PENDAHULUAN
1
2
tahun terakhir. Jumlah pasien diabetes mellitus pada tahun 2015 yaitu
sebanyak 351 orang, pada tahun 2016 sebanyak 419 orang dan pada tahun
2017 sebanyak 468 orang yang mengalami diabetes mellitus tipe 29.
Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) pada tahun 2013 melakukan
wawancara proporsi diabetes mellitus pada usia 15 tahun ke atas dan
melakukan pemeriksaan pada masyarakat perkotaan di temukan yang
pernah terdiagnosa diabetes melitus oleh dokter sebanyak 2.650.340 jiwa.
Di Provinsi Jambi prevelensi yang pernah terdiagnosa diabetes mellitus
sebanyak 25.439 jiwa5.
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Defenisi
Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Penyakit diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang di tandai dengan ketiadaan
absolut insulin atau penurunan relatif insentifitas sel terhadap insulin 2,1.
Selain itu menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya10.
2.1.2 Klasifikasi
Diabete smelitus di bagi menjadi 3 tipe yaitu diabetes melitus tipe 1 dan
diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain4.
Tabel 2.1Klasifikasi Etiologi DM
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin
1. Autoimun
2. Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan defisiensi insulin relatif
sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin.
Tipe 1. Defek genetik fungsi sel beta
lain 2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati
5. Karena obat dan zat kimia
6. Infeksi
7. Sebab imunologi yang jarang
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
diabetes melitus
7
2.2.2 Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe II, faktor yang menjadi penyabab diabetes
melitus di sebabkan adanya gangguan resistensi insulin atau gangguan kerja
insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Awal
nya resistensi insulin belum menyebabkan diabtes secara klinis, namun
seiring dengan kegagalan kompensasi dari tubuh berupa keadaan
hiperinsulinemia, glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat
akibat sekresi insulin oleh sel beta pankreas tersebut. Timbul gejala klinis
diabetes melitus yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa
darah yang memenuhi kriterial diabetes melitus13.
Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas dan akan disekresikan dalam
darah sesuai kebutuhan. Secara fisiologis, insulin mengatur glukosa darah
bersama glukagon yang di produksi oleh sel alfa pankreas. Insulin disintesis
8
Pelepasan insulin dari simpanan granulosa sel beta pankreas dipicu oleh
peningkatan kadar gula darah yang berasal dari makanan dan minuman,
insulin ini berfungsi mengalami glukosa agar selalu dalam batas- batas
fisiologis. Proses sekresi insulin dimulai dengan proses masuknya glukosa
melewati membran sel beta melalui glucosa transporter 2 (GLUT 2) yang
terdapat dalam membran sel beta pankreas. Selanjutnya glukosa didalam sel
akan mengalami glikolisis dan fosforilasi yang kemudian akan
membebaskan molekul ATP. ATP tersebut akan berperan dalam penutupan
kanal K+ yang menyebabkan deporalisasi membran. Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan reseptor pada
membran sel tersebut. Ikatan ini akan menghasilkan sinyal yang akan
meregulasi glukosa dalam sel dengan cara peningkatan GLUT-4 dan
mendorong penempatannya pada membran sel. Melalui GLUT-4 inilah
glukosa di masukkan kedalam sel dan selanjutnya akan mengalami proses
metabolisme14.
amilin juga secara fisiologis diproduksi dan dilepaskan bersama insulin oleh
sel beta pankreas sebagai respon terhadap glukosa. Awal diabetes melitus
tipe II terjadi hiperinsulinemia karena resistensi insulin, terjadi pula
peningkatan produksi amilin, yang kemudian akan mengedap fefrakter pada
sel beta dalam menerima sinyal dari glukosa, selain itu amiloid bersifat
toksin pada sel beta, sehingga dari keadaan inilah hal yang mendasari
kerusakan sel beta yang menyebabkan gangguan sekresi insulin pada pasien
diabetes melitus tipe II14.
2.2.5 Komplikasi
Jika tidak segera diobati, diabetes melitus tipe II dapat menimbulkan
komplikasi. Komplikasi diabetes melitus dapat di kelompokkan menjadi 2
yaitu kompilkasi awal dan kompilkasi berkelanjutan yang dapat dijelaskan
sebagai berikut.
11
2.2.6 Penatalaksanaan
Untuk menghindari terjadinya diabetes melitus tipe II dapat dilakukan
tindakan dengan mengendalikan menggunakan pedoman 4 pilar
pengendalian diabetes melitus yang terdiri dari edukasi, terapi nutrisi medis,
jasmani , farmakologis.
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi
terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan diabetes
memerlukan partisifasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya meningkat kan
motivasi. Penegetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus di berikan
kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat di lakukan secara
mandiri, setelah mendapat kan pelatihan khusus.
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer yang meliputi:
1) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan. Penyulit DM dan risikonya.
13
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25
kal/kgBBsedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
2) Umur
Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
setiap dekade antara 40 dan 59 tahun. Pasien usia diantara 60 dan
69 tahun, dikurangi 10%. Pasien usia diatas usia 70 tahun,
dikurangi 20%.
3) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
dengan intensitas aktivitas fisik Penambahan sejumlah 10% dari
kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat. Penambahan
sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga. Penambahan sejumlah 30% pada
aktivitas sedang: pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang
sedang tidak perang. Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas
berat: petani, buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.
Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang
becak, tukang gali.
4) Stres Metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik
(sepsis, operasi, trauma).
5) Berat Badan
Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar
20- 30% tergantung kepada tingkat kegemukan. Penyandang DM
kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB. Jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk wanita dan 1200-1600
kal perhari untuk pria. Secara umum, makanan siap saji dengan
jumlah kalori yang terhitung dan komposisi tersebut di atas, dibagi
18
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis
makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang
DM yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyerta.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus tipe II yang sangat di anjurkan untuk mengontrolan
kadar glukosa dalam darah selain dari aktifitas fisik yang ringan juga
dapat di lakukan sehari-hari di rumah. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan
meningkatkan dan mengeluarkan tenaga atau energi. Aktivitas fisik
berperan dalam ngontrol kadar gula darah tubuh dengan cara mengubah
glukosa menjadi energi. Selain itu, ada juga yang mendefinisikan
aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori,
misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan
olahraga. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkain gerakan
berurutan. Mamfaat besar dari beraktivitas fisik atau berolahraga pada
diabetes melitus antara lain menurunkan kadar glukosa darah, mencegah
19
4. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
atau suntikan.
1. Obat hiperglikemik oral
Berdasarkan cara kerja, OHO di bagi menjadi 5 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
b. Peningkatan sensitifitas terhadap insulin: metformin dantia
zolidindion
c. Penghambat glukneogenesis (metformin)
d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
e. DPP-IV inhibitor
20
2. Suntikan insulin
Insulin di perlukan pada keadaan
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang di sertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetic
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal fengan kombinasi OHO dosis optimal
g. Stress berat ( infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/ diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau fumgsi hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO4.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dengan pemeriksaan glukosa plsama
puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan terdiri. TTGO sulit
untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan kedalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (PDPT)
1. TGT diagnosa TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban diantara 140-199 mg/dl
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagonsis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dl
Bagan 2.1
Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
1. gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L
glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
atau
2. gejala klasik DM+ kadar glukosa plasma puasa 126 mg/DL (7.0 mmol/L).
Pasien diartikan pasien tak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam
atau
3. kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO
yang dilakukan dengan standar WHO, menggunkan beban glukosa yang
setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air .
Pemeriksaa HbAIc (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi
salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium
yang telah terstandarisasi dengan baik,
Kadar gula darah juga digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada
diabetes melitus tipe II, hal itu dapat dilihat pada tabel berikut ini:
24
Tabel 2.2
Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring Dan
Diagnosis Diabetes Melitus (mg/Dl.)
Bukan Belum pasti DM DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-199 ≥200
darah sewaku Darah kapiler <90 90-199 ≥200
(mg/dL)
Kadar glukosa Plsama vena <100 100-125 ≥126
darah puasa Darah kapiler <90 90-99 ≥100
(mg/dL)
Catatan: untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan
kelaianan hasil dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45
tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
setiap 3 tahun4.
Ketidak stabila kadar glukosa darah. Dikenal dengan istilah intoleransi
glukosa. Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului
timbulnya daibetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus
mengalami peningkatan.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh department
of health and human services (DHHS) the american diabetes association
(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi
glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan
intoleransi glukosa akan menjadi diabetes.
Intoleransi glukosa mempunyai resiko timbulnya gangguan
kardiovaskuler sebesar atau setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang
normal. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan
TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah
menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini:
1. glukosa darah puasa 100-125 mg/dL
25
Genetik
Obesitas
Terapi nutrisi
Diet tidak sehat
Terapi farmakologi
Bagan 2.2
Kerangka konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
dengan berjalan kaki atau bersepeda. Tuliskan jumlah hari yang biasa
digunakan responden untuk aktifitas sedang dalam seminggu, dan
pindahkan dalam kotak yang tersedia
D30 Pertanyaan D 30 biasanya dalam sehari, berapa total waktu yang
responden gunakan untuk berjalan kaki atau bersepeda responden
diminta untuk menghitung jumlah total waktu selama sehari yang
biasanya digunakan untuk melakukan untuk melakukan jalan kakin
atau bersepeda dalam melakukan perjalanan. Responden diminta
untuk menilai hanya jalan, bersepeda dan sejenisnya secara terus
menerus selama 10 atau lebih. Jawaban yang waktunya sangat lama
(lebih dari 6) harus diselidiki mengenai kepastiannya bahwa ini
merupakan hal yang biasanya dilakukan dengan berjalan kaki,
bersepeda, atau aktivitas sejenisnya yang dilakukan terus-menerus
selama 10 atau lebih. Tuliskan jumlah waktu dalam jam atau menit
yang biasa dilakukan responden untuk aktivitas berat pada hari
tersebut, dan pindahkan dalam kotak yang tersedia.
Pada tahap ini dilakukan data yang telah diubah menjadi kode kedalam
mesin pengolahan data. Pemprosesan data dilakukan dengan paket
program data ke program komputer yang sesuai denag variabel masing-
masing.
Memasukkan data yang didapat dengan menggunakan software program
computer yang sesuai.
4. Pembersihan data (Cleaning)
Peneliti memastikan semua data yang telah dimasukkan kedalam mesin
pengolahan data telah sesuai dengan sebenarnya. Proses akhir dari
pengolahan data adalah dengan melakukan pemeriksaan kembali kode
yang sudah di entry data untuk melihat ada tidaknya kesalahan dalam
entry data. Selanjutnya melakukan tabulasi data yaitu pengelompokan
data ke dalam tabel menurut ketegori sehingga data siap dilakukan
analisis secara univariat maupun bivariat.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel kemudian
diolah bantuan komputer.
𝐹 𝑥 100%
𝑃=
𝑁
Ket :
P : Nilai hitung distribusi frekuensi
F : Frekuensi
N : Jumlah responden
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi-square
dengan nilai kemaknaan 5% (0.05). Jika hasil menunjukkan nilai p_value
≤0,05 artinya ada hubungan yang bermakna (H0 ditolak), sedangkan jika
hasil perhitungan menunjukakan nilai p_value > 0.05 artinya tidak ada
hubungan yang bermakna (H0 diterima) rumus chi-square sebagai
berikut29:
Ʃ ( 0 – E )2
µ2 =
E
Ket :
E: Nilai harapan
f. Self Determinan
Peneliti menjamin hak responden dalam memutuskan untuk bersedia
menjadi responden ataupun tidak tanpa adanya sanksi apapun pada
responden.
40
Kriteria inklusi
Tidak
beraktivitas
Ringan
Sedang
Berat
Membuat laporan penelitian
BAB IV
b. Gambaran kadar gula darah puasa pada penderita diabetes melitus tipe II
Gambaran kadar gula darah puasa responden di RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tebel 4.3 Distribusi Frekuensi Respon berdasarkan Kadar Gula
Darah Puasa pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018.
No Kadar gula darah Frekuensi Presentase (%)
puasa
1 Normal 32 31,7
(GDP 72-126 mg/dl)
2 Hiperglikemi 54 53,5
44
(GDP>126 mg/dl)
3 Hipoglikemi 0 0
Jumlah 86 100
4.1.3Analisa bivariat
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan
variabel devenden, maka harus dilakukan analisa bivariat dengan
menggunkan uji statistic chi-squer dengan hasil sebagai berikut:
a. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita diabetes
melitus tipe II di RSUD Raden Mattaher Jambi 2018 dapat dilihat pada
tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018
No Aktivitas Kadar gula Darah puasa Jumlah p-value
Fisik Uji Chi
Square
Normal Hiperglikemi
N % N % N % 0,873
1 Tidak 2 6.2 5 9,3 7 8,1
beraktivitas
2 Sedang 29 38,2 47 61,8 76 100
3 ringan 0 0 0 0 0
4 Berat 1 3,1 2 3,7 3 3,5
Jumlah 32 100 54 100 86 100
45
5.1 Pembahasan
5.1.1 Gambaran Aktivitas Fisik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Dari hasil penelitian di poli penyakit dalam RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 dapat diketahui bahwadari 86 responden penelitian
didapatkan mayoritas responden penelitian aktivitas fisik sedang yaiti 76
orang (75.2%). Mayoritas responden melakukan aktivita sedang
dibandingkan yang tidak beraktifitas, sedang, ringan maupun berat. Di
karenakan responden banyak yang pekerjaan nya ibu rumah tangga yaitu
menyapu, mencuci baju, memasak dan lain-lain pekerjaan tersebut
termasuk kategori kategori aktivitas sedang. Pekerjaan responden mayoritas
sebagai ibu rumah tangga dengan presentase (31,7%). Berdasarkan
corsstabulation mayoritas pekerjaan ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik
sedang yaitu 30 orang (39,5%).
Responden banyak melakukan aktifitas sedang di sebabkan oleh faktor
usia responden yang rata-rata berusia diatats 40 tahun. Faktor usia ini
menyebabkan adanya keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik. Selain
itu sebagian besar responden adalah perempuan dan merupakan ibu rumah
tangga sehingga aktivitas fisik yang dilakukan terbatas, hanya mengerjakan
pekerjaan dan mengikuti senam diabetes yang di adakan di puskesmas,
tingkat pendidikan mereka yang rendah juga merupakan salah satu faktor
mereka tidak menegtahui hal apa saja yang bisa dilakukan untuk mengontrol
kadar gula darah mereka,penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
46
5.1.2 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pada Diabetes Melitus Tipe II
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar gula darah puasa responden
terbagai menjadi dua kategori yaitu normal dan hiperglikemi. Kadar gula
darah puasa responden normal adalah 72-126 mg/dl. Sedangkan kadar gula
darah puasa responden yang tidak normal adalah >126. Dari 86 responden
di RSUD Raden Mataher Jambi menunjukan mayoritas kadar gula darah
yaitu hiperglikemi sebanyak 54 orang (53,5) sedangkan yang normal yaitu
32 orang (31,7%).
Dari hasil penelitian dari 86 responden di dapatkan mayoritas usia
lansia akhir dengan hiperglikemi 19 orang (22,1%). Pekerjaan mayoritas ibu
rumah tangga dengan hiperglikemi yaitu 17 orang (19,8%). Pendidikan
mayoritas sekolah menengah atas (SMA) denagn hipetglikemi 26 orang
(30,2%). Dan jenis kelamin dengan mayoritas dengan hiperglikemi 30 orang
(34,9%).
Merujuk pada alur diagnosa diabetes melitus yang di keluarkan oleh
PERKINI tahun (2015), rata-rata kadar gula darah yang didapatkan pada
responden dalam penelitian ini masih tinggi, untuk pasien di poli klinik
penyakit dalam RSUD Raden Mattaher Jambi belum sepenuh nya tercapai,
masih perlu pengawasan yang signifikan lagi, dengan dapat menekan rata-
rata kadar gula darah puasa di bawah angka 126 mg/dl.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan peleh laila
nurhayati dkk (2017). Dalam penelitian rata-rata kadar gula darah pasien
diabetes melitus. Rata-rata kadar gula darah yang di dapat kan pada
48
dengan total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut.
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral atau
suntikan4.
5.1.3 Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Kadar Gula Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dari 86 responden diketahui bahwa hasil
analisis hubungan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah mayoritas
yang beraktivitas sedang yaitu 29 orang (38,2%) kemudian untuk kadar
gula darah puasa mayoritas yaitu hiperglikemi yaitu 47 orang (61,8%). Hasil
analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka dapat disimpulkan
bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah yang menunjukakan tidak ada
hubungan bahwa walaupun yang beraktivitas sedang tetap hiperglikemi,
yang tidak beraktifitas kadar gula darah nya normal. Itu yang menyebabkan
tidak ada hubungan. Sedang kan berdasarkan teori ada hubungan antra
aktivitas fisik dengan kadar gula darah. Faktor-faktor lain yang mungkin
menjadi perancu dalam penelitian ini sedang kan peneliti hanya melihat
aktivitas fisik dengan pengontrolan kadar gula darah hal ini lah
menyebabkan kelemahan dalam penelitian peneliti. Pada penderita diabetes
melitus tipe II di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fuad Hariyanto (2013)
yang berjudul “Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Puasa
Pada Pasein Diabetes Melitus Tipe 2 Dirumah Sakit Umum Kota Cilegon
Tahun” yang menyatakan tidak terdapat hubungan anatar aktivitas fisik
deangan kadar gula darah puasa34.
Masalah utama pada diabetes melitus adalah terjadinya retensi insulin,
dimana insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
51
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
a. Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dari 86 responden diketahui bahwa
hasil analisis hubungan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah
mayoritas yang beraktivitas sedang yaitu 29 orang (38,2%)
kemudian untuk kadar gula darah puasa mayoritas yaitu hiperglikemi
yaitu 47 orang (61,8%). Hasil analisis bivariat menunjukan nilai p-
53
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Rumah Sakit Umum RSUD Raden Mattaher Jambi
Memperhatikan target pengelolaan terapi diabetes melitus, sehingga
yang berobat memenuhi kriteria pengelolaan berdasarkan target yang
telah di catumkan oleh PERKINI dalam kensus 2015. Dari data yang
mencapai 90% pasien diabetes melitus tipe II tidak terkontrol, provinsi
jambi dilakukan evaluasi ulang terhadap terapi baik itu farmakologis
dan non farmakologis yang telah dilaksanakan guna mencapai target
penegndalian diabetes melitus yang tertuang dalam konsensus 2015