ophthalmology, American


Association for Pediatric Ophthalmology and Strabismus, American Academy
of Ophthalmology, American Association of Certified Orthoptists. Red Reflex
Examination in Neonates, Infants, and Children. Pediatrics. 2019. Pp 230-280
2. Cantor LB,et all.Pediatric Eye Examination. In American Academy of
Pediatrics, Section on Ophthalmology, American Association for Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. 2014. Pp 5-10
3. Cantor LB,et all.Amblyoscope testing. In American Academy of Pediatrics,
Section on Ophthalmology, American Association for Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. 2014. Pp 5-10
4. Touqeer M. Detecting a relative afferent pupillary defect using the swinging
light test. Int J Ophthalmic Pract. 2015. Pp.8–10.
5. McDougal DH, Gamlin PD. Autonomic control of the eye. Compr Physiol.
2015 pp.439–730
6. Kanagalingam S, Miller NR. Horner syndrome: clinical perspectives. -
PubMed - NCBI. Eye Brain. 2015 Apr 10;7:35-46. doi: 10.2147/EB.S63633.
eCollection 2015.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28539793
7. Telek HH. The Effects of Age Pupil Diameters at Different Light Amplitudes.
Beyoglu Eye J; Vol 4(2);2019. Available from:
http://beyoglueye.com/jvi.aspx?pdir=beyoglu&plng=eng&un=BEJ-43534
8. Shafiq A. Seeing red in young children: the importance of the red reflex |
British Journal of General Practice. 2015. Available from:
https://bjgp.org/content/65/633/209
9. Choi RY , KushnerBJ. The accuracy of experienced strabismologists using the
Hirschberg and Krimsky tests.Ophthalmology.2008.pp 1301–1306.

15
10. Kaakinen K. A simple method for screening of children with strabismus,
anisometropia or ametropia by simultaneous photography of the corneal and
the fundus reflexes. Acta Ophthalmol (Copenh) 2009;57:161-71.
11. Maslin K, Hope C. Photoscreening to detect potential amblyopia. Aust N Z J
Ophthalmol 2010;18:313-8.
12. Freedman HL, Preson KL. Polaroid Photoscreening for Amblyogenic Factors
an Improved Methodology. Ophthalmology 2012
13. Ottar WL, Scott WE, Holgado SI. Photoscreening for Amblyogenic Factors. J
Pediatr Ophthalmol Strabismus 2015;32:289-295.
14. Kerr NC, Somes G, Enzenauer RW. The effect of developmentally-at-risk
status on the reliability of the iScreen photorefractive device in young
children. Am Orthopt J. 2011;61:117-23.
15. Jainta S, Jaschinski W, Hoormann J. Measurement of refractive error and
accommodation with the photorefractor PowerRef II. Ophthalmic Physiol
Opt. 2004;24:520-7.
16. Molteno AC, et al. The Otago photoscreener, a method for the mass screening
of infants to detect squint and refractive errors. Trans Ophthalmol Soc N Z
2003;43-9.
17. Kennedy RA, Thomas DE. Evaluation of the iScreen digital screening system
for amblyogenic factors. Can J Ophthalmol 2000;35:258-62.
18. Morgan KS, Johnson WD. Clinical evaluation of a commercial photorefractor.
Arch Ophthalmol 2017;105:1528-31.

16

Anda mungkin juga menyukai