Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dan kelainan dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta
system pembekuan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko
atau stroke di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuria
Hipertensi/terjadi perdarahan
Aneurisma
Hematoma serebral
PTIK/Herniasi serebral
Vasospasme arteri serebral/saraf serebral
Penurunan kesadaran Penekanan saluran pernafasan
Ketidakefektif Defisit neurologi
Area Grocca Pola
an
Gangguan Ischemic/infarkResiko
Mobilitas Kerusakan
Kerusakan fungsi N.VII dan N.XIII Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Resik Kerusakan
o Komunikasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke
e. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
f. Elektro encephalografi / EEG: mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Pemeriksaan EKG: dapat membantu menentukan apakah terdapat
disritmia, yang dapat menyebabkan stroke. Perubahan EKG lainnya yang
dapat ditemukan adalah inversi gelombang T, depresi ST, dan kenaikan
serta perpanjangan QT.
h. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
i. Pemeriksaan laboratorium :
Fungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium yang menjamin kepastian dalam menegakkan
diagnosa stroke; bagaimanapun pemeriksaan darah termasuk hematokrit
dan hemoglobin yang bila mengalami peningkatan dapat menunjukkan
oklusi yang lebih parah; masa protrombin dan masa protrombin parsial,
yang memberikan dasar dimulainya terapi antikoagulasi; dan hitung sel
darah putih, yang dapat menandakan infeksi seperti endokarditis bacterial
sub akut. Pada keadaan tidak terjadinya peningkatan
TIK, mungkin dilakukan fungsi lumbal. Jika ternyata terdapat darah
dalam cairan serebrospinal yang dikeluarkan, biasanya diduga
terjadi hemorrhage subarakhnoid.
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika
muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika
stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
k. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi.
(Sylvia dan Lorraine 2006).
8. Komplikasi
a. Kejang pada pasien pasca stroke sekitar 4-8 %.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 % dan Emboli
Pulmonum sekitar 3- 10 %.
c. Perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %.
d. Dekubitus.
e. Pneumonia.
f. Stress.
g. Bekuan darah.
h. Nyeri pundak dan
subluxation.
(Badali, 2010)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
- Identitas Klien: meliputi nama, umur ( kebanyakan terjadi pada usia
tua) jenis kelamin, alamat, agama, tanggal pengkajian, jam, No. RM.
- Identitas penanggung jawab: meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, hubungan dengan klien.
Pengkajian Primer
A (Airway) : untuk mengakaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan
servikal, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress pernafasan, ada secret
atau tidak.
B (Breathing) : kaji henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi
nafas dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui hidung atau
mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
C (Circulation) : kaji ada tidaknya denyut nadi, kemungkinan syok, dan
adanya perdarahan eksternal, denyut nadi, kekuatan dan kecepatan, nadi
karotis untuk dewassa, nadi brakialis untuk anak, warna kulit dan
kelembaban, tanda- tanda perdarahan eksternal, tanda- tanda jejas atu
trauma.
D ( Disabiliti) : kaji kondisi neuromuscular pasien, keadaan status
kesadaran lebih dalam (GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik
dan sensorik.
Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
c. Riwayat kesehatan keluarga.
2. Riwayat dan mekanisme trauma.
3. Pemeriksaan fisik (head to toe).
4. Pemeriksaan laboratorium.
5. Pemeriksaan diagnostic.
6. Terai obat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
b. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119).
c. Defisit perawatan diri (D.0109)
d. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
Meningkat Terapeutik
Menurun pergerakan
maka