Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) atau penyakit kencing manis merupakan

penyakit menahun yang dapat diderita seumur hidup disebabkan oleh

gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas yang ditandai

dengan peningkatan gula darah atau sering disebut dengan kondisi

hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari

pancreas (Lestari et al., 2021). Secara umum Diabetes mellitus

diklasifikasikan menjadi 4 yaitu diabetes mellitus tipe 1 (DMT1) diabetes

terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang dan menghancurkan sel-

sel yang memproduksi insulin di pankreas, diabetes mellitus tipe 2

(DMT2) diabetes terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin

secara efektif atau tidak memproduksi cukup insulin, diabetes mellitus

gestasional terjadi ketika seorang wanita hamil mengalami peningkatan

kadar gula darah yang tidak normal, dan diabetes mellitus spesifik lain.

Selain itu, terdapat juga kondisi prediabetes, yaitu kondisi di mana kadar

gula darah seseorang lebih tinggi dari normal, tetapi belum cukup tinggi

untuk didiagnosis sebagai diabetes tipe 2, kondisi ini dapat menjadi tanda

peringatan untuk mengambil tindakan pencegahan sebelum terkena

diabetes tipe 2 (Sari & Harmanto, 2020).

Diabetes melitus Tipe 2 merupakan masalah metabolisme yang

bersifat herediter dan heterogen secara klinis dengan indikasi hilangnya

1
2

resiliensi gula, digambarkan dengan peningkatan glukosa atau gula

karena penurunan pelepasan insulin oleh sel beta pankreas dan ditambah

dengan melemahnya kerja insulin (Dwi, 2019).

WHO menunjukkan data bahwa pada 2019 penyebab nomor satu

angka kematian di dunia adalah penyakit tidak menular meliputi penyakit

jantung, diabetes mellitus, kanker, asma dan penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK) mencapai angka 71%. Selain itu, WHO juga

menyebutkan bahwa terjadi peningkatan penderita Diabetes Melitus

sebesar 8,5% pada populasi orang dewasa, yakni tercatat 422 juta orang

menderita Diabetes Melitus di dunia (Fatimah et al., 2020). Internasional

Diabetes Federation (IDF) tahun 2019 dari 177 juta jiwa di dunia yang

menderita penyakit Diabetes melitus tipe 2 dan 25 tahun yang akan

datang meningkat menjadi

300 juta jiwa, prevalensi diabetes tipe 2 tahun 2019 pada penduduk

Amerika Serikat yang diatas berusia 65 tahun atau lebih yaitu sekitar 10,9

juta jiwa (26,9%), sedangkan di Indonesia jumlah pasien diabetes

mellitus tipe 2 mengalami kenaikan, dari 8,4% juta jiwa pada tahun 2019

dan diperkirakan naik menjadi 21,3% juta jiwa pada tahun 2022

(Karokaro & Riduan, 2019). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

melaporkan jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2021 sebanyak

19,47 juta jiwa (Kemenkes RI, 2022).

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melaporkan jumlah

penderita diabetes mellitus di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2021

mencapai
3

929.535 kasus. Dari jumlah tersebut diestimasikan sebanyak 867.257

penderita (93,3%) yang telah terdiganosis dan mendapatkan pelayanan

kesehatan (Dinkes jatim, 2021). Berdasarkan data dinas kesehatan

Banyuwangi tahun 2020 didapatkan jumlah penderita DM sebanyak

28.951 penderita (Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, 2021).

Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan didapatkan data keseluruhan

penderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 menurut rekam medis RSUD

Blambangan sebanyak 334 pasien diabetes mellitus pada bulan Januari -

September pada tahun 2023 dan data di Ruang Penyakit Dalam lantai 2

RSUD Blambangan sebanyak 112 pasien diabetes mellitus pada bulan

Januari - September pada tahun 2023 yang dirawat inap di ruang penyakit

dalam dengan kadar gula darah lebih dari 200 mg/dL.

Diabetes sering disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku atau

gaya hidup seseorang. Selain itu faktor lingkungan sosial dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan juga menimbulkan penyakit diabetes

dan komplikasinya. Diabetes dapat memengaruhi berbagai sistem organ

tubuh manusia dalam jangka waktu tertentu, yang disebut komplikasi.

Komplikasi diabetes dapat dibagi menjadi pembuluh darah

mikrovaskular dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk

kerusakan sistem saraf (neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati)

dan kerusakan mata (retinopati) dan untuk komplikasi pada

makrovaskuler termasuk penyakit jantung coroner, penyakit

serebrovaskuler, dan hipertensi (Lestari et al.,


4

2021). Gejala yang dialami oleh penderita DM sering disebut dengan

triaspoli, yaitu poliuri, polidipsi dan polifagi. Poliuri merupakan

kebiasaan berkemih yang sering akibat ginjal menghasilkan air kemih

secara berlebihan. Polidipsi adalah keadaan dimana pasien merasakan

sering haus. Polifagi adalah hilangnya kalori dalam jumlah besar karena

terbuang bersama dengan air kemih, sehingga penderita seringkali pasien

merasakan lapar dan haus. Gejala lainnya adalah pandangan kabur,

pusing, mual dan lemas (Statistician & Applications, 2022).

Pada pasien diabetes mellitus biasanya diberikan terapi

farmakologi dan non farmakologi. Salah satu terapi farmakologi seperti

pemberian obat oral dan bentuk injeksi berupa anti hiperglikemik dan

insulin, sedangkan pada terapi non farmakologi untuk menurunkan kadar

glukosa darah terdiri atas edukasi, nutrisi medis, latihan fisik dan terapi

Progressive Muscle Relaxation. Salah satu terapi relaksasi yang dapat

digunakan untuk pasien diabetes mellitus adalah terapi Progressive

Muscle Relaxation. Terapi Progressive Muscle Relaxation merupakan

tehnik mengelola system saraf simpatis dan parasimpatis sehingga

relaksasi progresif dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan

menghambat proses gluconeogenesis. Tehnik Progressive Muscle

Relaxation dilakukan dengan cara merelaksasikan otot dengan dua

tahapan, yaitu dengan memberikan kontraksi atau ketegangan pada suatu

kelompok otot, dan menghentikan tegangan tersebut lalu kemudian

memusatkan perhatian terhadap otot tersebut sehingga kondisi tubuh

menjadi lebih rileks (Wahyudi & Arlita, 2019). Progressive Muscle


5

Relaxation diketahui dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah

pada pasien diabetes mellitus karena dapat menekan pengeluaran

hormon- hormon yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah, yaitu

epinefrin, kortisol, glukagon, adrenocorticotropic hormone (ACTH),

kortikosteroid, dan tiroid (Saras et al., 2022). Latihan Progressive Muscle

Relaxation dapat dilakukan sebagai salah satu latihan fisik bagi pasien

diabetes mellitus. Latihan ini dilakukan untuk mendapatkan relaksasi

dengan penegangan dan pelemasan otot. Dengan melakukan penegangan

dan peregangan pada otot secara rutin berdampak pada meningkatkan

transfer glukosa ke dalam membran sel. Peningkatan ini membuat

penggunaan kadar glukosa menjadi lebih efektif sehingga kadarnya dapat

mendekati normal atau stabil (Robert & Brown, 2019).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul Penerapan Terapi Progressive Muscle

Relaxation pada Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan

Masalah Keperawatan Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Di RSUD

Blambangan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah penerapan Terapi Progressive Muscle Relaxation

pada Asuhan Keperawatan pasien Diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah

keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah di RSUD Blambangan

tahun 2023.
6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan Penerapan Terapi Progressive Muscle Relaxation pada

Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Masalah Keperawatan

Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Di RSUD Blambangan Tahun 2023.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien diabetes mellitus

tipe 2 dengan masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa

darah di RSUD Blambangan Tahun 2023.

2. Menegakkan diagnosis keperawatan penerapan pada pasien

diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan

ketidakstabilan kadar glukosa darah di RSUD Blambangan Tahun

2023.

3. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan ketidakstabilan kadar

glukosa darah di RSUD Blambangan Tahun 2023.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan ketidakstabilan kadar

glukosa darah di RSUD Blambangan Tahun 2023.

5. Melakukan evaluasi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan

masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah di

RSUD Blambangan Tahun 2023.


7

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Studi kasus di harapkan dapat memberikan informasi tentang

asuhan keperawatan medikal bedah pada masalah keperawatan diabetes

mellitus sehingga bisa di kembangkan dan dijadikan dasar dalam ilmu

keperawatan berdasarkan bukti evidence based research / penerapan hasil

penelitian.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Perawat
Studi kasus ini di harapkan dapat memberikan masukan bagi

tenaga kesehatan dalam rangka upaya meningkatkan pemberian

asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien Diabetes mellitus

tipe 2 dengan masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa

darah di RSUD Blambangan berdasarkan bukti evidence based

research.

2. Institusi Pendidikan

Sebagai referensi untuk meningkatkan mutu dan kualitas proses

belajar mengenai asuhan keperawatan medikal bedah pasien

Diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan

ketidakstabilan kadar glukosa darah di RSUD Blambangan yang

berdasar evidence based research.

3. Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya terkait dengan

penerapan Terapi Progressive Muscle Relaxation untuk


8

melanjutkan penelitian ini.

4. Bagi Tempat Pelaksana Studi Kasus

Dengan penulisan proposal karya tulis ilmiah ini, diharapkan dapat

menambah bacaan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih

baik, khususnya pada pasien Diabetes mellitus tipe 2 dengan

masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah di

RSUD Blambangan 2023.


8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Diabetes Mellitus

2.1.1 Definisi

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) atau sering dikenal sebagai

penyakit kencing manis merupakan penyakit yang terjadi akibat

inadekuatnya pankreas dalam memproduksi hormon insulin. Atau dengan

kata lain, DM dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana hormon insulin

yang dihasilkan pankreas tidak mencukupi untuk metabolism glukosa

dalam tubuh. Apabila kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diserap

oleh sel tubuh maupun oleh hati (Cahyoajibroto et al., 2023)

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Kriteria diagnosa diabetes mellitus

yaitu kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik,

kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah ≥ 200mg/dl di

2 jam setelah tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75

gram (Perkeni, 2021).

9
2

2.1.2 Etiologi Diabetes Mellitus

Berdasarkan penyebab Diabetes Melitus menurut Kemenkes RI (2020)

yaitu:

1. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) atau DM Tipe 1

Diabetes yang tergandung pada insulin ditandai dengan

penghancuran sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh:

a. Faktor genetik :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri,

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan

genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.

b. Faktor imunologi:

Pada DM tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi

terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah

jaringan asing.

c. Faktor Lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta

pankreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan

bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses

autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel beta

pankreas.
2

2. Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI) atau DM tipe 2

Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung

insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk

Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,

tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Disebabkan

oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara pasti

penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi

insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya

mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan

dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya

tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.

Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor

permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang

meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien

dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan

reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat

reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan

system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan

dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi

pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia.
2

3. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

Disebabkan oleh riwayat obstetric ibu hamil adalah; pernah mengalami

melahirkan bayi macrosomia (43%), riwayat abortus berulang (25%),

riwayat pre eclampsia (14%), Polihidramnion (11%) dan IUFD (7%).

Sebagian besar ibu hamil memiliki riwayat melahirkan bayi

macrosomia ( 43%) hal ini didukung oleh 8% ibu sudah memiliki

riwayat menderita diabetes mellitus dan 38% memiliki riwayat

keluarga menderita diabetes mellitus. Menstimulasi produksi insulin

pankreas janin, yang menyebabkan hiperinsulinemia. Hipersulinemia

meningkatkan pertumbuhan dan penyimpanan lemak, yang disebut

sebagai makrosomia. Sehingga bagi ibu hamil yang memiliki resiko

gestasional diabetes mellitus diharapkan dapat mengendalikan kadar

glukosa darahnya untuk menghindari munculnya kelahiran bayi

macrosomia, yang dapat meningkatkan resiko penyulit persalinan.

Diabetes melitus meningkatkan resiko terjadinya keguguran

berhubungan dengan ketidak adekuatan control glikemik selama fase

embrionik (usia kehamilan 7 minggu pertama) diindikasikan dengan

peningkatan HbA1c.

4. Diabetes melitus spesifik lainnya

Diabetes melitus tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya sindrom

diabetes monogenic (seperti diabetes neonatal dan diabetes awitan

dewasa muda), penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan

yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti penggunaan

glukokortikoid, dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi


2

organ).

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Adapun klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :


1. Diabetes mellitus Tipe 1

Diabetes tipe 1 awalnya dikenal sebagai diabetes anak-anak atau

yang bergantung pada insulin. Diabetes tipe 1 ini terjadi karena

pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Insulin tidak dapat

diproduksi lagi karena sistem kekebalan tubuh merusak sel-sel

beta pankreas. Sehingga terganggunya metabolisme tubuh yang

menyebabkan gula darah meningkat (hiperglikemia). Tingkat

glukosa rata-rata untuk penderita diabetes melitus tipe 1 harus

mendekati kadar glukosa normal (80-120 mg/dL).

2. Diabetes mellitus Tipe 2

Merupakan jenis yang paling banyak ditemukan lebih dari 90 %,

pada keadaan dengan kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi

atau belum ada komplikasi, biasanya pasien tidak berobat ke

rumah sakit. Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah

mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang

terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini

dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel.

Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga

meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang

kuncinya
2

(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit,

sehingga sel akan berkurang bahan bakar (glukosa) dan glukosa

didalam pembuluh darah meningkat. Bagian yang terjadi pada

DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik

(asupan kalori yang berlebihan, aktifitas fisik yang rendah,

obesitas) dan faktor genetik (Debbi Arnest, 2019).

3. Diabetes melitus gestasional (DMG)

Merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat

mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah

selalu normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan.

Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur

lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan

diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat

badan bayi lebih dari 4 kg.

4. Diabetes mellitus spesifik lain

Disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik

fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena

obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang

berhubungan dengan diabetes melitus. Beberapa hormon seperti

hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat

antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone

tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini.


2

2.1.4 Epidemiologi Diabetes Mellitus

Menurut (Padmi, 2021)), Diabetes merupakan salah satu dari berbagai

penyakit yang mengancam hidup banyak orang. World Health Organization

(WHO) juga mengatakan bahwa akan terjadi peningkatan lagi untuk kejadian

diabetes melitus minimal 366 juta jiwa pada tahun 2030. Laporan statistik dari

International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat 463

juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes mellitus pada

tahun 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah penyandang diabetes

di Indonesia tahun 2020 sebanyak 172.044 orang dan berdasarkan pola

pertambahan penduduk diperkirakan jumlah penyandang diabetes akan

mencapai 20,1 juta pada tahun 2030. Hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2019 menunjukan bahwa prevalensi diabetes mellitus di

Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun sebesar 2%.

Angka ini menunjukan peningkatan dibandingkan prevalensi diabetes mellitus

pada hasil Riskesdas 2019 sebesar 1,5%. Sedangkan, prevalensi diabetes

mellitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada tahun

2019 menjadi 8,5% pada tahun 2020.

Wilayah Asia Tenggara menempati peringkat ke-3 dengan prevalensi

sebesar 11,3% dengan Indonesia sendiri berada diperingkat ke-7 diantara 10

negera dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak, yaitu sebesar 10,7

juta (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Hal ini menjadikan Indonesia satu-

satunya negara di Asia Tenggara yang masuk kedalam daftar 10 negara dengan

jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak.


2

2.1.5 Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Diabetes Mellitus

Menurut Kemenkes (2019), Faktor risiko diabetes mellitus terdiri dari

faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.

Berikut merupakan faktor risiko diabetes mellitus :

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Ras dan etnik

Angka kejadian DM juga bervariasi berdasarkan ras

atau etnis. Risiko DM lebih besar terjadi pada hispanik, kulit

hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia. Di Amerika Serikat, ras

kulit putih memiliki risiko terkena DM sebesar 1,5 kali lebih

besar dibandingkan dengan ras Afro-Amerika atau Hispanik

b. Usia

DM merupakan penyakit yang terjadi akibat penurnan

fungsi organ tubuh (degeneratif) terutama gangguan organ

pankreas dalam menghasilkan hormone insulin, sehingga DM

akan meningkat kasusnya sejalan dengan pertambahan usia.

Kelompok usia yang berisiko menderita DM yaitu lebih dari 45

tahun.

c. Jenis kelamin

Wanita lebih beresiko mengidap DM karena secara

fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh

yang lebih besar. Sindrom siklus bulanan (Premenstual

syndrome),
2

pasca menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi

mudah terakumilasi akibat proses hormonal tersebut sehingga

wanita beresiko menderita DM.

d. Riwayat keluarga

Jika orang tua menderita DM maka 90% pasti

membawa carier yang ditandai dengan kelainan sekresi insulin.

Risiko menderita DM apabila salah satu orang tua menderita DM

sebesar 15%, jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko

untuk menderita adalah 75%. Risiko untuk mendapatkan DM

dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah, dikarenakan

penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu.

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a. Berat badan lebih (Obesitas)

Berat badan yang berlebihan dapat menyebabkan tubuh

mengalami resistensi terhadap hormon insulin, yang diakibatkan

oleh organ pankreas memproduksi insulin dalam jumlah yang

banyak sehingga dapat menyebabkan pankreas kelelahan dan

rusak.

b. Kurangnya aktivitas fisik

Otot mengalami pengurangan glukosa saat melakukan

aktifitas fisik, sehingga otot mengisi kekosongan dengan

mengambil glukosa dari darah yang tersimpan didalam otot

mengakibatkan penurunan glukosa darah sehingga memperbesar


2

pengendalian glukosa darah.

c. Hipertensi

Penderita hipertensi memiliki risiko 4,166 kali lebih

besar terkena DM miletus tipe 2 dikarenakan hipertensi dapat

membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (Resisten insulin).

d. Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kondisi kadar lemak dalam

darah tidak sesuai batas yang ditetapkan atau abnormal yang

berhubungan dengan resistensi insulin. Kelainan fraksi lipid

yang utama adalah kenaikan kadar Ktotal (kolesterol total), TG

(trigliserida), K-LDL (kolesterol low-density lipoprotein), serta

penurunan KHDL (kolesterol high-density lipoprotein).

e. Diet yang tidak sehat/seimbang

Perilaku makan yang buruk dapat merusak sel beta

organ pankreas yang berfungsi memproduksi hormon insulin,

yang dimana dapat membantu mengambil glukosa dari aliran

darah ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi.

Glukosa yang tidak dapat diserap oleh tubuh karena

ketidakmampuan hormon insulin, menyebabkan tetap berada

dalam aliran darah, sehingga kadar gula darah menjadi tinggi.

f. Merokok

Efek nikotin pada insulin menyebabkan penurunan

pelepasan insulin, karena aktivasi hormon katekolamin, efek


2

negatif pada kerja insulin, gangguan pada sel beta pankreas dan

perkembangan resistensi insulin.

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus

Diabetes Tipe I pada tipe I ini terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta telah di hancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak

terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang bersal dari makanan tidak

dapat di simpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan

menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi

glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali

semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul

dalam urin ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).Diabetes Tipe II Tipe

II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi

insulin dan gangguan skresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibatnya terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme

glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes II disertai dengan

penurunan reaksi intrasel ini, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi


3

glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe

II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien gejala

tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,

poliuri, polidipsi, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan

yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi) penyakit diabetes

membuat gangguan atau komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh

darah di seluruh tubuh disebut angiopati diabetik.Penyakit ini berjalan

kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar

(makrovaskular) disebut mkroangiopati dan pada pembuluh darah halus

(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ada 3 problem utama yang terjadi

bila kekurangan atau tanpa insulin Penurunan pengguna glukosa,

Peningkatan mobilisasi lemak, Peningkatan penggunaan protein, Penurunan

pengguna glukosa (Ningrum, 2019).


31

2.1.7 Pathway
Kehamilan
Genetik, gaya hidup yang tidak sehat, penyakit lain, kurangnya aktivitas
Penuaan, keturunan, gaya hidup, obesitas
Virus, Autoimun
Keterlibatan uni fetoplacenta dan atau keterlibatan jaringan adiposa
Memproduksi autoantibodi
Berkurangnya jumlah reseptor insulin Kerusakan reseptor insulin
Bestrogen, kolisol, HPL meningkat
Destruksi sel beta pangkreas Resistensi insulin
Penggabungan abnormal reseptor insulin dengan sistem transport glukosa
Kerja insulin terganggu
Defisiensi insulin Glukosa meningkat
Sel beta bermasalah Glukosa tidak dapat diserap
insulin opedia
Sekresi insulin hiperglikemia
DM Tipe 1 DM Tipe 2 DM Gestasional
DM Spesifik Lainnya
Blood (B2) Bowel (B5)
Breath (B1) Brain (B3) Bladder (B4) Bone (B6)

Reseptor insulin tidak berikatan dengan insulinlemak (lipolisis)


Pemecahan Jumlah glukosa dalam sel berkurang
Peningkatan metabolisme s
Pemecahan lemak (lipolisis) Glokosuria
asam lemak dalam darah
Resistensi insulin
Diubah menjadi keton oleh hati Deuresis Ostomik ATP turun energy
Pemecahan lemak (lipolisis)
Kadar gula darah Asidosis metabolik
Penumpukan PH darah menjadi asam Poliuria Dehidrasi Penurunan
ekstra masa otot dan
selular dan Sel < glukosa kelemahan
Hiperglikemia Penekanan fungsi otak intraselular
Asidosis metabolik MK :
Penurunan volume darah Kegagalan sirkulasi perifer Gangguan Impuls ke otak
Poldipsi MK :Intoleran
PH Plasma meningkat eliminasi si aktifitas
Koma diabetikum Rangsangan lapar
urin
(D.0056)
Hiperventilasi MK :
Nadi cepat dan lemah Hipovolem Polifagi
MK : Penurunan
Pernafasan (kusmaul) ia (D.0023)
kapasitas adaptif
intra kranial
(D.0066) MK :
MK : Perfusi perifer
Takipnea Ketidakstabilan
tidak efektif
Sumber : (Hinkle and Cheever, 2018) kadar glukosa
(D.0009)
Gambar 2.1 Kerangka Masalah Diabetes

MK :Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)


2

2.1.8 Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus

Menurut Lestari et al ( 2021), Gejala Diabetes Melitus adalah sebagai

berikut:

1. Meningkatnya buang air kecil (poliuria)

Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam

hari (poliuria), hal ini dikarenakan kadar gula darah melebihi

ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga gula akan dikeluarkan

melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang

dikeluarkan, tubuh akan menyerap air sebanyak mungkin ke

dalam urine sehingga urine dalam jumlah besar dapat dikeluarkan

dan sering buang air kecil. Dalam keadaan normal, keluaran urine

harian sekitar 1,5 liter, tetapi pada pasien DM yang tidak

terkontrol, keluaran urine lima kali lipat dari jumlah ini.

2. Rasa haus berlebih (polidipsi)

Dengan adanya ekskresi urine, tubuh akan mengalami dehidrasi

atau dehidrasi. Untuk mengatasi masalah tersebut maka tubuh

akan menghasilkan rasa haus sehingga penderita selalu ingin

minum air terutama air dingin, manis, segar dan air dalam jumlah

banyak.

3. Hilangnya kalori dalam jumlah besar (Polifagi)

Nafsu makan meningkat dan merasa kurang tenaga. Insulin

menjadi bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula

ke dalam sel-sel tubuh kurang dan energi yang dibentuk menjadi


2

kurang. Ini adalah penyebab mengapa penderita merasa kurang

tenaga. Selain itu, sel juga menjadi kurang gula sehingga otak

juga berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka

tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan

menimbulkan alarm rasa lapar.

4. Penurunan berat badan

Pada penyandang diabetes, hormon insulin tidak mendapatkan

glukosa untuk sel yang digunakan sebagai energi, sebagai

gantinya tubuh mencari lemak (lipolisis) dari otot sebagai sumber

alternatif bahan bakar.

5. Masalah pada kulit

Kulit gatal, mungkin akibat kulit kering seringkali menjadi tanda

peringatan diabetes, seperti itu juga kondisi kulit lainnya,

misalnya kulit menjadi gelap di sekitar daerah leher atau ketiak.

6. Penyembuhan luka lambat

Lambatnya penyembuhan luka terjadi karena pembuluh darah

mengalami kerusakan akibat glukosa dalam jumlah berlebihan

yang mengelilingi pembuluh darah dan arteri.

7. Infeksi jamur

Diabetes meningkatkan kerentanan terhadap berbagai infeksi.

Jamur dan bakteri dapat tumbuh subur di lingkungan yang kaya

akan gula.
2

8. Iritasi genetalia

Kandungan glukosa yang tinggi dalam urin membuat daerah

genital jadi seperti sariawan dan akibatnya menyebabkan

pembengkakan dan gatal

9. Pandangan kabur

Kadar gula darah yang tinggi pada penderita diabetes mellitus dapat

menyebabkan berbagai gangguan penglihatan, seperti retinopati

diabetik, katarak, glaukoma, edema makula diabetik, dan ablasio

retina. Retinopati diabetik adalah kondisi di mana gula darah yang

tinggi merusak pembuluh darah di retina, yang dapat menyebabkan

kerusakan jaringan dan gangguan penglihatan. Kadar gula darah yang

tinggi juga dapat membuat pembuluh darah di belakang mata

membengkak dan menghambat aliran darah, yang dapat menyebabkan

gangguan penglihatan.

10. Kesemutan atau mati rasa

Kesemutan dan mati rasa pada pasien diabetes mellitus disebabkan

oleh neuropati diabetik. Kadar gula darah yang tinggi melemahkan

dinding pembuluh darah yang memberi asupan oksigen dan nutrisi

untuk sel saraf, sehingga terjadi kerusakan dan gangguan pada fungsi

saraf.
2

2.1.9 Pemeriksaan diagnostik

Menurut Debbi Arnest, 2019 kriteria diagnosis DM adalah sebagai

berikut :

1. Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) dilakukan pada sarana laboratorium

yang telah terstandardisasi

2. Gejala klasik diabetes melitus ditambah glukosa plasma sewaktu

≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu

merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir.

3. Gejala klasik diabetes melitus ditambah kadar glukosa darah

plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien

tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

4. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral

(TTGO) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan

dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara

dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

2.1.10 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Menurut Soegondo (2020) penatalaksanaan medis dan keperawatan pada

pasien dengan diabetes melitus meliputi:

1. Obat hiperglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

a. Pemicu sekresi insulin.


2

b. Penambah sensitivitas terhadap insulin.

c. Penghambat glukoneogenesis.

d. Penghambat glukosidasealfa.

2. Golongan obat-obat diabetes mellitus :

a. Golongan sulfoniluria: merangsang sel beta pankreas

mengeluarkan insulin.

b. Golongan binguanid: merangsang sekresi insulin yang tidak

menyebabkan hipoglikemia.

c. Alfa glukosidase inhibitor: menghambat kerja insulinalfa

glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan

penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial.

d. Insulin sensitizing agent: efek farmakologi meningkatkan

sensitifilitas berbagai masalah akibat resistensi insulin.

e. Kerja cepat: RI( reguler insulin) dengan masa kerja 2-4 jam

contoh obat: actrapid.

f. Kerja sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.

g. Kerja lambat: PZI (protamme zinc insulin) masa kerja.

3. Insulin

Insulin digunakan apabila keaadan :

a. Penurunan berat badan yang cepat.

b. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

c. Ketoasidosis diabetik.

d. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.


2

4. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis

rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon

kadar glukosadarah.

Terdapat lima pilar penatalaksanaan DM (PERKENI, 2021) yaitu:

1. Edukasi

Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi

dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan mengenai kondisi

pasien dan untuk mencapai perubahan perilaku. Pengetahuan

tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda, dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada

pasien.

2. Terapi nutrisi medis

Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Prinsip pengaturan makanan penyandang

diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat

umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada

pasien diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan

dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama

pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau

insulin. Diet pasien DM yang utama adalah pembatasan

karbohidrat kompleks dan lemak serta peningkatan asupan serat.


2

3. Latihan jasmani

Latihan jasmani berupa aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga

secara teratur 3-4 kali seminggu selama 30 menit. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobik

seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging, dan berenang.

Latihan jasmani disesuaikan dengan usia dan status kesehatan.

4. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan

makanan dan latihan jasmani. Terapi berupa suntikan insulin dan

obat hipoglikemik oral, diantaranya adalah metformin dan

gibenklamid.

5. Pemantauan gula darah mandiri (PGDM)

Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan

menggunakan darah kapiler. Waktu pemeriksaan PGDM

bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada

umumnya terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang

dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah

makan (untuk menilai ekskursi glukosa), menjelang waktu tidur

(untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur

(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang

tanpa gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic

spells.
3

2.1.11 Komplikasi Diabetes Mellitus

Menurut Nadialista Kurniawan (2021), Diabetes melitus merupakan

salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai macam

komplikasi, antara lain :

1. Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus

terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek yang

mencakup, diantaranya :

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul

sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena

pengobatan yang kurang tepat

b. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan

kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam

tubuh sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan

metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan

ketosis

c. Sindrom HHNK (hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang

ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa

serum lebih dari 600 mg/dl.

2. Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM dapat berupa


3

kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan

komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) yang

mencakup, diantaranya :

a. Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler): biasanya

penyakit ini mempengaruhi mata (renopati) dan ginjal

(nefropati) kontrol kadar gula darah untuk menunda atau

mencegah komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular

1) Kerusakan retina mata (Retinopati)

Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan

pembuluh darah kecil.

2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetic)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit)

minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan.

Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya

gagal ginjal terminal.

3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) Neuropati diabetik

merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada

pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada

sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf.

2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler) : biasanya

penyakit ini mempengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah


3

perifer, dan pembuluh darah otak. Komplikasi pada pembuluh

darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke dan risiko jantung

koroner.

a) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM

disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard

yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau

disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction).

b) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan

pasien non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler.

Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala pada

komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau

vertigo, gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo.

c) Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang memberikan

keluhan yang dramatis seperti kerusakan mata atau

kerusakan ginjal. Orang diabetes cenderung terkena

hipertensi dua kali lipat dibandingkan dengan yang tanpa

diabetes. Diabetes mellitus merusak pembuluh darah,

antara 35 sampai 75 persen komplikasi diabetes adalah

disebabkan hipertensi
3

2.1.12 Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

Menurut Nurkamila (2022) tahapan pengkajian sebagai berikut yaitu :

1. Pengkajian

a. Biodata data lengkap dari pasien meliputi :

Nama lengkap, umur penderita diabetes mellitus tipe 1 (dibawah

umur 35 tahun/ bahkan pada usia anak anak) sedangkan diabetes

mellitus Tipe 2 ( terjadi pada saat usia bertambah yaitu resiko

meningkat setelah usia 45 tahun), jenis kelamin yang paling

banyak menyerang wanita terutama pada saat hamil (gestasional)

karena wanita cenderung lebih tidak banyak bergerak.

b. Keluhan utama

Keluhan pada diabetes mellitus biasanya kelelahan, iritabilitas,

poliuri, polidipsi, luka yang lama sembuh, pandangan yang

kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

c. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang keadaan yang didapatkan pada saat

pengkajian misalnya lemas, dan terlihat ulkus diabetes mellitus

pada kaki yang belum sembuh walaupun sudah diobati,

kesemutan / rasa berat, mata kabur. Disamping itu klien juga

mengeluh poli urea, poli dipsi, anorexsia, mual dan muntah,

berat badan menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,

kram otot, gangguan tidur / istirahat, rasa haus, pusing, kesulitan

orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.


3

d. Riwayat kesehatan masa lalu

Penyakit diabetes mellitus biasanya ada riwayat penyakit dahulu

dan ada riwayat penyakit menular seperti TBC, hepatitis,

mempunyai riwayat hipertensi, diabetes gestasional, riwayat ISK

berulang, penggunaan obat seperti (steroid, tiazid, dilantin,

penoborbital), riwayat mengkonsumsi glukosa atau karbohidrat

berlebihan.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit diabetes mellitus biasanya mengalami penyakit

keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin

misalnya hipertensi, jantung.

f. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta

tanggapan keluarga terhadap penyakit klien.

g. Riwayat spiritual

Pada spiritual bila dihubungkan dengan kasus diabetes mellitus

belum dapat diuraikan lebih jauh, tergantung dari kepercayaan

masing-masing individu.

h. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : Pasien nampak lemah

2) Tanda-tanda vital: Suhu tubuh kadang meningkat,

pernapasan dangkal dan nadi juga cepat, tekanan darah


3

sistolik diatas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg

3) Pengkajian B1-B6 pada pasien diabetes mellitus sebagai

berikut:

B1 (Sistem pernafasan / Breathing)

Yang dialami pasien diabetes mellitus pada saluran

pernafasan yaitu gangguan pernafasan seperti sesak nafas,

pernafasan cepat dan pendek, batuk, adanya sputum, nyeri dada,

hipoksia atau kadar oksigen didalam jaringan tubuh menurun dan

gangguan metabolisme sel.

B2 (Sistem Kardiovaskuler / Blood)

Riwayat HT, kebas, infark miocard akut, kesemutan pada

ekstremitas, ulkus kaki yang penyembuhannya lama, CRT > 2

detik, takhicardia, perubahan tekanan darah, nadi perifer

melemah, gangguan perfusi pada ekstremitas, cardiomegali,

irama gallop dan kemungkinan gagal jantung kongestive.

B3 (Sistem persyarafan / Brain)

Kesemutan pada ekstremitas, penyembuhan yang lama,

kepala pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,

kelemahan otot, iribilitas, lesu, serta perasaan dingin pada

ekstremitas

B4 (Sistem perkemihan / Bladder)

Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat

mempertahankan kadar glukosa yang normal, atau toleransi


3

glukosa sesudah makan karbohidrat, jika hiperglikemianya parah

dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria. Ketika

glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi

ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuretic osmotik. Sebagai

akibat dari kehilangan cairan yang belebihan, pasien akan

mengalami peningkatan dalam urin (poliuria)dan rasa haus

(polidipsia).

B5 (Sistem percernaan / Bowel)

Peningkatan nafsu makan (polifagia), banyak minum

(poliuria) dan perasaan haus (polidipsi). Sedangkan pada pasien

anemia mual, muntah, penurunan berat badan.

B6 (Sistem muskuluskeletal / Bone)

Pasien yang mengalami kelemahan dan keletihan, tonus

otot berkurang diakibatkan kurangnya cadangan energi,

penurunan produksi energy metabolic yang dilakukan sel melalui

proses glikolisis tidak bisa berlangsung secara optimal.

i. Pemeriksaan diasnostik

1) Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah dapat meliputi pemeriksaan glukosa

darah yaitu: GDS > 200 mg/dl, dua jam post prandial >200

mg/dl, dan gula darah puasa > 140 mg/dl.

2) Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.


3

Pemeriksaan dilakukandengan cara benedict (reduksi). Hasil

dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine: hijau (+),

kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).

3) Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan

antibiotic yang sesuai dengan jenis kuman. Data fokus yang

di dapat dari pengkajian pada pasien dengan ulkus

diabetikum DM Tipe II dengan gangguan perfusi perifer

tidak efektif

j. Penatalaksanaan

1) Pengobatan non farmakologi dapat berupa olahraga dan

terapi progressive muscle relaxation

2) Pengobatan farmakologi pada pasien diabetes mellitus

bisa mengkonsumsi obat oral atau injeksi

2. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi- perfusi ditandai dengan pola nafas obnormal (D.0003)


3

2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan

hiperglikemia ditandai dengan nadi perifer menurun atau

tidak teraba (D.0009)

3. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan

dengan gangguan metabolisme ditandai dengan kesadaran

menurun (D.0066)

4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan

disfungsi pancreas ditandai dengan lemah, lesu, kadar

glukosa darah tinggi (D.0027)

5. Hipovolemia berhubungan dengan mekanisme regulasi

ditandai dengan nadi teraba lemah dan mengeluh haus

(D.0023)

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan ditandai

dengan merasa lemah (D.0056)


4

2.3 Konsep Terapi Progressive Muscle Relaxation

2.3.1 Definisi Terapi Progressive Muscle Relaxation

Terapi Progressive Muscle Relaxation adalah kegiatan untuk memusatkan

suatu perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang,

kemudian memanfaatkan suatu teknik relaksasi untuk menurunkan ketegangan dan

mendapatkan perasaan rileks. Progressive Muscle Relaxation adalah kombinasi yang

harmonis antara latihan pernapasan yang terkontrol dengan rangkaian kontraksi serta

relaksasi otot. Progressive Muscle Relaxation adalah teknik relaksasi otot yang dalam

yang memerlukan konsentrasi, imajinasi dan sugesti (Saras et al., 2022).

2.3.2 Manfaat Terapi Progressive Muscle Relaxation

Progressive Muscle Relaxation merupakan salah satu teknik untuk

mengurangi ketegangan otot dengan proses yang simpel dan sistematis dalam

menegangkan sekelompok otot kemudian merilekskannya kembali sehingga dapat

mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan pungung, menurunkan tekanan

darah tinggi serta menurunkan kecemasan (Hamidah et al., 2023)

Progressive Muscle Relaxation dapat menurunkan kadar gula darah pada

pasien DM dengan menurunkan kecepatan metabolisme dan memunculkan kondisi

rileks serta dapat memberikan perasaan tenang baik fisik maupun mental. Progressive

Muscle Relaxation adalah upaya yang dilakukan untuk meringankan ketegangan

emosional sehingga individu bias berpikir lebih rasional, hal ini dapat menyebabkan

produksi gula dalam darah dapat terkontrol dengan baik, teknik ini dilakukan untuk

membuat individu berkonsentrasi pada ketegangan ototnya lalu kemudian melatih

untuk lebih relaks.


4

2.3.3 Indikasi Terapi Progressive Muscle Relaxation

Menurut Herlambang (2019) indikasi dari terapi Progressive Muscle

Relaxation ini yaitu :

Teknik relaksasi otot dilaporkan efektif dalam mengurangi ketegangan otot di

tubuh, perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik, termasuk penurunan denyut nadi,

tekanan darah, dan fungsi neuroendokrin pada orang yang mengalami kecemasan.

Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa PMR dapat berfungsi sebagai metode

relaksasi bagi pasien yang menjalani kemoterapi. Relaksasi ini telah menunjukkan

manfaat dalam mengurangi kecemasan dan berkurangnya kecemasan tersebut

berpengaruh terhadap gejala psikologis dan kondisi medis.

2.3.4 Kontraindikasi Terapi Progressive Muscle Relaxation

Menurut Nur’Ani (2018) kontraindikasi dari terapi Progressive Muscle

Relaxation ini yaitu :

Beberapa hal yang mungkin menjadi kontraindikasi latihan relaksasi otot

progresif antara lain cidera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal, dan penyakit

jantung berat/akut. Latihan relaksasi otot progresif dapat meningkatkan kondisi relaks

yang dapat menyebabkan hipotensi, sehingga perlu memeriksa tekanan darah untuk

mengidentifikasi kecenderungan hipotensi.

2.3.5 Prosedur Pemberian Terapi Progressive Muscle Relaxation

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi, 2020 Persiapan untuk melakukan teknik ini

yaitu:

1. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang tenang dan
4

sunyi.

a. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

b. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup

menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan

kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

c. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu.

d. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya mengikat

e. Terapi dilakukan setiap gerakan 10 detik dan waktu yang digunakan 15-20

menit.

2. Prosedur

a. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

1) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

2) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan yang

terjadi.

3) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.

4) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks

yang dialami.

5) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

b. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

1) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan sehingga

otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang dilakukan

selama 10 detik.
4

2) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

c. Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar padabagian atas

pangkal lengan).

1) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

2) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot biseps

akan menjadi tegang dilakukan selama 10 detik.

d. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

1) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga menyentuh

kedua telinga.

2) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang terjadi di

bahu punggung atas, dan leher dilakukan selama 10 detik.

e. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti dahi,

mata, rahang dan mulut).

1) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot

terasa kulitnya keriput.

2) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar

mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata dilakukan

selama 10 detik.

f. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh

otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga terjadi

ketegangan di sekitar otot rahang dilakukan selama 10 detik.

g. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar mulut. Bibir


4

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar

mulut dilakukan selama 10 detik.

h. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan maupun

belakang.

1) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian

otot leher bagian depan.

2) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

3) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan

punggung atas dilakukan selama 10 detik

i. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

1) Gerakan membawa kepala ke muka.

2) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan ketegangan di

daerah leher bagian muka dilakukan selama 10 detik.

j. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung

1) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

2) Punggung dilengkungkan

3) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik, kemudian

relaks.

4) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan otot

menjadi lurus dilakukan selama 10 detik.

k. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.

1) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara


4

sebanyakbanyaknya.

2) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian

dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.

3) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega. Ulangi

sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang

dan relaks dilakukan selama 10 detik

l. Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

1) Tarik dengan kuat perut ke dalam.

2) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

3) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut dilakukan selama 10

detik.

m. Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti paha dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang

2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

4) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.


3

BAB 3
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian adalah studi

kasus, studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah Asuhan

Keperawatan. Pada studi ini judul yang di ambil yaitu Penerapan Terapi

Progressive Muscle Relaxation Pada Asuhan Keperawatan Diabetes

Melitus Tipe 2 Dengan Masalah Keperawatan Ketidakstabilan Kadar

Glukosa Darah Di RSUD Blambangan

4.2 Batasan Istilah

Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus, studi kasus

ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah Asuhan Keperawatan.

Pada studi ini judul yang di ambil yaitu Diabetes Mellitus.

Diabetes Mellitus Penyakit yang terjadi akibat inadekuatnya


pankreas dalam memproduksi hormon
insulin yang mengalami suatu kondisi
dimana kadar glukosa darah terlalu tinggi
lebih dari 200mg/dl.
Terapi Progressive Muscle Teknik relaksasi yang dilakukan dengan
Relaxation mengencangkan, melemaskan otot-otot dan
membantu menurunkan kadar glukosa darah
pada pasien penderita penyakit diabetes
mellitus. Terapi ini dilakukan pada pagi
hari sekali selama 3 hari berturut-turut
dengan waktu 15-20 menit.

56
5

Ketidakstabilan kadar glukosa Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah


darah variasi dimana kadar glukosa darah
mengalami kenaikan atau penurunan gula
darah dari rentang normal yang disebut
hiperglikemia

4.3 Partisipan

Partisipan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah klien yang

telah menjalani perawatan di rumah sakit. Subjek yang digunakan adalah

2 klien yang mengalami diabetes mellitus dengan diagnosis keperawatan

ketidakstabilan kadar glukosa darah di RSUD Blambangan dengan

kriteria inklusi dan eksklusi:

1. Inklusi

a. Klien yang dirawat inap di RSUD Blambangan

b. Mengalami Diabetes Mellitus Tipe 2 diruang penyakit dalam 2

(tawang alun)

c. Glukosa darah ≥200 mg/dl (Hiperglikemia)

2. Eksklusi

a. Cedera akut atau ketidaknyamanan musculoskeletal

b. Infeksi atau inflamasi

c. dan penyakit jantung berat atau akut

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

1) Lokasi

Studi kasus akan dilaksanakan di RSUD Blambangan Banyuwangi.


5

2) Waktu

Lama waktu sejak klien pertama kali masuk rumah sakit yang

dirawat dirumah sakit, jika dalam waktu kurang dari 1 hari klien

sudah keluar dari rumah sakit maka intervensi dapat dilakukan

dengan home care. Dalam penelitian ini waktu penelitian di bagi

menjadi 2 tahap yang meliputi :

a. Tahap persiapan yang meliputi :

Penyusunan proposal : September - Oktober 2023

Seminar Proposal : Oktober 2023

b. Tahap pelaksanaan yang meliputi :

Pengajuan Ijin : September 2023

Pengumpulan Data : September 2023

4.5 Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data yang

direncanai dan disepakati oleh kedua pihak pasien dan perawat.

Tujuan dari metode wawancara ini adalah untuk mengetahui

informasi mengenai kesehatan pasien, mengidentifikasi masalah

pasien, dan mengevaluasinya. Salah satu contoh wawancara yaitu

riwayat kesehatan keperawatan pasien (Jannah ,2019). Wawancara

pada penelitian studi kasus ini dilakukan dengan terstruktur,

menggunakan format KMB. Wawancara yang dilakukan pada klien


5

meliputi, identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, perilaku yang

mempengaruhi kesehatan.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik

Mengobservasi data merupakan suatu metode pengumpulan data

dengan menggunakan indra. Observasi ini dilakukan dengan

sengaja dan sadar dengan upaya pendekatan (Jannah ,2019).

Observasi dan pemeriksaan fisik pada penelitian studi ini

menggunakan format KMB dengan Sistem pernafasan (B1), Sistem

kardiovaskuler (B2), Sistem persyarafan (B3), Sistem perkemihan

(B4), Sistem pencernaan (B5), Sistem muskuluskeletal (B6).

Instrumen yang digunakan :

- Glukometer / alat monitor kadar glukosa darah


- Alkohol swab
- Stik GDA / strip tes glukosa darah
- Lanset / jarum penusuk
- Bengkok
- Bantal
- Kursi
- Alat tulis (bolpoint dan buku catatan)

3. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi di lakukan dengan cara

mendokumentasikan hasil pemeriksaan diagnostik, hasil evaluasi


6

asuhan keperawatan, hasil data dari rekam medis, dan hasil data

buku pedoman dari perpustakaan.

4.6 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data mencapai kesimpulan yang valid, maka

dilakukan uji keabsahan data terhadap semua data yang terkumpul. Uji

keabsahan data ini dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi.

Teknik triangulasi dapat diperoleh dengan berbagai cara diantaranya data

dapat dikumpulkan dengan metode yang berbeda (triangulasi metode),

dan orang yang berbeda (triangulasi sumber). Studi kasus ini teknik

yang digunakan adalah dengan triangulasi sumber,

melalui triangulasi data di peroleh dari klien, keluarga klien yang

mengalami diabetes mellitus dan perawat. Triangulasi teknik sumber data

utama klien dan keluarga dalam penelitian dilakukan dengan cara

membandingkan dan mengobservasi perkembangan kesehatan klien.

Triangulasi teknik sumber data utama perawat digunakan untuk

menyampaikan persepsi antara klien dan perawat.

4.7 Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk

mencapai tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian yang digunakan menganalisis masalah. Data mentah yang

didapat, tidak dapat menggambarkan informasi yang diinginkan untuk

menjawab masalah penelitian


6

4.8 Etika Penelitian

Dalam penelitian masaalah etika sangat di perhatikan dengan

menggunakan metode :

1. Informed Concent

Lembar ini dibuat supaya responden mengetahui tujuan dari

penelitian yang dilakukan. Setelah mengetahui diharapkan responden

mengerti dan bersedia menjadi peserta dan bersedia menandatangani

lembar persetujuan yang telah dibuat tetapi jika tidak bersedia peneliti

tetap menghormati hak-hak responden.

2. Anonimity ( tanpa nama)

Berarti peneliti tidak perlu mencantumkan nama responden dengan tujuan

untuk menjaga privasi dari responden. Peneliti hanya mencantumkan

kode sebagai tanda keikutsertaan dari responden.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan akan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

disajikan sebagai data.

4. Respek

Respek diartikan sebagai perilaku perawat yang menghormati

klien dan keluarga. Perawat harus menghargai hak – hak klien.


6

5. Otonomi

Otonomi berkaitan dengan hak seseorang untuk mengatur dan

membuat keputusan sendiri, meskipun demikian masih terdapat

keterbatasan, terutama terkait dengan situasi dan kondisi, latar belakang,

individu, campur tangan hukum dan tenaga kesehatan professional yang

ada

6. Benefience (Kemurahan hati/nasehat)

Beneficence berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal

yang baik dan tidak membahayakan orang lain. Apabila prinsip

kemurahan mengalahkan prinsip otonomi, maka di sebut paternalisme.

Paternalisme adalah perilaku yang

berdasarkan pada apa yang di percayai oleh professional kesehatan

untuk kebaikan klien, kadang – kadang tidak melibatkan keputusan dari

klien.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyoajibroto, M. A., Dewi, L. M., Nandasari, D., Sabilla, F. F., Ratnaasri, U. D.,
Anisah, Y. H., Puspitasari, K. V., & Permatasari, A. A. D. (2023). Mengenal
Penyakit Diabetes Melitus Dan Faktor Risikonya Pada Lansia. Jurnal
Pengabdian Masyarakat Medika, 29–34.
Https://Doi.Org/10.23917/Jpmmedika.V3i1.1337

Debbi Arnest. (2019). Pengaruh Edukasi Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Terhadap Perubahan Pengetahuan Sikap Dan Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu
Tahun 2019. Proceedings Of The Institution Of Mechanical Engineers, Part J:
Journal Of Engineering Tribology, 224(11), 122–130.

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, 2021. (2021). Profil Kesehatan Kabupaten


Banyuwangi Tahun 2021. Angewandte Chemie International Edition, 6(11),
951–
952., 2013–2015.

Dinkes Jatim, 2022. (2021). Profil Kesehatan 2021. In Jurnal Dinamika Vokasional
Teknik Mesin (Vol. 3, Issue 1). Https://Doi.Org/10.21831/Dinamika.V3i1.19144

Dwi, P. (2019). Gambaran Pengetahuan Pasien Prolanis Tentang Penyakit Diabetes


Melitus Tipe Ii Di Kecamatan Pasar Rebo. 2(2), 22.

Fatimah, S., Wachdin Rosyadia, F., & Fitriani Sholicha, I. (2020). Universitas
Muhammadiyah Ponorogo Health Sciences Journal. Health Sciences Journal,
4(1), 112–123. Http://Studentjournal.Umpo.Ac.Id/Index.Php/Hsj%0ahubungan

Hamidah, N. Y., Sari, I. M., Purnamawati, F., Darah, K. G., & Melitus, D. (2023).
Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Di Rsud Dr . 345–354.

Herlambang, U. (2019). Fkp.N. 22-19 Her P.

Karokaro, T. M., & Riduan, M. (2019). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam. Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi
(Jkf), 1(2), 48–53. Https://Doi.Org/10.35451/Jkf.V1i2.169

Kemenkes Ri. (2022). Profil Kesehatan Indonesia 2021. In Pusdatin.Kemenkes.Go.Id.

Koniyo, M. A., Zees, R. F., & Usman, L. (2021). Effectiveness Of Progressive


Muscle Relaxation And Autogenic On Reducing Blood Glucose Levels.
Jambura Journal Of Health Sciences And Research, 3(2), 218–225.
62
6

Lestari, Zulkarnain, & Sijid, S. A. (2021). Diabetes Melitus: Review Etiologi,


Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan Dan Cara
Pencegahan. Uin Alauddin Makassar, November, 237–241. Http://Journal.Uin-
Alauddin.Ac.Id/Index.Php/Psb

Nadialista Kurniawan, R. A. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan


Masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Pada Diagnosa Medis Diabetes
Melitus Di Desa Jatirejo Lekok Kabupaten Pasuruan. Industry And Higher
Education, 3(1), 1689–1699.
Http://Journal.Unilak.Ac.Id/Index.Php/Jieb/Article/View/3845%0ahttp://Dspace.
Uc.Ac.Id/Handle/123456789/1288

Ningrum, F. S. (2019). Program Studi Diii Keperawatan Akademi Keperawatan


Kerta Cendekia Sidoarjo 2019.

Nur’ani, A. (2018). Buku Panduan Relaksasi Otot Progresif. Universitas Esa Unggul :
Jakarta.

Nurkamila, F. . (2022). Asuhan Keperawatan Pada Ny . E Dengan Diabetes Mellitus


Gangren Di Ruang Baitussalam 2 Di Asuhan Keperawatan Pada Ny . E Dengan
Diabetes Mellitus Gangren Di Ruang Baitussalam 2 Di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang.

Padmi, N. (2021). Analisis Perilaku Pola Makan Penderita Diabetes Mellitus Tipe Ii
Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Kawali Tahun 2021. 1–23.

Perkeni, L. (2021). Pengaruh Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kadar Gula
Darah Pada Pasien Dm Tipe 2. November, 1–41.

Perkeni, S. (2021). Pedoman Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


Dewasa Di Indonesia 2021. Global Initiative For Asthma, 46.
Www.Ginasthma.Org.

Riskesdas. (2022). Diabetes Melitus. 2022.

Robert, B., & Brown, E. B. (2019). Efektivitas Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus.
1, 1–14.

Safitri, W., & Putriningrum, R. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif


Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Profesi
(Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian, 16(2), 47.
Https://Doi.Org/10.26576/Profesi.275

Saras, P. A., Purwono, J., & Pakarti, A. T. (2022). Penerapan Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2. Junrnal
6

Cendikia Muda, 2(3), 383–390.

Sari, N. P., & Harmanto, D. (2020). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif
Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Ankle Brachial Index Diabetes Melitus Ii.
Journal Of Nursing And Public Health, 8(2), 59–64.
Https://Doi.Org/10.37676/Jnph.V8i2.1187

Setyoadi Dan Kushariyadi, Et Al. (2020). Sop Teknik Relaksasi Otot Progresif. July,
1–7.

Statistician, M., & Applications, E. (2022). Article History Article.


Scholar.Archive.Org, 71(3), 143–148. Http://Philstat.Org.Ph

Wahyudi, D. A., & Arlita, I. (2019). Progressive Muscle Relaxation Diabetes Melitus
Tipe 2 Terkontrol Dan Tidak Terkontrol Wellness And Healthy Magazine
Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa Darah Diabetes
Melitus Tipe 2 Terkontrol Dan Tidak Terkontrol 2 Indaharlita7@Gmail.Com.
Wellness And Healthy Magazine, 1(1), 93.
Http://Wellness.Journalpress.Id/Index.Php/Wellness/Http://Wellness.Journalpres
s.Id/Index.Php/Wellness/
8

Lampiran 7. Lembar Menjadi Responden

LEMBAR MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya bersedia


untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa :
Nama : Meira Safira Salsabila

NIM : 202101016

Prodi : Diploma III Keperawatan

Dengan judul “PENERAPAN TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE


RELAXATION PADA ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS
TIPE 2 DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN
KADAR GLUKOSA DARAH DI RSUD BLAMBANGAN”. Saya mengetahui
informasi yang saya berikan ini sangat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu
Keperawatan.
Demikian pernyataan persetujuan menjadi responden dari saya, semoga
digunakan seperlunya.

Banyuwangi,

Responden

( )
8

Lampiran 8. Surat Persetujuan Menjadi Responden

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : .............................................................................

Jenis Kelamin : .............................................................................

Umur/Tanggal Lahir : .............................................................................

Alamat : .............................................................................

No. Telepon : .............................................................................

Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri sebagai orang tua/keluarga/wali


dari :

Nama : .............................................................................

Jenis Kelamin : .............................................................................

Umur/Tanggal Lahir : .............................................................................

Dengan ini menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU sebagai responden dalam


penelitian ini. Dari penjelasan yang diberikan, saya mengerti segala hal yang
berhubungan dengan penyakit tersebut serta tindakan medis yang akan dilakukan dan
kemungkinan pasca tindakan yang dapat terjadi sesuai dengan penjelasan yang
diberikan.

Dengan catatan suatu waktu dirugikan dalam bentuk apapun berhak


membatalkan persetujuan ini, saya percaya akan kerahasiaannya.
Banyuwangi,....................2023

Responden/Wali Responden
8

Lampiran. 9 Lembar Member Checking

LEMBAR MEMBER CHECKING

Dengan Hormat,

Dalam rangka menyelesaikan penelitian yang penulis lakukan, dengan ini


penulis bermaksud untuk melakukan member checking kepada responden dan
perawat di Ruang penyakit dalam (Agung Wilis) RSUD Blambangan pada
penelitian yang berjudul “PENERAPAN TERAPI PROGRESSIVE MUSCLE
RELAXATION PADA ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS
TIPE 2 DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKSTABILAN
KADAR GLUKOSA DARAH DI RSUD BLAMBANGAN “

Menguji keabsahan data pada penelitian.

NO Hari/Tanggal Responden 1 Responden 2 Perawat RSUD

Banyuwangi ....................

Anda mungkin juga menyukai