Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

GLAUKOMA ABSOLUT

Disusun oleh:
Mahbub El Hakeem A. 22004101038
Chikita Dearenca Hanovri D. 22004101039
Qurrota A’yun 22004101041

Dosen Pembimbing:
dr. Agustin Wijayanti, Sp.M

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA


RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM
MALANG 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul

”GLAUKOMA ABSOLUT”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas

Kepaniteraan Klinik Madya Ilmu Penyakit Mata di RSUD Mardi Waluyo.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Agustin Wijayanti, Sp.M

selaku dokter pembimbing yang telah membantu dan membimbing dalam

melaksanakan kepaniteraan serta dalam penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak

kekurangan. Kritik dan saran diharapkan guna menyempurnakan penulisan

kedepannya. Penulis berharap laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I.......................................................................................................................5

PENDAHULUAN...................................................................................................5

1.1 Latar Belakang..........................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6

1.3 Tujuan........................................................................................................6

1.4 Manfaat......................................................................................................6

BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................7

2.1 Identitas.....................................................................................................7

2.2 Anamnesis......................................................................................................7

2.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................9

2.4 Resume.........................................................................................................10

2.5 Diagnosis......................................................................................................10

2.6 Penatalaksanaan............................................................................................10

2.7 KIE...............................................................................................................11

2.8 Prognosa.......................................................................................................11

BAB III..................................................................................................................12
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................12

3.1 Glaukoma................................................................................................12

3.2 Epidemiologi...........................................................................................13

3.3 Fisiologi Pengeluaran Aquos Humor......................................................14

3.4 Klasifikasi Glaukoma..............................................................................15

3.5 Patofisiologi Glaukoma...........................................................................16

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................38

BAB V....................................................................................................................40

PENUTUP..............................................................................................................40
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos” yang berarti hijau

kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita

glaukoma. World Health Organization menyatakan bahwa glaukoma

merupakan penyebab kebutaan ketiga di dunia setelah katarak dan

trakoma. Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta

penduduk Amerika Serikat terkena Glaukoma, dan diantara kasus-kasus

tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami

kebutaan akibat glaukoma, termasuk 100.000 penduduk Amerika,

menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat

dicegah di Amerika Serikat (Vaughan, 2010)

Glaukoma merupakan kelainan mata yang berupa suatu neuropati

optikus yang ditandai dengan pencekungan diskus optikus dan

penyempitan lapang pandang dengan peningkatan tekanan intaokuler

sebagai faktor resiko utama. Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan

pada lapang pandang perifer pada tahap awal dan kemudian akan

mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat tidak bergejala

karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma dapat

dikendalikan jika dapat terdeteksi secara dini (Pertiwi, Freyiko, 2010)

Ada beberapa jenis glaucoma menurut etiologinya, glaukoma

dibagi menjadi 4 bagian; glaukoma primer, glaukoma sekunder, glaukoma

kongenital dan glaukoma absolut. Dari semua jenis glaukoma tersebut,


glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium akhir semua glaukoma

yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri

(Vaughan, 2010).

Tingginya angka glaukoma absolut ini mungkin disebabkan tidak

adanya gejala pada tahap awal penyakit dan kurangnya kepedulian

masyarakat akan kesehatan mata sehingga tidak pernah melakukan

pemeriksaan mata secara rutin. Hal ini menyebabkan sulitnya melakukan

deteksi dini pada penderita glaukoma sehingga saat penderita datang

berobat tajam penglihatan sudah sangat menurun bahkan buta (Vaughan,

2007).

1.2 Rumusan Masalah

2. Bagaimana definisi, etiopatologi, faktor resiko glaukoma absolut ?

3. Bagaimana penegakan diagnosa dan klasifikasi glaukoma absolut ?

4. Bagaimana penatalaksanaan kasus glaukoma absolut ?

1.3 Tujuan

1. Untuk memahami definisi, etiopatologi, faktor resiko glaukoma absolut.

2. Untuk memahami penegakan diagnosa dan klasifikasi glaukoma

absolut.

3. Untuk memahami penatalaksanaan kasus glaukoma absolut.

1.4 Manfaat

Menambah wawasan mengenai wawasan tentang ringkasan kasus

serta tinjauan pustaka mengenai glaukoma absolut sehingga dapat

mempermudah penulis dan pembaca untuk memahami penyakit glaukoma.


BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas

2.1.1 Identitas Pasien :

Nama : Ny. R

Usia : 52 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Sentul, Blitar

No. RM 20651988

Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 30 Maret 2021

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan utama

Mata kanan tidak dapat melihat dan mata kiri kabur sejak 2 hari yang lalu

2.2.2 Riwayat Penyakit sekarang

Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan

keluhan mata kiri kabur sejak 2 hari yang lalu. Mata kanan kabur sejak 1 tahun

yang lalu, terasa ada yang mengganjal dan seperti ada pasir di dalam mata kanan

dan cekot cekot di sekitar mata kanan. Pasien mengeluhkan tidak silau saat

terkena cahaya pada mata kanan. Penglihatan mata kanan semakin lama semakin

memburuk dan akhirnya tidak dapat melihat. Pasien rutin berobat ke poli mata,
keluhan cekot-cekot sudah membaik, namun tidak ada kemajuan pada

penglihatannya.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

 Keluhan serupa : disangkal

 Penyakit mata : disangkal

 Trauma mata :disangkal

 Riwayat Hipertensi: (+)

 Riwayat DM : (+)

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat gejala penyakit mata yang serupa pada anggota keluarga.

2.2.5 Riwayat Kebiasaan

Minum kopi (-) Rokok (-) Makanan Asin (-) Gorengan (-) Alkohol (-)

2.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga

Sosial ekonomi golongan menengah ke bawah.

2.2.7 Riwayat gizi

Makan teratur 3 kali sehari, dengan karbohidrat, lauk, dan sayur.

2.2.8 Riwayat Pengobatan

Pasien tidak pernah menjalani operasi mata. Pasien mengaku selama ini

berobat di rumah sakit Mardi Waluyo Blitar

2.2.9 Riwayat Alergi

Alergi terhadap obat-obatan, makanan, cuaca tertentu disangkal.


2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Cukup Baik

Kesadaran : Compos mentis, GCS : 456

2.3.3 Status Oftalmologis

Foto Oculi Dextra Foto Oculi Sinistra

Oculi dextra Oculi Sinistra

Orthopori Posisi Bola Mata orthopori

Gerak Bola Mata

0 Visus 6/120

Spasme (-), edema (-) Palpebra Spasme (-), edema (-)

CI (+), PCI (+) Conjungtuva CI (-), PCI (-)

Edema Cornea Jernih

Dalam COA Dalam

Rubeosis (+) Iris Rad. line (+)

Bundar sentral Pupil Bundar sentral

Keruh rata Lensa Jernih

Tidak diukur TIO Tidak diukur


2.4 Resume

Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan

keluhan mata kiri kabur sejak 2 hari yang lalu. Mata kanan kabur sejak 1 tahun

yang lalu, terasa ada yang mengganjal dan seperti ada pasir di dalam mata kanan

dan cekot cekot di sekitar mata kanan. Pasien tidak mengeluhkan silau saat

terkena cahaya pada mata kanan. Penglihatan mata kanan semakin lama semakin

memburuk dan akhirnya tidak dapat melihat. Pasien rutin berobat ke poli mata,

keluhan cekot-cekot sudah membaik, namun tidak ada kemajuan pada

penglihatannya.

Keadaan pasien cukup baik dengan kesadaran komposmentis.. Pada

pemeriksaan oftalmologis didapatkan adanya penurunan visus penglihatan pada

mata kanan (VOD: 0; VOS: 6/120). Pada pemeriksaan slit lamp OD didapatkan :

hiperemi, kornea edema, coa dalam, pupil bundar sentral, rubeosis, lensa keruh

rata. Pada pemeriksaan slit lamp OS didapatkan : tenang, kornea jernih, coa dalam

jernih, pupil bundar sentral, lensa jernih.

2.5 Diagnosis

- Working Diagnosa:

OD Glaukoma absolut

- Differential diagnosis:

• Acute closure angle

2.6 Penatalaksanaan

1. Isotic Adretor (Timolol Maleate) 0,25% 1(b x ODS)

2. Cendolyteers 1(ad lib x ODS)


3. KSR 10 (s x I)

4. Glaucon 30 (t x I)

2.7 KIE

Pada pasien atau keluarga pasien sebaiknya diberikan informasi bahwa

peningkatan tekanan bola mata dapat terjadi sewaktu-waktu. Untuk mencegah

kerusakan saraf mata lebih lanjut maka pasien di edukasi untuk tetap kontrol

secara rutin dan rajin menggunakan obat yang diberikan. Bila tekanan tidak dapat

dikendalikan dengan obat-obatan maka diusulkan untuk dilakukan

trabekulektomi.

2.8 Prognosa

OD
a. Ad vitam : malam
b. Ad functionam : malam
c. Ad sanactionam : malam

a. Ad vitam : bonam
b. Ad functionam : bonam
c. Ad sanactionam : bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Glaukoma

3.1.1 Definisi

Glaucoma merupakan kerusakan yang pada mata karena adanya

neuropati optikus, dan ditandai dengan menurunnya lapang pandangan.

Kriteria khusus glaucoma adalah peningkatan tekanan intraocular

(Intraocular Pressure/IOP) dimana menjadi patogenesis terjadinya

glaukoma. Terdapat dua kriteria glaukoma, yaitu glaukoma sudut terbuka

dan glaukoma sudut tertutup. Tipe lainnya dibedakan menjadi primer,

sekunder, kongenital dan absolut. Glaukoma primer dan sekunder dapat

disebabkan karena kombinasi mekanisme sudut terbuka dan sudut tertutup

(Dipiro, et al, 2008).

Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui

penyebabnya. Glaukoma primer sudut terbuka (primary open angle

glaucoma) biasanya merupakan glaukoma kronis, sedangkan glaukoma

primer sudut tertutup (primary angle closure glaucoma) bisa berupa

glaukoma sudut tertutup akut atau kronis. Glaukoma sekunder adalah

glaukoma yang timbul sebagai akibat dari penyakit mata lain, trauma,

pembedahan, penggunaan kortikosterois yang berlebihan atau penyakit

sistemik lainnya. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang ditemukan

sejak lahir, dan biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan di

mata tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan pembesaran

mata
bayi. Di samping itu terdapat glaukoma dengan kebutaan total disebut juga

sebagai glaucoma absolut (Sari, et al, 2016).

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma

(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola

mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Glaukoma absolut merupakan

stadium terakhir pada glaukoma primer yang tidak dioabti ataupun gagal

dalam pemberian terapi.

3.2 Epidemiologi

Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan

yang tertinggi, 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita

glaukoma. Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun

jarang. Pria lebih banyak diserang daripada wanita (Vaughan, 2010).

Menurut Quigley H.A dan Broman A. T pada Journal The Number

of People with Glaukoma Worldwide in 2010 and 2020, terdapat 60,5 juta

orang dengan OAG dan ACG pada tahun 2010, meningkat menjadi

79.600.000 pada tahun 2020, dan dari jumlah ini, 74% diperkirakan OAG.

Perempuan menduduki 55% dari OAG, 70% dari ACG, dan 59% dari semua

jenis glaukoma pada tahun 2010. Terdapat 47% wanita Asia yang menderita

Glaukoma dan 87% dari mereka dengan ACG. Glaukoma Absolut terjadi

pada 4,5 juta orang dengan OAG dan 3,9 juta orang dengan ACG pada

tahun 2010, diperkirakan meningkat menjadi 5,9 dan 5,3 juta orang pada

tahun 2020 (Quigley, 2006).


3.3 Fisiologi Pengeluaran Aquos Humor

Humor aquos merupakan cairan transparan yang mengisi ruang

anterior dan posterior bilik mata, yang disekresikan oleh epitel

nonpigmen dari badan siliar. Humor aquos merupakan sumber nutrisi

utama bagi lensa, kornea dan membantu pengeluaran produk-produk

sisa metabolisme.

Humor aquos disekresikan oleh epitel siliar yang membatasi tepi

prosesus siliaris dan mengalir masuk ke dalam bilik mata belakang.

Aliran humor aquos dimulai dari bilik mata belakang kemudian

melewati pupil memasuki bilik mata depan dan selanjutnya akan

dikeluarkan melalui aliran trabekular (trabecular outflow) ataupun

aliran uveosklera (uveoscleral outflow). Jalur konvensional akan

mengalirkan humor akuos melalui anyaman trabekula, kanal schlemm,

jaringan intrasklera serta menuju vena episklera dan vena konjungtiva.

Jalur non-konvensional humor akuos akan mengalir melewati akar

iris, di antara serabut serat otot siliaris kemudian menuju ke jaringan

suprakoroid-sklera (Stamper RL, 2009).

Jalur trabekular memiliki kontribusi sebesar 70% hingga 90%

pada proses pengeluaran humor akuos dari bola mata, dan 5% hingga

30% sisanya meninggalkan bola mata melalui jalur uveosklera.

Jumlah aliran humor akuos akan menurun seiring dengan

bertambahnya usia. Jalur uveosklera relatif tidak tergantung kepada

tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi

karena terdapat penurunan aliran keluar jalur uveosklera dan

peningkatan tahanan
aliran keluar jalur trabekular. (Braunger BM, 2015 ; Mayordomo et al,

2015)

Gambar 1. Mekanisme Pengeluaran Aquous Humor

3.4 Klasifikasi Glaukoma

3.4.1 Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi

Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut :

1. Glaukoma Primer

- Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simplek)

- Glaukoma sudut sempit

2. Glaukoma kongenital

- Primer atau infantile

- Menyertai kelainan kongenital lainnya

3. Glaukoma sekunder

- Perubahan lensa

- Kelainan uvea

- Trauma

- Bedah
- Rubeosis

- Steroid dan lainnya

4. Glaukoma absolut

3.5 Faktor Resiko Glaukoma

Menurut Ilyas (2007) beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan

glaukoma :

1. Sirkulasi darah dan regulasi

2. Fenomena autoimun

3. Degenerasi primer sel ganglion

4. Usia diatas 45 tahun

5. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma

6. Pasca bedah dengan hifema

7. Ras

8. Hipertensi

9. Diabetes melitus

3.6 Patofisiologi Glaukoma

1. Glaukoma Primer

Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan

kelainan yang merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini

didapatkan pada orang yang memilik bakat bawaan glaukoma

seperti : (Ilyas & Yulianti, 2017)

 Gangguan pengeluaran cairan mata atau anatomi bilik mata

yang menyempit
 Kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata (goniodisgenesis),

berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis

Glaukoma sudut primer dibagi menjadi dua yaitu :

A. Glaukoma primer sudut tertutup (sempit)

Disebut sudut tertutup karena ruang anterior menyempit

sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan

trabecular meshwork dan menghambat humor aqueous

mengalir ke saluran Schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat

karena peningkatan tekanan vitreus. Penempelan iris

menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan

terjadi kebutaan dan nyeri hebat. Glaukoma sudut tertutup

adalah glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata

depan yang tertutup, bersifat bilateral, herediter. Sudut sempit

dengan hypermetropia dan bilik mata dangkal. Gejala yang

dirasakan pada pasien seperti : (Vaughan, 2010)

 Tajam penglihatan kurang (kabur mendadak)

 Nyeri hebat periorbita

 Pusing

 Mual muntah

 Mata merah, bengkak, berair

 Melihat halo (pelangi disekitar objek)

Pada pemeriksaan oftalmologi dapat ditemukan :


 Injeksi silier yang lebih hebat di dekat limbus kornea-sklera

dan berkurang kearah forniks

 Mild dilatasi pupil dan reflek pupil negative

 Kornea tampak edema dan keruh

 Kamera okuli anterior sempit

 TIO meningkat

 Visus sangat turun hingga 1/300

 Lapang pandang menyempit

 Diskus optikus terlihat merah dan bengkak

Gambar 2. Gambar glaukoma sudut tertutup

B. Glaukoma primer sudut terbuka

Merupakan sebagian besar glaukoma (90-95%) yang

meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan

berkembang lambat. Disebut sudut terbuka karena humor

aquos mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabecular.

Pengaliran dihambat karena perubahan degenerative jaringan

trabecular. Mekanisme glaukoma sudut terbuka ini disebabkan

karena jaringan trabekulum yang sempit sehingga aquos

humor tidak
bisa leluasa untuk melewati trabekulum. Karakteristik

glaukoma primer sudut terbuka (Ilyas dan Yulianti, 2017) :

 Onset dewasa

 TIO > 21 mmHg

 Ada gambaran sudut bilik mata depan terbuka

 Ada kerusakan papil nervus optikus glaukomatosa

 Gangguan lapang pandang

Gejala yang ditimbulkan biasanya bersifat progresif dan

sering kali tidak menimbulkan keluhan. Gejala yang

munkin timbul adalah :

 Glaukoma kronis biasanya baru menimbulkan gejala

jika terjadi penurunan lapang pandang yang nyata.

Hal ini disebabkan karena penurunan lapang

pandang dimulai dari daerah nasal yang biasanya

sulit dideteksi karena terdapat kompensasi dari mata

sisi sebelahnya. Gejala yang terjadi seperti :

 Sakit kepala

 Sakit mata

 Adanya halo/pelangi disekitar lampu

 Riwayat penyakit mata merah, gangguan lapang

pandang, katarak, uveitis, retinopati diabetic, oklusi

vascular dan trauma


Gambar 2. Glaukoma sudut terbuka

2. Glaukoma Sekunder

Glaukoma yang diketahui karena peningkatan TIO yang

terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lainnya.

Glaukoma yang timbul akibat kelainan didalam bola mata

meliputi (Ilyas dan Yulianti, 2017) :

 Kelainan lensa (katarak imatur, khipermatur dan

dislokasi lensa)

 Kelainan uvea (uveitis anterior)

 Trauma (hifema)

 Pasca bedah (blockade pupil, goniosinekia)

3. Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital adalah penyumbatan pengaliran

keluar cairan mata oleh sududt bilik mata yang terjadi

akibat kelainan kongenital. Kelainan kongenital ini

disebakan akibat adanya membran yang menutupi bilik

mata depan saat perkembangan bola mata, kelainan

pembentukan kanal schlem dan saluran keluar cairan mata

yang tidak terbentuk


sempurna. Gejala klinis antara lain (Ilyas dan Yulianti,

2010):

 Mata berair berlebihan

 Peningkatan diameter kornea

 Kornea berawan karena edema epitel, terpisah atau

robeknya membrane descement

 Fotofobia

 Peningkatan tekanan intraocular

 Peningkatan kamera okuli anterior

 Pencekungan diskus optikus

4. Glaukoma Absolut

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma

dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola

mata akan memberikan gangguan lebih lanjut. Pada

glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata

dangkal, papil atrofi frngan eksvakasi glaukomatosa, mata

keras seoerti batu dan disertai rasa sakit. Biasanya mata

akan mengalami kebutaan dan mengakibatkan

penyumbatan pembuluh darah seingga menimbulkan

penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini

memberikan rasa sakit akibat timbulnya glaukoma

hemoragik. Pada glaukoma absolut dapat ditemukan

 Kebutaan total

 Mata lelah
 Kornea keruh

 Bilik mata depan dangkal

 Papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa

 Mata keras seperti batu

 Nyeri periorbita

 Timbul penyulit berupa neovaskularisasi iris

Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan

memberikan sinar beta pada badan silier untuk menekan

fungsi badan silier, alkohol retrobulbar atau melalukakn

pengangkatan bola mata akrena mata lelah tidak

berfungsi dan memberikan rasa sakit (Ilyas dan

Yulianti, 2017).

3.7 Manifestasi Klinis Glaukoma Absolut

Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis

glaukoma secara umum yakni yang didapatkan adalah terdapat tanda-

tanda glaukoma yakni kerusakan papil nervus II dengan predisposisi

TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang berbeda dari glaukoma

lain adalah pada penderita glaukoma absolut visusnya nol dan light

perception negatif. Apabila masih terdapat persepsi cahaya maka

belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma absolut. (Ilyas, 2013)

Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah

penurunan visus tersebut, namun demikian dapat ditemukan gejala

lain dalam riwayat pasien. Rasa pegal di sekitar mata dapat

diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata akibat TIO

yang tinggi. Gejala-


gejala dari POAG dan PACG seperti nyeri, mata merah, dan halo

dapat ditemukan juga. (Ilyas, 2013)

Meskipun bentuk awalnya berupa glaukoma terkompensasi

ataupun glaukoma tak terkompensasi, namun gambaran akhirnya

sama. Pada glaukoma absolut fungsi badan siliaris dalam

memproduksi aqueous humor normal, tetapi aliran keluar terhambat.

Sehingga TIO meningkat dan menyebabkan nyeri dan nyeri pada

kebutaan. Mata terasa nyeri dan terdapat nyeri tekan, namun

gambaran nyeri yang menyiksa pada jenis akut tak terkompensasi

tidak ada lagi. Terdapat hiperemia difus dari pembuluh darah pada

konjungtiva dan sklera. Kornea jarang keruh namun menjadi baal dan

mengalami variasi perubahan degeneratif, yang paling sering keratitis

bulosa.

Bilik anterior menjadi sangat sempit dan terdapat adhesi

anterior berbentuk cincin yang merupakan adhesi antara permukaan

posterior kornea dengan permukaan anterior iris, umumnya

melibatkan seluruh sekeliling sepertiga bagian tepi iris. Iris sangat

atrofik dan mengandung banyak pembuluh darah baru, baik radikal

maupun sirkular, pada stroma bagian superfisial dan profunda,

keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat terjadinya glaukoma

hemoragik. Berkaitan dengan atrofi stroma, terdapat kecenderungan

derajat berat ektropion dari teoi pupil yang berpigmen. Adhesi antara

iris dan lensa kadang terjadi dan sering terbentuk pembuluh darah

baru pada adhesi fibrin ke permukaan anterior lensa. Pupil sangat

dilatasi, ireguler, dan


imobil. Kekeruhan total lensa dapat terjadi, umunya diikuti perubahan

degeneratif calcareous (calcareous degenerativer changes).

3.8 Penegakan Diagnosa Glaukoma Absolut

1. Anamesis

a. Keluhan utama

b. Keluhan penyerta

c. Riwayat penyakit sekarang

 Glaukoma primer sudut terbuka : penurunan ketajaman

penglihatan, penglihatan progresif, sakit kepala, sakit

mata, halo/pelangi disekitar lampu.

 Glaukoma primer sudut tertutup : penurunan ketajaman

penglihatan mendadak, nyeri hebat preorbital, pusing,

mual muntah, mata merah, bengkak, berair,

halo/pelangi disekitar lampu

 Glaukoma sekunder : keluhan mengarah pada

penyakit/keadaan lain yang dapat menjadi penyebab

peningkatan TIO

 Glaukoma kongenital : mata berair berlebihan, biola

mata membesar, silau, bayi tidak tahan sinar matahari

 Glaukoma absolut : kebutaan total, mata lelah, mata

keras seperti batu, nyeri preorbital

d. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat penyakit mata seperti mata merah, gangguan

lapang pandang, katarak, uveitis, retinopati diabetic,

oklusi vascular dan trauma.

 Riwayat penyakit dahulu seperti operasi mata

 Riwayat penyakit sistemik hipertensi, DM, penyakit

CVS

e. Riwayat penyakit keluarga

Glaukoma, miopi, penyakit CVS, DM migraine, hipertensi,

vasospasme

f. Riwayat pengobatan

Anti hipertensi dan steroid topical

g. Riwayat alergi

3.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Visus

Pemeriksaan visus bukan merupakan pemeriksaan khusus

glaukoma. Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light

perception negatif, hal ini disebabkan kerusakan total papil N.II.

Papil N.II yang dapat dianggap sebagai lokus minoris pada dinding

bola mata tertekan akibat TIO yang tinggi, oleh karenanya terjadi

perubahan- perubahan pada papil N.II yang dapat dilihat melalui

funduskopi berupa penggaungan.

2. Tonometri

Tekanan intraokular pada glaukoma absolut dapat tinggi

atau normal. Tekanan normal dapat terjadi akibat kerusakan

corpus
ciliaris, sehingga produksi aqueus turun. Hal ini bisa terjadi pada

penderita dengan riwayat uveitis. TIO tinggi lebih sering

ditemukan pada penderita glaukoma. Dikatakan tekanan tinggi

apabila TIO > 21 mmHg (Vaughan, 2010).

3. Camera Oculi Anterior (dengan Penlight atau Gonioskopi)

Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal

atau dalam, tergantung kelainan yang mendasari. Pemeriksaan

dilakukan untuk mengetahui kelainan tersebut. Dari riwayat

mungkin didapatkan tanda-tanda serangan glaukoma akut pada

pasien seperti nyeri, mata merah, halo, dan penurunan visus

mendadak. Dengan sudut terbuka mungkin pasien mengeluhkan

penyempitan lapang pandang secara bertahap.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan penlight ataupun

gonioskopi. Dengan penlight COA dalam ditandai dengan semua

bagian iris tersinari, sedangkan pada sudut tertutup iris terlihat

gelap seperti tertutup bayangan. Pemeriksaan gonioskopi dapat

menilai kedalamaan COA. Penilaian dilakukan dengan

memperhatikan garis-garis anatomis yang terdapat di sekitar iris.

Penilaian berdasarkan klasifikasi Shaffer dibagi menjadi 5 tingkat,

dengan tingkat 4 sebagai COA yang normal yang dalam,

sedangkan tingkat nol menunjukkan sudut mata sempit.

Tabel 1. Klasifikasi Shaffer berdasarkan kedalaman sudut

Klasifikasi Tertutup Intepretasi


Grade 0 Tertutup
Grade slit Hanya terbuka beberapa Kemungkinan beresiko
derajat tertutup
Grade I 10o Beresiko tertutup
Grade II 20o Observasi
Grade III 30o Tidak ada resiko sudut
tertutup
Grade IV 40o Tidak ada resiko sudut
tertutup

4. Optalmoskopi

Pemeriksaan fundus mata. khususnya untuk memperhatikan

papil syaraf optik. Pada papil syaraf optik dinilai warna papil

syaraf optik dan lebarnya ekskavasio.

Pada glaukoma absolut terjadi mikro-aneurisma yang

berlebihan pada pembuluh darah retina. Perubahan pada retinadan

korpus vitreus sering terjadi. Pada tahap awal glaukoma sudut

terbuka discus opticus masih normal dengan C/D ratio sekitar 0,2.

Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan rasio C/D menjadi

sekitar 0.5. Semakin lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi

perubahan pada penampakan vaskuler sentral yakni nasalisasi,

bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf di

sekitar papil. Pada tahap akhir C/D ratio mejadi 1.00, di mana

semua jaringan diskus neural rusak.


Gambar 3. Perubahan papil N.II pada pemeriksaan funduskopi

3.10 Penatalaksanaan Glaukoma Absolut

Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya

keluhan. Ketika terdapat sudut tertutup oleh karena total sinekia dan tekanan bola

mata yang tidak terkontrol, maka kontrol nyeri menjadi tujuan terapetik yang

utama. Penatalaksanaan glaukoma absolut dilakukan dengan beberapa cara (Olver,

2005) :

1. Medikamentosa

Jika tak menimbulkan rasa sakit, dibiarkan saja. Pengobatan pada

umumnya simptomatis. Tekanan bola mata yang tinggi diturunkan denagn

diamox, pilokarpin, sedangkan untuk rasa sakitnya diberikan analgetika dengan

sedativa. (wijana, 2007)

Namun bagaimanapun, dengan pemberian terapi ini, jika berkepanjangan,

akan terdapat potensi komplikasi. Oleh karena itu, pada glaukoma absolut,

pengobatan untuk menurunkan TIO seperti penghambat adenergik beta, karbonik

anhidrase topikal, dan sistemik, agonis adrenergik alfa, dan obat-obatan

hiperosmotik serta mencegah dekompensasi kornea kronis harus dipertimbangkan.

1. Prostaglandin analog
a. Latanaprost (Xalatan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari.

Obat ini mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan

dapat menurunkan TIO sebesar 25-32%. Efek samping yang

ditimbulkan pada mata adalah meningkatkan pigmentasi iris,

hipertrikosis, penglihatan kabur, keratitis, uveitis anterior,

konjungtiva hiperemis, reaktivasi keratitis herpes, sedangkan efek

samping sistemik adalah gejala seperti flu, nyeri sendi dan otot,

sakit kepala.

b. Travoprost (travatan) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,004%

dengan dosis pemakaian 4 kali sehari dan efeknya sama dengan

latanoprost yaitu meningkatkan aliran uveoskleral dan menurunkan

TIO sebesar 25-32%. Efek samping yang ditimbulkan pada mata

adalah meningkatkan pigmentasi iris, hipertrikosis, penglihatan

kabur, keratitis, uveitis anterior, konjungtiva hiperemis, reaktivasi

keratitis herpes, sedangkan efek samping sistemik adalah gejala

seperti flu, nyeri sendi dan otot, sakit kepala.

c. Bimanoprost (lumigan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari.

Obat ini mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan

trabekular serta dapat menurunkan TIO sebesar 27-33%. Efek

samping sama dengan latanaprost.

d. Unoprostone (rescula) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,15% dan

dosis pemakaian 2 kali sehari. Obat ini mempunyai efek untuk

meningkatkan aliran trabekular serta dapat menurunkan TIO

sebesar 13-18%. Efek samping sama dengan latanoprost.


2. β-Adrenergic antagonist ( β-bloker )

a. Nonselektif

i. Timolol maleate (timoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi

0,25%, 0,5% dan dosis pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu

menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO 20-30%.

Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah

kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi

sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok

jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.

ii. Timolol-LA (istalol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5%

dan dosis pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan

produksi akuos dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun

efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan,

iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek

samping sistemik adalah bradikardi, blok jantung,

bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.

iii. Timolol hemihydrate (betimol) : obat ini mempunyai

konsentrasi 0,5% dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya

yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO

sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada

mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis

punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah

bradikardi, blok jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi

SSP.
iv. Levobunolol (betagan) : obat ini mempunyai konsentrasi

0,25%, 0,5% dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya

yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO

sebesar 20- 30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada

mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis

punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah

bradikardi, blok jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi

SSP.

v. Metipranolol (optipranolol) : obat ini mempunyai konsentrasi

0,3% dan dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu

menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO sebesar 20-

30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah

kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi

sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok

jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.

vi. Carteolol hydrochloride (ocupress) : obat ini mempunyai

konsentrasi 0,1% dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efek

samping sistemik adalah intrinsik simapatomimetik.

b. Selektif

Betaxolol (betoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25% dan

dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi

akuos dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping

yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi

kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik

adalah komplikasi paru-paru.


3. Adrenergic agonist

i. Epinefrin (epifrin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5%, 1%,

2% dan dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan

aliran akuos dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek

samping yang ditimbulkan pada mata adalah iritasi, konjungtiva

hiperemis, retraksi kelopak mata, midriasis dan lain-lain sedangkan

efek samping sistemik adalah hipertemsi, sakit kepala, ekstrasistole.

ii. Dipivefrin HCl (propin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,1% dan

dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran

akuos dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping

yang ditimbulkan pada mata adalah iritasi, konjungtiva hiperemis,

retraksi kelopak mata, midriasis dan lain-lain.

4. β2-Adrenergik agonist

a. Selektif.

 Apraclonidin HCl (iopidin) : obat ini mempunyai

konsentrasi 0,5%, 1% dan dosis pemakaian 2-3 kali sehari.

Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos, menurunkan

tekanan vena episkleral dan menurunkan TIO sebesar 20-

30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata

adalah iritasi, iskemia, alergi, retraksi kelopak mata,

konjungtivitis folikularis dan lain-lain sedangkan efek

samping sistemik adalah hipotensi, kelelahan, hidung dan

mulut kering, vasovagal attack.

b. Sangat selektif
i. Brimonidine tartrate 0,2% (alphagan) : obat ini mempunyai

konsentrasi 0,2% dan dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya

yaitu menurunkan produksi akuos, meningkatkan alairan

uveoskleral dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun

efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan,

edem kelopak mata, kekeringan, sensasi benda asing,

sedangkan efek samping sistemik adalah sakit kepala,

hipotensi, kelelahan, insomnia dan lain-lain.

ii. Brimonidine tartrate in purite 0,15% (alphagan P) : obat ini

mempunyai konsentrasi 0,15% dan dosis pemakaian 2-3 kali

sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos,

meningkatkan aliran uveoskleral dan menurunkan TIO sebesar

20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata

adalah kekaburan, edem kelopak mata, kekeringan, sensasi

benda asing, sedangkan efek samping sistemik adalah sakit

kepala, hipotensi, kelelahan, insomnia dan lain-lain, kecuali

pada pasien yang alergi pada alphagan.

5. Parasympatomimetic (miotic) agents

a. Agonist kolinergik (direct acting)

Pilocarpin HCl (isoptocarpine) : obat ini mempunyai konsentrasi

0,2-10% dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu

meningkatkan aliran trabekular, menurunkan TIO melalui

kontraksi otot siliaris, kontraksi tersebut menarik taji sklera dan

menyebabkan anyaman trabekular teregang dan terpisah. Jalur

cairan terbuka dan


aliran keluar akuos meningkat. Obat ini merupakan langkah

pertama dalam terapi glaukoma. Dosis dan frekuensi pemberiannya

disesuaikan dengan individu. Peningkatan konsentrasi dan interval

dosis bisa memperbaiki respon yang inadekuat dan menurunkan

TIO sebesar 15-25%. Adapun efek samping pada mata adalah

sinekia posterior, keratitis, miosis, miopia dan lain-lain. Sedangkan

efek sistemiknya adalah meningkatkan salivasi, meningkatkan

sekresi gaster.

b. Anti kolinesterase agent (indirect acting)

Echothiopate iodide (phospholine iodide) : obat ini mempunyai

konsentrasi 0,125% dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya

yaitu meningkatkan aliran trabekular dan menurunkan TIO sebesar

15-25%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah

miopia, katarak, epifora dan lain-lain, sedangkan efek samping

sistemik adalah meningkatkan salivasi, meningkatkan sekresi

gaster.

6. Carbonic anhidrase inhibitors

a. Oral

i. Asetazolamide (diamox) : obat ini mempunyai konsentrasi

62,5, 125 dan 250mg dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari.

Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos. Acetazolamide

bekerja pada badab siliaris dan mencegah sintesis bikarbonat.

Ini menyebabkan penurunan transport natrium dan

pembentukan akuos karena transport bikarbonat dan natrium

saling berkaitan. Acetazolamide diberikan secara oral, tetapi

obat ini terlalu toksik


untuk penggunaan jangka panjang dan menurunkan TIO

sebesar 15-20%. Adapun efek samping sistemiknya adalah

asidosis, depresi, latargi dan lain-lain.

ii. Metazolamide (metazane) : obat ini mempunyai konsentrasi 25,

50 dan 100mg dan dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya

yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO

sebesar 15-20%. Adapun efek samping sistemiknya adalah

asidosis, depresi, latargi dan lain-lain.

b. Topikal

Dorzolamide (trusopt) : obat ini mempunyai konsentrasi 2% dan

dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Dorzolamide merupakan inhibitor

aktif carbonic anhidrase (CA-2) yang diberikan topikal.

Dorzolamide dapat digunakan tersendiri pada pasien dengan

kontraindikasi beta bloker. Efeknya yaitu osmotic gradient

dehydrates vitreous dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun

efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah miopia,

penglihatan kabur, keratitis, konjungtuvitis.

7. Hiperosmotic agents

a. Mannitol parenteral (osmitrol) : obat ini mempunyai konsentrasi

20% soln dan 50% soln dan dosis pemakaian 2gr/kgBB. Efeknya

yaitu osmotic gradient dehydrates vitreous dan menurunkan TIO

sebesar 15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada

mata adalah TIO rebound sedangkan efek samping sistemik adalah

retensi urin, sakit kepala, gagal jantung kongestif dan lain-lain.


b. Gliserin (oral) : obat ini mempunyai konsentrasi 50% dan dosis

pemakaian 2gr/kgBB. Efeknya yaitu osmotic gradient dehydrates

vitreous. Adapun efek samping pada mata adalah TIO rebound

sedangkan efek samping sistemik adalah retensi urin, sakit kepala,

gagal jantung kongestif dan lain-lain.

2. Prosedur Siklodestruktif

Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan bagian

dari epitel sekretorius dari siliaris. Indikasi utamanya adalah jika terjadinya gejala

glaukoma yang berulang dan tidak teratasi dengan medikamentosa., biasanya

berkaitan dengan glaukoma sudut tertutup dengan synechia permanen, yang gagal

dalam merespon terapi. Ada 2 macam tipe utama yaitu : cyclocryotherapy dan

cycloablasi laser dgn Nd:YAG.

Cyclocryotherapy dapat dilakukan setelah bola mata dianaestesi lokal

dengan injeksi retrobulbar. Prosedur ini memungkinkan terjadinya efek penurunan

TIO oleh karena kerusakan epitel siliaris sekretorius, penurunan aliran darah

menuju corpus ciliaris, atau keduanya. Hilangnya rasa sakit yang cukup berarti

adalah salah satu keuntungan utama cyclocryotheraphy.

Dengan Cycloablasi menggunakan laser Nd:YAG, ketika difungsikan,

sinar yang dihasilkan adalah berupa sinar infrared. Laser YAG dapat menembus

jaringan 6 kali lebih dalam dibandingkan laser argon sebelum diabsorbsi, hal ini

dapat digunakan dalam merusak trans-sklera dari prosesus siliaris.


3. Injeksi alkohol

Nyeri pada stadium akhir dari glaukoma dapat dikontrol dengan kombinasi

atropin topikal dan kortikosteroid atau dilakukan cyclocryotheraphy. Namun

demikian, beberapa menggunakan injeksi alkohol retrobulbar 90% sebanyak 0,5

ml untuk menghilangkan nyeri yang lebih lama. Komplikasi utama adalah

blepharptosis sementara atau ophtalmoplegia eksternal.

4. Enukleasi bulbi

Salah satu tehnik operasi mata adalah enukleasi yaitu dengan melakukan

pembedahan pada area mata dengan tujuan mengangkat bola mata dengan

memotong jaringan-jaringan dan syaraf yang ada didalamnya. Enukleasi dapat

dilakukan dengan pertimbangan jika bola mata sudah mengalami kerusakan total

dan tidak memungkinkan untuk mengembalikan keadaan anatomi seperti semula.


BAB IV

PEMBAHASA

Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan

keluhan mata kiri kabur sejak 2 hari yang lalu. Mata kanan kabur sejak 1 tahun

yang lalu, terasa ada yang mengganjal dan seperti ada pasir di dalam mata kanan

dan cekot cekot di sekitar mata kanan. Pasien mengeluhkan tidak silau saat

terkena cahaya pada mata kanan. Penglihatan mata kanan semakin lama semakin

memburuk dan akhirnya tidak dapat melihat. Pasien rutin berobat ke poli mata,

keluhan cekot-cekot sudah membaik, namun tidak ada kemajuan pada

penglihatannya.

Keadaan pasien cukup baik dengan kesadaran komposmentis.. Pada

pemeriksaan oftalmologis didapatkan adanya penurunan visus penglihatan pada

mata kanan (VOD: 0; VOS: 6/1/20). Pada pemeriksaan slit lamp OD didapatkan :

hiperemi, kornea edema, coa dalam, pupil bundar sentral, rubeosis, lensa keruh

rata. Pada pemeriksaan slit lamp OS didapatkan : tenang, kornea jernih, coa dalam

jernih, pupil bundar sentral, lensa jernih.

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik terhadap pasien dapat

disimpulkan diagnose kerja OD Glaukoma absolut dengan alasan adanya

penurunan visus secara bertahap hingga tidak dapat melihat sama sekali, kornea

kanan keruh tipis, serta terjadi peningkatan TIO.

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik yang ditandai oleh tekanan

tinggi intra ocular, atrofi papil saraf optik dan mengecilnya lapang pandang.

Penurunan visus bertahap kemungkinan terjadi karena gangguan pada saraf optic

yang terjadi akibat adanya peningkatan TIO dipengaruhi oleh waktu dan besarnya
peningkatan TIO yang kemudian akan menyebabkan kerusakan iskemia akut pada

iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus optikus dan kerusakan

berupa ekskavasi yang dapat berakhir dengan kebutaan.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini untuk mengobati

glaukoma adalah obat yang berfungsi untuk menurunkan tekanan intraocular yaitu

golongan karbonik anhydrase inhibitor yaitu asetazolamid, beta-adrenergik bloker

yaitu timolol. Kontraindikasi dari penggunaan beta-adrenergik bloker adalah

adanya penyakit obstruksi jalan nafas kronik. Penggunaan asetazolamid dalam

janga panjang akan menimbulkan efek samping sistemik mayor dan diperlukan

pemantauan penghitungan jenis darah dan kadar elektrolit plasma.


BAB V

PENUTUP

Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan meningkatnya

tekanan intra ocular yang disebabkan bertambahnya produksi cairan mata oleh

badan siliar, berkurangnya pengeluaran cairan pada sudut bilik mata. Terapi pada

pasien harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan penglihatan yang

bertambah parah yang dapat mengalami kebutaan. Terapi yang diberikan pada

pasien glaukoma untuk menurunkan tekanan intra okular yaitu salah satunya

dengan diberikan obat golongan beta-adrenergik bloker dan atau karbonik

anhydrase inhibitor.
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 2008.

Pharmacoteraphy Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill Company

Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T., 2010, Ophtalmology Umum Ed. 15.

Jakarta. EGC

Stamper RL, Lieberman MF, Drake M. Aqueous humor dynamic : Aqueous

humor formation, Aqueous humor outflow system overview. Edisi ke-8. Mosby

Elsevier; 2009. hlm. 8-54.

Braunger BM, Fuchshofer R, Tamm ER. The aqueous humor outflow pathways in

glaucoma: A unifying concept of disease mechanisms and causative treatment.

Eur J Pharm Biopharm; 2015. hlm. 95–181.

Mayordomo-Febrer A, López-Murcia M, Morales-Tatay JM, Monleón-Salvado D,

Pinazo-Durán MD. Metabolomics of the aqueous humor in the rat glaucoma

model induced by a series of intracamerular sodium hyaluronate injection. Exp

Eye Res; 2015. hlm. 84–131.

Vaughan, Daniel. 2010. Oftalmologi Umum Edisi 17. EGC : Jakarta.

Olver, J. 2005. Ophthalmology at a Glance. Blackwell Publishing Company: USA

Quigley, HA & Broman, TA. Journal The Number of People with Glaukoma

Worldwide in 2010 and 2020. Br J Ophthalmol 2006; 90 : 262-267.

Wijana, Nana. 2007. Ilmu Penyakit Mata. EGC : Jakarta

Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2014

Anda mungkin juga menyukai