Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kasus

Katarak Senilis

Oleh:

Nur Ramadhanti Cindy Levissa, S.Ked

NIM. 1930912320038

Pembimbing:

Dr. dr. M.Ali Faisal, M.Sc, Sp.M

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Februari, 2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

BAB II LAPORAN KASUS ..................................................................... 4

A. Identitas................................................................................... 4

B. Anamnesis.............................................................................. 4

C. Pemeriksaan Fisik................................................................... 6

D. Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 9

E. Diagnosis Banding.................................................................. 10

F. Diagnosis Kerja...................................................................... 10

G. Penatalaksanaan...................................................................... 10

H. Prognosis................................................................................. 10

BAB III IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISIS KASUS ............ 12

BAB IV PENUTUP..................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 40

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
3.1 Anatomi Mata................................................................................. 15
3.2 Struktur Anatomi Lensa Mata.......................................................... 16
3.3 Katarak insipien................................................................................ 24
3.4 Katarak imatur.................................................................................. 24
3.5 Katarak senilis matur....................................................................... 25
3.6 Katarak hipermatur morganian......................................................... 25
3.7 Katarak hipermatur sklerotik............................................................ 26
3.8 Fakoemulsifikasi.............................................................................. 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Lensa merupakan struktur mata yang berfungsi untuk memfokuskan

cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot

siliaris relaksasi, meregangkan zonula zinii dan memperkecil diameter antero-

posterior lensa sampai ukurannya yang terkecil. Dalam posisi ini, daya refraksi

lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel akan terfokus ke retina, begitu

juga sebaliknya. Gangguan lensa dapat berupa kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan

anomali geometrik. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut

mengalami penurunan visus tanpa nyeri. Kekeruhan lensa disebut juga dengan

katarak. Beberapa faktor penyebab katarak antara lain yaitu kongenital, usia

lanjut, penyakit sistemik, infeksi, dan trauma.1

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan

Latin cataracta yang berarti air terjun, dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak

merupakan suatu kelainan mata yang berupa kekeruhan pada lensa, yang

disebabkan oleh pemecahan protein oleh proses oksidasi dan fotooksidasi.1

Katarak dapat menimbulkan berbagai macam risiko dan komplikasi yang salah

satunya ialah kebutaan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun

2012 katarak merupakan penyebab kebutaan pertama didunia.2 Penyebab

kebutaan terbanyak di seluruh dunia adalah katarak sebesar 51%, diikuti oleh

glaukoma sebesar 8%, Age related Macular Degeneration (ARMD) sebesar 5%,

kekeruhan kornea sebesar 4%, gangguan refraksi sebesar 3%, trachoma sebesar

1
3%, retinopati diabetikum sebesar 1%, 4% diakibatkan karena gangguan

penglihatan sejak kanak-kanak dan sebesar 21% penyebab tidak dapat ditentukan.

World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 45 juta penderita

kebutaan didunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Indonesia

merupakan negara dengan angka kebutaan tertinggi di Asia Tenggara. Jumlah

penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus dengan jumlah penduduk

usia lanjut.3 Perkiraan insiden katarak adalah 0,1%/ tahun atau setiap tahun

diantara 1.000 orang terdapat satu orang penderita baru katarak.

Penyakit katarak merupakan prioritas utama dari lima prioritas vision 2020

– The Right to Sight untuk menghilangkan angka kebutaan pada tahun 2020. 4,5

Dalam visi 2020 the right to sight merupakan program yang diinisiasi oleh WHO

dan The International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) untuk

mewujudkan fungsi penglihatan yang optimal di dunia. Proses degenerasi

merupakan penyebab katarak tersering, disamping faktor risiko lainnya, seperti

paparan ultraviolet, penggunaan obat steroid dalam waktu lama, riwayat diabetes

melitus, trauma mata, merokok dan lain-lain.

Katarak senilis merupakan kekeruhan pada lensa mata yang ditemukan

pada penderita diatas usia 50 tahun karena terjadinya modifikasi protein lensa

yang menyebabkan struktur lensa tidak stabil dan akhirnya mengalami agregasi. 4

Perubahan lensa mata banyak terjadi pada usia lanjut, antara lain peningkatan

masa dan ketebalan lensa serta penurunan daya akomodasi. Hal tersebut yang

mengakibatkan semakin tingginya kejadian katarak senilis. Pada usia 55-64 tahun

didapatkan hampir 40% mengalami kekeruhan pada lensa, 5% diantaranya adalah

2
katarak matur, pada usia 65-74 tahun didapatkan 70% mengalami kekeruhan pada

lensa, 18% di antaranya adalah katarak matur. Pada usia 79-84 tahun lebih dari

90% mengalami kekeruhan pada lensa dan hampir separuhnya katarak matur.

Terdapat beberapa faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya katarak senilis

selain usia penderita, diantaranya adalah jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan

kebiasaan merokok. Radiasi ultraviolet merupakan faktor risiko yang kuat untuk

perkembangan katarak.6

Berikut dilaporkan sebuah kasus katarak senilis pada seorang laki-laki 64

tahun yang datang ke Poliklinik Mata RSUD Ulin Banjarmasin.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Tn. J

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Barabai

Suku : Banjar

Tanggal Pemeriksaan : 7 Oktober 2022

RMK : 1-49-99-88

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada mata sebelah kanan dan

kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata sebelah kanan dan

kiri sejak 1 tahun yang lalu sebelum datang ke poliklinik mata. Awalnya pasien

mengeluhkan pandangan sedikit kabur, dan semakin lama penglihatannya

semakin kabur, sehingga menganggu penglihatan dan juga mengakibatkan pasien

merasa penglihatan seperti berasap, mata mudah silau, dan melihat cahaya seperti

pelangi disekitar sumber cahaya. Tidak ada riwayat trauma pada mata kanan dan

4
kiri sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan kacamata. Tidak ada

keluhan lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, mata merah, mata kering, air

mata berlebih, kotoran mata berlebih, gatal ataupun mata sakit. Pasien memiliki

penyakit tekanan darah tinggi sejak 2 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol dan

minum obat. Pasien belum pernah mengobati mata sebelumnya dan untuk pertama

kali berobat di RSUD Ulin Banjarmasin.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal riwayat penyakit mata lain sebelumnya. Hipertensi tak

terkontrol sejak 2 tahun yang lalu. Penyakit kencing manis, saraf, dan atau/

jantung disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa mata kabur atau penyakit mata lain.

Riwayat tekanan darah tinggi, kolesterol, kencing manis dalam keluarga tidak

diketahui oleh pasien.

Riwayat Penggunaan Kacamata :

Pasien tidak menggunakan kacamata.

Riwayat Alergi :

Tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan, cuaca dingin, ataupun debu

disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan :

Pasien belum pernah memeriksakan dan mengobati mata sebelumnya, dilakukan

pemeriksaan slit lamp mata dan foto fundus di poli mata RSUD Ulin Banjarmasin

5
dan operasi jika diindikasikan. Riwayat konsumsi obat minum dan obat tetes mata

tidak ada sebelumnya.

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis / GCS E4V5M6

Tanda Vital

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 kali/menit

Frekuensi Napas : 20 kali/menit

Suhu : 36,80C

SpO2 : 99% on room air

Status Lokalis

No Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri


1. Visus 3/60 1/60
2. Posisi Bola Mata Sentral Sentral
3. Gerakan bola mata Baik ke Baik ke
segala segala arah
arah
4. Palpebra Superior Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Pseudoptosis (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
5. Palpebra Inferior Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)

6
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
6. Fissura palpebral + 10 mm + 10 mm
7. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palpebra Massa bergerombol (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Papil raksasa (-) (-)
Folikel (-) (-)
8. Konjungtiva Fornix Hiperemi (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
raksasa
9. Konjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (-) (-)
Injeksi Siliar (-) (-)
Massa (-) (-)
Edema (-) (-)
Subconjunctival bleeding (-) (-)
10. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)
11. Iris Warna Coklat Coklat
Kripte (+) (+)
12. Pupil Bulat, Bulat,
Bentuk
regular regular
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
14. Lensa Kejernihan Keruh Keruh

Dislokasi (-) (-)


Iris Shadow (+) (+)
15. COA Dalam, Dalam,
Jernih Jernih
16. Pertumbuhan bulu mata Normal Normal
17. Palpasi (Tekanan Intraokuler) Normal Normal

7
Foto Klinis

Mata Kanan Mata Kiri

8
D. Pemeriksaan Penunjang

Tonometri (7 Februari 2022)

T OD = 13,0 mmHg

T OS = 11,0 mmHg

Slit Lamp :

Mata Kanan Mata Kiri

SL OD = Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih (+), iris coklat, kripte (+),

perdarahan (-), iris shadow (+), pupil bulat, sentral, lensa tampak keruh

SL OD = Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih (+), iris coklat, kripte (+),

perdarahan (-), iris shadow (+), pupil bulat, sentral, lensa tampak keruh

9
Foto Fundus :

Kesan : ODS normal fundus

E. Diagnosis Banding

1. ODS Katarak Senilis

2. ODS Retinopati Hipertensi

3. ODS Glaukoma Primer Sudut Terbuka

F. Diagnosis Kerja

ODS Katarak Senilis imatur

G. Penatalaksanaan

- Pro ODS Phacoemulcification + IOL dengan LA

H. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

10
Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad cossmeticam : dubia ad bonam

I. Edukasi

- Menjelaskan kepada pasien bahwa pandangan kabur pada mata pasien

diakibatkan oleh katarak pada lensa mata pasien.

- Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak bisa diterapi dengan obat-obatan

tetapi dapat disembuhkan dengan operasi dan pemberian lensa tanam pada

mata.

- Menjelaskan pada pasien mengenai operasi fakoemulsifikasi, jenis tindakan,

kelebihan dan kekuranganya

- Menjelaskan komplikasi yang akan terjadi apabila tidak dilakukan operasi,

komplikasi yang mungkin timbul selama operasi dan pasca operasi.

- Menjelaskan kepada pasien tentang penting kontrol rutin, untuk evaluasi

respon terapi dan mencegah komplikasi.

11
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISIS KASUS

1. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan.

Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:

SUBJECTIVE

a. Tn. J/64 tahun mengeluh penglihatan kabur sejak 1 tahun yang lalu sebelum

datang ke poliklinik mata, diawali dengan pandangan sedikit kabur, dan

semakin lama penglihatannya semakin kabur, sehingga mengganggu

penglihatan. Pasien merasakan pandangannya berasap, keluhan dirasakan

pada mata sebelah kanan dan kiri. Keluhan tidak disertai nyeri maupun mata

merah dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien memiliki penyakit

tekanan darah tinggi tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu.

b. Pasien mengeluh mudah silau.

c. Pasien melihat cahaya seperti pelangi disekitar sumber cahaya.

OBJECTIVE

Pada pemeriksaan status lokalis pada mata didapatkan:

a. Visus OD = 3/60, OS = 1/60

12
b. ODS = Lensa tampak keruh, iris shadow (+)

c. Tonometri OD = 13,0 mmHg, OS = 11,0 mmHg

d. Slit lamp ODS = lensa tampak keruh, iris shadow (+)

e. Foto Fundus = ODS normal fundus

2. ANALISIS KASUS

a. Tn. J/64 tahun mengeluh penglihatan kabur sejak 1 tahun yang lalu sebelum

datang ke poliklinik mata, diawali dengan pandangan sedikit kabur, dan semakin

lama penglihatannya semakin kabur, sehingga mengganggu penglihatan. Pasien

merasakan pandangannya berasap, keluhan dirasakan pada mata sebelah kanan

dan kiri. Keluhan tidak disertai nyeri maupun mata merah dan tidak ada riwayat

trauma sebelumnya. Pasien memiliki penyakit tekanan darah tinggi tidak

terkontrol sejak 2 tahun yang lalu.

Berdasarkan data anamnesis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit

mata yang dialami oleh pasien adalah penurunan visus perlahan tanpa disertai

mata merah maka yang dapat menjadi kemungkinan diagnosis pasien tersebut

adalah katarak, glaukoma dan retinopati. Penglihatan seperti berasap dapat

didapatkan pada penyakit katarak. Hasil pemeriksaan visus pada mata kanan 3/60

dan pada mata kiri 1/60. Selain itu pada status lokalis dan pemeriksaan slit lamp

mata kanan dan kiri didapatkan lensa tampak keruh dan iris shadow (+),

pemeriksaan tonometri mata kanan 13,0 mmHg dan mata kiri 11,0 mmHg.

Berdasarkan usia, anamnesis, dan hasil pemeriksaan mata (kekeruhan lensa dan

iris shadow (+)) dapat mengarah pada penyakit katarak senilis tipe imatur.6,7,8

13
b. Pasien mengeluh mudah silau.

Keluhan pasien mudah silau (fotofobi) merupakan keadaan tidak tahan atau

terlalu sensitifnya mata terhadap cahaya, keluhan ini terdapat pada radang mata

luar (konjungtivitis dan keratitis) radang mata dalam atau uveitis, dan kelainan

mata lainnya seperti katarak, rangsangan pada kornea, rangsangan saraf

trigeminus, edem kornea, neuritis retrobulbar, glaukoma kongenital, eksotropia,

buta warna total, dan kekeruhan kornea. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan

pada katarak antara lain tajam penglihatan menurun (kabur) akibat makin tebalnya

kekeruhan lensa, silau, coloured halos, uniocular polyopia, dan gangguan

penglihatan warna. 6,7,8

c. Pasien melihat cahaya sepeti pelangi disekitar sumber cahaya.

Keluhan pasien melihat cahaya seperti pelangi disekitar sumber cahaya (halo)

dapat didapatkan pada penyakit katarak, glaukoma, edema kornea, pseudophakia,

dan obat-obatan, seperti digitalis dan klorokuin. Gejala dan tanda yang dapat

ditemukan pada katarak antara lain tajam penglihatan yang menurun (kabur)

sebagai akibat adanya kekeruhan lensa, silau, coloured halos, uniocular polyopia,

dan gangguan penglihatan warna. 6,7,8

14
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Gambar 3.1 Anatomi mata.8

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di

bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga

terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.9

Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:9,10

1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada

mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan

sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk

ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.

2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi

oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada

ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas

iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan

15
otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Badan siliar yang

terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang

dikeluankan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas komea

dan sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran

neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik

dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan

koroid sehingga retina dapat terlepas dan koroid yang disebut ablasi retina.2,11

Lensa mata terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya

pada badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada

akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula

lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang

terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita.8

Gambar 3.2 Struktur anatomi lensa mata.10

Lensa mata berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam

mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang

terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan

16
menipis pada saat terjadinya akomodasi.10 Lensa merupakan salah satu media

refraksi yang penting. Kekuatan dioptri seluruh bola mata adalah sekitar 58

dioptri. Lensa mempunyai kekuatan dioptri sekitar 15 dioptri. Tetapi kekuatan

dioptri ini tidak menetap seperti pada kornea (43 dioptri). Kekuatan dioptri lensa

berubah dengan meningkatnya umur, yaitu menjadi sekitar 8 dioptri pada umur 40

tahun dan menjadi 1 atau 2 dioptri pada umur 60 tahun.9

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 15 % protein, dan

sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium

lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan

glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat

nyeri, pembuluh darah dan persarafan di lensa.9,10

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik

mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat

lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-

menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa

sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa

yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di

dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar

nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.

Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks

anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus tensa mempunyai

konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian

perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh

17
ekuatornya pada badan siliar.8,9

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk

memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,

menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa

sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil,

sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina.

Lensa merupakan suatu struktur cembung ganda, avaskular, tidak berwarna

dan hampir bening sempurna. Lensa bergantung pada zonula di belakang iris yang

menghubungkan dengan badan siliar. Di sebelah depan lensa adalah cairan mata

sedangkan di sebelah belakangnya adalah badan lensa. Kapsul lensa adalah suatu

membrane semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang

memungkinkan masuknya air dan elektrolit. Memfokuskan sinar pada retina. Agar

sinar dari kejauhan bisa terfokus, otot-otot siliar bisa berelaksasi, serabut-serabut

zonula teregang, sehingga mengurangi diameter anteroposterior lensa sampai

dimensi minimal.9

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya

keseimbangan antara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat larut

dalam membrane semi permiable. Apabila terjadi peningkatan jumlah protein

yang tidak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa protein,

perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan jumlah

protein dalam lensa melebihi jumlah protein dalam lensa, melebihi jumlah protein

dalam bagian yang lain sehingga membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan

nama katarak. Terjadinya penumpukan cairan dan degenerasi dan disintegrasi

18
pada serabut tersebut menyebabkan jalannya cahaya terhambat dan

mengakibatkan gangguan mata. Kelainan-kelainan lensa antara lain adalah

kekeruhan, dislokasi dan kelainan geomatrik pada pasien dengan kelainan seperti

ini tajam penglihatannya menurun tanpa disertai rasa sakit untuk memeriksa

penyakit atau kelaianan lensa dilakukan uji tajam penglihatan dan pemeriksaan

lensa memakai lampu celah, oftalmoskopi, lampu senter/lup dengan pupil yang

telah dilebarkan.2,3

B. KATARAK SENILIS

1. Definisi

Katarak merupakan keadaan abnormalitas pada lensa mata berupa

kekeruhan yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Katarak lebih sering

dijumpai pada usia tua, dan merupakan penyebab kebutaan pertama di seluruh

dunia. Kekeruhan pada lensa dapat disebabkan karena hidrasi atau denaturasi

protein.12,13

Katarak Senilis disebut juga sebagai “age-related cataract” merupakan

jenis paling umum dari katarak yang didapat yang mempengaruhi usia diatas 50

tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dari 90% individu mengalami katarak senilis.

Kondisinya biasanya bilateral yaitu terjadi pada kedua mata, tapi juga tidak jarang

terjadi di satu mata karena dampak lebih awal dari yang lain.6,11

2. Epidemiologi

19
Pada tahun 2020, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17.1%.

Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Menurut

hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan

responden tanpa batasan umur.3

WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan kedua

mata akibat katarak.2 Jumlah ini hampir setengah (47,8%) dari semua penyebab

kebutaan karena penyakit mata di dunia. Penyebab kebutaan lainya ialah kelainan

refraksi yang tidak dikoreksi, glaukoma, Age Related Macular Degeneration,

retinopati DM, kebutaan pada anak, trakoma, onchocerciasis, dan lain-lain.6

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhardwaj di Medical College

Hospital di India menyebutkan bahwa dari 746 pasien, 53,6% adalah penderita

katarak. Sebagian besar pasien (55%) penderita katarak berusia 60-80 tahun, dan

53,8% katarak adalah jenis katarak senilis. Katarak juga merupakan penyebab

utama kebutaan baik pada laki-laki (71,7%) maupun perempuan (81,0%).14,15

3. Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor penyebab katarak termasuk katarak senilis dapat berasal dari


beberapa faktor yaitu:16

a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti jenis kelamin perempuan dan
riwayat keluarga katarak.

b) Kondisi medis seperti diabetes, dehidrasi akut, gangguan atopik, hipertensi,


asam urat.

c) Trauma mata oleh trauma tumpul maupun tajam, suhu panas yang tinggi,
maupun bahan kimia.

20
d) Penyakit mata lainnya seperti uveitis kronik, ablatio retina, serta glaukoma.

e) Konsumsi obat seperti kortikosteroid, statin, agen topikal yang digunakan


dalam pengobatan glukoma.

f) Gaya hidup seperti kebiasaan merokok, paparan sinar matahari, konsumsi


alkohol, status gizi.

g) Kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas).

Penyebab tersering katarak adalah proses degenerasi. Pengeruhan lensa dapat


dipercepat oleh faktor resiko seperti:6,16

- Radiasi ultraviolet : paparan sinar UV yang tinggi dari sinar matahari


dikaitkan onset awal dan maturitas katarak senilis di banyak studi
epidemiologi.

- Merokok, alkohol, pemakaian obat yang menginduksi kekeruhan lensa.

- Cedera pada mata, infeksi atau peradangan, komplikasi dari penyakit infeksi
dan metabolik lainya seperti diabetes melitus.

- Faktor makanan : kekurangan protein tertentu, asam amino, vitamin


(riboflavin, vitamin E, vitamin C) dan unsur- unsur penting lain berhubungan
dengan onset dini dan maturitas katarak senilis.

- Adanya kerusakan oksidatif dan radikal bebas.

4. Patofisiologi

Patogenesis katarak sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Seiring

bertambahnya usia, peningkatan radikal bebas akan menimbulkan kerusakan pada

setiap jaringan tubuh, akibat pengaruh lingkungan atau dari kurangnya aktivitas

antioksidan alami dalam tubuh. Oksidasi dari protein lensa adalah salah satu

faktor penting dengan terjadinya katarak. Ketika protein rusak, keseragaman

21
struktur ini akan menghilang dan serat-serat yang seharusnya berfungsi untuk

meneruskan cahaya menjadi terpencar bahkan terpantul. Pada kelompok katarak

diperoleh kadar antioksidan yang rendah. Kerusakan protein akibat kehilangan

elektron oleh radikal bebas mengakibatkan sel-sel jaringan protein lensa menjadi

rusak sehingga mengakibatkan katarak.6,17

Pada lensa katarak secara karakteristik dapat ditemukan agregat-agregat

protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya.

Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau migrasi

sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang .. Setelah usia

pertengahan terjadi proses kondensasi normal dalam nukleus lensa.2 Semakin tua

usia lensa, maka akan semakin meningkat berat dan ketebalannya namun

berkurang daya akomodasinya. Saat lapisan baru dari serabut korteks terbentuk

secara konsentris, sel-sel tua yang tidak dibuang akan menumpuk ke arah tengah

sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).

Beberapa temuan menunjukkan bahwa kristalin (protein lensa) mengalami

modifikasi dan agregasi kimia menjadi high molecular weight-protein. Agregasi

protein ini akan menyebabkan fluktuasi mendadak pada indeks refraksi lensa,

penyebaran sinar cahaya, dan penurunan transparansi. Perubahan kimia protein

lensa nuklear ini juga dapat menyebabkan perubahan warna lensa menjadi kuning

atau kecoklatan, selain itu dapat pula ditemukannya vesikel antara lensa, dan

pembesaran sel epitel. Perubahan lain yang juga muncul adalah perubahan

fisiologi kanal ion pada lensa yang dapat mengakibatkan katarak. Kekeruhan lensa

ini mengakibatkan lensa tidak transparan dan terjadi perubahan indeks refraksi

22
lensa, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.17,18,19

5. Klasifikasi

Secara umum katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia katarak dan

morfologi. Berdasarkan usia katarak diklasifikasikan menjadi katarak kongenital

(katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun), katarak juvenil (katarak

yang terjadi sesudah usia 1 tahun), dan katarak senilis (katarak setelah usia 50

tahun). Berdasarkan morfologi katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak

kapsular, katarak subkapsular, katarak kortikal, katarak supranuklear, katarak

nuklear, dan katarak polar.6,8

a. Katarak kongenital, sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan,

sepertiga berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh

katarak kongenital disertai anomali mata lainnya, seperti PHPV, aniridia

koloboma, mikroftalmus, dan buftalmos (pada glaucoma infantil).20,21

b. Katarak juvenil, adalah katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda,

yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.

Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak

juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik.6

c. Katarak senilis, seiring berjalannya usia lensa mengalami kekeruhan,

penebalan, serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak

senilis. Katarak senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak.6,22

23
Sedangkan secara khusus, katarak senilis dapat dibedakan berdasarkan

stadiumnya:6,8

- Katarak insipien

Pasa stadium ini mulai timbul kekeruhan akibat proses degenerasi lensa.

Kekeruhan lensa berupa bercak bercak tak teratur seperti baji dengan dasar di

perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan biasanya terletak di

korteks anterior atau posterior. Pada tahap ini tajam penglihatan pasien belum

terganggu.

Gambar 3.3 Katarak insipien.6,8

- Katarak imatur

Sebagian lensa keruh atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa.

Lesi tampak putih keabu-abuan namun korteks yang jernih masih ada sehingga

bayangan iris terlihat/ shadow iris (+). Pada beberapa pasien, pada tahap ini,

lensa bisa menjadi bengkak akibat hidrasi yang terus berlanjut.

24
Gambar 3.4 Katarak imatur.6,8

- Katarak matur

Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa

termasuk korteks. Lensa menjadi putih mutiara. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat

deposisi ion kalsium yang menyeluruh.

Gambar 3.5 Katarak Senilis Matur.6,8

- Katarak hipermatur

Katarak hipermatur dapat terjadi pada salah satu dari dua bentuk yaitu

katarak hipermatur morganian yaitu setelah katarak matur, korteks mencair dan

lensa diubah menjadi kantong yang berisi cairan susu, nukleus kecil kecoklatan

mengendap di bagian bawah. Selanjutnya ada katarak hipermatur tipe sklerotik,

25
setelah tahap maturitas, korteks menjadi hancur dan lensa menjadi keriput akibat

kebocoran air. Kapsul anterior berkerut dan menebal akibat proliferasi sel

anterior dan kapsul putih pada katarak dapat terbentuk di daerah pupil.

Gambar 3.6 Katarak hipermatur morganian.6,8

Gambar 3.7 Katarak hipermatur sklerotik.6,8

6. Diagnosis

Untuk mendiagnosis katarak senilis, perlu pendekatan klinis yang akurat.

Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan:3,23

 Penglihatan kabur

Kekeruhan mengakibatkan penurunan penglihatan yang progesif atau

berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan

pinhole.

 Penglihatan silau

Penderita katarak sering mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana

tingkat kesilauanya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang

menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang

hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau

26
sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali

muncul pada penderita katarak kortikal.

 Miopisasi

Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri

lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang.

Ketergantungan penderita presbiopi dengan kacamata bacanya akan

berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah

sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa nyaman

ini akan menghilang dan diikuti oleh katarak sklerotik nuklear.

Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa

menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan

dapat diatasi dengan ekstraksi katarak.

 Variasi diurnal penglihatan

Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan

menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja

hari, sebaliknya pada katarak kortikal perifer kadang mengeluhkan

penglihatan lebih baik pada sinar terang dibandingkan dengan sinar

redup.

 Halo

Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang

terlihat di sekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan

halo pada penderita glaukoma.

 Perubahan persepsi warna

27
Perubahan warna inti nukleus menjadi kekuningan menyebabkan

perubahan persepsi warna yang akan digambarkan menjadi lebih

kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.

 Bintik hitam

Penderita dapat mengeluhkan timbunya bintik hitam yang tidak bergerak -

gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina

atau badan vitreus yang sering bergerak-gerak.

Dapat dilakukan pemeriksaan klinis dan penunjang berupa :

a) Pengujian ketajaman visual (visus) : bergantung pada lokasi dan maturasi

katarak, ketajaman penglihatan berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi

cahaya.

b) Pemeriksaan iluminasi oblique : pemeriksaan ini untuk melihat warna

lensa di daerah pupil yang bervariasi dalam berbagai jenis katarak.

c) Uji bayangan iris : Ketika seberkas sinar miring diarahkan ke pupil,

bayangan dari tepi pupil iris akan terbentuk pada lapisan bawah keabu-

abuan lensa. Bila lensa benar transparan atau benar-benar buram, tidak

ada bayangan.

d) Pemeriksaan Optalmoskop direk : cahaya fundus kuning kemerahan dapat

terlihat jika tidak ada kekeruhan lensa di medial. Lensa dengan katarak

parsial menunjukan bayangan hitam yang melawan cahaya merah di area

katarak. Lensa dengan katarak komplit tidak terlihat cahaya merah.

e) Pemeriksaan Slit Lamp : pemeriksaan ini dilakukan dengan pupil yang

berdilatasi. Pemeriksaan menunjukkan morfologi lengkap opasitas

28
(tempat, ukuran, bentuk, pola warna, dan kekerasan nukleus).

7. Tata Laksana

Tidak ada pengobatan medis yang efektif dalam mencegah katarak. Untuk

memperlambat perkembangan katarak umumnya disarankan agar pasien

mengonsumsi makanan yang seimbang, mencegah paparan sinar UV yang

berlebihan, menghindari cidera mata dengan menggunakan kacamata pelindung,

dan kontrol gula darah jika memiliki riwayat diabetes.

Penatalaksanaan non bedah

Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual

untuk sementara waktu. Disamping itu, walaupun banyak penelitian mengenai

tatalaksana medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum

ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan

pembentukan katarak pada manusia. Beberapa agen yang mungkin dapat

memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurun kadar sorbitol, pemberian

aspirin, antioksidan vitamin C dan vitamin E.6

Penatalaksanaan bedah

Merencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada kasus-

kasus katarak traumatik. Integritas kapsular preoperatif dan stabilitas zonular

harus diketahui/ diprediksi. Pada kasus dislokasi posterior tanpa glaukoma,

inflamasi, atau hambatan visual, pembedahan mungkin tidak diperlukan. Indikasi

29
untuk penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik adalah

sebagai berikut:23

- Penurunan visus yang berat (unacceptable).

- Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian posterior.

- Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaukoma.

- Ruptur kapsul dengan edema lensa.

- Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan membutuhkan

tindakan bedah.

Ada 3 macam teknik pembedahan pada katarak yaitu :23

1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)

Adalah mengeluarkan lensa dalam keadaan lensa utuh dilakukan

dengan membuka menyayat selaput bening dan memasukkan alat melalui

pupil, kemudian menarik lensa keluar, seluruh lensa dengan pembungkus

atau kapsulannya dikeluarkan dengan lidi (prabe), beku (dingin). Pada

operasi ini dibuat sayatan selapur bening yang cukup luas. Jahitan yang

banyak (14-15 mm), sehingga penyembuhan lukanya memekan waktu

lama.

2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)

Lensa dikeluarkan setelah pembungkus depan dibuat lubang, sedang

pembungkus belakang ditinggalkan. Dengan teknik ini terdapat ruang-ruang

bebas di tempat bekas lensa sehingga memungkinkan mandapatkan lensa

pengganti yang disebut sebagai lensa tanam bilik mata belakang (posterior

chmber intraocular lens) dengan teknik sayatan lebih kecil (10-11 mm)

30
sedikit jahitan dan waktu penyembuhan lebih pendek.

3. Fakoemulsifikasi

Merupakan penemuan terbaru pada EKEK. Cara ini memungkinkan

pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan

alat

ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi

partikel kecil yang memberikan irigasi kontinus. Teknik ini memerlukan

waktu yang pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi.

Kedua teknik irigasi-aspirasi fakoelmulsifikasi dapat mempertahankan

kapsula posterior, yang nantinya digunakan untuk menyangga IOL.

Fakoemulsifikasi yang standar dapat dilakukan bila kapsul lensa

intak dan dukungan zonular yang cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular

diperlukan pada kasus-kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular yang

ekstrim. Dislokasi anterior lensa ke bilik anterior merupakan keadaan

emergensi yang harus segera dilakukan tindakan (removal), karena dapat

mengakibatkan terjadinya pupillary block glaucoma. Lesentomi dan

vitrektomi pars plana dapat menjadi pilihan terbaik pada kasus-kasus ruptur

kapsul posterior, dislokasi posterior, atau instabilitas zonular yang ekstrim.

31
Gambar 3.8 Fakoemulsifikasi13

8. Komplikasi

Komplikasi operasi katarak dapat terjadi selama operasi maupun setelah

operasi. Pemeriksaan periodik pasca operasi katarak sangat penting untuk

mendeteksi komplikasi operasi.

Komplikasi selama operasi

1. Pendangkalan kamera okuli anterior

Pada saat operasi katarak, pendangkalan kamera okuli anterior (KOA) dapat

terjadi karena cairan yang masuk ke KOA tidak cukup, kebocoran melalui insisi

yang terlalu besar, tekanan dari luar bola mata, tekanan vitreus positif, efusi

suprakoroid, atau perdarahan suprakoroid.2 Jika saat operasi ditemukan

pendangkalan KOA, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi

aspirasi, meninggikan botol cairan infus, dan mengecek insisi. Bila insisi terlalu

besar, dapat dijahit jika perlu. Tekanan dari luar bola mata dapat dikurangi dengan

mengatur ulang spekulum kelopak mata. Hal berikutnya adalah menilai tekanan

vitreus tinggi dengan melihat apakah pasien obesitas, bull-necked, penderita

PPOK, cemas, atau melakukan manuver Valsava. Pasien obesitas sebaiknya

diposisikan anti- trendelenburg.21,22

32
2. Posterior Capsule Rupture (PCR)

PCR dengan atau tanpa vitreous loss adalah komplikasi intraoperatif yang

sering terjadi. Studi di Hawaii menyatakan bahwa 0,68% pasien mengalami PCR

dan vitreous loss selama prosedur fakoemulsifikasi. Beberapa faktor risiko PCR

adalah miosis, KOA dangkal, pseudoeksfoliasi, floppy iris syndrome, dan

zonulopati. Apabila terjadi PCR, sebaiknya lakukan vitrektomi anterior untuk

mencegah komplikasi yang lebih berat. PCR berhubungan dengan meningkatnya

risiko cystoid macular edema, ablasio retina, uveitis, glaukoma, dislokasi LIO,

dan endoftalmitis postoperatif katarak.25

3. Nucleus drop

Salah satu komplikasi teknik fakoemulsifikasi yang paling ditakutkan adalah

nucleus drop, yaitu jatuhnya seluruh atau bagian nukleus lensa ke dalam rongga

vitreus. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, lensa yang tertinggal dapat

menyebabkan peradangan intraokular berat, dekompensasi endotel, glaukoma

sekunder, ablasio retina, nyeri, bahkan kebutaan. Sebuah studi di Malaysia

melaporkan insidensi nucleus drop pasca fakoemulsifikasi sebesar 1,84%.12 Faktor

risiko nucleus drop meliputi katarak yang keras, katarak polar posterior, miopia

tinggi, dan mata dengan riwayat vitrektomi.25

Komplikasi setelah operasi

1. Edema kornea

33
Edema stromal atau epitelial dapat terjadi segera setelah operasi katarak.

Kombinasi dari trauma mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang,

atau peningkatan tekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea.

Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu. Jika kornea tepi

masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang menetap

sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti tembus.20

2. Perdarahan

Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan

retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien

dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan

efusi suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain

membuktikan bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok

yang menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi

katarak.20

3. Glaukoma sekunder

Bahan viskoelastik hialuronat yang tertinggal di dalam KOA pasca operasi

katarak dapat meningkatkan tekanan intraokular (TIO), peningkatan TIO ringan

bisa terjadi 4 sampai 6 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang sendiri dan

tidak memerlukan terapi anti glaukoma, sebaliknya jika peningkatan TIO

menetap, diperlukan terapi anti-glaukoma. Glaukoma sekunder dapat berupa

glaukoma sudut terbuka dan tertutup. Beberapa penyebab glaukoma sekunder

sudut terbuka adalah hifema, TASS, endoftalmitis, serta sisa masa lensa.

34
Penyebab glaukoma sekunder sudut tertutup adalah blok pupil, blok siliar,

glaukoma neovaskuler, dan sinekia anterior perifer.20

4. Uveitis kronik

Inflamasi normal akan menghilang setelah 3 sampai 4 minggu operasi katarak

dengan pemakaian steroid topikal. Inflamasi yang menetap lebih dari 4 minggu,

didukung dengan penemuan keratik presipitat granulomatosa yang terkadang

disertai hipopion, dinamai uveitis kronik. Kondisi seperti malposisi LIO, vitreus

inkarserata, dan fragmen lensa yang tertinggal, menjadi penyebab uveitis kronik.

Tatalaksana meliputi injeksi antibiotik intravitreal dan operasi perbaikan posisi

LIO, vitreus inkarserata, serta pengambilan fragmen lensa yang tertinggal dan

LIO.20

5. Edema Makula Kistoid (EMK)

EMK ditandai dengan penurunan visus setelah operasi katarak, gambaran

karakteristik makula pada pemeriksaan oftalmoskopi atau FFA, atau gambaran

penebalan retina pada pemeriksaan OCT. Patogenesis EMK adalah peningkatan

permeabilitas kapiler perifovea dengan akumulasi cairan di lapisan inti dalam dan

pleksiformis luar. Penurunan tajam penglihatan terjadi pada 2 sampai 6 bulan

pasca bedah.20

EMK terjadi pada 2-10% pasca EKIK, 1-2% pasca EKEK, dan < 1% pasca

fakoemulsifikasi.14 Angka ini meningkat pada penderita diabetes mellitus dan

uveitis. Sebagian besar EMK akan mengalami resolusi spontan, walaupun 5%

diantaranya mengalami penurunan tajam penglihatan yang permanen.26

35
6. Ablasio retina

Ablasio retina terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan <1%

pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca

bedah katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio

retina pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin laki- laki,

riwayat keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit

dengan rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan

kemungkinan terjadinya ablasio retina pasca bedah.20

7. Endoftalmitis

Endoftalmitis termasuk komplikasi pasca operasi katarak yang jarang, namun

sangat berat. Gejala endoftalmitis terdiri atas nyeri ringan hingga berat, hilangnya

penglihatan, floaters, fotofobia, inflamasi vitreus, edem palpebra atau periorbita,

injeksi siliar, kemosis, reaksi bilik mata depan, hipopion, penurunan tajam

penglihatan, edema kornea, serta perdarahan retina. Gejala muncul setelah 3

sampai 10 hari operasi katarak. Penyebab terbanyak adalah Staphylococcus

epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Penanganan endoftalmitis

yang cepat dan tepat mampu mencegah infeksi yang lebih berat. Tatalaksana

pengobatan meliputi kultur bakteri, antibiotik intravitreal spektrum luas, topikal

sikloplegik, dan topikal steroid.20

8. Toxic Anterior Segment Syndrome

TASS merupakan inflamasi pasca operasi yang akut dan non-infeksius. Tanda

dan gejala TASS dapat menyerupai endoftalmitis, seperti fotofobia, edema

36
kornea, penurunan penglihatan, akumulasi leukosit di KOA, dan kadang disertai

hipopion. TASS memiliki onset lebih akut, yaitu dalam 24 jam pasca operasi

katarak, sedangkan endoftalmitis terjadi setelah 3 sampai 10 hari operasi. TASS

juga menimbulkan keluhan nyeri minimal atau bahkan tanpa nyeri. Beberapa

penyebab TASS adalah pembilasan alat-alat operasi yang tidak adekuat,

penggunaan pembersih enzimatik, salah konsentrasi detergen, ultrasonic bath,

antibiotik, epinefrin yang diawetkan, alat single-use yang digunakan berulang kali

saat pembedahan. Meskipun kebanyakan kasus TASS dapat diobati dengan

steroid topikal atau NSAIDs topikal, reaksi inflamasi terkait TASS dapat

menyebabkan kerusakan parah jaringan intraokular, yang dapat mengakibatkan

kehilangan penglihatan.20

9. Posterior Capsule Opacification (PCO) / kekeruhan kapsul posterior

PCO merupakan komplikasi pasca operasi katarak yang paling sering. Sebuah

penelitian melaporkan PCO rata-rata terjadi pada 28% pasien setelah lima tahun

pasca operasi katarak. Insidensi PCO lebih tinggi pada anak-anak. Mekanisme

PCO adalah karena tertinggalnya sel-sel epitel lensa di kantong kapsul anterior

lensa, yang selanjutnya berproliferasi, lalu bermigrasi ke kapsul posterior lensa.

Berdasarkan morfologi, terdapat 2 jenis PCO, jenis fibrosis (fibrosis type) dan

jenis mutiara (pearl type). Jenis kedua lebih sering menyebabkan kebutaan. PCO

dapat efektif diterapi dengan kapsulotomi, komplikasi prosedur laser ini seperti

ablasio retina, merusak LIO, cystoid macular edema, peningkatan tekanan

intraokular, perdarahan iris, edema kornea, subluksasi LIO, dan

endoftalmitis.

37
Pencegahan PCO lebih ditekankan. Teknik operasi pada anak-anak

menggunakan kapsuloreksis posterior (posterior continuous curvilinear

capsulorrhexis) dan vitrektomi anterior telah terbukti menurunkan kejadian PCO.

Pemakaian LIO dengan sisi tajam (sharp-edge optic) yang terbuat dari akrilik dan

silikon, serta penggunaan agen terapeutik seperti penghambat proteasome, juga

menurunkan kejadian PCO.20

10. Surgically Induced Astigmatism (SIA)

Operasi katarak, terutama teknik EKIK dan EKEK konvensional, mengubah

topografi kornea dan akibatnya timbul astigmatisma pasca operasi. Risiko SIA

meningkat dengan besarnya insisi (> 3 mm), lokasi insisi di superior, jahitan,

derajat astigmatisma tinggi sebelum operasi, usia tua, serta kamera okuli anterior

dangkal. AAO menyarankan untuk membuka jahitan setelah 6-8 minggu

postoperatif untuk mengurangi astigmatisma berlebihan.20,27

11. Dislokasi LIO (Lensa Intra Okuler)

Angka kejadian dislokasi LIO dilaporkan sebesar 0,19-3,00%. Dislokasi LIO

dapat terjadi di dalam kapsul (intrakapsuler) atau di luar kapsul (ekstrakapsuler).

Penyebab dislokasi LIO intrakapsuler adalah satu atau kedua haptik terletak di

sulkus, sedangkan beberapa penyebab dislokasi LIO ekstrakapsuler mencakup

pseudoeksfoliasi, gangguan jaringan ikat, uveitis, retinitis pigmentosa, miopia

tinggi, dan pasien dengan riwayat operasi vitreoretina. Tatalaksana kasus ini

adalah dengan reposisi atau eksplantasi LIO.20

9. Prognosis

38
Jika katarak tidak ditangani dan dibiarkan untuk berprogresi, katarak dapat

menyebabkan kebutaan fungsional. Operasi katarak pada umumnya dapat

mengembalikan penglihatan seperti pada saat prekatarak jika tidak terdapat

proses penyakit posterior mata lainnya.9

BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang pasien Tn.J usia 64 tahun dengan diagnosis

katarak senilis imatur ODS, yang datang dengan keluhan mata kanan dan kiri

kabur sejak 1 tahun sebelum datang ke poliklinik mata RSUD Ulin Banjarmasin,

yang munculnya secara perlahan. Awalnya pasien mengeluh penglihatan sedikit

kabur semakin lama penglihatannya semakin kabur dan mengganggu penglihatan,

pasien merasa penglihatan seperti berasap, mudah silau, dan melihat cahaya

seperti pelangi disekitar sumber cahaya. Pasien memiliki penyakit tekanan darah

tinggi sejak 2 tahun yang lalu, dan tidak rutin kontrol serta minum obat. Hasil

pemeriksaan mata kanan dan kiri menunjukkan lensa keruh, iris shadow (+), visus

OD 3/60 dan OS 1/60, TIO dengan tonometri OD sebesar 13,0 mmHg dan OS

sebesar 11,0 mmHg, slit lamp menunjukkan lensa tampak keruh dan iris shadow

(+), serta didapatkan ODS normal fundus. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik status lokalis pada mata, dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis

39
sebagai Katarak Senilis Imatur ODS. Selanjutnya pasien direncanakan untuk

dilakukan pro ODS Phacoemulcification + IOL dengan LA.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Liu YC, Wilkins M, Kim T, Malyugin B, Mehta JS. Cataracts. Lancet. 2017

Aug 5;390

2. World Health Organization. Global Data on Visual Impairments; 2012.

http://www.who.int/blindness/GLOBALDATAFINALforweb.pdf. Diakses

pada 3 November 2021.11.

3. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.

Infodatin.Kementerian Kesehatan RI; 2013.

4. Menteri Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor Hk.01.07/Menkes/557/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tata Laksana Katarak Pada Dewasa.

5. McCarty, C.A., and Hug R.T. 2001. The Genetics of Cataract. Australia,

Centre for Eye Researc. Diakses dari http://www.iovs.org/ pada 21 November

2011.

6. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Indonesia; 2019.

7. Tim Penulis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata UNAIR. 2013

8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan P. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta:

Widya Medika; 2012.

9. James, Bruce. dkk. Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi Kesembilan. Penerbit

Erlangga. Jakarta: 2006.

40
10. Hejtmancik JF, Shiels A. Overview of the Lens. Prog Mol Biol Transl Sci.

2015;134:119-27.

11. Ho MC, Peng YJ, Chen SJ, Chiou SH. Senile cataracts and oxidative stress. J

Clin Gerontol Geriatr. 2010;1(1):17–21.

12. Alshamrani AZ. Cataracts Pathophysiology and Managements. The Egyptian

Journal of Hospital Medicine. 2018;70(1):151:4.

13. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Ethiopathogenesis of Cataract: An

Appraisal Indian Journal of Ophthalmology. 2014 15 April 2017;62(2):103-

10.

14. Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN : Situasi gangguan penglihatan dan

kebutaan. Jakarta; 2018.

15. Bhardwaj, A. Incidence of Cataract in Tertiary Care Hospital. Indian Journal

of Applied Research. 2016;6(1):2249-55.

16. Fu Y, Dong Y, Gao Q. Age-related cataract and macular degeneration:

Oxygen receptor dysfunction diseases. Med Hypotheses. 2015;85(3):272-5.

17. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.

18. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah

Pendekatan Klinis. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.

19. Ho Mc, Peng YJ, Chen SJ, Chiou SH. Senile cataracts and oxidative stress. J

Clin Gerontol Geriatr. 2010;1(1):17-21.

42
20. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and

clinical science course. San Francisco, CA: American Academy of

Ophthalmology; 2015.

21. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata.2 nd ed. Yogyakarta:

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada; 2012.

22. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6th ed.

Edinburgh: Butterworth Heinemann/Elsevier; 2007.

23. Moshirfar M, Milner D, Patel BC. Cataract Surgery. [Updated 2021 Jun 25].

In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021

Jan. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559253/

24. Chen M, LaMattina KC, Patrianakos T, Dwarakanathan S. Complication rate

of posterior capsule rupture with vitreous loss during phacoemulsification at a

Hawaiian cataract surgical center: a clinical audit. Clin Ophthalmol.

2014;8:375-8.

25. Tajunisah I, Reddy SC. Dropped Nucleus Following Phacoemulsification

Cataract Surgery. Med J Malaysia. 2007;62(5):364-7.

26. Katz J, Feldman MA, Bass EB, et al; Study of medical testing for cataract

surgery team. Risks and benefits of anticoagulant and antiplatelet medication

use before cataract surgery. Ophthalmology. 2003;110(9):1784-8.

27. Haug SJ, Bhisitkul RB. Risk factors for retinal detachment following cataract

surgery. Curr Opini Ophthalmol. 2012;23(1):7-11.

42
42

Anda mungkin juga menyukai