PENDAHULUAN
1
BAB II
BRUCKNER TEST
Bruckner test ini merupakan skrining yang sering digunakan untuk menilai
adanya amblyopia. Amblyopia merupaka kelainan mata yang cukup sering terjadi,
penilaian yang terlambat akan mengakibatkan disfumgsi permanen kedua mata.
Etiologi yang sering mengakibatkan amblyopia dapat berupa :5,6,7
a. Ametropia
b. Anisometropia (unequal refractive power)
c. Myopia (near sightedness)
d. Hypermetropia (farsightedness)
e. Astigmatism
f. Manifest strabismus
g. Dysplasia (e.g. congenital cataract or retinoblastoma)
2
2.2. Metode pemeriksaan5,6,7
a. Redupkan sumber cahaya atau matikan lampu ruangan agar hasil red
refleks yang mucul terlihat maksimal.
b. Gunakan oftalmoskop langsung dengan kekuatan lensa yang diatur
pada '0'. Pastikan baterainya terisi.
c. Periksa dengan jarak 1 meter
d. Arahkan anak untuk melihat kearah sumber cahaya dan mengarahkan
cahaya ke mata anak secara bersama-sama. Red refleks normal akan
terlihat secara simetris dengan intensitas yang sama terang.
e. Perhatikan warna, kecerahan, dan simetrisitas red refleks.
3
akibat katarak kongenital maupun retinoblastoma yang lebih mudah terlihat pada
jarak kerja 1m. 8,9
Normalnya, red refleks harus dilihat di kedua mata secara simetris dan setara
dalam warna, intensitas, dan kejernihan. Refleks yang tidak ada atau hitam dapat
menunjukkan obstruksi yang mencegah cahaya memantulkan kembali ke pemeriksa.
Red refleks yang tidak ada dapat terjadi akibat katarak, bekas luka kornea, atau
perdarahan vitreous. Debris di permukaan mata juga dapat menyebabkan refleks
hitam, sehingga pemeriksa harus meminta pasien untuk berkedip dan memeriksa
refleks merah lagi.8,9
Refleks putih, atau white reflecks, atau leukokoria, adalah salah satu yang
lebih memprihatinkan dari temuan tes bruckner. Leukokoria dapat mengindikasikan
kondisi serius seperti retinoblastoma dan sering diidentifikasi secara tidak sengaja
oleh anggota keluarga ketika melakukan foto keluarga. Retinoblastoma adalah tumor
neuroblastik yang timbul dari sel-sel retina yang imatur dan terjadi pada satu dari
20.000 anak, menjadikannya salah satu keganasan paling umum pada masa kanak-
kanak.8,9
Jika terdapat strabismus, mata yang deviasi akan memiliki refleks yang lebih
terang dan lebih terang daripada mata yang fiksasi. Meskipun tes ini cukup efektif
untuk mendeteksi strabismus, tetapi tidak dapat mengukur berapa besar deviasi yang
ada. Tes ini juga mengidentifikasi kekeruhan pada sumbu visual dan anisometropia
sedang hingga berat.6,8
4
Gambar 3. Red refleks pada anisometrop (hipermetropia mata kiri) 8
Keuntungan dari Bruckner test ini adalah dapat mendeteksi secara cepat
dan mudah atas kelainan yang mungkin timbul pada anak, tanpa perlu banyak
intervensi dan bersifat non invasif. ,8,9
5
BAB III
PEMERIKSAAN PHOTOSCREENING
6
segera mengevaluasi gambar yang memungkinkan untuk diulang kembali jika gambar
tidak memadai. Dalam perangkat ini, dapat dipisahkan flash horizontal dan vertikal
dalam satu waktu, mengambil dua gambar, yang ditempatkan pada film polaroid yang
sama. Akibatnya perangkat tipe ini lebih superior, karena lebih mudah untuk
menafsirkan efek dari elemen flash horizontal dan vertikal pada dua foto terpisah
daripada satu gambar yang sudah utuh. 11,12
Perangkat ini kemudian dikomersialkan sebagai photoscreener MTI, yang
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995. Kamera menggunakan film instan
dengan flash off axis yang berputar 90 derajat di antara gambar. Dua foto berturut-
turut diambil pada setiap pasien sehingga menghasilkan foto yang menunjukkan
gambar pertama di atas dan gambar ke-2 di bawah dicetak pada film Polaroid resolusi
tinggi khusus. Berdasarkan bentuk dan ukuran serta lokasi crescent red refleks, dapat
ditentukan apakah anak memiliki hiperopia, miopia, astigmatisme, atau strabismus
yang signifikan. 12
7
Gambar 7. Skema prinsip kerja photoscreening11
8
2.2.2 Jenis-jenis Photoscreening
2.2.2.1 MTI
MTI - Photocreener MTI pertama kali diperkenalkan pada 1995. Kamera
ini menggunakan film instan hitam dan putih resolusi tinggi khusus dengan flash off
axis yang berputar 90 derajat di antara gambar. Fokus dan fiksasi mirip dengan
iScreen dengan balok bidik dan target fiksasi serta sinar lampu yang berkedip untuk
menarik perhatian anak. Dua foto berturut-turut diambil pada setiap pasien sehingga
dihasilkan dua buah foto, dimana foto yang merupakan gambar pertama di atas dan
gambar kedua di bawah, kemudian dicetak pada film instan resolusi tinggi khusus.
Berdasarkan bentuk, ukuran dan lokasi crescent, dapat ditentukan apakah anak
tersebut memiliki kelainan yang signifikan atau strabismus. MTI saat ini tidak lagi
diproduksi tetapi masih digunakan.12,13
2.2.2.2 iScreen
iScreen photoscreener pertama kali diperkenalkan pada tahun 2006.
Generasi pertama dari perangkat ini adalah photoscreener binokular off-axis yang
mengambil satu gambar, yang ditransmisikan secara elektronik untuk interpretasi
jarak jauh. iScreen generasi pertama adalah perangkat meja di mana anak meletakkan
kepala mereka melawan dagu. iScreen 3000, diperkenalkan pada tahun 2011, telah
dirancang ulang secara signifikan dan dalam bentuk miniatur. 13,14
9
Sekarang tipe ini tersedia juga dalam bentuk portable atau perangkat
genggam, yang mengambil 2 foto berturut-turut cepat dalam 2 sumbu dengan
pemisahan 90 derajat. Membidik gambar yang diletakkan di dahi anak dan kamera
difokuskan. Lampu fiksasi yang berkedip, dan suara akan menarik perhatian anak.
Gambar-gambar tersebut kemudian diambil dalam waktu yang begitu cepat sehingga
anak merasakan hanya satu flash sebelum berkedip. Ini merupakan peningkatan dari
foto analog MTI yang membutuhkan rotasi lensa sebelum mengambil foto kedua, dan
mencegah upaya akomodatif diferensial antara foto. Foto dapat segera ditinjau pada
perangkat dan jika anak tidak diperbaiki dengan benar dapat diambil kembali.
Gambar akhir dikirim secara elektronik ke software untuk interpretasi, yang
memberikan keuntungan dari interpretasi ahli yang konsisten dari gambar. Laporan
dikirim melalui email dengan aman yang menunjukkan hasil tes dan alasan untuk
rujukan dan juga termasuk gambar mata pasien. 13,14
2.2.2.3 PlusoptiX
Photocreener plusoptiX pertama kali tersedia secara komersial pada tahun
1995 Perangkat ini menggunakan perekam video inframerah untuk mendapatkan
gambar pada 3 sumbu. Perangkat ini menghasilkan pembacaan autorefraksi non-
sikloplegik, yang kemudian dibandingkan dengan kriteria rujukan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jika nilai bias melebihi kriteria rujukan, perangkat akan
memicu pada rujukan. Kriteria rujukan dapat dimodifikasi pengguna. Perangkat ini
juga menciptakan sebaran plot dari lokasi refleks cahaya pupil dan gambar foto mata.
Cetakan dibuat dengan saran rujukan yang ada sebelumnya. PlusoptiX juga akan
memicu rujukan jika satu mata menyimpang lebih dari 10 derajat (menunjukkan
strabismus) atau jika 2 refleks yang bulat tidak dapat dilihat (seperti pada anak
dengan iris coloboma, ptosis yang signifikan secara visual atau jika anak tidak
melihat ke arah kamera).
10
Gambar 10. PlusOptix Photoscreening14
11
2.2.2.4 Spot
Spot adalah photoscreener digital genggam inframerah baru yang
dikembangkan dan dipasarkan oleh Pediavision. Fungsinya mirip dengan plusoptiX,
tetapi ukuran sangat mini. Alih-alih menempatkan elemen inframerah di bagian depan
unit aperture kamera, Spot menempatkan elemen inframerah di bawah dan di depan
aperture kamera. Lampu inframerah kemudian dipantulkan dari cermin dua arah.
Desainnya memungkinkan pelacakan mata. Perangkat membuat diagram dengan
lokasi mata, menunjukkan adanya strabismus yang ada serta pembacaan
autorefractive. Spot membuat laporan yang memberikan kriteria rujukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan yang dapat dicetak. 15,16
12
Gambar 12.Interpretasi Hasil Photoscreening18
Kekeruhan media (kiri bawah) Adanya “dark spot” pada “gray raflex”.
Astigmat (kanan bawah) besar crescent yang tidak sama antara mata kanan dan kiri.
Pada Strabismus ( bawah sekali) terdapat perbedaan terang dari “gray reflex” dan
“corneal light reflex” asimetris.
13
BAB III
KESIMPULAN
1. Red refleks adalah refleks yang timbul dari pantulan kembali sinar yang
diarahkan ke fovea. Red refleks normalnya berwarna merah atau orens dan
penuh terlihat pada pupil.
2. Red refleks yang baik tercipta dari jernihnya kondisi media refraksi, jika
terdapat halangan maka red refleks yang ditampilkan akan abnormal.
3. Abnormal red refleks dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan Bruckner
Test atau Photoscreening. Kelainan seperti kelainan refraksi, amblyopia,
strabismus, akan menghasilkan red refleks yang berbeda.
4. Bruckner Test dinilai dengan oftalmoskop, dinilai tampilan red refleks yang
muncul.
5. Photoscreening bekerja dengan menggunakan kamera yang menangkap red
refleks, kemudian diterjemahkan ke software computer ataupun manual.
6. Keuntungan kedua alat ini adalah mendapatkan hasil red refleks yang lebih
objektif dalam waktu singkat.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
10. Kaakinen K. A simple method for screening of children with strabismus,
anisometropia or ametropia by simultaneous photography of the corneal and
the fundus reflexes. Acta Ophthalmol (Copenh) 2009;57:161-71.
11. Maslin K, Hope C. Photoscreening to detect potential amblyopia. Aust N Z J
Ophthalmol 2010;18:313-8.
12. Freedman HL, Preson KL. Polaroid Photoscreening for Amblyogenic Factors
an Improved Methodology. Ophthalmology 2012
13. Ottar WL, Scott WE, Holgado SI. Photoscreening for Amblyogenic Factors. J
Pediatr Ophthalmol Strabismus 2015;32:289-295.
14. Kerr NC, Somes G, Enzenauer RW. The effect of developmentally-at-risk
status on the reliability of the iScreen photorefractive device in young
children. Am Orthopt J. 2011;61:117-23.
15. Jainta S, Jaschinski W, Hoormann J. Measurement of refractive error and
accommodation with the photorefractor PowerRef II. Ophthalmic Physiol
Opt. 2004;24:520-7.
16. Molteno AC, et al. The Otago photoscreener, a method for the mass screening
of infants to detect squint and refractive errors. Trans Ophthalmol Soc N Z
2003;43-9.
17. Kennedy RA, Thomas DE. Evaluation of the iScreen digital screening system
for amblyogenic factors. Can J Ophthalmol 2000;35:258-62.
18. Morgan KS, Johnson WD. Clinical evaluation of a commercial photorefractor.
Arch Ophthalmol 2017;105:1528-31.
16