PENDAHULUAN
pelayanan kesehatan paripurna semakin tinggi. Hal ini perlu dicermati oleh para
pelaku profesi kesehatan, tidak terkecuali profesi gizi. Ahli gizi, sebagai bagian
dari tim asuhan kesehatan, dituntut untuk memberikan asuhan gizi yang
berkualitas yakni melakukan asuhan gizi dengan benar, pada waktu yang tepat,
dengan menggunakan cara yang benar serta pada individu yang tepat untuk
mencapai hasil yang optimal. Apabila pelayanan ini tidak memadai, maka erat
Pelayanan gizi yang berkualitas dari asuhan gizi pasien rawat inap dapat
berupa rancangan diet yang tepat, edukasi dan konseling gizi yang sesuai dengan
permasalahan dan kebutuhan gizi yang terdokumentasi, serta hasil asuhan gizi
dapat terukur dan tidak bias. Kualitas pelayanan dinilai melalui hasil kerja dan
kepatuhan mentaati proses terstandar yang disepakati. Semua hal tersebut akan
kegiatan yang berurutan dan saling berkaitan, yaitu pengkajian gizi, diagnosis
gizi, intervensi gizi dan monitoring evaluasi. Perbedaan mendasar antara NCP
dengan asuhan gizi sebelumnya terletak pada diagnosis gizi yang tersusun
1
sistematis meliputi permasalahan, etiologi serta tanda dan gejala. Permasalahan
rencana intervensi, dengan sasaran terapi pada etiologi dan pencapaian hasil dapat
dilihat dari perbaikan tanda dan gejala yang dialami pasien (Sumapradja, 2011).
Pasien yang menjadi prioritas mendapatkan asuhan gizi dengan pendekatan NCP
adalah pasien yang teridentifikasi risiko gizi dan membutuhkan gizi khusus secara
yang disebabkan karena adanya peningkatan gula darah akibat kekurangan insulin
beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah
(Soegondo, 2009).
nasional penyakit Diabetes Melitus yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5% dan
2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, proporsi penduduk
wawancara (pernah didiagnosa dan ada gejala) mengalami peningkatan dari 1,1%
(tahun 2007) menjadi 2,1% (tahun 2013). Proporsi penduduk umur ≥15 tahun
2
dengan toleransi glukosa terganggu (TGT) mencapai 29,9%. Hal ini berarti akan
organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Dabla P.K, 2010).
Risiko penyakit yang terjadi oleh penderita diabetes melitus jika dibandingkan
dengan penderita non diabetes melitus adalah 2 kali lebih mudah stroke, 25 kali
lebih mudah mengalami buta, 2 kali lebih mudah mengalami PJK (Penyakit
Jantung Koroner), 17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal kronik, dan 5 kali
terminal (end stage renal disease) juga semakin meningkat sesuai dengan
mencapai 71.000 jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat
pengontrolan yang terapeutik dan teratur melalui perubahan gaya hidup pasien
3
tepat, kontrol medis teratur dan pengontrolan metabolik secara teratur melalui
medis, latihan jasmani, dan terapi farmakologis. Terapi gizi medis melalui
yang tepat dan berhasil yaitu dengan memberikan dukungan gizi yang tepat
Kasus yang diambil untuk studi kasus ini adalah asuhan gizi pada pasien
Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Gagal Ginjal Kronik. Asuhan gizi
assessmen, diagnosis gizi, intervensi gizi, monitoring dan evaluasi. Asuhan gizi
ini diharapkan dapat membantu menstabilkan kadar gula darah, kadar ureum dan
kadar kreatinin dalam tubuh pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi
penelitian ini yaitu bagaimana asuhan gizi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2
dengan komplikasi Gagal Ginjal Kronik di RSUD Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melaksanakan asuhan gizi
pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi Gagal Ginjal Kronik.
4
1.3.2 Tujuan Khusus
antropometri, biokimia, fisik klinis, dan riwayat gizi pada pasien dengan
intervensi gizi yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan
1. Bagi Peneliti
bagi peneliti dalam melakukan asuhan gizi pada pasien Diabetes Melitus tipe 2
2. Bagi Institusi
tentang asuhan gizi khususnya bagi pasien penyakit Diabetes Melitus tipe 2
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
disebabkan karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
seseorang dikatakan menderita Diabetes Melitus jika memiliki kadar gula darah
puasa >126 mg/dl dan pada tes gula darah sewaktu >200 mg/dl. Kadar gula darah
sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali
2.1.2 Etiologi
kerena kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
6
sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glukosa.
a. Kelainan genetik
b. Usia
secara drastic. Diabetes Melitus tipe 2 sering muncul setelah usia 30 tahun ke
atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya
dan lemak berbahaya bagi mereka yang beresiko mengidap penyakit Diabetes
Melitus tipe 2.
insulin). Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi
7
lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan
gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80%
peningkatan frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus
(polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang
biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin
akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut
tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula
glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria.
seperti:
8
a. Keluhan klasik Diabetes Melitus yaitu poliuria, polidipsia, polifagia dan
b. Keluhan lain yaitu lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
sebagai berikut:
puasa ≥126 mg/dL. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
d. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200
Glukosa plasma 2
Glukosa darah puasa
HbA1c (%) jam setelah TTGO
(mg/dl)
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Prediabetes 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5,7 <100 < 140
(Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2015).
9
2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe 2
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
tipe 1 adalah insulin, sedangkan untuk pengobatan utama Diabetes Mellitus tipe 2
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara komprehensif.
yang meliputi:
1. Riwayat Penyakit
b. Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat perubahan
berat badan.
10
d. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
hiperglikemia, hipoglikemia).
urogenital.
2. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan funduskopi.
e. Pemeriksaan jantung.
11
g. Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
insulin).
3. Evaluasi Laboratorium
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah tes toleransi
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti
khusus.
A. Edukasi
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
12
Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi dibutuhkan
tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien
anjuran:
3. Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman
dan teratur.
dengan tepat.
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
13
kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi
DM.
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat
1. Karbohidrat
f. Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan
selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.
14
2. Lemak
lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu
fullcream.
3. Protein
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe.
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%
perhari.
4. Natrium
15
b. Penyandang Diabetes Melitus yang juga menderita hipertensi perlu
c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
5. Serat
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
b. Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai
B. Kebutuhan Kalori
yang besarnya 25-30 kal/kg BB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut:
dimodifikasi:
b. Bagi pria dengan tinggi badan <160 cm dan wanita <150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi:
a) Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB (kg)/TB (m2)
16
b) Klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut Kementrian Kesehatan RI
(2013):
1) Jenis Kelamin
2) Umur
fisik.
keadaan istirahat.
17
d. Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet,
tukang gali.
4) Stres Metabolik
5) Berat Badan
C. Jasmani
Melitus Tipe 2, apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-
hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3–5 kali
perminggu selama sekitar 30–45 menit, dengan total 150 menit perminggu. Jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah
<100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila
>250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau
18
aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50 – 70% denyut jantung
jasmani. Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat bisa
3. Kriteria Pengendalian DM
kadar HbA1C, dan profil lipid. Definisi DM yang terkendali baik adalah apabila
kadar glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1c mencapai kadar yang diharapkan,
serta status gizi maupun tekanan darah sesuai target yang ditentukan. Kriteria
19
Tabel 2.2 Sasaran Pengendalian DM
Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) ≥18,5 – <24,9
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik (mmHg) < 90
Glukosa darah preprandial kapiler 80 – 130**
(mg/dl)
Glukosa darah 1-2 PP kapiler (mg/dl) < 180**
HbA1c (%) < 7 (atau individual)
< 100 (< 70 bila risiko KV sangat
Kolestrol LDL (mg/dl)
tinggi)
Kolestrol HDL (mg/dl) Laki-laki: > 40; Perempuan: > 50
Trigliserida (mg/dl) <150
Keterangan : KV = Kardiovaskular, PP = Post prandial
*Kementrian Kesehatan RI, 2013
** Standards of Medical Care in Diabetes, ADA 2015
(Persatuan Endokrinologi Indonesia, 2015).
masalah yang berkaitan dengan gizi, sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang
efektif dan berkualitas. Proses asuhan gizi hanya dilakukan pada pasien atau klien
dukungan gizi individual. Identifikasi resiko gizi dilakukan melalui skrining gizi,
mendalam. Bila masalah gizi yang lebih spesifik telah ditemukan maka dari data
objektif dan subjektif pengkajian gizi dapat ditemukan, penyebab, derajat serta
20
diagnosa gizi yang terkait. Kemudian monitoring dan evaluasi gizi dilakukan
intervensi yang diberikan. Bila tujuan tercapai maka proses ini dihentikan, namun
bila tidak tercapai atau terdapat masalah gizi baru maka proses berulang kembali
Proses asuhan gizi terstandar merupakan siklus yang terdiri dari langkah
2. Diagnosa gizi
3. Intervensi gizi
untuk identifikasi masalah gizi yang terkait dengan aspek-aspek asupan zat gizi
dari makanan serta aspek klinis dan perilaku lingkungan yang disertai
diperoleh langsung dari pasien atau klien melalui wawancara, observasi dan
pengukuran ataupun melalui petugas kesehatan lain atau institusi yang merujuk
a. Data antropometri
21
b. Data biokimia
Diagnosa gizi adalah identifikasi masalah gizi dari data penelitian gizi
yang menggambarkan kondisi gizi pasien saat ini, resiko hingga potensi terjadinya
masalah gizi yang dapat ditindaklanjuti agar dapat diberikan intervensi gizi yang
tepat (Anggraeni, 2012). Langkah diagnosa gizi ini merupakan langkah kritis
penyebab, dan hasil pengkajian gizi masalah tersebut. Melalui langkah ini
(etiologi), serta tanda dan gejala adanya masalah (sign and symptoms)
(Sumapradja, 2011).
22
2.2.3 Intervensi Gizi
tindakan kepada pasien untuk mengubah semua aspek yang berkaitan dengan gizi
pada pasien agar didapatkan hasil yang optimal (Anggraeni, 2012). Terdapat dua
1. Perencanaan Intervensi
(Etiologi) atau bila penyebab tidak dapat di intervensi maka strategi intervensi
jadwal dan frekuensi asuhan. Output dari intervensi ini adalah tujuan yang
intervensi meliputi:
waktunya.
b) Preskripsi diet
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan,
2. Implementasi Intervensi
23
tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus
itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali, dimana
data tersebut dapat menunjukkan respons pasien dan perlu atau tidaknya
edukasi gizi, konseling gizi dan koordinasi pelayanan gizi. Setiap kelompok
serta pengawan penanganan pasien, apakah sudah sesuai dengan yang ditentukan
oleh ahli gizi. Sedangkan evaluasi adalah proses penentuan seberapa jauh tujuan-
tujuan telah tercapai. Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk
(Anggraeni, 2012).
pasien yang bertujuan untuk melihat hasil dari intervensi yang telah
24
c. Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana/preskripsi diet.
2. Mengukur hasil.
terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur
3. Evaluasi hasil
hasil, yaitu:
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan dan
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu pengukuran
fisik/klinis.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
studi kasus (case study). Peneliti melakukan asuhan gizi pada 1 orang pasien
tanggal 11 Mei 2018 hingga 14 Mei 2018. Tempat penelitian ini dilaksanakan di
` Subjek penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus tipe 2 yang dipilih
berikut:
5. Penelitian dilakukan saat pasien masuk rumah sakit pertama kali hingga
persetujuan.
26
3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
a. Data karakteristik pasien yaitu (1) data umum pasien seperti nama, umur,
yang sering dikonsumsi; (3) sosial budaya seperti status sosial ekonomi,
dan sosial serta hubungan sosial; (4) riwayat penyakit seperti keluhan utama
yang terkait dengan masalah gizi, riwayat penyakit dulu dan sekarang,
pasien.
b. Data antropometri yaitu data tinggi badan (TB) dan berat badan (BB)
pengukuran dengan alat ukur yaitu microtoise dan data berat badan (BB)
dapat didapatkan dengan cara melakukan pengukuran dengan alat ukur yaitu
timbangan.
c. Data riwayat gizi yaitu data asupan makanan pasien termasuk komposisi,
pola makan, diet saat ini yang dapat diperoleh dengan cara melakukan
27
3.4.2 Data Sekunder
Merupakan sumber data yang diperoleh secara tidak langsung dari subjek
a. Data biokimia berupa data tes hasil laboratorium terkait gizi, data ini
diperoleh dari catatan rekam medis pasien. Data tes hasil laboratorium
terkait gizi pada penyakit Diabetes Melitus adalah glukosa darah sewaktu,
dengan standar yang telah ditetapkan. Data monitoring dan evaluasi diperoleh
28
BAB IV
Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu merupakan salah satu Rumah
Sakit milik Pemerintah Daerah tipe B yang beralamat dijalan TB. Simatupang No.
1 Jakarta Selatan. Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu melayani pasien
rawat inap dan rawat jalan dan termasuk didalamnya melayani kebutuhan diet
makan pasien. Sistem penyelenggaraan makanan di unit gizi Rumah Sakit Umum
yang diterima oleh seluruh pasien berasal dari pengusaha jasa boga yang ditunjuk
kapasitas 455 tempat tidur yang terbagi menjadi beberapa kelas ruangan, meliputi
kelas VVIP, VIP, kelas 1, kelas 2, kelas 3, ruangan khusus HCU, ruangan khusus
ICU, ruangan khusus ICCU, ruangan khusus NICU dan ruangan khusus PICU.
Untuk semua kelas diberikan makan utama 3 kali sehari, makanan selingan 2 kali
sehari dengan porsi dan diet yang sesuai dan waktu pelayanan selama jam
29
4.2 Pengkajian Data
meliputi nama, jenis kelamin, usia dan diagnosis medis dengan melihat rekam
medis pasien. Berikut data gambaran umum pasien yang disajikan pada Tabel 4.1:
Keterangan Hasil
Nama Ny. SR
Jenis kelamin Perempuan
Usia 42 tahun 7 bulan 7 hari
Diagnosis medis CKD, Hiperglikemia, HT emergensi
Tanggal masuk RS 10 Mei 2018
Tanggal pengkajian gizi awal 11 Mei 2018
Ruang dan kelas perawatan Alamanda 1109B / III
Keluhan pasien saat kunjungn Lemas,sesak napas dan mual
Riwayat penyakit dahulu Diabetes Melitus tipe 2, Dispepsia,
susp nefropati DM
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Agama Islam
Suku Jawa
Ny. SR tinggal bersama dengan suami dan 2 orang anak. Sebelumnya, Ny. SR
sudah pernah dirawat dengan diagnosis medis yang sama, hanya saja baru
diketahui mengalami komplikasi saat masuk rumah sakit pada tanggal 10 Mei
2018.
30
Tabel 4.2 Hasil Antropometri
Keterangan Hasil
Berat badan sekarang 58 kg
Tinggi badan 147 cm
Berat badan ideal 47 kg
menggunakan berat badan dan tinggi badan untuk mendapatkan hasil Indeks
badan pasien sebesar 10%, sehingga estimasi perhitungan Indeks Massa Tubuh
berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang
laboratorium terkait masalah gizi harus selaras dengan data assessmen gizi lainnya
31
Tabel 4.3 Data Hasil Pemeriksaan Laboratorium Awal
Tanggal 11 Mei 2018
Sewaktu dan HbA1c tinggi yaitu 238 mg/dL dan 12,5%, tingginya kadar glukosa
darah sewaktu dan kadar HbA1c hingga melebihi normal berkaitan dengan
Kreatinin tinggi yaitu 170 mg/dL dan 5,88 mg/dL. Nilai Tes Kliren Kreatinin
yang dihasilkan yaitu 11,41 ml/menit. Menurut Almatsier (2010), tingginya kadar
ureum dan kreatinin darah hingga melebihi nilai normal dan TKK <25 ml/menit
rendah. Pada pasien yang menderita GGK biasanya terjadi anemia (hemoglobin
32
4.2.4 Data Fisik Klinis
Tabel 4.4 menunjukkan hasil pemeriksaan fisik klinis pasien pada awal
pengamatan. Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak dan kaki bengkak
sejak 1 minggu dan keadaan ini semakin memburuk 2 hari Sebelum Masuk
Rumah Sakit (SMRS) serta mual. Bedasarkan hasil observasi keadaan umum,
pasien pucat, badan lemas, sesak napas dan mengalami mual. Hasil pemeriksaan
fisik klinis juga menunjukkan bahwa pasien memiliki tekanan darah tinggi yaitu
Riwayat gizi dahulu meliputi kebiasaan dan pola makan pasien sebelum
masuk rumah sakit. Dalam kasus ini, pasien memiliki kebiasaan makan yang
teratur yaitu 3 kali makan utama dan 2 kali makan selingan dalam sehari, pasien
Pasien memiliki kebiasan makan selingan pada waktu pagi dan sore, selingan
33
yang biasa dikonsumsi pasien yaitu biskuit atau roti gandum sebanyak 2 potong.
yang lalu dan di diagnosis GGK semenjak masuk rumah sakit. Pasien sebelumnya
Berdasarkan wawancara, pasien sudah mengikuti anjuran diet yang diberikan oleh
ahli gizi rumah sakit, salah satunya pasien mulai mengkonsumsi beras merah dan
Selain data riwayat gizi dahulu, diperlukan juga data riwayat gizi saat ini
untuk mengetahui pola dan asupan responden saat dirawat di rumah sakit. Berikut
hasil recall makan pasien saat berada di Rumah Sakit disajikan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Recall 1x24 jam Rumah Sakit tanggal 11 Mei 2018
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semua asupan zat gizi pasien
berada dibawah kebutuhan. Hal ini terjadi akibat nafsu makan pasien menurun
karena mengalami mual dan sesak, sehingga hasil yang didapatkan menunjukkan
rata-rata asupan pasien selama 1x24 jam masuk rumah sakit adalah 24% dari total
34
4.3 Diagnosis Gizi Pasien
penyebab (etiology) dan tanda dan gejala (sign & symptoms). Diagnosis gizi
terdiri dari tiga domain, yaitu domain asupan (intake), domain klinik (clinic) dan
domain perilaku (behaviour). Adapun diagnosa gizi yang dimiliki pasien disajikan
Diagnosis penyakit pasien pada saat masuk rumah sakit (MRS) adalah
data subyektif dan obyektif pasien, terutama ditemukan adanya peningkatan kadar
glukosa darah sewaktu, peningkatan kadar ureum dan kreatinin yang tinggi dan
35
4.4 Intervensi Gizi
1. Rencana Intervensi
e. Tujuan Diet :
gizi optimal.
mendekati normal.
2) Kebutuhan protein rendah, yaitu 10,65% dari kebutuhan energi total atau
0,8 g/kg BB. Diutamakan sumber protein yang bernilai biologik tinggi
3) Karbohidrat cukup yaitu 60% dari kebutuhan energi total sebesar 235,24 g.
4) Lemak cukup yaitu 29,35% dari kebutuhan energi total sebear 51,14 g.
5) Natrium rendah, yaitu 800 mg terkait dengan pasien mengalami edema dan
hipertensi.
36
6) Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
= 25 kkal x kg BBA
= 25 kkal x 52,2
= 1305 kkal – 5 %
= 1239, 75 kkal + 10 %
= 1363, 72 kkal + 15 %
37
2) Perhitungan Kebutuhan Protein
= 0,8 gr x kg BBA
= 0,8 gr x 52,2 kg
= 41, 76 g
berdasarkan berat badan aktual, faktor koreksi umur, faktor koreksi aktifitas dan
rumus 0,8 g/kg BB/hari sebesar 41,76 g dan diutamakan sumber protein yang
menggunakan nilai 60% dari kebutuhan energi total sebesar 235,24 g dan
kebutuhan lemak 29,35% dari kebutuhan energi total sebesar 51,14 g. Pemberian
rendah garam II sebesar 2 g dengan kandungan natrium sebesar 800 mg, karena
38
2. Rencana Edukasi Gizi
pasien dapat mengikuti dan menerapkan anjuran diet setelah pasien keluar dari
rumah sakit. Informasi yang disampaikan yaitu berupa pemilihan bahan makanan
yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan bagi pasien serta bahan makanan yang
7) Materi :
b. Tujuan diberikannya diet DM, P40 (R. Protein) dan R. Garam II kepada
pasien.
39
4.5 Hasil Monitoring dan Evaluasi
monitoring dan evaluasi tidak dilakukan karena pasien susah berdiri yang
disebabkan adanya edema pada kaki, sehingga untuk menentukan status gizi
menggunakan berat badan pasien saat masuk IGD (Instalasi Gawat Darurat).
pelaksanaan asuhan gizi pada Diabetes Mellitus tipe 2 dengan komplikasi Gagal
pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi, status metabolik, dan gambaran
kesimpulan dari data laboratorium terkait masalah gizi harus selaras dengan data
assessmen gizi lainnya seperti riwayat gizi yang selaras termasuk penggunaan
40
Pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa kadar hemoglobin dan hematokrit
masih rendah. Salah satu intervensi gizi yang diberikan untuk meningkatkan kadar
seperti daging ayam, daging sapi dan telur. Pada pasien yang menderita GGK
Dari Tabel 4.7 dapat dilihat terjadi penurunan kadar glukosa darah
sewaktu, dari awal pengamatan 238 mg/dL menjadi 163 mg/dL di akhir
antidiabetik serta terapi diet berupa diet diabetes melitus 1500 kkal.
Pada akhir pengamatan, terjadi penurunan nilai ureum tetapi masih dalam
kategori tinggi dan kreatinin tidak mengalami perubahan yang signifikan dari
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Brunner & Suddarth, 2002) bahwa diet rendah
kemungkinan terapi dialisis tetapi tidak menurunkan kadar ureum dan kreatinin
darah.
Hasil pemeriksaan fisik klinis pada awal dan akhir pengamatan dapat
41
Tabel 4.8 Monitoring Hasil Pemeriksaan Fisik Klinis Pasien
Hasil
Pemeriksaan
11/05/2018 12/05/2018 13/05/2018 14/05/2018
Keadaan umum Sakit Sedang Sakit Sedang Sedang Sedang
Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
Edema + + + +
TD (mmHg) 170/100 140/90 130/70 120/70
Nadi (x/menit) 68 84 86 82
RR (x/menit) 20 20 20 20
Suhu (°C) 36,2 36,3 36 36,3
Lemas, mual, Lemas, mual,
Keluhan Lemas Lemas
sesak napas, sesak napas,
Sumber: Data Rekam Medik RSUD Pasar Minggu, Mei 2018
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan tekanan darah. Di
awal pengamatan tekanan darah pasien 170/100 mmHg menjadi 120/70 mmHg di
akhir pengamatan. Hal ini dapat disebabkan karena intervensi gizi berupa
tekanan darah. Diet rendah garam II mengandung kadar natrium sebesar 800 mg.
Berdasarkan Tabel 4.8 juga dapat dilihat bahwa keluhan pasien mulai berkurang.
Pasien tidak lagi mengalami mual dan sesak napas, hanya masih terlihat lemas.
Intervensi terapi diet yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 menunjukkan terapi diet yang diberikan kepada Ny. SR yaitu
jenis diet, bentuk makanan, frekuensi pemberian dan rute pemberian makanan.
Terapi diet dari hari pertama pengamatan hingga hari terakhir pengamatan tidak
mengalami perubahan.
42
Hasil monitoring asupan zat gizi pasien selama dirumah sakit dapat dilihat
Zat Gizi
11/05/2018 12/05/2018 13/05/2018 14/05/2018
Tanggal
Energi (kkal) 24,24% 36,98% 69,71% 74,98%
Protein (g) 30,34% 38,31% 83,98% 95,02%
Lemak (g) 15,21% 34,06% 61,38% 57,84%
Karbohidrat (g) 26,43% 36,69% 68,18% 68,18%
diberikan terapi gizi dengan pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan.
Diet yang diberikan yaitu diet Diabetes Melitus 1500 kkal dengan Rendah Protein
kali makan utama dan 2 kali selingan. Pemberian makanan lunak terkait dengan
kondisi pasien yang mual, muntah dan agak sesak. Sesuai dengan tujuan
kadar glukosa darah dan tekanan darah supaya mendekati normal dan mencegah
Hasil intervensi zat gizi yang diberikan kepada Ny. SR akan dibahas pada
Gambar 4.1 :
43
Grafik Asupan Energi
80.00%
Persen Asupan Energi 70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
11-May-18 12-May-18 13-May-18 14-May-18
Tanggal Pengamatan
Energi
Pada Gambar 4.1 terjadi peningkatan asupan energi dari 24,24% di awal
terjadi karena pasien mampu menghabiskan sedikit demi sedikit makanan yang
disajikan dan mual sudah berkurang dari hari ke hari. Konsumsi energi pasien
yang adekuat penting untuk mencegah terjadi pemecahan protein dan lemak
dalam tubuh pasien sebagai sumber tenaga. Selain itu, konsumsi energi yang
44
Grafik Asupan Protein
100.00%
Persntase Asupan Protein 90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
11-May-18 12-May-18 13-May-18 14-May-18
Tanggal Pengamatan
Protein
Pada Gambar 4.2 terjadi peningkatan asupan protein dari 30,34% di awal
protein selama 4 hari pengamatan sudah sesuai dengan kebutuhan pasien dan tidak
menyalahi aturan dari syarat dan prinsip diet yaitu perlu diperhatikannya
pemberian protein terhadap pasien gagal ginjal kronik. Tingkat konsumsi protein
yang normal ini juga berkaitan dengan kepatuhan pasien mengikuti diet yang telah
diberikan sehingga konsumsi protein tidak melebihi dari diet yang dianjurkan
45
Grafik Asupan Lemak
70.00%
Persentase Asupan Lemak 60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
11-May-18 12-May-18 13-May-18 14-May-18
Tanggal Pengamatan
Lemak
Pada Gambar 4.3 terjadi peningkatan asupan lemak dari 15,21% di awal
lemak meningkat dari hari ke hari tetapi belum masuk kedalam kategori baik
(<80%).
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
11-May-18 12-May-18 13-May-18 14-May-18
Tanggal Pengamatan
Karbohidrat
46
Pada Gambar 4.4 terjadi peningkatan asupan karbohidrat dari 26,43% di
utama yang paling banyak berasal dari makanan pokok seperti nasi, tetapi pada
indeks glikemik tinggi yang dapat membuat kadar glukosa darah pada penderita
47
BAB V
5.1 Kesimpulan
Pengkajian awal gizi pasien adalah status gizi normal (24,16 kg/m2), kadar
glukosa darah sewaktu, HbA1c, ureum dan kreatinin tinggi dan kadar hemoglobin
rendah, pasien terlihat pucat, badan lemas, sesak napas dan mual, tekanan darah
tinggi dan denyut nadi rendah. Asupan makan pasien selama 1x24 jam masuk
Diagnosis gizi pasien yaitu asupan oral tidak adekuat berkaitan dengan
terbatasnya daya terima makanan akibat mual dan muntah ditandai dengan asupan
energi saat masuk rumah sakit hanya 24,24%. Asupan cairan berlebih berkaitan
dengan gangguan ginjal dan endokrin (Diabetes Melitus tipe 2) ditandai dengan
terjadinya edema di kaki. Perubahan nilai lab terkait gizi berkaitan dengan
dengan GDS tinggi (238 mg/dL), Ureum tinggi (170 mg/dL), Kreatinin tinggi
Intervensi diet berupa pemberian Diet Diabetes Melitus 1500 kkal, Diet
makanan utama dan 2x makanan selingan, diberikan melalui oral. Edukasi gizi
kepada pasien mengenai pengertian dan penyebab terjadinya Diabetes Melitus dan
Gagal Ginjal Kronik, tujuan pemberian diet DM, P40 (R. Protein) dan R. Garam
II serta pemilihan bahan makanan yang dianjurkan, bahan makanan yang tidak
dianjurkan dan bahan makanan yang harus dibatasi konsumsinya oleh pasien.
48
Evaluasi asupan makan selama dirumah sakit mengalami peningkatan,
kadar glukosa darah menjadi normal, kadar ureum dan kreatinin menurun
walaupun tidak signifikan, tekanan darah menjadi normal serta keluhan mual dan
5.2 Saran
Bagi Pasien :
ginjal kronik.
49
Daftar Pustaka
Almatsier, S. 2010. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Anggraeni, A.C. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC.
Hartono, A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kemenkes RI.
Ronquillo, L.H., Zenteno, J.F.T., Espinosa, J.G., & Aceves, G. 2003. Factor
Associated With Therapy Noncomlience In Type 2 Diabetes Patient.
Soilud Publica de Mexico, 45 (3), 191-197.
Smeltzer, Suzanne, C., Bare, Brenda, G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo (dkk). Jakarta: EGC.
50
Soegondo, S. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. Dalam:
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
51