PENDAHULUAN
2.1.1 Pengertian
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 DM Tipe 1
2.1.3.1.1 Faktor genetik Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri,
tetapi mewarisi suatu kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM
tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (Human Leukocyte Antigen) tertentu.
2.1.3.1.2 Faktor imunologi Respon abnormal dimana Antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut
sebagai jaringan asing.
2.1.3.1.3 Faktor lingkungan Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang
dapat menimbulkan destruksi sel beta.
2.1.3.2 DM Tipe 2
Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, usia.
2.1.3.3 Faktor Risiko yang dapat diubah
2.1.3.3.1 Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam
aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya DM tipe 2.
2.1.3.3.2 Pola makan yang tidak sehat Diet yang digunakan sebagai bahan
penatalaksanaan Diabetes melitus dikontrol berdasarkan kandungan
energi, protein, lemak, karbohidrat. Jenis makanan yang menyebabkan
terjadinya Diabetes mellitus adalah jenis makanan yang mengandung
banyak kolesterol, lemak trans dan lemak jenuh serta makanan yang
mengandung tinggi natrium (Almatsier, 2008). Pola makan yang tinggi
lemak, garam dan gula mengakibatkan masyarakat cenderung
mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Selain itu pola makanan
yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian
masyarakat, tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa
darah (Efyuwinta, A & Setiyorini, E, 2018).
2.1.3.3.3 Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap
insulin (resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh,
maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila
lemak tubuh terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity)
(Mansjoer, 2009).
2.1.3.4 Faktor risiko yang tidak dapat diubah
2.1.3.4.1 Usia Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena
diabetes mellitus. Meningkatnya risiko DM seiring dengan
bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi
fisiologis tubuh (Fatimah R, 2015).
2.1.3.4.2 Riwayat keluarga diabetes melitus Seorang anak dapat diwarisi gen
penyebab DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM
mempunyai anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut
(Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa mereka yang memiliki ibu
penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih
tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita DM.
Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko
terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Fatimah R, 2015).
2.1.3.4.3 Riwayat diabetes pada kehamilan Mendapatkan diabetes selama
kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan
risiko DM tipe 2 (Fatimah R, 2015).
2.1.4 Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 2 termasuk kedalam jenis sindrom heterogen
yang ditandai dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat dan
lemak. Penyebab adanya Diabetes melitus tipe 2 adalah multifaktorial
yang melingkupi unsur genetik dan lingkungan yang dapat mempengaruhi
sel beta dan jaringan seperti jaringan otot, hati, adipose, dan pankreas agar
dapat sensitif terhadap insulin. Mekanisme atau penyebab yang
mengendalikan interaksi pada kedua gangguan tersebut sehingga sampai
saat ini belum dapat diketahui dengan pasti. (Haryono, 2019)
Beberapa faktor yang disebut-sebut sebagai kemungkinan dalam
menghubungkan retensi insulin dan disfungsi sel beta dalam patogenesis
Diabetes melitus tipe 2. Faktor-faktor tersebut ditentukan dari sebagian
besar yang menderita Diabetes melitus tipe 2 yaitu mengalami obesitas,
dengan pusat adipositas viseral. Oleh karena itu, jaringan adiposa
memainkan peran penting dalam patogenesis Diabetes melitus tipe 2.
Meskipun paradigma utama yang digunakan untuk menjelaskan hubungan
in adalah hipotesis portal atau viseral yang memberikan peran kunci dalam
peningkatan konsentrasi asam lemak non esterifikasi.
Ada dua paradigma yang baru muncul setelah paradigma utama ditegakan,
yaitu :
1) Sindrom penyimpanan lemak ektopik atau deposisi trigliserida di otot,
hati da sel pankreas.
2) Jaringan adiposa sebagai hipofisis organ endokrin yang meliputi
sekresi sebagai adipocytokines, yaitu leptin, TNF-alfa, resistin,
adiponektin, yang terlibat dalam resistensi insulin dan kemungkinan
berpengaruh juga terhadap disfungsi sel beta.
Patofisiologi pada Diabetes melitus tipe 2 dirumuskan dalam lima hal
yaitu:
Insulin kerja-cepat :
Insulin kerja-sedang :
Insulin kerja-panjang :
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
Rencana Tindakan:
1) Menciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan
penuh perhatian, dan selalu ada untuk pasien.
Rasional: Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum
pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan yang diharapkan.
Rasional: Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusiasme
dan kerja sama pasien dengan prinsip-prinsip yang mempelajari.
3) Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik yang memerlukan
keterampilan dan biarkan pasien mendemonstrasikan ulang.
Rasional: Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses
informasi meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar.
4) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan
cara untuk melakukan makan diluar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol akan membantu
pasien dalam merencanakan program makan mentaati.
5) Diskusikan tentang rasionalitas kejadian serangan ketoasidosis
Rasional: Pengetahuan tentang faktor pencetus dapat membantu untuk
menghindari kambuhnya serangan keluar.
6) Diskusikan tentang komplikasi penyakit akut dan kronis gangguan
penglihatan (retinopati), perubahan dalam neurosensori dan
kardiovaskuler, perubahan fungsi ginjal / hipertensi.
Rasional: Kesadaran tentang apa yang terjadi membantu pasien untuk
lebih konsisten terhadap perawatannya dan mencegah / mengurangi
komplikasi tersebut.
7) Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan
jari stik dan beri kesempatan pasien untuk mendemonstrasikannya
kembali. Intruksikan pasien untuk pemeriksaan keton urinenya jika
glukosa darah lebih tinggi dari 250 mg / dl. Rasional: pemeriksaan
gula darah diri sendiri 4 kali atau lebih dalam setiap harinya yang
mendukung perawatan diri. Meningkatkan kontrol kadar gula dengan
lebih ketat (misalnya 60-150 mg / dl) dapat mencegah / mengurangi
perkembangan komplikasi jangka panjang
8) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan
cara untuk melakukan makan di luar rumah.
Rasional: Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu
pasien dalam merencanakan absorpsi glukosa yang akan menurunkan
kadar fluktuasi gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada saluran cerna, meningkat dan mempengaruhi
absorpsi vitamin / mineral.
9) Tinjau ulang program pengobatan termasuk awitan, puncak, dan dosis
insulin yang diresepkan, bila tak terkalahkan dengan pasien atau
keluarga.
Rasional: Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat
meningkatkan penggunaan yang tepat. Algoritma dosis dibuat, yang
masuk dalam perhitungan dosis obat yang dibuat selama evaluasi
rawat inap: jumlah dan jadwal aktivitas fisik biasanya, perencanaan
makan. Dengan melibatkan orang terdekat / sumber untuk pasien.
10) Tinjau kembali mempersembahkan insulin oleh pasien sendiri dan
perawatan terhadap peralatan yang digunakan. Berikan kesempatan
pada pasien untuk mendemonstrasikan prosedur tersebut (misalnya
menentukan daerah penyuntikan dan cara menyuntik atau
menggunakan alat suntik pompa kontinu)
Rasional: Mengidentifikasi pemahaman dan kebenaran dari prosedur
atau masalah yang potensial dapat terjadi (seperti penglihatan, daya
ingat dan sebagainya) sehingga solusi alternatif dapat ditentukan
untuk pemberian insulin tersebut.
11) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap
hari, waktu dan dosis obat, aktivitas perasaan dan peristiwa dalam
hidup.
Rasional: Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari
keadaan pasien untuk melakukan kontrol penyakitnya dengan lebih
baik dan meningkatkan perawatan din / kemandiriannya.
12) Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM
tersebut, seperti latihan aerobik versus isometrik, stres, pembedahan
dan penyakit tertentu.
Rasional: Informasi ini akan meningkatkan pengendalian DM dan
dapat menurunkan pemberitaan kejadian ketoasidosis. Latihan aerobik
meningkatkan keefektifan penggunaan insulin yang menurunkan kadar
gula darah dan pengawasan sistem kardiovaskuler.
13) Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin. Anjurkan
pasien untuk merokok.
Rasional: Nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil dan absorpsi
insulin diperlambat selama pembuluh darah ini yang mengalami
konstriksi. Catatan: penyerapan insulin dapat diturunkan sampai batas
30% di bawah normal dalam 30 menit pertama setelah merokok.
14) Buat jadwal latihan / aktivitas yang teratur dan koneksi hubungan
dengan penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian.
Rasional: Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan
kerja puncak insulin. Makanan kudapan harus diberikan sebelum atau
selama latihan sesuai kebutuhan dan rotasi harus menghindari
kelompok otot yang akan digunakan untuk aktivitas (misalnya daerah
perut lebih dipilih paha atau lengan sebelum melakukan jogging atau
berenang) untuk mencegah percepatan ambilan insulin.
15) Identifikasi gejala hipoglikemia (misalnya lemah, pusing, pusing,
letargi, lapar, peka rangsang, diaforesis, pucat, takikardia, tromor, sakit
kepala, dan perubahan mental) dan jelaskan penyebabnya.
Rasional: Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan
mencegah / mengurangi kejadiannya. Catatan: Hiperglikemia saat
bangun tidur dapat mencermikan fenomena fujar (indikasi perlunya
insuin tambahan) atau respons balik pada hipoglikemia selama tidur
(efek Somogyi) yang memerlukan penurunan dosis insulin atau
perubahan perubahan diet (misalnya mempersembahkan makanan
kudapan pada malam hari). Pemeriksaan kadar gula darah pada jam 3
pagi membantu dalam mengidentifikasi masalah spesifik.
16) Instruksikan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki tersebut.
Demonstrasikan cara pemeriksaan kaki tersebut; inspeksi sepatu yang
ketat dan perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk.
Anjurkan penggunaan stoking dengan bahan serat alamiah.
Rasional: Mencegah / mengurangi komplikasi yang berhubungan
dengan neuropati perifer dan / atau gangguan sirkulasi terutama
selulitis, gangren dan amputasi.
17) Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada
pasien yang telah mengalami DM tipe I selama 5 tahun atau lebih.
Rasional: Perubahan dalam penglihatan dapat terjadi secara perlahan
dan lebih sering pada pasien yang jarang mengontrol DM. Masalah
yang mungkin terjadi termasuk perubahan dalam ketajaman
penglihatan dan mungkin berkembang kearah retinopati dan kebutaan.
18) Susun alat bantu penglihatan ketika diperlukan, misalnya skala garis
skala pada jarum insulin, pengukuran yang mengukur pengukuran
darah sekali sentuh.
Rasional: Alat buntu adaptif telah dikembangkan selama 5 tahun
terakhir untuk membantu orang yang mengalami gangguan
penglihatan DM-nya sendiri dengan lebih efektif.
19) Tekankan pentingnya penggunaan gelang bertanda khusus.
Rasional: Dapat mempercepat masuk ke dalam pusat-pusat sistem
kesehatan dan perawatan yang sesuai dengan akibat komplikasi yang
lebih kecil pada keadaan darurat.
20) Rekomendasīkan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual
bebas tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan / tidak boleh memakai
obat tanpa resep.
Rasional: Produktivitas mungkin mengandung gula atau A dengan
obat-obat yang diresepkan.
21) Diskusikan pentingnya melakukan evaluasi secara teratur dan
menjawab pertanyaan pasien / orang terdekat.
Rasional: Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih
ketat dan mencegah eksaserbasi DM, menurunkan perkembangan
komplikasi sistemik.
22) Lihat gejala gejala yang memerlukan evaluasi medis, seperti gejala
demam, gejala flu, urin keruh / berwarna pekat, nyeri saluran kemih,
penyembuhan penyakit yang lama, perubahan sensori (nyeri nyeri /
kesemutan) pada ekstremitas bawah, perubahan kadar gula gula darah
dan kecerdasan keton pada urin.
Rasional: Intervensi segera dapat mencegah perkembangan
komplikasi yang lebih serius atau komplikasi yang mengancam
kehidupan.
23) Demonstrasikan teknik penanganan stres, seperti latihan napas dalam,
bimbingan, kemudahan teknologi.
Rasional: Meningkatkan pengendalian dan pengendalian stres yang
dapat membantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan
glukosa.
24) Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada.
Rasional: Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang
perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri
2.2.4 Implementasi
Implementasi / pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah anda terapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan
juga termasuk menilai data berkelanjutan, mengobservasi respons selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Budiono,
2016)
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
anda buat pada tahap perencanaan (Budiono, 2016).
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian
Pengkajian ini penulis mengumpulkan data dari klien, keluarga klien,
perawat ruangan, dokter dan catatan medik Tn.A dengan Diabetes melitus
tipe 2 yang dirawat di Ruangan Cemara Rumah Sakit Umum Kota
Tarakan serta dengan melakukan pemeriksaan fisik secara langsung pada
Tn. A di lakukan observasi langsung pada tanggal 15 April sampai 16
April 2021.
3.1.1 Identitas Klien
Nama klien Tn.A umur 58 tahun, jenis kelamin laki-laki, beragama
Kristen Protestan, sudah menikah, pendidikan terakhir SLTA,
pekerjaan pensiunan, klien tinggal di Jl. Jendral Sudirman No.41,
tanggal masuk Rumah Sakit 12 April 2021, tanggal pengkajian 15
April 2021 dengan diagnosa Diabetes Melitus tipe 2, klien di rawat di
ruang Cemara Rumah Sakit Umum Kota Tarakan.
Identitas Penanggung jawab terhadap klien Ny.E umur 50 tahun, jenis
kelamin perempuan, status dengan klien sebagai istri klien, beragama
kristen, pendidikan terakhir SLTA, bekerja sebagai ibu rumah tangga
dan alamat Jl. Jendral Sudirman no 41.
3.1.2 Alasan Masuk Rumah Sakit
Keluarga klien mengatakan sebelumnya ingin data ke poli bedah untuk
melakukan kontrol rutin terkait luka pada kakinya, sebelum sampai ke
poli bedah klien langsung dibawa ke IGD dikarenakan klien
mengatakan merasa lemas dan pusing.
3.1.3 Keluhan Utama
Klien mengatakan Nyeri pada kedua ekstremitas bawah. Klien
mengatakan nyeri luka post opp debridement ke 3 hari kedua.
3.1.4 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 12 April 2021 hari Senin klien diantar Istrinya ke Igd
RSUKT dengan keluhan keluarga klien mengatakan klien lemas
dari subuh dan nyeri dibagian kedua kaki sulit untuk digerakan,
klien mengatakan nafsu makan berkurang. GDS serial 176 mg/dL
dan GDS lab 160 mg/dL. Pada jam 11 klien diantar diruang rawat
inap.
Pada saat pengkajian : Kamis 15 April 2021
Klien mengatakan nyeri luka post op debridement ke 3 di kaki
kirinya, Klien mengatakan lokasi nyerinya dari betis hingga ke
ujung kaki tampak adanya luka balutan di kedua kaki klien. Klien
mengatakan tidak bisa duduk, klien tampak gelisah, Klien
mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, durasi nyerinya ± 1 menit,
klien mengatakan nyeri hilang timbul, klien mengatakan skala
nyeri 4, klien mengatakan nyeri bertambah ketika menggerakan
kedua kaki dan berkurang ketika tidak menggerakan kakinya.
Klien tampak meringis dan gelisah. Klien tampak lemas dan lesu.
Klien mengatakan batuk sejak dari pagi klien tampak cegukan dan
klien mengatakan sesak dan menggunakan nasal kanul 4 lpm.
Klien tampak berkeringat dan klien tampak menguap.
b. Riwayat Penyakit yang lalu
Klien mengatakan sebelumnya pernah dioperasi katarak 2 kali
tahun 2017 dan 2020. Klien mengatakan memiliki riwayat diabetes
mellitus sejak tahun 2009 dan kaki klien mulai luka pada tahun
pertengahan 2020, klien mengatakan rutin suntik insulin novorapid
8 unit dan levemir 14 unit.
Klien mengatakan awal mula luka dikakinya di sebelah kanan
karena adanya luka kecil lalu kaki kirinya. Lukanya semakin besar
kemudian pada awal tahun 2021 dibulan Januari tengah klien
melakukan operasi pertama dikaki kanannya dan akhir Januari
klien melakukan operasi debridement kedua nya dikaki kirinya.
Keluarga klien mengatakan klien sering masuk rumah sakit karena
pasien lemas.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan memiliki penyakit Dm keturunan dari ibunya
dan Saudara klien juga memiliki penyakit yang sama dan sudah
meninggal.
d. Genogram
X X X X
X X ? ? X X ? ? ?
? ? 56 ? X ? X
Keterangan :
56 : Pasien
: Perempuan
: Laki-laki
X : Meninggal
? : Umur tidak diketahui
Kesimpulan :
f. Sistem Pencernaan
Sklera :Tidak ikterik
Bibir : Tampak kering
Mulut :Kemampuan menelan baik,
Gaster :Tidak ada nyeri, Bising usus normal (15 x/menit)
Abdomen :Bunyi timpani dan tidak ada pembesaran hati
Anus :Tidak ada hemoroid
g. Sistem penginderaan
Mata : Kelopak mata simetris kiri dan kanan,
terdapat bulu mata dan alis merata, klien dapat membaca dengan
baik menggunakan kacamata
Hidung : Tampak terpasang nasal kasul 4
lpm
Fungsi penciuman : Klien dapat mencium bau dengan
baik dapat membeda aroma parfum dan minyak kayu putih.
Polip : Tidak ada
Deviasi septum : Tidak
Secret : Tidak ada
Silia : Ada
Telinga : Tampak simetris kiri dan kanan
tidak ada serumen.
Keadaan daun telinga : Terdapat serumen
Fungsi pendengaran : Dapat mendengar dengan baik
Tes fungsi pendengaran : Berfungsi dengan baik
h. Sistem Persarafan
i. Fungsi cerebral : Klien dapat mengingat dengan baik
Tingkat kesadaran : Kesadaran : composmentis
(E4V5M6) GCS : 15
Eye :4
Verbal:5
Motorik :6
ii. Fungsi cranial :
i. Sistem Muskuloskeletal
Kepala : Bentuk kepala oval, bisa digerakkan dengan bebas
Vertebrae : Tidak dilakukan pengkajian
Pelvis : Tidak dilakkan pengkajian
Lutut : Klien mengatakan tidak ada nyeri tekan tetapi
klien sulit untuk mengerakan lututnya karena terdapat luka
ekstremitas.
Kaki : Terdapat luka DM pada kedua kaki klien. Pada
kaki kiri klien terdapat luka DM sepanjang ± 10cm serta lebar 5
cm dan jari – jari klien hanya tersisa jari jempol dan kelingking.
Pada kaki kanan terdapat luka DM di daerah tumit kaki klien
dengan panjang ± 4 cm lebar 3 cm dan kedalaman 2 cm.
Kulit : Warna kulit sawo matang, akral teraba hangat,
terdapat luka DM di kedua kaki klien, tampak terpasang perban
pada kedua kaki klien. Luka pada kedua kaki kiri klien berwarna
merah dan tampak basah. Pada kaki kiri luka di punggung kaki
berwama merah dan terdapat jaringan nekrotik di sekitar jari jari
kaki klien. Pada kaki kiri klien terdapat luka DM dengan panjang
sekitar ± 10 cm serta lebar luka sekitar 5 cm dan jari-jari kaki klien
tidak lengkap hanya tersisa jari jempol dan kelingking. Pada kaki
kanan klien terdapat luka DM di daerah tumit kaki klien, luka
tampak basah dan bemanah dengan panjang sekitar ± 4c m, lebar
sekitar 3 cm serta kedalaman
Tangan : Klien dapat menggerakan kedua tangan, dan dapat
melawan tahanan, tidak ada bengkak, terpasang infus pada tangan
kiri klien
Cara berdiri : Klien tidak dapat berdiri dengan karena luka pada
kedua kaki klien.
Posisi berdiri :Klien tidak dapat berdiri
Posisi saat duduk : klien mengatakan belum bisa duduk
Sendi :Tidak ada pembengkan tidak, tidak ada inflamasi,
tidak ada kekakuan.
j. Sistem Integumen
Rambut :Rambut klien berwarna hitam beruban, penyebaran
merata dan berminyak.
Kulit :Warna kulit sawo matang. Akral teraba hangat,
terdapat luka DM di kedua kaki klien, tampak terpasang perban
pada kedua kaki klien.
Kelembaban :Kulit klien lembab
Kuku :Bersih, tidak mudah patah
k. Sistem Endokrin
Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Eksresi urine : Tidak ada eksresi urine yang berlebihan tidak
ada keringat berlebih
GDS (Gula Darah Sewaktu) :
393 mg/dL (15 April 2021)
149 mg/dL (16 April 2021)
l. Sistem Perkemihan
Tidak terdapat oedem palpebra, tidak terdapat moon face, tidak
terdapat oedem anaskara, klien menggunakan pampers dan buang
air kecil menggunakan pispot.
m. Sistem Reproduksi
Pertumbuhan rambut merata dan jakun klien menonjol.
n. Sistem Imunologi
Klien mengatakan tidak ada alergi
3.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Senin 16 April 2021
Intervensi Keperawatan :
Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan :
Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan
Data Subjektif :
3.6.2.2 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (nyeri luka
post opp)
1) Mengdentifikasi skala nyeri.
Data Objektif : Skala nyeri berkurang dari 4 menjadi 2
2) Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Data Subjektif : Klien mengatakan setiap merasakan nyeri klien
melakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa
nyeri.
3) Berkolaborasi pemberian analgetik
Data Objektif : Klien mendapatkan Inj. Antrain 1 amp/8jam
dan Inj. Ketorolac 1 amp/8jam.
BAB 4
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Haryono R. Susanti BAD. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Endokrin. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Hidayati, N., & Agustin, R. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
pasien dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD) di ruang ICU RSUD A.
Wahab Sjahranie Samarinda.
Kusnanto, K., Sundari, P. M., Asmoro, C. P., & Arifin, H. (2019). Hubungan
Tingkat Pengetahuan Dan Diabetes Self-Management Dengan Tingkat Stres
Pasien Diabetes Melitus Yang Menjalani Diet. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 22(1), 31–42. https://doi.org/10.7454/jki.v22i1.780
Penelitian, B., & Kesehatan, P. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Riskesdas, 2018. Riset kesehatan dasar, diambil tanggal 21 juni 2018 dari
http://depkes.go.id/downloads/rikesdas2018/hasil20%rikesdas5202018.
Rosyidah, D.U. (2019). Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Hbale
dengan "yadı, A. L. S. (2016). Ilmu kesehatan masyarakat. Penerbit Andi.
SDKI, DPP & PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: definisi
dan indikator diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPPPONI
Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Efyuwinta, A. (2018). Hubungan kadar gula
darah dengan tekanan darah pada penderita Diabetes Tipe 2. Jurnal Ners dan
Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5 (2), 163-171.