Anda di halaman 1dari 9

PENGGUNAAN LASER YELLOW

NAMA: ZIRRIALIFA ARAFA


NIM: 04084821921115

Laser-laser utama yang digunakan dalam terapi oftalmologi adalah laser termal;
pigmen jaringan menyerap sinar laser dan mengubahnya menjadi panas sehingga terjadi
peningkatan suhu jaringan sasaran yang cukup untuk menyebabkan koagulasi dan
denaturasi komponen-komponen selular.
Laser-laser ini digunakan untuk fotokoagulasi retina, untuk pengobatan retinopati
diabetik, oklusi vena retina dan retinopati prematuritas; untuk menutup lubang -lubang
retina; untuk fotokagulasi anyaman trabekular, iris dan corpu s ciliare dalam terapi
glaukoma, dan untuk terapi tumor intraokular baik jinak (hemangioma koroid) maupun
ganas (melanoma koroid dan retinoblastoma).
Laser fotokoagulator tersebut bekerja dalam mode kontinu atau pulsasi yang
sangat cepat. Laser argon hijau merupakan andalan golongan ini. Lainnya adalah laser
kripton merah, laser dioda solidstate, yang menghasilkan panjang gelombang yang
mendekati inframerah; tunable dye laser, yang menghasilkan panjang gelombang dari
hijau sampai merah; frequency-doubled Nd:YAG laser, yang menghasilkan sinar hijau
dan thermal mode Nd:YAG laser yang menghasilkan sinar inframerah. Karena sinar laser
yang bersifat monokromatik, dapat terjadi penyerapan yang selektif- panjang gelombang
tertentu oleh jaringan tertentu, sementara jaringan di sekitarnya tidak terganggu.
Penyerapan sinar laser oleh jaringan tertentu ditingkatkan dengna penyuntikan intravena
zat-zat warna penyerap, misalnya fluoresein untuk laser gelombang pendek atau hijau
indosianin untuk laser gelombang panjang (Vaughan dan Asbury, 2014).
LASER Panjang Epitel Darah Xantofil
Gelombang Pigmen
(nm) Retina
Hijau 514 ++++ ++ +
Double 532 ++++ ++ +/--
frequency
YAQ
Kuning 570 +++ ++ --
Merah 647 ++ -- --
Dioda 810 + -- --
(Penyerapan energi berbagai jenis laser oleh jaringan yang berbeda (Vaughan dan Asbury,
2014)

Bergantung pada tujuan spesifik perawatan, ahli bedah mempertimbangkan sifat


penyerapan pigmen mata utama dalam memilih panjang gelombang cahaya yang tepat untuk
secara selektif memberikan fotokoagulasi fokus ke jaringan target sembari berusaha untuk
menyisihkan jaringan normal yang berdekatan. Namun, area koagulasi efektif (kedalaman dan
diameter) juga terkait langsung dengan intensitas dan durasi iradiasi, dan faktor-faktor ini sering
dapat menggantikan perbedaan teoretis dari berbagai panjang gelombang. Untuk seperangkat
parameter laser tertentu (ukuran spot, durasi, dan daya), intensitas luka bakar yang diperoleh
tergantung pada kejernihan media okular dan tingkat pigmentasi fundus pada mata individu.

Laser hijau menghasilkan cahaya yang diserap dengan baik oleh melanin dan hemoglobin
dan kurang lengkap oleh xanthophyll. Karena karakteristik ini dan tidak adanya panjang
gelombang biru, ia telah menggantikan laser biru-hijau untuk pengobatan kelainan pembuluh
darah retina dan neovaskularisasi koroid (CNV). Laser biru-hijau memancarkan panjang
gelombang biru dan hijau. Harapan awal bahwa kombinasi panjang gelombang ini akan menutup
daun neovaskular yang tinggi belum terwujud. Kerugian dari laser biru-hijau, terutama terkait
dengan panjang gelombang biru, termasuk meningkatnya penyebaran dan penyerapan oleh lensa
katarak, penyerapan oleh xanthophyll makula, dan toksisitas fotokimia potensial, terutama di
dalam area makula. Ini dicatat di sini hanya untuk perbandingan historis karena panjang
gelombang ini tidak lagi digunakan dalam praktek klinis.

Laser merah menembus melalui katarak sklerotik nuklir dan perdarahan vitreous moderat
lebih baik daripada laser dengan panjang gelombang lainnya. Selain itu, ia diserap secara
minimal oleh xanthophyll dan dengan demikian mungkin berguna dalam pengobatan CNV yang
berdekatan dengan fovea. Laser merah, atau laser dioda, menyebabkan luka bakar yang lebih
dalam dengan tingkat ketidaknyamanan pasien yang lebih tinggi dan penyerapan tidak homogen
pada tingkat koroid di area yang sama, yang mengarah pada gangguan fokus yang disebut
sebagai "efek-pop." Laser inframerah memiliki karakteristik yang mirip dengan laser merah,
tetapi menawarkan penetrasi jaringan yang lebih dalam.

Laser kuning memiliki, di antara kelebihannya, sebaran minimal melalui lensa sklerotik
nuklir, penyerapan xantofil rendah, dan sedikit potensi kerusakan fotokimia. Tampaknya berguna
untuk menghancurkan struktur pembuluh darah dengan sedikit kerusakan pada jaringan
berpigmen yang berdekatan; oleh karena itu, mungkin bermanfaat untuk mengobati lesi
neovaskular dan koroid.

Efek laser pada jaringan segmen posterior termasuk efek fotokimia dan termal dan
penguapan. Reaksi fotokimia dapat diinduksi oleh sinar ultraviolet atau cahaya tampak yang
diserap oleh molekul jaringan atau oleh molekul-molekul obat fotosensitisasi (misalnya,
verteporfin) yang kemudian dikonversi menjadi molekul sitotoksik seperti radikal bebas.
Penyerapan energi laser oleh pigmen menghasilkan kenaikan suhu 10 ° –20 ° C dengan
denaturasi protein berikutnya. Penguapan disebabkan oleh kenaikan suhu air di atas titik didih
dan menyebabkan mikroplosi, seperti yang terlihat pada luka bakar argon yang terlalu kuat
(Bloom & Brucker, 1997).

Penerapan LASER untuk Terapi


1. Retinopati Diabetik
Pada RDNP, penglihatan dapat terganggu oleh edema makula dan eksudat yang
terbentuk akibat rusaknya sawar retina-darah bagian dalam di tingkat endotel kapiler
retina. Penderita diabetes melitus dalam jangka waktu lama akan mengalami obliterasi
difus mikrosirkulasi retina secara bertahap, terutama kapiler, sehingga terjadi iskemia
retina generalisata. Keadaan iskemik ini mendorong terjadinya neovaskularisasi retina
dan iris yang diperantai sebagian oleh faktor-faktor vasoproliferatif yang dikeluarkan
oleh retina iskemik untuk berdifusi ke dalam cairan mata. Neovaskularisasi retina yang
tidak diterapi menyebabkan perdarahan vitreus dan ablasio retina traksional.
Neovaskularisasi iris yang menimbulkan glaukoma neovaskular jarang terjadi, kecuali
bila pasien telah menjadi bedah vitreoretina (Crick et al., 2003; Vaughan dan Asbury,
2014).
Makulopati diabetik diterapi dengan fotokoagulasi laser fokal atau grid pattern
yang terutama bekerja dengna cara meningkatkan fungsi epitel pigmen retina. Konsep
dasar berupa penutupan langsung mikroaneurisma dengan sinar laser kurang mendapat
dukungan ilmiah. Dibuat bakaran berdiameter 50-100µm tanpa mengenai daerah
avaskular fovea yang berdiameter sekitar 500µm. Daerah-daerah kebocoran yang akan
diterapi dapat diidentifikasi dengan angiografi fluoresein (daerah –daerah kebocoran
fluoresein diskret atau difus, dan daerah-daerah nonperfusi kapiler akibat menebalnya
retina) atau melalui pemeriksaan klinis (daerah dengan penebalan retina). Intensitas
bakaran (pengaturan kekuatan laser) tergantung pada jenis laser yang dipakai. Dengan
laser yang gelombangnya lebih pendek (hijau atau kuning) dilakukan hingga terjadi
sedikit perubahan warna. Dengan laser yang gelombangnya lebih panjang (dioda),
bakaran yang dihasilkan harus nyaris tak terlihat. Laser dioda dapat diprogram untuk
mengirimkan pulsasi energi laser yang sangat pendek (mikropulsasi). Setiap pulsasi
terdiri atas mode on yang singkat untuk menyalurkan energi dan mode off yang lebih
lama sehingga memberikan kesempatan pada jaringan sasaran untuk mendingin. Untuk
makulopati diabetik, terapi laser mikropulsasi sama efektifnya dengan laser hijau. Pada
kebanyakan kasus tidak ada jaringan parut yang terlihat, membuat terapi ini semakin
sulit dikerjakan. Secara teori, daerah-daerah yang rusak cenderung menurun
progresivitas perluasannya, tetapi hal ini masih harus dipastikan n (Crick et al., 2003).
Terapi yang paling efektif untuk neovaskularisasi iris dan retina adalah
fotokoagulasi panretina (PRP) yang biasanya mencakup seluruh retina, kecuali daerah di
dalam jalur vaskular temporal, dengan bakaran diameter 200-500µm terpisah sejarak 5 -
1 kali diameter gambaran. PRPR memerlukan sedikitnya 2000 dan terkadang 6000 atau
bakaran lebih, biasanya diberikan dalam dua sesi atau lebih dengan selang waktu 1 -2
minggu. Kadang diperlukan anestesi retrobulbar, peribulbar atau subtenon terutama bila
daerah-daerah retina harus dilaser ulang akibat neovaskularisasi rekuren atau sulit
ditangani.
Terapi dibuat bertahap untuk mengurangi insidens, uveitis, edema makula, abl asio
retina eksudatif dan bahkan mendangkalnya BMD yang menyebabkan penutupan sudut
sekunder. Jika edema makula cukup besar, biasanya dilakukan fotokoagulasi makula
fokal sebelum atau bersama dengan PRP untuk menghindari bertambahnya edema.
Penyuntikan triamcinolone intravitreal atau ke dasar orbita dapat mencegah edema
makula rebound setelah PRP. Saat ini penggunaanya hanya terbatas untuk pasien yang
dilakukan PRP dan laser makula pada waktu bersamaan (Vaughan dan Asbury, 2014).
Penggunaan PRP yang tepat sangat efektif dalam menimbulkan regresi
neovaskulariasi. Mekanisme kerja yang pasti masih belum ditetapkan, tetapi penurunan
derajat iskemia retina dan bekurangnya pembentukan zat vasostimulatif yang berdifusi
diduga berperan penting. Setelah dilakukan PRP, didapatkan penunrunan aliran darah
mata, yang mengisyaratkan adanya penurunan kebutuhan oksigen di retina. Jenis laser
yang digunakan tampaknya tidak mempengaruhi efikasi PRP, tetapi sifat -sifat tertentu
dapat berguna dalam pengobatan, misalnya penggunaan laser inframerah dioida lebih
mudah pada perdarahan vitreus (Vaughan dan Asbury, 2014).
PRP tidak menyebabkan regresi pada fibrosis yang menyertai neovaskularisasi
retina, fibrosis ini dapat menyebabkan ablasio retina traksional. Lebih lanjut, PRP dapat
dihambat oleh perdarahan vitreus. Dengan demikian, PRP harus dilakukan segera setelah
tanda-tanda risiko tinggi timbul. Tanda-tanda ini mencakup setiap neovaskulariasi diskus
yang disertai perdarahan vitreus atau praretina, neovaskularisasi diskus yang sig nifikan,
dan neovaskularisasi yang signifikan di bagian retina mana pun dengan perdar ahan
vitreus atau praretina. Terapi laser sangat efektif dalam mencegah kebutaan pada pasien
diabetes sehingga diperlukan suatu program skrining yang efektif untuk mendete ksi lesi
yang dapat diterapi (Vaughan dan Asbury, 2014).

2. Oklusi Vena Sentralis Retina


Penyakit ini menimbulkan gambaran fundus klasik berupa edema diskus, dilatasi
vena yang mencolok dan perdarahan retina yang hampir konfluens. Walaupun perubahan
ini dapat berkembang menjadi neovaskularisasi retina, perdarahan vitreus dan fibrosis,
komplikasi yang lebih umum adalah terjadinya rubeosis iridis dengan glaukoma
neovaskular. Apabila angiografi fluoresen mempelihatkan iskemia retina yang parah,
kemungkinan terjadinya komplikasi ini adalah sebesar 60%. Pada glaukoma neovaskular,
zat-zat yang dihasilkan oleh retina iskemik berdifusi ke depan dan merangsang
pembentukan suatu membran fibrovaskular yang tumbuh melintasi permukaan iris dan
menutupi anyaman trabekular. Akibatnya, terjadi glaukoma yang ditandai tekanan yang
sangat tinggi, nyeri dan sangat resisten terhadap terapi medis dan bedah sehingga
mungkin diperlukan tindakan enukleasi mata yang buta dan nyeri tersebut, PRP seperti
yang dijelaskan sebelumnya pada terapi RDP lebih disukai dengan laser kriptom merah
atau laser dioda inframerah untuk menghindari fibrosis praretina yang terjadi akibat
penyerapan panas oleh perdarahan dapat sangat mengurangin insiden glaukoma
neovaskular pada oklusi vena sentralis iskemik. PRP paling efektif dilakukan setelah
adanya neovaskularisasi iris, tetapi sebelum glaukoma neovaskular terjadi. Bila
glaukoma neovaskular sudah terjadi, fotokoagulasi panretina yang adekuat biasanya akan
menyebabkan regresi neovaskularisasi di segmen anterior, memungkinkan glaukoma
untuk dikontrol secara medis atau dengan tindakan bedah. Terlebih jika glaukoma
diukuti dengan edema kornea, miosis atau hifema maka PRP tidak dapat dilakukan dan
hanya dapat digunakan sitofotokoagulasi atau enukleasi. Karena alasan ini, PRP
profilaksis mungkin dianjurkan pada semua kasus oklusi vena sentralis retina iskemik.
Defek pupil aferen relatif, visus 20/200 atau kurang, dan adanya bercak cotton wool
multipel di retina merupakan tanda kuat adanya iskemia yang cukup p arah yang
mengindikasikan PRP profilaksis. Elektroretinografi dan angiografi fluoresein dapat
memberi lebih banyak petunjuk jika diperlukan (Vaughan dan Asbury, 2014).
Terapi laser pada edema makula akibat oklusi vena sentralis retina biasanya tidak
efektif, tetapi dipertimbangkan bagi pasien yang berusia <50 tahun. Terapi laser macular
grid setelah terapi antiangiogenesis atau streoid intravitreal mungkin bermanfaat
(Vaughan dan Asbury, 2014).
3. Oklusi Vena Retina Cabang
Kelainan ini bervariasi mulai dari daerah kongesti dan perdarahan vena setempat
sampai kelainan hemiretina akibat oklusi bagian superior dan inferior vena sentralis.
Komplikasi utamanya adalah edema makula kronik (dengan atau tanpa eksudat) dan
neovaskularisasi retina yang diikuti oleh perdarahan vitreus. Karena risiko terjadinya
glaukoma neovaskular sangat kecil, tidak ada bukti yang membenarkan tindakan PRP
profilaksis, akan tetapi bila nanti timbul neovaskularisasi retina, terapi laser harus segera
dilakukan, sebelum perdarahan vitreus (Vaughan dan Asbury, 2014).
Fotokoagulasi laser argon hijau fokal dan grid-pattern, dengan mengobliterasi
daerah-daerah kebocoran di retina seperti yang diperlihatkan oleh angiografi fluoresein,
digunakan untuk mengatasi edema makula saat visus pasien < 20/40 dan telah lewat 3
bulan sejak terjadinya oklusi vena (Vaughan dan Asbury, 2014).

4. Robekan Retina
Robekan retina perifer biasanya diakibatkan pelepasan vitreus posterior yang
menyebabkan traksi vitreus. Pasien akan mengeluh melihat benda melayang ( floaters)
seperti titik secara mendadak. Robekan ini dapat menyebabkan ablasi retina, tapi bila
terdeteksi sebelum terjadi penimbunan cairan subretina, kelainan ini dapat dibatasi
dengan menempatkan bakaran laser berbentuk cincin ganda di sekelilingnya sehi ngga
terbentuk adhesi retina sekitarnya ke epitel pigmen retina. Dengan lensa kontak modern,
misalnya Superquad 160, adhesi ini dapat dicapai pada kebanyakan kasus dengan suatu
sistem penyalur laser menggunakan slitlamp. Pada sebagian kecil sisanya, perlu
dipertimbangkan terapi laser yang indirek. Tindakan bedah diperlukan bila telah terjadi
ablasi retina (Vaughan dan Asbury, 2014).

5. Degenerasi Makula dan Penyakit Terkait


Membran Bruch membentuk lapisan sawar antara epitel pigmen retina dan
koriokapilaris. Jika membran Bruch mengalami gangguan atau kerusakan, neovaskular
koroid dapat tumbuh di sepanjang celah di bawah epitel pigmen retina, mula -mula
menyebabkan pelepasan epitel pigmen eksudatif disertai distorsi dan edema retina di
atasnya yang kemudian menyebabkan perdarahan dan fibrosis di sertai destruksi fungsi
retina di bagian tersebut (Vaughan dan Asbury, 2014).
Terapi fotodinamik dapat digunakan pada neovaskularisasi koroid klasik yang
ditemukan di daerah subfovea. Penyuntikan intravena zat warna (vert eporfin), yang
diyakinin terlokalisasi di dalam neovaskular koroid, diikuti dengan sinar laser yang
membantu mengaktifkan zat warna tersebut, akan menyebabkan trombosis pada
pembuluh darah yang abnormal. Termoterapi transpupillar merupakan pilihan alternatif
yang masih diteliti untuk mengatasi neovaskularisasi koroid subfoveal. Dengan
menggunakan suatu laser dioda, energi yang relatif rendah ditembakkan ke seluruh lesi
secara perlahan dalam 60 detik. (Vaughan dan Asbury, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Bloom SM, Brucker AJ. Laser Surgery of the Posterior Segment. 2nd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 1997.

Vaughan dan Absury. 2014. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai