Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SITEM


KARDIOVASKULER PADA KASUS STROKE ICH

Oleh :

SALWA APRILIA
094 STYJ 21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2022
BAB 1
PENDAHULUAN TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Stroke ICH


Intracerebral hemorrhage (ICH) adalah perdarahan yang terjadi di dalam
parenkim otak dan sistem ventrikel yang penyebabnya bukan diakibatkan oleh
trauma. (Sacco et al., 2013) ICH merupakan 15% dari angka kejadian stroke
dengan angka kematian 62% dalam satu tahun pertama dari onset, hanya 12–39%
yang dapat bertahan dan hidup secara independen (Sahni & Weinberger, 2007;
Washington et al., 2013). ICH diklasifikasikan menjadi ICH primer dan sekunder
berdasarkan etiologinya.
ICH primer adalah perdarahan yang diakibatkan oleh pembuluh darah
arteri yang pecah secara spontan karena adanya cerebral amyloid angiopathy
(CAA) dan hipertensi, perdarahan tersebut akan menjalar ke parenkim otak
(Flower & Smith, 2011). ICH sekunder adalah perdarahan yang disebabkan oleh
malformasi pembuluh darah seperti arteriovenous malformation (AVM) dan
cavernous malformation, stroke iskemia yang berubah menjadi stroke hemoragik,
koagulopati, dan tumor intrakranial (Sutherland & Auer, 2006).
ICH dapat terjadi di beberapa lokasi di otak sehingga dapat diklasifikasikan
menjadi ICH lobar dan non lobar serta supratentorial dan infratentorial (Martini
et al., 2012). ICH yang berlokasi di lobar terdiri dari area korteks, subkorteks,
dan mengikuti pola lobar yang melintasi satu atau lebih lobus otak. ICH yang
berlokasi di non lobar meliputi ICH di basal ganglia, batang otak dan cerebellum.
Presentasi ICH di batang otak sebesar 5–10% (Flaherty et al., 2005). ICH batang
otak atau brainstem hemorrhage (BSH) pertama kali diidentifikasi oleh Cheyne
pada tahun 1812 di London, yaitu sebagai perdarahan yang terjadi di pons,
pontomedullary junction, pontomesencephalic junction, midbrain dan medulla
oblongata (Raison et al., 2008).
ICH batang otak sering terjadi terutama pada populasi Asia Timur dengan
angka kejadian 10% dari total ICH (Jang et al., 2011). Usia tua dipertimbangkan
sebagai faktor risiko dari ICH batang otak (Almohammedi et al., 2020).
Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa pasien dengan usia tua yang
mengalami ICH batang otak berhubungan dengan outcome yang buruk dan
angka mortalitas yang tinggi (Nishizaki, 2012).
Sebagian besar ICH batang otak berasal dari arteri basilar yang
memperdarahi pons. Perdarahan di midbrain dan medulla oblongata jarang
terjadi (Raison et al., 2008). Menurut penelitian Takeuchi pada tahun 2013
terhadap 212 pasien dengan ICH batang otak, 17% mengalami perdarahan yang
terlokalisasi di pons, 3,3% terlokalisasi di midbrain, 52,4% di pons dan midbrain,
7,5% di pons dan medulla oblongata, dan 19,8% di pons, midbrain, dan medulla
oblongata (Takeuchi et al., 2013). Menurut penelitian Almohammedi pada tahun
2020 terhadap 10 pasien dengan ICH batang otak, dari 10 pasien yang diteliti
semuanya mengalami ICH di pons, 10% di medulla oblongata, 10% di midbrain,
dan 30% mengalami perluasan ke ventrikel (Almohammedi et al., 2020).
ICH batang otak dapat terjadi secara primer dan sekunder. ICH batang otak
yang terjadi secara sekunder dapat disebabkan karena malformasi vaskular
dengan kasus terbanyak adalah cavernoma dan arteriovenous malformation
(AVM) (Bozinov et al., 2010). Faktor risiko yang paling mempengaruhi ICH
batang otak adalah hipertensi (Alerhand & Lay, 2017). Kasus ICH batang otak
karena hipertensi sebanyak 2– 4/100.000/tahun (Ennaqui et al., 2017). Menurut
penelitian Almohammedi pada tahun 2020 terhadap 10 pasien dengan ICH
batang otak, 90% pasien mengalami hipertensi (Almohammedi et al., 2020).
Intracerebral Hemorrhage (ICH) adalah suatu keadaan perdarahan yang
terjadi dalam substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan
atherosclerosis serebral karena perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut
menyebabkan ruptur pada pembuluh darah. Perdarahan/hemoragi yang terjadi
juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri, tumor otak, dan
penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan
narkotik (kokain).
B. Etiologi
Stroke dapat disebabkan oleh thrombosis vena, faktor risiko penyebab
stroke adalah tekanan darah tinggi, diabetes, atrial fibrilation, kadar kolesterol
tinggi, merokok, alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang. Bahkan studi
terbaru menyebutkan polusi udara muncul sebagai faktor risiko stroke sedunia
(Amiman, Tumboimbela, & Kembuan, 2016).
C. Manifestasi Klinis
stroke hemoragik (stroke perdarahan) yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak . Gangguan vaskularisasi otak ini memunculkan berbagai
manifestasi klinis seperti kesulitan berbicara, kesulitan berjalan dan
mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh, sakit kepala, kelemahan otot wajah,
gangguan penglihatan, gangguan sensori, gangguan pada proses berpikir dan
hilangnya kontrol terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat
dimanifestasikan dengan disfungsi motorik seperti hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi tubuh) atau hemiparesis (kelemahan yang terjadi pada satu sisi
tubuh) (7,8). Disfungsi motorik yang terjadi mengakibatkan pasien mengalami
keterbatasan dalam menggerakkan bagian tubuhnya sehingga meningkatkan
risiko terjadinya komplikasi (Sari, Agianto, & Wahid, 2015).
Manifestasi klinik dari intracerebral hemoragi yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hemoragic.
2. Pola pernapasan dapat secra progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal 7.
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra cranium.
D. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebarkeseluh hemisfer otak dan lingkatran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan bedinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas.
Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir
ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. bila aliran darah ke otak turun
menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas
listrik pada neuron tetapi stroktur sel masih baik, sehingga gejala ini massih
revisibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari
darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila
lebih lama dari 6-8 menit akan terjadi jelas/lessi yang tidak putih
lagi(ireversibel)dan kemudian kematian. Pedarahan dapata meninggikan tekana
intrakranial dan menyebabkan ischemic di daaerah lain yang tidak perdarahan,
sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum
maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat
berlangsung beberapa meni, jam bahkan beberapa hari.(Corwin,2010).
E. Komplikasi
1. Gangguan otak yang berat.
2. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau
kardiovaskular 9.
3. Infark Serebri.
4. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
5. Fistula caroticocavernosum.
6. Epistaksis.
7. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
F. Penatalaksanaan
Penanganan terhadap pasien stroke terutama pasien baru seharusnya
dilakukan dengan cepat dan tepat. Kepstian penentuan tipepatologi stroke secara
dini sangat penting untuk pemberian obat yang tepat guna mencegah dampak
yang alebih fatal. Prosedur utama diagnosis stroke (Arifianto, Serosa, &
Setyawati, Klasifikasi Stroke Berdasarkan Kelainan Patologis dengan Learning
Vektor Quantization, 2014). (Gold Standart) menggunakan Computed
Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
Elektrokardiogram (EKG atau ECG) (Arifianto, Sarosa , & Setyawati, Klasifikasi
Stroke Berdasarka Kelainan Patologis dengan Learning Vektor Quantization,
2014). Diagnosis penyakit stroke dapat juga dilakukan melalui pemeriksaan
klinis mulai dari menanyakan gejala yang dirasakan pasien, anamnesis atau
pengambilan data riwayat penyakit pasien dan keluarganya, dan pemeriksaan
neurologi.
G. Pathway

Aneurisma
Peningkatan tekanan sistemik

Gangguan mobiltas fisik


BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS STROKE ICH

A. Pengkajian
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien Stroke ICH
meliputi :
1. Identitas
Anamnesis terdiri dari identitas pasien meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, no. register,
tanggal MRS, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
persyarafan seperti stroke ICH adalah adanya penurunan kesadaran tiba-
tiba, disertai gangguan bicara dan kelemahan ekstremitas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke ICH seringkali berlangsung secara mendadak
pada saat pasien melakukan aktivitasnya. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan tingkat kesadaran dalam hal
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjaadi , sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latargi,
tidak responsive dan koma.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya hipertensi, riwayat stroke sebelumnnya, diabetes militus,
penyakit jantung, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama
penggunaan obat antikoagulan yang sering digunakan pasien (obat-obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta). Adanya riwayat
merokok dan pengunaan alkohol.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
militus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Kesadaran : CM
c. Tanda Tanda Vital :
1) Tekanan Darah
Meningkat, biasanya pada pasien stroke hemoragik memiliki
riwayat Hipertensi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
2) Nadi
Bervariasi, biasanya nadi normal
3) Suhu
Biasanya tidak terjadi masalah
4) Pernafasan
Normal / kadang meningkat (pada pasien stroke hemoragik
terdapat gangguan pada bersihan jalan nafas)
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya tidak ditemukan masalah
2) Muka
Inspeksi : Umumnya tidak simetri, bell’s palsy, wajah pucat, alis
mata simetris,
3) Mata
Inspeksi : Biasanya konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, kelopak mata tidak odem.
4) Telinga
Inspeksi : Biasanya telinga sejajar kanan dan kiri
5) Hidung
Inspeksi : Biasanya simetris kanan dan kiri, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
6) Mulut dan Faring
Inspeksi : Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga
coma akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,mukoso bibir
kering.
7) Leher
Inspeksi : Biasanya pada pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan
8) Thorax
a) Paru
Inspeksi : simetris kanan dan kiri
Palpasi : vocal vremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya bunyi normal (vesikuler)
9) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Auskultasi : biasanya bising usus tidak terdengar
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
10) Ekstremitas
Atas dan bawah : Keadaan rentang gerak biasanya terbatas,
CRT biasanya normal yaitu < 2 detik.
11) Genetalia dan sekitarnya
Terkadang terdapat inkontenensia atau retensio urin.
e. Pemeriksaan persistem
1) Sistem Integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor akan jelek. Di samping itu perlu
juga di kaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien Stroke Hemoragik Bleeding harus bed rest 2-
3 minggu.
2) Sistem Neurologis
a) Tingkat Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke memiliki tingkat kesadaran
samnolen, apatis, soporos coma, hingga coma dengan GCS <12
pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan
biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan composmetis
dengan GCS 13-15.
b) Uji Saraf Cranial
 Nervus I (Olfaktorius) : Biasanya ada masalah pada
penciuman, kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawatan, namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan
berbeda.
 Nervus II (Optikus) : Gangguan hubungan visual parsial
sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian
tubuh. Biasanya lapang pandang baik 90o , visus 6/6.
 Nervus III (Okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, kadang pupil isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip biasanya dapat dinilai jika pasien dapat
membuka mata.
 Nervus IV (Toklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke atas dan bawah
 Nervus V (Trigeminus) : biasanya pasien bisa menyebutkan
lokasi usapan, dan pada pasien koma ketika bagian kornea
mata diusap dengan kapas halus maka klien akan menutup
kelopak mata.
 Nervus VI (Abdusen) : biasanya pasien dapat mengikuti
tangan perawat ke kanan dan kiri
 Nervus VII (Fasialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris dan dapat menyebutkan rasa
manis dan asin.
 Nervus VIII (Auskustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana
lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika
suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
 Nervus IX (Glosofaringeus) : biasanya ovule yang terangkat
tidak simetris, mencong ke arah bagian tubuh yang lemah,
dan pasien dapat merasakan asam dan pahit.
 Nervus X (Vagus) : Kemampuan menelan tidak baik,
kesukaran membuka mulut
 Nervus XI (Asesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik
tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat.
 Nervus XII (Hipoglosus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat di gerakkan ke kanan dan kiri,
namun artikulasi kurang jelas saat bicara.
c) Fungsi motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah
satu sisi tubuh.
d) Fungsi sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi
e) Reflek fisiologis
Pada pemeriksaan siku, biasanya saat siku diketuk tidak
ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi
(reflek bisep (-)) dan pada pemeriksaan trisep respon tidak ada
fleksi dan supinasi (reflek trisep (-)).
f) Reflek patologis
 Reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang
ketika diberi reflek (reflek hoffman tromer (+))
 Pada saat telapak kaki digores biasanya jari tidak
mengembang (reflek babinsky (+))
 Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
berespon (reflek caddok (+))
 Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya
tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+))
 Pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa – apa (reflek gordon (+))
 Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat diketukkan (reflek patella (+))
3. Pola Fungsi Kesehatan
(Menurut Doengos, Mary, & Mur, 2018)
a. Aktivitas / Istirahat
DO : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis) : paralitik (hipeglia), dan
terjadi kelemahan umum, gangguan penlihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
DS : Merasa kesulitan melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah,
susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot).
b. Sirkulasi
DO : Hipertensi arterial ( dapat ditemukan / terjadi pada CSV)
sehubungan dengan adanya embolisme / malformasi vaskuler, disritmia,
perubahan EKG, wsiran pada karotis, femoralis, dan arteri iliaka / aorta
yang abnormal.
DS : Adanya penyakit jantung (MI, reumatik / penyakit jantung
vaskuler, GJK : endokarditis bakterial, polisetemia, riwayat hipotensi
postural.
c. Integritas ego
DO : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
DS : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
d. Eliminasi
DS : Perubahan Pola Berkemih, Seperti Inkontinensia Urin, Anuria.
Distensi Abdomen (Distensi Kandung Kemih Berlebihan), Bising Usus
Negative (Ileus Paralistik).
e. Makanan / Cairan
DO : Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), Kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorok, disfagia, Adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
DS : Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal),
Obesitas (faktor risiko).
f. Neurosensori
DO : Status mental / tingkat kesadaran : Biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragik, Ketidaksadaran biasanya akan tetap sadar jika
penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami, Gangguan tingkah
laku (seperti letargi, apatis, menyerang), Gangguan fungsi kognitif
(seperti penurunan memori, pemecahan masalah).
Ekstremitas : Kelemahan / paralisis (kontralateral pada semua jenis
stroke), genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral. Pada wajah terjadi paralisis atau parese (ipsilateral),
Afasia : Gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia
motorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), reseptif (afasia
sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata-kata secara bermakna,
atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di atas.
Kehilangan kemampuan untuk mengenal/menghayati masuknya
rangsangan visual, pendengaran, taktil (agnosia), seperti gangguan
kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian terhadap bagian
tubuh yang terkena, gangguan persepsi, Kehilangan kemampuan
menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia),
Ukuran / reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral
(perdarahan/herniasi), Kekakuan nukal (biasanya karenan perdarahan),
Kejang (biasanya karena adanya pencetus perdarahan).
DS : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA),
Sakit kepala : Akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral
atau subarakhnoid, Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi
selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai derajat pada
stroke jenis yang lain), sisi yang terkena seperti “mati/lumpuh”,
penglihatan menurun seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian,
(kebutaan/monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang
lain. Sentuhan : Hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi
tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang pada
ipsilateral (yang satu sisi ) pada wajah.
g. Nyeri / Kenyamanan
DO : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot/fasia
DS : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri
karotis terkena)
h. Pernapasan
DO : Ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan napas,
Timbulnya pernapasan sulit dan/ atau tak teratur. Suara napas terdengar
ronchi (aspirasi sekresi)
DS : Merokok (faktor risiko)
i. Keamanan
DO : Motorik sensorik : Masalah dengan penglihatan, Perubahan
persepsi terhada porientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk
melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan), Hilang kewaspadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit, Tidak mampu mengenali objek,
warna, kata, dan wajah yang pernah dikenalnya dengan baik. Gangguan
berespons terhadap panas dan dingin/ gangguan regulasi suhu tubuh.
Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi sendiri (mandiri), Gangguan dalam memutuskan, perhatian
sedikit terhadap keamanan, tidak sabar/kurang kesadaran diri (stroke
kanan).
j. Interaki Sosial
DO : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k. Penyuluhan / Pembelajaran
DS : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (faktor risiko).
Pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko).
Pertimbangan Rencana Pemulangan : Mungkin memerlukan obat/
penanganan terapeutik. Bantuan dalam hal transportasi, berbelanja,
penyiapan makanan, perawatan diri dan tugas-tugas rumah /
mempertahankan kewajiban. Perubahan dalam susunan rumah secara
fisik, tempat transisi sebelum kembali ke lingkungan rumah.
l. Pertimbangan Discharge Planning
Obat dan teapi : Bantuan dengan transportasi, belanja, persiapan
makanan, perawatan diri dan ibu rumah tangga ataupemeliharaan tugas,
perubahan tata letak fisik rumah, penempatan transisi sebelum kembali
ke pengaturan rumah.
4. Analisa data
Symptom Etiologi Problem
DS : Defisit neurologis Gangguan
1. Mengeluh sulit menggerakan mobilitas fisik
ektremitas Hemisfer kiri dan
2. Nyeri saat bergerik kanan
DO:
1. Kekuatan otot menurun Hemifarase kiri dan
2. Rentang gerak menurun kanan
3. Sendi kakau
4. Gerakan terbatas
5. Fisik lemah
Sumber : SDKI (2016)
A. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan mobilts fisik berhubungan dengan deficit neurologis
B. Intervensi Keperawatan
Hari/ No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Tanggal DX (SLKI Edisi 1 Cetakan II, 2019) (SIKI Edisi 1 Cetakan II 2018)
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi adanya nyeri atau
keperwatan diharapkan gangguan keluhan fisik lainnya
mobilitas fisik dapat teratasi 2. Identifikasi toleransi fisik
dengan kriteria hasil : melakukan gerakan
1. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor keadaan umum
meningkat selama melakukan mobilisasi
2. Nyeri menurun 4. Fasilitasi aktifitas mobilisasi
3. Kekuatan otot meningkat dengan alat bantu
4. Rentang gerak meningkat 5. Libatkan keluarga
5. Kaku sendi menurun untukmembantu pasien dalam
6. Gerakan terbatas menurun meningkatkan pergerakan
7. Kelemahan fisik menurun 6. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
7. Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
(mis.duduk ditempat tidur)
C. Tindakan Keperawatan
Merupakan tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungn pada
pasien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembngan pasien
(Nursalam, 2006)
Menurut Nursalam, (2006) Tindakan keperawatan mencakup tindakan
independent (mandiri), dan kolaborasi.
1. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang didasarkan pada
kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2006)
Menurut Nursalam, (2006) evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP
yang operasional dengan pengertian:
S : Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara obyektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Kedaan subyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamat yang objektif setelah implemnatsi keperawatan.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan masalah
keluarga yang dibandingkan dengan krietria dan standar yang telah ditentukan
mengacu pada tujuan rencana keperawatan keluarga.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis pada tahap ini
ada 2 evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Yulrina., Dkk. 2014. Panduan Lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan I


Cetakan 1 (Ed. 1). Yogyakarta: Deepublish

Asmadi.2008.Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta:EGC

Atoilah, Elang Muhammad. & Engkus Kusnadi. 2013. Askep Pada Klien dengan
Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: In Media

th
Bulechek, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6 . Indonesian
edition. ISBN Indonesia: CV Mocomedia and is Published by Arrangement
With Elsevier Inc

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2015. Laporan Tahunan Tahun 2015. Padang : Dinas
Kesehatan Kota Padang

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2016. Laporan Tahunan Tahun 2016.
Padang : Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat

Hamdi, Asep Saepul & Baharudin E. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi
dalam Pendidikan.Yogyakarta: Deepublish

Hidayat, Aziz Alimul.2014.Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis


Data.Jakarta: Salemba Medika

Johnson.2014.Keperawatan Maternitas.Yogyakarta: Rapha Publishing

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai