Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Tn. S DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

DI RS. COLOUMBIA ASIA SEMARANG

DI SUSUN OLEH :

SANTI DWI SUGIARTI

116076

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES TELOGOREJO SEMARANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat. Hampir di

seluruh dunia stroke menjadi masalah yang serius dengan angka morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian penyakit

kardiovaskuler. Serangan stroke yang mendadak dapat menyebabkan kecacatan

fisik dan mental serta kematian, baik pada usia produktif maupun lanjut usia

(Dewi & Pinzon, 2016).

Stroke dapat dibedakan menjadi dua yaitu Stroke Hemoragik dan Stroke Non

Hemoragik (stroke iskemik). Stroke Non Hemoragik adalah stroke yang terjadi

karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak

sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 83% pasien mengalami stroke jenis

ini. Stroke Non Hemoragik dibedakan menjadi tiga yaitu Stroke Trombotik

adalah proses terbentuknya thrombus hingga menjadi gumpalan. Stroke Embolik

adalah pembuluh arteri yang tertutup oleh bekuan darah. Hipoperfusion Sistemik

adalah gangguan denyut jantung yang disebabkan oleh aliran darah ke seluruh

bagian tubuh berkurang (Pudiastuti, 2011).

Data stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada

penduduk umur >15 tahun sebesar 10,9%, atau diperkirakan sebanyak 2.120.362

orang. Provinsi Kalimantan Timur (14,7%) dan di Yogyakarta (14,6%)

merupakan provinsi dengan prevalensi tertinggi stroke di Indonesia. Sementara


itu, Papua dan Maluku Utara memiliki prevalensi stroke terendah dibandingkan

provinsi lainnya, yaitu 4,1% dan 4,6% (Kemenkes, 2019).

Beberapa faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka kejadian stroke non

hemoragik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, ras, gender,

genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack sedangkan faktor yang dapat

dimodifikasi berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas,

alkohol, hiperkolesterolemia. Berdasarkan penelitian di RSUD Dr. Moewardi

Surakarta, sebagian besar pasien stroke non hemoragik atau stroke iskemik

memiliki diabetes mellitus sebanyak 71,21% (Ramadany et al., 2013).

Gejala yang timbul akibat stroke non hemoragik adalah nyeri kepala hebat secara

tiba-tiba, terjadi gangguan orientasi,penglihatan kabur, kesulitan bicara secara

tiba-tiba, kehilangan keseimbangan, rasa kebas atau kesemutan pada satu sisi

tubuh, dan mengalami kelemahan otot pada satu sisi tubuh (Sari et al., 2016).

Masalah keperawatan yang timbul akibat kelemahan otot yaitu gangguan

mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik dapat ditegakkan pada pasien stroke

non hemoragik dikarenakan adanya tanda gejala mayor seperti mengeluh sulit

menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, dan rentang gerak (ROM)

menurun (PPNI, 2017)

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan

mobilitas fisik menurut PPNI (2018) adalah monitor frekuensi jantung dan

tekanan darah sebelum memulai ambul monitor kondisi umum selama


melakukan ambulasi, fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu, fasilitasi

mobilisasi fisik, libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

ambulasi, jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi, anjurkan melakukan mobilisasi

dini, ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan.

Dari data diatas menunjukkan bawah stroke non hemoragik dapat disebabkan

oleh trombus atau emboli yang mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah

pada otak dan mengakibatkan iskemik pada jaringan otak. Iskemik pada jaringan

otak menyebabkan kerusakan pada neuromuskular dan dapat mengakibatkan

hemiparesis. Jika tidak ditangani dengan benar dapat menimbulkan komplikasi

dan gangguan pada aktivitas sehari-hari. Maka dari itu penulis tertarik membuat

laporan kasus yang berjudul “Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. S

Dengan Stroke Non Hemoragik Di RS. Coloumbia Asia Semarang”.

B. Tujuan Umum dan Khusus

1. Tujuan Umum

Mampu menganalisa asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan

penyakit stroke non hemoragik.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menganalisa pengkajian keperawatan pada pasien dengan stroke

non hemoragik

b. Mampu menganalisa diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien

dengan stroke non hemoragik


c. Mampu menganalisa rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan

stroke non hemoragik

d. Mampu menganalisa implementasi keperawatan pada pasien dengan

stroke non hemoragik

e. Mampu menganalisa evaluasi dari tindakan implementasi yang

dilakukan pada pasien dengan stroke non hemoragik

C. Manfaat

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Laporan kasus ini dapat digunakan sebagai acuan perawat untuk menambah

wawasan, ketrampilan, dan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan

pasien dengan stroke non hemoragik.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Laporan kasus ini dapat menambah informasi dan pengetahuan mahasiswa

keperawatan dalam merawat pasien dengan stroke non hemoragik.

3. Pelayanan Pasien

Laporan kasus ini dapat menjadi acuan perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik sesuai dengan

konsep asuhan keperawatan.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Stroke adalah penyakit atau gangguan otak akut fokal maupun global akibat

terhambatnya peredaran sarah ke otak. Gangguan peredaran darah otak

berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di

otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan

menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan

memunculkan kematian sel saraf (Iskandar, 2011).

2. Etiologi

Stroke menurut Suzanne et al (2013), biasanya diakibatkan dari salah satu

dari empat kejadian, yaitu:

a. Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).

b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah ke

otak dari bagian tubuh yang lain.

c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak).

d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya

adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan

sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi.


3. Klasifikasi

Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu :

a. Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan

darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.

Penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung

kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada

pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang

(arteri serebri), atau pembuluh darah kecil (Wardhana, 2011).

Menurutn Iskandar (2011) stroke iskemik atau infark dikelompokkan

sebagai berikut :

1) Transient Iscgemic Attack (TIA)

Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya

berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan

disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam

biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga

belum bisa teratasi sekitar 50% pasien sudah terkena infark.

2) Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)

Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang dari 24 jam,

biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24-48 jam.

3) Stroke In Evolution (SIE)

Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus

berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah

48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari

ringan sampai menjadi berat.


4) Complete Stroke Non Hemorrhagic

Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen

tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang

mengalami infark.

b. Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau

pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi

atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang

mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan

menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan

fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar

pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga

genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid

hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan

sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada

lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah

yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini,

disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga

disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering

terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah

akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila

disertai dengan gejala tekanan darah tinggi (Wardhana, 2011).

4. Patofisiologi

Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombus akibat plak aterosklerosis

yang memberi vaskularisasi pada otak atau oleh emboli dari pembuluh darah
diluar otak yang tersangkut di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis

(ateroma) di lokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri.

Trombus selanjutnya melekat pada permukaan plak bersama dengan fibrin,

perlekatan trombus secara perlahan akan memperbesar ukuran plak sehingga

terbentuk trombus (Kozier, 2010).

Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan terbawa

hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, lalu menyebabkan

berkurangnya aliran darah yang menuju ke otak sehingga sel otak akan

mengalami iskemik. Berdasarkan lokasinya penyumbatan dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu pada arteri serebral anterior dan arteri serebral media

(Suzanne et al., 2013).

Setelah terjadinya penyumbatan pada aliran darah, akan menimbulkankan

defisit neurologis yang bersifat akut. Tanda dan gejala stroke antara lain

hemidefisit motorik, hemidefisit sensorik, penurunan kesadaran, kelumpuhan

nervus VII (fasialis) dan nervus XII (hipoglosus) yang bersifat sentral,

afasia, dan hemianopsia (Mutiarasari, 2019).

Pada saat terjadi kerusakan pada neuromuskular yang di akibatkan karena

adanya kerusakan pada salah satu sisi otak, akan menyebabkan hemiparesis.

Hemiparesis merupakan kondisi ketika salah satu sisi tubuh mengalami

kelemahan sehingga sulit digerakkan. Hemiparesis dapat bersifat

kontralateral, yaitu jika kelemahan otot terjadi pada sisi tubuh yang

berlawanan dengan sisi otak yang mengalami kerusakan. Penderita


hemiparesis akan mengalami kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari,

misalnya berdiri, berjalan, bahkan saat menggunakan toilet yang dapat

menimbulkan gangguan mobilitas fisik (Andra, 2013).

Area Broca merupakan bagian dari otak manusia yang terletak di gyrus

frontalis superior pada lobus frontalis korteks otak besar. Area ini berperan

pada proses bahasa, serta kemampuan dan pemahaman berbicara. Pasien

stroke non hemoragik yang mengalami gangguan pada area Broca dapat

mengalami afasia. Afasia dapat diartikan suatu keadaan pada pasien yang

tidak mampu berbicara, afasia menjadikan pasien tak mampu membentuk

kalimat kompleks dengan tata bahasa yang benar yang menimbulkan

gangguan komunikasi verbal (Suzanne et al., 2013).

Selain terjadi afasia penderita stroke biasanya juga akan mengalami disfagia

atau gangguan menelan. Gangguan menelan bisa terjadi apabila mengenai

area otak yang mengatur fungsi menelan. Gangguan juga bisa terjadi bila

saraf-saraf atau otot yang terlibat dalam proses menelan mengalami

kerusakan. Gangguan menelan membuat penderita stroke menjadi sulit

mengunyah, mengontrol ludah, dan menelan. Masalah keperawatan yang

dapat timbul dari gangguan menelan adalah risiko defisit nutrisi (Brunner &

Suddarth, 2013).
5. Pathway

Faktor yang tidak dapat Faktor yang dapat dimodifikasi :


dimodifikasi : - Hipertensi
- Umur - Hiperkolesterolemia
- Ras - DM
- Jenis kelamin - Riwayat penyakit jantung
- Genetik - Life style

Terbentuknya trombus arterial


dan emboli

Penyumbatan pembuluh darah


otak

Suplai O2 ke otak menurun

Iskemik jaringan pada otak

Hipoksia

STROKE NON HEMORAGIK


(STROKE ISKEMIK)

Iskemik pada srteri serebral Iskemik pada srteri serebral


anterior medial

Gangguan premotor area

Gangguan brocha’s Ganggaun gustatory


Kerusakan neuromuskular motorspeech area area

Disatria, afasia,
Disfagia
amourasis fulgaks
Hemiplegia Hemiparesis

GANGGUAN
GANGGUAN KOMUNIKASI
RESIKO GANGGUAN MOBILITAS RISIKO DEFISIT
VERBAL
INTEGRITAS KULIT/ FISIK NUTRISI
JARINGAN

Pathway diatas menurut Nurarif & Hardhi (2015).


6. Manifestasi klinis

Menurut Sari et al (2016) gejala dan tanda stroke sering muncul secara tiba-

tiba dan cepat. Beberapa gejala stroke antara lain sebagai berikut :

a. Nyeri kepala hebat secara tiba-tiba

b. Pusing, merasa benda-benda disekitarnya berputar atau merasa goyang

bila bergerak atau biasanya disertai mual dan muntah

c. Bingung, terjadi gangguan orientasi ruang, waktu, atau personal

d. Pengelihatan kabur atau ketajaman pengelihatan menurun, bisa pada

salah satu mata ataupun kedua mata

e. Kesulitan bicara secara tiba-tiba, mulut terlihat tertarik ke satu sis atau

perot

f. Kehilangan keseimbangan

g. Rasa kebas atau kesemutan pada satu sisi tubuh

h. Kelemahan otot-otot pada satu sisi tubuh

7. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Brunner & Suddarth (2013), pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Foto Thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, serta mengidentifikasi kelainan

paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan

memperburuk prognosis.

b. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

c. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya hemoragik pada subaraknoid atau perdarahan pada

intrakranial.

d. CT Scan

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya

secara pasti.

e. MRI

MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang

magnetik untuk menentukan posisi yang besar/ luas terjadinya

perdarahan otak.

f. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik

dalam jaringan otak.

8. Komplikasi

Komplikasi stroke menurut Suzanne et al (2013) meliputi :

a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah

adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang

dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan


mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada tingkat dapat

diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan

integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena)

harus menjamin penurunan vesikositasdarah dan memperbaiki aliran

darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu perlu dihindari

untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi

meluasnya area cedera.

c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi

atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan

aliran darah keotak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.

9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (2011) adalah :

1) Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia,

pemberian terapi trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian

antiplatelet dan lain-lain tergantung kondisi klinis pasien.

2) Pemberian cairan pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari

(parental maupun enteral). Cairan parenteral yang diberikan adalah

isotonis seperti 0,9% salin.

3) Pemberian nutrisi, nutrisi enteral paling lambat sudah harus

diberikan dalam 48jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah tes
fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran

menurun nutrisi diberikan menggunakan NGT.

4) Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah

lakukan terapi psikologi, analgesic, terapi muntah dan pemberian H2

anatagonis sesuai indikasi, mobilisasi bertahap bila keadaan pasien

stabil, control buang air besar dan kecil, pemeriksaan penunjang lain,

edukasi keluarga dan discharge planning.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke di rumah sakit yaitu :

1) Petahankan nutrisi yang adekuat

2) Program manajemen bladder dan bowel

3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi

(ROM)

4) Pertahankan integritas kulit

5) Pertahankan komunikasi yang efektif

6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Andra (2013), anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan

adalah kelemahan anggota gerak, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi

nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain

gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang

lain.Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran

disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan

perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat

terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-

obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang

sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,

antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,

penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian

riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang


dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran

Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis,

soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang

stroke. Sedangkan pada saat pemulihan memiliki tingkat kesadaran

letargi dan composmentis dengan GCS 13-15.

2) Tanda-tanda vital

a) Tekanan darah

Pasien dengan stroke memiliki riwayat tekanan darah tinggi

dengan tekanan sistole > 140 dan diastole > 80

b) Nadi

Biasanya nadi normal

c) Pernapasan

Pasien stroke mengalami gagguan pada bersihan jalan napas

d) Suhu

Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien dengan

stroke

3) Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah

4) Wajah
Tidak semetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan nervus V

(Trigeminal) : pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada

pasien coma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus klien

akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada nervus VII

(Facialis) : alis mata simetris, dapat mengangkat alis,

mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan

pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kanan dan

kiri tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien

kesulitan untuk mengunyah.

5) Mata

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,

kelopak mata tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II (Optikus) :

biasanya luas pandang baik 90⸰, visus 6/6. pada nervus III

( okulomotoris) : diameter pupil 2 mm/ 2 mm, pupil kadang isokor

dan anisokor, palpebra dan refleks kedip dapat dinilai jika pasien

bisa membuka mata. nervus IV ( troklearis) : pasien dapat

mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah nervus VI

( abdusen) : pasien dapat mengikuti arah tangan perawat kekiri dan

kanan.

6) Hidung

Simetris kiri dan kanan, terpaksa oksigen, tidak ada pernafasan

cuping hidung. pada pemeriksaan nervus I ( olfaktorius) : kadang

ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada

juga yang tidak, dan biasanya  ketajaman penciuman antara kiri dan

kanan berbeda dan pada nervus VIII ( akustikus) : pada pasien yang
tidak lemah anggota gerak atas, dapat Melakukan keseimbangan

gerak tangan sampai hidung.

7) Mulut dan gigi

Pada pasien apatis, soporo coma, hingga coma akan mengalami

masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. pada

pemeriksaan nervus VII ( facialis) : lidah dapat mendorong pipi kiri

dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan

asin. pada nervus IX ( glosofaringeal) : ovule yang terangkat tidak

simetris, Mencong ke arah bagian tubuh yang lemah dan pasien

dapat merasakan rasa asam dan pahit. pada nervus XII

( hipoglosus) : pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat

dipancangkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat

berbicara.

8) Telinga

Daun telinga kiri dan kanan sejajar titik pada pemeriksaan nervus

VIII ( akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari

dari perawat tergantung di mana lokasi kelemahan dan pasien

hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang

jelas.

9) Leher

Pada pemeriksaan nervus X ( vagus) : pasien stroke mengalami

gangguan menelan. pada pemeriksaan kaku kuduk (+).

10) Thorak

a) Paru-paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan


Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan

Perkusi : bunyi normal (sonor)

Auskultasi : suara normal (vesikuler)

b) Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : suara vesikuler

11) Abdomen

Inspeksi : simetris, tidak ada asites

Palpasi : tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : terdapat suara tympani

Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada

pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores

pasien tidak merasakan apa-apa.

12) Ekstremitas

a) Atas

Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT

biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI

(aksesorius) : pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan

tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan

reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,

tidak fleksi maupun ekstensi. Sedangkan pada pemeriksaan

reflek hoffman jari tidak mengembang ketika diberi reflek

(reflek Hoffman tromer (+)).


b) Bawah

Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella

biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella

(+).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan

otot

b. Risiko gangguan integritas kulit/ jaringan

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan

neuromuskular

d. Risiko defisit nutrisi

3. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot

Luaran utama : Mobilitas fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan

gangguan mobilitas fisik menurun,

Dengan kriteria hasil :

1) Pergerakan ekstremitas meningkat

2) Kekuatan otot meningkat

3) Rentang gerak (ROM) meningkat

Intervensi utama : Dukungan ambulasi

Tindakan :

Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

ambulasi

4) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik

1) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu

2) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

ambulasi

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini

3) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan

b. Diagnosa : risiko gangguan integritas kulit/ jaringan

Luaran utama : Integritas kulit dan jaringan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan

risiko gangguan integritas kulit/ jaringan teratasi,

Dengan kriteria hasil :

1) Elastisitas kulit meningkat (dari 3 menjadi 5)

2) Hidrasi meningkat (dari 3 menjadi 5)

3) Perfusi jaringan meningkat (dari 3 menjadi 5)

Intervensi utama : perawatan integritas kulit

Tindakan :
Observasi

Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Terapeutik

1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring

2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu

3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare

4) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering

5) Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit

sensitif

6) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

1) Anjurkan menggunakan pelembab

2) Anjurkan minum air yang cukup

3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

5) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

6) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di

luar rumah

7) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan

neuromuskular

Luaran utama : komunikasi verbal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan

gangguan komunikasi verbal dapat teratasi,


Dengan kriteria hasil :

1) Kemampuan berbicara meningkat (dari 3 menjadi 5)

2) Kemampuan mendengar meningkat (dari 3 menjadi 5)

3) Kesesuaian ekspresi wajah/ tubuh meningkat (dari 3 menjadi 5)

Intervensi utama : promosi komunikasi (defisit bicara)

Tindakan :

Observasi

1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara

2) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan

dengan bicara

3) Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu

bicara

4) Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

1) Gunakan metode komunikasi alternatif

2) Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan

3) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan

4) Ulangi apa yang disampaikan pasien

5) Berikan dukungan psikologis

6) Gunakan juru bicara, jika perlu

Edukasi

1) Anjurkan berbicara perlahan

2) Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis

yang berhubungan dengan kemampuan berbicara

Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

d. Risiko defisit nutrisi

Luaran utama : status nutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risiko defisit nutrisi

teratasi,

Dengan kriteria hasil :

1) Porsi makan yang dihabiskan membaik (dari 3 menjadi 5)

2) Kekuatan otot mengunyah membaik (dari 3 menjadi 5)

3) Kekuatan otot menelam membaik (dari 3 menjadi 5)

Intervensi utama : manajemen nutrisi

Tindakan :

Observasi

1) Identifikasi status nutrisi

2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3) Identifikasi makanan yang disukai

4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

6) Monitor asupan makanan

7) Monitor berat badan

8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

2) Fasilitasi menentukan pedoman diet

3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai


4) Berikan makanan tingginserat untuk mencegah konstipasi

5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6) Berikan suplemen makanan, jika perlu

7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan

oral dapat ditoleransi

Edukasi

1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2) Ajarkan diet yang diprogamkan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan

Impelemtasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan intervensi

keperawatan (Kozier, 2010). Implementasi merupakan langkah keempat dari

proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan

dalam rangka membantu klien mencegah, mengurangi, dan menghilangkan

dampak atau respon yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan

kesehatam (Zaidin Ali, 2014).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir yang dilakukan berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil

tinsakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah di


tetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari

tahap pengkajian, perencanaan, dan pelaksanaan (Mubarak, dkk, 2011).

Evaluasi menurut Suprajitno dalam (Wardani, 2013) disusun menggunakan

SOAP, yaitu :

S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh

pasien dan keluarga setelah diberikan imolementasi keperawatan.

O : keadaan objektif yang dapat di identifikasi oleh perawat menggunakan

pengamatan yang objektif.

A : analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisi.


BAB III

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pada pengkajian di dapatkan data Tn. S yang berusia 43 Tahun, beralamat di

Grobogan Patemon Bojongsalaman Semarang, dan beragama islam. Tn. S masuk

RS pada tanggal 08 September 2020 dan dilakukan pengkajian pada pukul 12.00

WIB. Diagnosa medis yang ditetapkan pada Tn. S adalah Cerebral Infarction.

Pengkajian primer yang didapatkan adalah, pertama pengkajian pada airway

(jalan napas) tidak mengalami sumbatan jalan napas, dan tidak terdapat sekret.

Breathing pada saat di inspeksi gerakan dada simetris, tidak terdapat retraksi otot

pernapasan, frekuensi pernapasan 20x/ menit dan vesikuler, saat di palpasi di

dapatkan vocal fremitus kanan dan kiri seimbang, saat di perkusi di dapatkan

bunyi pernapasan sonor, dan pada saat dilakukan auskultasi tidak terdapat suara

napas tambahan. Yang ketiga circulation, di dapatkan data tekanan darah 150/90

mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 37, pernapasan 20 x/menit, akral hangat. Yang

keempat pengkajian disability, di dapatkan data GCS E:4 M: 5 V:6 hasil 15

dapat di simpulkan kesadaran composmentis, pupil isokor, dan terdapat

hemiparesisi pada kaki kiri. Yang ke lima pada pengkajian eksposure, tidak

terdapat cedera dan perdarahan.

Pada pengkajian sekunder, didapatkan keluhan utama Tn. S mengatakan kaki kiri

sulit di gerakan. Tn. S mengatakan kaki kirinya tiba-tiba saja terasa berat dan

lama-lama sulit untuk digerakan pada saat pasien berjalan-jalan di halam


rumahnya. Tn. S mengatakan beberapa bulan yang lalu saat memeriksakan

kesehatannya di klinik nilai GDS mencapai 300 mg/dL, dan Tn. S mengatakan

keluarga nya tidak ada yang menderita penyakit menular, dan penyakit

keturunan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tn. S terpasang O2 nasal canul 3 liter/menit,

GDS 223 mg/dL, terdapat kelemahan pada kaki kiri dengan nilaikekuatan otot 2

yang artinya hanya mampu bergeser saja. Terapi yang didapatkan oleh Tn. S

antara lain infus RL 20 tpm, injeksi brainact 2x1 gr, injeksi esomax 1x1 gr,

cardioaspirin 1x1 gr, dan asam folat 1x1 gr.

Pemeriksaan penunjang pada Tn. S di dapatkan hasil CT Scan : Lesi hipodens

pada nucleus caudatus anterior, capsula eksterna, crus anterior - crus posterior -

genu capsula interna, nucleus lentiformis, corona radiata dekstra suspek

gambaran multiple infarct. Hasil rontgen di dapatkan : X Foto Thorax posisi PA :

jantung tidak membesar, pulmo tidak nampak kelainan. Hasil pemeriksaan

laboratorium didapatkapkan data abnormal seperti leukosit 11,59 dan limfosit

23,5 %.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data dapat ditegakan diagnosa

keperawatan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan

otot. Masalah keperawatan ini dapat muncul dengan didapatkan data subyektif,

Tn. S mengatakan kaki sebelah kiri tidak bisa digerakan. Data obyektif
didapatkan tekanan darah 150 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit,

akral hangat, dan kekuatan otot pada kaki kiri bernilai dua.

C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan

gangguan mobilitas dapat membaik dengan kriteria hasil : pergerakan

ekstremitas meningkat ( dari 3 menjadi 5), kekuatan otot meningkat ( dari 3

menjadi 5), rentang gerak ( ROM) meningkat ( dari 3 menjadi 5). Intervensi

yang digunakan selama melakukan asuhan keperawatan yaitu monitor

frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambul monitor kondisi

umum selama melakukan ambulasi, fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat

bantu, fasilitasi mobilisasi fisik, libatkan keluarga untuk membantu pasien

dalam meningkatkan ambulasi, jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi,

anjurkan melakukan mobilisasi dini, ajarkan ambulasi sederhana yang harus

dilakukan. 

Implementasi keperawatan yang sudah dilakukan selama 1 x 24 jam untuk

mengatasi gangguan mobilitas fisik yaitu memonitor tanda-tanda vital,

menjelaskan tujuan ambulasi dini, dan memberikan ambulasi dini ( ROM). 

Hasil evaluasi keperawatan setelah dilakukan implementasi pada tanggal 8

September 2020 mendapatkan hasil data subjektif pasien mengatakan kaki

kirinya tidak bisa digerakkan, pasien bertanya tentang tujuan ambulasi dini

dan pengertian tentang ROM. Data objektif yang didapatkan yaitu tekanan

darah 150/ 80 mmHg, nadi  89 x/menit, pernafasan 22 x/menit , suhu 37,

kekuatan otot pada kaki kiri bernilai 2, pasien juga mengatakan sudah
mengerti tentang tujuan ambulasi dini dan pengertian ROM. Hasil evaluasi

belum sesuai kriteria hasil, dapat disimpulkan masalah keperawatan dengan

gangguan mobilitas fisik belum teratasi dan dilanjutkan dengan intervensi

keperawatan seperti monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum

memulai ambul monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi, fasilitasi

aktivitas ambulasi dengan alat bantu, fasilitasi mobilisasi fisik, libatkan

keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi, Jelaskan

tujuan dan prosedur ambulasi, anjurkan melakukan mobilisasi dini, ajarkan

ambulasi sederhana yang harus dilakukan.


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Dari hasil pengakajian pada tanggal 8 September 2020 didapatkan keluhan

pasien tidak bisa menggerakan kaki kirinya pada saat berjalan-jalan di

halaman rumahnya pada pukul 06.00 WIB. Kaki sebelah kiri pasien tidak

bisa digerakan yang disebabkan karena adanya trombus/ emboli pada otak

yang kemudian menyebabkan penyumbatan pembuluh pembuluh darah pada

otak, sehingga menyebabkan suplai oksigen ke dalam otak menurun yang

mengakibatkan hipoksia. Lalu menyebabkan iskemik pada arteri serebral

anterior sehingga terjadinya kerusakan pada neuromuskular.

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan

Faktor pencetus terjadinya stroke salah satunya adalah diabetes mellitus,

karena gula darah yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya sumbatan

lemak dipembuluh darah. Ketika pembuluh darah tersumbat, suplai oksigen

dalam darah ke otak akan terganggu kemudian akan menyebabkan emboli.

Masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah gangguan

mobilitas fisik, yang artinya keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau

lebih ekstremitas secara mandiri. Yang didukung engan tanda gejala mayor

seperti mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun,

dan rentang gerak (ROM) menurun (PPNI, 2017).


Salah satu tindakan keperawatan yang dapat mengatasi masalah

keperawatan yang muncul ialah dukunagan ambulasi. Dukungan ambulasi

adalah menfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah (PPNI,

2018). selain itu juga bisa memberikan tindakan keperawatan latihan ROM

(Range Of Motion), yaitu latihan gerak sendi yang memungkinkan

terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan

masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif

maupun pasif (Perry & Potter, 2010). Tujuan dilakukannya ROM (Range Of

Motion) adalah : mempertahankan tingkat fungsi yang ada dan mobilitas

ekstremitas yang sakit, mencegah kontraktur dan pemendekan struktur

muskuloskeletal, mencegah komplikasi vaskular akibat imobilitas,

mempertahankan kekuatan otot, dan merangsang sirkulasi darah (Heryati,

Manurung, & Raenah, 2008).

Implementasi keperawatan yang sudah dilakukan selama 1 x 24 jam untuk

mengatasi gangguan mobilitas fisik yaitu memonitor tanda-tanda vital,

menjelaskan tujuan ambulasi dini, dan memberikan ambulasi dini ( ROM). 

Hasil evaluasi keperawatan setelah dilakukan implementasi pada tanggal 8

September 2020 mendapatkan hasil data subjektif pasien mengatakan kaki

kirinya tidak bisa digerakkan, pasien bertanya tentang tujuan ambulasi dini

dan pengertian tentang ROM. Data objektif yang didapatkan yaitu tekanan

darah 150/ 80 mmHg, nadi  89 x/menit, pernafasan 22 x/menit , suhu 37,

kekuatan otot pada kaki kiri bernilai 2, pasien juga mengatakan sudah

mengerti tentang tujuan ambulasi dini dan pengertian ROM.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Pengkajian pada analisis data yang penulis lakukan sudah sesuai dengan

teori tang ada serta tidak ada kesenjangan antara kondisi yang dialami

pasien dengan teori. Pengkajian berfokus pada pasien stroke non hemoragik

dengan gangguan mobilitas fisik.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam asuhan keperawatan Tn. S

dengan stroke non hemoragik berdasarkan analisa kasus yaitu gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, yang ditandai

dengan kelemahan kekuatan otot. Diagnosa ini diangkat berdasarkan data-

data dan batasan karakteristik yang mendukung.

3. Intervensi yang telah disusun oleh penulis sudah sesuai dengan diagnosa

yang muncul dan kondisi pasien saat itu. Intervensi yang telah ditetapkan

sudah sesuai dengan teori yang ada, meliputi tujuan harus SMART, terdapat

kriteria hasil, dan intervensi sesuai dengan SIKI dan SLKI.

4. Implementasi yang sudah dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah

ditetapkan berdasarkan prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik yaitu

dukungan ambulasi yang berfokus pada memonitor frekuensi jantung dan

tekanan darah sebelum memulai ambulasi, monitor keadaan umum selama

ambulasi, dan memfasilitasi melakukan mobilisasi fisik.

5. Evaluasi yang penulis dapatkan setelah 1 x 24 jam melakukan asuhan

keperawatan dengan diagnosa gangguan mobilitas fisik tidak berhasil diatasi

sesuai dengan kriteria hasil yang penulis tetapkan.


B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tenaga kesehatan penting sekali memahami dan mahir dalam

pemberi asuhan keperawatan secara tepat agar terhindar dari kesalahan

dalam tindakan baik dirumah sakit maupun di masyarakat yang berkaitan

dengan pelayanan kesehatan.

2. Bagi Mahasiswa

Diharapkan bagi mahasiswa keperawatan dapat meningkatkan kualitas

pendidikan sehingga dapat tercipta tenaga keperawatan yang profesional dan

dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.

3. Bagi Pasien

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang

cara tindakan mandiri pada kasus stroke.


DAFTAR PUSTAKA

Andra. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika.

Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth

Edisi 12 (E. A. Mardella (ed.); Edisi 12). EGC.

Iskandar, J. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. ANDI.

Kemenkes, R. (2019). Infodantin Stroke Kemenkes Ri 2019. In Infodantin Stroke

Kemenkes RI 2019.

Kozier, B. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan

praktik, Vol. I. EGC.

Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and Prevention.

Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, 1(2), 36–44.

Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). (2011).

Guideline Stroke 2011. PERDOSSI.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Indikator Diagnostik

(Cetakan II). DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan

Keperawatan (Cetakan II). DPP PPNI.

Ramadany, A. F., Pujarini, L. A., & Candrasari, A. (2013). Hubungan Diabetes

Melitus Dengan Kejadian Stroke Iskemik Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta

Tahun 2010. Biomedika, 5(2), 11–16.

https://doi.org/10.23917/biomedika.v5i2.264

Sari, W., Indrawati, L., & Dewi, C. S. (2016). STROKE : Cegah dan Obati Sendiri

(Cetakan I). Penebar Plus.

Suzanne, C., Smeltzer, & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah Volume 3 - Brunner dan Suddarth. EGC.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. CV Sagung Seto.

Wardhana, A. W. (2011). Strategi mengatasi & bangkit dari stroke. Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai