Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

Katarak Senilis

Oleh:

Reynaldo Gazali

NIM. 1930912310053

Pembimbing:

dr. H. Agus Fitrian Noor Razak, Sp.M

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN BANJARMASIN

Maret, 2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS ...................................................................... 3

A. Identitas .................................................................................. 3

B. Anamnesis ............................................................................... 4

C. Pemeriksaan Fisik .................................................................. 5

D. Pemeriksaan Penunjang........................................................... 8

E. Diagnosis Banding .................................................................. 8

F. Diagnosis Kerja ....................................................................... 8

G. Penatalaksanaan ...................................................................... 8

H. Prognosis ................................................................................. 8

I. Edukasi .................................................................................... 8

BAB III IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS ............. 10

BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 37

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1 Anatomi Mata................................................................................. 12
3.2 Struktur Anatomi Lensa Mata ......................................................... 14
3.3 Katarak insipien ............................................................................... 21
3.4 Katarak imatur ................................................................................. 21
3.5 Katarak senilis matur ....................................................................... 22
3.6 Katarak hipermatur morganian ........................................................ 22
3.7 Katarak hipermatur sklerotik ........................................................... 23
3.8 Fakoemulsifikasi .............................................................................. 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan

Latin cataracta yang berarti air terjun, dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak

merupakan suatu kelainan mata yang berupa kekeruhan pada lensa, yang

disebabkan oleh pemecahan protein oleh proses oksidasi dan fotooksidasi. 1 Katarak

dapat menimbulkan berbagai macam risiko dan komplikasi yang salah satunya ialah

kebutaan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 katarak

merupakan penyebab kebutaan pertama didunia.2 Penyebab kebutaan terbanyak di

seluruh dunia adalah katarak sebesar 51%, diikuti oleh glaukoma sebesar 8%, Age

related Macular Degeneration (ARMD) sebesar 5%, kekeruhan kornea sebesar 4%,

gangguan refraksi sebesar 3%, trachoma sebesar 3%, retinopati diabetikum sebesar

1%, 4% diakibatkan karena gangguan penglihatan sejak kanak-kanak dan sebesar

21% penyebab tidak dapat ditentukan. World Health Organization (WHO)

memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan didunia, dimana sepertiganya

berada di Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara dengan angka kebutaan

tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini

berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut.3 Perkiraan insiden katarak

adalah 0,1%/ tahun atau setiap tahun diantara 1.000 orang terdapat satu orang

penderita baru katarak.

Penyakit katarak merupakan prioritas utama dari lima prioritas vision 2020

– The Right to Sight untuk menghilangkan angka kebutaan pada tahun 2020. 4,5

1
2

Dalam visi 2020 the right to sight merupakan program yang diinisiasi oleh WHO

dan The International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) untuk

mewujudkan fungsi penglihatan yang optimal di dunia. Proses degenerasi

merupakan penyebab katarak tersering, disamping faktor risiko lainnya, seperti

paparan ultraviolet, penggunaan obat steroid dalam waktu lama, riwayat diabetes

melitus, trauma mata, merokok dan lain-lain.

Katarak senilis merupakan kekeruhan pada lensa mata yang ditemukan pada

penderita diatas usia 50 tahun karena terjadinya modifikasi protein lensa yang

menyebabkan struktur lensa tidak stabil dan akhirnya mengalami agregasi. 4

Perubahan lensa mata banyak terjadi pada usia lanjut, antara lain peningkatan masa

dan ketebalan lensa serta penurunan daya akomodasi. Hal tersebut yang

mengakibatkan semakin tingginya kejadian katarak senilis. Pada usia 55-64 tahun

didapatkan hampir 40% mengalami kekeruhan pada lensa, 5% diantaranya adalah

katarak matur, pada usia 65-74 tahun didapatkan 70% mengalami kekeruhan pada

lensa, 18% di antaranya adalah katarak matur. Pada usia 79-84 tahun lebih dari 90%

mengalami kekeruhan pada lensa dan hampir separuhnya katarak matur. Terdapat

beberapa faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya katarak senilis selain usia

penderita, diantaranya adalah jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan kebiasaan

merokok. Radiasi ultraviolet merupakan faktor risiko yang kuat untuk

perkembangan katarak.6

Berikut dilaporkan sebuah kasus katarak senilis pada seorang laki-laki 64

tahun yang datang ke Poliklinik Mata RSUD Ulin Banjarmasin.


BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. K

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Alamat : Jl Kurpian, Gg Cempaka Putih

Suku : Banjar

Tanggal Pemeriksaan : 24 Februari 2022

RMK : 1-49-95-67

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada mata sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata sebelah kiri sejak 3

tahun yang lalu sebelum datang ke poliklinik mata. Awalnya pasien mengeluhkan

pandangan sedikit kabur, dan semakin lama penglihatannya semakin kabur,

sehingga menganggu penglihatan dan juga mengakibatkan pasien merasa

penglihatan seperti berasap, mata mudah silau sejak 2 tahun yang lalu, dan melihat

cahaya seperti pelangi disekitar sumber cahaya. Tidak ada riwayat trauma pada

mata kanan dan kiri sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan

3
4

kacamata. Tidak ada keluhan lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, mata merah,

mata kering, air mata berlebih, kotoran mata berlebih, gatal ataupun mata sakit.

Pasien belum pernah mengobati mata sebelumnya dan untuk pertama kali berobat

di RSUD Ulin Banjarmasin.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal riwayat penyakit mata lain sebelumnya. Penyakit Tekanan

darag tinggi, kencing manis, saraf, dan atau/ jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa mata kabur atau penyakit mata lain.

Riwayat tekanan darah tinggi, kolesterol, kencing manis dalam keluarga tidak

diketahui oleh pasien.

Riwayat Penggunaan Kacamata :

Pasien tidak menggunakan kacamata.

Riwayat Alergi :

Tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan, cuaca dingin, ataupun debu

disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan :

Pasien belum pernah memeriksakan dan mengobati mata sebelumnya, Di poli mata

RSUD Ulin Banjarmasin pasien di periksan dan operasi jika diindikasikan. Riwayat

konsumsi obat minum dan obat tetes mata tidak ada sebelumnya.
5

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis / GCS E4V5M6

Tanda Vital

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 85 kali/menit

Frekuensi Napas : 20 kali/menit

Suhu : 36,80C

SpO2 : 98% on room air

Status Lokalis

No Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri


1. Visus 5/12 1/300
2. Posisi Bola Mata Sentral Sentral
3. Gerakan bola mata Baik ke Baik ke
segala arah segala arah
4. Palpebra Superior Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Pseudoptosis (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
5. Palpebra Inferior Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
6. Fissura palpebral + 10 mm + 10 mm
6

7. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)


Palpebra Massa bergerombol (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Papil (-) (-)
raksasa
Folikel (-) (-)
8. Konjungtiva Fornix Hiperemi (-) (-)
Sika (-) (-)
trik (-) (-)
Foli (-) (-)
kel
Papi
l
raks
asa
9. Konjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (-) (-)
Injeksi Siliar (-) (-)
Massa (-) (-)
Edema (-) (-)
Subconjunctival (-) (-)
bleeding
10. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)
11. Iris Warna Coklat Coklat
Kripte (+) (+)
12. Pupil Bulat, Bulat,
Bentuk
regular regular
Refleks cahaya (+) (+)
langsung
Refleks cahaya (+) (+)
tidaklangsung
14. Lensa Kejernihan Jernih Keruh

Dislokasi (-) (-)


Iris Shadow (-) (+)
15. COA Dalam, Dalam,
Jernih Jernih
16. Pertumbuhan bulu mata Normal Normal
17. Palpasi (Tekanan Intraokuler) Normal Normal
7

Foto Klinis

Mata Kanan Mata Kiri


8

D. Pemeriksaan Penunjang

Tonometri (24 Februari 2022)

TOD = 12,5 mmHg

TOS = 14,6 mmHg

E. Diagnosis Banding

1. OS Katarak Senilis imatur

2. OS Retinopati Hipertensi

3. OS Glaukoma Primer Sudut Terbuka

F. Diagnosis Kerja

OS Katarak Senilis imatur

G. Penatalaksanaan

- Pro OS Phacoemulcification + IOL dengan LA

H. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad cossmeticam : dubia ad bonam

I. Edukasi

- Menjelaskan kepada pasien bahwa pandangan kabur pada mata pasien

diakibatkan oleh katarak pada lensa mata pasien.

- Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak bisa diterapi dengan obat-obatan

tetapi dapat disembuhkan dengan operasi dan pemberian lensa tanam pada mata.
9

- Menjelaskan pada pasien mengenai operasi fakoemulsifikasi, jenis tindakan,

kelebihan dan kekuranganya

- Menjelaskan komplikasi yang akan terjadi apabila tidak dilakukan operasi,

komplikasi yang mungkin timbul selama operasi dan pasca operasi.

- Menjelaskan kepada pasien tentang penting kontrol rutin, untuk evaluasi respon

terapi dan mencegah komplikasi.


BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISIS KASUS

1. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan. Adapun

permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:

SUBJECTIVE

a. Ny. K/58 tahun mengeluh penglihatan kabur sejak 3 tahun yang lalu sebelum

datang ke poliklinik mata, diawali dengan pandangan sedikit kabur, dan

semakin lama penglihatannya semakin kabur, sehingga mengganggu

penglihatan. Pasien merasakan pandangannya berasap, keluhan dirasakan pada

mata sebelah kiri. Keluhan tidak disertai nyeri maupun mata merah dan tidak

ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien menyangkal penyakit kencing manis

dan darah tinggi

b. Pasien mengeluh mudah silau.

c. Pasien melihat cahaya seperti pelangi disekitar sumber cahaya.

OBJECTIVE

Pada pemeriksaan status lokalis pada mata kiri didapatkan:

a. Visus OD = 5/12, OS = 1/300

b. OS = Lensa tampak keruh, iris shadow (-)

c. Tonometri OD = 12,5 mmHg, OS = 14,6 mmHg

10
11

2. ANALISIS KASUS

a. Ny. K/58 tahun mengeluh penglihatan kabur sejak 3 tahun yang lalu sebelum

datang ke poliklinik mata, diawali dengan pandangan sedikit kabur, dan semakin

lama penglihatannya semakin kabur, sehingga mengganggu penglihatan. Pasien

merasakan pandangannya berasap, keluhan dirasakan pada mata sebelah kiri.

Keluhan tidak disertai nyeri maupun mata merah dan tidak ada riwayat trauma

sebelumnya. Pasien menyangkal penyakit kencing manis dan darah tinggi

Berdasarkan data anamnesis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit

mata yang dialami oleh pasien adalah penurunan visus perlahan tanpa disertai mata

merah maka yang dapat menjadi kemungkinan diagnosis pasien tersebut adalah

katarak, glaukoma dan retinopati. Penglihatan seperti berasap dapat didapatkan

pada penyakit katarak. Hasil pemeriksaan visus pada mata kanan 5/12 dan pada

mata kiri 1/300. Selain itu pada status lokalis mata kiri didapatkan lensa tampak

keruh dan iris shadow (+), pemeriksaan tonometri mata kanan 12,5 mmHg dan mata

kiri 14,6 mmHg. Berdasarkan usia, anamnesis, dan hasil pemeriksaan mata

(kekeruhan lensa dan iris shadow (-)) dapat mengarah pada penyakit katarak senilis

imatur.6,7,8

b. Pasien mengeluh mudah silau.


Keluhan pasien mudah silau (fotofobi) merupakan keadaan tidak tahan atau

terlalu sensitifnya mata terhadap cahaya, keluhan ini terdapat pada radang mata luar

(konjungtivitis dan keratitis) radang mata dalam atau uveitis, dan kelainan mata

lainnya seperti katarak, rangsangan pada kornea, rangsangan saraf trigeminus,

edem kornea, neuritis retrobulbar, glaukoma kongenital, eksotropia, buta warna

total, dan kekeruhan kornea. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada katarak
12

antara lain tajam penglihatan menurun (kabur) akibat makin tebalnya kekeruhan

lensa, silau, coloured halos, uniocular polyopia, dan gangguan penglihatan warna.
6,7,8

c. Pasien melihat cahaya sepeti pelangi disekitar sumber cahaya.


Keluhan pasien melihat cahaya seperti pelangi disekitar sumber cahaya (halo)

dapat didapatkan pada penyakit katarak, glaukoma, edema kornea, pseudophakia,

dan obat-obatan, seperti digitalis dan klorokuin. Gejala dan tanda yang dapat

ditemukan pada katarak antara lain tajam penglihatan yang menurun (kabur)

sebagai akibat adanya kekeruhan lensa, silau, coloured halos, uniocular polyopia,

dan gangguan penglihatan warna. 6,7,8

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Gambar 3.1 Anatomi mata.8

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di

bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.9


13

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:9,10

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,

merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera

disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam

bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi

oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada

ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas

iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot

dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang

terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang

dikeluankan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas komea

dan sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai

susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris

yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke

otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina

dapat terlepas dan koroid yang disebut ablasi retina.2,11

Lensa mata terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada

badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi

atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.

Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak

di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.8


14

Gambar 3.2 Struktur anatomi lensa mata.10

Lensa mata berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam

mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang

terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan

menipis pada saat terjadinya akomodasi.10 Lensa merupakan salah satu media

refraksi yang penting. Kekuatan dioptri seluruh bola mata adalah sekitar 58 dioptri.

Lensa mempunyai kekuatan dioptri sekitar 15 dioptri. Tetapi kekuatan dioptri ini

tidak menetap seperti pada kornea (43 dioptri). Kekuatan dioptri lensa berubah

dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi sekitar 8 dioptri pada umur 40 tahun dan

menjadi 1 atau 2 dioptri pada umur 60 tahun.9

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan sedikit

sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih

tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation

terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,

pembuluh darah dan persarafan di lensa.9,10

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata

belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di

dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus
15

sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga

membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling

dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa

dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini

terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks

yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior,

sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus tensa mempunyai konsistensi

lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa

terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan

siliar.8,9

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,

menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai

ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil, sehingga

berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina.

Lensa merupakan suatu struktur cembung ganda, avaskular, tidak berwarna

dan hampir bening sempurna. Lensa bergantung pada zonula di belakang iris yang

menghubungkan dengan badan siliar. Di sebelah depan lensa adalah cairan mata

sedangkan di sebelah belakangnya adalah badan lensa. Kapsul lensa adalah suatu

membrane semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang

memungkinkan masuknya air dan elektrolit. Memfokuskan sinar pada retina. Agar

sinar dari kejauhan bisa terfokus, otot-otot siliar bisa berelaksasi, serabut-serabut

zonula teregang, sehingga mengurangi diameter anteroposterior lensa sampai


16

dimensi minimal.9

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya

keseimbangan antara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut

dalam membrane semi permiable. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein yang

tidak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein, perubahan

biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah protein dalam

lensa melebihi jumlah protein dalam lensa, melebihi jumlah protein dalam bagian

yang lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan nama katarak.

Terjadinya penumpukan cairan dan degenerasi dan disintegrasi pada serabut

tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan

mata. Kelainan-kelainan lensa antara lain adalah kekeruhan, dislokasi dan kelainan

geomatrik pada pasien dengan kelainan seperti ini tajam penglihatannya menurun

tanpa disertai rasa sakit untuk memeriksa penyakit atau kelaianan lensa dilakukan

uji tajam penglihatan dan pemeriksaan lensa memakai lampu celah, oftalmoskopi,

lampu senter/lup dengan pupil yang telah dilebarkan.2,3

B. KATARAK SENILIS

1. Definisi

Katarak merupakan keadaan abnormalitas pada lensa mata berupa

kekeruhan yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Katarak lebih sering

dijumpai pada usia tua, dan merupakan penyebab kebutaan pertama di seluruh

dunia. Kekeruhan pada lensa dapat disebabkan karena hidrasi atau denaturasi

protein.12,13

Katarak Senilis disebut juga sebagai “age-related cataract” merupakan jenis


17

paling umum dari katarak yang didapat yang mempengaruhi usia diatas 50 tahun.

Pada usia 70 tahun, lebih dari 90% individu mengalami katarak senilis. Kondisinya

biasanya bilateral yaitu terjadi pada kedua mata, tapi juga tidak jarang terjadi di satu

mata karena dampak lebih awal dari yang lain.6,11

2. Epidemiologi

Pada tahun 2020, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17.1%.

Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Menurut

hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan

responden tanpa batasan umur.3

WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan kedua mata

akibat katarak.2 Jumlah ini hampir setengah (47,8%) dari semua penyebab kebutaan

karena penyakit mata di dunia. Penyebab kebutaan lainya ialah kelainan refraksi

yang tidak dikoreksi, glaukoma, Age Related Macular Degeneration, retinopati

DM, kebutaan pada anak, trakoma, onchocerciasis, dan lain-lain.6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj di Medical College

Hospital di India menyebutkan bahwa dari 746 pasien, 53,6% adalah penderita

katarak. Sebagian besar pasien (55%) penderita katarak berusia 60-80 tahun, dan

53,8% katarak adalah jenis katarak senilis. Katarak juga merupakan penyebab

utama kebutaan baik pada laki-laki (71,7%) maupun perempuan (81,0%). 14,15

3. Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor penyebab katarak termasuk katarak senilis dapat berasal dari
beberapa faktor yaitu:16
a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti jenis kelamin perempuan dan
riwayat keluarga katarak.
b) Kondisi medis seperti diabetes, dehidrasi akut, gangguan atopik, hipertensi,
18

asam urat.
c) Trauma mata oleh trauma tumpul maupun tajam, suhu panas yang tinggi,
maupun bahan kimia.
d) Penyakit mata lainnya seperti uveitis kronik, ablatio retina, serta glaukoma.
e) Konsumsi obat seperti kortikosteroid, statin, agen topikal yang digunakan
dalam pengobatan glukoma.
f) Gaya hidup seperti kebiasaan merokok, paparan sinar matahari, konsumsi
alkohol, status gizi.
g) Kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas).
Penyebab tersering katarak adalah proses degenerasi. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor resiko seperti:6,16
- Radiasi ultraviolet : paparan sinar UV yang tinggi dari sinar matahari dikaitkan
onset awal dan maturitas katarak senilis di banyak studi epidemiologi.
- Merokok, alkohol, pemakaian obat yang menginduksi kekeruhan lensa.
- Cedera pada mata, infeksi atau peradangan, komplikasi dari penyakit infeksi
dan metabolik lainya seperti diabetes melitus.
- Faktor makanan : kekurangan protein tertentu, asam amino, vitamin
(riboflavin, vitamin E, vitamin C) dan unsur- unsur penting lain berhubungan
dengan onset dini dan maturitas katarak senilis.
- Adanya kerusakan oksidatif dan radikal bebas.
4. Patofisiologi

Patogenesis katarak sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Seiring

bertambahnya usia, peningkatan radikal bebas akan menimbulkan kerusakan pada

setiap jaringan tubuh, akibat pengaruh lingkungan atau dari kurangnya aktivitas

antioksidan alami dalam tubuh. Oksidasi dari protein lensa adalah salah satu faktor

penting dengan terjadinya katarak. Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini

akan menghilang dan serat-serat yang seharusnya berfungsi untuk meneruskan

cahaya menjadi terpencar bahkan terpantul. Pada kelompok katarak diperoleh kadar
19

antioksidan yang rendah. Kerusakan protein akibat kehilangan elektron oleh radikal

bebas mengakibatkan sel-sel jaringan protein lensa menjadi rusak sehingga

mengakibatkan katarak.6,17

Pada lensa katarak secara karakteristik dapat ditemukan agregat-agregat

protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya.

Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi

sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang.. Setelah usia

pertengahan terjadi proses kondensasi normal dalam nukleus lensa.2 Semakin tua

usia lensa, maka akan semakin meningkat berat dan ketebalannya namun berkurang

daya akomodasinya. Saat lapisan baru dari serabut korteks terbentuk secara

konsentris, sel-sel tua yang tidak dibuang akan menumpuk ke arah tengah sehingga

nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear). Beberapa

temuan menunjukkan bahwa kristalin (protein lensa) mengalami modifikasi dan

agregasi kimia menjadi high molecular weight-protein. Agregasi protein ini akan

menyebabkan fluktuasi mendadak pada indeks refraksi lensa, penyebaran sinar

cahaya, dan penurunan transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga

dapat menyebabkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau kecoklatan, selain

itu dapat pula ditemukannya vesikel antara lensa, dan pembesaran sel epitel.

Perubahan lain yang juga muncul adalah perubahan fisiologi kanal ion pada lensa

yang dapat mengakibatkan katarak. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak

transparan dan terjadi perubahan indeks refraksi lensa, sehingga pupil akan

berwarna putih atau abu-abu.17,18,19


20

5. Klasifikasi

Secara umum katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia katarak dan

morfologi. Berdasarkan usia katarak diklasifikasikan menjadi katarak kongenital

(katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun), katarak juvenil (katarak

yang terjadi sesudah usia 1 tahun), dan katarak senilis (katarak setelah usia 50

tahun). Berdasarkan morfologi katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak

kapsular, katarak subkapsular, katarak kortikal, katarak supranuklear, katarak

nuklear, dan katarak polar.6,8

a. Katarak kongenital, sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan,

sepertiga berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh

katarak kongenital disertai anomali mata lainnya, seperti PHPV, aniridia

koloboma, mikroftalmus, dan buftalmos (pada glaucoma infantil). 20,21

b. Katarak juvenil, adalah katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda,

yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.

Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak

juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik. 6

c. Katarak senilis, seiring berjalannya usia lensa mengalami kekeruhan, penebalan,

serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak

senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak.6,22

Sedangkan secara khusus, katarak senilis dapat dibedakan berdasarkan

stadiumnya:6,8

- Katarak insipien

Pasa stadium ini mulai timbul kekeruhan akibat proses degenerasi lensa.
21

Kekeruhan lensa berupa bercak bercak tak teratur seperti baji dengan dasar di

perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks

anterior atau posterior. Pada tahap ini tajam penglihatan pasien belum terganggu.

Gambar 3.3 Katarak insipien.6,8

- Katarak imatur

Sebagian lensa keruh atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa.

Lesi tampak putih keabu-abuan namun korteks yang jernih masih ada sehingga

bayangan iris terlihat/ shadow iris (+). Pada beberapa pasien, pada tahap ini, lensa

bisa menjadi bengkak akibat hidrasi yang terus berlanjut.

Gambar 3.4 Katarak imatur.6,8


22

- Katarak matur

Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa termasuk

korteks. Lensa menjadi putih mutiara. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi

ion kalsium yang menyeluruh.

Gambar 3.5 Katarak Senilis Matur.6,8

- Katarak hipermatur

Katarak hipermatur dapat terjadi pada salah satu dari dua bentuk yaitu

katarak hipermatur morganian yaitu setelah katarak matur, korteks mencair dan

lensa diubah menjadi kantong yang berisi cairan susu, nukleus kecil kecoklatan

mengendap di bagian bawah. Selanjutnya ada katarak hipermatur tipe sklerotik,

setelah tahap maturitas, korteks menjadi hancur dan lensa menjadi keriput akibat

kebocoran air. Kapsul anterior berkerut dan menebal akibat proliferasi sel anterior

dan kapsul putih pada katarak dapat terbentuk di daerah pupil.

Gambar 3.6 Katarak hipermatur morganian.6,8


23

Gambar 3.7 Katarak hipermatur sklerotik.6,8

6. Diagnosis

Untuk mendiagnosis katarak senilis, perlu pendekatan klinis yang akurat.


Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan:3,23

 Penglihatan kabur

Kekeruhan mengakibatkan penurunan penglihatan yang progesif atau

berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan

pinhole.

 Penglihatan silau

Penderita katarak sering mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana

tingkat kesilauanya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang

menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari

atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber

cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada

penderita katarak kortikal.

 Miopisasi

Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri

lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang.

Ketergantungan penderita presbiopi dengan kacamata bacanya akan


24

berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah

sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa nyaman

ini akan menghilang dan diikuti oleh katarak sklerotik nuklear.

Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa

menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan dapat

diatasi dengan ekstraksi katarak.

 Variasi diurnal penglihatan

Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan

menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja

hari, sebaliknya pada katarak kortikal perifer kadang mengeluhkan

penglihatan lebih baik pada sinar terang dibandingkan dengan sinar redup.

 Halo

Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat

di sekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo

pada penderita glaukoma.

 Perubahan persepsi warna

Perubahan warna inti nukleus menjadi kekuningan menyebabkan

perubahan persepsi warna yang akan digambarkan menjadi lebih

kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.

 Bintik hitam

Penderita dapat mengeluhkan timbunya bintik hitam yang tidak bergerak -

gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina

atau badan vitreus yang sering bergerak-gerak.


25

Dapat dilakukan pemeriksaan klinis dan penunjang berupa :

a) Pengujian ketajaman visual (visus) : bergantung pada lokasi dan maturasi

katarak, ketajaman penglihatan berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi

cahaya.

b) Pemeriksaan iluminasi oblique : pemeriksaan ini untuk melihat warna

lensa di daerah pupil yang bervariasi dalam berbagai jenis katarak.

c) Uji bayangan iris : Ketika seberkas sinar miring diarahkan ke pupil,

bayangan dari tepi pupil iris akan terbentuk pada lapisan bawah keabu-

abuan lensa. Bila lensa benar transparan atau benar-benar buram, tidak

ada bayangan.

d) Pemeriksaan Optalmoskop direk : cahaya fundus kuning kemerahan dapat

terlihat jika tidak ada kekeruhan lensa di medial. Lensa dengan katarak

parsial menunjukan bayangan hitam yang melawan cahaya merah di area

katarak. Lensa dengan katarak komplit tidak terlihat cahaya merah.

e) Pemeriksaan Slit Lamp : pemeriksaan ini dilakukan dengan pupil yang

berdilatasi. Pemeriksaan menunjukkan morfologi lengkap opasitas (tempat,

ukuran, bentuk, pola warna, dan kekerasan nukleus).

7. Tata Laksana

Tidak ada pengobatan medis yang efektif dalam mencegah katarak. Untuk

memperlambat perkembangan katarak umumnya disarankan agar pasien

mengonsumsi makanan yang seimbang, mencegah paparan sinar UV yang

berlebihan, menghindari cidera mata dengan menggunakan kacamata pelindung,

dan kontrol gula darah jika memiliki riwayat diabetes.


26

Penatalaksanaan non bedah

Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual

untuk sementara waktu. Disamping itu, walaupun banyak penelitian mengenai

tatalaksana medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum

ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan

pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen yang mungkin dapat

memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol, pemberian

aspirin, antioksidan vitamin C dan vitamin E.6

Penatalaksanaan bedah

Merencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada kasus-

kasus katarak traumatik. Integritas kapsular preoperatif dan stabilitas zonular harus

diketahui/ diprediksi. Pada kasus dislokasi posterior tanpa glaukoma, inflamasi,

atau hambatan visual, pembedahan mungkin tidak diperlukan. Indikasi untuk

penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik adalah sebagai

berikut:23

- Penurunan visus yang berat (unacceptable).

- Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian posterior.

- Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaukoma.

- Ruptur kapsul dengan edema lensa.

- Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan membutuhkan

tindakan bedah.

Ada 3 macam teknik pembedahan pada katarak yaitu :23

1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)


27

Adalah mengeluarkan lensa dalam keadaan lensa utuh dilakukan

dengan membuka menyayat selaput bening dan memasukkan alat melalui

pupil, kemudian menarik lensa keluar, seluruh lensa dengan pembungkus atau

kapsulannya dikeluarkan dengan lidi (prabe), beku (dingin). Pada operasi ini

dibuat sayatan selapur bening yang cukup luas. Jahitan yang banyak (14-15

mm), sehingga penyembuhan lukanya memekan waktu lama.

2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)

Lensa dikeluarkan setelah pembungkus depan dibuat lubang, sedang

pembungkus belakang ditinggalkan. Dengan teknik ini terdapat ruang-ruang

bebas di tempat bekas lensa sehingga memungkinkan mandapatkan lensa

pengganti yang disebut sebagai lensa tanam bilik mata belakang (posterior

chmber intraocular lens) dengan teknik sayatan lebih kecil (10-11 mm) sedikit

jahitan dan waktu penyembuhan lebih pendek.

3. Fakoemulsifikasi

Merupakan penemuan terbaru pada EKEK. Cara ini memungkinkan

pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat

ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi

partikel kecil yang memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan

waktu yang pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi.

Kedua teknik irigasi-aspirasi fakoelmulsifikasi dapat mempertahankan

kapsula posterior, yang nantinya digunakan untuk menyangga IOL.


28

Fakoemulsifikasi yang standar dapat dilakukan bila kapsul lensa intak

dan dukungan zonular yang cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular diperlukan

pada kasus-kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular yang ekstrim.

Dislokasi anterior lensa ke bilik anterior merupakan keadaan emergensi yang

harus segera dilakukan tindakan (removal), karena dapat mengakibatkan

terjadinya pupillary block glaucoma. Lesentomi dan vitrektomi pars plana

dapat menjadi pilihan terbaik pada kasus-kasus ruptur kapsul posterior,

dislokasi posterior, atau instabilitas zonular yang ekstrim.

Gambar 3.8 Fakoemulsifikasi13

8. Komplikasi

Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah

operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk

mendeteksi komplikasi operasi.


29

Komplikasi selama operasi

1. Pendangkalan kamera okuli anterior

Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat

terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi

yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi

suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid.2 Jika saat operasi ditemukan

pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi aspirasi,

meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu besar, dapat

dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan mengatur

ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai tekanan vitreus tinggi

dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita PPOK, cemas, atau

melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya diposisikan anti-

trendelenburg.21,22

2. Posterior Capsule Rupture (PCR)

PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang sering

terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR dan

vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR adalah

miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan zonulopati.

Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk mencegah

komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya risiko

cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO, dan

endoftalmitis postoperatif katarak. 25


30

3. Nucleus drop

Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah

nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga

vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat

menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma

sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia

melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%.12 Faktor

risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia

tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.25

Komplikasi setelah operasi

1. Edema kornea

Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.

Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,

atau peningkatan tekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.

Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea tepi

masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap

sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus. 20

2. Perdarahan

Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan retrobulbar,

perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien dengan terapi

antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi suprakoroid

tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan bahwa tidak

terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang menghentikan dan


31

yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak. 20

3. Glaukoma sekunder

Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi

katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan

bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan tidak

memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO menetap,

diperlukan terapi anti-glaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa glaukoma sudut

terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder sudut terbuka adalah

hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa. Penyebab glaukoma sekunder

sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar, glaukoma neovaskuler, dan sinekia

anterior perifer.20

4. Uveitis kronik

Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak

dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu,

didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang

disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus

inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.

Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi

LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan

LIO.20

5. Edema Makula Kistoid (EMK)

EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran

karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran


32

penebalan retina pada pemeriksaan OCT. Patogenesis EMK adalah peningkatan

permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan

pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan pasca

bedah.20

EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1% pasca

fakoemulsifikasi.14 Angka ini meningkat pada penderita diabetes mellitus dan

uveitis. Sebagian besar EMK akan mengalami resolusi spontan, walaupun 5%

diantaranya mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.26

6. Ablasio retina

Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1%

pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca bedah

katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio retina

pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin laki- laki, riwayat

keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit dengan

rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan kemungkinan

terjadinya ablasio retina pasca bedah.20

7. Endoftalmitis

Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun

sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat, hilangnya

penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita,

injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam

penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3 sampai

10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis,


33

Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Penanganan endoftalmitis yang cepat

dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana pengobatan

meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal sikloplegik,

dan topikal steroid.20

8. Toxic Anterior Segment Syndrome

TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-infeksius. Tanda

dan gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis, seperti fotofobia, edema kornea,

penurunan penglihatan, akumulasi leukosit di KOA, dan kadang disertai hipopion.

TASS memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca operasi katarak,

sedangkan endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari operasi. TASS juga

menimbulkan keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa nyeri. Beberapa penyebab

TASS adalah pembilasan alat-alat operasi yang tidak adekuat, penggunaan

pembersih enzimatik, salah konsentrasi detergen, ultrasonic bath, antibiotik,

epinefrin yang diawetkan, alat single-use yang digunakan berulang kali saat

pembedahan. Meskipun kebanyakan kasus TASS dapat diobati dengan steroid

topikal atau NSAIDs topikal, reaksi inflamasi terkait TASS dapat menyebabkan

kerusakan parah jaringan intraokular, yang dapat mengakibatkan kehilangan

penglihatan.20

9. Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior

PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling sering. Sebuah

penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima tahun

pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak. Mekanisme PCO

adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul anterior lensa,
34

yang selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior lensa.

Berdasarkan morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type) dan jenis

mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan. PCO dapat

efektif diterapi dengan kapsulotomi, komplikasi prosedur laser ini seperti ablasio

retina, merusak LIO, cystoid macular edema, peningkatan tekanan intraokular,

perdarahan iris, edema kornea, subluksasi LIO, dan endoftalmitis.

Pencegahan PCO lebih ditekankan. Teknik operasi pada anak-anak

menggunakan kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear

capsulorrhexis) dan vitrektomi anterior telah terbukti menurunkan kejadian PCO.

Pemakaian LIO dengan sisi tajam (sharp-edge optic) yang terbuat dari akrilik dan

silikon, serta penggunaan agen terapeutik seperti penghambat proteasome, juga

menurunkan kejadian PCO.20

10. Surgically Induced Astigmatism (SIA)

Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional, mengubah

topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA

meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan, derajat

astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior dangkal.

AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu postoperatif untuk

mengurangi astigmatisma berlebihan.20,27

11. Dislokasi LIO (Lensa Intra Okuler)

Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%. Dislokasi LIO

dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul (ekstrakapsuler).

Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua haptik terletak di
35

sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup

pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia

tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina. Tatalaksana kasus ini adalah

dengan reposisi atau eksplantasi LIO.20

9. Prognosis

Jika katarak tidak ditangani dan dibiarkan untuk berprogresi, katarak dapat

menyebabkan kebutaan fungsional. Operasi katarak pada umumnya dapat

mengembalikan penglihatan seperti pada saat prekatarak jika tidak terdapat proses

penyakit posterior mata lainnya.9


BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang pasien Ny.K usia 64 tahun dengan diagnosis

katarak senilis imatur OS, yang datang dengan keluhan mata kiri kabur sejak 3

tahun sebelum datang ke poliklinik mata RSUD Ulin Banjarmasin, yang munculnya

secara perlahan. Awalnya pasien mengeluh penglihatan sedikit kabur semakin lama

penglihatannya semakin kabur dan mengganggu penglihatan, pasien merasa

penglihatan seperti berasap, mudah silau, dan melihat cahaya seperti pelangi

disekitar sumber cahaya. Pasien menyangkal memliki penyakit kencing manis atau

darah tinggi. Hasil pemeriksaan mata kiri menunjukkan lensa keruh, iris shadow

(+), visus OD 5/12 dan OS 1/300, TIO dengan tonometri OD sebesar 12,5 mmHg

dan OS sebesar 14,6 mmHg,. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik status

lokalis pada mata, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis sebagai Katarak

Senilis Imatur OS. Selanjutnya pasien direncanakan untuk dilakukan pro OS

Phacoemulcification + IOL dengan LA.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Liu YC, Wilkins M, Kim T, Malyugin B, Mehta JS. Cataracts. Lancet. 2017

Aug 5;390

2. World Health Organization. Global Data on Visual Impairments; 2012.

http://www.who.int/blindness/GLOBALDATAFINALforweb.pdf. Diakses

pada 3 November 2021.11.

3. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.

Infodatin.Kementerian Kesehatan RI; 2013.

4. Menteri Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor Hk.01.07/Menkes/557/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tata Laksana Katarak Pada Dewasa.

5. McCarty, C.A., and Hug R.T. 2001. The Genetics of Cataract. Australia, Centre

for Eye Researc. Diakses dari http://www.iovs.org/ pada 21 November 2011.

6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Indonesia; 2019.

7. Tim Penulis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata UNAIR. 2013

8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta:

Widya Medika; 2012.

9. James, Bruce. dkk. Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Penerbit

Erlangga. Jakarta: 2006.

10. Hejtmancik JF, Shiels A. Overview of the Lens. Prog Mol Biol Transl Sci.

2015;134:119-27.

37
38

11. Ho MC, Peng YJ, Chen SJ, Chiou SH. Senile cataracts and oxidative stress. J

Clin Gerontol Geriatr. 2010;1(1):17–21.

12. Alshamrani AZ. Cataracts Pathophysiology and Managements. The Egyptian

Journal of Hospital Medicine. 2018;70(1):151:4.

13. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Ethiopathogenesis of Cataract: An

Appraisal Indian Journal of Ophthalmology. 2014 15 April 2017;62(2):103-10.

14. Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN : Situasi gangguan penglihatan dan

kebutaan. Jakarta; 2018.

15. Bhardwaj, A. Incidence of Cataract in Tertiary Care Hospital. Indian Journal

of Applied Research. 2016;6(1):2249-55.

16. Fu Y, Dong Y, Gao Q. Age-related cataract and macular degeneration: Oxygen

receptor dysfunction diseases. Med Hypotheses. 2015;85(3):272-5.

17. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.

18. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah

Pendekatan Klinis. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.

19. Ho Mc, Peng YJ, Chen SJ, Chiou SH. Senile cataracts and oxidative stress. J

Clin Gerontol Geriatr. 2010;1(1):17-21.

20. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and

clinical science course. San Francisco, CA: American Academy of

Ophthalmology; 2015.

21. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata.2nd ed. Yogyakarta: Departemen

Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012.


39

22. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6th ed. Edinburgh:

Butterworth Heinemann/Elsevier; 2007.

23. Moshirfar M, Milner D, Patel BC. Cataract Surgery. [Updated 2021 Jun 25].

In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan.

Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559253/

24. Chen M, LaMattina KC, Patrianakos T, Dwarakanathan S. Complication rate

of posterior capsule rupture with vitreous loss during phacoemulsification at a

Hawaiian cataract surgical center: a clinical audit. Clin Ophthalmol.

2014;8:375-8.

25. Tajunisah I, Reddy SC. Dropped Nucleus Following Phacoemulsification

Cataract Surgery. Med J Malaysia. 2007;62(5):364-7.

26. Katz J, Feldman MA, Bass EB, et al; Study of medical testing for cataract

surgery team. Risks and benefits of anticoagulant and antiplatelet medication

use before cataract surgery. Ophthalmology. 2003;110(9):1784-8.

27. Haug SJ, Bhisitkul RB. Risk factors for retinal detachment following cataract

surgery. Curr Opini Ophthalmol. 2012;23(1):7-11.

Anda mungkin juga menyukai