1
BAB II
PEMBAHASAN
Corneal Cross-Linking
Corneal cross-linking (CXL) adalah sebuah prosedur pada mata yang
berfungsi untuk memperkuat kornea yang melemah disebabkan oleh keratoconus,
penyakit kornea lain, atau (jarang) komplikasi operasi LASIK. Prosedur ini bisa
juga disebut dengan istilah Corneal Cross-Linking, Corneal Collagen Cross-
Linking, C3- R, CCL dan KXL.7,17,18
Prosedur CXL merupakan prosedur dengan tindakan invasive yang
minimal yang melibatkan penerapan riboflavin cair (vitamin B2) ke permukaan
mata, diikuti oleh pengobatan dengan aplikasi sinar ultraviolet yang terkontrol,
untuk menghilangkan ektasia kornea.6,17,
Riboflavin
Riboflavin (vitamin B2) merupakan photoinducer standar dalam cross-
linking, karena struktur alkylisoalloxazine membantu penyerapan dari berbagai
rentang spektrum cahaya yang luas, termasuk puncak absorpsi pada rentang
ultraviolet-A. semua flavin bersifat tahan panas, juga fotosensitif, yang membantu
perubahan molekular dalam jumlah waktu yang sedikit. Riboflavin aman untuk
absorpsi sistemik, tersedia langsung dalam makanan fortifikasi dan pewarna
makanan, namun bersifat tidak larut air; sehingga riboflavin-5 fosfat yang lebih
larut air lebih sering digunakan pada protokol cross-linking.1,4,10
Penyerapan riboflavin yang adekuat diperlukan untuk cross-linking yang
efektif; namun, sambungan yang ketat pada epitel kornea membatasi penetrasi dari
molekul-molekulnya yang besar (berat molekul 376 g/mol). Untuk mendukung
konsentrasi riboflavin yang cukup pada stroma kornea, debridemen epitel
dibutuhkan
dalam protokol standar. Variasi pada waktu penyerapan riboflavin dan peran
riboflavin pada lapisan air mata memiliki tujuan untuk mendukung penetrasi yang
adekuat untuk membantu terapi cross-linking stroma yang efektif.1,3,8,10
Sinar Ultraviolet
Sinar Ultraviolet (UV) merupakan komponen kedua yang dibutuhkan
untuk cross-linking, dengan parameter keamanan yang penting berdasarkan panjang
gelombang, radiasi, dan lamanya radiasi. Puncak absorpsi riboflavin berada pada
370nm (E. Spoerl, komunikasi personal) ideal untuk kefektifan cross-linking dan
proteksi terhadap struktur bola mata lainnya. Karena ketersediaan LEDs yang
terbatas pada panjang gelombang yang spesifik tersebut, alat pertama menggunakan
panjang gelombang 365 nm. Variasi intensitas dan durasi paparan UV pada
penelitian pre-klinik mencetuskan pengembangan protokol Dresden standar orisinil,
yang ditemukan untuk mendukung efikasi maksimum dari ketegangan jaringan
menggunakan energi 3W/cm2 selama 30 menit, yang sesuai dengan dosis energi
total (fluence) 5.4J/cm2.1,2,8
Dalam upaya mempercepat terapi, variasi pada parameter ini
mengembangkan penggunaan lama terapi yang lebih singkat pada intensitas yang
lebih tinggi. Hukum Bunsen-Roscoe mengenai keadaan timbal balik bahwa efek
fotokimiawi seharusnya hampir sama selama total energi fluence tetap konstan.
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa hukum Bunsen-Roscoe dapat berlaku
dalam rentang terbatas pada kornea. Pada intensitas lebih dari 45 mW/cm2,
peningkatan penegangan biomekanik dapat turun secara signifikan.1,9
Gambar 2. First UV device for CXL
linking.1,2,4,5,7
Tujuan Cross-Linking
Tujuan dari CXL adalah untuk memperlambat atau menahan
perkembangan keratoconus, atau setidaknya menunda keharusan keratoplasty.
Dasar pemikiran dari prosedur ini didukung oleh fakta bahwa sangat sedikit
pasien muda dengan diabetes yang terpengaruh oleh keratoconus. Dalam
kejadiaan yang paling langka, pengembangan keratoconus yang sudah ada
sebelum onset diabetes tidak menunjukkan perkembangan apapun karena ikatan
silang alami efek glukosa (kimia silang).2,4,13
Mekanisme Cross-Lingking
CXL adalah suatu proses yang dimediasi oleh foto oksidasi antara sinar
UVA (365-370 nm) dan riboflavin (vitamin B2). Sinar UVA mengaktifkan
riboflavin menjadi triplet, yang pada gilirannya menghasilkan spesies oksigen
reaktif (ROS) termasuk oksigen tunggal. ROS bereaksi dengan molekul fibril
kolagen di stroma kornea dan meningkatkan kekuatan mekanik kornea dengan
membentuk ikatan kimia baru antara asam amino dan kelompok molekul fibril
kolagen . Riboflavin juga berperan sebagai filter untuk mengurangi UVA
menembus kornea.2,11,13
Prinsip Cross-Lingking
Photopolymerization menggunakan sinar UV ditemukan menjadi teknik
yang paling menjanjikan untuk mencapai cross-link dalam jaringan ikat
Photopolymerization diaktifkan dengan cara yang tidak beracun dan larut
photomediator dan wavelenght yang cukup kuat diserap melindungi lapisan mata
yang lebih dalam (riboflavin).2,4,10
Teknik-Teknik CXL
Ada beberapa teknik CXL : Epi-Off Cross-linking (CXL) technique
(Standard procedure), CXL with hypo-osmolar Riboflavin solution, Epi-On CXL
technique, Accelerated CXL, Iontophoresis CXL, Contact Lens-Assisted Cross-
Linking, LASIK-Xtra, Topographyguided PRK and CXL, Intrastromal Corneal
Ring Segments and CXL, Epithelial Island Cross-Linking, Orthokeratology and
CXL.1,2,15
Ketebalan epitel regional sangat bervariasi pada kornea yang ektasis, dan
epitelium menjalani remodelling setelah cross-linking. Temuan anatomis ini dapat
menjelaskan manfaat PTK untuk cross-linking, dan pengukuran epitel langsung
mungkin akhirnya terbukti berguna untuk merencanakan terapi kombinasi. 2,4,12
Di samping itu hasil penelitian dari david et al bahwa metode CXL tidak
hanya menurnkan angka kejadiaan keratoconus namun juga dapat di jadikan
sebagai terapi keratitis dan infeksi kerusakan kornea lainnya. Metode PACK- CXL
yang menggunakan ultraviolet Light dan Riboflavin memberikan hasil yang baik,
yaitu memperkuat biomekanik kornea, menghancurkan sel hidup dan organisme
seperti keratosit dan patogen. Terapi ini juga dijadikan sebagai lini pertama pada
tatalaksana keratitis tanpa menggunakan terapi antibiotik. Riboflavin drops bekerja
sebagai kromofor dan pelepas radikal bebas, dan membuat ikatan baru antara
jaringan kolagen dan proteoglycan, sedangkan ultraviolet-A light merusak DNA
dan RNA patogen dari bakteri maupun virus sehingga menjadi tidak aktif.1,2,4,10
Kombinasi riboflavin dan cahaya UV telah digunakan sebagai disinfektan
untuk beberapa waktu. Riboflavin yang terkena cahaya UV pada tahun 1960-an
menginaktivasi RNA virus mosaik tembakau dan menginaktivasi patogen pada
darah dan plasma. Selain menghancurkan secara langsung mikroba, mekanisme
aksi terdiri dari peningkatan resistensi kornea terhadap degradasi enzimatik,
pencegahan replikasi mikroba lewat interkalasi riboflavin dengan DNA patogen,
pembentukan spesies oksigen reaktif dengan efek sitotoksik langsung, dan
perubahan permukaan okuler untuk menjadi lingkungan yang lebih tidak
menguntungkan bagi mikroba. Penelitian in vitro dan pada hewan menunjukkan
kemanjuran cross-linking sebagai terapi tambahan bagi patogen keratitis yang
sulit seperti Staphylococcus aureus
resisten meticilin, Candida albicans, Aspergilus fumigatus, Fusarium solani, dan
Acanthamoeba. 1,4,10
Keratitis mikroba merupakan penyebab utama kebutaan secara global. Pada
negara-negara berkembang, keratitis mikroba sering dikaitkan dengan penggunaan
lensa kontak, dimana trauma kornea minor bersama-sama dengan akses terbatas
ke perawatan kesehatan merupakan etiologi yang paling sering di negara-negara
berkembang. Di India, diperkirakan lebih dari 2 juta kasus baru ulkus kornea tiap
tahunnya, yang mengarah ke istilah “silent epidemic”. Cross-linking telah
digunakan pada kasus-kasus keratitis mikroba baik yang menetap maupun primer
dengan keberhasilan yang bervariasi tergantung pada organisme penyebab dan
kedalaman ulkus.1,2,4
Pada Kongres Cross-Linking Internasional Tahunan ke-9 yang diadakan di
Dublin, Irlandia, pada Desember, 2013, frasa “Kromofora yang diaktifkan
cahaya” berkembang, dan istilah “PACK-CXL” diadopsi untuk cross-linking
untuk keratitis infeksius, untuk menfasilitasi komunikasi di masa selanjutnya pada
topik ini. 1,2,4
Prosedur Cross-Linking
Epi-Off Cross-linking (CXL) technique (Standard procedure)
• The standard protocol consists in:2
a. Sterile opening, in the surgery room, of the ophthalmic solution of riboflavin 0,1%
- dextran 20%
b. Verification of the power of the illuminator UVA array in asolid state CBMX
linker with a UVA power meter
c. Topical anesthesia – 3-4 drops, 15-20 minutes before CXL
d. Removal of the corneal epithelium on a 9mm diameter
e. Instillation of a drop of alcaine
f. Instillation of riboflavin 0,1% every 3 min for 30 minutes before the irradiation
g. Corneal irradiation of central 9mm through the CMBX linker plus instillation of
riboflavin 0,1% every 3 minutes for 30 minutes;
h. Instillation of antibiotics and steroids;
i. Therapeutic contact lens for 3-4 days
• Postoperative management:
a. A therapeutic contact lens is applied for 4-5 days
b. Use of antibiotics plus steroids and lubricants for 4 to 6 weeks
c. Postoperative check-up at 28, 48 hours and at day 4 - 5 to remove the contact lens
d. The follow up is at 6 weeks and 3, 6, 9, 12 months after CXL
• Complications may appear, such as:
Ocular pain, haze, aseptic corneal infiltrates, delayed corneal healing
• The role of Riboflavin is:
1. absorption and concentration of the UV radiation
2. is a photosensibilizing agent for the production of a kind
of reactive oxygen (singlet oxygen
3. for endothelial protection
• The role of Dextran T 500 is:
Riboflavin 0,1% solution contains Dextran T 500 20%
1. Maintains the osmolarity
- Corneal stroma osmolarity is 380-420 mosmol/l
- Riboflavin 0,1% - Dextran 20% osmolarity is 400 mosmol/l
2. Avoids corneal soaking and swelling during the treatment
Prosedur LASIK
LASIK adalah singkatan dari “Laser Assisted In situ Keratomileusis”. Teknik
LASIK pertama kali dilakukan oleh ahli mata Jose Barraquer, sekitar 1950 di klinik di
Bogota, Kolombia. Pengembangan pertama yaitu microkeratome, digunakan untuk
memotong tipis flap di kornea dan mengubah bentuk-nya, yang disebut
keratomileusis.Pada umumnya ada dua langkah dasar dalam melakukan prosedur LASIK.
2,7,10,13
Langkah pertama dari operasi LASIK adalah membuat ‘kelopak penutup‘ LASIK
(flap). Flap ini adalah irisan tipis dari kornea, yang dipotong dan dapat dibuka seperti
sampul buku. Flap diperoleh dari alat mikrokeratom, yang memiliki mata pisau. Akhir –
akhir ini dunia kedokteran telah mengembangkan Laser Femtosecond agar mampu
menghasilkan flap LASIK. Kegunaan sinar laser ini, dalam beberapa hal lebih aman
dibandingkan mikrokeratom.2,5,15
Langkah kedua ini kita sebut dengan ‘zap‘. Ketika flap sudah dibuat dan terbuka,
Laser Excimer memindahkan jaringan dari pusat kornea untuk membentuknya kembali,
sehingga mengoreksi refraksi penglihatan pasien. Begitu kornea telah dikoreksi, flap
kornea kemudian diganti, mirip cover buku yang ditutup. Flap kornea kemudian ditutup
kembali ke posisi semula. 2,5,15
Suction-ring dipusatkan diatas pupil dan suction di pasang ketika pusat cincin
sudah dipastikan dan diverifikasi. Prosedur docking kemudian dimulai sembari
menjaga
agar suction-ring tetap sejajar dengan mata. Aplikator kaca lensa kontak
digunakan untuk menstabilkan bola mata dan untuk meratakan kornea. Sangat
penting dalam pemasangan hal tersebut untuk dipasangkan secara sempurna pada
kornea untuk menghindari tidak sempurnanya pembuatan flap, dan komplikasi
pemuatan flap lainnya. Ketika komputer laser sudah mengkonfirmasi, dokter
memulai tindakan femtolaser. Setiap gelombang laser menghasilkan elektron
bebas dan molekul terionisasi yang membentuk gelembung gas mikroskopik yang
menyebar ke jaringan sekitarnya. Beberapa gelombang diterapkan satu sama lain
untuk membuat bidang pembelahan dan flap. Suction kemudian dilepaskan.
Spatula dengan hati- hati di sapukan untuk mengangkat flap untuk laser
excimer.2,5,14,15,
KETEBALAN FLAP
Laser femtosecond dirancang untuk membuat flap LASIK yang lebih tipis, dengan
rentang ketebalan yang lebih pasti di sekitar rata-rata. Femtosecond flap juga
cenderung memiliki ketebalan dari pusat ke pinggiran yang lebih seragam
dibandingkan flap mikrokeratom. Flap yang dibuat dengan laser femtosecond,
menghasilkan flap berbentuk planar. Semakin planar bentuk dari flap, semakin
meningkatkan keamanannya. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa laser
femtosecond menghasilkan flaps dengan variabilitas ketebalan flap yang lebih
sedikit. Sebagian besar penelitian sebelumnya menemukan bahwa sebagian besar
mata memiliki ketebalan flap dalam ±20 μm dari hasil yang diinginkan. Stahl, dkk
menggunakan anterion segment optical coherence tomography untuk
mengevaluasi flap yang dihasilkan oleh femtosecond, dan menemukan fakta
bahwa hasilnya lebih mudah terprediksi dan dapat dibuat kembali dengan ukuran
yang sama.2,5,15
Pada penelitian terbaru, Marcella dkk menemukan standar deviasi flap pada
femtosecond adalah ±14,5 μm. 5,15
Tindak lanjut pasca operasi adalah pada 1 hari dan 1 minggu setelah operasi.
Evaluasi oftalmik lengkap dilakukan pada 1, 3, dan 6 bulan pasca operasi. Regimen
pascabedah diresepkan untuk kedua mata sebagai berikut: 0,1% mata
fluorometholone drop, empat kali per hari, dan tetes mata sodium hyaluronate,
empat kali per hari.9,13,14
Komplikasi Cross-Linking
Dengan mengikuti batasan keamanan yang telah dijelaskan di atas untuk
mencegah toksisitas UV terhaap endotel kornea, sejumlah besar komplikasi
potensial terkait cross-linking berasal dari debridement epitel, termasuk infeksi,
infiltrat steril, re-epitelisasi terlambat, edema kornea transien, dan pengaburan atau
scar kornea. Tabel 1 menjabarkan komplikasi tersering terkait cross-linking. 1,2,13,16
Kerusakan keratosit menjadi perhatian alam hal pembentukan jaringan parut;
namun, repopulasi terjadi beberapa minggu setelah prosedur. Penyembuhan kornea
lebih lambat setelah cross-linking, dan kerusakan saraf kornea, meskipun
reversibel,
dapat terjadi.2,17,18
DAFTAR PUSTAKA