id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1.STROKE
1.1. Definisi Stroke
Stroke didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi interupsi
suplai darah ke otak, yang biasanya disebabkan karena bocornya
pembuluh darah maupun adanya blokade akibat bekuan darah.
Berhentinya suplai oksigen dan nutrisi ini menyebabkan kerusakan
jaringan otak (WHO, 2014).
Berdasarkan WHO (1988), stroke menunjukkan adanya
gangguan fokal maupun global pada fungsi serebral dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan
kematian, serta murni disebabkan oleh faktor neurovaskuler.
Manifestasi yang ditunjukkan dapat berupa mati rasa, kelemahan atau
paralisis, gangguan bicara, penglihatan yang kabur, kebingungan dan
sakit kepala yang berat.
Stroke juga didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai
dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat
berupa gangguan fungsional otak fokal ataupun global yang berlagsung
lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa
kematian) yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab
vaskuler (PERDOSSI, 2009).
1.2 . Epidemiologi Stroke
Selama dua dekade terakhir ini, angka kematian dan jumlah
penderita stroke di negara berkembang meningkat setiap tahunnya
(Feigin et al., 2014). Stroke juga menjadi salah satu penyebab kematian
utama di Indonesia selama lima tahun terakhir ini. Stroke
menyebabkan 15,4% dari total kematian pada semua kelompok umur,
dengan laju kematian berdasar umur sebesar 99/100.000 populasi
(Kusuma et al., 2009).
8
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
- Emboli serebri
2) Stroke hemoragik
- Perdarahan intraserebral
- Perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
- TIA
- Stroke-in-evolution
- Compled stroke
c. Berdasarkan sistem pembuluh darah
- sistem karotis
- sistem vertebro-basiler
(Misbach, 2013).
1.5. Gejala Klinis
Serangan stroke akan menimbulkan defisit neurologi yang
bersifat akut. Contoh gejala stroke adalah hemidefisit motorik,
hemidefisit sensorik, kelumpuhan nervus fascialis dan hypoglossus
yang bersifat sentral, gangguan fungsi luhur, kesulitan berbahasa
(afasia), gangguan fungsi kognitif dan intelektual, hemianopsia,
disartria, diplopia, vertigo dan defisit batang otak (De Freitas et al.,
2009).
Manifestasi klinis juga tampak berbeda tergantung pada letak
lesi. Apabila letak lesi stroke berada di hemisfer kanan, manifestasi
yang timbul adalah defisit persepsi spasial, paralisis tubuh kiri, defisit
memori dan kecenderungan impulsif. Defisit verbal dan bahasa,
kencenderungan bersikap lambat, kesulitan dalam pemecahan masalah,
serta paralisis tubuh kanan adalah manifestasi yang tampak pada lesi
stroke hemisfer kiri (Falvo, 2013). Selain letak lesi, ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat (penumbra) dan jumlah aliran darah
kontralateral juga menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda.
Beberapa gangguan yang ditimbulkan antara lain gangguan fungsi
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
a. Lima (atau lebih) gejala di bawah ini sudah ada selama dua
minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya,
minimal terdapat satu simtom dari (1) mood depresi atau (2)
hilangnya minat atau kenikmatan :
1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
ditunjukkan oleh baik laporan subjektif (misalnya, perasaan
sedih, kosong, tidak ada harapan) atau observasi orang lain
(misalnya terlihat menangis). (Catatan : Pada anak-anak &
remaja, dapat berupa mood yang iritabel).
2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh atau hampir
seluruh rasa senang, aktivitas harian, hampir setiap hari (yang
ditandai oleh pernyataan subjektif atau observasi).
3. Penurunan berat badan yang signifikan bukan karena diet atau
usaha khusus (contoh : perubahan 5% atau lebih dari berat
badan dalam 1 bulan terakhir), atau penurunan & peningkatan
nafsu makan yang terjadi hampir setiap hari. (catatan : Pada
anak-anak perhatikan kegagalan mencapai berta badan yang
diharapkan).
4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari.
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (dapat
bersifat waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata
menyalahkan diri atau rasa bersalah karena menderita sakit).
8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau
penuh keragu-raguan, hampir setiap hari.
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati),
pikiran berulang tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa
rencana yang jelas, atau ada usaha bunuh diri atau rencana
melakukan bunuh diri yang jelas.
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
Gangguan
Tingkat aktivitas/ fisik prestroke ᴼ ᴼ +
Tingkat handicap/ fisik/fungsional + + + + + + + + ᴼ + + + + + +
Kognitif/pemahaman/intelegensi ᴼ + ᴼ + + + ᴼ ᴼ + ᴼ ᴼ ᴼ + ᴼ ᴼ
Ketidakmampuan untuk bekerja + + ᴼ
Tingkat kemandirian ᴼ ᴼ + + ᴼ + + + ᴼ
Hasil penilaian neurokognitif
Afasia/disfasia ᴼ + ᴼ + ᴼ ᴼ +
Kelalaian +
Lain-lain
Kelemahan ᴼ +
Disfagia +
Inkontinensia +
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id
Diambil dari jurnal dengan judul Risk Factor For Post stroke
Depression : Identification of Inconsistencies Based on a Systematic
Review oleh Ryck et al., 2014. Keterangan DPS : Depresi pasca stroke, o :
faktor risiko signifikan; + : tidak signifikan, kosong : tidak diperiksa.
2.4. Alat Skrining
HDRS yang di tambahkan dengan DSM IV TR merupakan alat
ukur yang direkomendasikan dalam menegakkan diagnosis depresi
(Berg, 2012). HRSD (Hamilton Rating Scale for Depression) digunakan
untuk menilai derajat depresi dengan fokus pada simtomatologi somatik.
Penilaian dilaksanakan oleh pemeriksa didasarkan pada wawancara dan
observasi terhadap klien. Penilaian dapat diselesaikan dalam 15-20 menit.
Butir-butir pada HRSD dinilai 0-4. Derajat depresi berdasarkan versi 21
butir skala HRSD dengan penilaian Skor ≤ 17 : tidak depresi , Skor 18-
24 : depresi ringan, Skor 25-34 : depresi sedang, Skor 35-51 :depresi
berat, Skor 52-68 : depresi sangat berat (Hawari, 2008).
Domain Facet
I. Kesehatan
1. Rasa nyeri dan tidak nyaman
Fisik 2. Ketergantungan pada obat untuk kehidupan sehari-
hari
3. Energi dan kelelahan
4. Mobilitas untuk bergaul
5. Kepuasan tidur
II. Psikologis 6. Kepuasan untuk aktivitas sehari-hari
7. Kepuasan kemampuan bekerja.
8. Perasaan positif
9. Spiritualitas
10. Berfikir, belajar, memori, konsentrasi
11. Gambaran diri dan penampilan
III. Hubungan 12. Harga diri
sosial 13. Perasaan negatif
14. Hubungan pribadi
15. Dukungan sosial
16. Aktivitas sexual.
17. Keselamatan dan keamanan fisik
IV. Lingkungan 18. Lingkungan rumah
19. Lingkungan fisik (polusi, kegaduhan, lalu lintas)
20. Sumber keuanganan
21. Kesempatan mendapat informasi/ketrampilan baru
22. Peran/kesempatan baru untuk rekreasi/aktivitas
santai
23. Kemampuan menjangkau pelayanan
kesehatan/sosial
24. Transportasi
psikologis dan sosial pasien stroke yang sejak awal sudah terganggu serta
tingkat kematian yang tinggi dari pada pasien pasca stroke tanpa depresi.
Depresi pasca stroke berhubungan dengan status soisal yang buruk dan
kualitas hidup yang buruk. Untuk itu diperlukan diagnosis dini dan
penatalaksanaan yang tepat (Rastenytė, 2014).
Depresi pasca stroke memperburuk kualitas hidup, seperti penelitia yang
di lakukan oleh Demet Unalan tahun 2008, Dari 70 pasien 47,1 %
mengalami depresi dan terjadi penurunan yang signifikan derajt kualitas
hidupnya. Tingkat depresi di ukur dengan BDI dan kualitas hidupnya di
ukur dengan WHOQOL. Semakin tinggi derajat depresi maka semakin
rendah kualitas hidupnya (Unalan, 2008).
Kualitas kesehatan yang berhubungan kualitas hidup (WHOQOL)
mengacu pada ukuran fungsi pasien, kesejahteraan dan persepsi kesehatan
umum di masing-masing tiga domain : fisik, psikologis dan sosial. Pasien
dengan depresi memiliki cacat fungsional secara signifikan lebih berat
baik pada awal pengobatan dan setelah rehabilitasi. Kualitas hidup pasien
depresi pasca stroke menurun di hampir semua ranah di bandingkan yang
non depresi hanya ranah fumgsi sosial dan emosi (Zikic et al., 2014).
4. Socratic Dialogue
Merupakan metode berpikir kritis dan reflektif, gaya
Socrates ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Konsep
SOSIAL BIOLOGIS
PSIKOLOGIS
Beban ekonomi Merasa sedih Kerusakan sel-sel otak di
Beban keluarga frontal dan sistim limbik
Terganggunya fungsi sosial, Butuh waktu lama untuk pulih
pekerjaan, ADL Putus asa dan tidak ada harapan
Kehilangan kemampuan/disabilitas
Motorik, komunikasi, persepsi
Kerentan kepribadian
FAKTOR RISIKO
Respon terhadap stres
- Usia
- Jenis kelamin
- Status marital
- Tempat tinggal
- Peny. Medis sebelum sakit
- Gangguan fx kognitif
- Afasia
- Status sosial
- Gangguan psikiatri sebelum sakit
- Lokasi dan sisi lesi
- R. Keluarga dan gangguan jiwa
- Karakteristik stroke STRESOR
DEPRESI
KUALITAS HIDUP
LOGOTERAPI MEDICAL
MINISTRY
DEPRESI
KUALITAS HIDUP
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id
Korteks
LOGOTERAPI transisional
Inflamasi kronik
Hipokampus
Amigdala
Hipotalamus Sitokin
proinflamasi
CRH
INFɤ, INFα, IL-1,
ANS Kortisol IL-6, IL8, iL-18
Pituitari
ACTH
Overstimulasi
Adrenal acth
Norepineprin
Triptofan
kortisol
DEPRESI Serotonin
Keterangan:
: perjalanan penyakit
: proses terapi/intervensi
: tanpa intervensi
IL : Interleukin
IFN : Interferon
lain faktor yang dapat dikontrol yaitu HT, DM, TIA, alkohol, merokok,
stres, obesitas. Terdapat juga faktor risiko yang tidak dapat di kontrol
luasnya daerah otak yang terkena (Saccoet al., 1997; Howard, 2011).
38
library.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
terjadinya depresi pasca stroke antara lain : lokasi dan letak lesi, usia,
yang terkena adalah daerah fronto temporal kiri dan area limbic yang
Kerusakan sel sel otak akan memacu cytokine proinflamasi (TNF, IL-1,
stresor akan dicatat dalam korteks dan amigdala. Pesan akan dikirim ke
2009).
kortisol yang tinggi akan merusak sel termasuk sel yang memproduksi
norepinefrin.
otak melalui jalur sensorik, auditorik dan visual. Sinyal kognitif akan
D. Hipotesis