Anda di halaman 1dari 74

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan alasan hiperglikemia terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Diabetes melitus dapat disebabkan oleh etiologi
multifaktorial. Diabetes Melitus (DM) biasanya disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin, dan gangguan kerja insulin yang dapat menyebabkan penyakit
metabolic yang berlangsung kronik progresif yang ditandai adanya
hiperglikemia. Hiperglikemia kronis mempengaruhi metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak. Hiperglikemia tidak dapat dideteksi karena penyakit
diabetes melitus tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan
kerusakan vaskular sebelum penyakit terdeteksi. (Aprillia, Ariyani, &
Hidayatin, 2018)
Diabetes melitus (DM) dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni
diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. DM tipe 2 merupakan salah
satu jenis yang paling banyak ditemukan yaitu lebih dari 90-95% (Suciana &
Arifianto, 2019). Diabetes Melitus (DM) tipe 2 menjadi diabetes melitus yang
umum ditemui di masyarakat. Diabetes non-insulin atau diabetes tipe 2
kebanyakan diakibatkan karena tingkat resistensi insulin. Tingkatan insulin
yang normal, rendah ataupun bisa meningkat akan tetapi fungsi dari insulin
dalam proses metabolisme zat gula rendah yang mengakibatkan gula darah
akan tinggi sehingga mengakibatkan hiperglikemia. (Ni Ketut & Brigitta,
2019).
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
diabetes melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia. Sedangkan tahun 2013 angka
kejadian diabetes di dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proposi
kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia. Prevalensi kasus
diabetes melitus tipe 2 sebanyak 85-90% (Hestiana Wahyu, 2017). DM
dikenal sebagai silent killer karena sering tidak diketahui oleh para
penyandangnya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. Menururt
Konsensus Perkeni 2015 dalam Riskesdas 2018 prevalensi diabetes melitus
pada penduduk usia diatas 15 tahun terdapat 10,9%. Kasus diabetes melitus di
Kalimantan Utara pada tahun 2018 terdapat 1,7% (Kemenkes, 2018).
Dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit
kronik. Hal ini terjadi pada kasus pada klien Tn. A telah dirawat dengan
Diabetes Melitus di ruang … pada tanggal …. Pasien memiliki riwayat
Diabetes melitus sejak tahun 2009 tanpa adanya pengobatan lalu pertengahan
tahun 2020. Tn. A mengalami ada luka melepuh kemudian menjadi
komplikasi ulkus diabetik foot. Pada awal tahun 2021 klien baru pertama kali
melakukan pengobatan rutin terkait adanya luka di kedua kaki klien selama
masa pengobatan klien kurang dukungan untuk kepatuhan program
pengobatan karena tidak adanya pantangan makan selama masa pengobatan
klien sehingga penulis tertarik untuk membuat Asuhan Keperawatan pada Tn.
A dengan diagnosa medis Diabetes Melitus tipe 2 di ruang Cemara Rumah
Sakit Umum Kota Tarakan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Penulis dapat memahami konsep dan teori yang berkaitan dengan Diabetes
Melitus tipe 2 serta mendapatkan pengalaman nyata terhadap pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada klien Tn. A di ruang Cemara Rumah Sakit
Umum Kota Tarakan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Melaksanakan proses keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa Diabetes
Melitus tipe 2.
1.2.2.2 Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan
proses Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa Diabetes
Melitus tipe 2.
1.2.2.3 Membahas permasalahan antara teori dan kasus Asuhan Keperawatan pada
pasien Tn. A dengan diagnosa Diabetes Melitus tipe 2.
1.3 Metode Penulisan
Penyusunan laporan tugas akhir ini menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan proses keperawatan dan studi kepustakaan dengan tahapan
pengkajian, pemeriksaan fisik, analisa data, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1.3.1 Studi Kepustakaan
Penulis dapat mengambil berbagai sumber informasi dari buku-buku dan
artikel-artikel ilmiah dan penelitian keperawatan tentang Diabetes Melitus
tipe 2 sebagai sumber dan pedoman materi tentang penyakit dan
komplikasi Diabetes Melitus.
1.3.2 Metode Wawancara
Penulis melaksanakan pengumpulan data terkait dengan status kesehatan
klien menggunakan metode wawancara atau anamnesa. Terdapat 2 macam
metode anamnesa yaitu dengan pengkajian atau wawancara dengan Tn. A
secara langsung dan dengan keluarga klien untuk mendapatkan informasi
terkait dengan kesehatan klien.
1.3.3 Observasi
Pengumpulan data dengan pengamatan dan melihat dengan cara observasi
secara langsung tentang keadaan klien saat itu pada Tn. A sebagai data
untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
1.3.4 Pemeriksaan Fisik
Melakukan dan melaksanakan pemeriksaan fisik keadaan umum dan head
to toe pada pasien dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1.3.5 Dokumentasi
Dokumentasi suatu cara mengumpulkan data-data, mencatat intervensi
telah dilaksanakan dan menulis hasil proses terapi yang berhubungan
dengan pembahasan materi seperti ringkasan kasus dan rekam medis
Rumah Sakit Umum Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini sistematika yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1.4.1 Bab 1 yaitu pendahuluan yang menguraikan latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
1.4.2 Bab 2 yaitu mengurai landasan teori tentang konsep dasar medis penyakit
yang meliputi pengertian, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
komplikasi, penyimpangan KDM teori dan konsep dasar asuhan
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, pemeriksaan fisik, analisa data,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1.4.3 Bab 3 yaitu laporan khusus mengenai kasus terdiri pengkajian
penyimpangan KDM, pemeriksaan fisik, analisa data, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
1.4.4 Bab 4 yaitu pembahasan yang mengenai perbandingan dan perbedaan
antara proses keperawatan secara teoritis dengan secara nyata dilapangan
dengan kesenjangan nantinya akan menjadi perbandingan dan dibahas
berdasarkan pengkajian, pemeriksaan fisik, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
1.4.5 Bab 5 berisi kesimpulan dari seluruh penulisan laporan tugas akhir ini dan
saran yang ditujukan untuk perbaikan selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Pengertian

Diabetes Mellitus adalah peningkatan kadar gula darah dengan


abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan
penurunan sekresi insulin. Kelainan yang menjadi penyebab mendasar dari
defisiensi relative absolut dari hormon yang dapat menurunkan kadar
glukosa dalam darah. Diabetes Mellitus merupakan suatu kondisi dimana
gula darah mengalami kenaikan yang disebabkan oleh sel beta pankreas
memproduksi insulin dalam jumlah sedikit dan juga adanya gangguan pada
fungsi insulin atau resistensi insulin. (Haryono, 2019)
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang mengganggu
metabolisme biasanya ditandai gula darah tinggi sangat berhubungan dengan
ketidaknormalan kadar karbohidrat, protein, dan lemak yang diakibatkan
sekresi insulin menurun bahkan sensitivitasnya juga mengalami penurunan
yang menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler dan neuropati.(Amil et
al., 2020)
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia yang dikaitkan dengan masalah metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein dan dapat menimbulkan komplikasi kronik
seperti gangguan mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Fadlilah,
2018).
Dapat disimpulkan menurut penulis Diabetes melitus merupakan penyakit
yang gagalnya penguraian zat gula di dalam darah pada tubuh normal, dimana
zat gula harus diurai menjadi glukosa dan glikogen oleh hormon insulin yang
diproduksi sel beta pankreas kemudian oleh tubuh diproses metabolisme atau
pembakaran diubah menjadi energi.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA, 2016), klasifikasi
diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2,
diabetes mellitus gestasional dan diabetes mellitus tipe lainnya.
(Simatupang, 2017)
2.1.2.1 Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
karena kerusakan sel β (beta). Rusaknya sel β pankreas diduga karena
proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes
tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara
maju maupun di negara berkembang. (Simatupang, 2017)
2.1.2.2 Diabetes melitus tipe 2
Diabetes tipe 2 ini tidak ada kerusakan pada pankreas dan dapat
menghasilkan insulin, bahkan terkadang insulin pada tingkat tinggi dari
normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin,
sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa. Seringkali diabetes tipe
2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi
muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di
seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya
faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik.
(Simatupang, 2017)
2.1.2.3 Diabetes melitus gestational
Gestational diabetes mellitus adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa
darah di atas normal). Wanita dengan diabetes gestasional memiliki
peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan,
serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan
(Simatupang, 2017)
2.1.2.4 Diabetes melitus Tipe lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi
karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan
mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan
kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan
menghambat kerja insulin yaitu sindrom cushing, akromegali dan sindrom
genetik (Simatupang, 2017)

2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 DM Tipe 1
2.1.3.1.1 Faktor genetik Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM
tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (Human Leukocyte Antigen) tertentu.
2.1.3.1.2 Faktor imunologi Respon abnormal dimana Antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut
sebagai jaringan asing.
2.1.3.1.3 Faktor lingkungan Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang
dapat menimbulkan destruksi sel beta.
2.1.3.2 DM Tipe 2
Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, usia.
2.1.3.3 Faktor Risiko yang dapat diubah
2.1.3.3.1 Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya DM tipe 2.
2.1.3.3.2 Pola makan yang tidak sehat Diet yang digunakan sebagai bahan
penatalaksanaan Diabetes melitus dikontrol berdasarkan kandungan
energi, protein, lemak, karbohidrat. Jenis makanan yang menyebabkan
terjadinya Diabetes mellitus adalah jenis makanan yang mengandung
banyak kolesterol, lemak trans dan lemak jenuh serta makanan yang
mengandung tinggi natrium (Almatsier, 2008). Pola makan yang tinggi
lemak, garam dan gula mengakibatkan masyarakat cenderung
mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Selain itu pola makanan
yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian
masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa
darah (Efyuwinta, A & Setiyorini, E, 2018).
2.1.3.3.3 Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap
insulin (resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh,
maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila
lemak tubuh terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity)
(Mansjoer, 2009).
2.1.3.4 Faktor risiko yang tidak dapat diubah
2.1.3.4.1 Usia Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena
diabetes mellitus. Meningkatnya risiko DM seiring dengan
bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi
fisiologis tubuh (Fatimah R, 2015).
2.1.3.4.2 Riwayat keluarga diabetes melitus Seorang anak dapat diwarisi gen
penyebab DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM
mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut
(Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu
penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih
tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM.
Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko
terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Fatimah R, 2015).
2.1.3.4.3 Riwayat diabetes pada kehamilan Mendapatkan diabetes selama
kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan
risiko DM tipe 2 (Fatimah R, 2015).
2.1.4 Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 2 termasuk kedalam jenis sindrom heterogen
yang ditandai dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat dan
lemak. Penyebab adanya Diabetes melitus tipe 2 adalah multifaktorial
yang melingkupi unsur genetik dan lingkungan yang dapat mempengaruhi
sel beta dan jaringan seperti jaringan otot, hati, adipose, dan pankreas agar
dapat sensitif terhadap insulin. Mekanisme atau penyebab yang
mengendalikan interaksi pada kedua gangguan tersebut sehingga sampai
saat ini belum dapat diketahui dengan pasti. (Haryono, 2019)
Beberapa faktor yang disebut-sebut sebagai kemungkinan dalam
menghubungkan retensi insulin dan disfungsi sel beta dalam patogenesis
Diabetes melitus tipe 2. Faktor-faktor tersebut ditentukan dari sebagian
besar yang menderita Diabetes melitus tipe 2 yaitu mengalami obesitas,
dengan pusat adipositas viseral. Oleh karena itu, jaringan adiposa
memainkan peran penting dalam patogenesis Diabetes melitus tipe 2.
Meskipun paradigma utama yang digunakan untuk menjelaskan hubungan
in adalah hipotesis portal atau viseral yang memberikan peran kunci dalam
peningkatan konsentrasi asam lemak non esterifikasi.
Ada dua paradigma yang baru muncul setelah paradigma utama ditegakan,
yaitu :
1) Sindrom penyimpanan lemak ektopik atau deposisi trigliserida di otot,
hati da sel pankreas.
2) Jaringan adiposa sebagai hipofisis organ endokrin yang meliputi
sekresi sebagai adipocytokines, yaitu leptin, TNF-alfa, resistin,
adiponektin, yang terlibat dalam resistensi insulin dan kemungkinan
berpengaruh juga terhadap disfungsi sel beta.
Patofisiologi pada Diabetes melitus tipe 2 dirumuskan dalam lima hal
yaitu:

1. Diabetes melitus tipe 2 adalah keadaan dimana pelepasan insulin


berkurang dan terganggunya reseptor insulin dalam jaringan perifer.
2. Deplesi insulin di sel-sel yang dependen insulin mengakibatkan laju
ambilan glukosa pada sel berkurang secara nyata
3. Glikogenesis mengalami peningkatan karena berkurangnya stimulus
metabolisme glukosa, di mana keadaan tersebut menyebabkan
hiperglikemia dan glukosuria.
4. Insulin yang berkurang dapat memicu pelepasan asam-asam lemak
bebas yang tidak dapat dimetabolisme dan dilepaskan dalam bentuk
keton bodies ke dalam darah dan urine.
5. Insulin yang berkurang juga bisa menekan sintesis protein sehingga
terjadi pelepasan asam-asam amino yang akan diubah menjadi glukosa
dan keton dalam hati. (Saputra, 2014)

2.1.5 Manifestasi Klinis


Terdapat trias Diabetes Melitus berikut adalah beberapa gejala umum yang
dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabetes melitus diantaranya :
2.1.5.1 Pengeluaran urin berlebih (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM
dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak
sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui
urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan
urin yang dikeluarkan mengandung glukosa. (Isnaini, N. 2018)
2.1.5.2 Timbul rasa haus (Polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan. (Isnaini, N. 2018)
2.1.5.3 Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa
dalam darah cukup tinggi. (Isnaini, N. 2018)
2.1.5.4 Penyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi. (Isnaini, N.
2018)
2.1.5.5 Gangguan penglihatan
Tingginya kadar gula darah pada penyakit Diabetes mellitus dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan berupa lesi mikrovaskuler pada
retina. Kerusakan yang terjadi pada retina menyebabkan penurunan fungsi
makula yang merupakan bagian dari retina yang banyak terdapat sel sel
fotoreseptor, khususnya sel kerucut. Gangguan penglihatan yang umum
terjadi pada orang dengan Diabetes mellitus seperti retinopati, katarak, dan
glaukoma, ketiganya dipengaruhi oleh tingginya kadar gula darah dalam
tubuh penderita, selain itu gangguan penglihatan dapat terjadi karena
penebalan dan penyempitan pembuluh darah, sehingga nutrisi yang
seharusnya didapat oleh sel sel mata terhambat. (Isnaini, N. 2018)
2.1.5.6 Kelelahan
Kelelahan merupakan perasaan lemas yang luar biasa dan pada orang
dengan Diabetes melitus dapat disebabkan karena faktor fisik seperti
metabolisme yang tinggi dan faktor psikologi seperti depresi dan ansietas.
(Isnaini, N. 2018)
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes melitus di
Indonesia oleh PERKENI (2015), menentukan patokan dalam penyaringan
dan diagnosis Diabetes melitus berdasarkan kadar glukosa darah sebagai
berikut:
2.1.6.1 Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah yang menunjukkan seseorang
mengalami Diabetes melitus adalah apabila kadar glukosa plasma puasa
(110-130 mg/dl), kadar glukosa plasma sewaktu (>200 mg/dl), dan kadar
glukosa plasma 2 jam PP (140-200 mg/dl).
Tabel 2.1. Kadar Glukosa Darah

Diagnosis Glukosa HbA1C (%) Glukosa


Darah Puasa Plasma 2 jam
(mg/dL) setelah
TTGO
(mg/dL)

Normal <100 <5,7 <140

Prediabetes 100-125 5,7- 6,4 140-199

Diabetes ≥126 ≥6,5 ≥200

Sumber : (Perkeni, 2015)

2.1.6.2 Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) HbA1c merupakan


molekul hemoglobin yang memiliki glukosa terikat
pada strukturnya. Prosentase dari rerata kadar gula
darah sebagai indikasi pengontrolan kadar glukosa
darah selama rentang usia sel darah merah atau 2-3
bulan. HbA1c normal adalah ≤ 7 %. (Rosyidah, 2019)
2.1.6.3 C-Peptida C-Peptida merupakan bentuk tidak aktif proinsulin yang
dilepaskan untuk menghasilkan molekul insulin aktif. Pengukuran ini
dilakukan untuk mengetahui kemampuan sel beta dalam memproduksi
insulin, sehingga dapat dibedakan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2. Pada
DM tipe 2, kadar c-peptida umumnya normal atau mengalami
peningkatan. (Rosyidah, 2019)
2.1.7 Penatalaksanaan
Komplikasi diabetes melitus harus dicegah sedini mungkin dengan cara
penatalaksanaan yang tepat. Menurut Perkeni (2015) dalam
pengelolaan/tata laksana diabetes melitus tipe 2, terdapat lima pilar yang
harus dilakukan dengan tepat yaitu 1) edukasi; 2) terapi gizi medis
(perencanaan makan); 3) latihan jasmani; 4) intervensi farmakologis
(pengobatan); dan pemantauan kadar glukosa darah. Lima pilar
pengelolaan diabetes melitus menurut Perkeni (2015) adalah sebagai
berikut :
2.1.7.1 Pendidikan / Edukasi Dalam edukasi, perawat memberikan informasi
kepada pasien yang membutuhkan perawatan diri untuk memastikan
kontinuitas pelayanan dari rumah sakit ke rumah (Potter & Perry, 2009).
Peran perawat sebagai edukator dimana pembelajaran merupakan health
education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat
pencegahan. Perawat harus mampu memberikan edukasi kesehatan dalam
pencegahan penyakit, pemulihan, penyusunan program health education
serta memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. Agar perawat
dapat bertindak sesuai perannya sebagai educator pada pasien dan
keluarga, maka perawat harus memiliki pemahaman terhadap prinsip-
prinsip pengajaran dan pembelajaran. (Arifianto & Suciana, F. 2019).
2.1.7.2 Terapi Gizi Medis Pengelolaan diet pada penderita diabetes melitus sangat
penting. Tujuan dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu
penderita memperbaiki gizi dan untuk mendapatkan kontrol metabolik
yang lebih baik yaitu ditunjukkan pada pengendalian glukosa, lipid dan
tekanan darah. Penatalaksanaan diet bagi penderita diabetes melitus tipe 2
ini merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes melitus secara total.
Penatalaksanaan diet ini meliputi 3 (tiga) hal utama yang harus diketahui
dan dilaksanakan 23 oleh penderita diabetes melitus, yaitu jumlah
makanan, jenis makanan, dan jadwal makan (Perkeni, 2015). Diet diabetes
mellitus adalah pengaturan makanan yang diberikan kepada penderita
diabetes mellitus dimana diet yang dilakukan harus tepat jumlah energi
yang dikonsumsi dalam satu hari, tepat jadwal sesuai 3 kali makan utama
dan 3 kali makanan selingan dengan interval waktu 3 jam antara makan
utama dan makanan selingan serta tepat jenis yaitu menghindari makanan
yang tinggi kalori (Suprihatin, 2012). Kebutuhan kalori sesuai untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Komposisi energi
adalah 45-65% dari karbohidrat, 10-20% dari protein dan 20-25% dari
lemak. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan orang dengan Diabetes mellitus. Diantaranya adalah dengan
memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-
30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan/laktasi, adanya
komplikasi dan berat badan. Cara yang lebih gampang lagi adalah dengan
cara pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300-2500 kalori, normal
1700-2100 kalori dan gemuk 1300-1500 kalori. . (Arifianto & Suciana, F.
2019).
2.1.7.3 Latihan Jasmani / Olahraga Latihan jasmani dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang teratur dapat
menyebabkan kontraksi otot meningkat, sehingga permeabilitas membran
sel terhadap glukosa meningkat dan resistensi insulin berkurang. Ada 43
beberapa latihan 24 jasmani yang disarankan bagi penderita diabetes
melitus, diantaranya: jalan, bersepeda santai, jogging dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani (Klein, 2009). Penyusunan program latihan bagi pasien diabetes
sangat individual sesuai dengan kondisi penyakitnya. Pada pasien dapat
bermanfaat untuk menurunkan kadar gula darah, memperbaiki kontrol
diabetes, meningkatkan fungsi jantung dan pernafasan, menurunkan berat
badan dan meningkatkan kualitas hidup disamping manfaatnya, latihan
olahraga dapat beresiko menimbulkan hipoglikemia dan hiperglikemia
sehingga akan memperburuk kontrol diabetes. . (Arifianto & Suciana, F.
2019).
2.1.7.4 Intervensi Farmakologis Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak
diperlukan suntikan insulin setiap hari. Penderita diabetes melitus tipe 2,
umumnya perlu minum obat antidiabetes secara oral atau tablet. Penderita
diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan
kombinasi suntikan insulin dan tablet (Perkeni, 2015).
2.1.7.4.1 Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Merupakan obat penurun kadar
glukosa pada darah yang diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesi.
Obat penurun glukosa darah bukanlah hormon insulin yang diberikan
secara oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan
kadar glukosa darah. (Arifianto & Suciana, F. 2019).
2.1.7.4.2 Insulin Insulin merupakan basis pengobatan penderita diabetes melitus
tipe I yang harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Beberapa hal 25 yang perlu diperhatikan dalam pemberian insulin
adalah jenis preparat, dosis insulin, waktu dan cara penyuntikan
insulin, serta penyimpanan insulin. (Arifianto & Suciana, F. 2019).
Macam-macam insulin dan cara kerjanya :
Tipe insulin bervariasi tergantung pada seberapa cepat insulin bekerja,
waktu kerja maksimal dan durasi kerja insulin dalam tubuh. Karena
terapi insulin selalu membutuhkan peningkatan dosis dan tidak
nyaman, banyak dokter merekomendasikan penggunaan insulin basal
dengan insulin yang diberikan pada waktu makan saat dibutuhkan.
insulin basal ditujukan untuk menjaga kadar glukosa darah tetap
terkendali selama periode puasa atau tidur.
Terdapat dua jenis insulin basal, yaitu insulin intermediate-acting
(kerja sedang) dan insulin long acting (kerja-panjang). Untuk
menyerupai mekanisme tubuh pasien sehat dalam melepaskan insulin,
insulin bolus (insulin short-acting (kerja singkat) atau rapid-acting
(kerja-cepat)) harus diberikan untuk mencegah peningkatan kadar
glukosa darah setelah makan.
Insulin reguler atau short-acting :
1) Digunakan pada waktu makan
2) Mulai bekerja dalam waktu 30 menit
3) Bekerja maksimal dalam 2 hingga 3 jam
4) Efek bertahan hingga 6 jam
5) Insulin Neutral Protamine Hagedorn (NPH) harus di-resuspensi
(mengaduknya perlahan dengan memutar pen) sebelum digunakan
6) Contoh : Humulin R; Novolin R; dan, untuk pompa insulin,
Velosulin, hanya Humulin R yang tersedia di Indonesia.

Insulin kerja-cepat :

1) Digunakan pada waktu makan


2) Mulai bekerja dalam 15 menit
3) Bekerja maksimal dalam sekitar 1 jam
4) Efeknya bertahan hingga 4 jam
5) Contoh : glulisine, lispro,dan aspart, semua produk belum tersedia
di Indonesia

Insulin kerja-sedang :

1) Digunakan sehari sekali


2) Bekerja maksimal 4 hingga 8 jam setelah injeksi
3) Efeknya bertahan hingga 18 jam
4) Jika diinjeksikan sebelum tidur, insulin akan bekerja maksimal
pada dini hari, yaitu saat insulin
5) paling dibutuhkan
6) Contoh : NPH,Humulin N,dan Novolin N,hanya Humulin N
tersedia di Indonesia

Insulin kerja-panjang :

1) Menurunkan kadar glukosa secara bertahap


2) Efeknya dapat bertahan hingga 24 jam
3) Contoh : detemir (Levemir) dan glargine (Lantus), tersedia di
Indonesia
4) Ultralong-acting insulin
5) Digunakan sehari sekali
6) Efeknya dapat bertahan lebih dari 24 jam
7) Contoh : degludec (Tresiba), belum tersedia di Indonesia

Premixed insulin memiliki kombinasi insulin kerja-sedang dan kerja-


cepat dalam jumlah yang spesifik dalam 1 botol atau pen insulin.
Produk ini, seperti Humulin 70/30, Novolin 70/30, Novolog 70/30,
Humulin 50/50, dan Humalog Mix 75/25, umumnya digunakan 2 atau
3 kali sehari sebelum waktu makan.(Nurul Afifah, 2016)

2.1.7.4.3 Pemantauan Kadar Gula Darah Pemantauan Diabetes Mellitus


merupakan pengendalian kadar gula darah mencapai kondisi senormal
mungkin. Dengan terkendalinya kadar gula darah maka akan terhindar
dari keadaan hiperglikemia atau hipoglikemia serta mencegah
terjadinya komplikasi. Hasil Diabetes Control And Complication Trial
(DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian Diabetes mellitus yang
baik dapat mengurangi komplikasi antara 20-30%. Pasien Diabetes
mellitus bisa memeriksakan gula darah ke tempat pelayanan kesehatan
terdekat atau memiliki alat pemeriksaan sendiri. (Arifianto & Suciana,
F. 2019).
2.1.8 Komplikasi
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
2.1.8.1 Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga
macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa
darah jangka pendek, diantaranya:
2.1.8.1.1 Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada dibawah nilai normal (<80 mg/dL)
yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara makanan yang
dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan .
2.1.8.1.2 Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat
menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis.
2.1.8.1.3 Sindrom HHNK (koma hiperglikemik hiperosmolar non ketotik)
adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl.
2.1.8.2 Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson
(2008) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) diantaranya:
2.1.8.2.1 Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
2.1.8.2.1.1 Kerusakan retina mata (Retinopati) Kerusakan retina mata (Retinopati)
adalah suatu mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil .
2.1.8.2.1.2 Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik) Kerusakan ginjal pada pasien
DM ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200
ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan.
Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
terminal .
2.1.8.2.1.3 Kerusakan saraf (Neuropati diabetik) merupakan komplikasi yang
paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM
mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf.
2.1.8.2.2 Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler) Komplikasi pada
pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke dan risiko
jantung koroner.
2.1.8.2.2.1 Penyakit jantung koroner Komplikasi penyakit jantung koroner pada
pasien DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard
yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau disebut dengan
SMI (Silent Myocardial Infarction).
2.1.8.2.2.2 Penyakit serebrovaskuler Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan
dengan pasien non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala
yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti
adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan
dan bicara pelo.
2.1 Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan dasar yang paling utama, serta
menjadi bagian awal dari sebuah proses keperawatan. Pengkajian
membutuhkan ketelitian dalam bertanya dan mencatat datanya, sebab
dengan mengumpulkan data yang akurat, serta sistematis, akan sangat
membantu untuk menentukan status kesehatan (Haryono, 2019).
Pengkajian adalah dasar mengidentifikasi kebutuhan, respon, dan
masalah individu. (Doenges, 2014). Adapun dasar yang ditemukan pada
klien Diabetes melitus menurut Doenges (2014).
2.2.1.1 Keluhan Utama
Cemas, lelah, anoreksia, mual, muntah, nyéri perut, nafas pasien mungkin
aseton, pernapasan kusmaul, gangguan pada pola tidur, poliuria, polidipsi,
penglihatan kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
2.2.1.2 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat atau faktor risiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4000 gr,
riwayat glukosuria selama stres (kehamiłan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid) , diuretik tiazid,
kontrasepsi oral).
2.2.1.3 Aktivitas/Istirahat
Gejala: lemah, letih sulit bergerak/berjalan, kram otot, otot tonus menurun,
gangguan tidur / istirahat, ataksia.
Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktivitas
2.2.1.4 Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kebas, klaudikasio dan kesemutan pada
ekstremitas
Tanda: ulkus pada kaki, penyembuhan luka yang lama
2.2.1.5 Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih, nyeri saat berkemih, kesulitan berkemih
(ISK), nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urin encer, pucat, kuning, poliuria dapat berkembang menjadi
anuria jika terjadi hipovelemia berat, urin berkabut, bau busuk, perut
keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, serta hiperaktif.
2.2.1.6 Makanan/Cairan
Gejala : nafsu makan, mual / muntah. Tidak mengikuti diet, peningkatan
pemasukan glukosa / karbohidrat, penurunan berat badan.
Tanda: kulit kering / turgor jelek, bersisik, kekakuan dan mudah distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, bau halitosis, nafas aseton
2.2.1.7 Neurosensori
Gejala : kesemutan, kebas, kelemahan otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, gangguan memori, kacau mental,
aktivitas kejang.
2.2.1.8 Tanda-tanda Vital
Tekanan darah tinggi jika dilengkapi hipertensi, pernapasan reguler atau
kah ireguler, adanya bunyi nafas tambahan, frekuensi pernapasan (RR)
normal 16-20x / menit, pernapasan dangkal atau dalam. Denyut nadi
reguler atau ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat atau lemah, suhu
tubuh meningkat terjadi infeksi
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
pengalaman atau respons individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan.
Diagnosis Keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan
keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan yang
optimal (PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan adalah setepat data yang ada karena
ditunjang oleh data terbaru yang dikumpulkan. Diagnosa keperawatan ini
catat bagaimana situasi pasien pada saat itu dan harus mencerminkan
perubahan yang terjadi pada kondisi pasien. Identifikasi masalah dan
penentuan diagnostik yang akurat memberikan dasar untuk memilih
intervensi keperawatan (Doenges, 2014).
Berdasarkan Doenges (2014), diagnosa keperawatan yang muncul
pada klien dengan Diabetes Melitus adalah:
2.2.2.1 Kekurangan voleme cairan dapat dimasukkan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik berlebihan: diare, muntah dan masukan dari: mual,
kacau mental.
2.2.2.2 Perubahan nutrisi: kekurangan dari kebutuhan tubuh dapat melayani
dengan ketidak cukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan
glukosa) oleh jaringan meningkatkan peningkatan protein lemak,
penurunan masukan oral; anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, perubahan kesadaran, status hipermetabolisme: pelepasan
hormon stres (misalnya., epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan),
proses infeksius.
2.2.2.3 Risiko infeksi dapat menyebabkan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi saluran pernafasan yang ada
sebelumnya atau Infeksi Saluran Kemih.
2.2.2.4 Perubahan sensori-perseptual: risiko tinggi dapat melayani perubahan
kimia endogen: ketidak seimbangan glukosa dan / atau elektrolit.
2.2.2.5 Kelelahan dapat memperbaiki produksi metabolik, perubahan kimia
2.2.2.6 Ketidakberdayaan dapat membantu penyakit jangka panjang / progresif
yang tidak dapat diobati, bergantung pada orang lain.
2.2.2.7 Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan dapat melayani dengan kurang pemajanan / mengingat,
kesehatan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
2.2.3 Perencanaan
Perencanaan Perencanaan adalah pengembangan strategi untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi
dalam diagnosa keperawatan. desain perencanaan sejauh mana mana dan
mampu menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Budiono,
2016)
Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang
dimulai setelah data-data yang terkumpul sudah dianalisa. Diagnosa
keperawatan yang disusun di atas. Berikut rencana keperawatan yang
dilakukan pada pasien dengan Diabetes melitus berdasarkan diagnosa yang
telah ditentukan adalah sebagai berikut (PPNI, 2017)
2.2.3.1 Kekurangan volume cairan dapat dihubungkan dengan diuresis osmotic
kehilangan gastrik berlebihan : diare, muntah dan masukan dibatasi: mual,
kacau mental. Kemungkinan dibuktikan oleh
1) Peningkatan haluaran urin
2) Kelemahan; haus, penurunan berat badan tiba-tiba
3) Kulit / membran mukosa kering, turgor kulit jelek
4) Hipotensi, takikardia, pelambatan pengisian kapiler

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:

Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi


perifer dapat diraba , turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Rencana Tindakan:

1) Dapatkan riwayat pasien / orang terdekat dengan intensitas. Dari


gejala seperti muntah, pengeluaran urin yang sangat berlebihan.
Rasional: Mendukung perkiraan volume total. Tanda dan gejala
mungkin sudah ada pada beberapa waktu sebelumnya (beberapa jam
sampai beberapa hari). Proses adanya infeksi mengakibatkan krisis
dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan udara tidak kasat
mata.
2) Pantau tanda-tanda vital, nadi tidak teratur dan adanya perubahan TD
ortostatik. Rasional: Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat
dibuat ketika tekanan darah pasien turun lebih dari 10 mmHg dari
posisi berbaring ke posisi duduk / berdiri. Catatan: neuropati jantung
dapat memutuskan refleks-refleks yang secara normal meningkatkan
denyut jantung.
3) Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul.
Rasional: Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan
yang memberikan kompensasi kompensasi terhadap keadaan
ketoasidosis. Pernafasan yang berhubungan aseton yang berhubungan
asam asetoasetat dan harus berkurang dan harus berkurang bila ketosis
harus terkoreksi.
4) Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas.
Rasional: Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola
dan frekuensi pernafasan dilanjutkan normal. Tetapi peningkatan kerja
pernapasan; pernapasan dangkal, pernapasan cepat; dan korban
sianosis mungkin merupakan indikasi dari korban jiwa dan mungkin
pasien itu hilang kemampuannya untuk melakukan kompensasi pada
asidosis.
5) Suhu, warna kulit atau kelembabannya.
Rasional: Meskipun demam, menggigil dan diauresis merupakan hal
umum yang terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang
kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau sirkulasi
volume yang adekuat.
7) Pantau input dan output.
Rasional: perkiraan perkiraan kebutulan akan cairan, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
8) Pertahankan memberi cairan paling sedikit 2500 ml / hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung.
Rasional: Mempertahankan hidrasi / sirkulasi volume
9) Tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman.
Selimuti pasien dengan selimut tipis.
Rasional: Menghindari yang berlebihan terhadap pasien akan
kehilangan cairan.
10) Kaji adanya perubahan mental / sensori.
Rasional: Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang
tinggi atau yang rendah (hiperglikemia atau hipoglikemia), dan
berkembangnya hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan
kesadaran dapat menjadi predisposisi (pencetus) aspirasi pada pasien.
11) Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung. Kekurangan
cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering kali
akan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan
cairan atau elektrolit.
12) Observasi yang meningkat yang meningkat, edema, peningkatan berat
badan, Rasional: Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat
mungkin sangat menìmbulkan kelebihan cairan.
13) Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dekstrosa
Rasional: Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respon pasien secara individu.
14) Berikan albumin, plasma atau dekstran.
Rasional: Kadang ekspander plasma dibutuhkan jika kekurangan
tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat
kembali normal dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15) Pasang pertahankan kateter urine tetap terpasang.
Rasional: Memberikan pengukuran yang tepat / akurat terhadap
pengukuran haluaran urin, terutama jika neuropati otonom mengalami
gangguan kandung kemih (retensi urin / inkotinensia urin). 16) Pantau
pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K), Rasional: Mengkaji
tingkat hidrasi, kerusakan sel, hiperglikemia, dehidrasi, hiperkalemia
2.2.3.2 Perubahan nutrisi: kekurangan dari kebutuhan tubuh dapat melayani
dengan ketidak cukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan
glukosa) oleh jaringan meningkatkan peningkatan protein lemak,
penurunan masukan oral; anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, perubahan kesadaran, status hipermetabolisme: pelepasan
hormon stres (misalnya., epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan),
proses infeksius.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
1) Melaporkan masukan makanan tak adekuat, kurangnya minat pada
makanan
2) Penurunan berat badan; kelemahan, demam, tonus otot buruk
3) Diare

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:

1) Merencana jumlah kalori / nutrisi yang tepat


2) Menunjukkan tingkat energi biasanya
3) Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan arah arah
biasanya yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.

Rencana Tindakan:

1) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.


Rasional: Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk
absorpsi dan utilisasinya)
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan keadaan
puasa sesuai dengan indikasi. Rasional: Hiperkalemia dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas /
fungsi lambung.
4) Berikan makanan cairan yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.
Rasional: Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien
sadar fungsi gastrointestinal dengan baik.
5) Identifikasi makanan yang disukai / dikehendaki termasuk kebutuhan
etnik / budaya. Rasional: Jika makanan yang masuk pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
6) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai dengan
indikasi.
Rasional: Meningkatkan rasa interaksi: memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
7) Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.
Rasional: Karena karbohidrat mulai akibat metabolisme terjadi akan
berkurang, dan sementara, tetap diberikan insulin maka hipoglikemia
dapat terjadi. Jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia yang
mungkin terjadi tanpa perubahan tingkat kesadaran. Secara potensial
hal ini dapat mengancam kehidupan yang harus dikaji dan bertindak
cepat melalui tindakan protokol yang direncanakan. DM tipe yang
telah berlangsung lama mungkin tidak akan menunjukkan tanda-tanda
hipoglikemia seperti biasanya karena respons normal terhadap gula
darah yang rendah mungkin.
8) Kolaborasi dalam melakukan pemeriksaan gula darah dengan
menggunakan "finger stick".
Rasional: Untuk melihat fluktuasi kadar gula darah.
9) Pemeriksaan pemeriksaan laboratorium seperti gula darah, aseton, pH
Rasional: Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian
cairan dan terapi insulin terkontrol. Dengan pemberian insulin, dosis
optimal, glukosa kemudian dapat masuk ke dalam sel dan digunakan
untuk sumber kalori. Ketika hal ini terjadi, kadar aseton akan menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.
10) Kolaborasi mempersembahkan pengobatan insulin.
Rasional: Insulin reguler memiliki awitan cepat dan indah dengan
cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
11) Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setengah salin
normal.
Rasional: Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan
membawa darah kira-kira 250 mg / dl. Dengan metabolisme
karbohidrat normal, perawatan harus diberikan untuk membuat
hipoglikemia.
12) Kolaborasi dengan ahli diet.
Rasional: Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan menghasilkan
diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
13) Berikan diet kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein dan 20% lemak
dalam penataan makan / mempersembahkan makanan tambahan.
Rasional: Kompleks karbohidrat (seperti jagung, wortel, brokoli,
buncis, gandum) menurunkan kadar gula / kebutuhan insulin,
menurunkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan rasa kenyang.
Pemasukan makanan akan sesuai kebutuhan insulin yang spesifik
(misal efek puncaknya) dan respon pasien secara individu.
Catatan: makanan tambahan dan kompleks karbohidrat terutama sangat
penting (jika insulin diberikan dalam dosis terbagi) untuk mencegah
hipoglikemia selama tidur dan potensi respons Somogyi.
14) Berikan obat metoclopramide (reglan), tetrasiklin.
Rasional: Dapat bermanfaat dalam mengatasi gejala yang
berhubungan dengan neuropati otonom yang mempengaruhi saluran
cerna, yang selanjutnya meningkatkan pemasukan melalui oral dan
absorpsi makanan (nutrisi)
2.2.3.3 Risiko infeksi dapat menyebabkan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi saluran pernafasan yang ada
sebelumnya atau Infeksi Saluran Kemih.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko
infeksi
2) Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah
pengelolaan infeksi.

Rencana Tindakan:

1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan


Rasional: Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang berhubungan dengan klien.
Rasional: Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional: Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Pasang kateter / lakukan perineal dengan baik.
Rasional: risiko risiko infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit yang teratur dan sungguh-sungguh, masase,
jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang.
Rasional: Sirkulasi perifer bisa tidak terganggu yang menempatkan
pasien pada peningkatan kerusakan kerusakan pada kulit dan infeksi.
6) Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Ronkhi mengindikasikan adanya akumulasi sekret yang
mungkin berhubungan dengan pneumonia, bronkhitis. Edema paru
mungkin sebagai akibat dari pemberian cairan yang berlebihan atau
GJK
7) Pasien pada posisi semi-fowler.
Rasional: memberikan bagi bagi paru untuk berkembang; mengalami
risiko kejadian aspirasi.
8) Lakukan perubahan cara dan anjurkan pasien untuk batuk efektif /
napas dalam jika pasien sadar jika pasien tidak sadar dan kooperatif.
Lakukan penghisapan lendir pada jalan napas dengan menggunakan
teknik steril atau secret yang lainnya.
Rasional: Membantu dalam pemeriksaan semua daerah paru dan
memobilisasi sekret. Mencegah agar sekret tidak statis dengan
peningkatan risiko terhadap risiko infeksi.
9) Berikan tisu dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau
untuk penampungan dahak atau sekret yang lainnya.
Rasional: membatasi penyebaran infeksi.
10) Bantu pasien untuk melakukan hygiene oral.
Rasional: Menurunkan risiko kejadian penyakit mulut / gusi.
11) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.
Rasional: Menurunkan kemungkinan kejadian infeksi.
12) Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional: Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya
sepsis.
2.2.3.4 Perubahan sensori-perseptual: risiko tinggi dapat melayani perubahan
kimia endogen: ketidak seimbangan glukosa dan / atau elektrolit.
Kemungkinan dibuktikan oleh tidak dapat diterapkan; ada tanda- tanda
dan gejala-gejala membuat diagnosis sebenarnya
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:
1) Mempertahankan tingkat mental biasanya.
2) Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.

Rencana Tindakan:

1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.


Rasional: sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal.
2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang dan waktu. Berikan
penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan dan jelas.
Rasional: Menurunkan kebingungan dan membantu untuk
mempertahankan kontak dengan realitas.
3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu
istirahat pasien.
Rasional: Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat
memperbaiki daya pikir.
4) Pelihara aktivitas rutin pasien konsisten mungkin, dorong pasien yang
melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.
Rasional: Membantu meningkatkan pasien tetap berhubungan dengan
kenyataan dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya
5) Melindungi pasien dari cedera (gunakan pengikat) ketika tingkat
kesadaran pasien tidak terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar
tempat tidur dan berikan jalan napas buatan yang lunak jika
kemungkinan pasien mengalami kejang
Rasional: Pasien mengalami disorientasi merupakan awal
kemungkinan timbulnya cedera, terutama malam hari dan perlu
pencegahan sesuai indikasi. Munculnya kejang perlu diantisipasi
untuk mencegah trauma fisik, aspirasi dan sebagainya.
6) Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.
Rasional: Edema / lepasnya retina, hemoragis, katarak atau paralisis
otot ekstraokuler sementara penglihatan yang memerlukan terapi
korektif dan atau perawatan penyokong.
7) Selidiki keluhan keluhan parestesia, nyeri atau Kehilangan sensori
pada paha atau kaki, lihat adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-
tempat tertekan, Kehilangan denyut nadi perifer.
Rasional: Neuropati perifer dapat menyebabkan rasa tidak nyaman
yang berat, sensasi sensasi gangguan yang berdampak tinggi terhadap
kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
8) Berikan tempat tidur yang lembut.
Rasional: Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan
kerusakan kulit karena panas.
9) Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
Rasional: Meningkatkan keamanan pasien, terutama ketika rasa dapat
dibangun.
10) Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan untuk
mengatasi sesuai indikasi.
Rasional: Gangguan dalam proses pikir / potensi terhadap aktivitas
kejang hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
11) Pantau nilai laboratorium.
Rasional: Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan
fungsi mental.
12) Membantu dengan memblok saraf setempat, mempertahankan unit
TENS.
Rasional: Dapat memberikan rasa nyaman yang berhubungan dengan
neuropati.
13) Motivasi klien untuk menggunakan alat bantu atau penyanggah tubuh
ketika berjalan.
Rasional: Meningkatkan keamanan pasien, terutama ketika rasa dapat
dibangun
2.2.3.5 Kelelahan dapat memperbaiki produksi metabolik, perubahan kimia
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Mengurangi energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk
mempertahankan rutinitas biasanya, penurunan kinerja, kecenderungan
kecelakaan.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mengungkapkan peningkatan energi


2) Perbaikan kemampuan untuk menilai dalam aktivitas yang diinginkan.

Rencana Tindakan:

1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas


Rasional: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa
diganggu
Rasional: Mencegah yang berlebihan.
3) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum /
sesudah melakukan aktivitas
Rasional: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis.
4) Diskusikan cara memberi kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya. Rasional: Pasien akan dapat melakukan lebih banyak
kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap
kegiatan.
5) Tingkatkan Partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional: Meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif
sesuai aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
2.2.3.6 Ketidakberdayaan dapat membantu penyakit jangka panjang / progresif
yang tidak dapat diobati, bergantung pada orang lain.
Kemungkinan dibuktikan:
1) Penolakan untuk mengekspresikan perasaan sebenarnya.
2) Apatis, menarik diri, marah.
3) Tidak peduli kemajuan, tidak memperhitungkan dalam perawatan /
pembuatan keputusan
4) Penekanan terhadap penyimpangan / komplikasi fisik pasien dalam
aturan

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mengakui perasaan putus asa


2) Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara
mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.

Rencana Tindakan:

1) Anjurkan pasien / keluarga untuk mengekspresikan perasaanya tentang


perawatan di rumah sait dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional: Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara
pengelolaan masalah.
2) Akui normalitas dari perasaan
Rasional: Pengenalan bahwa reaksi normal dapat membantu pasien
untuk memecahkan masalah dan mencari bantuan sesuai kebutuhan.
3) Kaji bagaimana pasien telah menerima penderitaan di masa lalu.
Rasional: Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan
kebutuhan terhadap tujuan penanganan.
4) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya, seperti ambulasi, waktu beraktivitas, dan seterusnya.
Rasional: Mengkomunikasikan pada pasien bahwa pengalihan dapat
meningkatkan pada saat perawatan dilakukan.
5) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut serta serta dalam perawatan
diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang
berhubungan.
Rasional: Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
2.2.3.7 Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan dapat melayani dengan kurang pemajanan / mengingat,
kesehatan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
Kemungkinan dibuktikan oleh:
1) Pertanyaan / meminta informasi, mengungkapkan masalah.
2) Ketidakakuratan yang mengikuti perkembangan, komplikasi yang
dapat dicegah.

Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan:

1) Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.


2) Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala dengan proses penyakit dan
gejala gejala penyakit.
3) Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan
rasional tindakan
4) Melakukan perubahan gaya hidup dan mengikuti program

Rencana Tindakan:
1) Menciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan
penuh perhatian, dan selalu ada untuk pasien.
Rasional: Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum
pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan yang diharapkan.
Rasional: Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusiasme
dan kerja sama pasien dengan prinsip-prinsip yang mempelajari.
3) Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik yang memerlukan
keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang.
Rasional: Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses
informasi meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar.
4) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan
cara untuk melakukan makan diluar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol akan membantu
pasien dalam merencanakan program makan mentaati.
5) Diskusikan tentang rasionalitas kejadian serangan ketoasidosis
Rasional: Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk
menghindari kambuhnya serangan keluar.
6) Diskusikan tentang komplikasi penyakit akut dan kronis gangguan
penglihatan (retinopati), perubahan dalam neurosensori dan
kardiovaskuler, perubahan fungsi ginjal / hipertensi.
Rasional: Kesadaran tentang apa yang terjadi membantu pasien untuk
lebih konsisten terhadap perawatannya dan mencegah / mengurangi
komplikasi tersebut.
7) Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan
jari stik dan beri kesempatan pasien untuk mendemonstrasikannya
kembali. Intruksikan pasien untuk pemeriksaan keton urinenya jika
glukosa darah lebih tinggi dari 250 mg / dl. Rasional: pemeriksaan
gula darah diri sendiri 4 kali atau lebih dalam setiap harinya yang
mendukung perawatan diri. Meningkatkan kontrol kadar gula dengan
lebih ketat (misalnya 60-150 mg / dl) dapat mencegah / mengurangi
perkembangan komplikasi jangka panjang
8) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan
cara untuk melakukan makan di luar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu
pasien dalam merencanakan absorpsi glukosa yang akan menurunkan
kadar fluktuasi gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada saluran cerna, meningkat dan mempengaruhi
absorpsi vitamin / mineral.
9) Tinjau ulang program pengobatan termasuk awitan, puncak, dan dosis
insulin yang diresepkan, bila tak terkalahkan dengan pasien atau
keluarga.
Rasional: Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat
meningkatkan penggunaan yang tepat. Algoritma dosis dibuat, yang
masuk dalam perhitungan dosis obat yang dibuat selama evaluasi
rawat inap: jumlah dan jadwal aktivitas fisik biasanya, perencanaan
makan. Dengan melibatkan orang terdekat / sumber untuk pasien.
10) Tinjau kembali mempersembahkan insulin oleh pasien sendiri dan
perawatan terhadap peralatan yang digunakan. Berikan kesempatan
pada pasien untuk mendemonstrasikan prosedur tersebut (misalnya
menentukan daerah penyuntikan dan cara menyuntik atau
menggunakan alat suntik pompa kontinu)
Rasional: Mengidentifikasi pemahaman dan kebenaran dari prosedur
atau masalah yang potensial dapat terjadi (seperti penglihatan, daya
ingat dan sebagainya) sehingga solusi alternatif dapat ditentukan
untuk pemberian insulin tersebut.
11) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap
hari, waktu dan dosis obat, aktivitas perasaan dan peristiwa dalam
hidup.
Rasional: Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari
keadaan pasien untuk melakukan kontrol penyakitnya dengan lebih
baik dan meningkatkan perawatan din / kemandiriannya.
12) Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM
tersebut, seperti latihan aerobik versus isometrik, stres, pembedahan
dan penyakit tertentu.
Rasional: Informasi ini akan meningkatkan pengendalian DM dan
dapat menurunkan pemberitaan kejadian ketoasidosis. Latihan aerobik
meningkatkan keefektifan penggunaan insulin yang menurunkan kadar
gula darah dan pengawasan sistem kardiovaskuler.
13) Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin. Anjurkan
pasien untuk merokok.
Rasional: Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil dan absorpsi
insulin diperlambat selama pembuluh darah ini yang mengalami
konstriksi. Catatan: penyerapan insulin dapat diturunkan sampai batas
30% di bawah normal dalam 30 menit pertama setelah merokok.
14) Buat jadwal latihan / aktivitas yang teratur dan koneksi hubungan
dengan penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian.
Rasional: Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan
kerja puncak insulin. Makanan kudapan harus diberikan sebelum atau
selama latihan sesuai kebutuhan dan rotasi harus menghindari
kelompok otot yang akan digunakan untuk aktivitas (misalnya daerah
perut lebih dipilih paha atau lengan sebelum melakukan jogging atau
berenang) untuk mencegah percepatan ambilan insulin.
15) Identifikasi gejala hipoglikemia (misalnya lemah, pusing, pusing,
letargi, lapar, peka rangsang, diaforesis, pucat, takikardia, tromor, sakit
kepala, dan perubahan mental) dan jelaskan penyebabnya.
Rasional: Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan
mencegah / mengurangi kejadiannya. Catatan: Hiperglikemia saat
bangun tidur dapat mencermikan fenomena fujar (indikasi perlunya
insuin tambahan) atau respons balik pada hipoglikemia selama tidur
(efek Somogyi) yang memerlukan penurunan dosis insulin atau
perubahan perubahan diet (misalnya mempersembahkan makanan
kudapan pada malam hari). Pemeriksaan kadar gula darah pada jam 3
pagi membantu dalam mengidentifikasi masalah spesifik.
16) Instruksikan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki tersebut.
Demonstrasikan cara pemeriksaan kaki tersebut; inspeksi sepatu yang
ketat dan perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk.
Anjurkan penggunaan stoking dengan bahan serat alamiah.
Rasional: Mencegah / mengurangi komplikasi yang berhubungan
dengan neuropati perifer dan / atau gangguan sirkulasi terutama
selulitis, gangren dan amputasi.
17) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada
pasien yang telah mengalami DM tipe I selama 5 tahun atau lebih.
Rasional: Perubahan dalam penglihatan dapat terjadi secara perlahan
dan lebih sering pada pasien yang jarang mengontrol DM. Masalah
yang mungkin terjadi termasuk perubahan dalam ketajaman
penglihatan dan mungkin berkembang kearah retinopati dan kebutaan.
18) Susun alat bantu penglihatan ketika diperlukan, misalnya skala garis
skala pada jarum insulin, pengukuran yang mengukur pengukuran
darah sekali sentuh.
Rasional: Alat buntu adaptif telah dikembangkan selama 5 tahun
terakhir untuk membantu orang yang mengalami gangguan
penglihatan DM-nya sendiri dengan lebih efektif.
19) Tekankan pentingnya penggunaan gelang bertanda khusus.
Rasional: Dapat mempercepat masuk ke dalam pusat-pusat sistem
kesehatan dan perawatan yang sesuai dengan akibat komplikasi yang
lebih kecil pada keadaan darurat.
20) Rekomendasīkan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual
bebas tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan / tidak boleh memakai
obat tanpa resep.
Rasional: Produktivitas mungkin mengandung gula atau A dengan
obat-obat yang diresepkan.
21) Diskusikan pentingnya melakukan evaluasi secara teratur dan
menjawab pertanyaan pasien / orang terdekat.
Rasional: Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih
ketat dan mencegah eksaserbasi DM, menurunkan perkembangan
komplikasi sistemik.
22) Lihat gejala gejala yang memerlukan evaluasi medis, seperti gejala
demam, gejala flu, urin keruh / berwarna pekat, nyeri saluran kemih,
penyembuhan penyakit yang lama, perubahan sensori (nyeri nyeri /
kesemutan) pada ekstremitas bawah, perubahan kadar gula gula darah
dan kecerdasan keton pada urin.
Rasional: Intervensi segera dapat mencegah perkembangan
komplikasi yang lebih serius atau komplikasi yang mengancam
kehidupan.
23) Demonstrasikan teknik penanganan stres, seperti latihan napas dalam,
bimbingan, kemudahan teknologi.
Rasional: Meningkatkan pengendalian dan pengendalian stres yang
dapat membantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan
glukosa.
24) Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada.
Rasional: Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang
perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri
2.2.4 Implementasi
Implementasi / pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah anda terapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan
juga termasuk menilai data berkelanjutan, mengobservasi respons selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Budiono,
2016)
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
anda buat pada tahap perencanaan (Budiono, 2016).
BAB 3

LAPORAN KASUS

Dalam bab ini membahas mengenai hasil pelaksanaan Asuhan Keperawatan


pada Klien Tn. A dengan Gangguan Sistem Endokrin “Diabetes Melitus tipe 2”
yang dirawat di Ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan dari tanggal 15
April 2021 sampai 16 April 2021. Pada pelaksanaan Asuhan Keperawatan terdiri
dari lima tahap yaitu pengkajian, perumusan masalah, diagnosis keperawatan,
perencanaan tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.

3.1 Pengkajian
Pengkajian ini penulis mengumpulkan data dari klien, keluarga klien,
perawat ruangan, dokter dan catatan medik Tn.A dengan Diabetes melitus
tipe 2 yang dirawat di Ruangan Cemara Rumah Sakit Umum Kota
Tarakan serta dengan melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada
Tn. A di lakukan observasi langsung pada tanggal 15 April sampai 16
April 2021.
3.1.1 Identitas Klien
Nama klien Tn.A umur 58 tahun, jenis kelamin laki-laki, beragama
Kristen Protestan, sudah menikah, pendidikan terakhir SLTA,
pekerjaan pensiunan, klien tinggal di Jl. Jendral Sudirman No.41,
tanggal masuk Rumah Sakit 12 April 2021, tanggal pengkajian 15
April 2021 dengan diagnosa Diabetes Melitus tipe 2, klien di rawat di
ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan.
Identitas Penanggung jawab terhadap klien Ny.E umur 50 tahun, jenis
kelamin perempuan, status dengan klien sebagai istri klien, beragama
kristen, pendidikan terakhir SLTA, bekerja sebagai ibu rumah tangga
dan alamat Jl. Jendral Sudirman no 41.
3.1.2 Alasan Masuk Rumah Sakit
Keluarga klien mengatakan sebelumnya ingin data ke poli bedah untuk
melakukan kontrol rutin terkait luka pada kakinya, sebelum sampai ke
poli bedah klien langsung dibawa ke IGD dikarenakan klien
mengatakan merasa lemas dan pusing.
3.1.3 Keluhan Utama
Klien mengatakan Nyeri pada kedua ekstremitas bawah. Klien
mengatakan nyeri luka post opp debridement ke 3 hari kedua.
3.1.4 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 12 April 2021 hari Senin klien diantar Istrinya ke Igd
RSUKT dengan keluhan keluarga klien mengatakan klien lemas
dari subuh dan nyeri dibagian kedua kaki sulit untuk digerakan,
klien mengatakan nafsu makan berkurang. GDS serial 176 mg/dL
dan GDS lab 160 mg/dL. Pada jam 11 klien diantar diruang rawat
inap.
Pada saat pengkajian : Kamis 15 April 2021
Klien mengatakan nyeri luka post op debridement ke 3 di kaki
kirinya, Klien mengatakan lokasi nyerinya dari betis hingga ke
ujung kaki tampak adanya luka balutan di kedua kaki klien. Klien
mengatakan tidak bisa duduk, klien tampak gelisah, Klien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, durasi nyerinya ± 1 menit,
klien mengatakan nyeri hilang timbul, klien mengatakan skala
nyeri 4, klien mengatakan nyeri bertambah ketika menggerakan
kedua kaki dan berkurang ketika tidak menggerakan kakinya.
Klien tampak meringis dan gelisah. Klien tampak lemas dan lesu.
Klien mengatakan batuk sejak dari pagi klien tampak cegukan dan
klien mengatakan sesak dan menggunakan nasal kanul 4 lpm.
Klien tampak berkeringat dan klien tampak menguap.
b. Riwayat Penyakit yang lalu
Klien mengatakan sebelumnya pernah dioperasi katarak 2 kali
tahun 2017 dan 2020. Klien mengatakan memiliki riwayat diabetes
mellitus sejak tahun 2009 dan kaki klien mulai luka pada tahun
pertengahan 2020, klien mengatakan rutin suntik insulin novorapid
8 unit dan levemir 14 unit.
Klien mengatakan awal mula luka dikakinya di sebelah kanan
karena adanya luka kecil lalu kaki kirinya. Lukanya semakin besar
kemudian pada awal tahun 2021 dibulan Januari tengah klien
melakukan operasi pertama dikaki kanannya dan akhir Januari
klien melakukan operasi debridement kedua nya dikaki kirinya.
Keluarga klien mengatakan klien sering masuk rumah sakit karena
pasien lemas.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan memiliki penyakit Dm keturunan dari ibunya
dan Saudara klien juga memiliki penyakit yang sama dan sudah
meninggal.
d. Genogram

X X X X

X X ? ? X X ? ? ?

? ? 56 ? X ? X

Keterangan :

56 : Pasien

: Perempuan

: Laki-laki
X : Meninggal
? : Umur tidak diketahui
Kesimpulan :

1. Klien berada di garis keturunan generasi ketiga


2. Klien anak ketiga dari tujuh bersaudara
3. Orang tua klien sudah meninggal ayahnya karena umur dan
ibunya karena penyakit Dm.
4. Mempunyai penyakit Degenatif klien memiliki penyakit
DM keturunan dari ibunya, klien tidak memiliki keluarga
klien yang memiliki riwayat hipertensi, asma dan tidak ada
keluarga klien yang mengalami penyakit TBC Hanya ibu
klien yang memiliki riwayat Diabetes Melitus
5. Tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami atau
riwayat penyakit gangguan kejiwaan.
3.1.5 Riwayat Psikososial
Sebelum sakit :
Klien mengatakan keadaannya baik dan dan tidak ada masalah apapun.
Klien mengatakan tinggal bersama istri dan anaknya. Klien
mengatakan hubungan dengan keluarga harmonis dan dalam keluarga
yang mengambil keputusan adalah orang tua. Klien mengatakan
kondisi ekonomi saat ini sangat cukup, hubungan klien dengan
tetangga juga baik dan klien sering mengikuti kegiatan
kemasyarakatan yang ada di sekitar tempat tinggalnya
Saat sakit :
Klien mengatakan sekarang merasa kurang nyaman dengan
penyakitnya. Klien mengatakan ingin segera sembuh klien mengatakan
merasa capek masuk rumah sakit terus menerus.
3.1.6 Riwayat Spritual
Klien mengatakan sebelum sakit rutin pergi ibadah ke gereja dan yakin
dengan kepercayaan yang dianut dan klien mengatakan sering
mengikuti kegiatan keagamaan.
Sekarang saat sakit klien mengatakan sudah tidak bisa lagi peri
beribadah ke gereja klien mengatakan hanya beribadah dirumah saja
dan klien sudah tidak bisa mengikuti kegiatan keagamaan.
3.1.7 Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi
Sebelum Sakit :
Klien mengatakan selera makannya baik, menu makan seperti nasi,
lauk pauk, serta sayur, frekuensi makan 3 kami sehari, makanan
yag disukai sate kambing, tidak ada makanan pantangan dan ritual
saat makan adalah berdoa dan cuci tangan
Saat ini :
Klien mengatakan selera makannya baik, menu makan bubur beras
merah dan lauk pauk, frekuensi makan 3 kali sehari, klien
mengatakan tidak ada makanan pantangan dan ritual saat makan
adalah berdoa dan cuci tangan
b. Cairan
Sebelum Sakit :
Klien mengatakan minum air putih dan kopi. Klien mengatakan
sehari dapat mengkonsumsi air putih sekitar 1,5 liter dengan cara
pemenuhannya melalui oral.
Saat ini :
Klien mengatakan minum air putih saja sekitar 1 liter dan juga
klien tampak terpasang infus dengan cairan Ns 500 ml 20 tpm dan
klien mengatakan sering merasa haus.
c. Eliminasi (BAK & BAB)
Sebelum Sakit :
Klien mengatakan untuk tempat BAB & BAK di toilet atau WC
dengan frekuensi waktu BAB 1 kali sehari dan BAK 5 – 6 kali
sehari, konsistensi BAB yaitu padat, berwarna cokelat sedangkan
BAK konsistensinya berwarna jernih dan tidak berbau, tidak ada
kesulitan BAK dan BAB, tidak memakai obat pencahar.
Saat ini :
Klien mengatakan belum ada BAB semenjak setelah melakukan
operasi setelah 2 hari di rawat dan klien mengatakan BAK
menggunakan pispot 5 – 6 kali
d. Istirahat Tidur
Sebelum sakit :
Klien mengatakan saat di rumah pada siang hari klien tidur 1-2 jam
dan pada malam hari klien tidur pukul 11 malam dan bangun pukul
5 pagi, pola tidur klien teratur, dan ketika terbangun dapat tidur
kembali, kebiasaan sebelum tidur klien berdoa, klien mengatakan
tidak ada kesulitan tidur.
Saat ini :
Klien mengatakan pada siang hari klien mengatakan tidak bisa
tertidur karena nyeri klien hanya terpejam tetapi masih terjaga dan
pada malam hari klien hanya tidur ±4-5 jam saja sering terbangun
dan sulit untuk tidur kembali dikarenan nyeri pada kaki klien.
Klien lemah dan lesu, klien tampak menguap.
e. Olahraga
Sebelum Sakit :
Klien mengatakan sering berolahraga karete ketika masih sehat
Saat klien :
Klien mengatakan tidak bisa berolahraga karena luka pada kakinya
f. Personal Hygiene
Sebelum Sakit :
Klien mengatakan selama di rumah mandi 2 kali sehari dengan
cara mandi di kamar mandi, cuci rambut sekali sehari, gunting
kuku seminggu sekali, gosok gigi 2 kali sehari tanpa bantuan.
Saat ini :
Klien mengatakan hanya di seka – seka dan dengan bantuan
keluarga, tidak pernh cuci rambut dan sikat gigi 2 kali sehari.
g. Aktivitas /Mobilitas Fisik
Sebelum Sakit :
Klien mengatakan aktivitas dilakukan secara mandiri.
Saat Ini :
Klien mengatakan nyeri saat bergerak, klien mengatakan belum
bisa duduk, klien mengatakan saat sakit segala aktivitas dibantu
oleh keluarga.
h. Rekreasi
Sebelum sakit :
Klien mengatakan jika ada hari libur maka klien akan rekreasi
bersama keluarga
Saat ini :
Klien mengatakan tidak pernah rekreasi

3.1.8 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum
Composmentis : Klien tampak lemah
b. Tanda-tanda vital
Suhu : 37,1 oC
Nadi : 105 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Tekanan Darah : 127/75 mmHg
Spo2 : 97%
c. Antropometri
TB : 165 cm IMT : 18,36
BB : 50 kg
d. Sistem Pernafasan
Hidung : Simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung,tidak
ada polip, tidak ada secret, tidak ada epistaksis, membran mukosa
tampak kering dan terpasang nasal kanul 4 lpm
Leher : Tidak pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
peningkatan JVP, tidak ada tumor dan reflek menelan bagus.
Dada
- Inspeksi
Bentuk dada klien tampak simetris, tidak adanya bekas luka,
gerakan dinding dada tampak simetris kiri dan kanan, dan
adanya retraksi dinding dada
- Palpasi
Tidak adanya nyeri tekan dan tidak terdapat pembengkakan
- Perkusi
Terdengar suara Paru sonor dan suara Jantung redup
- Auskultasi
Suara jantung ICS 1&2 S1 lup dan ICS 4&5 S2 dup ics 4 dan
5, suara nafas vesikuler dan Tidak adanya suara nafas
tambahan
e. Sistem Kardiovaskuler
Conjungtiva : Anemis
Bibir : Tampak kering dan membran mukosa
kering
Arteri carotis : Teraba lemah
Ukuran jantung : Normal, ictus cordis teraba lemah
Bunyi jantung : : ICS 2&3 S1 lup dan S2 dup ICS 4&5
Capillary refilling time : < 3 detik

f. Sistem Pencernaan
Sklera :Tidak ikterik
Bibir : Tampak kering
Mulut :Kemampuan menelan baik,
Gaster :Tidak ada nyeri, Bising usus normal (15 x/menit)
Abdomen :Bunyi timpani dan tidak ada pembesaran hati
Anus :Tidak ada hemoroid
g. Sistem penginderaan
Mata : Kelopak mata simetris kiri dan kanan,
terdapat bulu mata dan alis merata, klien dapat membaca dengan
baik menggunakan kacamata
Hidung : Tampak terpasang nasal kasul 4
lpm
Fungsi penciuman : Klien dapat mencium bau dengan
baik dapat membeda aroma parfum dan minyak kayu putih.
Polip : Tidak ada
Deviasi septum : Tidak
Secret : Tidak ada
Silia : Ada
Telinga : Tampak simetris kiri dan kanan
tidak ada serumen.
Keadaan daun telinga : Terdapat serumen
Fungsi pendengaran : Dapat mendengar dengan baik
Tes fungsi pendengaran : Berfungsi dengan baik
h. Sistem Persarafan
i. Fungsi cerebral : Klien dapat mengingat dengan baik
Tingkat kesadaran : Kesadaran : composmentis
(E4V5M6) GCS : 15
Eye :4
Verbal:5
Motorik :6
ii. Fungsi cranial :

N.I (Olfaktorius) : Klien dapat membedakan bau minyak


kayu putih.

N.II (Optikus) : Klien dapat membaca menggunakan kaca


mata dengan jarak 30cm

N.III (Okulamotorius) : Pupil klien isokor

N.IV (Trokhlearis) : Klien dapat menggerakkan bola mata


ke atas, bawah, kiri dan kanan

N.V (Trigeminus) : Klien dapat membca menggunakan


kaca mata
N.VI (Abdusen) : Klien dapat merespon terhadap sentuhan
halus. Terdapat reaksi terhadap cahaya.

N.VII : Klien dapat mengangkat alis, klien dapat


memejamkan mata, klien dapat mengkerutkan dahi

N. VIII (Vistibulokoklhlearis) : Klien dapat mendengarkan


detak jam tangan, klien tidak dapat berjalan dikarenakan
terdapat luka dikaki klien dan kondisi klien sangat lemah.

N.IX, N.X (Glosofaringeus dan Vagus) : Klien dapat


menelan dengan baik

N.XI (Asesorius) : Klien dapat mengangkat bahu dengan


baik

N.XII (Hipoglosus) : Lidah simetris, tidak ada atrofi, klien


dapat menjulurkan lidah dan menarik dengan cepat

i. Sistem Muskuloskeletal
Kepala : Bentuk kepala oval, bisa digerakkan dengan bebas
Vertebrae : Tidak dilakukan pengkajian
Pelvis : Tidak dilakkan pengkajian
Lutut : Klien mengatakan tidak ada nyeri tekan tetapi
klien sulit untuk mengerakan lututnya karena terdapat luka
ekstremitas.
Kaki : Terdapat luka DM pada kedua kaki klien. Pada
kaki kiri klien terdapat luka DM sepanjang ± 10cm serta lebar 5
cm dan jari – jari klien hanya tersisa jari jempol dan kelingking.
Pada kaki kanan terdapat luka DM di daerah tumit kaki klien
dengan panjang ± 4 cm lebar 3 cm dan kedalaman 2 cm.
Kulit : Warna kulit sawo matang, akral teraba hangat,
terdapat luka DM di kedua kaki klien, tampak terpasang perban
pada kedua kaki klien. Luka pada kedua kaki kiri klien berwarna
merah dan tampak basah. Pada kaki kiri luka di punggung kaki
berwama merah dan terdapat jaringan nekrotik di sekitar jari jari
kaki klien. Pada kaki kiri klien terdapat luka DM dengan panjang
sekitar ± 10 cm serta lebar luka sekitar 5 cm dan jari-jari kaki klien
tidak lengkap hanya tersisa jari jempol dan kelingking. Pada kaki
kanan klien terdapat luka DM di daerah tumit kaki klien, luka
tampak basah dan bemanah dengan panjang sekitar ± 4c m, lebar
sekitar 3 cm serta kedalaman
Tangan : Klien dapat menggerakan kedua tangan, dan dapat
melawan tahanan, tidak ada bengkak, terpasang infus pada tangan
kiri klien
Cara berdiri : Klien tidak dapat berdiri dengan karena luka pada
kedua kaki klien.
Posisi berdiri :Klien tidak dapat berdiri
Posisi saat duduk : klien mengatakan belum bisa duduk
Sendi :Tidak ada pembengkan tidak, tidak ada inflamasi,
tidak ada kekakuan.
j. Sistem Integumen
Rambut :Rambut klien berwarna hitam beruban, penyebaran
merata dan berminyak.
Kulit :Warna kulit sawo matang. Akral teraba hangat,
terdapat luka DM di kedua kaki klien, tampak terpasang perban
pada kedua kaki klien.
Kelembaban :Kulit klien lembab
Kuku :Bersih, tidak mudah patah
k. Sistem Endokrin
Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Eksresi urine : Tidak ada eksresi urine yang berlebihan tidak
ada keringat berlebih
GDS (Gula Darah Sewaktu) :
393 mg/dL (15 April 2021)
149 mg/dL (16 April 2021)
l. Sistem Perkemihan
Tidak terdapat oedem palpebra, tidak terdapat moon face, tidak
terdapat oedem anaskara, klien menggunakan pampers dan buang
air kecil menggunakan pispot.
m. Sistem Reproduksi
Pertumbuhan rambut merata dan jakun klien menonjol.
n. Sistem Imunologi
Klien mengatakan tidak ada alergi
3.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Senin 16 April 2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Ket

Hema automatic 3 diff/darah rutin


- Hb (HGB) 7.3 g/dl L = 14 -18 P = 12- 16
- Leukosit (WBC) 27.100 ribu/cc 4.000 – 11.000 H
- Eritrosit (RBC) 2.56 juta/cc L = 4.5 – 6.5 P = 3.0
– 6.0
- Trombosit (PLT) 448.000 ribu/cc 150.000 – 450.000
- Hit. Jenis : Neotrofil 84.9 % 50 – 70 H
- Hit. Jenis : Limfosit 7.7 % 20 – 40
- Hit. Jenis : Monosit 7.4 % 2–8
- Hematokrit (HCT) 20.7 % L= 40 – 48 P = 37 –
43
- MCV 81.1 fL 82,9 – 92,9
- MCH 28.5 pg 27,0 – 33,0
- MCHC 35.2 g/dl 30,1 – 38,1
Albumin
- albumin 2.18 g/dl 3.8 – 5.1

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium


3.1.10 Terapi obat saat ini
Chloropromazine 2x25g
Maltiron 3x1
Vip Albumin
Meropenem 16gr/8 jam
Paracetamol IV / 8 jam
Nacl drip Biocombin 1 amp/24jam
Inj. Antrain 1amp / 8 jam
Inj. Ranitidine 1amp / 12 jam
Inj. Fluconazole 200mg/24 jam
Novoprapid 8-8-8
Levemir 0-0-14
Inj. Omeprazole 40 mg /24 jam
Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
Inj. Cefexime 1 gr/12 jam
3.2 Klasifikasi Data
3.2.1 Data Subjektif
1) Klien mengatakan merasa lemas
2) Klien mengatakan nyeri luka post op di ekstremitas bawah
3) Klien mengatakan lokasi nyerinya dari betis hingga ke ujung kaki
4) Klien mengatakan tidak bisa duduk
5) Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
6) durasi nyerinya ± 1 menit
7) klien mengatakan nyeri hilang timbul
8) klien mengatakan skala nyeri 4
9) klien mengatakan nyeri bertambah ketika mengerakan kedua kaki
dan berkurang ketika tidak menggerakan kakinya.
10) Klien mengatakan batuk sejak dari pagi
11) Klien mengatakan sesak
12) klien menggunakan nasal kanul 4 lpm.
13) Klien mengatakan pada siang hari klien mengatakan tidak bisa
tertidur karena nyeri
14) klien hanya terpejam tetapi masih terjaga
15) pada malam hari klien hanya tidur ±4-5 jam saja
16) klien mengatakan sering terbangun dan sulit untuk tidur kembali
dikarenan nyeri pada kaki klien.
17) Klien mengatakan nyeri saat bergerak
18) Klien mengatakan saat sakit segala aktivitas dibantu oleh keluarga.
19) Klien mengatakan sering merasa haus
20) Keluarga dan klien mengatakan tidak ada pantangan makan.
3.2.2 Data Objektif
1) klien tampak lemas dan lesu
2) Tampak adanya luka balutan dikedua kaki klien
3) Terdapat luka DM pada kedua kaki klien.
4) Tampak pada kaki kiri klien terdapat luka DM sepanjang ± 10cm
serta lebar 5 cm dan jari – jari klien hanya tersisa jari jempol dan
kelingking.
5) Tampak pada kaki kanan terdapat luka DM di daerah tumit kaki
klien dengan panjang ± 4 cm lebar 3 cm dan kedalaman 2 cm.
6) Terdapat luka DM di kedua kaki klien
7) Tampak luka pada kedua kaki kiri klien berwarna merah dan
tampak basah.
8) Pada kaki kiri luka di punggung kaki berwama merah dan terdapat
jaringan nekrotik di sekitar jari jari kaki klien.
9) Pada kaki kiri klien terdapat luka DM dengan panjang sekitar ± 10
cm serta lebar luka sekitar 5 cm dan jari-jari kaki klien tidak
lengkap hanya tersisa jari jempol dan kelingking.
10) Pada kaki kanan klien terdapat luka DM di daerah tumit kaki klien,
luka tampak basah dan bemanah dengan panjang sekitar ± 4c m,
lebar sekitar 3 cm serta kedalaman
11) klien tampak gelisah
12) Klien tampak meringis
13) klien tampak cegukan
14) Klien lemah dan lesu
15) klien tampak menguap
16) Suhu : 37,1 oC
17) Nadi : 105 x/menit
18) Respirasi : 24 x/menit
19) Tekanan Darah : 127/75 mmHg
20) Spo2 : 97%
21) Konjungtiva anemis
22) Bibir klien tampak kering
23) CRT < 3 detik
24) Hemogblobin 7,3 g/dl
25) Hematokrit 20,3 %
26) Leukosit 27.100 ribu/cc
27) Chloropromazine 2x25g
28) Maltiron 3x1
29) Vip Albumin
30) Meropenem 16gr/8 jam
31) Paracetamol IV / 8 jam
32) Nacl drip Biocombin 1 amp/24jam
33) Inj. Antrain 1amp / 8 jam
34) Inj. Ranitidine 1amp / 12 jam
35) Inj. Fluconazole 200mg/24 jam
36) Novoprapid 8-8-8
37) Levemir 0-0-14
38) Inj. Omeprazole 40 mg /24 jam
39) Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
40) Inj. Cefexime 1 gr/12 jam
41) 393 mg/dL (15 April 2021)
42) 149 mg/dL (16 April 2021)
3.3 Analisis Data
3.3.1 Pengelompokan data I
3.3.1.1 Data Subjektif
1) Klien mengatakan nyeri luka post op di ekstremitas bawah
2) Klien mengatakan lokasi nyerinya dari betis hingga ke ujung
kaki
3) Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
4) durasi nyerinya ± 1 menit
5) klien mengatakan nyeri hilang timbul
6) klien mengatakan skala nyeri 4
7) klien mengatakan nyeri bertambah ketika mengerakan kedua
kaki dan berkurang ketika tidak menggerakan kakinya.
3.3.1.2 Data Objektif
1) Tampak adanya luka balutan dikedua kaki klien
2) Klien tampak gelisah
3) Klien tampak meringis
4) Klien lemah dan lesu
5) Nadi : 105 x/menit
6) Inj. Antrain 1amp / 8 jam
7) Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
3.3.1.3 Penyebab : Agen Pencedera Fisik (nyeri luka post op)
3.3.1.4 Masalah : Nyeri Akut
3.3.2 Pengelompokan data II
3.3.2.1 Data Subjektif
1) Klien mengatakan sering merasa haus
2) Klien mengatakan merasa lelah
3.3.2.2 Data Objektif
1) Klien lemah dan lesu
2) 393 mg/dL (15 April 2021)
3) 149 mg/dL (16 April 2021)
4) Novoprapid 8-8-8
5) Levemir 0-0-14
3.3.2.3 Penyebab : Retensi Insulin
3.3.2.4 Masalah : Ketidakstabilan Kadar Glukosa dalam Darah
3.3.3 Pengelompokan data III
3.3.3.1 Data Subjektif
1) Klien mengatakan lokasi nyerinya dari betis hingga ke ujung
kaki
2) Klien mengatakan tidak bisa duduk
3) klien mengatakan nyeri bertambah ketika mengerakan kedua
kaki dan berkurang ketika tidak menggerakan kakinya.
4) Klien mengatakan nyeri saat bergerak
5) Klien mengatakan saat sakit segala aktivitas dibantu oleh
keluarga.

3.3.3.2 Data Objektif


1) Tampak adanya luka balutan dikedua kaki klien
2) klien tampak gelisah
3) Klien lemah dan lesu
4) Nadi : 105 x/menit
5) Inj. Antrain 1amp / 8 jam
6) Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
3.3.3.3 Penyebab : Nyeri ( terdapat luka post op pada kedua ekstremitas
bawah)
3.3.3.4 Masalah : Gangguan Mobilitas Fisik
3.3.4 Pengelompokan data IV
3.3.4.1 Data Subjektif
1) Klien mengatakan pada siang hari klien mengatakan tidak bisa
tertidur karena nyeri
2) klien hanya terpejam tetapi masih terjaga
3) pada malam hari klien hanya tidur ±4-5 jam saja
4) klien mengatakan sering terbangun dan sulit untuk tidur
kembali dikarenan nyeri pada kaki klien.
3.3.4.2 Data Objektif
1) Klien lemah dan lesu
2) klien tampak menguap
3) Konjungtiva anemis
3.3.4.3 Penyebab : Kurang Kontrol tidur (karena adanya luka pada
ekstremitas bawah)
3.3.4.4 Masalah : Gangguan Pola Tidur
3.3.5 Pengelompokan data V
3.3.5.1 Data Subjektif
-
3.3.5.2 Data Objektif
1) Tampak adanya luka balutan dikedua kaki klien
2) Terdapat luka DM pada kedua kaki klien.
3) Tampak pada kaki kiri klien terdapat luka DM sepanjang ±
10cm serta lebar 5 cm dan jari – jari klien hanya tersisa jari
jempol dan kelingking.
4) Tampak pada kaki kanan terdapat luka DM di daerah tumit
kaki klien dengan panjang ± 4 cm lebar 3 cm dan kedalaman 2
cm.
5) Terdapat luka DM di kedua kaki klien
6) Tampak luka pada kedua kaki kiri klien berwarna merah dan
tampak basah.
7) Pada kaki kiri luka di punggung kaki berwama merah dan
terdapat jaringan nekrotik di sekitar jari jari kaki klien.
8) Pada kaki kiri klien terdapat luka DM dengan panjang sekitar ±
10 cm serta lebar luka sekitar 5 cm dan jari-jari kaki klien tidak
lengkap hanya tersisa jari jempol dan kelingking.
9) Pada kaki kanan klien terdapat luka DM di daerah tumit kaki
klien, luka tampak basah dan bemanah dengan panjang sekitar
± 4c m, lebar sekitar 3 cm serta kedalaman
10) klien tampak gelisah
11) Klien tampak meringis
12) Suhu : 37,1 oC
13) Nadi : 105 x/menit
14) Hemogblobin 7,3 g/dl
15) Hematokrit 20,3 %
16) Leukosit 27.100 ribu/cc
17) Meropenem 16gr/8 jam
18) Inj. Antrain 1amp / 8 jam
19) Paracetamol IV / 8 jam
20) Inj. Fluconazole 200mg/24 jam
21) Inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam
22) Inj. Cefexime 1 gr/12 jam
3.3.5.3 Penyebab : Perubahan Status Nutrisi (Kelebihan Kadar Glukosa
Darah)
3.3.5.4 Masalah : Gangguan Integritas Jaringan
3.3.6 Pengelompokan data VI
3.3.6.1 Data Subjektif
Keluarga dan klien mengatakan tidak ada pantangan makan.
3.3.6.2 Data Objektif
-
3.3.6.3 Penyebab : Ketidakadekuatan pemahaman (kurang motivasi diri
sendiri)
3.3.6.4 Masalah : Ketidakpatuhan

3.4 Diagnosis Keperawatan


3.6.1.1 Ketidakstabilan kadar Glukosa darah berhubungan dengan Resistensi
Insulin
3.6.1.2 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (nyeri luka
post opp)
3.6.1.3 Gangguan Integritas jaringan berhubungan dengan Perubahan Status
Nutrisi (Kelebihan Kadar Glukosa Darah)
3.6.1.4 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri (terdapat luka
post op pada kedua ekstremitas bawah)
3.6.1.5 Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kurang kontrol tidur
(karena adanya nyeri pada luka post op)
3.6.1.6 Ketidakpatuhan berhubungan dengan Ketidakadekuatan pemahaman
(kurang motivasi diri sendiri)

3.5 Intervensi Keperawatan


3.7.1 Ketidakstabilan kadar Glukosa darah berhubungan dengan Resistensi
Insulin
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn.A selama 2
x 24 jam diharapkan ketidakstabilan kadar glukosa darah dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Glukosa darah menjadi normal (rentang normal )
2. Keluhan merasa lemas berkurang
3. Keluhan rasa haus menurun
4. Bibir kering menurun.

Intervensi Keperawatan :

1. Monitor kadar glukosa darah


2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
3. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
4. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin)
5. Kolaborasi pemberian insulin
3.7.2 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (nyeri luka
post opp)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn.A selama 2
x 24 jam diharapkan Nyeri Akut berkurang dengan kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri menurun
2. Skala nyeri menurun menjadi 2
3. Tidak tampak meringis
4. Klien tampak rileks dan nyaman
5. Frekuensi nadi membaik ( freku: )

Intervensi Keperawatan

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan


intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(RND)
5. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
6. Kolaborasi pemberian analgetik
3.7.3 Gangguan Integritas jaringan berhubungan dengan Perubahan Status
Nutrisi (Kelebihan Kadar Glukosa Darah)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn.A selama 2
x 24 jam diharapkan Gangguan Integritas Jaringan dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Kerusakan jaringan menurun
2. Nyeri berkurang
3. Perdarahan berkurang
4. Kemerahan berkurang
5. Hematoma berkurang
6. Jaringan Nekrotik berkurang
7. Suhu kulit membaik ( suhu )

Intervensi Keperawatan

1) Monitor karakteristik luka


2) Monitor tanda-tanda infeksi
3) Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril
4) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
6) Kolaborasi pemberian antibiotik
3.7.4 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri (terdapat luka
post op pada kedua ekstremitas bawah)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn.A selama 2
x 24 jam diharapkan Gangguan Mobilitas fisik dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri berkurang
2. Pergerakan ekstremitas meningkat
3. Rentang gerak meningkat
4. Kelemahan fisik berkurang

Intervensi Keperawatan :

1. Identifikasi adanya keluhan nyeri


2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Fasilitasi aktivitas mobilitas fisik dengan alat bantu
4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
7. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan.
3.7.5 Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kurang kontrol tidur
(karena adanya nyeri pada luka post op)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn.A selama 2
x 24 jam diharapkan Gangguan Pola Tidur dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
1. Keluhan sulit tidur membaik
2. Klien tidur 6-8 jam
3. Keluhan sering terjaga ditengah malam menurun
4. Klien tampak segar dan rileks

Intervensi Keperawatan

1. Identifikasi pola istirahat dan tidur


2. Identifikasi faktor penganggu tidur
3. Fasilitasi menghlangkan stres sebelum tidur
4. Jelaskan pentingnya istirahat tidur selama sakit
3.7.6 Ketidakpatuhan berhubungan dengan Ketidakadekuatan pemahaman
(kurang motivasi diri sendiri)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Tn.A selama 2
x 24 jam diharapkan Ketidakpatuhan dapat teratasi dengan kriteria
hasil :
1. Kemauan memenuhi program perawatan dan pengobatan
meningkat
2. Dapat mengikuti anjuran meningkat
3. Risiko komplikasi penyakit/masakah kesehatan menurun.

Intervensi Keperawatan

1. Identifikasi kepatuhan menjalani program pengobatan


2. Buat komitmen menjalani program pengobatan dengan baik
3. Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau menghambat
berjalannya program pengobatan
4. Libatkan keluarga mendukung program pengobatan yang dijalani
5. Informasikan manfaat yang akan diperoleh jika teratur menjalani
program pengobatan.
3.6 Implementasi Keperawatan
3.6.1 Hari Kamis 15 April 2021
3.6.1.1 Ketidakstabilan kadar Glukosa darah berhubungan dengan
Resistensi Insulin
1) Memonitor kadar glukosa darah
Data Objektif : 393 mg/dL (15 April 2021)
2) Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia
Data Subjektif : Klien mengatakan sering merasa haus
Data Objektif : Klien tampak lemah dan lesu
3) Menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
Data Subjektif : Klien mengatakan sering melakukan
pemeriksaan gula sendiri.
4) Mengajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin)
Data Subjektif : Keluarga klien mengatakan telah mempunyai
dan mengerti cara penggunaan insulin untuk klien.
5) Berkolaborasi pemberian insulin
Data Objektif : Klien diberikan Novorapid 8 unit / 8 jam dan
Levemir 14 unit/24 jam
3.6.1.2 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (nyeri luka
post opp)
1) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan intensitas nyeri
Data Subjektif :
- Klien mengatakan nyeri luka post op di ekstremitas bawah
- Klien mengatakan lokasi nyerinya dari betis hingga ke
ujung kaki
- Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk
- durasi nyerinya ± 1 menit
- klien mengatakan nyeri hilang timbul
2) Mengidentifikasi skala nyeri
Data Subjektif : Klien mengatakan skala nyeri 4
3) Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri bertambah ketika
mengerakan kedua kaki dan berkurang ketika tidak
menggerakan kakinya.
4) Memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri (RND)
Data Subjektif :
- Klien mengatakan telah mengerti dan paham bagaimana
cara untuk mengurangi rasa nyeri.
- Klien mengatakan setelah mencoba RND rasa nyeri
berkurang
5) Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Data Subjektif : Klien mengatakan akan melakukan teknik
relaksasi nafas dalam jika merasakan nyeri
6) Berkolaborasi pemberian analgetik
Data Objektif : Klien diberikan inj. Antrain 1 amp / 8 jam dan
inj. Ketorolac 1 amp/8jam.
3.6.1.3 Gangguan Integritas jaringan berhubungan dengan Perubahan
Status Nutrisi (Kelebihan Kadar Glukosa Darah)
1) Memonitor karakteristik luka
Data Objektif : Pada kaki kiri luka di punggung kaki berwama
merah dan terdapat jaringan nekrotik di sekitar jari jari kaki klien.
Pada kaki kiri klien terdapat luka DM dengan panjang sekitar ± 10
cm serta lebar luka sekitar 5 cm dan jari-jari kaki klien tidak
lengkap hanya tersisa jari jempol dan kelingking. Pada kaki kanan
klien terdapat luka DM di daerah tumit kaki klien, luka tampak
basah dan bemanah dengan panjang sekitar ± 4c m, lebar sekitar 3
cm serta kedalaman 2 cm.
2) Memonitor tanda-tanda infeksi
Data Objektif : Pada kaki kanan klien terdapat luka DM di daerah
tumit kaki klien, luka tampak basah dan bemanah dengan panjang
sekitar ± 4c m, lebar sekitar 3 cm serta kedalaman 2 cm.
3) Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril

Data Subjektif : Klien mengatakan setiap hari dilakukan perawatan


luka.

Data Objektif : Perawat melakukan perawatan luka setiap hari.

4) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi

Data Objektif : Perawat menjelaskan tanda dan gejala infeksi pada


luka klien dan klien dapat mengetahui tanda dan gejala infeksi
pada lukanya.

5) Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan


protein

Data Subjektif : klien mengatakan memakan makanan yang


diberikan rumah sakit

6) Berkolaborasi pemberian antibiotik

Data Objektif : Perawat memberikan obat Meropenem 16 gr/8 jam,


inj. Fluconazole 200 mg/ 24 jam, inj. Cefexime 1 gr/ 12 jam dan
inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam.

3.6.1.4 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri (terdapat


luka post op pada kedua ekstremitas bawah)
1) Mengidentifikasi adanya keluhan nyeri fisik
Data Objektif : Terdapat luka post op pada ekstremitas bawah
klien
2) Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Data Subjektif : Keluarga klien mengatakan klien dapat
melakukan pergerakan dengan dibantu keluarga.
3) Memfasilitasi aktivitas mobilitas fisik dengan alat bantu
Data Objektif : Menganjurkan klien saat ingin bergerak klien
dapat berpegangan dengan pagar tempat tidur klien
4) Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Data Objektif : Menganjurkan keluarga klien membantu klien
jika ingin melakukan pergerakan.
5) Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Data Objektif : Menjelaskan kepada keluarga dan klien untuk
melakukan pergerakan miring ke kanan dan ke kiri setiap 1-2
jam agar tidak terjadi kelembaban dan munculnya luka lecet di
punggung klien.
6) Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan.
Data Objektif : Mengajarkan range of motion pasif pada kedua
ekstremitas bawah klien.
3.6.1.5 Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kurang kontrol tidur
(karena adanya nyeri pada luka post op)
1) Mengidentifikasi pola istirahat dan tidur

Data Subjektif :

- Klien mengatakan hanya dapat tidur ± 6 jam saja


- Klien mengatakan sulit tertidur pada siang hari karena nyeri
pada ekstremitas bawah
- Klien mengatakan pada malam hari sering terbangun dan sulit
untuk tidur kembali karena nyeri yang dirasakan.
2) Mengidentifikasi faktor penganggu tidur
Data Subjektif : Klien mengatakan pada siang hari dan malam
hari sulit untuk tertidur karena nyeri pada luka post op yang
dirasakan.
3) Memfasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
Data Subjektif : Klien mengatakan sebelum tidur klien
mendengarkan musik
4) Menjelaskan pentingnya istirahat tidur selama sakit
Data Objektif : Menjelaskan pentingnya istirahat dan tidur
selama sakit agar mempercepat penyembuhan setelah banyak
beristirahat
3.6.1.6 Ketidakpatuhan berhubungan dengan Ketidakadekuatan
pemahaman (kurang motivasi diri sendiri)
1) Mengidentifikasi kepatuhan menjalani program pengobatan
Data Subjektif : Klien mengatakan mengikuti dan menjalani
program pengobatan yang diberikan.
2) Membuat komitmen menjalani program pengobatan dengan
baik
Data Subjektif : Klien mengatakan akan menjalani pengobatan
dan mengurangi makanan yang mengandung gula dan lemak.
3) Mendiskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
menghambat berjalannya program pengobatan
Data Objektif : Perawat menjelaskan hal-hal yang dapat
menghambat pengobatan klien jika tidak menjalani pengobatan
dengan baik.
4) Melibatkan keluarga mendukung program pengobatan yang
dijalani
Data Subjektif : Istri klien mendukung dan merawat klien
dalam menjalani pengobatan.
5) Menginformasikan manfaat yang akan diperoleh jika teratur
menjalani program pengobatan.
Data Objektif : Perawat menjelaskan manfaat jika klien dapat
dengan teratur menjalani pengobatan klien akan dapat segera
membaik tetapi jika klien tindak menuruti dan mengatur pola
makan maka klien akan lama sembuh.

3.6.2 Hari Jumat 16 April 2021


3.6.2.1 Ketidakstabilan kadar Glukosa darah berhubungan dengan
Resistensi Insulin
1) Memonitor kadar glukosa darah
Data Objektif : 149 mg/dL (16 April 2021)
2) Menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
Data Subjektif : Klien mengatakan jika dirumah rutin
memeriksa gulah darah
3) Mengajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin)
Data Subjektif : Klien mengatakan mengerti cara menggunakan
insulin
4) Berkolaborasi pemberian insulin
Data Objektif : Klien diberikan Novorapid 8 unit / 8 jam dan
Levemir 14 unit/24 jam

3.6.2.2 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (nyeri luka
post opp)
1) Mengdentifikasi skala nyeri.
Data Objektif : Skala nyeri berkurang dari 4 menjadi 2
2) Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Data Subjektif : Klien mengatakan setiap merasakan nyeri klien
melakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa
nyeri.
3) Berkolaborasi pemberian analgetik
Data Objektif : Klien mendapatkan Inj. Antrain 1 amp/8jam
dan Inj. Ketorolac 1 amp/8jam.

3.6.2.3 Gangguan Integritas jaringan berhubungan dengan Perubahan


Status Nutrisi (Kelebihan Kadar Glukosa Darah)
1) Memonitor karakteristik luka
Data Objektif : Pada kaki kiri luka di punggung kaki berwama
merah dan terdapat jaringan nekrotik di sekitar jari jari kaki
klien. Pada kaki kiri klien terdapat luka DM dengan panjang
sekitar ± 10 cm serta lebar luka sekitar 5 cm dan jari-jari kaki
klien tidak lengkap hanya tersisa jari jempol dan kelingking.
Pada kaki kanan klien terdapat luka DM di daerah tumit kaki
klien, luka tampak basah dan bemanah dengan panjang sekitar
± 4c m, lebar sekitar 3 cm serta kedalaman 2 cm.
2) Memonitor tanda-tanda infeksi
Data Objektif : Pada kaki kanan klien terdapat luka DM di
daerah tumit kaki klien, luka tampak basah dan bemanah
dengan panjang sekitar ± 4c m, lebar sekitar 3 cm serta
kedalaman 2 cm.
3) Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril
Data Subjektif : Klien mengatakan setiap hari dilakukan
perawatan luka.
Data Objektif : Perawat melakukan perawatan luka setiap hari.
4) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
Data Objektif : Perawat menjelaskan tanda dan gejala infeksi
pada luka klien dan klien dapat mengetahui tanda dan gejala
infeksi pada lukanya.
5) Menganjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
Data Subjektif : klien mengatakan memakan makanan yang
diberikan rumah sakit
6) Berkolaborasi pemberian antibiotik
Data Objektif : Perawat memberikan obat Meropenem 16 gr/8
jam, inj. Fluconazole 200 mg/ 24 jam, inj. Cefexime 1 gr/ 12
jam dan inj. Ketorolac 1 amp/ 8 jam.
3.6.2.4 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri (terdapat
luka post op pada kedua ekstremitas bawah)
1) Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
Data Objektif : Klien kesulitan menggerakkan ekstremitas
bawah klien
2) Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Data Subjektif : Klien mengatakan jika bergerak klien dibantu
oleh keluarganya
3) Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan.
Data Objektif : Klien bisa melakukan ROM secara mandiri

3.6.2.5 Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kurang kontrol tidur


(karena adanya nyeri pada luka post op)
1) Mengidentifikasi pola istirahat dan tidur
Data Subjektif : Klien mengatakan masih sulit tidur dan Klien
tidur hanya 6 jam perhari
2) Memfasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur.
Data Subjektif : Klien mengatakan sebelum tidur klien
mendengarkan musik
3.6.2.6 Ketidakpatuhan berhubungan dengan Ketidakadekuatan
pemahaman (kurang motivasi diri sendiri)
1) Membuat komitmen menjalani program pengobatan dengan
baik
Data Subjektif : Klien mengatakan mulai menjalani pengobatan
dan klien mengatakan membatasi pola makan klien.
2) Mendiskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
menghambat berjalannya program pengobatan
Data Objektif : Perawat menjelaskan hal-hal yang dapat
menghambat pengobatan klien jika tidak menjalani pengobatan
dengan baik.
3) Melibatkan keluarga mendukung program pengobatan yang
dijalani
Data Subjektif : Istri klien mendukung dan merawat klien
dalam menjalani pengobatan.
4) Menginformasikan manfaat yang akan diperoleh jika teratur
menjalani program pengobatan.
Data Objektif : Perawat menjelaskan manfaat jika klien dapat
dengan teratur menjalani pengobatan klien akan dapat segera
membaik tetapi jika klien tindak menuruti dan mengatur pola
makan maka klien akan lama sembuh.
3.7 Evaluasi
3.7.1 Ketidakstabilan kadar Glukosa darah berhubungan dengan Resistensi
Insulin
S : Klien mengatakan sudah tidak lemas lagi
O : GDS klien menurun. GDS jum’at 16 April 2021 : 149 mg/dl
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3.7.2 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (nyeri luka
post opp)
S : Klien mengatakan nyeri berkurang dari skala 4 menjadi skala 2
O : Klien tidak meringis
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Intervensi Dilanjutkan (RND)
3.7.3 Gangguan Integritas jaringan berhubungan dengan Perubahan Status
Nutrisi (Kelebihan Kadar Glukosa Darah)
S : Klien mengatakan Luka masih nyeri dan kaki sulit digerakkan.
O : Balutan luka sebelah kanan tampak merembes dan berbau
A : Masalah tidak teratasi
P : Intervensi dilanjutkan ( Lakukan perawatan luka setiap hari)
3.7.4 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri (terdapat luka
post op pada kedua ekstremitas bawah)
S : Klien mengatakan masih sulit menggerakkan ekstremitas bawah
O : Klien dibantu oleh keluarga nya jika bergerak
A : Masalah Teratasi Sebagian
P : Intervensi dilanjutkan secara mandiri, melatih ROM
3.7.5 Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kurang kontrol tidur
(karena adanya nyeri pada luka post op)
S : Klien mengatakan masih susah tidur
O : Klien tampak gelisah
A : Masalah Tidak Teratasi
P : Intervensi dilanjutkan secara mandiri
3.7.6 Ketidakpatuhan berhubungan dengan Ketidakadekuatan pemahaman
(kurang motivasi diri sendiri)
S : Klien mengatakan akan menjaga pola makannya untuk
kesembuhannya.
O : Klien tampak menunjukan sikap ingin mengikuti program
pengobatan.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan.

BAB 4

PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, N., Ariyani, A. D., & Hidayatin, N. (2018). DARAH PADA


PENDERITA DIABETES MELITUS DI SOBO BANYUWANGI. 11 (2),
122-135. https://doi.org/10.24252/keschatan.vili2.6454

Budiono, Pertami Sumirah Budi. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Redaksi


Suryani Parman, Restu Damayanti. Cet 1. Jakarta: Bumi Medika

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. 2014. Rencana asuhan


keperawatan: Pedoman untuk individualisasi asuhan klien di seluruh rentang
hidup. FA Davis.

Fatimah, R. N. (2015). DIABETES MELITUS TIPE 2, 4, 93-101.

Haryono R. Susanti BAD. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Hidayati, N., & Agustin, R. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
pasien dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD) di ruang ICU RSUD A.
Wahab Sjahranie Samarinda.

Isnaini, N. (2018). Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe


dua Faktor risiko mempengaruhi diabetes melitus tipe 2. 14 (1), 59-68.

Kemenkes. (2018). Hasil Utama RISKESDAS 2018.

Kusnanto, K., Sundari, P. M., Asmoro, C. P., & Arifin, H. (2019). Hubungan
Tingkat Pengetahuan Dan Diabetes Self-Management Dengan Tingkat Stres
Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Diet. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 22(1), 31–42. https://doi.org/10.7454/jki.v22i1.780

Mansjoer. A. (2009). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ke 3.


Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogyakarta: Medi
Action

Nurul Afifah, H. (2016). Mengenal Jenis-Jenis Insulin Terbaru untuk Pengobatan


Diabetes. Farmasetika.Com (Online), 1(4), 1.
https://doi.org/10.24198/farmasetika.v1i4.10367

Penelitian, B., & Kesehatan, P. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Perkeni. (2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


indonesia 2015 (S. Soelistijo Adi & H. Novida, eds.).

Ratna Devi, Parmin, Z. A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes


Melitus Yang Mengalami Masalah Kerusakan Integritas Kulit Dengan
Penerapan Keperawatan Luka Modern Dressing Di Ruangan Kenari Rsu
Anutapura Palu 2018. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 6(2), 58–70.

Riskesdas, 2018. Riset kesehatan dasar, diambil tanggal 21 juni 2018 dari
http://depkes.go.id/downloads/rikesdas2018/hasil20%rikesdas5202018.

Rosyidah, D.U. (2019). Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Hbale
dengan "yadı, A. L. S. (2016). Ilmu kesehatan masyarakat. Penerbit Andi.

SDKI, DPP & PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi
dan indikator diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPPPONI

Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Efyuwinta, A. (2018). Hubungan kadar gula
darah dengan tekanan darah pada penderita Diabetes Tipe 2. Jurnal Ners dan
Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5 (2), 163-171.

Simatupang, R. (2017). JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017.


Jurnal Ilmiah Kohesi, 1 (2), 163-174.
Suciana, F., & Arifianto, D. (2019). PENATALAKSANAAN 5 PILAR
PENGENDALIAN DM TERHADAP KUALITAS HIDUP PASIEN DM TIPE
2 Kata kunci: kualitas hidup, DIABETES MELITUS PENGENDALIAN
KUALITAS HIDUP PASIEN DM TIPE 2 PENDAHULUAN. 9 (4), 311-318.

Anda mungkin juga menyukai