Anda di halaman 1dari 34

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1.STROKE
1.1. Definisi Stroke
Stroke didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi interupsi
suplai darah ke otak, yang biasanya disebabkan karena bocornya
pembuluh darah maupun adanya blokade akibat bekuan darah.
Berhentinya suplai oksigen dan nutrisi ini menyebabkan kerusakan
jaringan otak (WHO, 2014).
Berdasarkan WHO (1988), stroke menunjukkan adanya
gangguan fokal maupun global pada fungsi serebral dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan
kematian, serta murni disebabkan oleh faktor neurovaskuler.
Manifestasi yang ditunjukkan dapat berupa mati rasa, kelemahan atau
paralisis, gangguan bicara, penglihatan yang kabur, kebingungan dan
sakit kepala yang berat.
Stroke juga didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai
dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat
berupa gangguan fungsional otak fokal ataupun global yang berlagsung
lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa
kematian) yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab
vaskuler (PERDOSSI, 2009).
1.2 . Epidemiologi Stroke
Selama dua dekade terakhir ini, angka kematian dan jumlah
penderita stroke di negara berkembang meningkat setiap tahunnya
(Feigin et al., 2014). Stroke juga menjadi salah satu penyebab kematian
utama di Indonesia selama lima tahun terakhir ini. Stroke
menyebabkan 15,4% dari total kematian pada semua kelompok umur,
dengan laju kematian berdasar umur sebesar 99/100.000 populasi
(Kusuma et al., 2009).

8
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Dari segi usia, 72% pasien stroke di Indonesia berumur di atas


65 tahun, namun seiring dengan perubahan gaya hidup maka
kecenderungan pasien untuk mendapatkan stroke terjadi pada usia
lebih muda. Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2007 sebesar 8,3 per
1000 penduduk dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan
adalah 6 per 1000 penduduk. Stroke merupakan penyebab kematian
tertinggi dengan proporsi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun,
baik di pedesaan maupun di perkotaan dan kasus stroke termuda
ditemukan pada kelompok umur 18-24 tahun. Provinsi dengan
prevalansi stroke tertinggi dijumpai di Nangroe Aceh Darussalam
(NAD) (16,6%) dan terendah di Papua (3,8%) . Pada tahun 2004,
pasien stroke rawat inap mencapai 23.636 orang dan 26.195 orang
menjalani rawat jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Pada tahun
2005, terjadi peningkatan pasien stroke rawat jalan dan mencapai
angka 96.095 (Depkes RI, 2013).
Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah
0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun
2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%, sedangkan prevalensi
stroke iskemik pada tahun 2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding
tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi ada di kota Salatiga sebesar
1,16% (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2012). Untuk Wilayah
Surakarta, stroke menyebabkan 27% dari total kematian dan
merupakan penyebab kematian tertinggi bila dibandingkan dengan
penyakit lain (Rao et al., 2010)
1.3. Patofisiologi Stroke
Stroke iskemik terjadi karena berhentinya suplai darah ke otak,
sehingga menyebabkan jaringan otak menjadi rentan terhadap efek
iskemik. Patofisiologi stroke sangatlah kompleks, meliputi mekanisme
eksitoksisitas, jalur inflamasi, kerusakan oksidatif, ketidakseimbangan
ion, apoptosis, angiogenesis dan neuroproteksi (Deb et al., 2010).
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Secara garis besar patofiologi stroke adalah karena iskemia dan


perdarahan. Iskemia menyebabkan kerusakan otak karena aktifnya
kaskade iskemik, yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya suplai
oksigen, glukosa dan menyebabkan kegagalan dalam pembuatan
Adenine Tri Phospate (ATP). Hal yang paling tampak dari kaskade
iskemik adalah kematian neuron otak dan hilangnya fungsi neuronal
otak secara ireversibel. Kerusakan akan semakin parah tergantung pada
durasi dan lokasi iskemia yang akan menimbulkan manifestasi klinik
sesuai lokasinya (Deb et al., 2010).
Kegagalan suplai energi dapat menyebabkan kematian sel otak
ireversibel jika oklusi sudah terjadi selama 5-10 menit. Iskemia
menyebabkan kegagalan dalam fungsi gradien ion, yang pada akhirnya
akan menyebabkan pembengkakan neuron dan glia (Deb et al., 2010).
Sel-sel otak mati akibat kerja berbagai protease dan radikal bebas yang
terbentuk akibat jenjang iskemik. Jaringan otak yang infark
membengkak dan dapat menimbulkan tekanan dan distorsi (Price,
Wilson 2006).
Sedangkan perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke
dalam ruang subarakhnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Stroke
terjadi karena pecahnnya pembuluh darah otak, sehingga darah tidak
dapat mengalir seperti semula. Penyebab stroke perdarahan antara lain
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arterio venosa. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan darah masuk ke jaringan otak,
membentuk masa, menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di
sekitarnya. Kenaikan TIK dengan cepat dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak.(Batticaca, 2009).
1. 4. Klasifikasi Stroke
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, yaitu:
1) Stroke iskemik
- Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attack/TIA)
- Trombosis serebri
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

- Emboli serebri
2) Stroke hemoragik
- Perdarahan intraserebral
- Perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
- TIA
- Stroke-in-evolution
- Compled stroke
c. Berdasarkan sistem pembuluh darah
- sistem karotis
- sistem vertebro-basiler
(Misbach, 2013).
1.5. Gejala Klinis
Serangan stroke akan menimbulkan defisit neurologi yang
bersifat akut. Contoh gejala stroke adalah hemidefisit motorik,
hemidefisit sensorik, kelumpuhan nervus fascialis dan hypoglossus
yang bersifat sentral, gangguan fungsi luhur, kesulitan berbahasa
(afasia), gangguan fungsi kognitif dan intelektual, hemianopsia,
disartria, diplopia, vertigo dan defisit batang otak (De Freitas et al.,
2009).
Manifestasi klinis juga tampak berbeda tergantung pada letak
lesi. Apabila letak lesi stroke berada di hemisfer kanan, manifestasi
yang timbul adalah defisit persepsi spasial, paralisis tubuh kiri, defisit
memori dan kecenderungan impulsif. Defisit verbal dan bahasa,
kencenderungan bersikap lambat, kesulitan dalam pemecahan masalah,
serta paralisis tubuh kanan adalah manifestasi yang tampak pada lesi
stroke hemisfer kiri (Falvo, 2013). Selain letak lesi, ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat (penumbra) dan jumlah aliran darah
kontralateral juga menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda.
Beberapa gangguan yang ditimbulkan antara lain gangguan fungsi
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

motorik, bahasa dan komunikasi, sensorik, otonom, fungsi eksekutif


dan emosi (Godefroy, 2007).
1.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke harus komprehensif, yang bertujuan
agar meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan
penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan
intraserebral, mencegah secara dini kompliksi neurologik maupun
medis dan mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara
keseluruhan. Jika penatalaksanaan komprehensif dapat berhasil baik,
prognosis pasien akan lebih baik (Setyopranoto, 2011).
Kita harus mengetahui adanya faktor risiko stroke untuk
mendapatkan hasil yang baik. Faktor risiko stroke adalah kelainan atau
kondisi yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke.
Faktor risiko stroke umumnya dibagi 2 golongan besar (Saccoet al.,
1997; Howardet al.,2011) :
a. Faktor risiko yang tidak dapat di kontrol:
1. Umur
2. Ras/bangsa
3. Jenis Kelamin
4. Riwayat Keluarga (Orang tua, saudara)
b. Faktor risiko yang dapat dikontrol:
1. Hipertensi
2. Kencing manis (Diabetes mellitus)
3. Alkohol
4. Merokok
5. Stres
6. Obesitas/Kegemukan
7. Transient Ischemic Attack (TIA)
1.7. Prognosis Pasca stroke
Penderita pasca stroke mengalami penderitaan akibat kecacatan
yang ditimbulkannya dan gejala neurologisnya, yang berpengaruh
library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

terhadap berbagai aspek kehidupan, akibat kerusakan yang disebabkan


oleh stroke. Pada beberapa sel otak kerusakan dapat bersifat sementara,
tidak mengakibatkan kematian sel, hanya berkurangnya fungsi. Secara
umum perbaikan stroke dapat digambarkan sebagai berikut (House,
1987)
1. 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna
2. 25% pulih dengan kelemahan minimum
3. 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat dan membutuhkan
perawatan khusus.
4. 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi dirumah atau
fasilitas perawatan jangka panjang lainnya.
5. 15% langsung meninggal setelah serangan stroke
Terdapat dua tipe perbaikan stroke yang mempengaruhi
perilaku aktifitas kehidupan sehari hari yaitu tingkat defisit neurologis
dan tingkat fungsional. Perbaikan neurologis merujuk adanya
peningkatan hubungan spesifik antara stroke dengan defisit neurologis
seperti defisit motorik, sensorik, visual, atau bahasa. Perbaikan
fungsional merujuk adanya peningkatan pada aktifitas perawatan
diri sendiri dan mobilitas, yang dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
perbaikan neurologis. Perbaikan paling sering melibatkan beberapa
kombinasi dari peningkatan neurologis dan fungsional (House, 1987)
Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa perbaikan status
fungsional tampak nyata pada 3 bulan pertama dan mencapai tingkat
maksimal dalam 6 bulan post stroke. Perbaikan fungsi motorik dan
defisit neurologis terjadi paling cepat dalam 30 hari pertama setelah
stroke iskemik dan menetap setelah 3-6 bulan, walaupun selanjutnya
perbaikan masih mungkin terjadi (House, 1987).
1.8. Gangguan Psikiatri Pasca Stroke
Pasien dengan stroke merupakan populasi berisiko tinggii
mengalami gangguan psikiatri. Neuropsikiatri sindrom yang berkaitan
dengan stroke meliputi gangguan kognitif, emosional dan behavioral
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

yang diantaranya adalah depresi, ansietas, psikosis dan lain-lain.


Neuropsikiatri sindrom post stroke merupakan masalah yang serius dan
sering ditemui (Robinson, 2006).
Komplikasi neuropsikiatri terkait dengan stroke ini memiliki
dampak negatif terhadap fungsi sosial, kualitas hidup, pemulihan dan
kelangsungan hidup pasien stroke (Ajiboye et al., 2013). Dengan
mengidentifikasi dan mengobati pasien stroke dengan komorbiditas
psikiatri, dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien pasca
stroke (Robinson, 2010).
Berbagai macam gangguan psikiatri yang terjadi pada pasca
stroke adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Kecemasan Pasca Stroke (Post Stroke Anxiety atau PSA)
Prevalensi Post Stroke Anxiety (PSA) sekitar 28% pada
stroke fase akut dan jumlahnya tidak menurun selama 3 tahun
setelah follow up. Gangguan kecemasan pasca stroke ini biasanya
timbul bersamaan dengan gangguan depresi. Hemisfer kanan
biasanya dikaitkan dengan gangguan kecemasan (Astrom, 2009).
b. Depresi
Depresi yang terjadi setelah stroke disebut juga sebagai
depresi pasca stroke. Prevalensi terjadinya depresi pasca stroke
berkisar antara 5% hingga 63% dimana hal ini sering terjadi 3
hingga 6 bulan setelah stroke. Penderita stroke cenderung mudah
menderita gangguan jiwa karena adanya perubahan yang tiba-tiba
terhadap seseorang akibat ketidakmampuannya untuk menggunakan
anggota badan mereka dan juga adanya ketidakmampuan untuk
berkomunikasi sehingga hal-hal tersebut mudah menimbulkan
gangguan penyesuaian (Salteret al., 2013).
c. Mania
Mania pasca stroke sangat jarang, dengan angka kejadian
kurang dari 1% (Ferro, 1998). Mania juga menjadi komplikasi yang
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

jarang dari stroke iskemik dengan frekuensi kurang dari 1% pada


keseluruhan stroke (Starkstein et al., 1990).
d. Psikotik
Psikosis adalah komplikasi pasca stroke yang jarang terjadi.
Insidennya kira-kira 1% (Nemade, 2012). Penelitian terhadap pasien
stroke yang berusia lebih dari 60 tahun selama periode 9 tahun,
hanya lima pasien yang d2dentifikasi mengalami psikosis,
semuanya mengalami lesi pada frontoparietal kanan dan atropi
subkorteks. Tiga dari lima pasien mengalami kejang pasca stroke.
(Chemerinski, 2000).
e. Demensia
Demensia vaskuler merupakan penyebab demensia kedua
tertinggi di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab
utama di beberapa bagian Asia. Prevalensi demensia vaskuler di
negara barat 1,5% dan 2,2% di Jepang (Alagiakhrisnan, 2010).
2. DEPRESI PASCA STROKE
2.1. Definisi Dan Diagnosis Klinik Depresi Pasca Stroke
Pada dasarnya untuk menegakkan diagnosis depresi pada pasien
pasca stroke adalah sama dengan depresi pada umumnya, yang
mengacu pada beberapa rujukan yang dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis yaitu ICD-10 atau PPDGJ-III, DSM IV-TR
atau yang terbaru DSM-V (PDSKJI, 2013).
Tidak mudah untuk mendiagnosis depresi pada penderita pasca
stroke, terutama pasien yang mengalami afasia. Indikasi untuk
membantu diagnosis depresi pada stroke antara lain: adanya
perubahan kepribadian atau mood, penurunan berat badan yang
signifikan, gangguan tidur dan kemajuan yang minimal dalam
rehabilitasi (Fransisco, 2013).
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
V (DSM V), kriteria diagnosis gangguan depresi mayor berikut:
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

a. Lima (atau lebih) gejala di bawah ini sudah ada selama dua
minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya,
minimal terdapat satu simtom dari (1) mood depresi atau (2)
hilangnya minat atau kenikmatan :
1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang
ditunjukkan oleh baik laporan subjektif (misalnya, perasaan
sedih, kosong, tidak ada harapan) atau observasi orang lain
(misalnya terlihat menangis). (Catatan : Pada anak-anak &
remaja, dapat berupa mood yang iritabel).
2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh atau hampir
seluruh rasa senang, aktivitas harian, hampir setiap hari (yang
ditandai oleh pernyataan subjektif atau observasi).
3. Penurunan berat badan yang signifikan bukan karena diet atau
usaha khusus (contoh : perubahan 5% atau lebih dari berat
badan dalam 1 bulan terakhir), atau penurunan & peningkatan
nafsu makan yang terjadi hampir setiap hari. (catatan : Pada
anak-anak perhatikan kegagalan mencapai berta badan yang
diharapkan).
4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari.
6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
7. Perasaan tak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (dapat
bersifat waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata
menyalahkan diri atau rasa bersalah karena menderita sakit).
8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau
penuh keragu-raguan, hampir setiap hari.
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati),
pikiran berulang tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa
rencana yang jelas, atau ada usaha bunuh diri atau rencana
melakukan bunuh diri yang jelas.
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

b. Simtom-simtom ini secara klinis nyata menyebabkan distres atau


hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting
kehidupannya.
c. Episodenya tidak terkait dengan efek fisiologis zat atau kondisi
medis lainnya. Catatan : Kriteria A-C menggambarkan episode
depresi.
Catatan : Respons terhadap kehilangan yang bermakna (misalnya
berduka, problem finansial, lolos dari bencana, penyakit berat
atau disabilitas) termasuk perasaan sedih yang berat, pemikiran
tentang kehilangan, sulit tidur, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan seperti yang terdapat di kriteria A,
mungkin menyerupai episode depresi. Walaupun simtom-simtom
tersebut mungkin dapat dipahami atau dipertimbangkan.
Keputusan ini tak dapat dipungkiri membutuhkan pelatihan
keterampilan penilaian klinis berdasarkan riwayat individu dan
norma budaya dalam menentukan distres akibat kehilangan.
d. Keberadaan episode depresi tidak dapat dijelaskan akibat
gangguan skizoafektif, skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau spektrum skizofrenia lainnya yang tidak spesifik
atau tidak ditentukan.
e. Tidak pernah dijumpai episode manik atau hipomanik.
Catatan : Perkecualian ini tidak dapat diterapkan bila semua ciri-
ciri episode manik atau hipomanik yang terjadi adalah karena
induksi zat atau terkait efek fisiologis kondisi medis lainnya
(American Psychiatri Association, 2013).
Menurut ICD–10 (International Classification of Disease the
10th edition) dan PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa Indonesia edisi III), gangguan depresi adalah termasuk
dalam kelompok gangguan mood (gangguan afektif). Episode depresi
dibedakan menjadi : episode depresi sedang (tanpa dan dengan gejala
somatik), episode depresi sedang (tanpa dan dengan gejala somatik),
library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

episode depresi berat (tanpa dan dengan gejala psikotik), episode


depresi lainnya dan episode depresi yang tidak tergolongkan. Kategori
diagnosis episode depresi, hanya digunakan untuk episode depresi
tunggal (yang pertama), sehingga apabila gangguan depresi yang
timbul merupakan episode ulangan setelah beberapa bulan remisi dari
episode depresi sebelumnya maka harus dikhlasifikasikan dalam
gangguan depresi berulang (Departemen Kesehatan RI, 1993).
Kriteria diagnosis episode depresi menurut PPDGJ III
didasarkan pada :
Gejala utama :
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah danberkurangnya aktivitas.
Gejala lainnya :
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan terganggu.
Dari kriteria diagnosis di atas, episode depresi dibagi menjadi depresi
sedang, sedang dan berat.
2.2.Epidemiologi Depresi Pasca Stroke
Insiden stroke iskemik sebesar 70-80% dari seluruh kasus stroke
sedangkan stroke hemoragik lebih jarang (Wong, 2010). Laki-laki lebih
berisiko dibandingkan perempuan dengan perbandingan 1,33:1, 70%
pasien stroke yang selamat mengalami disabilitas permanen dalam
pekerjaan, 25% mengalami demensia vaskuler (Andri, 2008).
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Kira-kira 40% pasien stroke iskemik terdiagnosis depresi pasca


stroke (DPS), studi lain melaporkan insiden yang lebih tinggi yaitu 72%
(Craft, 2006). Depresi menetap setelah 20 tahun pada 34% pasien stroke
usia tua dan berhubungan dengan keluaran kognitif dan fisik yang buruk
(Loubinouxet al., 2012). DPS berdasarkan onsetnya dapat dibagi menjadi :
DPS onset dini bila depresi terjadi dalam 3-6 bulan pasca-stroke dan DPS
onset lanjut bila terjadi dalam 24 bulan pasca stroke. DPS onset dini
berhubungan dengan lesi yang besar sedangkan onset lanjut berhubungan
dengan fungsi sosial yang lebih buruk (Wong, 2010).
Prevalensi depresi pasca stroke (DPS) 9-60%. Berdasarkan studi
populasi, insiden DPS sebesar 23-40%, sedangkan pada hospital based
study sebesar 35-53% dan pada studi komunitas antara 9-23%. Prevalensi
DPS meningkat dengan meningkatnya umur, prevalensi tertinggi terjadi
sekitar 3-6 bulan pasca-stroke dan tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian.
prevalensi depresi pasca-stroke adalah 10-25% pada wanita dan 5-12%
pada laki-laki; adanya riwayat kelainan psikiatri dan kelainan kognitif
sebelum stroke menyebabkan gejala depresi lebih berat; laki-laki memiliki
gangguan aktivitas harian serta fungsi sosial lebih besar (Suwantara,
2004). Depresi mayor terjadi pada 25% pasien stroke sedangkan depresi
minor terjadi sekitar 14-31% (Wong, 2010).
2.3. Faktor Risiko Depresi Pasca stroke.
Mengetahui dan identifikasi faktor risiko terjadinya depresi
pasca stroke sangatlah penting, hal ini untuk deteksi dini,
membantu diagnosis awal, sehingga dapat memberikan terapi yang
lebih adekuat. Masih banyak kontroversial mengenai faktor risiko
terjadinya depresi pasca stroke. Kontroversi ini disebabkan oleh
perbedaan metodologi penelitian, jumlah populasi, kriteria inklusi,
alat ukur yang berbeda dan analisis statistik yang berbeda (Rick,
et al., 2014) Hasil dari Systematic Review yang dilakukan oleh
Ryck antara 1 Januari tahun 1995 sampai 31 September 2012 di
dapatkan hasil sebagai berikut :
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.Faktor Risiko dan faktor prediktor DPS


Nomer Referensi Penelitian
Faktor resiko berhubunagn dengan 4 4 2 2 4 3 2 3 4 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 4 4 3 3 2
DPS 0 2 6 4 4 6 9 1 5 5 3 7 2 8 5 8 7 4 9 3 1 0 2 3
Faktor Demografi dan sosial
Jenis Kelmain ᴼ + + ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ + + + + + + ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ
Usia + ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ +
Pendidikan ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ + ᴼ + ᴼ ᴼ ᴼ
Pekerjaan sebelum stroke/pensiun ᴼ ᴼ ᴼ +
Tinggal sendiri/bersama ᴼ ᴼ + + ᴼ + ᴼ +
Status pernikahan ᴼ ᴼ + ᴼ + ᴼ
Distres sosial sebelum stroke +
Kelas sosial ᴼ ᴼ
Kondisi tempat tinggal + ᴼ
Tingkat aktivitas/sosial pasca + + +
stroke + + + +
Dukungan keluarga dan sosial
kurang
Riwayat Kesehatan
Penyakit predisposisi/komorbid ᴼ ᴼ + + + ᴼ + ᴼ ᴼ + ᴼ
Penyalahgunaan alcohol + +
Riwayat penyakit mental
Depresi/ansietas + + + ᴼ ᴼ ᴼ + +
Neurotisme + +
Riwayat keluarga + ᴼ +
Karakteristik stroke
Keparahan + + + + ᴼ + ᴼ + + +
Lokasi ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ + ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ
Tipe ᴼ ᴼ + + ᴼ + ᴼ ᴼ ᴼ ᴼ
Volume ᴼ ᴼ

Gangguan
Tingkat aktivitas/ fisik prestroke ᴼ ᴼ +
Tingkat handicap/ fisik/fungsional + + + + + + + + ᴼ + + + + + +
Kognitif/pemahaman/intelegensi ᴼ + ᴼ + + + ᴼ ᴼ + ᴼ ᴼ ᴼ + ᴼ ᴼ
Ketidakmampuan untuk bekerja + + ᴼ
Tingkat kemandirian ᴼ ᴼ + + ᴼ + + + ᴼ
Hasil penilaian neurokognitif
Afasia/disfasia ᴼ + ᴼ + ᴼ ᴼ +
Kelalaian +
Lain-lain
Kelemahan ᴼ +
Disfagia +
Inkontinensia +
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Kesedihan yang berlebih +


Menangis + +
Apatis +
Penggunaan antidepresan +
Lama rawat inap +
Program rehab aktif +

Diambil dari jurnal dengan judul Risk Factor For Post stroke
Depression : Identification of Inconsistencies Based on a Systematic
Review oleh Ryck et al., 2014. Keterangan DPS : Depresi pasca stroke, o :
faktor risiko signifikan; + : tidak signifikan, kosong : tidak diperiksa.
2.4. Alat Skrining
HDRS yang di tambahkan dengan DSM IV TR merupakan alat
ukur yang direkomendasikan dalam menegakkan diagnosis depresi
(Berg, 2012). HRSD (Hamilton Rating Scale for Depression) digunakan
untuk menilai derajat depresi dengan fokus pada simtomatologi somatik.
Penilaian dilaksanakan oleh pemeriksa didasarkan pada wawancara dan
observasi terhadap klien. Penilaian dapat diselesaikan dalam 15-20 menit.
Butir-butir pada HRSD dinilai 0-4. Derajat depresi berdasarkan versi 21
butir skala HRSD dengan penilaian Skor ≤ 17 : tidak depresi , Skor 18-
24 : depresi ringan, Skor 25-34 : depresi sedang, Skor 35-51 :depresi
berat, Skor 52-68 : depresi sangat berat (Hawari, 2008).

2.5. Patofisiologi Depresi Pasca Stroke


Patofisiologi depresi dimulai dengan respon terhadap stres.
Menderita penyakit stroke dengan berbagai gejala hendayanya ataupun
kecacatanya merupakan suatu stresor yang berat. Respon dalam
menghadapi suatu stresor pada seseorang akan melalui tahapan-tahapan
sampai mencapai suatu sikap acceptance. Sebelum mencapai tahap
penerimaan (acceptance) individu akan melalui beberapa tahapan yaitu
denial, anger, bargaining dan depression. Sikap penerimaan (acceptance)
terjadi bila individu mampu menghadapi kenyataan daripada hanya
menyerah dan putus asa (Ross, 1969).
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Denial adalah penolakan baik secara sadar maupun tidak sadar


terhadap suatu kenyataan, fakta atau informasi yang berkaitan dengan
situasi individu yang bersangkutan. Anger adalah kemarahan yang dapat
ditujukan pada dirinya sendiri maupun orang lain, terutama orang-orang
terdekat mereka. Pada tahap bargaining, individu melakukan tawar
menawar untuk menerima kenyataan atau fakta yang terjadi. Pada tahap
ini individu memerlukan waktu tambahan untuk menerima kenyataan atau
fakta tersebut.
Tahap selanjutnya adalah depression, individu secara alami merasa
sedih, menyesal, takut dan putus asa. Pada tahap ini menunjukkan bahwa
individu mulai menerima kenyataan atau fakta. Selanjutnya individu
memasuki tahap penerimaan (acceptance) yaitu individu dapat menerima
kenyataan yang tidak terelakkan. Kelima tahap tersebut bervariasi bagi
tiap-tiap individu. Seorang individu dapat menunjukkan semua tahap
secara berurutan, tetapi individu yang lain mungkin tidak (Zisook, et al,
2009).
Patofisiologi terjadinya depresi pasca stroke sangatlah komplek,
melalui mekanisme biologi, psikologi dan sosial. Secara biologi stroke
akan menimbulkan kerusakan sel sel otak, manifestasi klinisnya
tergantung dari letak dan lokasi lesinya. Apabila yang terkena adalah
daerah fronto temporal kiri dan area limbic yang menjadi pusat emosi
maka secara langsung akan terjadi depresi. Kerusakan sel sel otak akan
memacu cytokine proinflamasi (TNF, IL-1, IL-6, IL-8, IL-18). Cytokin
proinflamasi akan merangsang enzim metabolisme IDO (Indoleamin
dioksi oksigenase) yang merangsang metabolism triptopan, sehingga
kadar triptopan menurun. Triptopan merupakan precursor serotonin
sehingga serotonin juga menurun dan terjadilah depresi pasca stroke
(Pedrosaet al., 2015).
Sedangkan secara psikologis pasien merasa sedih karena
mengalami perubahan yang tiba-tiba dengan hendaya neurologis serta
ketidakmampuannya untuk menggunakan anggota badan mereka,
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

membutuhkan atau tergantung secara fisik dengan orang lain akibat


kecacatan dan hendaya pasca stroke baik karena gangguan komunikasi,
persepsi, kognitif, pekerjaan, pemulihanya membutuhkan waktu yang
lama bahkan ada yang bersifat permanen (Spallettaet al., 2006).
Secara sosial pasien yang menderita stroke akan memberikan
beban ekonomi, karena tidak lagi dapat bekerja dan pengobatanya
membutuhkan waktu dan biaya serta bantuan anggota keluarganya. Pasien
menjadi terisolasi secara sosial karena adanya hambatan mobilitas, tidak
mampu mengunjungi teman, saudara, pergi untuk berlibur maupun
melakukan hobinya (Rycket al., 2015).
2.6. Penatalaksanaan Depresi Pasca Stroke
1) Intervensi farmakoterapi
Pasien pasca stroke perlu dievaluasi secara teliti timbulnya
depresi pasca stroke, maupun gangguan psikiatri lainnya. Pemberian
antidepresan sangat direkomendasikan pada DPS. SSRI merupakan
pilihan pertama untuk DPS dan tidak didapatkan bukti yang adekuat
penggunaan psikoterapi saja tanpa antidepresan (Guideline Stroke,
2011).
Pengobatan antidepresan meningkatkan hasil setelah stroke, di
tandai dengan menurunya gejala depresi serta perbaikan fungsi
eksekutif. Nortriptyline dan fluoxetine meningkatkan aktivitas hidup
sehari-hari (ADL) dan memperbaiki mortalitas dan sertraline
memperbaiki morbiditas (Narushima et al., 2007). Disamping itu
pemberian antidepresan pasca stroke memperbaiki gejala depresi dan
perbaikan disabilitasnya (Mikamiet al., 2011).
Penggunaan antidepresan dimulai dosis kecil untuk
meminimalkan efek samping. TCA menimbulkan efek samping
kardiovaskuler sedikit lebih besar dibandingkan SSRI, seperti palpitasi
jantung, nyeri dada, angina, aritmia, hipertensi dan sinkop atau
hipotensi. SSRI paling direkomendasikan karena tolerabilitasnya (efek
samping kardiovaskuler rendah dan kurangnya efek antikolinergik),
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

tetapi dapat menyebabkan disfungsi seksual, peningkatan berat badan


dan gangguan tidur selama terapi jangka panjang. Efek terapi
antidepresan tampak dalam 3-4 minggu dan direkomendasikan lama
pemberian selama 8 minggu sampai 6 bulan (Wong, 2010).
Terapi antidepresan dilanjutkan minimum 6 bulan pada pasien
yang menunjukkan respons, tetapi harus diganti jika tidak ada respons
setelah 6 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan. Pada kasus
relaps dapat dilanjutkan lebih lama. Antidepresan diberikan pada
pasien depresi sedang sampai berat sebelum intervensi psikologi,
dilanjutkan Selama 4-6 minggu (Lookk, 2010).
2) Intevensi Non Farmakologi
Psikoterapi dan terapi lainnya seperti fisioterapi, terapi okupasi
diberikan bersama-sama dengan terapi medikamentosa untuk
strokenya. Psikoterapi merupakan bagian penting yang tidak
terpisahkan dalam terapi depresi. Terapi kombinasi obat dan
psikoterapi terbukti lebih efektif di bandingkan obat saja, untuk pasien
depresi pada umumnya maupun depresi pasca stroke. Jenis psikoterapi
yang di berikan dapat CBT, Terapi Realitas, Family terapi maupun
logoterapi (Andri, 2008)
Dengan adanya patofisiologi depresi pasca stroke yang meliputi
biologi, psikologi dan sosial. Pasien yang mengalami ketidakmampuan
melakukan kegiatan sehari hari, adanya komorbiditas penyakit stroke,
untuk pemulihannya secara fisikpun tidak mudah bahkan ada yang
bersifat permanen. Hal itu merupakan stresor dan sumber penderitaan
yang sangat berat sehingga pasien merasa berat, sedih, putus asa dan
tidak jarang terpuruk dan kehilangan makna hidupnya, kehilangan
kebahagian hidupnya (Sudiyanto, 2016).
Dengan logoterapi pasien pasien di bantu menemukan makna
hidupnya dengan potensi yang masih di miliki pasien. Hidup yang
bermakna dapat di peroleh dengan jalan merealisakan tiga nilai
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

kehidupan yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai besikap


(Bastaman, 2007).
3. KUALITAS HIDUP
3.1. Definisi
The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)
mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap
kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai
yang ada yang terkait dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian.
Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang sangat luas yang
dipengarui kondisi fisik individu, psikologis, tingkat kemandirian, serta
hubungan individu dengan lingkungan.
Kualitas hidup menurut Departemen Kesehatan adalah persepsi
pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya,
termasuk tujuan hidup, harapan dan niatnya. Dimensi dari kualitas
hidup digambarkan terdiri dari : gejala fisik, kemampuan fungsional
(aktivitas), kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan
terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), orientasi masa
depan, kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri,
fungsi dalam pekerjaan.
3.2. Pengukuran Kualitas Hidup
Pengukuran kualitas hidup yang dikembangkan oleh WHO yang
disebut The World Health Organization Quality of Life (WHO-QOL)
terdiri dari empat dimensi yaitu: fisik, psikologis, hubungan sosial dan
lingkungan (WHO, 2004). Alat ukur menggunakan lima skala Likert,
yaitu: 1 = sangat sering; 2 = sering; 3 = kadang-kadang; 4 = sangat
jarang; 5 = tidak pernah seperti ditunjukkan pada tabel berikut :
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Tabel 3. Dimensi Pengukuran Kualitas Hidup Versi WHO (2004)

Domain Facet
I. Kesehatan
1. Rasa nyeri dan tidak nyaman
Fisik 2. Ketergantungan pada obat untuk kehidupan sehari-
hari
3. Energi dan kelelahan
4. Mobilitas untuk bergaul
5. Kepuasan tidur
II. Psikologis 6. Kepuasan untuk aktivitas sehari-hari
7. Kepuasan kemampuan bekerja.
8. Perasaan positif
9. Spiritualitas
10. Berfikir, belajar, memori, konsentrasi
11. Gambaran diri dan penampilan
III. Hubungan 12. Harga diri
sosial 13. Perasaan negatif
14. Hubungan pribadi
15. Dukungan sosial
16. Aktivitas sexual.
17. Keselamatan dan keamanan fisik
IV. Lingkungan 18. Lingkungan rumah
19. Lingkungan fisik (polusi, kegaduhan, lalu lintas)
20. Sumber keuanganan
21. Kesempatan mendapat informasi/ketrampilan baru
22. Peran/kesempatan baru untuk rekreasi/aktivitas
santai
23. Kemampuan menjangkau pelayanan
kesehatan/sosial
24. Transportasi

WHOQOL versi Indonesia ini mempunyai sensitivitas 95% dan


spesifisitas 87%, dengan penilaian kualitas hidup buruk jika nilainya ≤ 53
(Wardani, 2006).
3.3. Kualitas Hidup Pasien Pasca Stroke
Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan
kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup
tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental (Saragih,
2010).
Depresi merupakan komorbiditas yang sering ditemui pada pasien
stroke. Adanya depresi diduga memperparah kondisi fungsional, fisik,
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

psikologis dan sosial pasien stroke yang sejak awal sudah terganggu serta
tingkat kematian yang tinggi dari pada pasien pasca stroke tanpa depresi.
Depresi pasca stroke berhubungan dengan status soisal yang buruk dan
kualitas hidup yang buruk. Untuk itu diperlukan diagnosis dini dan
penatalaksanaan yang tepat (Rastenytė, 2014).
Depresi pasca stroke memperburuk kualitas hidup, seperti penelitia yang
di lakukan oleh Demet Unalan tahun 2008, Dari 70 pasien 47,1 %
mengalami depresi dan terjadi penurunan yang signifikan derajt kualitas
hidupnya. Tingkat depresi di ukur dengan BDI dan kualitas hidupnya di
ukur dengan WHOQOL. Semakin tinggi derajat depresi maka semakin
rendah kualitas hidupnya (Unalan, 2008).
Kualitas kesehatan yang berhubungan kualitas hidup (WHOQOL)
mengacu pada ukuran fungsi pasien, kesejahteraan dan persepsi kesehatan
umum di masing-masing tiga domain : fisik, psikologis dan sosial. Pasien
dengan depresi memiliki cacat fungsional secara signifikan lebih berat
baik pada awal pengobatan dan setelah rehabilitasi. Kualitas hidup pasien
depresi pasca stroke menurun di hampir semua ranah di bandingkan yang
non depresi hanya ranah fumgsi sosial dan emosi (Zikic et al., 2014).

4. LOGOTERAPI MEDICAL MINISTRY


4.1. Definisi
Logoterapi secara umum dapat dikatakan sebagai corak
psikologi/psikiatri yang memandang manusia, selain mempunyai
dimensi ragawi dan kejiwaan, juga mempunyai dimensi spiritual, serta
beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat akan
hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama
manusia. Frankl memandang spiritual tidak selalu identik dengan
agama, tetapi dimensi ini merupakan inti kemanusiaan dan merupakan
sumber makna hidup yang paling tinggi (Bastaman, 2007). Dimensi
spiritual inilah yang memungkinkan manusia mengalami pengalaman
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

bahagia, atau merasa bersalah atau memiliki potensi berkreasi


(Hutchinson, 2005).
Seorang yang memiliki alasan (why) hidup akan mampu bertahan
dalam segala situasi hidup (how).” Atau dengan kalimat lain: “Orang
akan siap bekerja keras dan melakukan pengorbanan untuk sesuatu
yang disebabkan atau berasal dirinya” (Shantall, 1997). Karena
dengan menemukan makna (why) dalam hidup akan meningkatkan
kualitas hidup seseorang dalam situasi apapun (Burger, 2007).
Logoterapi mengemukakan asas yang telah teruji kebenarannya oleh
penemunya sendiri dalam “laboratorium hidup” di kamp konsentrasi
(Bastaman, 2007).
Logoterapi berdasarkan pada konsep tiga serangkai (three triads)
yaitu Tiga serangkai yang pertama terdiri dari freedom of will, the will
to meaning dan the meaning of life. Yang terakhir yaitu the meaning
of life dapat dicapai melalui tiga serangkai yang kedua yang terdiri
dari creative value, eksperimental value dan attitudinal value. Dan
tiga serangkai yang terakhir menyebutkan bahwa attitudinal value
terkait dengan tiga serangkai yang ketiga, dalam artian mendukung
tercapainya sikap yang memiliki makna yang diambil seseorang saat
menghadapi 3 serangkai kejadian tragis (tragic triad) yaitu
penderitaan, rasa bersalah dan kefanaan manusia / kematian (Burger,
2007)
Penderitaan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia,
karena eksistensi manusia senantiasa berkisar antara senang dan susah,
tawa, air mata, derita dan bahagia. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989) menggambarkan penderitaan sebagai “proses, pembuatan, cara
menderita dan penanggungan” yang terkait dengan sesuatu yang tidak
menyenangkan seperti cacat, kesengsaraan dan kesusahan. Atas dasar
tersebut, penderitaan (suffering) merupakan perasaan tidak
menyenangkan dan reaksi-reaksi yang ditimbulkan sehubungan
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

dengan kesulitan-kesulitan yang dialami seseorang. Rumusan tersebut


mengandung beberapa unsur unsur yaitu :
1. Perasaan yang tidak menyenangkan, perasaan yang dihayati secara
unik oleh masing-masing penderitaan dan dihayati secara unik
oleh masing-masing penderita dengan intensitas berbeda-beda.
2. Reaksi-reaksi atas penderitaan yang dialami, seperti halnya dengan
perasaan yang tidak menyenangkan, reaksi seseorang atas
penderitaan sifatnya individual dan unik. Travelbee (dalam
Bastaman, 1996).
3. Seseorang yang menderita, tidak saja penderitaan itu dirasakan
oleh orang yang langsung mengalaminya sendiri, tetapi derita yang
menimpa orang-orang yang dicintai akan dirasakan juga oleh
orang yang mencintainya.
4. Kesulitan-kesulitan yang menimbulkan penderitaan.
Frankl (1967) dalam (Bastaman, 1996) menyebutkan hal-hal yang
menimbulkan penderitaan ini sebagai ”the tragic triads of human
existence”, yakni pain (sakit), guilt (salah) dan death (maut).
1. Pain / Penderitaan / sakit
Penderitaan menurut Frankl dapat berasal dari distres fisik dan
psikologis. Meskipun penderitaan dapat membuat seseorang merasa
sangat tidak berdaya, namun penderitaan tidak akan pernah dapat
menghilangkan kebebasan seseorang untuk memilih sikapnya dalam
menghadapi penderitaan itu. Karena itu penderitaan dianggap sebagai
satu sumber penting untuk mendapatkan makna.
Menurut Frankl “Hidup adalah penderitaan, bila ingin
menemukan makna dalam hidup maka temukan makna dalam
penderitaan. Jika memang hidup ini ada tujuannya, maka pasti juga ada
tujuan yang dapat ditemukan dalam penderitaan”. Saat seseorang sudah
berhasil menemukan makna dalam penderitaan maka penderitaan
tersebut menjadi terasa lebih ringan.
2. Guilt / Rasa bersalah
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Rasa bersalah di sini maksudnya adalah kesadaran akan kesalahan yang


dilakukan seseorang (Frankl, 1984).
3. Transitory of human existence / Kefanaan manusia-kematian
Kesadaran akan kefanaan eksistensi manusia adalah unsur
terakhir dari tiga serangkai kejadian tragis. Kematian sering
mendatangkan teror ketakutan pada seseorang, karena manusia sering
merasa ketakutan berada dalam kondisi akan menjadi „tidak ada lagi‟.
Menurut Frankl, seseorang harus dapat berdamai dengan kematian
sebagai suatu yang tidak mungkin terhindarkan, karena kematian
memungkinkan ditemukannya makna hidup dan bukan
menganggapnya sebagai sesuatu yang mencabut kehidupan.
Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai
eksistensi manusia dan makna hidup sebagaimana berikut :
1. Freedom of will, kebebasan untuk berkehendak dalam setiap keadaan
termasuk dalam penderitaan
2. The will to meaning, kehendak untuk hidup bermakna merupakan
motivasi utama setiap orang.
3. The meaning of life, dalam batas-batas tertentu manusia memiliki
kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan
dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai
kehidupan, yaitu :
1. Nilai-nilai Kreatif (Creative Value: apa yang dapat diberikan bagi
kehidupan ini (what we give to live). Kreatifitas merupakan sumber
sentral makna dalam kehidupan manusia, terutama karena sebagian
besar hal yang mendefinisikan kemanusiaan berasal dari kreatifitas
dan bila seseorang berusaha untuk memenuhi kreatifitasnya maka
akan membuat orang tersebut merasa hidupnya lebih lengkap. Melalui
karya dan kerja, kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati
kehidupan secara bermakna (Csikszentmihalyi, 1996).
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

2. Nilai-nilai Penghayatan (Experiental Value): yaitu keyakinan dan


penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan,
keimanan dan keagamaan, serta cinta kasih. Nilai eksperimental juga
dapat berasal dari faktor relasi,seperti memiliki dan mempertahankan
persahabatan yang erat atau merasa menjadi bagian dari suatu
komunitas. Hal ini terutama sangat bermakna bila mengingat bahwa
meskipun dalam derajat tertentu seseorang membutuhkan sifat
individualitas namun kebutuhan untuk berkomitmen pada orang lain
dan pada masyarakat sangat penting untuk menghindarkan seseorang
dari perasaan terisolir dan kesepian (Viljoen, 1989).
3. Nilai-nilai Bersikap (Attitudinal Value): sikap yang diambil untuk
tetap bertahan terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari seperti
penyakit yang tidak dapat dihindari lagi dan menjelang kematian. Hal
yang diubah bukanlah keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang
diambil dalam menghadapi keadaan tersebut. Penderitaan memang
dapat memberikan makna dan guna apabila kita dapat mengubah sikap
terhadap penderitaan tersebut menjadi lebih baik lagi. Hal ini berarti
bahwa dalam keadaan bagaimanapun (rasa sakit, nista, dosa bahkan
maut), makna hidup masih dapat ditemukan, asalkan saja mengambil
sikap yang tepat dalam menghadapinya.
Menurut Bastaman (2007), selain tiga nilai yang dikemukakan
oleh Frankl, ada nilai lain yang menjadikan hidup ini bermakna, yaitu
harapan (hope). Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal
yang baik atau perubahan yang menguntungkan di kemudian hari.
Harapan yang merupakan sesuatu yang belum menjadi kenyataan akan
memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang
menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme.
Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan
terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan
buruk saat ini dan sikap optimis menyongsong masa depan. Nilai
kehidupan ini disebut dengan nilai-nilai kreatif (Creative value), nilai-
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

nilai penghayatan (experentiale value), nilai-nilai bersikap (Attitudinal


value).
Eksistensi manusia menurut logoterapi ditandai oleh kerohanian
(spirituality), kebebasan (freedom) dan tanggung jawab
(responsibility), hal ini berarti manusia memiliki sumber daya rohaniah
yang luhur di atas kesadaran akal, memiliki kebebasan untuk
melakukan hal-hal terbaik bagi dirinya dan bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap segala tindakannya. Kerohanian dalam logoterapi
merupakan sumber dari potensi sifat, kemampuan dan kualitas khas
manusia, seperti hasrat untuk hidup bermakna, kreativitas, keimanan,
religiusitas, intuisi dan cinta kasih (Bastaman, 2007).
Aspek kerohanian yang merupakan dimensi spiritual ini dalam
logoterapi mendapatkan tempat utama dan dikenal sebagai “Nốốs”.
Manusia yang kehilangan makna hidupnya berarti nốốs dalam dirinya
sedang tertutup sehingga berbagai macam kekecewaan dan penderitaan
akan dirasakannya sangat berat yang akhirnya menimbulkan
penderitaan pada dirinya dalam berbagai bentuk gangguan jiwa
maupun gangguan somatik (Bastaman, 2007). Tujuan logoterapi
adalah agar setiap pribadi:
1. Memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara
universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan
agama yang dianutnya.
2. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan,
terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
3. Memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari
penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai
kendala dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih
kualitas hidup yang lebih bermakna (Bastaman2007).
4.2. Metode Logoterapi
Ada beberapa metode logoterapi yang biasa digunakan, yaitu :
1. Paradoxical Intention
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

Teknik paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan


kemampuan mengambil jarak dan kemampuan mengambil sikap
terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan. Teknik ini juga
memanfaatkan salah satu kualitas khas manusia lainnya, yaitu rasa
humor khususnya humor terhadap diri sendiri yang diharapkan
dapat membantu pasien untuk tidak lagi memandang gangguannya
sebagai sesuatu yang berat tetapi berubah menjadi sesuatu yang
ringan dan lucu.
2. Dereflection
Teknik Dereflection memanfaatkan kemampuan
transendensi diri yang ada pada setiap manusia dewasa yaitu
kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak memperhatikan lagi
kondisi yang tidak nyaman untuk lebih mencurahkan perhatian
kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat sehingga gejala
hyper intention dan hyper reflection menghilang. Selain itu, akan
terjadi perubahan sikap, yaitu dari yang semula terlalu
memerhatikan diri sendiri menjadi komitmen terhadap sesuatu yang
penting baginya.
3. Existential Analysis
Terapis membantu mereka yang mengalami kehampaan
hidup untuk menemukan sendiri makna hidupnya dan mampu
menetapkan tujuan hidup secara lebih jelas. Fungsi logoterapis
hanya sekadar membantu membuka cakrawala pandangan para
penderita terhadap berbagai nilai sebagai sumber makna hidup,
yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai bersikap. Di samping
itu, logoterapi menyadarkan mereka terhadap tanggung jawab
pribadi untuk keluar dari kondisi kehampaan hidup.

4. Socratic Dialogue
Merupakan metode berpikir kritis dan reflektif, gaya
Socrates ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

dengan jalan mengembalikan pertanyaan-pertanyaan itu kepada


penanya untuk dijawabnya sendiri dengan memfungsikan
kemampuan berpikir sehat sehingga akhirnya ia benar-benar dapat
memahami sendiri. Socratic dialogue diaplikasikan dalam
logoterapi dan juga mendasari pendekatan Client-centered Therapy
dari Carl Rogers.
5. Medical ministry
Dalam kehidupan sering ditemukan berbagai pengalaman
tragis yang tak dapat dihindarkan lagi, sekalipun upaya-upaya
penanggulangan telah dilakukan secara maksimal, tetapi tak
berhasil. Untuk itu, logoterapi mengarahkan penderita untuk
berusaha mengembangkan sikap (attitude) yang tepat dan positif
terhadap kondisi tragis tersebut. Metode ini merupakan metode
logoterapi diterapkan khususnya pada gangguan-gangguan
somatogenik.
Pendekatan ini memanfaatkan kemampuan untuk
mengambil sikap (to take a stand) terhadap kondisi diri dan
lingkungan yang tak mungkin diubah lagi. Tujuan utama metode
medical ministry membantu seseorang menemukan makna dari
penderitaannya (meaning in suffering).
4.3 Logoterapi Pada Pasien Depresi Pasca Stroke
Menderita penyakit Stroke akan menimbulkan pengaruh negatif
baik fisik, psikologis maupun psikososial. Hal tersebut terjadinya
sangat mendadak dan berlangsung lama, menimbulkan gejala sisa
berupa kecacatan dan hendaknya neurologis berupa motorik, visual,
kognitif dan lain lain. Untuk pemulihannya membutuhkan waktu yang
lama bahkan ada yang bersifat permanen. Hal tersebut merupakan
stresor atau penderitaan yang berat bagi pasien, bahkan menimbulkan
rasa putus asa dan terpuruk bahkkan kehilangan makna hidupnya.
Logoterapi di sini dimaksudkan untuk membantu individu
mengatasi masalah kehampaan makna dan tujuan hidup. Logoterapi
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

berorientasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi pada


makna hidup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara terapis
dengan klien adalah encounter, yaitu hubungan antarpribadi yang
ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan
untuk saling menghargai, memahami dan menerima sepenuhnya satu
sama lain (Nelson, 2011).
Problematika spiritual muncul pada seseorang ketika individu
tersebut gagal menemukan arti, makna dan potensi hidup mereka. Hal
inilah yang menyebabkan seseorang rentan mengalami depresi.
Menurut Frankl, depresi terjadi pada tingkat psikologis, fisiologis dan
spiritual. Pada tingkat psikologis terjadi perasaan tidak mampu
melakukan tugas yang berasal dari luar seseorang. Pada tingkat
fisiologis didefinisikan sebagai berkurangnya energi fisik. Sedang
pada tingkat spiritual, orang depresi menghadapi ketegangan spiritual
dan moral. Frankl menunjukkan bahwa jika tujuan dan makna hidup
tidak terjangkau, seseorang akan merasa kehilangan masa depan dan
mengakibatkan depresi (Frankl, 2006).
Menurut penelitian Robatmili (2015), logoterapi efektif
menurunkan tingkat depresi pada sepuluh responden dari skor BDI 14
menjadi 6,5 setelah di lakukan logoterapi. Pada penelitian ini
logoterapi dilaksanakan secara berkelompok dengan 10 subjek
penelitian sebagai perlakuan dan 10 subjek sebagai kontrol.
Sedangkan hasil penelitian di China, logoterapi (meaning life)
mempunyai korelasi yang positif untuk pasien depresi pasca stroke.
Makna hidup mengacu pada rasa bahagia, tenteram, sehingga setiap
orang terpacu untuk menemukan kebahagiaan. Dengan menemukan
makna hidup seseorang akan mudah mengatasi krisis termasuk
penyakit dan terhindar dari keterpurukan (Shao et al., 2013). Hidup
tanpa makna adalah hampa, sedangkan makna hidup adalah sesuatu
yang unik, bersifat individual dan dapat dicari melalui nilai kreatif
serta nilai bersikap. (Bastaman, 2007).
library.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

B. KERANGKA KONSEP PASIEN PASCA STROKE

B. Kerangka Konsep

SOSIAL BIOLOGIS
PSIKOLOGIS
Beban ekonomi Merasa sedih Kerusakan sel-sel otak di
Beban keluarga frontal dan sistim limbik
Terganggunya fungsi sosial, Butuh waktu lama untuk pulih
pekerjaan, ADL Putus asa dan tidak ada harapan
Kehilangan kemampuan/disabilitas
Motorik, komunikasi, persepsi
Kerentan kepribadian
FAKTOR RISIKO
Respon terhadap stres
- Usia
- Jenis kelamin
- Status marital
- Tempat tinggal
- Peny. Medis sebelum sakit
- Gangguan fx kognitif
- Afasia
- Status sosial
- Gangguan psikiatri sebelum sakit
- Lokasi dan sisi lesi
- R. Keluarga dan gangguan jiwa
- Karakteristik stroke STRESOR

DEPRESI

KUALITAS HIDUP

LOGOTERAPI MEDICAL
MINISTRY

DEPRESI

KUALITAS HIDUP
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

C.KERANGKA TEORI PASIEN PASCA STROKE

Skema 1. Kerangka Konsep


0.SOSIAL PSIKOLOGIS BIOLOGIS
Beban ekonomi Merasa sedih
Kerusakan sel-sel
Beban keluarga Butuh waktu lama untuk pulih otak di frontal dan
Terganggunya fungsi
Putus asa dan tidak ada harapan sistim limbik
sosial, pekerjaan,
ADL Kehilangan kemampuan/disabilitas
Motorik, komunikasi, persepsi
FAKTOR RISIKO
Kerentan kepribadian
- Usia Respon terhadap stres
- Jenis kelamin
- Status marital
- Tempat tinggal
- Peny. Medis sebelum sakit
- Gangguan fx kognitif
- Afasia
- Status sosial
- Gangguan psikiatri
sebelum sakit STRESOR
- Lokasi dan sisi lesi
- R. Keluarga dan gangguan
jiwa
- Karakteristik stroke
- Dll Korteks sensorik

Korteks
LOGOTERAPI transisional
Inflamasi kronik

Hipokampus

Amigdala
Hipotalamus Sitokin
proinflamasi
CRH
INFɤ, INFα, IL-1,
ANS Kortisol IL-6, IL8, iL-18
Pituitari
ACTH

Overstimulasi
Adrenal acth
Norepineprin

Triptofan
kortisol

DEPRESI Serotonin

Skema 2. Kerangka Teori Zisook, et al., 2009, Kaplan & Sadock‟s,


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keterangan:

: perjalanan penyakit

: proses terapi/intervensi

: hasil dari intervensi

: arah intervensi logoterapi

: tanpa intervensi

ACTH : Adenocorticotropic hormone

ANS : Autonomic nervous system

CRH : Corticotropin releasing hormone

IDO : Indoleamine-2, 3-dioxygenase

IL : Interleukin

TNF : Tumor Necrosis Factor

IFN : Interferon

Keterangan Kerangka Teori :

Terjadinya stroke di pengaruhi oleh faktor faktor risiko antara

lain faktor yang dapat dikontrol yaitu HT, DM, TIA, alkohol, merokok,

stres, obesitas. Terdapat juga faktor risiko yang tidak dapat di kontrol

yaitu : umur, ras, jenis kelamin, riwayat keluarga yang menderita

stroke. Manifestasi klinis stroke tergantung letak atau lokasi dan

luasnya daerah otak yang terkena (Saccoet al., 1997; Howard, 2011).

Terjadinya Depresi Pasca Stroke (DPS) sangatlah komplek,

karena stroke menimbulkan perubahan baik secara biologis, psikologis

maupun sosial. Disamping itu di pengaruhi oleh faktor faktor risiko

38
library.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

terjadinya depresi pasca stroke antara lain : lokasi dan letak lesi, usia,

jenis kelamin, status marital, tempat tinggal, penyakit medis sebelum

sakit, gangguan fungsi kognitif, afasia, status sosial, gangguan psikiatri

sebelum sakit, riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, karakteristik

stroke dan lain lain (Brouns, 2014).

Secara biologi stroke akan menimbulkan kerusakan sel sel otak,

manifestasi klinisnya tergantung dari letak dan lokasi lesinya. Apabila

yang terkena adalah daerah fronto temporal kiri dan area limbic yang

menjadi pusat emosi maka secara langsung akan terjadi depresi.

Kerusakan sel sel otak akan memacu cytokine proinflamasi (TNF, IL-1,

IL-6, IL-8, IL-18). Cytokin proinflamasi akan merangsang enzim

metabolism IDO yang merangsang metabolisme triptopan, sehingga

kadar triptopan menurun. Triptopan merupakan precursor serotonin

sehingga serotonin juga menurun dan terjadilah depresi pasca stroke

(Spalleta et al., 2006, Pedrosa et al., 2015).

Melalui jalur psikososial, seseorang yang menderita stroke

dengan serangan yang mendadak dan menimbulkan hendaya ataupun

kecacatan baik kecacatan motorik, bahasa, kognitif itu adalah suatu

stresor yang mengganggu sistem biologi, psikologi dan sosial. Suatu

stresor akan dicatat dalam korteks dan amigdala. Pesan akan dikirim ke

korteks sensorik selanjutnya ke kortek transisional dan selanjutnya ke

hipokampus. Tubuh meningkatkan kewaspadaan melalui hiperaktivitas

aksis HPA, sehingga hipotalamus akan mengeluarkan CRH kemudian


library.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

merangsang hipofise (pituitari) untuk mengeluarkan ACTH yang

selanjutnya akan merangsang kelenjar adrenal. Dari kortek adrenal

akan dikeluarkan glukokortikoid (kortisol) dan bila stresor ini berjalan

terus menyebabkan mekanisme feedback aksis HPA terganggu,

sehingga kortisol meningkat dan menyebabkan depresi (Zisook, et al.,

2009).

Selain itu stresor akut juga diteruskan melalui jalur amigdala,

yang menstimulasi ANS untuk memproduksi norepinefrin. Pada

kondisi stres kronis produksi norepinefrin justru menurun karena kadar

kortisol yang tinggi akan merusak sel termasuk sel yang memproduksi

norepinefrin.

Pada pemberian psikoterapi maka sinyal kognitif berjalan ke

otak melalui jalur sensorik, auditorik dan visual. Sinyal kognitif akan

sepenuhnya mencapai korteks sensorik dan terus berlanjut ke korteks

transisional untuk proses kontrol kognitif. Sesudah proses kontrol

kognitif selesai, sinyal tersebut diproyeksikan ke hipokampus untuk

disimpan sebagai memori, selain itu sinyal tersebut juga diekspresikan

ke amigdala dan organ lain yang terkait untuk diekspresikan ke luar.

Sinyal kognitif dari psikoterapi tersebut memiliki kemampuan

menghentikan sinyal darurat dari korteks menuju amigdala dan dari

amigdala menuju hypothalamus. Dengan demikian sinyal kognitif yang

diberikan melalui psikoterapi sesudah mencapai korteks untuk proses

kognisi, saat diproyeksikan ke hipokampus dan amigdala sudah


library.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

merupakan sinyal yang tertata baik, sedangkan sinyal darurat sudah

terhambat dan hilang (Kaplan & Sadock‟s, 2009).

D. Hipotesis

1. Ada pengaruh logoterapi Medical Ministry terhadap depresi, yaitu

logoterapi Medical Ministry dapat memperbaiki depresi pada

pasien pasca stroke.

2. Ada pengaruh logoterapi Medical Ministry terhadap kualitas hidup,

yaitu logoterapi Medical Ministry dapat memperbaiki kualitas

hidup pasien pasca stroke.

Anda mungkin juga menyukai