Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

MENINGIOMA DI RUANG BAITULSALAM 2


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun Oleh:

Nama : Dina Herlita

NIM : 40901800026

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2019/2020
I. Konsep teori
A. Pengertian
Meningioma adalah tumor sistem saraf pusat primer (CNS). Ini berarti dimulai di
otak atau sumsum tulang belakang. Secara keseluruhan, meningioma adalah jenis
tumor otak primer yang paling umum. Meningioma terbentuk di sepanjang dura
mater, lapisan jaringan terluar yang menutupi dan melindungi otak dan sumsum
tulang belakang. Dura mater adalah salah satu dari tiga lapisan yang membentuk
meninges. Meningioma muncul dari sel-sel meningeal. Akibatnya, mereka cenderung
terjadi di sepanjang permukaan otak. Meningioma dapat menyebar ke area lain SSP
melalui cairan serebrospinal (CSF). Meningioma derajat II dapat menyerang jaringan
di sekitarnya, termasuk jaringan tulang di sekitarnya. Meningioma derajat III
memiliki sel-sel yang tidak beraturan dan cenderung menyerang otak atau menyebar
ke organ-organ lain dalam tubuh. (National Cancer Institute, 2018).
Tumor meninges (Meningioma) merupakan tumor yang berasal dari meningen,
sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura. Sebagian besar
tumor bersifat jinak dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya, tetapi agak menekan
struktur yang berada dibawahnya. Pertumbuhan tumor ini lambat sehingga gejala
kurang diperhatikan dan dapat menyebabkan diagnosis yang salah.

B. Gride maningioma
Meningioma dikelompokkan dalam tiga kelas berdasarkan karakteristiknya.
Setiap kelas mencakup subtipe meningioma yang berbeda. Pengujian molekuler
digunakan untuk membantu mengidentifikasi subtipe yang terkait dengan lokasi dan
karakteristik penyakit (National Cancer Institute, 2018).
a. Meningioma derajat I adalah tumor tingkat rendah dan merupakan yang paling
umum. Ini berarti sel-sel tumor tumbuh lambat.
b. Meningioma atipikal derajat II adalah tumor tingkat menengah. Ini berarti
tumor memiliki peluang lebih tinggi untuk kembali setelah diangkat. Subtipe
termasuk meningioma sel koroid dan bening.
c. Meningioma anaplastik derajat III bersifat ganas (kanker). Ini berarti mereka
adalah tumor yang tumbuh cepat. Subtipe termasuk meningioma papiler dan
rhabdoid.

C. Etiologi
Sebenarnya, penyebab tumor otak masih belum diketahui tetapi masih ada faktor-
faktor yang perlu ditinjau yaitu :
a. Virus
Virus telah diselidiki sebagai agen penyebab yang mungkin untuk
pengembangan meningioma. Namun, belum ada bukti definitif yang
ditemukan. Peran peradangan (misalnya, penghinaan posttraumatic) yang
mengakibatkan peningkatan regulasi COX-2 telah diselidiki dalam
tumorogenesis meningioma (Haddad, 2018).
b. Hormon
Beberapa temuan menunjukkan hubungan antara hormon dan risiko
meningioma, termasuk peningkatan kejadian pada wanita dibandingkan pria
dan adanya estrogen, progesteron, dan reseptor androgen pada beberapa tumor
ini. Namun, sifat pasti dari hubungan ini dan implikasinya pada manajemen
meningioma masih dalam penyelidikan.
c. Pola Hidup Tidak Sehat
Menurut tinjauan literatur sistematis, individu yang kelebihan berat badan atau
obesitas dan mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik memiliki
peningkatan risiko untuk meningioma. Dengan berat badan normal yang
digunakan sebagai kelompok referensi, kelebihan berat badan (IMT, 25
hingga 29,9) dikaitkan dengan peningkatan risiko 20% untuk meningioma,
dan obesitas (IMT, 30 atau lebih) dikaitkan dengan peningkatan risiko 50%.
Sebaliknya, kelebihan berat badan atau obesitas tidak terkait dengan glioma.

D. Tanda dan gejala


Gejala dapat pula spesifikasi lokasi tumor :
- Maningioma falx dan parasagital : nyeri tungkai
- Maningioma convexitas kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
- Maningioma sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapang
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda
- Maningioma olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus
- Spinal maningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
- Maningioma intraobital ; penurunan visus, penonjolan bola mata
- Maningioma intraventrikuler : perubahan mental, sakit kepala dan pusing
E. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2010), Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis yang
progresif yang disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan
kenaikan tekanan intrakranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak
dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang
ditimbulakn tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak yang
mengakibatkan terjadi kehilangan fungsi secara akut dan dapat diperparah dengan
gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuron akibat kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke dalam
jaringan otak.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan
oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan cairan tumor.
Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak
menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan meningkatkan TIK.
Peningkatakan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi
efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah intrakranial, volume CSS,
kandungan cairan intra sel, dan mengurangi sel.
parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan menimbulkan hernia
siunkus serebellum. Hernia siunkus timbul jika girus media lislobusmel aluiinsisura
tentorial karena adanya lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial
karena adanya massa dalam hemis ferotak. Hernia simenekan mesensefalon
menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ke 3. Pada herniasi
serebellum, tonsil serebellum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan hentinafas terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah
bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan.

F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien meningioma yaitu (Haddad, 2018):
a. Iritasi: Dengan mengiritasi korteks yang mendasarinya, meningioma dapat
menyebabkan kejang. Kejang onset baru pada orang dewasa membenarkan
neuroimaging (misalnya, MRI) untuk mengecualikan kemungkinan
neoplasma intrakranial.
b. Kompresi: Sakit kepala lokal atau nonspesifik sering terjadi. Kompresi otak
yang mendasarinya dapat menimbulkan disfungsi serebral fokal atau lebih
umum, seperti yang ditunjukkan oleh kelemahan fokus, disfasia, apatis, dan /
atau mengantuk.
c. Gejala stereotipik: Meningioma di lokasi tertentu dapat menimbulkan gejala
stereotip yang tercantum dalam Tabel. Gejala stereotip ini tidak patognomonik
meningioma di lokasi ini; mereka dapat terjadi dengan kondisi atau lesi lain.
Sebaliknya, meningioma di lokasi-lokasi ini dapat tetap tanpa gejala atau
menghasilkan gejala tidak terdaftar lainnya.
d.
G. Komplikasi
Secara umum komplikasi dari tumor meningen atau meningioma adalah sebagai
berikut (Ariani, 2012):
1) Edema serebral
Edema serebri atau edema otakadalah keadaan patologis terjadinya akumulasi
cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak yang
meningkatkan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea)
maupun ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial.
2) Tekanan intrakranial meningkat (TIK).
Peningkatan tekanan intrakranial sendiri dapat terjadi pada pasien dengan
gangguan tumor otak atau meningioma. Peningkatan tekanan intrakranial ini
diakibatkan oleh karena bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya
edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
3) Herniasi otak
4) Hidrosefalus
Hidrosefalus dapat teradi karena diakibatkan oleh adanya obstruksi sirkulasi
cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid.
5) Kejang
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa
tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya
sehingga memperberat ganggguan neurologis fokal.
6) Metastase ke tempat lain

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada tumor meningeal
(Meningioma) adalah sebagai berikut :
1. Terapi Medikamentosa
Antikonvulsan untuk kejang dan kortikosteroid seperti dexametason untuk
mengurangi peningkatan tekanan intra kranial. Steroid juga dapat
memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan mengobati edema
otak. Penggunaan kortikosteroid sebelum operasi dan pasca operasi telah
secara signifikan menurunkan angka kematian dan morbiditas yang terkait
dengan reseksi bedah. Obat antiepilepsi harus dimulai sebelum operasi dalam
operasi supratentorial dan dilanjutkan pasca operasi selama tidak kurang dari 3
bulan (Haddad, 2018).
2. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis
meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan diagnosis
definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-gejala. Prinsip
konstan dalam reseksi meningioma adalah sebagai berikut: Jika
memungkinkan, semua tulang yang terlibat atau hiperostotik harus diangkat.
Dura yang terlibat oleh tumor serta pelek dural yang bebas dari tumor harus
direseksi (duraplasti dilakukan). Ekor dural yang tampak pada MRI sebaiknya
diangkat, meskipun beberapa mungkin tidak terlibat dengan tumor. Buat
ketentuan untuk memanen pengganti dural yang sesuai (pericranium atau
fascia lata). Dokter bedah juga dapat menggunakan pengganti dural yang
tersedia secara komersial. Jika memungkinkan, selalu mulai dengan
membekukan pengumpan arteri ke meningioma (Haddad, 2018).
3. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan
proses keganasan. Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis
tumor otak. Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel,
sebagai adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya
telah dilakukan tindakan operasi.Pada dasarnya teknik radioterapi yang
dipakai adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga
digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic
radiosurgery/radiotherapy (Kemenkes RI, 2015).
4. Chemotherapy
Kemoterapi pada kasus tumor otak saat ini sudah banyak digunakan karena
diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien terutama pada kasus
oligodendroglioma. Kemoterapi pada tumor otak tidak bersifat kuratif, tujuan
utama dari kemoterapi adalah untuk menghambat pertumbuhan tumor dan
meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien selama mungkin
(Kemenkes RI, 2015).
I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada tumor otak yaitu :
- CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur data awal ketika
penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang
difus atau fokal dan salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala
tumor.
- Pemeriksaan cairan serebrospinal
Tujuan untuk melihat adanya sel-sel tumor. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan
terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi sebagai cara yang
tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
- Biopsi
Tujuan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan
dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis
- Angiografi Serebral
Tujuan memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
- Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk megevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
A. Konsep dasar keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
- Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis pada klien dengan meningioma dapat dilakukan sebagai berikut
1) Data umum
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, penghasilan, alamat, penanggung
jawab, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa
medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan TIK
dan adanya gangguan fokal sepeti nyeri kepala hebat, muntah-muntah,
kejang dan penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual, muntah, kejang dan penurunan
tingkat keasadaran dengan pendekatan PQRST.Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan
didalam intrakranial.Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif
dan koma.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga sebelumnya apakah ada
yang memiliki riwayat tumor otak atau tidak
6) Pengakajian Pola Kesehatan Fungsional
Menurut Gordon (2002) pengkajian pola kesehatan fungsional sebagia
berikut:
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan,
persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2. Pola Nutrisi–Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi berat badan (BB) dalam 6 bulan
terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi,
masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih, dan kulit, kebiasaan
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri,
disuri, dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,
masalah bau badan, perspirasi berlebih, dll.
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan
sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit,
gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain. Kemampuan
klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan : 0: mandiri, 1:
dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3 : dibantu orang dan alat, 4 :
tergantung dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan range of motion,
riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi
nafas, riwayat penyakitparu.
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif, pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh, sedangkan pola kognitif
didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap
persitiwa yang telah lama terjadi atau baru terjadi dan kemampuan
orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang atau benda
yang lain). Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri,
kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat
bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat
kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan,
pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman dll.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,
insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, dan mengeluh letih.
7. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga
diri, peran, identitas, dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system
terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manusia juga
sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural-spriritual dan dalam
pandangan secara holistic. Adanya kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, aktif
atau pasif, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya,
gugup atau relaks.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat, tempat tinggal klien, tidak punya
rumah, pekerjaan, tingkah laku yang pasif atau agresif terhadap orang
lain, masalah keuangan, dll.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,
pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit berhubungan dengan
sex, pemeriksaan genital.
10. Pola Pertahanan Diri (Koping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi
dengan orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang
biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
12. Pengkajian psikologis klien tumor meningioma meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Mekanisme koping yang digunakan oleh klien juga penting untuk
dikaji guna memulai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya oleh perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
hari baik dalam keluarga ataupun masyarakat. Apakah ada dampak
yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada
pengkajian pola persepsi dan konsep diri didapatakan klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Pada pengkajian pola penaggulangan stress, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Sedangkan pada
pengkajian pola tata nilai dan kepercayaan, klien bisanya jarang
melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Karena klien harus
menjalani rawat inap maka keadaan ini memberi dampak pola status
ekonomi klien karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan
dana yang tidak sedikit. Tumor meningioma memang salah satu
penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan,
dan perwatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilisasi emosi dan fikiran klien dan
keluarga. Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neuroligis
dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam
sistem dukungan individu.

b. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien diamati mulai saat pertama kali bertemu dengan
pasien dilanjutkan mengukur TTV, kesadaran pasien diamati sadar
sepenuhnya (komposmentis, apatis, somnolen, delirium semi koma, koma,
keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tampak tidak
sakit. Pengukuran tingkat kesadaran bisa dlakukan dengan Gasglow Coma
Scale.

2. Pengkajian saraf cranial


a) Saraf I (N. Olfaktorius)
Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman
Cara Pemeriksaan:
Pasien memejamkan mata, disuruh membedakan bau yang dirasakan
(kopi, teh, minyak kayu putih, dll) Pada klien tumor meningeal yang
tidak mengalami kompresi saraf ini tidak memiliki kelainan pada
fungsi penciuman.
b) Saraf II (N. Optikus)
Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan
Cara Pemeriksaan:
Dengan snelend card, dan periksa lapang pandang Gangguan lapang
pandang disebabakan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat ditemukan adanya papiledema.
Tanda yang menyertai papailedema dapat terjadi gangguan
penglihatan termasuk pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks
(saat ketika penglihatan berkurang).
c) Saraf III, IV, dan VI
Saraf III (N. Okulomotoris) Fungsi: saraf motorik, untuk
mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan sebagian
gerakan ekstraokuler
Cara Pemeriksaan:
Tesputaran bola mata, menggerakan konjungtiva, refleks
pupil dan inspeksi kelopak mata
d) Saraf IV (N. trochlearis)
Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam Cara
Pemeriksaan: Sama seperti nervus III
e) Saraf VI (N. Abdusen)
Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral Cara pemeriksaan: sama
seperti nervus III

Pada pasien meningoma biasanya adanya kelumpuhan unilateral


atau bilateral dari saraf VI memberikan manifestasi pada suatu
tanda adanya glioblastoma multiforms

f) Saraf V (Nervus Trigeminus)

Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan


gigi, refleks korenea dan refleks kedip

Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi, pasien


memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau pipi.
menyentuh permukaan kornea dengan kapas. Pada meningioma tidak
menekan saraf trigeminus, tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini.
g) Saraf VII (Nervus Fasialis)
Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah
Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengangkat alis mata, menutup
kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan
gula dan garam. Pada meningioma , Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat
h) Saraf VIII (Nervus Verstibulocochlearis)
Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan Cara
pemeriksaan: test webber dan rinne Tumor lobus temporalis
menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin
diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang
berbatasan
i) Saraf IX dan X
Nervus Glosofaringeus (N. IX)
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa Cara
pemeriksaan: membedakan rasa manis dan asam Nervus Vagus (N. X)
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan Cara
pemeriksaan: menyentuh faring posterior, pasien menelan saliva,
disuruh mengucap ah…Pada meingioma, Kemampuan menelan
kurang baik dan terdapat kesulitan membuka mulut
j) Saraf XI (N. Asesoris)
Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu
cara pemeriksaan: suruh pasien untuk menggerakan bahu dan
lakukan tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Pada
meningioma, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius
k) Saraf XII (N. Hipoglosus)
Fungsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah cara pemeriksaan: pasien
disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi ke sisi. Lidah
simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, indra
pengecapan normal

3. Pengkajian sistem motorik


Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebellum mengakibatkan gangguan
pergerakan. Gangguan ini bervariasi bergantung pada ukuran dan lokasi
spesifik tumor dalam serebellum. Gangguan yag paling sering dijumpai
yang kurang mencolok tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan
tumor serebellum adalah hipotonia (tidak ada resistensi normal terhadap
regangan dan perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya) dan
hiperekstenbilitas sendi. Gangguan dalam koordinasi berpakaian
merupakan ciri khas pada klien dengan tumor lobus temporalis.
4. Pengkajian reflek
Gerakan involunter: pada lesi tertentu yang memberikan tekanan pada area
fokal kortikal tertentu, biasanya menyebabkan kejang umum.
5. Pengkajian sistem sensorik
Mungkin nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering
dijumpai pada klien tumor otak. Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam,
terus-menerus, tumpul, dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling
hebat waktu pagi hari dan menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang
biasanya meningkatkan tekanan intrakranial, seperti membungkuk, batuk
dan mengejan. Nyeri kepala dapat berkurang bila diberi aspirin dan
kompres air dingin di daerah yang sakit. Nyeri kepala digambarkan dalam
atau meluas atau dangkal tetapi terus menerus. Tumor frontal
menghasilkan sakit kepala pada frontal bilateral, tumor kelenjar hipofisis
menghasilkan nyeri yang menyebar antara 2 pelipis, tumor serrebelum
menghasilkan nyeri daerah suboksipital bagian belakang kepala. Nyeri
kepala oksipital merupakan gejala pertama pada tumor fosa posterior.
Kira-kira sepertiga lesi supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal.
6. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Inspeksi pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada
medulla oblongata didapatkan adanya gangguan pernafasan seperti
irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas,
disfungsi neuromuskuler
b. B2 (Blood)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla
oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi .
c. B3 (Brain)
Tumor otak sering menyebabkan berbagai defisit neurologi tergantung
dari gangguan fokal dan adanya peningkatan TIK. Pengkajian B3
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan
pengkajian pada sistem lainnya. Trias klasik pada tumor kepala adalah
nyeri kepala, muntah dan papiledema.
d. B4 (Bladder)
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
yang luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual dan muntah pada fase akut.Mual dan muntah terjadi sebagai
akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata.Muntah paling
sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan
tekanan intracranial disertai pergeseran batang otak.Muntah dapat
terjadi tanpa didahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f. B6 (Bone)
Adanya gangguan beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2. Diagnosa Keperawatan indonesia (SDKI), 2018


Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan tumor meningeal atau
meningioma adalah sebagai berikut:
a. Nyeri kronis berhuungan dengan infitrasi tumor dibuktikan dengan mengeluh
nyeri tampak meringis kesakitan
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan penekanan saraf dibagian kepala dibuktikan
dengan nafsu makan menurun
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis dibuktikan
dengan pola nafas abnormal
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler dibuktikan
dengan tidak mampu mandi, mengenakan pakaian, makan, ke toilet, berhias
secara mandiri
d. Risiki cedera berhubungan depan perubahan fungsi kognitif

3. Rencana tindakan

No Diagnosa Tujuan dan Interevensi (SIKI)


Keperawatan (SDKI) Kriteria Hasil
(SLKI)
1 Nyeri kronis L.08066 Tingkat I.08238 Manajemen Nyeri
berhubungan dengan Nyeri
infiltrasi tumor Observasi
dibuktikan dengan Ekspektasi: - Identifikasi lokasi,
mengeluh nyeri Menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
tampak meringis kualitas, intensitas nyeri.
kesakitan. Kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri.
- Keluhan nyeri - Identifikasi respons nyeri non
Gejala dan tanda menurun. verbal.
mayor Subjektif: - Meringis - Identifikasi faktor yang
Mengeluh nyeri. menurun. memperberat dan
Merasa depresi - Sikap protektif memperingan nyeri.
(tertekan ) menurun. - Identifikasi pengetahuan dan
Objektif: - Gelisah keyakinan tentang nyeri.
1. Tampak meringis. menurun. - Identifikasi pengaruh budaya
2. Gelisah. - Kesulitan tidur terhadap respon nyeri.
3. Tidak mampu menurun. - Identifikasi pengaruh nyeri
menuntaskan - Berfokus pada pada kualitas hidup.
aktivitas. diri sendiri - Monitor keberhasilan terapi
menurun. komplementer yang sudah
Gejala dan tanda - Perasaan depresi diberikan.
minor Subjektif: (tertekan) - Monitor efek samping
Merasa takut menurun. penggunaan analgetik.
mengalami cedera Terapeutik
berulang. - Berikan teknik nonfarmakologi
Objektif: untuk mengurangi rasa nyeri
1. Bersikap proketif. (mis. TENS, hipnosis,
2. Waspada pola tidur akupresur, terapi musik,
berubah. biofeedback, terapi pijat,
3. Anoreksia. aromaterapi, teknik imajinasi
4. Fokus menyempit. terbimbing, kompres
5. Berfokus pada diri hangat/dingin, terapi bermain).
sendiri. - Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
- Fasilitasi istirahat dan tidur.
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.

I.08243 Pemberian Analgesik

Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi).
- Identifikasi riwayat alergi obat.
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri.
- Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik.
- Monitor efektifitas analgesik.
Terapeutik
- Diskusikan analgesik yang
disukai untuk mencapai
analgesik optimal, jika perlu.
- Pertimbangkan penggunaan
infuse kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum.
- Tetapkan target efektifitas
untuk mengoptimalkan respons
pasien.
- Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan.
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgetik, sesuai
indikasi .
2. Defisit nutrisi I.03030 Status I.03119 Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan Nutrisi
penekanan saraf Observasi
dibuktikan dengan Ekspektasi: - Identifikasi status nutrisi.
nafsu makan Membaik - Identifikasi alergi dan
menurun. intoleransi makanan.
Kriteria hasil: - Identifikasi makanan yang
Gejala dan tanda - Porsi makanan disukai.
mayor Subjektif: yang - Identifikasi kebutuhan kalori
(tidak tersedia) dihabiskan dan jenis nutrient.
Objektif: meningkat. - Monitor asupan makanan.
Berat badan menurun - Kekuatan otot - Monitor berat badan.
minimal 10% di bawah pengunyah - Monitor hasil pemeriksaan
rentang ideal. meningkat. laboratorium.
- Kekuatan otot Teraupetik
menelan - Lakukan oral hygiene sebelum
Gejala dan tanda meningkat. makan, jika perlu.
minor Subjektif: - Verbalisasi - Fasilitasi menentukan
1. Cepat kenyang keinginan untuk pedoman diet (mis. Piramida
setelah makan. meningkatkan makanan).
2. Kram/nyeri nutrisi - Sajikan makanan secara
abdomen. meningkat. menarik dan suhu yang sesuai.
3. Nafsu makan - Sikap terhadap - Berikan makanan tinggi serat
menurun. makanan / untuk mencegah konstipasi.
Objektif: minuman sesuai - Berikan makanan tinggi kalori
1. Bising usus dengan tujuan dan tinggi protein.
hiperaktif. kesehatan - Berikan makanan rendah
2. Otot pengunyah meningkat. protein.
- Berat badan
lemah. membaik. Edukasi
3. Otot menelan lemah. - Indeks Massa - Anjurkan posisi duduk, jika
4. Membran mukosa Tubuh (IMT) mampu.
pucat. membaik. - Anjurkan diet yang
5. Sariawan. - Nafsu makan diprogramkan.
6. Serum albumin membaik. Kolaborasi
turun. - Kolaborasi pemberian
7. Rambut rontok medikasi sebelum makan (mis.
berlebihan. pereda nyeri, antiemetic), jika
8. Diare. perlu.
- Kolaborasi dengan ahli gizi
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu.
3 Pola napas tidak L. 01004 I. 01011Manajemen Jalan
efektif berhubungan Pola Napas Napas
dengan gangguan
neurologis dibuktikan Ekspektasi: Observasi
dengan pola napas Membaik - Monitor pola napas
abnormal. - Monitor bunyi napas
Kriteria Hasil: - Monitor sputum
Gejala dan Tanda - Ventilasi Terapeutik
Mayor: semenit - Pertahankan kepatenan jalan
Subjektif : meningkat. napas
Dispnea - Kapasitas vital - Posisikan semi fowler atau
Obyektif : meningkat. fowler
1. Penggunaan otot - Diameter - Lakukan fisioterapi dada
bantu pernapasan. thoraks anterior - Lakukan penghisapan
2. Fase ekspirasi meningkat. lendir kurang dari 15 detik
memanjang. - Tekanan - Lakukan hiperoksigenasi
3. Pola napas ekspirasi sebelum penghisapan
abnormal (mis. meningkat. endotrakeal
hiperventilasi, - Tekanan - Keluarkan sumbatan
kusmaul, cheyne- inspirasi benda padat
stokes). meningkat. - Berikan oksigenasi, jika perlu
- Dispnea Edukasi
Gejala dan Tanda menurun. - Anjurkan asupan cairan 200
Mayor : - Penggunaan otot ml/hari, jika tidak
Subjektif : bantu kontraindikasi.
Ortopne pernapasan - Anjurkan teknik batuk efektif.
Obyektif : menurun. Kolaborasi
1. Pernapasan pursed - Pemanjangan - Kolaborasi pemberian
lip. fase ekspirasi bronkodilator, ekspektorat,
2. Pernapasan cuping menurun. mukolitik, jika perlu.
hidung. - Ortopnea
3. Diameter thoraks menurun.
anterior-posterior - Pernapasan
meningkat. pursed lip
4. Ventilasi semenit menurun.
menurun kapasitas - Pernapasan
vital menurun. cuping hidung
5. Tekanan ekspirasi menurun.
menurun. - Frekuensi napas
6. Tekanan inspirasi membaik.
menurun. - Kedalaman
7. Ekskursi dada napas membaik.
berubah. - Ekskursi dada
membaik.
4 Defisit perawatan diri L. 11103 I. 11348 Dukung perawatan diri
berhubungan dengan Perawatan diri
gangguan Observasi
neuromuskuler Ekspektasi : - Identifikasi kebiasaan
dibuktikan dengan Meningkat aktifitas perawatan diri sesuai
tidak mampu Kriteria Hasil : usia.
mandi/mengenakan - Kemampuan - Monitor tingkat kemandirian.
pakaian/makan/ke mandi - Identifikasi kebutuhan
toilet/ berhias secara meningkat. alat bantu kebersihan diri,
mandiri - Kemampuan berpakaian, berhias, dan
menggunakan makan.
Gejala dan pakaian Terapeutik
tanda mayor : meningkat. - Sediakan lingkungan
Subjektif : - Kemampuan yang terapeutik.
Menolak melakukan makan - Siapkan keperluan pribadi.
perawatan diri. meningkat. - Damping dalam melakukan
Obyektif : - Kemampauan perawatan diri sampai
1. Tidak mampu ke toilet mandiri.
mandi/mengenakan meningkat. - Fasilitasi untuk
pakaian/makan/ke - Verbalisasi menerima keadaan
toilet/berhias secara keinginan ketergantungan.
mandiri. melakukan - Fasilitasi kemandirian,
2. Minat perawatan diri bantu jika mampu
melakukan meningkat. melakukan perawatan diri.
perawatan diri - Minat - Jadwalkan rutinitas
kurang. melakukan perawatan diri.
Edukasi
Gejala dan perawatan diri - Anjurkan melakukan
tanda minor: meningkat. perawatan diri secara
Subjektif : - Mempertahank- konsisten sesuai kemampuan.
(tidak tersedia) an kebersihan
Obyektif : diri meningkat.
(tidak tersedia) - Mempertahank-
. an kebersihan
mulut
meningkat.
5 Resiko cedera L. 14136 I. 14513 Manajemen
berhubungan dengan Tingkat Cedera Keselamatan Lingkungan
perubahan fungsi
kognitif. Ekspektasi : Observasi
Menurun - Identifikasi kebutuhan
Faktor resiko keselamatan.
Eksternal : Kriteria Hasil : - Monitor perubahan status
1. Ketidakamanan - Toleransi keselamatan lingkungan.
transportasi. aktivitas Terapeutik
Internal : meningkat. - Hilangkan bahaya
1. Perubahan - Nafsu makan keselamatan
orientasi afektif. meningkat. lingkungan.
2. Perubahan sensasi. - Kejadian - Modifikasi lingkungan untuk
3. Hipoksia jaringan. cidera meminimalkan bahaya dan
4. Perubahan fungsi menurun. resiko.
psikomotorik. - Ekpresi wajah - Sediakan alat bantu
5. Perubahan fungsi menurun. keselamatan
kognitif. - Gangguan lingkungan.
mobilitas - Gunakan perangkat
menurun. pelindung.
- Gangguan - Hubungi pihak
kognitif berwenang sesuai
menurun. masalah.
- Tekanan darah - Fasilitasi relokasi
membaik. ke lingkungan
- Frekuensi nadi aman.
membaik. - Lakukan program
- Denyut jantung skrining bahaya
apikal membaik. lingkungan.
- Denyut jantung
radialis Edukasi
membaik. - Ajarkan individu, keluarga,
- Pola istirahat dan kelompok risiko
tidur membaik. bahaya lingkungan.
Sumber : Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI), Standar Implementasi Keperawatan Indonesia (SDKI),
(2018)
3. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012). Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien (Potter & Perry, 2009).

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk menentukan apakah
intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2015). Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak (Hidayat A. Aziz Alimul, 2017). Evaluasi adalah tahap
akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2018).

DAFTAR PUSTAKA
Afroh F, Judha M, Sudarti. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan, Nuha
Medika: Yogyakart.
Al-Hadidy, AM, Maani, WS, Mahafza, WS, Al-Najar, MS & Al-Nadii, MM 2007,
‘ReviewarticleIntracranialMeningioma’, J Med, vol. 41, no. 1, pp. 37-51
Ali, Z. (2009). Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
American Brain Tumor Association, 2015. Meningioma. Chicago: American Brain
Tumor Association. Tersedia di: http://www.abta.org/brain-tumor-
information/types-of-tumors/meningioma.html [Diakses 11 November 2019].
Anas, Tamsuri. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : ECG
Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Anggara, Dwi., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 5(1):1-9
Arifin. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta : EGC.
Bajamal, Abdul Hafid, Nancy Margarita Rahatta, M. Arifin Parenrengi, Agus
Turchan, Hamzah, Wisnu, Baskoro. 2014. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak
(Guidline in Management of TraumaticBrainInjury). Edisikedua. RSUD dr.
Soetomo, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Bangun, A.V. & Nuraeni, S. 2013. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap
Intensitas Nyeri pada Pasien Pasca Oprasi di Rumah Sakit Dustira Cimahi.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The SoedirmanJournalof Nursing).
Black, J. M &Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
PT.Salemba Patria.
Budiona, Sumirah, Mustayah. 2018. Pemberdayaan Lansia Melalui Aktivitas
Relaksasi Ototo Progresif untuk Menurunkan Nyeri Kepala dan Tekanan Darah
di Panti Werdha Pangesti di Kelurahan Kalirejo Kec. Lawang Kab Malang.
Jurnal Idaman, Volume 2. No 1.
Brain Tumor Research, 2010. Tumors We Work On: Pediatric Low-Grade Gliomas.
Maryland: John HopkinsUniversity. Tersedia di:
http://pathology.jhu.edu/pma/what.php [Diakses 11 April 2021].
Brunner, Lillian S & Suddarth, Doris S, 2010, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Vol 2. EGC. Jakarta.
Carpenito, LyndaJuall. (2009). Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta : EGC.
Chou R, Gordon DB, de Leon-Casasola OA, Rosenberg JM, Bickler S, Brennan T,
etal. Management of post operative pain: a clinical practice guideline from the
American Pain Society, the American Societyof Regional Anesthesia and Pain
Medicine, and the American Society of Anesthesio logists’ Committee on
Regional Anesthesia, Executive Committee, and Administrarive Council. J
Pain. 2002;17(2):131-57.
Conrad, A., & Roth, W. T. (2007). Muscle relaxation therapy for anxiety disorders: It
works but how? Journal of Anxiety Disorders, 21, 243–264.
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan: Penerapan Konsep & Kerangka Kerja.
Yogyakarta : Gosyen.
Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Deepublish.
Dhonirezkiyah, (2012). Manajemen Dan Penatalaksanaan Serta Penanganan Nyeri
Secara Farmakologi Dan Non Farmakologi. Diakses pada tanggal Diakses 11
April 2021 dari http://www.scribd.com/doc/39158086/Makalah-Nyeri-Dhoni-
Rezkiyah.

Anda mungkin juga menyukai