Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERSEPSI SENSORI PADA KASUS GLAUKOMA

Oleh :

DINA SEPTIANA
018 STYJ 19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERSEPSI SENSORI PADA KASUS GLAUKOMA

ASKEP ini di sahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik

Indah Wasliah, S.Kep., Ners., M.Kep.

KATA PENGANTAR

i
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan ASKEP tentang “Glaukoma”
ASKEP ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan ASKEP ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi sususnan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki ASKEP ini.
Akhir kata kami berharap semoga ASKEP ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Mataram, 25 Maret 2020

DAFTAR ISI

ii
Halaman Cover
Lembar Pengesahan....................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
Daftar Tabel ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................... 4


A. Definisi....................................................................................................... 4
B. Etiologi....................................................................................................... 4
C. Manifestasi Klinis...................................................................................... 6
D. Patofisiologi............................................................................................... 6
E. Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 7
F. Penatalaksanaan......................................................................................... 8
G. Komplikasi................................................................................................. 9

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN......................... 11


A. Pengkajian.................................................................................................. 11
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 14
C. Intervensi Keperawatan............................................................................. 15
D. Implementasi Keperawatan........................................................................ 16
E. Evaluasi Keperawatan................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

iii
Tabel 3.1 Analisa Data..................................................................................... 14
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan.................................................................... 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan dimasyarakat berat.
Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang menderita glaukoma. Di
antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan
hampir 70.000 benar – benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap
tahun.
Bila glaukoma di diagnosis lebih awal dan ditangani dengan benar,
kebutaan hampir selalu dapat dicegah. Namun kebanyakan kasus glauma
tidak bergejala sampai sudah terjadi kerusakan ekstensif dan ireversibel.
Maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai peran penting dalam
mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan bagi semua yang memiliki faktor resiko
menderita glaukoma dan yang berusia diatas 35 tahun menjalani pemeriksaan
berkala pada oftalmologis untuk mengkaji TIO, lapang pandang, dan kaput
nervi optisi.
Glaukoma mengenai semua usia namun lebih banyak sesuai
bertambahnya usia, mengenai sekitar 2% orang berusia di atas 35 tahun.
Resiko lainya adalah diabetes, orang Amerika keturunan Afrika, yang
mempunyai riwayat keluarga menderita glaukoma, dan mereka yang pernah
mengalami trauma atau pembedahan mata, atau yang pernah mendapat terapi
kortikostreroid jangka panjang.
Meskipun tak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol
dengan obat.. kadang diperlukan pembedahan laser atau konvensional
(insisional). Tujuan penanganan adalah untuk menghentikan atau
memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan penglihatan yang
baik sepanjang hidup. Dapat dilakukan dengan menurunkan TIO. (Suzanne
C. Smeltzer, 2001 : 2004-2005)

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Sistem Persepsi
Sensori dan memberikan penjelasan tentang teori dan konsep Asuhan
Keperawatan glaucoma.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari glaucoma
b. Mengetahui penyebab dari glaucoma
c. Mengetahui saja tanda dan gejala glaucoma
d. Mengetahui pencegahan dan penatalaksaaan glaucoma
e. Mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan glaucoma

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokular.( Barbara C Long, 2000 : 262 )
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optic
(neoropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan
okular pada papil saraf optik. Yang menyebabkan defek lapang pandang dan
hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sentral terkena.. (Bruce
James.  et al , 2006 : 95)
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa,
neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan
utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal. (Sidarta
Ilyas, 2002 : 239)
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak
normal (N = 15-20mmHg). (Sidarta Ilyas, 2004 : 135)
Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh
peningkatan abnormal tekanan intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg).
(Elizabeth J.Corwin, 2009 : 382)
Glaukoma adalah kelainan yang disebabkan oleh kenaikan tekanan
didalam bola mata sehingga lapang pandangan dan visus mengalami
ganggauan secara progresif. (Vera H . Darling, 1996 : 88 ).
B. Etiologi
1. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata
depannya memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi ada faktor
pre-disposisi yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut bilik mata
depan.
a. Faktor Pre-Disposisi
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada
irirs maka akan terjadi hambatan aliran akuos humor dari bilik mata

3
belakang ke bilik mata depan, yang dinamakan hambatan pupil
(pupillary block) hambatan ini dapat menyebabkan meningkatnya
tekanan di bilik mata belakang.
Pada sudut bilik depan yang tadinya memang sudah
sempit,dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan
trabekulum.akibatnya akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai
jaringan ini dan tidak dapat di salurkan keluar.terjadilah glaukoma
akut sudut tertutup.
Istilah pupillary block penting untuk di ingat dan di fahami
karena mendasari alasan pengobatan dan pembedahan pada
glaukoma sudut tertutup.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya hambatan
pupil ini ditemukan pada mata yang bersumbu pendek dan lensa
yang secara fisiologik trus membesar karena usia,iris yang tebal pun
di anggap merupakan faktor untukmempersempit sudut bilik depan.
b. Faktor pencetus
Peningkatan jumlah akuos humor yang mendadak di bilik mata
belakang akan mendorong iris ke depan,hingga sudut bilik mata
depan yang memang sudah sempit akan mendadak tertutup. Tidak
diketahui dengan jelas apa yang menyebabkan hal tersebut.
c. Dilatasi pupil
Apabila pupil melebar, iris bagian tepi akan menebal ; sudut
bilik mata depan yang asalnya sudah sempit, akan mudah tertutup.
(Sidarta Ilyas, 2002 :249-250)
2. Glaukoma kongesif akut
Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma
memberi kesan seperti orang yang sakit berat dan kelihatan payah;
mereka diantar oleh orang lain atau di papah. Penderita sendiri
memegang kepala nya karena sakit, kadang-kadang pakai selimut. Hal
inilah yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang penderita
dengan suatu penyakit sistemik.

4
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah
sekian hari penderita tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-
muntah, nyeri dirasakan di dalam dan sekitar mata. Penglihatanya kabur
sekali dan dilihatnya warna pelangi di sekitar lampu.
Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata
bengkak,konjungtiva bulbi yang sangat hiperemik (kongesif), injeksi
siliar dan kornea yang suram. Bilik mata depan dangkal dapat dibuktikan
dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil tampak
melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yangg hampir total.
Refleks pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun
sampai hitung jari. Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah
anamnesis yang teliti sudah cukup untuk membuat suatu diagnosis
persangkaan yang baik.
Glaukoma Absolut adalah istilah untuk suatu glaukoma yang
sudah terbengkalai sampai buta total. Bola mata demikian nyeri, bukan
saja karena tekanan bola mata yang masih tinggi tetapi juga karena
kornea mengalami degenerasi hingga mengelupas (keratopati bulosa).
(Sidarta Ilyas, 2002 : 252)
3. Glaukoma sudut terbuka
Hambatan pada glaukoma sudut terbuka terletak di dalam jaringan
trabekulum sendiri, akuos humor dengan leluasa mencapai lubang-lubang
trabekulum,tetapi sampai di dalam terbentur celah-celah trabekulum yang
sempit, hingga akuos humor tidk dapat keluar dari bola mata dengan
bebas ( Sidarta Ilyas, 2002 : 257 )
4. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder ialah suatu jenis glaukoma yang timbul
sebagai penyulit penyakit intraokular.
a. Glaukoma Sekunder Karena Kelainan Lensa Mata
Beberapa contoh adalah luksasi lensa ke depan maupun ke
belakang, lensa yang membengkak karena katarak atau karena
trauma, protein lensa yang menimbulkan uveitis yang kemudian
mengakibatkan tekanan bola mata naik.

5
b. Glaukoma Sekunder Karena kelainan Uvea
Uveitis dapat menimbulkan glaukoma karena terbentuknya
perlekatan iris bagian perifer ( sinekia ) dan eksudatnya yang
menutup celah – celah trabekulum hingga outflow akuos humor
terhambat. Tumor yang berasal dari uvea karena ukuranya dapat
menyempitkan rongga bola mata atau mendesak iris ke depan dan
menutup sudut bilik mata depan.
c. Glaukoma Sekunder Karena Trauma Atau Pembedahan
Hifema di bilik mata depan karena trauma pada bola mata
dapat memblokir saluran outflow tuberkulum. Perforasi kornea
karena kecelakaan menyebabkan iris terjepit dalam luka dan
karenanya bilik mata depan dangkal. Dengan sendirinya akuos
humor tidak dapat mencapai jaringan trabekulum untuk jaringan
keluar. Pada pembedahan katarak kadang – kadang bilik mata depan
tidak terbentuk untuk waktu yang cukup lama, ini mengakibatkan
perlekatan iris bagian perifer hingga penyaluran akuos humoer
terhambat.
d. Glaukoma Karena Rubeosis Iris
Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik acapkali
disusul oleh pembentukan pembuluh darah di iris. Di bagian iris
perifer pembuluh darah ini mengakibatkan perlekatan – perlekatan
sehingga sudut bilik mata depan menutup. Glaukoma yang
ditimbulkan biasnya nyeri dan sulit diobati.
e. Galukoma Karena Kortikosteroid
a. Dengan munculnya kortikosteroid sebagai pengobatan setempat
pada mata, muncul pula kasus glaukoma pada penderita yang
memang sudah ada bakat untuk glaukoma.
b. Glaukoma yang ditimbulkan menyerupai glaukoma sudut
terbuka.
c. Mereka yang harus diobati dengan kortikosteroid jangka lama,
perlu diawasi tekanan bola matanya secara berkala.

6
f. Glaukoma Kongesif
a. Glaukoma konginental primer atau glaukoma infantil.
b. Penyebabnya ialah suatu membran yang menutupi jaringan
trabekulum sehingga menghambat penyaluran keluar akuos
humor.
c. Akibatnya kornea membesar sehingga disebut Buftalmos atau
“mata sapi”.
g. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut menurapakan stadium terakhir semua jenis
glaukoma disertai kebutaan total. Apabila disertai nyeri yang tidak
tertahan, dapat dilakukan cyclocryo therapy untuk mengurangi nyeri.
Setingkali enukleasi merupakan tidakan yang paling efektif. Apabila
tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan ( Sidarta Ilyas, 2002 : 259-
261 )
C. Manifestasi Klinik Glaukoma
1. Glaukoma Primer
a. Glaukoma Sudut Terbuka
1) Mata tampak normal
2) Penderita pun merasa matanya normal
3) Kecuali pada stadium lanjut  Lapang pandang sudah sangat
sempit
b. Glaukoma Sudut Tertutup
1) Hiperemia silier + konjungtiva  mata merah ++
2) Kornea suram  visus 
3) Halo disekitar cahaya
4) Atrofi iris sekitar pupil  reflek pupil –
5) Pupil lebar (paralise otot sfingter pupil)
6) Nyeri mata dan sekitarnya
7) Mual, muntah
2. Glukoma Sekunder
a. Pembesaran bola mata
b. Gangguan lapang pandang

7
c. Nyeri didalam mata
D. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi
humor aquelus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran
keluar humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada
keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular
dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan
tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih
dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut.
Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka
ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif
jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan
saraf optik juga dapat terjadi. Disebut sudut tertutup karena ruang anterior
secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke
jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus,
penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia
tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan pemeriksaan
khusus untuk glaucoma dilakukan dengan cara tonomerti palpasi atau
digital cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak
cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat
digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya
adalah dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil
pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab
menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke
depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu
memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengann palpasi : dimana satu
jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.

8
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N + 1 : agak tinggi
N + 2 : untuk  tekanan yang lebih tinggi
N – 1 : lebih rendah dari normal
N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata
depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata
depan.
3. Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan
keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma
yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik
dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak
dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
4. Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Pemeriksaan lapang pandang perifer : lebih berarti kalau glaukoma
sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang
pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke
tengah.
b. Pemeriksaan lapang pandang sentral : mempergunakan tabir
Bjerrum, yang meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan –
kerusakan dini lapang pandang ditemukan para sentral yang
dinamakan skotoma Bjerrum.   (Sidarta Ilyas, 2002 : 242-248)
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaucoma adalah menurunkan TIO ke tingkat
yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bias
berbeda bergantung pada klasifikasi penyakit dan responnya terhadap terapi.
Terapi obat, pembedahan laser, pembedahan konvensional dapat

9
dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang diakibatka oleh
glaucoma. (Suddart & Brunner,2002)
1. Farmakoterapi
Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk
penanganan glaucoma sudut terbuka primer. Meskipun program ini dapat
diganti, terapi diteruskan seumur hidup. Bila terapi ini gagal menurunkan
TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada kebanyakan pasien adalah
trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap dilanjutkan.
Glaucoma sudut tertutup dengan sumbatan pupil biasanya jaran
merupakan kegawatan bedah. Obat digunakan untuk mengurangi TIO
sebelum iridektomi laser.
Penanganan glaucoma sekunder ditujukan untuk kondisi yang
mendasarinya begitu pula untuk menurunkan. Misalnya glaucoma yang
disebabkan oleh terapi kortikosteroid ditangani dengan menghentikan
pengobatan kortikosteroid. Uveitis dengan glaucoma diterapi dengan
bahan anti inflamasi. Penggunanan obat dilator pupil (midriatikum)
merupakan kontraindikasi pada pasien glaucoma.
Kebanyakan obat mempunyai efek samping, yang biasanya
menghilang setelah satu sampai dua minggu. Namun pada beberapa
kasus obat perlu dihentikan karena pasien tidak dapat mentoleransinya.
Efek samping yang biasa terdapat pada pemakaian obat topical adalah
pandangan kabur, pandangan meremang, khususnya menjelang malam
dan kesulitan memfokuskan pandangan. Kadang-kadang frekuens denyut
jantung dan respirasi juga terpengaruh.
Obat sistemik dapat menyebabkan rasa kesemutan pada jari dan jari
kaki, pusing, kehilangan nafsu makan, defekasi tidak teratur, dan
terkadang terjadi batu ginjal. Pasien harus diberitahu mengenai
kemungkinan efek samping tersebut. Antagonis Beta adrenergic
merupakan obat topical yang paling banyak digunakan karena
efektifitasnya pada berbagai macam glaucoma dan tidak menyebabkan
efek samping yang biasa disebabkan oleh obat lain. Antagonis Beta
adrenergic menurunkan TIO dengan menguragi pembentukan humour

10
aquous. Bahan kolinergik topical (missal pilokartin hidroklorida, 1%-4%,
asetilkolin klorida, karbakol) digunakan dalam penanganan glaucoma
jangka pendek dengan penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada
resptor parasimpatis iris dan badan silier. Sebagai akibatnya, sfingter
pupil akan berkontriksi, iris mengencang, volume jaringan irisan pada
sudut akan berkurang. Dan iris perifer tertarik menjauhi jarring-jaring
trabekula. Perubahan ini memungkinkan humour aquous mencapai
saluran keluar dan akibatnya terjadi penurunan TIO.
Pada glaucoma sudut terbuka digunakan obat golongan agonis
adrenergic topical yang berfungsi menurunkan IOP dengan
meningkatkan aliran keluar humour aquous, memperkuat dilatasi pupil,
menurunkan produksi humour aquous, dan menyebabkan kontriksi
pembluh darah konjungtiva. Contoh bahan perangsang adrenerik adalah
epinefrin dan fenileprin hidriklorida. Tetes mata epinefrin (larutan 0,1%)
banyak digunakan untuk menangani glaucoma sudut terbuka. Fenileprin
(1%,2,5%) sering digunakan untuk mendilatasi mata sebelum
pemerikasaan fundus ovuli dan menangani uveitis.
Inhibitor anhydrase karbonat missal asetalzolamid (Diamox)
diberikan secara sistemik untuk menurunkan IOP dengan menurunkan
produksi humour aquos. Digunakan untuk menangani glaucoma sudut
terbuka jangka panjang dan menangani glaucoma sudut tertutup jangka
pendek dan glaucoma yang sembuh sendiri, seperti yang terjadi setelah
tauma. Juga dibutuhkan setelah iridektomi untuk mengontrol glaucoma
residual. Dapat diberikan secara oral atau intravena selama serangan akut
glaucoma.
Diuretika osmotic. Bahan osmotic oral (gliserol atau intravena)
misal manitol dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolaritas
plasma dan menarik air dari mata ke dalam pembuluh darah. Obat
hiperosmotik sangan berguna penanganan jangka pendek glaucoma akut.
Digunakan untuk menurunkan TIO preoperative sehingga pembedahan
dapat dilakukan dengan tekanan mata yang lebih normal. Juga dapat

11
menghindari perlunya pembedahan pada glaucoma transien. (Suddart &
Brunner,2002)
2. Bedah Laser
Pembedahan laser untuk memperbaiki aliran humour aquous dan
menurunkan TIO dapat diindikasikan sebagai penanganan primer untuk
glaucoma, atau bias juga dipergunakan bila terapi obat tidak bisa
ditoleransi, atau tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat. Laser
dapat digunakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan
penanganan glaucoma. (Suddart & Brunner,2002)
3. Bedah Konvesional
Prosedur bedah konvesional dilakukan bila teknik laser tidak
berhasil atau peralatan laser tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok
untuk dilakukan bedah laser (misal pasien yang tak dapat duduk diam
atau mengikuti perintah). Prosedur filtrasi rutin berhubungan dengan
keberhasilan penurunan TIO pada 80-90% pasien.
Iridektomi perifer atau sektoral dilakukan untuk mengangkat
sebagaian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera
prosterior ke kamera anterior di indikasikan pada penanganan glaucoma
dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau
tidak tersedia.
Trabulectomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan
saluran pengaliran baru melalui sclera. Dilakukan dengan melakukan
diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) sclera dengan engsel di
limbus. Satu sekmen jaringan trabekula diangkat, flap sclera ditutup
kembali, dan konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan
aqueus. Trabulectomi meningkatkan aliran keluar humor aqueus dengan
memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir
melalui saluran baru ini, akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat
diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva. Komplikasi ditengah
prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal),
hifema (darah dikamera anterior mata), infeksi kegagalan filtrasi.

12
Prosedur seton meliputi penggunaan berbagai alat pintasan aqueus
sintesis untuk menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuka
diimplementasikan ke kamera anterior dan menhubungkan ke mean
pengaliran episklera. Alat ini sering digunakan pada TIO tinggi, pada
mereka yang prosedur filtrasi gagal. Kemungkinan komplikasi implant
meliputi pembentukan katarak, hipotoni, diskompensasi kornea, dan erosi
alparatus. (Suddart & Brunner,2002)

13
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Biodata pasien dan
Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin ,
pendidikan, pekerjaan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor
register, diagnose.
b. Identitas penanggung jawab 
Identitas penanggung jawab meliputi nama, alamat, umur,
pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang pandang dan
mata menjadi kabur
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak,
gangguan saat membaca
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat
penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya
dapat menyebabkan Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma
(terutama yang mengenai mata), penyakit lain yang sedang diderita
(DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma
sudut terbuka primer.

14
3. Pemeriksaan Fisik Persistem menurut Soemarno, (2007)
a. Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan
dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada
auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
b. Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I :  uji tourniquet positif, trombositipenia,
perdarahan spontan dan hemokonsentrasi.Pada grade II disertai
perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Pada grade III
dapat terjadi kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
(tachycardia),tekanan nadi sempit,  hipotensi, cyanosis sekitar mulut,
hidung dan jari-jari, kulit dingin dan lembab.Pada grade IV nadi
tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
c. Sistem Persyarafan / neurologi
Pada grade I dan II kesadaran compos mentis. Pada grade III
dan IV gelisah, rewel, cengeng  → apatis → sopor → coma. Grade 1
sampai dengan IV dapat terjadi kejang, nyeri kepala dan nyeri di
berbagai bagian tubuh, penglihatan fotopobia dan nyeri di belakang
bola mata, pengukuran TIO dengan tonometer (TIO > 23 mmHg),
nyeri tumpul orbital, perimetri : menunjukkan penurunan luas lapang
pandang, kemerahan (hiperemia mata), gonioskopi menunjukkan
sudut mata tertutup atau terbuka.
d. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam
terutama pada grade III, akan mengungkapkan nyeri saat  kencing,
kencing berwarna merah.
e. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan
menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran
pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa disertai
dengan ikterus, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual,

15
muntah, nyeri saat menelan, dapat muntah darah (hematemesis),
berak darah (melena).
f. Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering dan
ruam makulopapular
4. Analisa data
Tabel 3.1 Analisa Data
Symptom Etiologi Problem
Subyektif :         Penurunan tajam Penurunan persepsi
Menyatakan penglihatan kabur, penglihatan dan sensori : Penglihatan
tidak jelas, penurunan area kejelasan penglihatan. yang
penglihatan.
Objektif :
1. Pemeriksaan lapang
pandang menurun.
2. Penurunan kemampuan
identifikasi lingkungan
(benda, orang, tempat)
Subyektif : Peningkatan tekanan Nyeri
Mengatakan mata tegang. intra okular.
Nyeri hebat, lebih sakit untuk
melihat.
Objektif :
1. Meringis, menangis
menahan nyeri.
2. Sering memegangi mata.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular.
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan
Hari/ No Tujuan dan Intervensi Rasional
Tanggal DX kriteria hasil
1 Setelah dilaukan 1. Kaji ketajaman 1. Mengidentifikasi
tindakan penglihatan klien. kemampuan
keperawatan di visual klien.
harapkan gangguan 2. Dekati klien dari sisi 2. Memberikan
pengelihatan yang sehat. rangsang sensori,
kembali normal mengurangi rasa
dengan isolasi/terasing.

16
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi alternatif 3. Memberi
1. Klien untuk optimalisasi keakuratan
mengidentifikas sumber rangsangan. penglihatan dan
i faktor-faktor perawatannya.
yang 4. Sesuaikan 4. Meningkatkan
mempengaruhi lingkungan untuk kemampuan
fungsi optimalisasi persepsi sensori.
penglihatan. penglihatan :
2. Klien a. Orientasikan klien
mengindentifika terhadap ruang
si dan rawat.
menunjukkan b. Letakkan alat yang
pola-pola sering digunakan
alternatif untuk di dekat klien atau
meningkatkan pada sisi mata
penerimaan yang lebih sehat.
rangsang c. Berikan
penglihatan pencahayaan
cukup.
d. Letakkan alat
ditempat yang
tetap.
e. Hindari cahaya
menyilaukan.
5. Anjurkan penggunaan 5. Meningkatkan
alternatif rangsang kemampuan
lingkungan yang respons terhadap
dapat diterima : stimulus
auditorik, taktil. lingkungan.
2 Setelah dilakukan 1. Kaji derajat nyeri 1. Nyeri glaukoma
tindakan setiap hari atau umumnya sangat
keperawatan sesering mungkin, parah terutama
diharapkan nyeri jika diperlukan. pada glaukoma
berkurang dengan sudut tertutup.
Kriteria Hasil : 2. Terangkan penyebab 2. Penyebab
1. Klien dapat nyeri dan faktor/ munculnya nyeri
mengidentifikasi tindakan yang dapat adalah
penyebab nyeri. memicu nyeri. peningkatan
2. Klien tekanan
menyebutkan intraocular
faktor-faktor 3. Anjurkan klien untuk 3. Untuk mencegah
yang dapat menghindari perilaku peningkatan TIO
meningkatkan yang dapat lebih lanjut.
nyeri. memprovokasi nyeri.
3. Klien mampu 4. Secara kolaboratif, 4. Analgetik
melakukan berikan obat berfungsi untuk
tindakan untuk analgetik. meningkatkan
mengurangi ambang nyeri.

17
nyeri. Biasanya
analgetik yang
diberikan adalah
kelompok
narkotik/ sedatif.
5. Ajarkan tindakan 5. Untuk
distraksi dan relaksasi menurunkan
pada klien. sensasi nyeri dan
memblokir
sensasi nyeri
menuju otak.
Teknik ini
umumnya efektif
saat nyeri tidak
sangat
mengganggu
klien.

D. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses asuhan keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari intervensi keperawatan. Implementasi
yang dilaksanakan meliputi :
1. Membantu aktivitas klien sehari-hari
2. Mengonsulnya dan memberikan penyuluhan kepada klien dan keluarga
3. Memberi asuhan keperawatan langsung
4. Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf medis lain
(Perry & Potter,2005)
E. Evaluasi
Berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dibuat maka hasil yang
diharapkan  adalah :
1. Klien mendapatkan kemampuan yang lebih untuk proses rangsang
penglihatan dan mengomunikasikan perubahan visual.
2. Nyeri berkurang, hilang atau terkontrol.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Arsculapiks.

Corwin, Elizabeth J. , Buku saku Patofisiologi, Ed. 3, 2009, Jakarta : EGC.

Darling, Vera H, 1996, Perawatan Mata, Yogyakarta : Yayasan Esentia Medika.

Ilyas, Ramatjandra, Sidarta Ilyas, 1991, Klasifikasi dan Diagnosis Banding


Penyakit Mata, 1991, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, Sidarta, 2002, Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2, Jakarta : CV. Sagung Seto.

Ilyas, Sidarta, 2004, Ilmu Perawatan Mata, Jakarta : CV. Sagung Seto.

James, Bruce, 2006, Lecture Notes : Oftalmologi, Jakarta : Erlangga.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3,.Jakarta : EGC

Perry & Potter. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep,Prose, dan
Praktik Edisi 4. Jakarta : EGC

19

Anda mungkin juga menyukai