Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KEBUTAAN
DOSEN PENGAMPU : Dr.Zaldi Z, Sp.M

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

1. ELLEN YAPUTERI (21114041454)


2. ANDINI KESUMA NINGSIH (21114041446)
3. FITRI NURHALIZA MA’ARIF (21114041492)
4. ESTER SITANGGANG (21114041439)
5. RANGGA SEPTIAN ADIDTYA (21114041442)
6. ABEDNEGO DIO PANJAITAN (21114041445)
7. ANGGI NOVITA RAMADANI (21114041447)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III REFRAKSI OPTISI

STIKES BINALITA SUDAMA MEDAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Mata
Kuliah Pencegahan Kebutaan yang berjudul “Kebutaan” dengan baik dan lancar.
Makalah ini kami susun sedemikian rupa dengan mencari dan menggabungkan
sejumlah informasi yang kami dapatkan baik melalui buku maupun internet. Kami
berharap dengan informasi yang kami dapat dan kemudian kami sajikan ini dapat
memberikan penjelasan yang cukup tentang Kebutaan.
Demikian satu dua kata yang dapat kami sampaikan. Jika ada kesalahan baik dalam
penulisan maupun kutipan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan kami juga berharap
semua pembaca dapat memaafkan serta memakluminya.

Medan, 27 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................. ...... ii


Daftar Gambar .................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang …………………………………………………….............. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1


1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3


2.1 Pengertian Kebutaan ......................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Buta Menurut WHO ................................................................. 3

2.1.2 Pengertian Buta Menurut Para Ahli ........................................................... 3

2.2 Jenis-Jenis Kebutaan .......................................................................................... 4

2.3 Mekanisme Terjadinya Kebutaan ..................................................................... 5

2.4 Gejala-Gejala Kebutaan ................................................................................... 11

2.5 Penyebab Kebutaan .......................................................................................... 12

2.5.1 Katarak ....................................................................................................... 13

2.5.2 Glaukoma ................................................................................................... 14

2.5.3 Refractive Error ......................................................................................... 15

2.5.4 Retinal Diseases ......................................................................................... 15

2.5.5 Corneal Disease ......................................................................................... 17


2.5.6 Trakoma ..................................................................................................... 18

2.5.7 Diabetic Retinopathy ................................................................................. 19

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 21


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 21

3.2 Saran ...................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Katarak ....................................................................................................13

Gambar 2.2 Glaukoma ................................................................................................14

Gambar 2.3 Kelainan Refraksi ...................................................................................15

Gambar 2.4 Retinal Diseases. .....................................................................................16

Gambar 2.5 Corneal Ecrasia .......................................................................................17

Gambar 2.6 Traukoma ................................................................................................19

Gambar 2.7 Retinopati Diabetik.................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Buta merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat dikarenakan
terdapat kerusakan pada retina sehingga tidak bisa meneruskan cahaya ke makula.
Biasanya, buta ini dapat disebabkan karena akibat dari cedera parah, atau secara
perlahan akibat komplikasi penyakit tertentu, atau juga bisa dialami oleh bayi akibat
kelainan atau cacat sejak lahir. Jadi menurut WHO orang yang dikatergorikan buta
salah satunya adalah apabila seseorang diberi fraksi maksimal (kiri-kanan) diberi
kacamata maksimum, itu tidak bisa melewati 6/60.
Berdasarkan data WHO pada tahun 2020, ada sekitar 1 milliar penduduk di seluruh
dunia yang menderita gangguan penglihatan berat atau kebutaan. Di Indonesia sendiri,
sampai tahun 2020, tercatat ada sekitar 6,4 juta penduduk yang mengalami kebutaan.
Di Indonesia, penyebab kebutaan tertinggi disebabkan karena katarak, glaukoma,
kelainan refraksi, penyakit kornea beserta penyakit retina.
Buta itu bisa disebabkan karena akibat komplikasi dari penyakit, diantaranya
disebabkan karena katarak, glaukoma, kelainan refraksi, penyakit di retina, penyakit di
kornea, trakoma dan retinopati diabetika. Di makalah ini, akan dibahas mengenai gejala
kebutaa, penyebab kebutaan, dampak kebutaan beserta pengobatan kebutaan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 apa itu pengertian kebutaan?
1.2.2 apa itu jenis-jenis kebutaan?
1.2.3 apa saja mekanisme terjadinya kebutaan?
1.2.4 apa itu gejala-gejala kebutaan?
1.2.5 apa itu penyebab kebutaan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 mengetahui tentang pengertian kebutaan.
1.3.2 mengetahui tentang jenis-jenis kebutaan.

1
1.3.3 mengetahui tentang mekanisme terjadinya kebutaan.
1.3.4 mengetahui apa saja gejala-gejala kebutaan.
1.3.5 mengetahui apa saja penyebab kebutaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebutaan


Kebutaan terbagi dalam beberapa uraian yang diantaranya mencakup sebagai berikut :
2.1.1 Pengertian Buta Menurut WHO
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2005, kebutaan adalah
suatu keadaan mata yang tidak memiliki persepsi cahaya atau ada persepsi
cahaya namun visual acuity di bawah 3/60. WHO memperkirakan terdapat 45
juta penderita kebutaan bilateral di dunia dan sepertiganya terdapat di Asia
Tenggara. Penyebab kebutaan utama di dunia adalah katarak (47,8%),
glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%), age-related macular degeneration (8,7%),
kekeruhan kornea (5,1%), retinopati diabetik (4,8%), dan trakoma (3.6%)
sehingga katarak menjadi penyebab kebutaaan nomor satu di dunia (Fauzi,
2016).
2.1.2 Pengertian Buta Menurut Para Ahli
 Menurut Hallahan, P. Daniel & Kauffman, M. James (2009: 380)
menyatakan bahwa tunanetra buta merupakan orang yang mempunyai
ketajaman melihat 20/200, maksudnya penyandang hanya dapat melihat
objek pada jarak 20 kaki atau 6 m, sementara orang umumnya mampu
melihat dengan jarak 200 kaki atau 60 m. atau kurang dari, mata yang
lebih baik dengan dikoreksi, atau seseorang yang memiliki lapang
pandang sangat sempit, jarak paling lebar berdiameter tidak lebih dari 20
derajat.
 Menurut T. Sutjihati Somantri, (2006:65) mengungkapkan tunanetra
merupakan individu yang indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak
berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari
seperti orang awas.
 Menurut Sari Rudiyati (2002:25) menjelaskan anak tunanetra adalah anak
yang karena dampak sesuatu hal dria penglihatan mengalami luka atau
kerusakan, baik struktural ataupun fungsional, sehingga kondisi
penglihatannya tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

3
 Menurut Ardhi (2013:21), menyatakan bahwa seseorang dikatakan
tunanetra bila dalam pembelajaran ia memerlukan atau membutuhkan alat
alat maupun metode khusus atau dengan teknik-teknik tertentu sehingga
dapat belajar tanpa penglihatan atau penglihatan terbatas.
 Menurut Mohammad Efendi mendefinisikan tunanetra sebagai suatu
kondisi penglihatan dimana "anak yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih
kecil dari itu atau setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak
memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran
yang biasa digunakan oleh anak normal/orang awas.
Pengertian buta itu terbagi menjadi:
 Economic blindness (Buta karena pengaruh ekonomi): visus pada mata
yang baik <6/60 - 3/60.
 Social blindness (buta karena pengaruh sosial): visus pada mata yang
baik <3/60-1/60.
 Legal blindness (buta legal): visus pada mata yang baik <1/60 -
perception light.
 Total blindness (buta total): no light perception (PL -ve).
Jadi orang dinyatakan buta jika Visus yang dimiliki itu <3/60 setelah
koreksi maksimal. Buta itu bisa terjadi pada satu mata atau dua mata. Selain
itu, orang dinyatakan buta itu jika memiliki lapang pandang < 20̊.

2.2 Jenis-Jenis Kebutaan

Istilah “buta” berarti ketidakmampuan menerima atau melihat adanya sinar. Tetapi,
meskipun seorang masih mampu menerima sinar, dia memerlukan pertolongan dalam
segi ekonomi. Oleh sebab itu, istilah “buta” dibedakan dalam beberapa pengertian. Buta
ophthalmologis artinya visusnya O. Buta sosial artinya penglihatannya demikian
rendah, sehingga tidak dapat menerima nafkah. Masih ada lagi pengertian-pengertian
buta permanen, buta sementara, buta satu mata, buta kedua mata, buta karena visus
menurun dan buta karena campus visi yang menyempit.

Di negara Inggris yang diartikan buta ialah, jika seorang terlalu buta untuk
melakukan pekerjaan di mana penglihatan diperlukan. Dalam hal ini pembatasan
praktis yang diambil ialah jika visus mata yang baik itu 3/60 atau kurang, atau jika
disertai dengan penyempitan medan penglihatan. Jadi visus 3/60 atau kurang

4
dipergunakan di negara Inggris sebagai standar buta. Di USA dan Kanada dipergunakan
standar visus 20/200.

Menuruf Profesional perawatan kesehatan jenis kebutaan dibagi ke dalam kategori


berikut:

1. Total blindness/Kebutaan total

Merupakan kondisi saat seseorang tidak dapat melihat sama sekali baik gelap
maupun terang.

2. Low Vision/Penglihatan rendah

Merupakan kondisi dimana seseorang yang memiliki penglihatan yang


menyulitkan penderitanya melakukan aktivitas sehari-hari. Karena, orang yang
mengalami low vision akan memiliki berbagai keterbatasan saat menggunakan
penglihatannya.

3. Legal blindness/Kebutaan hukum

Kebutaan hukum adalah istilah yang digunakan pemerintah Amerika Serikat


untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat untuk jenis bantuan tertentu. Untuk
memenuhi syarat, seseorang harus memiliki penglihatan atau kurang di mata
mereka yang lebih baik melihat, bahkan dengan koreksi terbaik.

4. Visual impairment/Tunanetra

Tunanetra adalah keadaan dimana seseorang mengalami gangguan pada indra


penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi kegiatan sehari-
hari seperti halnya orang awas.

Jadi seseorang yang buta itu memiliki gejala-gejala yang dapat diketahui oleh
penderita agar penderita bisa lebih waspada dan segera berkonsultasi ke dokter jika
merasa mengalami gejala penyakit tersebut. Berikut adalah gejala kebutaan yang
dialami penderita.

2.3 Mekanisme Terjadinya Kebutaan

5
Trauma wajah dapat mempengaruhi kulit, lemak, otot, saraf, dan juga
menyebabkan patah tulang kraniofasial. Dalam kasus yang lebih parah, ini mungkin
terkait dengan kerusakan otak. Penyebab paling sering dari patah tulang dan cedera
wajah yang parah terkait dengan kecelakaan lalu lintas. Penyebab lainnya termasuk
cedera oleh senjata api, penyerangan, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan kerja dan
trauma olahraga. Pada wajah, cedera dapat menyebabkan hilangnya kepekaan kulit,
bekas luka, retraksi, masalah pernapasan, kelumpuhan wajah, maloklusi, kehilangan
gigi dan perubahan penglihatan, seperti patah tulang yang melibatkan orbit dan dapat
menyebabkan kebutaan. Fraktur wajah yang paling sering dikaitkan dengan kebutaan
adalah fraktur kompleks zygomatik, fraktur fronto-naso-orbito-ethmoidal, fraktur
rahang atas Le Fort II dan III.
Kebutaan yang disebabkan oleh trauma wajah dapat terjadi akibat mekanisme yang
meliputi cedera langsung pada bola mata; cedera langsung pada saraf optik, seperti yang
disebabkan oleh fragmen tulang; cedera tidak langsung pada saraf optik, seperti
laserasi, ruptur dan peregangan seratnya; hilangnya integritas kelopak mata; perfusi
buruk saraf optik akibat komplikasi vaskular regional, seperti neuropati optik traumatis
dan perdarahan retrobulbar traumatis.
2.3.1 Cedera Bola Mata Langsung
Cedera langsung bola mata bisa menjadi tipe terbuka jika memiliki luka
dengan ketebalan total pada dinding kornea mata. Hal ini dapat disebabkan oleh
trauma tumpul dengan pecahnya bola mata, oleh benda tajam (laserasi atau
perforasi, dengan atau tanpa benda asing masuk ke dalam bola mata).
Cedera tipe tertutup pada mata mungkin tidak memiliki ketebalan total
dinding mata, tetapi pada sebagian darinya, dan mungkin termasuk laserasi
lamelar superfisial, benda asing, dan memar pada bola mata. Empat variabel
penting untuk menilai cedera bola mata: mekanisme cedera; tingkat cedera
(ditentukan oleh ketajaman visual), ada atau tidak adanya defek pupil aferen
relatif; dan area mata cedera itu terlibat.
Area di mata yang dapat terkena cedera dinilai sebagai: Zona I—dari kornea
ke limbus kornea; Zona II — area yang membentang ke belakang limbus (5
mm) dan termasuk kerusakan pada iris, lensa, dan badan siliaris. Zona III—
seluruh struktur di belakang zona II termasuk retina, saraf optik, koroid, dan
adanya perdarahan vitreous.

6
Ultrasonografi telah terbukti bermanfaat dalam mendeteksi ruptur bola
mata, adanya benda asing, laserasi, dan ablasi retina. Seseorang harus berhati-
hati selama pemeriksaan karena tekanan yang diterapkan pada mata, karena
dapat mengeluarkan konten okular lebih jauh pada luka memar tipe
terbuka.Pada cedera bola mata tipe tertutup, cedera kelopak mata dan
perdarahan subkonjungtiva mungkin serupa dengan luka terbuka pada bola
mata.Perawatan cedera bola mata tergantung pada apakah cedera itu tipe
terbuka atau tipe tertutup. Analgesik dan antipiretik harus diresepkan. Balutan
tebal harus dioleskan pada mata untuk mencegah upaya pasien menggosok luka
dengan tangan, terutama pada anak-anak.
Perbaikan bedah primer bola mata pada luka tipe terbuka harus dilakukan
dengan anestesi umum sedini mungkin dan tidak lebih dari 24 jam setelah
trauma. Selama perbaikan, perluasan luka ke posterior harus dieksplorasi dan
ditutup dengan jahitan yang tidak dapat diserap. Benda asing yang tertinggal di
bola dunia harus dikeluarkan pada saat yang bersamaan. Perawatan pasca
operasi harus mencakup antibiotik dengan ciprofloxacin atau kombinasi
vankomisin dan ceftazidina, yang diresepkan untuk mengurangi risiko
endoftalmitis. Vitrektomi posterior seringkali diperlukan untuk membersihkan
perdarahan vitreous untuk mencegah proliferasi vitreoretinopati dan akibat
ablasi retina. Kursus pasca operasi bertujuan untuk mengendalikan peradangan,
infeksi, nyeri dan tekanan intraokular. Cedera bola mata tipe tertutup diobati
dengan steroid antiinflamasi, antibiotik, dan obat tetes mata antihipertensi.
Prognosis tergantung pada tingkat cedera awal bola mata, dan mungkin ada
komplikasi seperti endoftalmitis, ablasi retina, glaukoma, katarak, dan
pembentukan membran pada retina. Secara umum, ketajaman visual yang
rendah, adanya defek pupil aferen relatif, dan keterlibatan mata selanjutnya
membawa prognosis yang buruk. Ini berlaku baik untuk cedera bola mata tipe
terbuka maupun tertutup.Oftalmite simpatik adalah komplikasi langka yang
terjadi pada perforasi okular. Ini ditandai dengan uveitis pada mata yang sehat,
yang berkembang lebih dari empat belas hari setelah trauma dan dapat
menyebabkan kebutaan. Perbaikan dini pada mata yang cedera mengurangi
kejadian komplikasi ini dan enukleasi dini.

2.3.2 Cedera Langsung Dan Tidak Langsung Pada Saraf Optik

7
Cedera langsung saraf optik itu sendiri tidak biasa. Karena lintasan saraf
sebagian terletak di dalam kanal optik dan kanal ini, karena terdiri dari tulang yang
padat, memberikan perlindungan pada saraf optik pada fraktur di wilayah tersebut.
Hal ini membuat seluruh kekuatan trauma menyebar ke sekitar foramen, sehingga
mencegah penyebaran kekuatan di saraf.

Cedera tidak langsung dari saraf optik adalah komplikasi yang paling umum
dari trauma wajah dan dapat didefinisikan sebagai bagian dari sindrom
kompartemen orbita. Komplikasi ini merupakan akibat dari nekrosis sekunder;
gegar otak saraf optik yang disebabkan oleh tulang yang terbentur, dengan atau
tanpa perdarahan, laserasi saraf optik sebagian atau seluruhnya, gangguan sistem
nutrisi pembuluh saraf optik, pembentukan hematoma, dan insufisiensi vaskular.
Penyebab utama komplikasi ini termasuk perdarahan retrobulbar dan neuropati
optik traumatis.

2.3.3 Sindrom Kompertemen Orbita (OSC)


OCS adalah salah satu dari sedikit kedaruratan bedah oftalmologis yang harus
diketahui baik oleh dokter spesialis mata maupun dokter gawat darurat. Orbit
adalah ruang tertutup dengan kapasitas terbatas untuk berkembang. Jadi, saat OCS
terjadi terjadi peningkatan volume di dalam orbit, sehingga terjadi peningkatan
tekanan orbit. Patofisiologinya mirip dengan sindrom kompartemen lainnya
(misalnya, sindrom kompartemen tungkai) yang umum Etiologi OCS meliputi
perdarahan orbita, yang dapat disebabkan oleh trauma, pembedahan, perdarahan
dari cedera yang sudah ada sebelumnya atau kondisi medis lainnya, emfisema,
selulitis, dan edema di orbit, bahan asing, seperti media kontras atau salep, dan
penyebab lain, seperti reaksi alergi terhadap anestesi.
Diagnosis sindrom ini pada dasarnya bersifat klinis dan diagnosis yang cepat
dan akurat serta riwayat trauma yang terperinci, termasuk tanda-tanda peningkatan
tekanan intraorbital, sangat penting. Tes pencitraan seperti CT dan MRI
memfasilitasi diagnosis cedera yang benar.Menyebabkan morbiditas yang
signifikan. OCS dapat menyebabkangangguan saraf dan retina, dan dapat
berkembang dengan cepat dan menyebabkan kebutaan.

Perawatan bedah dapat dimulai dengan dekompresi orbital menggunakan


kantotomi lateral dan teknik kantolisis, yang bertujuan untuk meredakan

8
ketegangan dan memulihkan perfusi saraf optik dan retina. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan tekanan orbital yang signifikan dan segera setelah
prosedur sederhana ini. Setelah teknik kantotomi lateral dan kantolisis telah
dilakukan, tanda-tanda klinis harus terus ditinjau dan, jika tidak ada perbaikan yang
diamati dalam beberapa menit, septum orbita harus dipisahkan dari tepi orbita. Jika
sindrom kompartemen orbita terjadi akibat perdarahan pasca operasi, harus
dilakukan dekompresi melalui operasi dekompresi orbita dan kemudian menguras
hematoma dan membakar pembuluh darah yang berdarah. Penyebab utama OCS
pada trauma akut adalah perdarahan retrobulbar dan neuropati optik traumatik.

2.3.4 Perdarahan Retrobulbar (RBH)


RBH ditandai dengan perdarahan di daerah posterior orbit yang menyebabkan
iskemia retina dan saraf optik. Peningkatan tekanan intra-orbital disebabkan oleh
asosiasi perdarahan dan edema. Karena ada peningkatan tekanan, pembuluh darah
retina dan pembuluh mata tertekan, mengakibatkan iskemia retina.
Diagnosis RBH bersifat klinis dan harus segera diobati setelah perawatan
darurat. Bergantung pada kondisi keseluruhan pasien dan kemungkinan pemulihan
penglihatan, operasi dekompresi diperlukan segera. Jika pengobatan tidak segera
dilakukan, kerusakan permanen akan terjadi setelah 60 menit iskemia.
Karakteristik RBH meliputi penurunan ketajaman visual, nyeri, oftalmoplegia,
proptosis tegang, defek pupil aferen relatif, dan cakram optic disc.
Pada pasien yang ketajaman visualnya tidak dapat dievaluasi karena keadaan
kesadaran yang rendah dan, dengan demikian, tidak dapat melaporkan rasa sakit,
satu-satunya bukti adanya RBH adalah proptosis tegang dan pupil melebar.
Diagnosis ini dapat diperoleh melalui palpasi bola mata yang cermat dan, jika
memungkinkan, funduskopi. Dalam kasus diagnostik yang meragukan, penting
untuk melakukan CT tengkorak dan orbit.
Perawatan klinis RBH akan melalui pengobatan, dengan penggunaan steroid
dosis tinggi secara intravena, sampai tekanan bola mata berkurang. Di antara
steroid ini, acetazolamide (250 hingga 500 mg) dan mannitol (1 g/kg) dapat
digunakan.Perawatan bedah primer RBH dapat dilakukan melalui kantotomi
lateral dan kantolisis. Teknik ini terdiri dari insisi pada mata lateral dan bagian
ligamen canthal lateral yang memungkinkan perpindahan bola mata ke anterior,

9
sehingga memungkinkan pengurangan tekanan internal sementara secara tidak
langsung, yang pada gilirannya dilakukan dengan anestesi lokal. Sayatan dibuat
lateral ke sudut tepi orbita, dan tendon diidentifikasi dan dipotong.
Perawatan bedah definitif untuk RBH dilakukan dengan dekompresi orbit
dengan anestesi umum. Hematoma dikeringkan melalui pembedahan melalui
ruang orbital dan intraconal. Prosedur ini, selain memperbaiki drainase darah dan
infiltrasi inflamasi, memungkinkan penempatan drain untuk memblokir
pembentukan hematoma baru.
Hematoma orbital dapat menyebabkan komplikasi yang melibatkan kompresi
vaskular dan peregangan akut saraf optik akibat exophthalmos. Peningkatan edema
retrobulbar dapat mengurangi perfusi retina dan menekan pembuluh siliaris,
menyebabkan iskemia saraf optik. Selanjutnya, karena sistem komunikasi, iskemia
saraf optik dapat terjadi dan menyebabkan kerusakan ireversibel tanpa peningkatan
tekanan intraokular yang nyata. Dalam situasi lain, penglihatan belum tentu
berisiko, tetapi perpindahan struktur orbita oleh hematoma dapat mengganggu
fungsi mata.

2.3.5 Neuropatik Optik Trauma (TON)


TON terjadi ketika disipasi kekuatan trauma mempengaruhi area kanal optik
yang mengakibatkan cedera saraf optik. Trauma ini memicu proses inflamasi,
melepaskan kaskade mediator kimiawi yang menyebabkan vasospasme dan
vasooklusi sekunder, edema, dan nekrosis. Hal ini dapat mengakibatkan kompresi
saraf yang mengarah ke sindrom kompartemen orbital. Lesi ini pada awalnya
reversibel, tetapi jika tidak diobati akan berkembang dengan cepat menjadi
obstruksi vaskular, menyebabkan cedera ireversibel.
Diagnosis awal untuk TON adalah klinis dan temuan yang menunjukkan
kerusakan saraf optik meliputi penurunan ketajaman visual dan defek pupil aferen
relatif. CT scan dapat digunakan dalam pemeriksaan pencitraan untuk membantu
mengidentifikasi patah tulang di saluran optik dan MRI dapat menunjukkan
pembengkakan dan memar jaringan lunak.
TON memerlukan konsultasi oftalmologi segera, dan pengobatan harus
dimulai segera setelah terdeteksi. Perawatannya kontroversial dan mungkin
bersifat klinis atau bedah, keduanya bertujuan untuk mengembalikan peradangan
dan iskemia pada saraf optik. Perawatan klinis dilakukan melalui steroid

10
antiinflamasi dosis tinggi. Dekompresi bedah kontroversial dan perannya biasanya
disediakan untuk pasien yang tidak menanggapi pengobatan obat, tetapi masih ada
pemulihan visual.
Pendekatan lateral merupakan teknik dekompresi yang memuaskan pada
fraktur yang melibatkan dinding lateral orbita. Pendekatan transethmoidal
memberikan akses langsung ke fraktur dinding medial orbital, menghilangkan
morbiditas kraniotomi, dan memungkinkan dekompresi kanal optik.

2.3.6 Kehiangan Integritas Kelopak Mata


Ketidakmampuan untuk menutup kelopak mata dengan cepat dapat
mengakibatkan kekeringan kornea, ulserasi dan kebutaan. Avulsi kelopak mata
adalah cedera yang jarang terjadi, tetapi menghancurkan dan sulit untuk dibangun
kembali. Selain itu, robekan pada kelopak mata dapat mengindikasikan cedera
mata yang serius.
Ketajaman dan bidang visual, penglihatan warna dan gerakan mata harus
diperiksa pada semua pasien dengan laserasi kelopak mata. Posisi, panjang dan
kedalaman luka harus dievaluasi. Lesi yang terletak medial kelopak mata dapat
merusak sistem drainase lakrimal dan membutuhkan perhatian khusus.
Laserasi dapat diperbaiki dengan menarik fragmen kelopak mata secara
bertahap untuk menutupi kornea dan, jika perlu, jahitan traksi harus digunakan.
Dengan demikian, tujuannya adalah untuk menghindari kerusakan epitel, ulserasi
atau kehilangan penglihatan. Aplikasi kloramfenikol topikal dan/atau air mata
buatan dapat diresepkan dan seluruh area ditutup dengan kain kasa steril yang
basah.Kelopak mata adalah jaringan pembuluh darah; bahkan ketika terkoyak atau
nekrosis, jaringan beregenerasi dengan sendirinya, jadi tidak ada jaringan yang
harus dibuang. Hasil estetika dan fungsional dapat dicapai dalam perbaikan primer,
tetapi rekonstruksi sekunder mungkin diperlukan.

2.4 Gejala-Gejala Kebutaan


Ada beberapa gejala dan tanda yang muncul sebelum seseorang itu buta atau
akhirnya memiliki penglihatan yang menghilang, yaitu:
 Penglihatan kabur
 Mata terasa sakit

11
 Melihat floaters ( seperti nyamuk terbang) yang makin lama makin menganggu
penglihatan.
 Mata terasa tidak nyaman dalam waktu yang lama
 Mata memerah
 Kekeruhan pada lensa mata
Pada beberapa kasus seperti glaukoma, kerusakan mata umumnya tidak
menimbulkan gejala. Oleh sebab itu, pemeriksaan rutin sangat diperlukan guna untuk
mencegah terjadinya gangguan penglihatan yang dapat memicu kebutaan total.
Bayi yang berusia lebih dari 3 bulan umumnya sudah mulai dapat mengikuti
gerakan objek atau wajah yang mereka lihat dengan cara menatapnya atau mencoba
meraihnya. Pada bayi yang mengalami kebutaan, mereka dapat menunjukkan tanda-
tanda sebagai berikut:
 Gerakan bola mata yang tidak normal
 Tidak dapat mengikuti arah gerakan suatu objek atau wajah
 Pupil tampak putih atau keruh
 Sering menggaruk atau mengucek mata
 Sensitif terhadap cahaya sehingga rewel atau menutup mata saat berada di tempat
yang terang
 Mata tampak merah
 Mata tampak tertutup lapisan, nanah atau cairan.

2.5 Penyebab Kebutaan

Menurut laporan WHO (2012a), 285 juta penduduk dunia mengalami gangguan
penglihatan dimana 39 juta di antaranya mengalami kebutaan dan 246 juta penduduk
mengalami penurunan penglihatan (low vision) Sembilan puluh persen kejadian
gangguan penglihatan terjadi di negara berkembang Secara umum, kelainan refraksi
yang tidak dapat dikoreksi (rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme) merupakan
penyebab utama gangguan penglihatan, sedangkan katarak merupakan penyebab utama
kebutaan di negara berpendapatan sedang dan rendah (WHO, 2012a). Delapan puluh
persen gangguan penglihatan tersebut sebenarnya dapat dicegah dan diobati.

Penyebab mata buta ada berbagai macam faktor risiko penyebabnya. Kebutaan itu
bisa saja disebabkan karena terjadinya cedera pada mata, akibat komplikasi dari

12
penyakit dan cacat sejak lahir. Jadi ada beberapa penyakit pada mata yang dapat
menyebabkan kebutaan.Faktor penyebab mata buta adalah katarak, glaukoma,
degenerasi makula, retinopati diabetik, dan retinitis pigmentosa. Berikut penyebab
kebutaan adalah sebagai berikut :

2.5.1 Katarak

Gambar 2.1 Katarak.


Dikutip dari: https://dinkes.ntbprov.go.id/

Katarak merupakan suatu keadaan dimana lensa kristalina pada mata menjadi
keruh sehingga mempengarauhi penglihatan, jika katarak tidak diobati maka
dapat menyebabkan kebutaan. Katarak dapat memiliki derajat kepadatan (density)
yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun umumnya
disebabkan oleh proses degeneratif.Lebih dari 12 juta orang di dunia itu buta
dikarenakan katarak. Mereka sering mengira jika itu hanya akan terjadi pada
orang yang sudah tua, tetapi di negara miskin katarak dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan bagi ribuan bayi dan anak kecil. Untungnya, kondisi ini
dapat diobatai dengan operasi.

Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam golongan sebagai


berikut yaitu:

a. Katarak Kongenital yaitu katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
b. Juvenil yaitu katarak yang terlihat pada usia 1 tahun dan dibawah usia 40
tahun.
c. Katarak Persenil yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun.
d. Katarak Senil yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.

13
Biasanya katarak secara umum disebabkan karena adanya penambahan usia
(penuaan). Kadang bisa juga karena trauma yang mengakibatkan perubahan pada
jaringan mata. Penyebab terjadinya kekeruhan lensa bisa disebabkan oleh
gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa atau akibat sekunder dari
tindakan pembedahan lensa, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, dan
penyakit lokal ataupun umum (Vaughan, 1999).

2.5.2 Glaukoma

Gambar 2.2 Glaukoma


Dikutip dari: Halodoc.com

Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang disebabkan karena kerusakan


pada saraf mata. Saraf mata adalah sekumpulan serat saraf yang
menghubungkan retina ke otak. Saat saraf mata rusak, sinyal yang
menyampaikan apa yang Anda lihat ke otak akan terganggu. Secara perlahan,
hal ini menyebabkan komplikasi glaukoma berupa hilangnya penglihatan atau
kebutaan. Biasanya kondisi ini disebabkan oleh tekanan bola mata yang tinggi.
Tercatat bahwa 3,5 juta penduduk di seluruh dunia ini menjadi buta disebabkan
karena glaukoma, membuat glaukoma menjadi penyebab kebutaan ketiga
tertinggi di dunia. Kondisi ini susah untuk didiagnosa karena tidak
menunjukkan gejala secara langsung, melainkan penyakit ini berkembang
dengan lambat tetapi dalam waktu lama.

Secara spesifik, glaukoma disebabkan karena terjadinya peningkatan ppada


tekanan intraokular yang ada di dalam mata karena produksi aqueous
humour(cairan alami pada mata yang berfungsi untuk membersihkan kotoran,

14
menjaga bentuk serta menyuplai nutrisi pada mata) yang berlebih. Ketika
penumpukan cairan tersebut terjadi, maka tekanan bola mata akan meningkat
dan keadaan ini bisa menyebabkan kerusakan saraf optik sehingga bisa
menyebabkan terjadilah glaukoma.

2.5.3 Refractive Error

Gambar 2.3 Kelainan Refraksi.


Dikutip dari: Chennai Eye Care Hospital

Hampir setengah dari gangguan penglihatan itu disebabkan karena refraktif


error, termasuk miopia, hipermetropia dan astigmatisme. Penyimpangan pada
bentuk bola mata ini dapat menyebabkan penglihatan kabur, tetapi dapat
diperbaiki dengan kacamata jika diperlukan. Namun, kondisi tersebut dapat
menjadi masalah di negara berpenghasilan rendah, di mana orang mungkin
tidak mampu membeli tes penglihatan atau kacamata untuk membantu
meningkatkan penglihatan mereka.

2.5.4 Retinal Diseases

15
Gambar 2.4 Retinal Diseases.
Dikutip dari: Biologi edukasi

Penyakit retina adalah sakit mata yang menyerang retina dan


menyebabkan penglihatan penderitanya terganggu. Penyakit retina
menimbulkan gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur, pandangan
bergaris, bahkan hingga kehilangan penglihatan. Beberapa jenis penyakit
retina yang paling umum terjadi adalah :

1. Ablasio retina
Ablasio retina adalah penyakit akibat robekan pada retina sehingga retina
terlepas dari posisi normalnya. Ablasi retina dapat terjadi akibat perubahan
kondisi cairan pada bola mata atau munculnya jaringan parut di area retina,
khususnya pada penderita diabetes.
2. Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah penyakit retina yang disebabkan oleh tumbuhnya
jaringan kanker pada retina. Jaringan kanker yang terbentuk dapat
menyebar ke jaringan lain, seperti otak dan tulang belakang.
Retinoblastoma merupakan penyakit retina yang cukup langka dan
biasanya terjadi pada anak-anak.
3. Retinitis pigmentosa
Retinitis pigmentosa adalah penyakit genetik yang memengaruhi
kemampuan retina dalam merespons cahaya. Penyakit ini menyebabkan
penurunan kemampuan melihat seiring waktu, tetapi tidak akan buta
sepenuhnya. Penyakit ini merupakan penyakit genetik sehingga dapat
diwariskan dari orang tua ke anaknya.
4. Degenarasi makul
Degenerasi makula adalah penyakit retina yang disebabkan oleh kerusakan
pada pusat retina. Penyakit ini dapat membuat pandangan menjadi kabur
atau ada bagian yang tidak terjangkau penglihatan. Degenerasi makula
dipicu oleh pertambahan usia dan berisiko dialami oleh orang yang
memiliki keluarga dengan riwayat degenerasi makula.
5. Retinopati diabetika

16
Retinopati diabetik adalah penyakit retina yang muncul akibat komplikasi
dari diabetes. Retinopati diabetik menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah retina sehingga membuat retina bengkak atau terdapat kapiler darah
tidak nomal yang pecah. Kondisi ini menyebabkan padangan menjadi
kabur atau terganggu.
6. Retinopathy of Prematurity (ROP)
Retinopathy of prematurity (ROP) adalah penyakit retina gangguan
tumbuh kembang pada bayi yang terlahir prematur. ROP terjadi ketika
perkembangan pembuluh darah di bola mata bayi tidak sempurna. Kondisi
ini menyebabkan terbentuknya pembuluh darah abnormal di bola matanya
yang akan menyebabkan perdarahan pada retina.
7. Amaurosis fugax
Amaurosis fugax adalah hilangnya penglihatan pada salah satu atau kedua
mata yang bersifat sementara. Kondisi ini disebabkan oleh sumbatan pada
pembuluh darah retina, serta dapat menjadi tanda awal stroke.

2.5.5 Corneal Diseases

Gambar 2.5 Corneal Ectasia.


Dikutip dari: ScienceDirect.com

Penyakit kornea adalah sekelompok kondisi yang mempengaruhi kornea


seseorang. Kornea adalah jendela transparan di depan mata Anda yang
berfungsi sebagai pelindung debu dan partikel. Kornea juga memainkan peran
penting dalam penglihatan. Penyakit pada kornea dapat mempengaruhi
fungsinya dan dapat menyebabkan sakit atau gejala lainnya dalam kehidupan
sehari-hari. Tetapi, beberapa penyakit kornea menyebabkan sedikit atau tidak

17
gejala tetapi masih harus diobati. Penyakit kornea yang dapat mempengaruhi
kornea terbagi menjadi:

 Keratitis. Peradangan di kornea bisa saja menular (mikroba) atau tidak


menular. Keratitis menular disebut ulkus kornea. Bakteri menyebabkan
sebagian besar kasus keratitis menular. Di lain waktu, virus, jamur, dan
parasit dapat menyebabkan masalah. Banyak hal yang menyebabkan
keratitis tidak menular, termasuk cedera mata dan berbagai kondisi yang
mengeringkan permukaan mata Anda.
 Corneal ectasia. Sekelompok kondisi yang mengubah bentuk kornea Anda,
menyebabkannya menipis dan menonjol keluar. Keratoconus adalah kondisi
yang paling umum dalam kelompok ini. Ektasia kornea terkadang terjadi
sebagai komplikasi dari operasi tertentu, termasuk operasi mata LASIK dan
transplantasi kornea. Ektasia kornea mungkin tidak menimbulkan gejala
pada awalnya, tetapi kemudian secara bertahap memengaruhi penglihatan
Anda. Ini dapat menyebabkan komplikasi serius seperti hidrops kornea.
 Corneal distrofi. Sekelompok kelainan genetik yang melibatkan endapan
protein, cairan, atau bahan lain yang tidak normal di satu atau lebih lapisan
kornea Anda. Beberapa distrofi kornea bersifat progresif, artinya memburuk
seiring waktu. Beberapa bentuk juga memengaruhi penglihatan Anda.
Distrofi Fuchs adalah jenis distrofi kornea yang paling umum. Jenis lain
termasuk distrofi membran basal epitel (sebelumnya disebut distrofi peta-
dot-sidik jari), distrofi kornea kisi dan distrofi kornea granular.
 Bullous keratophathy. Pembengkakan dan lecet pada permukaan kornea
Anda. Anda mungkin mengalami kondisi ini setelah operasi mata atau
karena Anda menderita distrofi kornea. Gejala biasanya lebih buruk di pagi
hari dan termasuk penglihatan kabur dan kepekaan terhadap cahaya.
 Corneal abrasion. Luka terbuka di permukaan kornea. Ini cenderung
menyebabkan penglihatan kabur, sakit mata dan berair. Ini paling sering
terjadi setelah trauma seperti goresan kuku tetapi juga bisa terjadi dengan
penyakit mata kering yang parah.
 Herpetic eye disease. Kondisi menyakitkan yang terjadi ketika virus herpes
menyerang mata Anda.

18
 Iridocorneal endothelial syndrome (ICE). Kondisi langka yang
menyebabkan pembengkakan kornea dan meningkatkan tekanan pada mata.
 Keratoconjungtivitis. Inflamasi pada kedua kornea dan kongjungtiva.
 Pterygium. Pertumbuhan pada bagian putih di mata Anda dapat memanjang
ke kornea, dan pada akhirnya dapat menyebabkan luka.

2.5.6 Trakoma

Gambar 2.6 Trakoma.


Dikutip dari: IDN Times

Trakoma adalah penyebab utama kebutaan menular di dunia: ada 44 negara


di mana orang berisiko terkena penyakit ini. Ini dimulai sebagai infeksi bakteri
yang dapat dengan mudah diobati. Namun jika tidak, lama kelamaan bisa
menyebabkan bulu mata tergores ke mata, menyebabkan rasa sakit dan akhirnya
kehilangan penglihatan. Di seluruh dunia, diperkirakan 1,9 juta orang buta atau
gangguan penglihatan karena penyakit ini.Trakoma adalah infeksi mata akibat
bakteri Chlamydia trachomatis.

Seseorang dapat tertular penyakit ini jika kontak langsung dengan mata atau
hidung penderita, atau menyentuh mata setelah memegang benda yang telah
terpapar bakteri tersebut. Trakoma biasanya diawali dengan iritasi dan gatal
ringan pada mata dan kelopak mata. Jika tidak diobati, trakoma dapat
berkembang menjadi lebih serius dan dapat menyebabkan kebutaan yang
bersifat permanen.

2.5.7 Diabetic Retinopathy

19
Gambar 2.7 Diabetic Retinopathy.
Dikutip dari: Surabaya Eye Clinic.

Penyakit mata ini disebabkan karena tingginya kadar gula darah dan
tekanan darah tinggi. Itu dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
di mata, sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan kebutaan.

Penderita yang mengedap penyakit diabetes juga mempunyai resiko lebih


tinggi menderita penyakit mata lainnya, termasuk katarak dan glaukoma.
Menjaga kadar gula darah, tekanan darah dan kadar kolestrol dibawah kontrol
dapat menghindari masalah penglihatan yang berhubungan dengan diabetes.

Retinopati diabetika dapat dibedakan menjadi non proliferatif dan


proliferatid. Hiperglikemi yang terjadi pada DM lambat laun akan
menyebabkan gangguan pada dinding pembuluh darah baik makro ataupun
mikro, termasuk pembuluh darah pada retina mata.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kebutaan bisa disebabkan karena adanya trauma pada wajah yang terdiri dari
cedera bola mata langsung; cedera langsung dan tidak langsung pada saraf optik;
sindrom kompartemen orbital (OCS); pendarahan retrobulbar (RBH); neuropati optik
trauma (TON) dan kehilangan integritas kelopak mata. Gejala yang ditimbulkan seperti
penglihatan kabur, mata terasa sakit, melihat floaters, mata terasa tidak nyaman dalam
waktu yang lama, mata memerah dan kekeruhan pada lensa.Pada makalah di atas
tertulis bahwa orang yang buta itu memiliki gejala.

Penyebab kebutaan paling umum itu terjadi karena komplikasi akibat penyakit
seperti penyakit katarak, glaukoma, refractive errors, retinal diseases, corneal diseases,
trakoma dan retinopati diabetika.Dampak yang terjadi jika penyakit mata tersebut tidak
diobati adalah penderita akan mengalami kebutaan jika tidak diberikan pengobatan
yang sesuai dengan keluhan penyakitnya. Pengobatan kebutaan itu bisa saja dengan
memberikan obat tetes, minum obat, laser, ataupun operasi. Pengobatan kebutaan yang
dipilih itu dapat disesuaikan dengan penyakit penderitanya.

3.2 Saran

Jika pasien sudah mengalami gejala-gejala seperti yang tertulis di atas, pasien
mungkin boleh segera berkonsultasi dengan dokter mata untuk melakukan pemeriksaan
lebih lanjut sehingga jika penyakit itu masih pada tahap awal masih dapat diobati
dengan media alternatif yang sederhana dan tidak memerlukan biaya yang cukup mahal
untuk mengobati penyakit ini. Pada penderita diabetes disarankan untuk menjaga pola
hidup beserta makanan untuk mengontrol kadar gula darah tetap normal agar tidak
mempengaruhi pembuluh darah di retina sehingga menyebabkan kerusakan di retina
yang akan menganggu penglihatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Retinopati Diabetik: Gejala, Pengobatan, dan Pencegahan. (2020, September 8). Hello
Sehat.
2. MD, Zaldi. 2023. Prevention of Blindness. Medan: STIKES Binalita Sudama.
3. Corneal Disease: Types, Common Symptoms & Treatments. (2020). Cleveland
Clinic.
4. Karyanti. 2017. Penyakit Retina. Alodokter.
5. Astari, P. (2018). Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cermin
Dunia Kedokteran, 45(10), 748-753.
6. Gunawan, G. (1976). Prevalensi Penyakit Penyebab Kebutaan di Bagian Mata Rumah
Sakit Universitas Gadjah Mada 1975. Journal of the Medical Sciences (Berkala Ilmu
Kedokteran), 8(01).
7. Ismandari, F., & Helda, H. (2011). Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah
Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kesmas: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 5(4), 185-192.
8. Sitompul, R. (2016). Diagnosis dan penatalaksanaan uveitis dalam upaya mencegah
kebutaan. E-Jurnal Kedokteran Indonesia, 4(1), 60-70.
9. Ribeiro, L., Maria, A., Driene Góes Ramalho, de, S., & Viana, J.
(2013). Pathophysiological mechanisms of blindness in facial trauma: A review.
10. Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi
Aksara.

22

Anda mungkin juga menyukai