Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PENCEGAHAN PENULARAN TB PARU DAN ETIKA BATUK

Stase Keperawatan Medikal Bedah


Disusun Oleh Kelompok II :

TOBI PITORA G1B219010


WINARNI G1B219022
DIAH AYU HANDAYANI G1B219011
INTAN YULLYA KARDILA G1B219012
AURURAH FITRI IMANIZA G1B219013
YUZA OLSI RAHMI G1B219014
LINDA WATI G1B219015
LIONI REZKI ANANDA G1B219016
NUR AFRIZA G1B219017
EKA DESI RAHMASARI G1B219029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN
CARA PENULARAN TB PARU DAN ETIKA BATUK

A. Latar Belakang
Berdasarkan data dari world health organization (WHO) pada tahun 2013
terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO, 2014). Pada tahun
2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman TB (WHO, 2015). Pada
tahun 2014, jumlah kasus TB paru terbanyak berada di wilayah Afrika (37%),
Wilayah Asia Tenggara (28%) dan wilayah medetarania timur (17%) (WHO,2015)
TB merupakan satu dari 10 penyebab kematian dan penyebab utama agen
infeksius. Di tahun 2017, TB menyebabkan sekitar 1,3 juta kematian (rentang, 1,2-1,4
juta) di antara orang dengan HIV negatif dan terdapat sekitar 300.000 kematian
karena TB (rentang, 266.000-335.000) di antara orang dengan HIV positif.
Diperkirakan terdapat 10 juta kasus TB baru (rentang, 9-11 juta) setara dengan 133
kasus (rentang, 120-148) per 100.000 penduduk. (DEPKES,2014)
Berdasarkan data dari tahun 2015 hingga 2017 jumlah penderita TB PARU di
kota jambi selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 ditemukan sebanyak 552
kasus TB PARU, 2016 meningkat menjadi 902 kasus dan tahun 2017 meningkat
menjadi 1070 kasus TB PARU (Dinkes kota, 2017).
Resiko penularan TB pada keluarga sangat beresiko, terutama pada balita dan
lansia yang memiliki daya tahan tubuh lebih rendah selain itu pada penderita HIV
yang mengalami kerusakan sistem imun pada tubuh. Peran keluarga dalam
pencegahan penularan TB sangatlah penting, karena salah satu tugas dari keluarga
adalah melakukan perawatan bagi anggota keluarga yang sakit dan mencegah
penularan pada anggota keluarga yang sehat. Disamping itu keluarga dipandang
sebagai sistem yang berinteraksi, dengan fokusnya adalah dinamika dan hubungan
internal keluarga, serta saling ketergantungan subsistem keluarga dengan kesehatan,
dan keluarga dengan lingkungan luarnya.

B.Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan tentang pencegahan TB PARU dan
etika batuk pada keluarga pasien TB PARU selama 30 menit, diharapkan keluarga
pasien di bangsal paru dapat mengetahui, memahami, serta menghindari tertular .
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, peserta diharapkan mampu:
1. Peserta dapat menjelaskan pengertian TB PARU paru
2. Peserta dapat menjelaskan penyebabTB PARU paru
3. Peserta dapat menjelaskan tanda dan gejala TB PARU paru
4. Peserta dapat menjelaskan manfaat menghindari TB PARU paru
5. Peserta dapat menjelaskan cara pencegahan agar terhindar dari penularan TB
PARU paru
6. Peserta mampu menjelaskan aturan minum obat pada pasien TB PARU
7. Peserta dapat menjelaskan etika batuk yang baik dan benar

C. Pengorganisasian
1. Hari/Tanggal, Tempat dan Waktu, dan Jumlah Peserta
Hari/tanggal : Kamis, 19 September 2019
Tempat : Bangsal Paru
Waktu : (30 menit)
Jumlah Perserta : 10 orang

2. Metode dan Media


Metode : ceramah, diskusi, tanya jawab
Media : audio ,lcd, dan leaflet
3. Tim Pelaksana
Presentator : Nur Afriza
Moderator : Aururah Fitri Imaniza
Notulen : Winarni
Fasilitator : Lioni Rezki Ananda, Yuza Olsi Rahmi, Intan
Yullya Kardila
Konsumsi : Linda Wati, Tobi Pitora
Observer : Diah Ayu Handayany
Dokumentasi : Eka Desi Rahmasari
4. Tugas dan Fungsi Tim Pelaksana
a. Moderator
Uraian tugas:
1) Membuka acara penyuluhan memperkenalkan diri dan tim
kepada peserta.
2) Mengatur proses dan lama penyuluhan.
3) Memimpin jalannya penyuluhan
4) Menutup acara penyuluhan
b. Penyuluh / Presenter
Uraian tugas:
1) Menjelaskan tujuan dan manfaat penyuluhan dengan jelas
dengan bahasa yang dipahami oleh peserta
2) Memotivasi peserta untuk tetap aktif danmemperhatikan
proses penyuluhan
3) Menjawab pertanyaan peserta.

c. Notulen
Uraian tugas: Mencatat hasil dari diskusi dan Tanya jawab serta
membuat lapora hasil penyuluhan
d. Fasilitator
Uraian tugas:
1) Ikut bergabung dan duduk bersama peserta.
2) Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan.
3) Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas.
4) Menginterupsi penyuluhan tentang istilah/hal-hal yang dirasa
kurang jelas bagi peserta.
5) Membagikan leaflet pada peserta
e. Observer
Uraian tugas:
1) Mencatat nama dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan.
2) Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta.
3) Mengamati perilaku verbal dan non verbalpeserta selama
proses penyuluhan.
4) Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan.
5) Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang
dirasa tidak sesuai dengan rencana penyuluhan.
6) Berkoordinasi dengan notulen dalam membuat laporan hasil
penyuluhan
D.Setting Tempat

Proyeksi
PINTU

Pembimbing

Presenter

Fasilitator Peserta

Moderator Observer

Notulen
E.Susunan Kegiatan
Tahap Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Audiens
Kegiatan
Pendahuluan Moderator :
(5menit)  Mengucapkan salam  Menjawab salam
 Menjelaskan tujuan kegiatan  Mendengarkan dan
memperhatikan
 Menjelaskan kontrak waktu  Menyetujui kontrak
waktu
Penyampaian Presentator :
penyuluhan  Menggali pengetahuan audiens  Mengemukakan
(20 menit) tentang TB PARU dan pendapat
pencegahannya serta ETIKA
BATUK yang baik dan benar
 Memberi reinforcement positif  Mendengarkan dan
pada audiens atas pendapat memperhatikan
audiens
 Menjelaskan materi  Memperhatikan
penyuluhan yang berisi tentang
pengertian TB PARU, proses
penularan TB PARU, gejala-
gejala TB PARU, pengobatan
penderita TB PARU, serta
bagaimana etika batuk yang
baik dan benar.
Penutup Moderator :
(5 menit)  Melakukan evaluasi dan  Tanya jawab
memberikan kesempatan pada
audien untuk bertanya
 Mendengarkan dan
 Menyimpulkan materi hasil
memperhatikan
penyuluhan
 Menyimpulkan jalannya hasil
diskusi
 Menjawab salam
 Memberi salam penutup

F. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
 75% peserta menghadiri penyuluhan
 Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan
 Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
2. Evaluasi Proses
 Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
 Peserta penyuluhan dapat mengikuti acara atau kegiatan sampai selesai
 75 % peserta penyuluhan berperan aktif selama kegiatan berjalan
3. Evaluasi Hasil
 75 % peserta yang mengikuti penyuluhan mengetahui tentang pencegahan
penularanTB PARU
 75 % peserta yang mengikuti mampu memperagakan etika batuk yang baik dan
benar
Lampiran Materi
A. TB PARU/Tuberkulosis
1. Pengertian TB PARU/Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB PARU atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri
basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.
Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh
manusia.
Insidensi TB PARU dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir
ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TB PARU
merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka
kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk
lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan
China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TB PARU
terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 2015, menunjukkan
bahwa Tuberkulosis / TB PARU merupakan penyakit kedua penyebab kematian,
sedangkan pada tahun 2014 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun
2014 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000
penderita Tuberkulosis / TB PARU baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau
insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TB
PARU diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TB PARU paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus
meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TB PARU paru, dan
setiap dua menit muncul satu penderita baru TB PARU paru yang menular. Bahkan
setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TB PARU di Indonesia.
Kenyataan mengenai penyakit TB PARU di Indonesia begitu
mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi
lengkap tentang penyakit TB PARU .

2. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun
1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam
keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam 15-20 menit.
Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan
lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis
dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.(FKUI,2005).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di
udara yang berasal dari penderita TB PARU terbuka dan orang yang rentan terinfeksi
TB PARU ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TB PARU setelah terinfeksi
melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia melalui
benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat
menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung.
(Wim de Jong, 2005)

3. Proses Penularan TB PARU


Sumber penularan adalah dahak penderita TB PARU yang mengandung
kuman TB PARU. TB PARU menular melalui udara bila penderita batuk, bersin dan
berbicara dan percikan dahaknya yang mengandung kuman TB PARU melayang-
layang di udara dan terhirup oleh oranglain.
Penyakit TB PARU biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB PARU
batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB PARU
dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening. Oleh sebab itulah infeksi TB PARU dapat menginfeksi hampir seluruh organ
tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah
bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena
yaitu paru-paru.

4. Gejala – gejala TB PARU


Gejala penyakit TB PARU dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
a. Gejala sistemik/umum
1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

5. Komplikasi
a) Pleuritis dan empisema
Empisema adalah penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara (alveolus)
pada paru, seiring berjalannya waktu kantong udara semakin parah sehingga
membentuk satu kanting besar dari beberapa kantong kecil yang pecah
akibatnya luas area kerusakan permukaan paru-paru menjadi berkurang yang
menyebabkan kadar oksigen mencapai aliran darah menurun. Kondisi ini
membuat paru-paru membesar secara perlahan akibat udara yang terperangkap
didalam kantong dan sulit dikeluarkan.
Pleuritis adalah peradangan yang terjadi dibagian dalam pleura. Penyakit ini
seringkali disebut dengan radang selaput dada. Hal ini karena, pleura sendiri
merupakan selaput yang menempel dibagian paru-paru dan tulang rusuk yang
fungsinya adalah memisahkan kedua organ ini.
b) Pneumotoraks spontan terjadi bila udara memasuki rongga pleura sesudah
terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini mengakibatkan rasa sakit
pada dada secara akut dan tiba-tiba pada bagian itu bersamaan dengan sesak
napas dan dapat berlanjut menjadi suatu empiema.
c) Laringitis tuberkulosis
d) Korpulmonal (gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan
paru).

6. Pengobatan Penderita TB PARU


a. TAHAP PENCEGAHAN
1. Penderita menutup mulut pada waktu batuk atau bersin dengan sapu tangan atau
punggung tangan.
2. Penderita tidur terpisah dari keluarganya semasa penularan.
3. Penderita tidak meludah disembarang tempat tetapi meludah pada
4. tempat tertentu yang sudah diisi dengan air sabun atau lisol.
5. Mengusahakan agar sinar matahari masuk keruangan tidur penderita
6. secara langsung dan menjemur alat-alat tidur sesering mungkin.
b. Pengobatan
Pengobatan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan tahap
lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat ringannya penyakit. Penderita
harus minum obat secara lengkap dan teratur sesuai jadwal berobat sampai
dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali pemeriksaan ulang dahak untuk mengetahui
perkembangan kemajuan pengobatan, yaitu pada akhir pengobatan tahap awal,
sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan.
Obat TB PARU pada kategori pertama atau kasus baru terdiri dari kombinasi
beberapa obat seperti INH (isoniazid), Pirazinamid, rifampicin dan etambutol. Saat
ini sudah ada kombinasi keempat obat tesebut dalam satu kapsul yang dikonsumsi
dengan banyak jumlah kapsul disesuaikan dengan berat badan. Konsumsi obat ini
sebaiknya saat perut kosong atau 1-2 jam sebelum makan untuk memaksimalkan
penyerapan obat, namun bila adanya gejala gangguan saluran cerna seperti mual,
nyeri ulu hati, bukan merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan. Anda
dapat mengkonsumsinya bersamaan dengan makanan untuk meminimalkan efek
samping tersebut.

Bagi keluarga penderita TB, penularan ini bisa dicegah dengan berbagai hal.
Berikut akan dibahas tentang upaya keluarga untuk mencegah penularan dalam
perawatan anggota keluarga dengan TB paru.
1. Modifikasi Lingkungan
Tindakan yang dilakukan keluarga untuk mencegah penularan penyakit TB
Paru ke anggota keluarga dengan memodifikasi lingkungan dengan cara membuka
jendela kamar dan pintu rumah, menjemur kasur yang dipakai penderita TB Paru
secara satu minggu sekali. Dengan membuka ventilasi rumah maupun menjemur
kasur penderita TB di harapkan bakteri tersebut mati karena terpapar sinar matahari
secara langsung (“Families fight TB,” 2016).
Selain membuka ventilasi rumah, tempat-tempat lembab juga perlu di
bersihkan, dikarenakan bakteri ini sangat menyukai pada tempat yang lembab
sehingga sangat berpotensi sebagai tempat sarang bakteri TB Paru dan dapat
menyebabkan penularan ke anggota keluarga lain. Untuk itu kebersihan lingkungan
dalam rumah juga harus diperhatikan supaya perkembangan bakteri TB tidak begitu
bertambah banyak.
Hal ini sejalan dengan teori menurut Depkes RI (2009) pencegahan juga
dapatdilakukan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang meliputi
menjemur alat tidur, membuka pintu dan jendela setiap pagi agar udara dan sinar
matahari bisa masuk sehingga sinar matahari langsung dapat mematikan kuman TB,
makan makanan bergizi, tidak merokok dan minum-minuman keras, olah raga secara
teratur, mencuci pakaian hingga bersih di air yang mengalir setelah selesai buang air
besar di jamban/WC, sebelum dan sesudah makan, beristirahat cukup, jangan tukar
menukar peralatan mandi.
2. Upaya Memutus Transmisi Penyakit
Selalu mengingatkan penderita tidak membuang dahak di sembarang tempat,
selain itu menyiapkan tempat khusus buat penderita TB untuk membuang dahak.
Membuang dahak tidak sembarangan merupakan salah satu upaya pencegahan
penularan penyakit, hal ini sesuai dengan teori menurut pencegahan juga dapat
dilakukan dengan tidak membuang dahak disembarang tempat, tapi dibuang pada
tempat khusus dan tertutup, misalnya dengan mengunakan wadah/kaleng bertutup
yang sudah diberi air sabun. Membuang dahak kelubang WC atau timbun ke dalam
tanah di tempat yang jauh dari keramaian.
Ketika batuk penderita harus menutup mulutnya dengan tangan dan pada
penggunaan masker penderita jarang memakainya dikarenakan masih merasa kurang
nyaman atau risih, padahal memakai masker itu diperlukan kemanapun pasien berada.
Dalam hal memakai masker ini tidak sejalan dengan teori yang sudah dibahas pada
bab tinjauan pustaka, bahwasanya pasien di haruskan memakai masker. Selain itu
juga adabeberapa cara batuk yang benar untuk mencegah terjadinya proses penularan
yaitu palingkan muka dari orang lain dan makanan. Tutup hidung dan mulut anda
dengan tisu atau saputangan ketika batuk atau bersin. Segera cuci tangan setelah
menutup mulut dengan tangan ketika batuk. Hindari batuk di tempat keramaian.
Pasien memakai penutup mulut dan hidung atau masker jika perlu. Jangan bertukar
saputangan atau masker dengan orang lain.
5. Mendiagnosa TB PARU
Harus dilakukan pemeriksaan dahak dengan miskroskop. Seseorang dipastikan
menderita TB PARU bila dalam dahaknya terdapat kuman TB PARU.
Dahak yang diambil adalah dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu:
a. Pada waktu datang pertama kali untuk periksa ke unit pelayanan
kesehatan,disebut dahak Sewaktu pertama (S).
b. Dahak diambil pada pagi hari berikutnya segera setelah bangun tidur, kemudian
dibawa dan diperiksa di unit pelayanan kesehatan, disebut dahak Pagi (P).
c. Dahak diambil di unit pelayanan kesehatan pada saat menyerahkan dahak pagi,
disebut dahak Sewaktu kedua (S).
6. Tempat pengobatan penderita TB PARU
Puskesmas, Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), Rumah Sakit, klinik dan
dokter praktek swasta. Di Puskesmas, penderita bisa mendapatkan pengobatan TB
PARU secara cuma-cuma (GRATIS).
7. Mengetahui kemajuan pengobatan
Keluhan berkurang atau hilang, berat badan bertambah, nafsu makan meningkat.
Pemeriksaan dahak pada akhir tahap awal juga menunjukkan hasil negatif.

Pengawas Minum Obat ( PMO ) :


Menurut Depkes RI (2014 ) Pengawas Minum Obat (PMO) adalah seorang
yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita tuberkulosis
dalam meminum obatnya secara teratur dan tuntans. PMO bisa berasal dari keluarga,
tetangga, kader atau tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. Pengawas Minum
Obat (PMO) merupakan kegiatan yang dilakukan menjamin kepatuhan penderita
untuk minum obat sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang telah ditetapkan
Menurut Gitawi & Sediati (2013), Pengawas Minum Obat (PMO) merupakan
salah satu kunci keberhasilan dalam strategi program DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse), karena mengingat pengobatan TB PARU yang relatife lama
membuat penderita tidak teratur dalam minum obat. Untuk itu di perlukan seseorang
yang mampu mengawasi dan memberi motifasi pada penderita agar minum obat
secara teratur dan tuntas.
Penderita TB PARU terbanyak di jumpai pada usia produktif, antara 15-54
tahun yaitu sekitar 75% penderita. Hal ini akan menurunkan sumber daya manusia
yang produktif sehingga pendapatan keluarga akan menurun, jika hal ini di biarkan
maka kesejahteraan keluarga juga akan ikut terganggu dan akan menambah jumlah
keluarga miskin di Indonesia. Masalah kemiskinan akan mengurangi kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan terhadap gizi, pendidikan, perumahan dan
lingkungan yang sehat, sehingga keadaan tersebut menyebabkan resiko untuk
terjadinya mata rantai penyakit. Agar tidak terjadi penularan penyakit TB PARU pada
anggota keluarga yang lain maka di lakukan upaya pelibatan keluarga melalui
kegiatan PMO/Pengawas Minum Obat (Depkes RI, 2014).
Pengobatan TB PARU memerlukan waktu yang relatif lama yaitu 6 bulan
atau 114 kali pengobatan, dimana hal tersebut memerlukan suatu pengawasan dan
dukungan dari PMO demi keteraturan dalam minum obat sehingga pengobatan dapat
berlangsung secara efektif dan tuntas (Depkes RI, 2014).

Persyaratan Pengawas Minum Obat (PMO) menurut Ringer Edward 2012 :


1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2. Seseorang yang dekat dengan pasien
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

Tugas seorang PMO menurut Ringer Edward 2012adalah:


1. Mengawasi pasien TB PARU agar meminum obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB PARUuntuk segera
memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

B. Etika batuk yang baik dan benar


1. Kebiasaan batuk yang salah
- Tidak menutup mulut saat batuk atau bersin di tempat umum
- Tidak mencuci tangan setelah digunakan untuk menutup mulut atau hidung saat
batuk dan bersin
- Membuang ludah batuk disembarang tempat
- Membuang atau meletakkan tissue yang sudah dipakai disembarang tempat
- Tidak menggunakan masker saat flu atau batuk

2. Cara batuk yang baik dan benar


Hal-hal yang diperlukan :
- Lengan baju
- Tissue (lipat tisu, tutup hidung dan mulut. Lalu buang ketempat yang tertutup)
- Sabun dan air
- Gel pembersih tangan
Etika batuk
- Tutup mulut dan hidung dengan menggunakan tisu atau lengan baju, bila
batuk atau bersin
- Buang tisu yang sudah digunakan ke tempat sampah
- Cuci tangan dengan menggunakan air dan sabun atau pencuci tangan berbasis
alkohol
- Saat flu atau batuk gunakan masker agar orang lain tidak tertular. Tidak
meletakkan masker bekas yang sudah di pakai di leher karena bisa menyebar
kembali virus dan bakteri ketika digunakan kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2014. Pelatihan Penanggulangan Tuberkulosis Bagi Tim DOTS Rumah
Sakit. Jakarta : Kelompok Kerja Hospital DOTS Lingkage (HDL).

Gitawati, R dan Sediati. 2013. Studi Kasus Hasil Pengobatan TB PARU di 10


Puskesmas di DKI Jakarta Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran No.137

Nuha. (2013). Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penyakit


Tuberkulosis (TB PARU) Paru diWilayah Kerja Puskesmas Mangkang
Semarang Barat. Jurnal Keperawatan Komunitas, Volume 1, No.1.

Pooter & Perry, 2014, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Vol.3, EGC Jakarta.

Kimberly. (2011). Kapita Selekta Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Lippincont, Wilkins. (2017). Nursing:Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:


Indeks.

Ringel, E. (2012). The Little Black Book of Pulmonary Medicine. Jakarta: Indeks.

Mansjoer dkk , Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 2014.

https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/tuberculosis-TB Paru/efek-samping-obat TB
Paru/diakses pada tanggal 08 september 2019.

Anda mungkin juga menyukai