Anda di halaman 1dari 88

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

R
DENGAN PENYAKIT SPACE OCCUPYING LESSION (SOL)
DI RUANG RAWAT INAP SARAF RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH KELOMPOK L 1 :
AKRINALDO
FICI ELZA PUTRA
PUJA LORENZA ERIANTO
ZERA INORIANI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat


dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga dapat menyelesaikan seminar kasus
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Penyakit Scale
Occupying lesion (SOL) Diruang Rawat Inap Saraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang” dengan baik. Shalawat dan salam penulis memohonkan kepada Allah
SWT semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan contoh dan suri tauladan bagi manusia untuk keselamatan di dunia
dan di akhirat. Selama proses penyusunan seminar kasus ini, tidak lepas dari peran
dan dukungan dari berbagai pihak yang telah member semangat yang tulus kepada
kami untuk menyelesaikan seminar kasus ini dengan baik.
Mudah – mudahan semua bimbingan, petunjuk dan bantuan yang telah
diberikan kepada kami dapat diterima sebagai suatu amal baik dan mendapatkan
balasan dari ALLAH SWT. Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari
bahwa masih banyak yang harus disempurnakan dari penulisan seminar kasus ini.
Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu kami. Oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dan saran yang membangun demi kesempurnaan seminar kasus ini.
Akhir kata dengan kerendahan hati penulis berharap agar seminar kasus ini
mempunyai arti dan manfaat, khususnya bagi kami dan semua pihak yang
membacanya.

Padang, Januari 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan


kebutuhan dasar yang diperlukan kepada individu baik yang sehat maupun yang
sakit, yang mengalami gangguan fisik, psikis dan agar mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Diperlukan pendekatan komprehensif baik dari segi fisik maupun
psikologis serta bersifat individual bagi setiap pasien (Hariadi, 2011).
Keperawatan medikal bedah merupakan bentuk askep pada klien yang mengalami
gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan
baik karena adanya penyakit, trauma atau kecelakaan. Praktik keperawatan
medikal bedah menggunakan langkah-langkah ilmiah, yaitu komponen-komponen
bio-psiko-sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat
penyakit, trauma, atau kecacatan (Anonim, 2010).

Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling


berhubungan komplek. Sistem saraf ini mengkoordinasi, mengatur, dan
mengendalikan, interaksi antara seseorang individu dengan lingkungan sekitarnya
(Hanum, 2011). Salah satu penyakit sistim persyarafan yaitu space occupying
lession (SOL). SOL merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi pada
ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti contusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013)

SOL terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara
sangat cepat pada daerah central nervus sistim (CNS). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang sehat disekitarnya, mengakibatkan
terjadinya gangguan neurologi (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan
intracranial. Oleh karena tumor otak secara histologic dapat menduduki tempat
yang vital sehingga menimbulkan kematian pada waktu singkat (Prince & Wilson,
2010). penyebab tumor otak yaitu riwayat trauma kepala, faktor genetic, paparan
zat kimia yang bersifat karsinogenik, virus tertentu, dan defisiensi imunologi
(Lombardo, 2011).

Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan dalam istilah


radiologinya disebut lesi desak ruang atau Space Occupying Lession (SOL). SOL
intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau
sekunder, serta hematoma atau malformasi vaskular yang terletak didalam rongga
tengkorak. Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi
progresif disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang
pertumbuhannya lambat akan memberikan gejala yang perlahan muncul,
sedangkan tumor yang terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala
yang muncul cepat (Brunner and Suddart, 2006).

Menurut The Central Brain Tumor Registry of the United States (CBTRUS),
tumor otak primer termasuk dalam 10 besar penyebab kematian terkait kanker.
Diperkirakan sekitar 13.000 orang di Amerika Serikat meninggal dunia akibat
tumor ini setiap tahunnya. Di Eropa rata-rata survival rate pasien tumor otak
maligna dewasa adalah 18,7%. prognosis penderita tumor otak primer beragam,
pada tumor otak primer yang maligna median survivalnya 12 bulan. Di indonesia
data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Inseden tumor otak
pada anak-anak termasuk dekade, sedangkan pada dewasa pada usia 30-7- tahun
dengan puncak usia 45-65 tahun (Satyanegara, 2010).

Dampak dari SOL yaitu gangguan fungsi neurologi jika tumor otak
menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebellum maka akan
menyebabkan pusing/nyeri kepala, gangguan kognitif pada tumor otak akan
menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga dampaknya kemampuan
berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi,
persepsi dan memperhatikan juga akan menurun, gangguan tidur dan mood dan
disfungsi seksual (Brunner and Suddart, 2006).

Salah satu tanda dari SOL yaitu nyeri kepala. Nyeri kepala yang terus
menerus dan semakin sakit dari sebelumnya. Hal ini didukung dengan adanya
pernyataan bahwa gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial disebabkan oleh
tekanan yang berangsur-angsur terhadap otak akibat perkembangan tumor
sehingga terjadi nyeri kepala. Nyeri kepala yang dihubungkan dengan SOL
disebabkan oleh traksi dan pergeseran struktur peka nyeri dalam rongga
intracranial (Mrdjono, 2012).

Nyeri kepala yang mempunyai nilai diagnostik, khususnya pada SOL


memiliki karakteristik nyeri kepala tumpul dan berat. Menyerupai nyeri kepala
tegang, namun kadang juga seperti migrain. Jarang ditemukan pada pasien tumor
otak nyeri kepala yang tajam dan berdenyut. Namun tidak sepenuhnya nyeri
kepala mengarahkan langsung pada diagnosis yang tepat (Brunner and suddart,
2006).

Nyeri kepala termasuk penyakit ringan, namun pengaruhnya besar terhadap


aktivitas sehari-hari. Hampir setiap orang pernah merasakan nyerinya sakit kepala.
Nyeri kepala juga menjadi penyakit yang termasuk dalam keluhan-keluhan yang
sering diutarakan atau alasan terbanyak kedua orang mendatangi dokter. Salah
satu jenis nyeri kepala yang juga banyak dikeluhkan adalah nyeri kepala sebelah
atau migrain. Penderita migrain akan merasakan nyeri dan berdenyut seperti
dipukuli dan ditarik-tarik dan biasanya disertai dengan gangguan saluran cerna
seperti mual dan muntah. Penderitanya pun cenderung menjadi lebih sensitif
terhadap cahaya, suara dan bau-bauan. Hal itu tentu amat mengganggu dan bisa
menghambat segala aktivitas si penderita (Mardjono, 2012).

Nyeri kepala adalah masalah universal, dengan pravalensi hampir 99% dan
merupakan alasan paling umum untuk rujukan neurologis. Nyeri kepala dapat
dikatakan sebagai sebuah penyakit biasa namun juga mungkin menjadi pertanda
adanya penyakit yang mengancam jiwa. Nyeri kepala telah muncul sebagai salah
satu keluhan yang dominan pada manusia. 99% orang mengalami nyeri kepala
setidaknya sekali setahun (Anonim, 2012). Berdasarkan klasifikasi nyeri kepala
dari International Classification Headache Society mengatakan nyeri kepala yang
berkaitan dengan nyeri sekunder dengan kelainan non vaskuler, dengan kriteria
diagnostik berupa adanya gejala atau tanda gangguan intrakranial, dapat
dikonfirmasi dengan investigasi yang sesuai, dan nyeri kepala muncul sebagai
suatu gejala baru atau muncul dengan tipe nyeri kepala yang terjadi sementara
berkaitan dengan gangguan intrakranial (Lombardo, 2011).

Peran perawat adalah memberikan informasi, edukasi dan keterampilan yang


diperlukan untuk keluarga. Pemberian informasi, edukasi, dan keterampilan ini
dilakukan oleh perawat mulai dari tahap akut sampai tahap rehabilitasi, serta
pencegahan terjadinya komplikasi pada pasien Space Occupying Lession (SOL),
sedangkan peran utama perawat yaitu meningkatkan koping pasien dan keluarga
melalui penyuluhan kesehatan, hal ini bertujuan agar klien dan keluarga
memahami tentang penyakit SOL, pencegahan terjadinya komplikasi dan
mengetahui cara perawatan yang benar, pengobatan penyakit tumor otak,
memberikan perawatan yang maksimal kepada klien, memberikan support kepada
klien dan keluarga agar optimis untuk sembuh. Peran perawat sebagai kuratif
bertujuan untuk memberikan pengobatan dengan asuhan keperawatan berupa
pemberian intervensi terapi non farmakologi ataupun farmakologi (National
institut, 2010).

Teknik farmakologi merupakan tindakan kolaborasi antara perawat dan


dokter yang menekankan pada pemberian obat yang efektif untuk menghilangkan
nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat dan berlangsung lama. Pemberian
analgetik bisa juga diberikan untuk mengurangi nyeri. Namun pemakaian yang
berlebihan mempunyai efek samping kecanduan dan dapat membahayakan
pemakaiannya bila over dosis. Metode pereda nyeri dengan nonfarmakologi
merupakan tindakan mandiri perawat untuk mengurangi intensitas nyeri sampai
dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien. Tujuan dari manajemen nyeri
adalah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan
pasien dengan efek samping seminimal mungkin (Smeltzer & Bare, 2010).

Dari hasil observasi yang ditemukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang


khususnya diruangan saraf ditemukan perawat diruangan menggunakan teknik
non farmakologi untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan teknik relaksasi
nafas dalam. Dari hasil wawancara dengan 1 dari 3 orang pasien yang menderita
SOL diruang saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang didapatkan adanya gangguan
nyeri kepala yang hebat pada pasien yang menderita SOL dengan nilai 7-8 dengan
nyeri berat, nyeri yang dirasakan umumnya dialami klien saat nyeri kepala itu
muncul dan merasakan mual dan muntah.

Berdasarkan fenomena yang ditemukan di ruangan kelompok tertarik untuk


melihat gambaran asuhan keperawatan dalam sebuah seminar yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan SOL Di Ruang Saraf RSUP Dr. M.
Djamil Padang”.

B. Rumusan Masalah

SOL merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi pada ruang


intrakranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti contusio serebri, hematoma, infark,
abses otak dan tumor pada intrakranial. Dampak dari SOL yaitu gangguan fungsi
neurologi jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebellum maka akan menyebabkan pusing / nyeri kepala, gangguan kognitif
pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga
dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan juga akan menurun,
gangguan tidur, mood dan disfungsi seksual. Untuk itu kelompok perlu
memberikan asuhan keperawatan SOL di ruang saraf RSUP Dr. M. Djamil
Padang.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk dapat memberikan gambaran “Asuhan Keperawatan Pada Tn.R


Dengan SOL Di Ruang Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang”.
2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn.R dengan SOL di Ruang


Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn.R dengan
SOL di Ruang Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada Tn.R dengan SOL di
Ruang Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada Tn.R dengan SOL
di Ruang Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
e. Mampu mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.R
dengan SOL di Ruang Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
f. Mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatanpada Tn.R
dengan SOL di Ruang Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Perkembangan Keperawatan


Agar makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan SOL, sehingga dapat dilakukan
dengan segera untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien dengan
SOL.
b. Bagi Pembaca
Memberikan pengertian, pengetahuan, dan pengambilan keputusan yang
tepat kepada pembaca khususnya dalam menyikapi dan mengatasi jika ada
penderita yang mengalami.
c. Bagi Kelompok
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien di ruang Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. Definisi
SOL (Space Occupying Lession) atau tumor intracranial
merupakan masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial
khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark,
abses otak dan tumor intra kranial. (Arif Muttaqin, 2011)
Tumor intracranial meliputi lesi yang mendesak ruang yang
terdapat di otak, meningen, dan tengkorak. Klien dengan tumor
intracranial datang kerumah sakit dengan berbagai gejala yang
membingungkan, oleh karena itu penegakan diagnosis menjadi sulit.
Tumor intracranial dapat terjadi pada semua umur, paling sering terjadi
pada orang dewasa dengan usia 50-an dan 60-an tetapi tidak jarang juga
menyerang anak- anak yang berusia dibawah 10 tahun. (Arif Muttaqin,
2011)
2. Etiologi
Penyebab dari SOL ini dapat berupa :
a. Malignansi
- D metastase, glioma, meningioma, adenoma pituitary, dan
neuroma akustik merupakan 95% dari seluruh tumor.
- Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial,
tetapi pada anak-anak 2/3 tumor terletak infratentorial.
- Tumor primer umumnya tidak melakukan metastasis dan
sekitar 30% tumor otak merupakan tumor metastasis dan 50%
diantaranya adalah tumor multipel.
SOL lain meliputi :
b. Hematoma yang dapat disebabkan trauma.
c. Abses serebral.
d. Amubiasis serebral dan cystiserkosis.
e. Limfoma yang sering terjadi akibat infeksi HIV.
f. Granuloma dan tuberkuloma.
Faktor resiko tumor otak dapat terjadi pada setiap kelompok, ras,
insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia terutama pada
dekade kelima, keenam dan ketujuh. Faktor resiko tumor intracranial
akan meningkat pada orang yang seing terpajan dengan zat kimia
tertentu. Namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik
berperan serta dalam timbulnya tumor seperti penyakit sklerosis, TB dan
penyakit neurofibromatosis.
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari tumor intracranial sangat bervariasi tergantung
pada ukuran dan lokasi tumor tersebut. Peningkatan tekanan pada
daerah sekitar otak sering menjadi gejala klinis yang tampak pada
penderita tumor intracranial. Tidak ada ruang di dalam tempurung
otak kecuali untuk jaringan otak dan cairannya. Segala bentuk tumor,
jaringan tambahan dan cairan yang berlebih dapat menyebabkan
gambaran klinis.
Akibat dari peninggian intrakranial:
 Muntah: merupakan gejala tetap dan sering sebagai gejala
pertama. Timbulnya terutama pagi hari tanpa didahului rasa mual.
Pada tingkat lanjut, muntah menjadi proyektil.
 Sakit kepala; dijumpai pada 70% penderita yang bersifat serangan
berulang-ulang, nyeri berdenyut paling hebat pagi hari, dapat timbul
akibat batuk, bersin dan mengejan.
 Gejala mata: Strabismus/ diplopia dapat terjadi karena regangan
nervus abdusens. Edema papil pada funduskopi merupakan petunjuk
yang sangat penting untuk tumor intrakranial
 Pembesaran kepala: terutama pada anak di bawah umur 2 tahun
yang fontanelnya belum tertutup. Gejala ini tidak khas untuk tumor
otak, hanya menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
 Gangguan kesadaran: dapat ringan sampai yang berat
 Kejang: sangat jarang, kira-kira 15% pada anak dengan tumor
supratentorial; pada tumor infratentorial, kejang menunjukkan
tingkat yang sudah lanjut.
 Gangguan mental: lebih sering ditemukan pada orang dewasa,
terutama bila tumor berlokasi pada lobus frontalis atau lobus
temporalis
Gejala-gejala lokal;
1. Tumor Batang Otak (Mesencephalon, Pons, Medulla Oblongata)
Tumor pada batang otak dapat memberikan beragam gambaran
klinis. Gejala yang paling sering adalah muntah, biasanya setelah
bangun, dan jalan yang tidak terkoordinasi dan janggal (ataxic
gait). Kelemahan otot pada satu sis dari wajah menyebabkan
senyuman satu sisi ataupun kelopak mata yang jatuh (drooping
eyelid). Nyeri pada saat menelan dan gangguan pada tutur bicara
(dysarthria) juga merupakan gambaran klinis yang penting. Sebagai
tambahan, fungsi dari saraf – saraf mata menyebabkan
penurunan penglihatan. Nyeri kepala, biasanya setelah bangun
tidur, biasa terjadi. Rasa pusing, penurunan pendengaran,
memiringkan kepala, kelemahan otot pada satu sisi (hemiparese)
dan perubahan tingkah laku dapat terjadi. Gejala – gejala ini dapat
timbul secara bertahap
2. Tumor Sudut Serebelopontin (Tumor Nervus Akustikus)
Gejala awal adalah telinga berdenging (tinnitus). Pada kasus-
kasus tertentu disertai rasa berputar (vertigo). Seiring dengan
pertumbuhan tumor, gejala lain dapat muncul seperti ketulian, dan
gejala-gejala lain yang hampir sama dengan gejala tumor batang
otak.
3. Tumor Serebral Hemisphere
4. Tumor Lobus Frontalis
Gejala umum terdiri dari paralisis satu sisi (hemoplegia), kejang,
memori defek, dan perubahan status mental dan tingkah laku.
Apabila tumor terletak pada basis lobus frontalis, kehilangan
sensasi penciuman (anosmia), gangguan- gangguan penglihatan,
dan pembengkakan pada nervus optikus (papiledema) dapat
terjadi. Apabila tumor mengenai bagian kanan dan kiri lobus
frontalis, perubahan status mental atau tingkah laku dan jalan yang
tidak terkoordinasi (ataxic gait) dapat terjadi.
5. Tumor Lobus Parietal
Kejang, gangguan berbicara, dan ketidakmampuan untuk menulis
terjadi bila tumor terletak pada bagian dominan (biasanya
hemisphere kiri). Gejala lain yaitu adanya disorientasi pada ruangan
atau anggota tubuh.
6. Tumor Lobus Oksipital
Gejala umum adalah kebutaan pada satu sisi (hemianopsia) dan
kejang
7. Tumor Lobus Temporal
Biasanya tidak menunjukkan gejala. Akan tetapi, dapat
menyebabkan kejang ataupun gangguan berbicara (dysphasia).
8. Tumor Subkortikal
Hemiplegia merupakan gejala umum. Tumor ini sering menginvasi
lobus lain pada hemisphere serebral dan menyebabkan timbulnya
gejala-gejala lain sesuai dengan lokasi invasi. Apabila tumor
tersebur menginvasi thalamus, kehilangan sensasi sentuh dapat
terjadi.
9. Tumor Midline (Craniopharyngioma, Optic Nerve Glioma, Tumors
of the Thalamus and Sellar areas)
Timbul gejala – gejala peningkatan tekanan intrakranial. Gejala lain
adalah nistagmus, perubahan tingkah laku ataupun kesadaran.
Sebagai tambahan, gangguan pada fungsi glandular menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan ataupun pertumbuhan yang terlalu
cepat. Dapat terjadi gangguan gangguan keseimbangan air (diabetes
insipidus)
10. Tumor Fossa Posterior (Tumors Ventricle IV, Tumor Cerebellar)
Gejala peningkatan tekanan intracranial sering terjadi. Ataxic
gait, jalan mengayun dan sempoyongan dapat terjadi. Tremor, dan
gangguan koordinasi dan berbicara lainnya adalah gejala yang
sering. Iritasi saraf dapat menyebabkan rasa sakit pada belakang
kepala.
11. Tumor Infratentorial
Karena letaknya di fosa posterior, maka gejala lokal yang ditemukan
ialah
a. Gejala serebelar: berupa ataksia, gangguan koordinasi,
nistagmus dan gangguan tonus otot.
b. Gejala batang otak: pada umumnya berat karena pada
batang otak terdapat pusatpusat vital serta pusat saraf kranialis
c. Gejala nervi kranialis: akibat peregangan atau penekanan
tumor terutama N.VI, juga N.V, VII, IX dan X
12. Tumor Supratentorial
a. Tumor supraselar memberikan gejala utama berupa gangguan
penglihatan dan gangguan endokrin/ metabolik.
b. Tumor hemisfer serebri: gejala yang timbul bergantung pada
lokalisasi tumor di area/lobus hemisfer, seperti sindroma lobus
frontalis atau sindroma lobus temporalis
4. Klasifikasi
Berdasarkan histologi, maka tumor otak dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Glioma
Glioma adalah peningkatan sel-sel glia atau jaringan penghubung.
Tumor ini berasal dari otak dan jumlahnya sekitar 50% dari semua
neoplasma otak pada usia dewasa, jarang te
rjadi pada anak-anak.
2. Astrocytomas
Astrocytomas stadium 1 dan 2 jumlahnya sekitar 20% dari semua
gliomas. Tumor ini tumbuhnya lambat. Pada usia dewasa
astrocytomas biasanya terjadi didalam serebrum, dewasa dengan
menyusup ke jaringan sekitarnya dan memiliki variasi derajat
malignannya. Bagaimanapun, pada anak-anak astrocytomas
biasanya lokasinya di serebellum.
3. Glioblastoma
Astrocytomas stadium 3 dan 4 diketahui sebagai glioblastoma
dengan berbagai bentuk. Glioblastoma pertumbuhannya sangat
cepat, tumor infiltrasi yang jumlahnya sekitar 50% dari semua
glioma. Pada usia dewasa glioblastoma sering terjadi pada pria
usia 35 tahun, dengan paling bnayak lokasi tumor ini jarang terjadi
dan biasanya lokasinya di serebellum.
4. Ependymonas
Ependymonas stadium 1 sampai 4 jumlahnya sekitar 10% dari
semua glioma. Tumor ini mempengaruhi semua kelompok umur,
sebagian besar terjadi pada anak, dengan angka kejadian yang
paling tinggi pada pria. Lokasi tumor ini di fossa posterior dan
ventrikel 4.
5. Oligodendrogliomas
Oligodendrogliomas stadium 1 dan 4 jumlahnya sekitar 5%
dari semua glioma. Tumor ini pertumbuhannya sangat lambat.
Oligodendrogliomas biasanya terjadi dalam lobus frontal pada
dewasa
6. Mendulloblastomas
Mendulloblastomas jumlahnya sekitar 10% dari semua gliomas.
Tumor ini invasif dan sangat malignan. Mendulloblastomas terjadi
pada anak dibawah 10 tahun dan lebih sering terjadi pada pria.
Tumor ini biasanya dimulai dari serebellum dan invasif ke ventrikel
IV, III dan ventrikel lateral, kemudian metastasis ke ruang
subarachnoid.
STADIUM
1. Grade 1
Jaringan tersebut jinak, terlihat seperti sel otak normal dan
pertumbuhannya lambat
2. Grade 2
Jaringan tersebut ganas, kurang terlihat seperti sel otak normal
dibandingkan dengan grade 1
3. Grade 3
Jaringan ganas memiliki sel-sel yang terlihat sangat berbeda dari
sel normal, sel-sel yang abnormal secara aktif tumbuh, sel-sel yang
abnormal yang muncul disebut anaplastik
4. Grade 4
Jaringan ganas memiliki sel yang terlihat paling abnormal dan
cenderung tumbuh sangat cepat.(Vinay Kumar, 2003)
PROGNOSIS
Tergantung pada lokasi dan kemungkinan tumor untuk
diangkat, umur pasien, histology tumor, dan metastasis tumor.
- Bila lokasi memungkinkan tumor untuk diangkat, maka prognosis
baik. Lokasi seperti hipotalamus dan batang otak sulit diakses,
dapat menyebabkan kematian, meskipun tidak ada bukti histologik
adanya keganasan.
- Semakin lanjut usia pasien, maka semakin buruk
prognosisnya, karena semakin menurunnya kemampuan sel-sel
tubuh untuk beregenerasi. Tumor yang ganas juga memperburuk
prognosis akibat cepatnya perkembangan tumor yg dapat semakin
meningkatkan TIK dan memperburuk kondisi pasien.
- Pada pasien dengan tumor otak sebagai metastasis dari keganasan
di organ lain, maka pasien umumnya meninggal bukan disebabkan
karena kerusakan pada otak, namun akibat keganasan tersebut
(Vinay Kumar, 2003)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Penyelidikin diagnostik spesifik dilakukan setelah pemeriksaan
neurologis dan dimulai dari tindakan non-invasif yang menimbulkan
risiko paling kecil sampai tindakan yang mempergunakan teknik
invasif dan yang lebih berbahaya.
a. Elektroensefalogram (EEG)
Elektroensefalogram (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di
otak, dengan meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau
dengan menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak.
Pemeriksaan ini memberikan pengkajian fisiologis aktivasi
serebral.
Elektroensefalogram memberikan informasi mengenai perubahan
kepekaan neuron. Pergeseran kandungan intaserebral dapat dilihat
pada ekoensefalogram. Pencitraan radio memperlihatkan area
akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Kanker otak, tumor
intracranial, Space Occupying Lesion (SOL) maupun oklusio
vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan barier darah
otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif. (Arif
Muttaqin, 2011). Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi
gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati lesi dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang.
b. Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral.
c. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan
untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas
tulang lainnya, terutama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain
itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar
pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil
foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL
(space occupying lesion). (Arif Muttaqin, 2011).
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto
magnetik (nucleus hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-
magnet kecil di dalam medan magnet. Setelah pemberian getaran
radiofrekuensi, foto memancarkan sinyal-sinyal, yang diubah
menjadi bayangan. MRI mempunyai potensial untuk
mengidentifikasi keadaan abnormal serebral dengan mudah dan
lebih jelas dari tes diagnostik lainnya. MRI dapat memberikan
informasi tentang perubahan kimia dalam sel, juga memberikan
informasi kepada dokter dalam memantau respons lesi terhadap
pengobatan.
Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur tulang,
cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang
lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu seseorang
mendiagnosis tumor kecil, ganas, atau sindrom infrak dini. (Arif
Muttaqin, 2011)
e. Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasen yang diduga menderita Space Occupying Lesion (SOL).
Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi lesi yang berpenampang
kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT
Scan pada Space Occupying Lesion (SOL), umumnya tampak
sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak
disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi jaringan udem yang terlihat
jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis SOL
akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan
disertai dengan pemberian zat kontras. Penilaian CT Scan pada
Space Occupying Lesion (SOL)
Tanda proses desak ruang:
- Pendorongan struktur garis tengah otak
- Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
f. Angiografi serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan
menggunakan sinar-x terhadap sirkulasi serebral setelah zat kontras
disuntikkan ke dalam arteri yang dipilih. Angiografi serebral
merupakan pilihan terakhir jika dengan pemeriksaan CT scan dan
MRI, diagnosis masih belum bisa ditegakkan. Angiografi memberi
gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor.
Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan
kateter melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk
menuju pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan
dengan tusukan langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau
dengan suntikan mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat
kontras. (Arif Muttaqin, 2011).
g. Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan
posisi selatursika.
h. Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Space Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan
kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal
zat radioaktif
6. Penatalaksanaan Medis
Modalitas pengobatan pada kanker secara umum terbagi dua, yaitu
terapi lokal berupa pembedahan dan radiasi, dan terapi sistemik. Jenis
terapi sistemik pada kanker adalah kemoterapi dengan sitotoksik, terapi
hormonal, terapi biologi.
a. Pembedahan
- Craniotomi
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak
(tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan
memperbaiki kerusakan otak. Craniectomy adalah operasi
pengangkatan sebagian tengkorak. Craniotomi adalah Operasi
membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui
dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka
yang ada di otak.
Tujuan Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah
operasi yang paling umum dilakukan untuk otak pengangkatan
tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk menghilangkan bekuan
darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk
memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari
pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi
tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk
memeriksa otak.
b. Radiotherapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor.
Sebuah mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di
dekatnya. Mungkin kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau
ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi
membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat
melalui operasi. Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi
pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan
ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya hanya
berlangsung beberapa menit.

Beberapa bentuk terapi radiasi:


Fraksinasi: Radioterapi biasanya diberikan lima hari
seminggu selama beberapa minggu. Memberikan dosis total radiasi
secara peri odik membantu melindungi jaringan sehat di daerah
tumor.
Hyperfractionation: Pasien mendapat dosis kecil radiasi dua
atau tiga kali sehari, bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari.
Efek samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah
berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan
warna kulit (seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan
kejang (gejala nekrosis radiasi)
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan penyakit yang disebabkan oleh agen
kimia yang biasanya digunakan untuk terapi kanker. Dasar
pengobatan yaitu perbedaan antara sel kanker dan sel normal terhadap
reaksi pengobatan sitostatika yang diberikan sendiri-sendiri atau
secara kombinasi. Perbedaan tersebut adalah perbedaan sifat biologis,
biokimia, reaksi farmakokinetik dan sifat proliferatif. Sebelum
membahas mengenai cara kerja masing-masing golongan obat
antineoplasma, perlu diketahui dulu hubungan kerja obat
antineoplasma dengan siklus sel kanker. Sel tumor dapat berada dalam
3 keadaan yaitu :
1. Yang sedang membelah (siklus proliferatif).
2. Yang dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G0).
3. Yang secara permanen tidak membelah
Sel tumor yang sedang membelah terdapat dalam beberapa fase yaitu :
- fase mitosis (M)
- fase pramitosis (G1)
- fase sintesis DNA (S)
- fase pascamitosis (G2) 1

saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir sel masuk


dalam fase pramitosis (G2) dengan ciri-ciri :
- sel berbentuk tetraploid
- mengandung DNA lebih banyak daripada sel fase lain
- masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein
Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA
berkurang secara tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel.
Setelah itu sel dapat memasuki interfase untuk kembali memasuki
fase G1, saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (G0).
Sel dalam fase G0 yang masih potensial untuk berproliferasi disebut
sel klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang menambah
jumlah sel kanker adalah sel dalam siklus proliferasi dan dalam fase
G0
Ditinjau dari siklus sel, obat dapat digolongkan dalam 2 golongan
yaitu:
1. Yang memperlihatkan toksisitas selektif terhadap fase – fase
tertentu dari siklus sel (cell cycle specific), misalnya vinkristin,
vinblastin, merkaptopurin, metotreksat, asparaginase. Zat ini
terbukti efektif terhadap kanker yang berproliferasi tinggi
misalnya kanker sel darah.
2. Zat cell cycle nonspecific, misalnya zat alkilator, antibiotik
antikanker, sisplatin.
Perbedaan kerja tersebut lebih bersifat relatif daripada
absolut karena banyak zat yang tergolong cell cycle nonspecific
lebih efektif terhadap sel yang berproliferasi dan terhadap sel-
sel yang sedang dalam fase tertentu siklusnya. Misalnya bila
DNA sel klonogenik yang telah teralkilasi diperbaiki sebelum sel
memasuki fase S, maka sel tersebut tidak dipengaruhi oleh zat
alkilator.
Obat-obat untuk terapi kanker terdiri dari beberapa
kelas obat, yaitu golongan antibiotika, hormon, antimetabolit,
alkaloid nabati / alkaloid vinka dan agen alkilasi 4. Mekanisme
kerja masing – masing golongan adalah sebagai berikut :
Alkilator (Agen Alkilasi ) alkilasi DNA
Cara kerja: melalui pembentukan ion karboniu yang sangat
reaktif. Yang termasuk golongan alkilator adalah :
1.1. Mekloretamin
1.2. Siklofosfamid
1.3. Klorambusil
1.4. Busulfan
Antimetabolit
Cara kerja : menggantikan purin / pirimidin dalam pembentukan
menghambat sintesis DNA. Yang termasuk golongan nukleosida
antimetabolit adalah :
2.1. Sitarabin
2.2. Metotreksat (MTX)
2.3. Merkaptopurin
Alkaloid Nabati (Alkaloid Vinka)
Cara kerja : berikatan dengan tubulin (komponen protein
mikrotubulus), mitosis terhenti yang merupakan bagian penting
dari micotic spindle dalam metafase. Yang termasuk golongan
alkaloid nabati adalah :
3.1. Vinkristin
3.2. Vinblastin
Antibiotika
4.1. daunorubisin dan Doksorubisin (Adriamisin )
Cara kerja :
a. Interkalasi dengan DNA -rantai DNA putus
b. Bereaksi dengan sitokrom p450 reduktase - reaksi
dengan O2 - menghasilkan radikal bebas -sel hancur
4.2. Aktinomisin-D (Daktinomisin)
Cara kerja :
a. Interkalasi antara guanin dan sitosin pada 2 rantai DNA
(double stranded DNA)
b. Menghambat sintesis RNA yang dependen terhadap
DNA (terutama ribosomal DNA)
4.3. Bleomisin
Cara kerja : Membentuk kompleks dengan Fe - berikatan
dengan DNA - terbentuk radikal bebas - rantai DNA putus
(single and double stranded) dan sintesis DNA terhambat.
Efek samping dari kemoterapi, antara lain: mual dan muntah,
sariawan, kehilangan nafsu makan, rambut rontok, dan
banyak lainnya. Untuk menangani efek samping dari
kemoterapi, diskusikan hal ini dengan dokter Anda.
7. Komplikasi
a. Gangguan fisik neurologis
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
e. Herniasi otak (sering fatal)
Herniasi otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui
atau antar wilayah ke tempat lain karena efek massa, ini
adalah komplikasi dari efek massa baik dari tumor, trauma
atau infeksi
f. Herniasi unkal
g. Herniasi Foramen Magnum
h. Kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar
i. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi
j. Efek samping medikasi, termasuk kemoterapi
k. Efek samping penatalaksanan radiasi
1) selama tindakan: peningkatan edema, reversible
2) setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi
3) enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible
(biasanya satu hingga dua tahun)
l. Rekurensi pertumbuhan tumor.
8. WOC

Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang. Hipoksia Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) Suplai darah jaringan

Kejang Gang. Gang. Gang. Oedema


Neurologis Fungsi otak Perfusi
fokal jaringan
otak
Defisit Disorientasi Peningkatan Hidrosefalus
neurologis TIK

 Aspirasi Resti. Cidera Perubanan


sekresi proses pikir
 Obs. Jln
nafas Bradikardi progresif, Bicara terganggu, Hernialis
 Dispnea hipertensi sitemik, gang. afasia ulkus
 Henti pernafasan
nafas
 Perubahan
Ancaman Gang. Komunikasi Menisefalon
pola nafas
kematian verbal tekanan
Gang.
Pertukaran
gas Cemas Mual, muntah, Gang.
papileodema, pandangan kesadar
Gang. Rasa kabur, penurunan fungsi an
nyaman pendengaran, nyeri
kepala
(nyeri)
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
 Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis
 Keluhan utama : sakit kepala pagi hari, anoreksia, nyeri, diare, muntah,
papiladema, perubahan status mental dan malaise.
 Riwayat kesehatan sekarang : kejang, gangguan berjalan, kabur
penglihatan, perubahan kepribadian, perubahan kemampuan mengingat,
kelemahan vokal, dan afasia.
P : tanyakan kepada klien keadaan apa yang membuat sakit kepala
hebat dan apa saja factor yang membuatnya lebih baik atau lebih buruk.
Q : tanyakan bagaimana gambaran sakit kepala yang dirasakan,
apakah seperti tertusuk jarum (menusuk-nusuk) atau tegang seperti di
remas
R : tanyakan kepada klien di bagian kepala mana yang terasa
sakit,apakah hanya bagian depan (forehead),tengah,atau belakang, dan
apakah terlokalisasi atau menyeluruh.
S : jika klien diberikan skala 1-10, sakit kepala yang dirasakan
klien termasuk skala berapa
T : tanyakan kapan klien merasa sakit kepala hebat, apakah secara
terus-menerus atau pada keadaan tertentu saja
 Riwayat kesehatan masa lalu : masalah pernafasan, masalah eliminasi
dan berkemih, gangguan tidur dan integritas kulit.
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
pada pasien dengan SOL , terjadi perubahan persepsi dan penanganan
kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak SOL ini
sehingga meninmbulkan persepsi negatif terhadap dirinya, stress,
perubahan tingkah laku, kepribadian, mudah tersinggung, biasanya
klien akan mengalami nyeri kepala yang progresif, mual-muntah yang
merupakan gambaran umum klien.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pada pasien dengan SOL terjadi penurunan nafsu makan menurun,
adanya mual muntah selama fase akut yang disebabkan oleh kompresi
pada medulla oblongata, kehilangan sensasi pada lidah, pipi, dan
tenggorokan, dan disertai dengan gejala kesulitan menelan, penurunan
berat badan serta intek cairan yang menurun.
c. Pola eliminasi
Pada pasien ini biasanya terjadi perubahan pola berkemih, dan buang
air besar, inkotinensia kandung kemih dan usus mengalami gangguan
fungsi.
Dan bisisng usus negatif yang disebabkan oleh tumor mengenai area di
enchepalon yaitu pada bagian hipotalamus
d. Pola latihan dan aktifitas
Kelelahan , keletihan, kaku, inkordinasi,dan kehilangan keseimbangan
mengakibatkan penderita tidak mampu melaksanakan aktifitas sehari
hari secara maksimal.
e. Pola kognitif dan persepsi
Pasien dengan SOL biasanya mengalami gejala pusing, sakit kepala,
kelemahan, tinitus, afasia motorik, amnesia, vertigo, synkop,
kehilanagn pendengaran, tingling, dan baal pada ekstremitas, serta
gangguan pengecapan dan penghidu
f. Pola istirahat dan tidur
Terdapat perubahan dan tidur, yang disebabkan oleh adanya faktor –
faktor yang mempengaruhi tidur seperti, cemas, sakit kepala dengan
intensitas dan lokasi yang berbeda beda dan biasanya lama. Dan pada
pasien ini bisa terjadi susah untuk tidur atau malah sebaliknya mudk
tidur, hsl ini disebabkan oleh tumor mengenai area diechepalon (otak
tengah )yang menyebabkan impuls dari aras kek korteks serebri
terganggu dan dapat terjadi penurunan aktifitas sehingga pasien mudah
untuk tidur, dan penigkatan aktifitas sehingga susah untuk tidur.
g. Pola konsep diri - persepsi diri
Adanya perubahan pada fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri : rasa terisolasi,
harga diri : harga diri rendah dan mekanisme koping yang destruktif :
kurang percaya diri, perasaan tidak bedaya, dan putus asa disertai
dengan emosi labil dan kesulitan untuk mengungkapkannya.
h. Pola peran dan hubungan
Biasanya pasien mengalami masalah dalam bicara, dan ketidak
mampauan dalam berbicara sehingga hubungan teman, tetangga dan
orang lain merasaterasing, dan tidak dapat melakukan aktifitas
sosial.dadn klienn merasa denganorang tedekat sering merasa jauh dan
ketidak adaan sistem pendukung.
i. Pola seksualitas / reproduksi
Adanya gangguan seksualitas dan penimpangan seksualitas sehingga
dampak pada hubungan perubahan tingkat kepuasan. Selain itu pada
wanita haid sering terganggu karena Hb menurun.
j. Pertahanan diri
Lamanya perawatan, perjalanan penyakit yang kronis, perasaan tidak
berdaya karenan ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negtif berupa perasaan marah, cemas, takut, tidak sabaran, dan mudah
tersinggung.
k. Pola keyakinan dan nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh tidak
menghambat penderita dan melaksanakan ibadah, tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital
 Suhu : biasanya suhu meningkat
 Nadi : biasanya nadi cepat
 TD : biasanya tekanan darah meningkat
 RR : biasanya pernafasan meningkat
b. Tinggi badan : biasanya tidak ada gangguan
c. Berat badan : biasanya mengalami kenaikan
d. LILA : biasanya ada perubahan pada ukuran LILA
e. Kepala
Rambut : biasanya berwarna hitam, tidak ada ketombe, mudah
rontok
Mata : biasanya simetris kiri dan kanan, biasanya terdapat
gangguan penglihatan
Hidung : biasanya simetris, tidak ada polip, tidak ada cuping
hidung
Mulut : biasanya mukosa bibir kering
Telinga : biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen
f. Leher
Trakea : biasanya tidak ada pembesaran
JVP : biasanya tidak ada pembesaran
Tiroid : biasanya tidak ada pembesaran
Nodus limfe : biasanya tidak terjadi pembesaran
g. Dada
Paru
I : biasanya simetris kiri dan kanan
P : biasanya fremitus kiri dan kanan sama
P : biasanya sonor
A : biasanya vesikuler
Jantung
I : biasanya ictus cordis tidak terlihat
P: biasanya ictus cordis teraba
P : biasanya batas jantung normal
A : biasanya normal
Abdomen
I : biasanya tidak buncit, tidak ada asites
A: biasanya bising usus normal
P : biasanya limfa tidak teraba
P : biasanya tympani
h. Ekstremitas : biasanya oedema pada ekstremitas
i. Muskuloskletal/ sendi : biasanya kuat
j. Integument : biasanya tidak ada lesi, biasanya tidak ada nyeri tekan
k. Pemeriksaan Neurologi
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantuan pemberian
asuhan keperawatan
Pemeriksaan Tingkat Kesadaran dengan menggunakan GCS:
1) Kuantitatif, dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
1. Respon Membuka Mata (E = Eye)
 Spontan : 4
 Dengan Perintah : 3
 Dengan nyeri : 2
 Tidak berespon : 1
2. Respon Motorik (M = Motorik)
 Dengan Perintah : 6
 Melokalisasi nyeri : 5
 Menarik area yang nyeri : 4
 Fleksi abnormal : 3
 Ekstensi abnormal : 2
 Tidak berespon : 1
3. Respon Verbal (V = Verbal)
 Berorientasi : 5
 Bicara membingungkan : 4
 Kata-kata tidak tepat : 3
 Suara tidak dapat dimengerti : 2
 Tidak ada respon : 1
2) Kualitatif, adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewaspadaan
a) Compos mentis adalah keadaan normal serta sadar
akan lingkungan.
Nilai GCS E 4 M 6 V 5  15
b) Apatis adalah dapat tidur lebih dai biasanya atau
sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi
berorientasi sempurna ketika bangun.
Nilai GCS E 4 M 6 V 4  14
c) Latargie adalah mengantuk tetapi dapat mengikuti
perintah sederhana ketika dirangsang.
Nilai GCS E 4 M 5 V 3  12
d) Stupor adalah sangat sulit untuk dibangunkan , tidak
konsisten mengikuti perintah sederhan atau
berbicara satu kata atau frase pendek.
Nilai GCS E 2 M5 V 2  9
e) Semikomatosa adalah gerak bertujuan ketika
dirangsang tidak mengikuti perintah atau berbicara
koheren.
Nilai GCS E 2 M 2 V 1 5
f) Koma adalah dapat berespon dengan postur secara
refleks ketika distimulasi atau dapat tidak berespon
pada setiap stimulasi.
Nilai GCS E 1 M 1 V 1  3
2) Fungsi serebri
- status mental : observasi penampilan klien dan tingkah
lakunya, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah
klien, aktivitas klien, aktivitas motorik pada klien tumor
intracranial tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
- Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan
dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu
kesukaran mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
- Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan
bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman,
lupa, dan kurang motivasi.
3) Pemeriksaan Saraf Cranial
- Nervus I (Olfaktorius)
Pada klien tumor intracranial yang tidak mengompresi
saraf ini tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
- Nervus II (Optikus)
Biasanya mengalami gangguan lapang pandang disebabkan
lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual.
- Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trochlearis, Abdusen)
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV
memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma
multiforme
- Saraf V
Pada keadaan tumor intracranial yang tdak mengompresi saraf
trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini.
Pada neurolema yang mengganggu saraf ini akan didapatkan
adanya paralisis wajah unilateral.
- Nervus V (N. Trigeminus)
Persepsi penngecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
- Nervus VII (N. Fasialis)
Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinnitus dan halusinasi pendengaran
yang mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran
temporalis atau korteks yang berbatasan
- Nervus VIII (N. Auditorius)
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut
- Nervus IX dan X (N. Glossopharingeus dan Vagus)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoid dan trapezius
- Nervus XI (N. Accesorius)
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indra pengecapan normal
4) Pemeriksaan Sistem motoric
Penilaian status motorik dilakukan dengan melihat fungsi motoris
dengan menilai besar dan bentuk otot, tonus otot dan kekuatan otot
ekstremitas (skala 0 – 5)
 0 = tidak ada gerakan
 1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak
 2= otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
 3=gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa
terhadap tahanan pemeriksaan
 4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat
melawan gaya berat
 5 = gerakan otot dg tahanan maksimal pemeriksa
Adanya kerusakan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kelumpuhan, kehilangan sensori, kehilangan keseimbangan, mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Pada
inspeksi didapatkan hemiplegia atau kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh, hemiparise atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Fasikulasi pada otot – otot ekstermitas dan peningkatan tonus otot.
Pada penilaian kekuatan otot didapatkan penurunan kekuatan otot.
5) Pemeriksaan reflek fisiologis
 Bisep
Biasanya gerakan reflek lengan bawah tidak mengalami
gangguan
 Trisep
Biasanya lengan bawah mengadakan ekstensi tidak
mengalami gangguan
 Patella
Biasanya tidak ada gangguan dengan menggerakan lutut
dengan ekstensi
6) Reflek patologi
 Babinski
Biasanya positif bila terjadi dorsofleksi dari ibu jari dan
biasanya disertai dengan pemeriksaan jari
 Reflek chadock
Biasanya positif dengan gerakan goresan kulit dorsum
pedis bagian lateral sekitar maleoulus lateralis dan posterior
anterior respon seperti Babinski
7) Reflek meningeal
 Kaku kuduk
Biasanya terganggu dengan keadaan semakin memberat
 Brudzinki I
Biasanya ditemukan fleksi pada kedua tungkai
 Brudzinki II
Biasanya ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi
 Kerniq
Biasanya ditemukan adanya nyeri saat panggul diekstensi
 Laseque
Biasanya ditemukan adanya tahanan saat kaki dilakukan
enkstensi

J. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG)
Kanker otak, tumor intracranial, Space Occupying Lesion (SOL)
maupun oklusio vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan
barier darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
(Arif Muttaqin, 2011)
Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi gelombang otak abnormal
pada daerah yang ditempati lesi dan dapat memungkinkan untuk
mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang
b. Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran
kandungan intra serebral
c. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering
digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan
abnormalitas tulang lainnya, terutama dalam penatalaksanaan trauma
akut. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila
kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil
foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL (space
occupying lesion).
d. MRI
Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur
tulang, cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang
lebih jelas tentang detail anatomi dan dapat membantu seseorang
mendiagnosis tumor kecil, ganas, atau sindrom infrak dini.

e. CT Scan
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasen yang diduga menderita Space Occupying Lesion (SOL). Sensitifitas
CT Scan untuk mendeteksi lesi yang berpenampang kurang dari 1 cm dan
terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada Space Occupying
Lesion (SOL), umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang
mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi jaringan
udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya
kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis SOL akan
terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan
pemberian zat kontras
f. Angiografi serebral
Angiografi memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak
tumor. Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan
kateter melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk menuju
pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan tusukan
langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau dengan suntikan
mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat kontras. (Arif Muttaqin, 2011)
g. Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur,
penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi
selatursika (Arif Muttaqin, 2011).
h. Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Space Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan
sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif
(Arif Muttaqin, 2011)
i. Biopsi stereotaktik bantuan-komputer (tiga dimensi)
Biopsi stereotaktik digunakan untuk mendiagnosis kedudukan lesi
yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis. (Suzanne C. Smeltzer, 2006)
Intervensi keperawatan

No Diagnosa NOC NIC

1. Perfusi jaringan tidak efektif b/d Status sirkulasi Monitor tekanan intracranial
menurunnya curah jantung, Indikator:
 Catat respon pasien
hipoksemia jaringan, asidosis dan  Tekanan
terhadap stimulasi
kemungkinan thrombus atau darah
emboli sisitolik da  Monitor TIK pasien dan
diastolik respon neurology pasien
dalam terhadap aktivitas
rentang
 Monitor intake dan output
normal
cairan
 Tidak ada
ortostatik  Restrain pasien jika perlu
hipertensi
 Monitor suhu dan angka
 Tidak ada
WBC
tanda tanda
PTIK  Kolaborasi pemberian
Perfusi jaringan antibiotic
serebral
 Minimalkan stimuli dari
Indikator:
lingkungan
 Klien mampu
berkomunika  Tentukan faktor-faktor
si dengan yang berhubungan dengan
jelas dan penyebab
sesuai
 Pantau status neurologis
kemampua
sesering mungkin dan
 Klien
bandingkan dengan
menunjukan
perhatian, keadaan normal
konsentrasi
 Pantau TTV
dan orientasi
 Klien mampu  Evaluasi pupil, catat
memproses ukuran, bentuk, kesamaan
informasi dan reaksi terhadap cahaya
klien mampu
 Letakkan kepala pada
membuat
posisi agak ditinggikan dan
keputusan
dalam posisi anatomis
dengan benar
 Tingkat  Pertahankan keadaan tirah
kesadran baring
klien
 Catat perubahan dalam
membaik.
penglihatan, seperti adanya
kebutaan, kesamaan,
gangguan lapang pandang/
kedalaman persepsi

 Kaji rigiditas, kedutan,


kegelisahan yang
meningkat, peka rangsang
dan serangan kejang

 Beri obat sesuai medikasi

 Pantau pemeriksaan
laboratorium sesuai
indikasi, seperti massa
protrombin dan kadar
dilantin
Monitoring Neurologis
 Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil
 Monitor tingkat kesadaran
pasien
 Monitor tanda tanda vital
 Monitor keluhan nyeri
kepala, mual, dan muntah
 Monitor respon klien
terhadap pengobatan
 Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
 Observasi kondisi fisik
klien
Terapi oksigen
 Bersihkan jan nafas dari
secret
 Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
 Berikan oksigen sesuai
intruksi
 Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
 Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
 Observasi tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
 Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur

2. Nyeri berhubungan dengan Pain level Pain Management


peningkatan tekanan vaskuler  Melaporkan
 Lakukan pengkajian nyeri
serebral nyeri
secara komprehensif
 Frekuensi
termasuk lokasi,
nyeri
karakteristik, durasi,
 Lamanya
frekuensi, kualitas dan
episode nyeri
faktor presipitasi
 Ekspresi
nyeri: wajah  Observasi reaksi nonverbal
 Perubahan dari ketidaknyamanan
respirasi rate
 Gunakan teknik
 Perubahan
komunikasi terapeutik
tekanan
untuk mengetahui
darah
pengalaman nyeri pasien
 Kehilangan
nafsu makan  Kaji kultur yang
Pain control mempengaruhi respon
 Mengenal nyeri
faktor faktor
 Evaluasi pengalaman nyeri
penyebab
masa lampau
 Mengenal
onset nyeri  Evaluasi bersama pasien
 Tindakan dan tim kesehatan lain
pertolongan tentang ketidakefektifan
nonfarmakol kontrol nyeri masa lampau
ogis
 Bantu pasien dan keluarga
 Menggunaka
untuk mencari dan
n analgetik
menemukan dukungan
 Melaporkan
gejala gejala  Kontrol lingkungan yang
nyeri kepada dapat mempengaruhi nyeri
tim seperti suhu ruangan,
kesehatan pencahayaan dan
Comfort level kebisingan
 Klien
 Kurangi faktor presipitasi
melaporkan
nyeri
kebutuhan
tidur dan  Pilih dan lakukan
istirahat penanganan nyeri
tercukupi. (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)

 Kaji tipe dan sumber nyeri


untuk menentukan
intervensi

 Ajarkan tentang teknik non


farmakologi

 Berikan analgetik untuk


mengurangi nyeri

 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat

 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil

 Monitor penerimaan pasien


tentang manajemen nyeri

Manajeman pengobatan

 Tentukan obat yang


dibutuhkan klien dan cara
mengelola sesuai dengan
anjuran / dosis

 Monitor efek terapeutik


dari pengobatan

 Monitor tanda dan gejala


dan efek samping obat

 Monitor interaksi obat

 Ajarkan pada klien/


keluarga cara mengatasi
efek samping obat

 Jelaskan manfaat
pengobatan yang dapat
mempengaruhi gaya hidup
klien.

Pengelolaan analgetik
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat

 Cek instruksi dokter


tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi

 Cek riwayat alergi

 Pilih analgesik yang


diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu

 Tentukan pilihan analgesik


tergantung tipe dan
beratnya nyeri

 Tentukan analgesik pilihan,


rute pemberian, dan dosis
optimal

 Pilih rute pemberian secara


IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur

 Monitor vital sign sebelum


dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

 Berikan analgesik tepat


waktu terutama saat nyeri
hebat

 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

3. Gangguan Pertukaran gas b.d  Respiratory Airway Management


ketidakseimbangan ventilasi Status : Gas  Buka jalan nafas, guanakan
perfusi exchange teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
 Respiratory
 Posisikan pasien untuk
Status :
memaksimalkan ventilasi
ventilation
 Identifikasi pasien perlunya
 Vital Sign pemasangan alat jalan nafas
Status buatan
 Pasang mayo bila perlu
Kriteria Hasil :
 Lakukan fisioterapi dada
 Mendemonstr jika perlu
asikan  Keluarkan sekret dengan
peningkatan batuk atau suction
ventilasi dan  Auskultasi suara nafas,
oksigenasi catat adanya suara
yang adekuat tambahan
 Lakukan suction pada
 Memelihara
mayo
kebersihan
 Berika bronkodilator bial
paru paru dan
perlu
bebas dari
 Barikan pelembab udara
tanda tanda
 Atur intake untuk cairan
distress
mengoptimalkan
pernafasan
keseimbangan.
 Mendemonstr  Monitor respirasi dan status
asikan batuk O2
efektif dan
suara nafas
yang bersih, Respiratory Monitoring
tidak ada  Monitor rata – rata,
sianosis dan kedalaman, irama dan
dyspneu usaha respirasi
(mampu  Catat pergerakan
mengeluarkan dada,amati kesimetrisan,
sputum, penggunaan otot tambahan,
mampu retraksi otot supraclavicular
bernafas dan intercostal
dengan  Monitor suara nafas, seperti
mudah, tidak dengkur
ada pursed  Monitor pola nafas :
lips) bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
 Tanda tanda
cheyne stokes, biot
vital dalam
 Catat lokasi trakea
rentang
 Monitor kelelahan otot
normal
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas
utama
 auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan.

Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klarifikasi. EGC. Jakarta

Suzanne C. Smeltzer, 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddart. 2006. Buku ajar medical bedah. Jakarta : EGC

Anonim. 2010. Memahami berbagai macam penyakit. Jakarta : PT Indeks

Satyanegara. 2010. Ilmu badah syaraf edisi IV. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Utama

Mardjono. 2012. Neurologi klinik dasar. Jakarta : dian Rakyat


BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Identitas Pasien

Nama : Tn.R No.Rek.Medis :

Umur :

Agama : islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan :

Agama : islam

Status perkawinan : kawin

Alamat :

Tanggal masuk :

Yang mengirim :

Cara masuk RS :IGD

Diagnosa medis : SOL

Identitas Penanggung Jawab

Nama :

Umur :

Hub dengan pasien :

Pekerjaan :

Alamat :
 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)

Alasan masuk rumah sakit

Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

c. Riwayat kesehatan keluarga


.

 POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN


PENGGUNAAN :

Tembakau: Tidak

Alkohol : Tidak

Obat lain : Tidak

Alergi (obat-obatan, makanan, plester, zat warna): Tidak ada

Obat-obatan warung/tanpa resep dokter : Tidak ada

Kepatuhan terhadap terapi pengobatan : Tida ada

Upaya adaptasi terhadap perubahan status kesehatan : Tidak ada

Penyesuaian gaya hidup terhadap perubahan status kesehatan : Tidak ada

 POLA NUTRISI/METABOLISME
BB :

TB :

IMT : Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir :

Pola Makan

Di rumah

Frekuensi : 2-3 kali/hari

Makan Pagi : Lontog, nasi, lauk pauk

Makan Siang : Nasi, lauk pauk, sayur


Makan Malam : Nasi, lauk pauk, sayur

Pantangan/Alergi : Tidak ada

Makanan yang disukai : Sate, bakso, rendang, dendeng

Di rumah sakit

Jenis diet dan jumlah kalori : Makanan biasa

Nafsu Makan: Menurun

Jumlah diet yang dihabiskan : Setengah porsi makanan yang diberikan dirumah sakit

Keluhan mual / muntah : Ada

Penggunaan NGT : Tidak

Kesulitan Menelan (Disfagia): Tidak

Skrining Nutrisi

Indikator Penilaian Malnutrisi Skor

0 1 2 Nilai

1. Nilai IMT 18,5-22,9 17-18,4 / 23- <17 / 1


24,9 >23

2. Apakah pasien kehilangan BB dalam <5% 5-10% >10% 1


waktu 3 bulan terakhir?
3. Apakah pasien dengan asupan baik kurang Sangat 1
makanan kurang lebih dari 5 hari? kurang

4. Adanya kondisi penyakit pasien tidak Ya 0


yang mempunyai resiko masalah
nutrisi
5. Pasien sedang mendapat diet tidak Ya 0
makanan tertentu
TOTAL SKOR 3

Jika total skor :

0 = risiko rendah
1 = risiko sedang

>2 = risiko tinggi

Pola Minum

Di rumah Di rumah sakit

Frekuensi : ± 6-8 gelas / hari Frekuensi : ± 3-4 gelas

Jenis : air putih Jenis : air putih

Jumlah : 300-500 cc Jumlah : 100-300 cc

Pantangan : tidak ada Pembatasan cairan : tidak ada

Minuman : air putih


disukai

Intake cairan 24 jam (uraikan apa saja intake pasien):

Parenteral + Oral = 500 + 800

IWL : 15 x BB/24 jam = 15 x 60/24 = 37, 5

Ouput Cairan 24 jam (uraikan apa saja output pasien) :

Perhitungan Balance Cairan = input – output

Perubahan pada kulit

Keluhan pasien terkait masalah kulit (misalnya kering, gatal, adanya lesi) : tidak ada

Faktor resiko luka tekan :

Instrumen Penilaian Resiko Luka Tekan Norton

Yang dinilai 4 3 2 1

Kondisi fisik Baik Sedang v Buruk Sangat buruk

Status mental Sadar v Apatis Bingung Stupor

Aktivitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Di tempat


bantuan v tidur

Mobilitas Bebas Gerak terbatas Sangat Tidak


bergerak v terbatas bergerak

Inkontinensia Kontinen v Kadang Selalu Inkontinen


inkontinen kontinen urin dan alvi

Total skor 14

Kriteria penilaian :

16 – 20 = tidak beresiko

12 – 15 = rentan resiko

< 12 = resiko tinggi

Pengkajian adanya luka/ulcer

Ukuran luka : -

Kondisi luka : -

Gambar luka : -

 POLA ELIMINASI
a. BAB
Di rumah Di rumah
sakit

Frekuensi : 1 x sehari Frekuensi : 1 x sehari

Konsistensi : padat Konsistensi : lunak

Warna : kuning Warna : kuning

Tgl defekasi terakhir tgl 6 januari 2019

Masalah di rumah sakit : tidak ada

Kolostomi : tidak
Output kolostomi berupa : -

Keluhan pasien terkait kolostomi : -

b. BAK
Di rumah Di rumah sakit

Frekuensi : 5 – 6 x sehari Frekuensi : 2 – 3 x sehari

Jumlah : 500 cc Jumlah : 300 cc

Warna : kuning Warna : kuning

Masalah di rumah sakit : ( )Disuria ( ) Nokturia ( ) Hematuria ( ) Retensi ( )


Inkontinensia : ( ) Tidak ( ) Ya ( ) Total ( ) Siang hari ( ) Malam hari

( ) kadang-kadang

( ) Kesulitan menahan berkemih ( ) Kesulitan mencapai toilet

Kateter : ( ) tidak ( ) ya

 POLA AKTIVITAS /LATIHAN


Kemampuan Perawatan Diri:

Instrumen Penilaian Indeks Skala Barthel

No Aktivitas yang Dinilai 0 5 10

1 Makan 5

2 Berubah sikap dari berbaring ke 5


duduk/dari kursi roda ke tempat
tidur

3 Mandi 5

4 Berpakaian 5

5 Membersihkan diri 5

6 Berpindah/berjalan 5

7 Masuk keluar toilet sendiri 5

8 Naik turun tangga 5


9 Mengendalikan buang air kecil 5

10 Mengendalikan buang air besar 5

TOTAL SKOR 50

Keterangan :

Nilai 0 bila pasien tidak dapat melakukannya, nilai 5 bila pasien dibantu melakukannya dan nilai 10
bila pasien mandiri

Interpretasi skor total :

0 – 20 = ketergantungan total

21 – 99 = ketergantungan sebagian

100 = mandiri

 Kebersihan diri (x/hari)


Di rumah Di rumah sakit

Mandi : 2 kali sehari Mandi :1x/hari

Gosok gigi : 2 kali sehari Gosok gigi : 1x/hari

Keramas : 1 kali/ 2 hari Keramas :-

Potong kuku : 1x/2 minggu Potong kuku :-

 Alat bantu : Tidak ada


 Rekreasi dan aktivitas sehari-hari dan keluhan
Klien mengatakan pada saat dirumah berekreasi dengan berkumpul bersama keluarganya

 Olah raga : tidak


 Kekuatan otot:
 POLA ISTIRAHAT TIDUR
Di rumah Di rumah sakit

Waktu tidur : Siang 1-2 jam Waktu tidur : Siang 1 jam


:Malam ± 8 jam :Malam ± 4-5 jam

Jumlah jam : 10 jam Jumlah jam tidur : 6 jam


tidur

Masalah di RS ( )Tidak ada ( v )Terbangun ( )Terbangun dini ( )Insomnia ( )Mimpi buruk

Merasa segar setelah tidur ( ) Ya ( v ) Tidak

 POLA KOGNITIF –PERSEPSI


Status mental: ( v ) Sadar( ) Afasia resptif ( ) Mengingat cerita buruk ( ) Terorientasi

( ) kelam fikir ( )Kombatif ( )Tak responsif

Bicara: ( v ) Nomal ( ) Tak jelas ( ) Gagap ( ) Afasia ekspresif

Bahasa sehari-hari : ( ) Indonesia ( v ) Daerah ( ) lain-lain_________________

Kemampuan membaca : ( v ) bisa ( ) Tidak

Kemampuan berkomunikasi: ( v ) bisa ( ) Tidak

Kemampuan memahami : ( v ) bisa ( ) Tidak

Tingkat Ansietas: ( ) Ringan ( v ) Sedang( ) Berat( ) Panik

Sebab, cemas karena penyakit yang dialaminya

Pendengaran: ( v ) DBN( ) kesukaran (___kanan___kiri) ( ) Tuli (__Kanan___Kiri

( ) Alat bantu dengar( ) Tinnitus

Penglihatan: ( ) DBN( ) Kacamata( ) lensa kontak

( v ) Kerusakan ( tidak bisa melihat Kanan, pandangan kabur kiri)

Vertigo: ( ) Ya ( v ) Tidak

Ketidaknyamanan/Nyeri: ada (nyeri akut)

Deskripsi :

P : pada saat berbaring klien merasa nyeri dan nyeri tidak berpengaruhi oleh
aktivitas

Q : seperti ditusuk-tusuk

R : nyeri pada kepala bagian kanan

S : 7-8
T : hilang timbul ± 4 menit

Penatalaksanaan nyeri: istirahat tidur

 POLA PERAN HUBUNGAN


Pekerjaan : IRT

Status Pekerjaan: ( ) Bekerja( ) Ketidakmampuan jangka pendek

( ) Ketidakmampuan jangka panjang( v ) Tidak bekerja

Sistem pendukung: ( v ) Pasangan( ) Tetangga/teman ( ) tidak ada

Keluarga serumah : anak dan suami keluarga

tinggal berjauhan orang tua klien

Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan dirumah sakit: tidak ada masalah dalam
perawatan di rumah sakit

Kegiatan sosial : tidak ada kegiatan sosial yang dilakukan selama sakit

Lain-lain: -

 POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
Tanggal Menstruasi Akhir(TMA) : tidak ingat

Masalah Menstruasi: ( ) Ya ( v ) Tidak

Pap Smear Terakhir: tidak ada pap smear

Pemeriksaan Payudara/Testis Mandiri Bulanan: ( ) Ya ( v ) Tidak

Masalah Seksual berhubungan dengan penyakit: tidak ada

 POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI


a. Body image/gambaran diri
( ) cacat fisik ( ) pernah operasi

( ) perubahan ukuran fisik ( ) proses patologi penyakit

( ) fungsi alat tubuh terganggu ( ) kegagalan fungsi tubuh

( v ) keluhan karena kondisi tubuh ( ) gangguan struktur tubuh

( ) transplantasi alat tubuh ( ) menolak berkaca

( ) prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh


( ) perubahan fisiologis tumbuh kembang

Jelaskan : klien mengatakan klien merasa semakin lelah da lemah

b. Role/peran
( ) overload peran ( v ) perubahan peran ( ) transisi peran karena sakit

( ) konflik peran ( ) keraguan peran

Jelaskan : klien mengatakan perannya berubah selama di rs

c. Identity/identitas diri
( v ) kurang percaya diri ( ) merasa kurang memiliki potensi

( ) merasa terkekang ( ) kurang mampu menentukan pilihan

( ) tidak mampu menerima perubahan ( ) menolak menjadi tua

Jelaskan : klen mengatakan kurang percaya diri selama sakit

d. Self esteem/harga diri


( ) mengkritik diri sendiri dan orang lain ( ) menyangkal kepuasan diri

( ) merasa jadi orang penting ( ) polarisasi pandangan hidup

( ) menunda tugas ( ) mencemooh diri

( ) merusak diri ( ) mengecilkan diri

( ) menyangkal kemampuan pribadi ( v ) keluhan fisik

( ) rasa bersalah ( ) menyalahgunakan zat

Jelaskan : klien mengatakan kondisi fisiknya berubah semenjak sakit

e. Self ideal/ideal diri


( ) masa depan suram ( ) enggan membicarakan masa depan

( ) terserah pada nasib

( v ) merasa tidak memiliki kemampuan

( ) tidak memiliki harapan

( ) tidak ingin berusaha

( ) tidak memiliki cita-cita

( ) merasa tidak berdaya


 POLA KOPING-TOLERANSI STRES
a. Masalah selama di rumah sakit (penyakit, finansial, perawatan diri) klien
mengatakan karena sakit yang dialaminya saat ini pasien membutuhkan bantuan
dalam perawatan dirinya
b. Kehilangan/perubahan besar di masa lalu: tidak
c. Hal yang dilakukan saat ada masalah: klien mengatakan ketika ada masalah klien
bercerita dan mendiskusikannya bersama keluarga
d. Penggunaan obat untuk menghilangkan stress: tidak ada
e. Keadaan emosi dalam sehari-hari: santai
 POLA KEYAKINAN NILAI
Agama: v Islam ______Katolik Roma_____Protestan_______Hindu_____Budha___

Pantangan Keagamaan: tidak

Pengaruh agama dalam kehidupan: klien mengatakan bahwa agama sangat berpengaruh dan
penting untuk dirinya

Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini: tidak


 PEMERIKSAAN FISIK
Gambaran

Tanda Vital Suhu : Lokasi : aksila

Nadi : Irama : teratur Pulsasi lambat

TD : mmHg Lokasi : lengan atas

RR : Irama : Vesikuler

Tinggi badan cm

Berat badan sebelum masuk RS : kg, rumah sakit :kg

LILA

Kepala :

Rambut Tidak ada kotoran, sedikit lepek, dan berminyak

Mata Simestris ki-ka, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,


papebra udem

Hidung simestris ki-ka, tidaka ada lesi tidak ada sekret,


Hidung
tidak ada edema, tidak ada polip

Mukosa bibir lembab, tidak ada luka, tidak terjadi


Mulut perdarahan, gigilengkap, tidka caries

Telinga Simestris ki-ka, tidak ada lesi, tidak ada lesi, tidak ada
serumen, tidak terdapat nyeri tekan.

Leher

Trakea Tidak ada pembengkakan

JVP cmH2O
Tiroid Tidak ada pembesaran pada kelenjer tiroid

Nodus Limfe Tidak ada pembesaran kelenjer getah bening

Dada I : simestri, ki-ka, pergerakan dada sama, otot bantu


pernafasan (-)
Paru
P: fremitus ki-ka sama

P: sonor diseluruh lapaangan paru

A: irama vesikuler, wheezing, (-), rhonkhi (-)

Jantung I: ictus cordis tidak terlihat

P: ictus cordis teraba 2 jari RIC V LMCS

P: batas jantung jelas, kiri atas= SIC II linea para sternalis


sinistra.

A: irama jantung reguler.

Abdomen I: tidak ada lesi , tidak ada distensi abdomen, adanya


asites

A: bising usus (+), 10 x/i

P: ada nyeri tekan, hepar teraba 2 jari dan limfe tidak


teraba

Perk: redup

Ekstremitas Kekuatan otot:

Muskuloskeletal/Sendi 555 555

555 555

Inspeksi: ekstremitas klien baik


Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Vaskular Perifer: < 2 detik

Integumen Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada jejas

Palpasi: akral teraba hangat

Neurologi

Status mental/GCS GCS 15

Saraf cranial 1. N. Olfaktorius = tidak ada gangguan, daya cium baik


2. N. Optikus = penglihatan sebelah kanan kabur,
lapangan penglihatan klien +- 90 derajat
3. N. Okulomotorius = reflek cahaya (+)
4. N. Trochlearis = tidak ada gangguan, mata berputar
mengikuti sesuai pergerakan atas bawah
5. N. Trigeminus = sensorik-motorik tidak ada
gangguan
6. N. Abdusen = tidak ada gangguan, pergerakan mata
sesuai pergerakan arah lateral
7. N. Facialis = tidak ada gangguan, reflek rasa (+)
8. N. Akustikus = klien tidak dapat mendengarkan
bunyi arloji dengan jarak 30 cm, dan klien tidak
dapat berjalan lurus dengan mata tertutup
9. N. Glossofaringeus = normal, reflek muntah (+)
10. N. Vagus = tidak ada gangguan, uvula berada di
tengah-tengah dan suara nafas tidak serak
11. N. Aksesorius = tidak ada gangguan, klien bisa
mengangkat bahu ke atas (normal)
12. N. Hipoglosus = normal, gerakan menjulur dan
menarik lidah klien terkodinasi dengan baik
1. Reflek bisep : adanya gerakan fleksi kiri dan kanan (+)
Reflek fisiologi
2. Reflek trisep : adanya ekstensi kiri dan kanan (+)

3. Reflek patela : adanya ekstensi kiri dan kanan (+)

1. Reflek babinski : pada telapak kaki (+) adanya


Reflek patologis
dorsofleksi ibu jari

2. Reflek caddoks : punggung kaki (-) tidak adanya


dorsofleksi ibu jari

3. Reflek openhelm : tulang tibia (-) tidak adanya


dorsofleksi ibu jari

4. Reflek gordon : betis (-)

Reflek meningeal
1. Kaku kuduk : dagu dapat menyentuh dada tanpa ada
tahanan

2. Brudzinki I : tidak ada gangguan dengan kedua


tungkai fleksi

3. Brudzinki II : tidak ada gangguan

4. Kerniq : pada anggota gerak sebelah kanan dapat


dilakukan ekstensi 130 derajat

5. Laseque : pada anggota gerak sebelah kanan tungkai


dapat mencapai sudut 70 derajat

Payudara Tidak ada kelaainan

Genitalia Tidak ada dilakukan pemeriksaan


Rectal Tidak dilakuakan pemeriksaan

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

no Parameter Hasil satuan rujukan

1 Hb g/dl

2 Ht %

3 Leuko Mm3

4 Tromb Mm3

5 Gdr puasa Mg/dl

6 Gdr 2 jam pp Mg/dl

7 Tot. Koles. Mg/dl

8 HDL-Koles. Mg/dl

9 LDL-Koles Mg/dl

10 Trigliserida Mg/dl

11 As. Urat Mg/dl

12 SGOT U/l

13 SGPT U/l
Penunjang:

ST scan :

TERAPI
B. ANALISA DATA
No Data Penunjang Masalah Etiologi WOC
Keperawatan

1. Ds:

 Klien mengatakana Penurunan kapasitas Cedera otak: Adanya


saki kepala yang hebat adaptif intrakranial lesiintrakranial
 Klien mengatakan
sakit yang tak
tertahankan Penigkatan
 Klien mengatakan Volume
badan terasa lemah intrakranial
 Klien mengatakan
muntah menyemprot
saat dirumah Penyempitan
pembuluh darah

Do:

 Tekana darah klien Kuang suplay


meningkat TD : darah diserebral
150/70mmHg, Nadi
92x/I, Pernapasan
24x/I, Suhu 37ºC
 Klien tampak lemah
Peningkatan
 Klien tampak gelisah
TIK
 CT scan tampak lesi
multiple inhomogen
hipodens ditemporal
Penurunan
sinistra, midline shift
kapasitas adapif
(+) obliterasi ventrikel
intarakranial
lateral sinistra
2 Ds: Nyeri akut Agen cidera Paparan zat
biologis: kimia
 Klien mengatakan
neoplasma
nyeri kepala
 Klien mengatakan
SOL
nyeri yang dirasakan
hilang timbul
 Klien mengatakan nyri
Bertambahnya
dirasakan disebelah
massa
kanan
 klien mengatakan nyeri
terasa hilang timbul
Tidak
dan bertambah hebat
terkompensasi
ketika bergerak ke
dengan css
kamar mandi

Peningktaan
Do: TIK

 Klien tampak meringis


 Klien tampak
Nosireseptor
memegang kepala
 P = nyeri pada saat
berbaring
Nyeri
Q= nyeri dirasakan
seperti tertusuk-tusuk
R= nyeri dirasakan
pada kepala sebelah
kanan
T= nyeri dirasakan
selama 5 menit
3 Ds: Kelebihan volume Gangguan Infeksi virus
hepatitis
cairan mekanisme
 Klien mengatakan kaki ↓
regulasi Peradangan
dan wajahnya terasa pada sel hati
bengkak ↓
Gangguan
 Klien mengatakan suplai darah
mengalami normal kel sel-
sel hepar
penambahan berat ↓
badan selama sakit Gangguan
metabolism
 Klien mengatakan karbohidrat dan
merasa tidak nyaman protein

Peningkatan
DO : tekanan
hidristatik,
peningkatan
 Klien tampak oedema
pemeliharaan
 Oedema derajat 1 vaskuler

 Balance cairan 700 cc
Oedema perifer
 Intake = 1300cc ↓
Kelebihan
 Output = 600 cc
volume cairan
C. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
(sesuai dengan prioritas)

No Diagnosa keperawatan Tgl Tanda Tgl teratasi Tanda


ditegakkan tangan tangan

1 Penurunan kapasitas adaptif 07.01.19


b.d cidera otak: tumor

Nyeri akut b.d agen cidera


2 07.01.19
biologis

3 07.01.19
Kelebihan volume cairan b.d
gangguan neuromuscular
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Kep NOC NIC dan Aktivitas Keperawatan

1 Penurunan Status neurologis : Menejemen edema serebral


kapasitas adaptif kesadaran
 Monitor adanya kebingungan,
b.d cidera otak:
1. Bukaan mata perubahan pikiran, keluhan pusing atau
tumor
terhadap stimulus pingsan
eksternal  Monitor status neurologis dengan ketat
2. Orientasi kognitif dan dibandingkan dengan nilai normal
3. Komunikasi yang  Monitor ttv
tepat dengan situasi  Monitor status rr : frekuensi, irama,
4. Mematuhi perintah kedalaman, pernafasan, paco2, pco, ph,
5. Respon motorik bikarbonat
untuk stimulasi yang  Monitor tik dan respon neurologis
berbahaya terhadap aktifitas keperawatan
 Rencanakan askep untuk memberikan
priode istirahat
 Berikan sedasi sensasi kebutuhan
 Catat perubahan pasien dalam
berespon terhadap stimulus
 Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30
darjat atau lebi
 Monitor intake dan output
 Monitor status neurologis, periksa
pasien ada atau tidaknya gejala kaku
kudu
 Berikan antibiotik sesuai dengan
kebutuhan
 Sesuaikan kepala tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi serebral
 Monitor efek rangsangan lengkungan
pada tik
 Pantau ukuran pupil bentuk
kesemetrisan dan reaktifitas
 Monitor tingkat kesadaran orientasi
kekuatan pegangan , kesemetrisan
wajah
 Monitor keluhan sakit kepala dan indra
penciuman serta respon babinski

pain level

2 Nyeri akut b.d agen Indikator : pain menegemen

cidera biologis
1. Mampu melaporkan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara

bahwa nyeri berkurang komprehensif termasuk lokasi dan


krakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
1. Ttv dalam batas
dan faktor penyebab nyeri
normal
2. Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
Pain kontrol : 3. Guanakan teknik komunikasi teraupetik
untuk mengetahui pengalaman nyeri
1. Mampu mengontrol
klien
nyeri : tahu penyebab
4. Evaluasi pangalaman nyeri masa
nyeri, mampu
lampau
menggunakan teknik
5. Kontrol lingkungan yang dapat
non farmakologi untuk
mempengaruhi nyeri seperti suhu,
mengurangi nyeri
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
2. Melaporkan nyeri
6. Ajarkan teknik non varmakologi
berkurangdengan
7. Tingkatkan istirahat berikan analgetik
menggunakan untuk mengurangi nyeri
menegemen nyeri 8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
3. Mampu mengenali 9. Monitor penerimaan pasien tentang
nyeri menegemen nyeri
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang

 Electrolit and acid


3 Kelebihan volume Fluid management :
base balance
cairan b.d gangguan
 Fluid balance 1. kaji adanya edema ekstremitas
neuromuskular
 Hydration termasuk kedalaman edema
2. istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah
Indicator :
baring pada saat edema masih terjadi

1. Edema berkurang 3. monitor vital sign

2. Keseimbangan 4. ukur intake dan output secara akurat

antara input dan 5. pasang kateter urine jika diperlukan

output 6. berikan oksigen tambahan dengan

3. Pitting edema tidak nasal kanul sesuai indikasi


ada lagi 7. kolaborasi
 berikan diet tanpa garam
 berikan diet rendah protein tinggi
kalori
E. CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari/Tgl/ No.Diagnosa Implementasi Evaluasi TTD
Kep
Jam

1 Senin / 1  Memonitor adanya S = klien mengatakan kepala pusing, klien


kebingungan, perubahan mengeluh mual muntah
07-01-2019
pikiran, keluhan pusing atau
O= klien tampak meringis
pingsan
 Memonitor ttv Klien tampak lemah

 Memposisikan tinggi kepala


TD: 150/70 mmHg
tempat tidur 30 darjat atau
lebih N: 92 x/i

 Memonitor intake dan RR : 24 x/i


output
S : 37o C
 Memberikan antibiotik
sesuai dengan kebutuhan A= Masalah belum teratasi
 Menyesuaikan kepala
P= Intervensi dilanjutkan
tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi
serebral
2  Melakukan pengkajian S = klien mengatakan nyeri pada kepala,
nyeri secara komprehensif klien mengatakan nyeri bertambah saat
termasuk lokasi dan bergerak, klien mengatakan nyeri hilang
krakteristik, durasi, timbul
frekuensi, kualitas dan
O = Klien tampak meringis
faktor penyebab nyeri
 Mengobservasi reaksi non Klien tampak gelisah
verbal dari
Skala nyeri 7
ketidaknyamanan
 Mengontrol lingkungan A = Masalah belum teratasi
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, ruangan,
pencahayaan, dan P = Intervensi dilanjutkan
kebisingan
 Mengajarkan teknik non
varmakologi
 Meningkatkan istirahat
berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Memonitor penerimaan
pasien tentang menegemen
nyeri
3  Mengkaji adanya edema S = klien mengatakan kaki dan wajahnya
 Menganjurkan istirahat terasa bengkak
untuk tirah baring padasaat
O = Klien tampak oedema, balance cairan
edema terjadi
700cc, odema derajat 1
 Memonito vital sign
 Menukur intake output

A = masalah belum teratasi

P = intervensi dilanjutkan

 Kaji adanya edema


 Anjurkan istirahat untuk tirah baring
padasaat edema terjadi
 Monitor vital sign
 Ukur intake output

2 Selasa/ 1  Memonitor adanya S = klien mengatakan kepala pusing, klien


kebingungan, perubahan mengatakan kepala sebelah kanan pusing
08 -01-
pikiran, keluhan pusing atau saat mengubah posisi tidur
2019
pingsan
O= klien tampak meringis
 Memonitor ttv
 Memposisikan tinggi kepala Klien tampak lemah
tempat tidur 30 darjat atau
TD: 135/78 mmHg
lebih
 Memberikan antibiotik N: 88 x/i
sesuai dengan kebutuhan
RR : 22 x/i
 Menyesuaikan kepala
tempat tidur untuk S : 36,6o C

mengoptimalkan perfusi A= Masalah belum teratasi


serebral
P= Intervensi dilanjutkan

2  Melakukan pengkajian S = klien mengatakan nyeri pada kepala


nyeri secara komprehensif sebelah kanan, klien mengatakan nyeri
termasuk lokasi dan bertambah saat bergerak, klien mengatakan
krakteristik, durasi, nyeri hilang timbul
frekuensi, kualitas dan
O = Klien tampak meringis
faktor penyebab nyeri
 Mengobservasi reaksi non Klien tampak gelisah
verbal dari
Skala nyeri 6
ketidaknyamanan
 Mengontrol lingkungan A = Masalah belum teratasi
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, ruangan,
pencahayaan, dan P = Intervensi dilanjutkan
kebisingan
 Mengajarkan teknik non
varmakologi
 Meningkatkan istirahat
berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Memonitor penerimaan
pasien tentang menegemen
nyeri

3  Mengkaji adanya edema S = klien mengatakan kaki dan wajahnya


 Menganjurkan istirahat terasa bengkak
untuk tirah baring padasaat
O = Klien tampak oedema, balance cairan
edema terjadi
600cc, odema derajat 1
 Memonito vital sign
 Menukur intake output

A = masalah belum teratasi

P = intervensi dilanjutkan
 Kaji adanya edema
 Anjurkan istirahat untuk tirah baring
padasaat edema terjadi
 Monitor vital sign
 Ukur intake output

3 Rabu / 1  Memonitor adanya S = klien mengatakan kepala pusing, klien


kebingungan, perubahan mengatakan kepala sebelah kanan pusing
9 -01-2019
pikiran, keluhan pusing atau saat mengubah posisi tidur
pingsan
O= klien tampak meringis
 Memonitor ttv
 Memposisikan tinggi kepala Klien tampak lemah

tempat tidur 30 darjat atau


TD: 148/84 mmHg
lebih
 Memberikan antibiotik N: 97 x/i

sesuai dengan kebutuhan RR : 20 x/i


 Menyesuaikan kepala
S : 36,8o C
tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi A= Masalah belum teratasi
serebral
P= Intervensi dilanjutkan

2  Melakukan pengkajian S = klien mengatakan nyeri masih


nyeri secara komprehensif dirasakan pada kepalanya, nyeri bertambah
termasuk lokasi dan saat bergerak terlalu banyak, klien
krakteristik, durasi, mengatakan nyeri hilang timbul
frekuensi, kualitas dan
O = Klien tampak meringis
faktor penyebab nyeri
 Mengobservasi reaksi non Klien tampak gelisah
verbal dari
Skala nyeri 6
ketidaknyamanan
 Mengontrol lingkungan A = Masalah belum teratasi
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, ruangan,
pencahayaan, dan P = Intervensi dilanjutkan
kebisingan
 Mengajarkan teknik non
varmakologi
 Meningkatkan istirahat
berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Memonitor penerimaan
pasien tentang menegemen
nyeri
3  Mengkaji adanya edema S = klien mengatakan kaki dan wajahnya
 Menganjurkan istirahat terasa bengkak
untuk tirah baring padasaat
O = Klien tampak oedema, balance cairan
edema terjadi
600cc, odema derajat 1
 Memonito vital sign
 Menukur intake output

A = masalah belum teratasi

P = intervensi dilanjutkan

 Kaji adanya edema


 Anjurkan istirahat untuk tirah baring
padasaat edema terjadi
 Monitor vital sign
 Ukur intake output
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan diagnosa
medis SOL yang dirawat di Ruang rawat inap bangsal syaraf RSUP.M.Djamil
Padang. Selama melakukan asuhan keperawatan penulis berusaha menetapkan proses
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Disamping itu,
penulis juga membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis
temukan selama menerapkan asuhan keperawatan ini pada Ny.S di ruang rawat inap
akut Anak RSUP. M.Djamil Padang.

A. Pengkajian
SOL (Scale Occupying lession) atau tumor intra cranial merupakan masalah
tentang adanya lesi pada ruang intra cranial khususnya yang mengenai otak.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intrakranial.(ArifMuttaqin,2011)

Tumor intracranial meliputi lesi yang mendesak ruang yang terdapat di


otak, meningen, dan tengkorak. Klien dengan tumor intracranial datang kerumah
sakit dengan berbagai gejala yang membingungkan, oleh karena itu penegakan
diagnosis menjadi sulit.Tumor intracranial dapat terjadi pada semua umur, paling
sering terjadi pada orang dewasa dengan usia 50-an dan 60-an tetapi tidak jarang
juga menyerang anak- anak yang berusia dibawah 10 tahun. (ArifMuttaqin,2011)

Gejala klinis dari tumor intracranial sangat bervariasi tergantung pada


ukuran dan lokasi tumor tersebut. Peningkatan tekanan pada daerah sekitar otak
sering menjadi gejala klinis yang tampak pada penderita tumor intracranial.Tidak
ada ruang didalam tempurung otak kecuali untuk jaringan otak dan
cairannya.Segala bentuk tumor,jaringan tambahan dan cairan yang berlebih dapat
menyebabkan gambaran klinis.
Akibat dari peninggian intrakranial:

 Muntah: merupakan gejala tetap dan sering sebagai gejala pertama.


Timbulnya terutama pagi hari tanpa didahului rasa mual.Pada tingkat
lanjut,muntah menjadi proyektil.
 Sakit kepala; dijumpai pada 70% penderita yang bersifat serangan
berulang-ulang, nyeri berdenyut paling hebat pagi hari, dapat timbul
akibat batuk, bersin dan mengejan.
 Gejala mata: Strabismus/diplopia dapat terjadi karena regangan nervus
abdusens. Edema papil pada funduskopi merupakan petunjuk yang
sangat penting untuk tumor intrakranial
 Pembesaran kepala: terutama pada anak dibawah umur 2tahun yang
fontanelnya belum tertutup.Gejala ini tidak khas untuk tumor otak,hanya
menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
 Gangguan kesadaran:dapat ringan sampai yang berat
 Kejang: sangat jarang,kira-kira15%pada anak dengan tumor
supratentorial; pada tumor infratentorial, kejang menunjukkan tingkat
yang sudah lanjut.
 Gangguan mental: lebih sering ditemukan pada orang dewasa,terutama
bila tumor berlokasi pada lobus frontalis atau lobus temporalis

Pada kasus saat dilakukan pengkajian pada tanggal 07 Januari 2019


didapatkan Ny.S mengeluhan nyeri pada kepala sebelah kanan, disertai
mual muntah dan klien juga mengeluh mata sebelah kanan tidak bisa
melihat sejak dirawat dirumah sakit dan mata sebelah kiri bisa melihat
tetapi pandangan kabur, sering terbangun pada saat tidur.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon
dari seorang individu, keluarga, kelompok, ataupun komunitas. Diagnosis
keperawatan biasanya berisi dua bagian 1.) deskripton atau pengubah dan 2.)
fokus diagnosis atau proses kunci dari diagnosis, ada dua pengecualian ketika
diagnosis keperawatan hanya satu kata seperti keletihan, konstipasi, ansietas
(Nanda, 2018).
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus SOL k diantaranya adalah :

1. Penurunan kapasitas adaptif berhubungan dengan cidera otak: tumor


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Kelebihan volume cairan b.d gangguan neuromuskular

C. Intervensi Dan Implementasi


Tanda-tanda yang dikenali pada awal proses diagnostic dapat
dipahami jika penjelasa yang masuk akal untuk tanda-tanda tersebut dengan
konteks suatu situasi, ini adalah proses berpikir aktif ketika perawat
mengeksplorasi pengetahuan dalam memorinya untuk mendapatkan
kemungkinan penjelasan data ( Nanda, 2018)
Penejelasan diagnosa keperawatan yang muncul :
1. Penurunan kapasitas adaptif berbuhungan dengan tumor otak
Diagnosa tersebut dapat ditegakkan karena didapatkan data pada Ny.S
yaitu Klien mengatakana saki kepala yang hebat, klien mengatakan sakit
yang tak tertahankan,klien mengatakan badan terasa lemah,klien
mengatakan muntah menyemprot saat dirumah. Selain itu didapatkan juga
data pada Ny.S yaitu CT scan brain CT tanpa contras, tampak lesi
multiple inhomogen hipodens dextra, midline ( +) oblitrasi ventrikel
lateral deksra, tekanan darah klien meningkat TD : 150/7, klien tampak
lemah, K=klien tampak gelisah
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologi
Diagnosa tersebut dapat di tegakkan karena didapatkan data pada Ny.S
yaitu klien mengatakan nyeri kepala meningakat sejak 1 minggu yang lalu
seprti berdenyut, klien mengatakan nyeri yang diraskan hilang timbul,
klien mengatakan nyeri yang diraskan 3-5 menit, klien mengatakan skala
nyeri , klien mengatakan nyri dirasakan disebelah kanan, klien tampak
menringis, tampak memegang kepala, Td/; 150/70.

3. Kelebihan volume cairan b.d gangguan neuromuscular


Diagnosa tersebut dapat di tegakkan karena didapatkan data pada Ny.S
yaitu klien mengatakan kaki dan wajahnya terasa bengkak, klien
mangatakan berat badan bertambah saat masuk rumah sakit.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
SOL (Scale Occupying lession) atau tumor intra cranial merupakan masalah
tentang adanya lesi pada ruang intra cranial khususnya yang mengenai otak. Banyak
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor intrakranial.(Arif Muttaqin,2011)
Tumor intracranial meliputi lesi yang mendesak ruang yang terdapat di otak,
meningen, dan tengkorak. Klien dengan tumor intracranial datang kerumah sakit
dengan berbagai gejala yang membingungkan, oleh karena itu penegakan diagnosis
menjadi sulit.Tumor intracranial dapat terjadi pada semua umur, paling sering terjadi
pada orang dewasa dengan usia 50-an dan 60-an tetapi tidak jarang juga menyerang
anak- anak yang berusia dibawah 10 tahun. (Arif Muttaqin,2011)
Penyakit SOL pada pasien harus ditangani dengan segera agar masalah dapat
diatasi dengan cepat. Memberikan diet dan terapi sesuai medis adalah salah satu
indikator untuk meningkatkan pencapaian yang lebih baik pada pasien. Pada kasus
diatas Ny.S mengalami SOL dan mendapatkan perawatan yang intensif di RS.
Penatalaksanaan lebih lanjut harus segera dilakukan agar masalah pasien dapat
teratas.

B. Saran
Intervensi keperawatan sesuai dengan Nursing Interventions Classification
(NIC) yang sesuai harus dilaksanakan. Pemberian evidence based practice dan
temuan baru untuk intervensi keperawatan yang mumpuni berguna bagi kesembuhan
pasien terutama pasien SO

Anda mungkin juga menyukai