Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH KEPATUHAN DIET PADA PASIEN DM TIPE 2 DENGAN

KADAR GULA DALAM DARAH DI RSUD KOTA BEKASI TAHUN 2022

SKRIPSI

OLEH
ANJIS PRANOTO
NIM : 180112064

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ABDI NUSANTARA JAKARTA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang

ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu

kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa ≥126

mg/dl (Misnadiarly, 2018).

Diabetes melitus dikenal sebagai silent killer karena sering tidak

disadari oleh penderitanya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi

(Kemenkes RI, 2016).

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya

hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ pancreas

untuk memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin pada sel

target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus terjadi

dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target. Diabetes mellitus

dikategorikan menjadi empat tipe yaitu diabetes mellitus tipe-1, diabetes

mellitus tipe-2, diabetes mellitus gestational dan diabetes mellitus tipe lain

yang disebabkan oleh faktor-faktor lain.(Kerner and Brückel, 2017)

Diabetes mellitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari

diabetes mellitus .Diabetes tipe-2 ditandai dengan cacat progresif dari

fungsi sel-β pankreas yang menyebabkan tubuh kita tidak dapat

memproduksi insulin dengan baik. Diabetes mellitus tipe-2 terjadi ketika

tubuh tidak lagi dapat memproduksi insulin yang cukup untuk


mengimbangi terganggunya kemampuan untuk memproduksi insulin. Pada

diabetes mellitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek dari insulin atau

tidak memproduksi insulin yang cukup untuk mempertahankan tingkat

glukosa yang normal.(Kerner and Brückel, 2017)

Data World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa

tercatat 422 juta orang di dunia menderita diabetes melitus atau terjadi

peningkatan sekitar 8,5% pada popolasi orang dewasa dan diperkirakan

terdapat 2,2 juta kematian dengan presentase akibat penyakit diabetes

melitus yang terjadi sebelum usia 70 tahun, khususnya di negara-negara

dengan status ekonomi rendah dan menengah. Bahkan diperkirakan akan

terus meningkat sekitar 6000 juta jiwa pada tahun 2035 (Kemenkes RI,

2018)

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa

prevalensi diabetes melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan

diabetes melitus sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia.

Kejadian diabetes Tahun 2016 di dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa

dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi

dunia. Prevalensi kasus diabetes melitus tipe 2 sebanyak 85-90%

(Hestiana, 2017).

Indonesia menduduki peringkat keempat dari sepuluh besar negara

di dunia, kasus diabetes melitus tipe 2 dengan prevalensi 8,6% dari total

populasi, diperkirakan meningkat dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030.


Hasil Riskesdas 2018 menunjukan bahwa pravelesi diabetes

melitus di indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur 15 tahun

sebesar 2%.angka ini menunjukan peningkatan di bandingkan pravelensi

diabetes melitus pada penduduk 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013

sebesar 1,5%.Namun prevalensi diabetes militus menurut hasil

pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5%

pada tahum 2018.Angka ini menunjukan bahwa baru sekitar 25%

penderita diabetes yang mengetahuibahwa dirinya menderita

diabetes.menurut kiteria tersebut,diabetes melitus di tegakkan bila kadar

gulkosa darah puasa >200 mg/dL dengan gejala sering lapar,sering buang

air kecil dan dalam jumlah banyak,dan berat badan menurun. Prevalensi

diabetes mellitus di Jawa Barat tepat pada peringkat keenam dibawah

angka nasional yaitu1,7% dengan peningkatan sebesar 0,4% dari tahun

2018.

Selain itu, menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

DM menempati urutan angka kematian tertinggi ke-6 di daerah perdesaan

dengan persentase 5,8% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018).

Pengetahuan terhadap diet Diabetes Mellitus merupakan langkah

awal dalam meningkatnya kepatuhan pasien diabetes terkait pola dietnya.

Kepatuhan pasien diabetes dalam melaksanakan diet merupakan kunci

utama kestabilan kondisi kesehatan pasien diabetes mellitus (Nemes et al,

2019).

Kepatuhan diet pada penderita DM merupakan masalah yang

sangat berat, karena jika penderita sudah mulai tidak patuh pada diet yang
ada kadar gula darah dalam tubuh menjadi tidak stabil. Untuk itu, bagi

penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk mematuhi terapi diet yang

disingkat 3J yaitu tepat jadwal, tepat jumlah dan tepat jenis. Kepatuhan

diet merupakan aspek penting untuk keberhasilan dalam menjalankan dan

mengendalikan kadar gula darah. Dengan demikian pasien DM harus

mengikuti dan mematuhi program penatalaksanaan diet sesuai dengan

ketentuan dari tim kesehatan agar tercapai control metabolic yang optimal,

karena kepatuhan pasien terhadap diet adalah komponen utama

keberhasilan dalam penatalaksanaan diabetes mellitus (Misnadiarly, 2006

dalm Ninda fauzi, 2015).

Ketidak patuhan pasien dalam melakukan tatalaksana diabetes akan

memberikan dampak negatif yang sangat besar meliputi peningkatan biaya

kesehatan dan komplikasi diabetes Soegondo (2018).

Penderita diabetes meliitus harus rutin mengontrol kadar gula

darah sesuai dengan jadwal yang ditentukan, agar diketahui nilai kadar

gula darah untuk mencegah gangguan dan komplikasi yang mungkin

muncul agar ada penanganan yang cepat dan tepat. Disini perlu

memberikan pengetahuan tentang manfaat dari kepatuhan klien diabetes

melitus dalam menjalankan kepatuhan kontrol, sehingga diharapkan terjadi

perubahan tingkah laku pasien diabetes mellitus (Tandra, 2018).

Penderita diabetes mellitus seharusnya menerapkan pola makan

seimbang untuk

menyesuaikan kebutuhan gula darah sesuai dengan kebutuhan tubuh

melalui pola makan sehat. Suyono (2018) menyebutkan bahwa dalam


penatalaksanaan pengendalian kadar gula darah 86,2% penderita diabetes

mellitus mematuhi pola diet diabetes mellitus yang diajurkan, namun

secara faktual jumlah penderita diabetes mellitus yang disiplin

menerapkan program diet hanya berkisar 23,9%.

Hasil penelitian Munawar (2001) menunjukkan perilaku diet

responden diketahui 52,2% patuh diet dan 47,8% tidak patuh diet. Tingkat

pengetahuan terhadap pelaksanaan diet menunjukkan 55,6% dengan

kategori cukup, 26,7% baik dan 17,8% kurang. Menurut Arsana (2011),

kontrol glikemik pasien sangat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien

terhadap anjuran diet meliputi, jenis dan jumlah makanan yang

dikonsumsi dan ketidakpatuhan merupakan salah satu hambatan untuk

tercapainya tujuan pengobatan dan juga akan mengakibatkan pasien

memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak

diperlukan.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari bagian SIMRS

RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, pada tahun 2019 terdapat

8.663 kasus diabetes mellitus, pada tahun 2020 terdapat 9.344 kasus, dan

pada tahun 2021 terdapat 9.876 kasus diabetes mellitus. (SIMRS RSUD

dr.Chasbullah Abdulmadjid, 2022)

Hasil survei peneliti terhadap 20 orang pasien penderita diabetes

mellitus di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, dengan

menggunakan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang memuat

indikator tentang bagaimana pengaruh kepatuhan diet dengan pemeriksaan

kadar gula darah. Dari hasil survei tersebut 50% subjek patuh dengan diet
dan 50% subjek tidak patuh diet. Berdasarkan hasil survei peneliti

terhadap subjek yang ada di lapangan terlihat bahwa masih ada penderita

yang tidak patuh dengan diet dan menyebabkan kadar gula dalam darah

tidak seimbang.

Berdasarkan beberapa latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kepatuhan Diet Pada Pasien Dm

Tipe 2 Dengan Kadar Gula Dalam Darah Di Rsud Kota Bekasi Tahun

2022”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan yang

dapat dirumuskan adakah pengaruh kepatuhan diet pada pasien dm tipe 2

dengan pemeriksaan kadar gula dalam darah di rsud kota bekasi tahun

2022?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengentahui adakah pengaruh kepatuhan diet pada

pasien dm tipe 2 dengan pemeriksaan kadar gula dalam darah di

rsud kota bekasi tahun 2022

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Menganalisa pengaruh kepatuhan diet pada penderita DM

tipe 2 di RSUD Kota Bekasi Tahun 2022


b. Menganalisa kadar gula darah sewaktu pada pasien DM

tipe 2 di RSUD Kota Bekasi Tahun 2022.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan akan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak yaitu:

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu untuk

bidang keperawatan dalam menurunkan kadar gula darah

1.4.2 Manfaat fraktis

a. Bagi profesi keperawatan

Dapat di jadikan acuan,referensi,informasidan

masukan mengenai kepatuhan diet dengan kadar gula darah

sewaktu pasien DM Tipe 2.

b. Bagi RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi

Dapat memberikan informasi gambaran mengenai

kepatuhan diet pasien DM Tipe 2

c. Bagi responden

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadikan

informasi tentang pentingnya perawatan DM Tipe 2

d. Bagi peneliti

Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan

mengenai kepatuhan diet dan kadar gula darah sewaktu


pasien DM tipe 2 dan sebagai media dalam menerapkan

ilmu keperawatan yang telah di dapatkan

e. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya maupun

sebagai referensi penyusunan skripsi tentang DM Tipe 2.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini tentang pengaruh kepatuhan diet pada pasien dm tipe

2 dengan kadar gula dalam darah. peneloitian ini dilakukan di RSUD

dr.Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, penelilian ini dilakukan pada 30

pasien yang menderita DM tipe 2, dengan jenis penelitian yaitu analitik

kuantitatif.
BAB II

INJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Mellitus

2.1.1.Definisi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association / ADA 2018

dikutip dari (Perkeni, 2020) Diabetes ialah penyakit metabolic

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Seseorang di

diagnosa dibetes jika kadar gula darah sewaktu <200mg/dl dan

kadar gula darah puasa >120mg/dl.

2.1.2.Factor Resiko Diabetes Melitus

a. Keturunan

Riwayat/keturunan bahwa seseorang akan lebih berisiko

terkena penyakit diabetes millitus apabila seseorang

tersebut memiliki garis keturunan dari ibu dan akan

cenderung akan terkena penyakit diabetes lebih mudah lagi

bila memiliki riwayat garis keturunan diabetes dari

ayah/ibu. Hal tersebut kemungkinan karena adanya

gabungan gen pembawa sifat diabetes millitus dari ayah

dan ibu sehingga usia terdiagnosis diabetes millitus

menjadi lebih cepat. Seseorang yang memiliki salah satu

atau lebih anggota keluarga baik orang tua, saudara, atau


anak yang menderita diabetes, memiliki kemungkinan 2

sampai 6 kali lebih besar untuk menderita diabetes

dibandingkan dengan orang orang yang tidak memiliki

anggota keluarga yang menderita diabetes. Berdasarkan

penelitian (Nur Isnaini, 2018)bahwa ada hubungan antara

riwayat keluarga dengan kadar gula darah penderita

diabetes mellitus tipe 2, dimana orang yang memiliki

riwayat diabetes mellitus pada keluarga berpeluang 10,938

kali lebih besar menderita Diabetes Mellitus daripada orang

yang tidak mempunyai riwayat keturunan Diabetes

Mellitus.

b. Usia

Salah satu faktor risiko DM adalah pertambahan

usia. Beberapa penelitian menyebutkan sebagian besar

penderita DM berusia 45 tahun ke atas. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh (Abidah Nur, 2018)

menunjukkan bahwa adanya pergeseran umur timbulnya

penyakit DM. DM dapat terjadi pada umur yang lebih

muda, yaitu 46 tahun ke bawah Individu berumur 20-59

tahun berisiko terjadinya DM.

c. Aktivitas Fisik

Kurangnya aktivitas fisik mengakibatkan insulin

semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah

berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat


makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi

ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.Aktivitas

fisik yang dilakukan bila ingin mendapatkan hasil yang

baik harus memenuhi syarat yaitu minimal 3 sampai 4 kali

dalam seminggu serta dalam kurun waktu minimal 30 menit

dalam sekali beraktivitas. Tidak harus aktivitas yang berat

cukup dengan berjalan kaki di pagi hari sambil menikmati

pemandangan selama 30 menit atau lebih sudah termasuk

dalam kriteria aktivitas fisik yang baik. Aktivitas fisik ini

harus dilakukan secara rutin agar kadar gula darah juga

tetap dalam batas normal.

d. Obesitas

Proporsi kejadian diabetes mellitus pada obesitas

lebih besar dibanding dengan tidak obesitas. Indeks massa

tubuh digunakan untuk melihat status gizi gemuk atau tidak

gemuk bahkan obesitas maupun tidak obesitas. Sampel

dengan status gizi obesitas beresiko terkena diabetes

mellitus 2,93 kali lebih besar dibandingkan dengan status

gizi normal.

e. Pola Makan

Pola makan yang baik harus dipahami oleh para

penderita diabetes millitus dalam pengaturan pola makan

sehari-hari. Pola ini meliputi pengaturan jadwal bagi

penderita diabetes millitus yang biasanya adalah 6 kali


makan per hari yang dibagi menjadi 3 kali makan besar dan

3 kali makan selingan. Pola makan yang baik sebaiknya

tetap dilakukan oleh pasien penderita diabetes mellitus, hal

ini berguna untuk mengontrol kesehatan pasien, namun

pengontrolan pola makan bukanlah factor yang sangat

mempengaruhi meningkatnya gula darah, berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh (Sry et al., 2020) bahwa

pola makan tidak berpengaruh terhadap kadar gula darah

karena ditemukan masih ada pasien yang pola makan baik

masih mengalami kenaikan kadar gula dan pola makan

tidak baik tidak mengalami kenaikan kadar gula.

2.1.3.Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut ADA (2010) klasifikasi DM antara lain :

a. Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan penyakit gangguan

metabolic yang ditandai dengan kenikn kadar gula darah

akibat kerusakan sel beta pancreas karena suatu sebab

tertentu yang menyebabkan produksi insulin tidak ada

sehingga penderita memerlukan tambahan insulin dari luar.

b. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan

metabolic yang ditandai dengan kanaikan kadar gula darah

akibat penurunan sekresi insulin dan se beta panckreas atau

fungsi insulin (resistensi insulin).


c. Diabetes mellitus tipe lain merupakan suatu penyakit

gangguan metabolic yang ditandai dengan kenaikan kadar

gula darah akibat defek genetic fungsi sel beta, defek

genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pancreas,

endokrinopati karena obat atau zat kimia, sindrom genetic

yang berkaitan dengan DM.

d. Diabetes mellitus tipe gastrointestinal merupakan penyakit

metabolic yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah

yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia

24 minggu masa kehamilan dan setelah melahirkan gula

darah kembali normal.

2.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus

Patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan

antara lain:

a. Resistensi insulin

Suatu kondisi yang berhubungan dengan kegagalan

organ target dalam kondisi normal merespon aktivitas

hormon insulin. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh

bebrapa faktor diantaranya obesitas. Pada individu obesitas

dapat menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan

produksi asam lemak bebas, akumulasi asam lemak bebas

di jaringan akan menginduksi resistensi insulin terutama

pada hati dan otot. Mekanisme induksi resistensi insulin


oleh asam lemak terjadi karena akibat kompetisi asam

lemak dan glukosa untuk berikatan dengan reseptor insulin.

Oksidasi asam lemak menyebabkan peningkatan asetil koA

pada mitokondria dan inaktivasi enzim piruvat

dehidrogenase, mekanisme ini akan menginduksi

peningkatan asam sitrat intraselular yang menghambat

akumulasi fosfo-fruktokinase dan glukosa-6 phosphat

menyebabkan akumulasi glukosa interseluler dan

mengurangi pengambilan glukosa dari ekstrasel. Resistensi

insulin menyebabkan penggunaan glukosa yang dimediasi

oleh insulin di jaringan perifer menjadi berkurang (Decroli,

2019).

b. Disfungsi sel B pancreas

Resistensi insulin ialah suatu kondisi yang

berhubungan dengan kegagalan organ target dalam kondisi

normal untuk merespon aktivitas hormon insulin. Resistensi

insulin dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti

obesitas (Muhammad, 2018). Awal mula perkembangan

diabetes melitus tipe 2 adalah sel B menunjukan gangguan

sekresi insulin pada fase pertama, yang artinya sekresi

insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila

tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan

selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas.

Kerusakan sel-sel B pankreas terjadi secara progresif dan


seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga

pada akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.

Penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya

ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan

defisiensi insulin

2.1.5. Pathway
Gaya Hidup
Keturunan Usia Obesitas
C

Diabetes Militus Tipe II

Sel B pankreas penurunan

Gangguan Skresi Insulin

Produksi Insulin Menurun

Ketidak keseimbangan Insulin

Gula Dalam Darah tidak dapat di


bawa masuk oleh sel

Hierglikemia

Pengobatan dan kontrol tidak teratur Ketidakpatuhan dalam diet

Gulkosa Dalam Darah Tidak Stabil

Resiko Ketidak Kesetabilan Kadar Gula Darah


2.1.6. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus

Menurut Smeltzer (2012) penurunan berat badan dapat

menjadi gambaran awal pada pasien DM khususnya DM tipe 2,

namun penurunan berat badan tersebut tidak signifikan dan tidak

terlalu diperhatikan. Sebagian besar penderita DM tipe 2 yang baru

terdiagnosis memiliki berat badan yang berlebih. Menurut Corwin

(2009), gejala lain yang biasa muncul pada pasien DM yaitu,

a) polyuria, (peningkatan pengeluaran urine) terjadi apabila

peningkatan glukosa melebihi nilai ambang ginjal untuk

reabsorpsi glukosa, maka akan terjadi glukossuria. Hal ini

menyebabkan diuresis osmotic yang secara klinis

bermanifestasi sebagai poliuria.

b) Polydipsia (peningkatan rasa haus) terjadi karena tingginya

kadar glukosa darah yang menyebabkan dehidrasi berat

pada sel di seluruh tubuh. Hal ini terjadi karena glukosa

tidak dapat dengan mudah berdifusi melewati pori-pori


membran sel. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat

katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian

besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

Aliran darah yang buruk pada pasien diabetes kronis juga

berperan menyebabkan kelelahan.

c) Polyfagia (peningkatan rasa lapar) terjadi karena penurunan

aktivitas kenyang di hipotalamus. Glukosa sebagai hasil

metabolisme karbohidrat tidak dapat masuk ke dalam sel,

sehingga menyebabkan terjadinya kelaparan sel.

2.1.7. Komplikasi

Ketika terlalu banyak gula yang menetap di aliran darah

dengan jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi pembuluh

darah, saraf, mata, ginjal dan system kardiovaskular (kemenkes RI)

a. Retinopati diabetik, gangguan mata / penglihatan

b. Penyakit kardiovaskuler, penyakit jantung dan pembuluh

darah

c. Nefropati diabetik, gangguan ginjal

d. Neuropati diabetik, gangguan saraf yng menyebabkan luka

dan amputasi pada kaki

2.1.8. Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan glukosa darah

1) Pemeriksaan gula darah sewaktu, pemeriksaan

darah dilakukan sewaktu artinya pemeriksaan yang

dilakukan kapanpun tanpa memandang terakhir kali

makan dengan kadar gula darah sewaktu >200mg/dl

2) Pemeriksaan gula darah puasa, pemeriksaan ini

diartikan penderita dianjurkan untuk puasa 8-12 jam

sebelum tes

3) Glukosa 2 jam post prandial, pemeriksaan ini

dilakukan apabila seorang pasien di curigai DM.

pasien dianjurkan untuk makan makanan yang

mengandung karbohidrat sebelum puasa dan

mengehentikan merokok serta olahrag

4) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral,

Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

dilakukan apabila pada pemeriksaan glukosa

sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl.

b. Pemeriksaan Hba1c

Hba1c ialah reaksi antara glukosa dengan

hemoglobin yang tersimpan selama kurang lebih 120 hari

sesuai dengan umur eritrosit dan tersimpan di dalam sel

darah merah. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencegah

komplikasi akibat perubahan kadar gula darah yeng

berubah secara mendadak.


2.1.9. Diet Diabetes Melitus

Prinsip pengaturan makan pada penderita DM hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang

dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya

keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama

pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin

atau terapi insulin itu sendiri (Perkeni, 2015)Menurut (Kemenkes RI,

2019) Diet DM dilakukan sesuai dengan aturan 3J (Jumlah kalori, Jenis

makanan dan Jadwal Makanan).

2.1.10.Jumlah Kalori

Untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

DM, antara lain dengan memperhitungkan kebuthan kalori

besarnya 25-30 kal/kg BB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut

ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa fakor yaitu:

jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan.

Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai

berikut:

a. Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus

Broca yang dimodifikasi: Berat badan ideal = 90% x (TB

dalam cm - 100) x 1 kg
b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita

di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan

ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg

BB Normal: BB ideal 10 %

Kurus: kurang dari BBI - 10 %

Gemuk: lebih dari BBI + 10 %

c. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa

Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT

BB kurang <18,5

BB normal 18,5-22,9

BB lebih >23,0

Dengan risiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9

Obes II >30

Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh DM ditentukan oleh

aktifitas, BB, TB, usia, jenis kelamin. Kebutuhan kalori dihitung

menggunakan rumus Harris Benedict untuk menentukan Basal Energy

Expenditure (BEE) Menurut (Perkeni 2018)

Wanita : BEE = 655 + (9,6 x BB) + (1,7 x TB) – (4,7 x U)

Laki-laki : BEE = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U)

Keterangan :
BB = Berat Badan

TB = Tinggi Badan

U = Umur

Tabel 2.3

Jumlah bahan makanan sehari menurut standar diet DM

Gol. Bahan Standar Diet


Makanan 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Kkal Kkal Kkal kkal kkal kkal kkal Kkal
Nasi/penukar 2,5 3 4 5 5, 6 7 7,5
5
Ikan/penukar 2 2 2 2 2 2 2 2
Daging/penukar 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe/penukar 2 2 2,5 2,5 3 3 3 5
Sayuran/penukar A 2 2 2 2 2 2 2 2
Sayuran/penukar B 2 2 2 2 2 2 2 2
Buah/penukar 4 4 4 4 4 4 4 4
Susu/penukar - - - - - - 1 1
Minyak/penukar 3 4 4 4 6 7 7 7

Kebutuhan kalori berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Satu

energi direkomendasikan sebanyak 30-40% dari energi total untuk setiap

kali santap ( sarapan, makan siang, dan makan malam) dan 10% .

Keterangan :

1 penukar nasi = 100gr (3/4 gelas)


1 penukar daging = 35gr (1ptg sdg)

1 penukar ikan = 40gr (1ptg sdg)

1 penukar tahu = 50gr (ptg sdg)

1 penukar tempe = 50 gr (2ptg sdg)

1 penukar sayuran = 100gr (1gls)

1 penukar susu = 20gr (4sdm)

1 penukar minyak = 5gr (1sdt)


1 penukar buah = 110gr (setara dengan 1bh papaya potong besar)

2.1.11. Jenis Makanan

Pasien Diabetes Melitus harus membatasi makanan dari

jenis gula, minyak, dan garam. Makanan untuk diet DM biasanya

kurang bervariasi, sehingga diperlukan supaya tidak merasa bosan

dengan makanan.

Menurut Perkeni (2018) Komposisi makanan yang dianjurkan

terdiri dari:

Tabel 2.1

No Bahan makanan Sumber makanan

1 Karbohidat kompleks Nasi, roti, mie, kentang, singkong

dan sagu

2 Protein rendah lemak Ikan, ayam tanpa kulit, susu skim,

tahu, tempe, kacang-kacangan


3 Lemak (dalam jumlah terbatas) Makanan yang diolah dengan cara

dipanggang, dikukus, direbus, dan

dibakar

Jenis bahan makanan yang dianjurkan bagi pasien DM

Sumber : (Almatsier, 2013)

Tabel 2.2

Jenis bahan makanan yang harus dihindari/dibatasi bagi pasien DM

No Jenis makanan Sumber makanan

1 Banyak gula Gula pasir, gula jawa, sirup, jeli,

susu kental manis, minuman ringan,

dodol

2 Banyak lemak Cake, makan siap saji, goreng-

gorengan

3 Banyak natrium Ikan asin, telur asin

a. Karbohidrat

Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65% total asupan

energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.

Pembbatasan karbohidrat total kurang dari 130g/hari tidak

dianjurkan. Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga

penyandang diabetes melitus dapat makan sama dengan

makanan keluarga yang lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari


5% total energi. Penyandang diabetes melitus dianjurkan

makan tigal kali sehari dan bila perlu makanan selingan

seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari

kebutuhan kalori sehari.

b. Lemak

Asupan lemak dianjurkan 20-25% kebutuhan kalori,

dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh kurang dari 7% kebutuhan kalori, lemak tidak

jenuh kurang dari 10% selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal. Konsumsi kolestrol dianjurkan kurang dari

200mg/hari.

c. Protein

Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan

energi. Sumber protein yang baik adalah ikan, udang,

cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu

rendah lemak, kacang-kacangan. Pada pasien DM perlu

asupan protein menjadi 0,8g/kg BB perhari 10% dari

kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai

biologik tinggi. Kecuali pada pasien DM yang menjalani

hemodialisa asupan protein menjadi 1-1.2g/kg BB perhari.

d. Natrium

Asupan natrium penyandang DM sama dengan

orang sehat yaitu <2300 mg perhari. Penyandang DM juga

menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium


secara individual. Sumber natrium antara lain yaitu garam

dapur, soda, dan bahan pengawet.

2.1.12. Jadwal Makanan

Jadwal makan pasien DM harus diatur sedemikian rupa

sehingga gula darah pasien stabil atau normal. Pasien tidak boleh

terlambat untuk makan. Jam makan yang tidak teratur bisa

menyulitkan pengaturan gula darah. Jam makan diatur sekitar 5

sampai 6 jam diantara nya menu pagi, siang, dan malam. Jadwal

makan adalah waktu makan yang tetap yaitu makan pagi, siang,

dan malam pada pukul 07.00-08.00, 12.00-13.00, 17.00-18.00,

serta selingan pada pukul 10.30-11.00 dan 15.30-16.00

( almatsier,2015)

2.2.Kadar Gula Darah

2.2.1.Definisi Kadar Gula Darah

Kadar gula darah ialah terjadinya peningkatan glukosa

setelah makan dan mengalami penurunan di waktu pagi hari dan

ketika bangun tidur. Kadar gula darah adalah jumlah kandungan

glukosa dalam plasma darah. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kadar glukosa darah antara lain, bertambahnya

jumlah makanan yang dikonsumsi, meningkatnya stress dan faktor

emosi, pertambahan berat badan dan usia, serta berolahraga

(Yunan Jiwintarum, 2019).


2.2.2.Macam – Macam Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Menurut depkes (2018) ada beberapa macam pemeriksaan gula

darah

antara lain :

a. Pemeriksaan gula darah sewaktu, pemeriksaan darah

dilakukan sewaktu artinya pemeriksaan yang dilakukan

kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan dengan

kadar gula darah sewaktu >200mg/dl

b. Pemeriksaan gula darah puasa, pemeriksaan ini diartikan

penderita dianjurkan untuk puasa 8-12 jam sebelum tes

c. Glukosa 2 jam post prandial, pemeriksaan ini dilakukan

apabila seorang pasien di curigai DM. pasien dianjurkan

untuk makan makanan yang mengandung karbohidrat

sebelum puasa dan mengehentikan merokok serta olahraga

d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral,

Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan

apabila pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula

darah berkisar 140-200 mg/dl.

e. Pemeriksaan Hba1c

Hba1c ialah reaksi antara glukosa dengan

hemoglobin yang tersimpan selama kurang lebih 120 hari

sesuai dengan umur eritrosit dan tersimpan di dalam sel

darah merah. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencegah


komplikasi akibat perubahan kadar gula darah yang

berubah secara mendadak

2.2.3.Pengaruh Kepatuhan Diet dengan Kadar Gula Darah

2.2.3.1 Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto,2017), patuh

adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan

kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.

2.2.3.2 Factor-Factor kepatuhan

Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010), faktor

yang mempengaruhi kepatuhan perilaku terdiri dari 3 faktor utama

yaitu faktor-faktor predisposisi (pre disposing factors), faktor-

faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor-faktor penguat

(reinforcing factors).

a) Faktor-faktor predisposisi (pre disposing factors)

Merupakan faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisi terjadinya kepatuhan perilaku seseorang

diantaranya yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan, tingkat

pendidikan, jenis kelamin dan lain-lain. Menurut

Notoatmodjo 2007 dalam Indriyani 2018 disebutkan bahwa

praktik yang berdasarkan pengetahuan akan dapat bertahan

lebih lama dari yang tidak didasari oleh pengetahuan.


b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Merupakan

faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi suatu

tindakan.

c) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Merupakan

faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong terjadinya

kepatuhan perilaku. Faktor penguat diantaranya SOP

sebagai aturan yang telah dibuat. SOP (standar operasional

prosedur) merupakan serangkaian instruksi yang tertulis

dan menjadi pedoman dalam menjalankan tugas pekerjaan

sesuai dengan fungsinya. Menurut Sari, pemahaman

pemakaian alat pelindung diri sesuai standar operasional

prosedur yang berlaku dapat berpengaruh terhadap

kepatuhan perilaku penjamah makanan (Sulistiani 2016

dalam Sari 2018).

2.2.3.3 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata

menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb

ahli psikologis sosial, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi


terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap terdiri dari beberapa

tingkatan, yaitu :

a) Menerima (receiving ) Menerima diartikan bahwa orang

(subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan

(objek).

b) Merespon (responding) Merespon diartikan memberikan

jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyeleseikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c) Menghargai (valuing) Menghargai diartikan mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas

segala yang telah dipilihnya dengan segalal resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung

dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan

bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu objek.

a) Sikap terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana

penilaian atau pendapat sesorang terhadap gejala atau tanda

penyakit, penyebab, penularan, dan pencegahan.

b) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, adalah

penilaian atau pendapat seseorang terhadap memelihara

dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat.


.
2.2.4.Kerangka Teori

Diabetes Melitus

Kepatuhan Kadar Gula Darah


Klasifikasi DM

1.Dm Tipe 1

2.DM Tipe 2 Factor Diet DM


3.Dm Tipe lain

4.DM Tipe
Gastrointestinal

Sumber:Misnadiarly,2018,Nur Isnaini 2018,(Perkeni.2015) Pranoto 2017


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan

Cross Sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas dan

variabel terikat di ukur secara bersamaan dalam waktu yang sama.

Dengan menggunakan data primer melalui kuisioner

mengenai.Pengaruh Kepatuahan Diet Pada Pasien Dm Tipe 2

Dengan Kadar Dalam Gula Darah Kerangka konsep penelitian ini

tergambar pada gambar dibawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepatuhan diet Kadar gula darah

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah tentang batasan variabel yang

diteliti atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang


bersangkutan ( Notoatmodjo,2018). Definisi operasional variabel

penelitian merupakan penjelasan masing-masing variabel yang

digunakan dalam penelitian. Definisi operasional variabel

penelitian ini dapat variabel dilihat pada tabel berikut ini:

Table 1.2. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil Skala


Operasional

Variabel Independen
1 Kepatuhan Kepatuhan diet Kusioner Responden 1. Patuh Ordinal
Diet adalah sikap taat menjawab (jika
dan patuh dalam pertanyaan jawaban
menjalankan diet kusioner ≥ 7-10
sesuai dengan berdasark
jenis,jumlah,jadwal an hasil
,makan yang kusioner)
dianjurkan 2. Tidak
patuh
(jika
jawaban˂
7
berdasark
an hasil
kusioner)

Variabel Dependen
2 Kadar Gula Kadar gua darah Alat cek Mengambil 0=Normal (jika Ordinal
Darah berdasarkan adar gula sample GDP ≤126mg/dl)
pemeriksaan darah darah 1=Abnormal (jika
dengan digital responden GDP >126)
menggunakan alat (Esay
cek kadar gula Touch GCU
darah digital (Esay 3 in 1)
Touch GCU 3 in 1)

3.3 Hipotesis
Ada hubungan antara kepatuhan diet dengan perubahan kadar gula

dalam darah pada pasien DM tipe 2 di RSUD dr.Chasbullah Kota

Bekasi Tahun 2022.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan pendekatan


cross sectional, yaitu melakukan pengukuran dalam waktu yang bersamaan dan
mencari hubungan antara variabel independen yaitu komunikasi terapeutik
perawat dengan variabel dependen yaitu kepuasan pasien dalam satu waktu yang
sama. Desain penelitian ini mempunyai keunggulan yaitu mudah dilaksanakan,
sederhana, ekonomis, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat. Data yang di
gunakan merupakan data primer melalui kuesioner mengenai komunikasi
terapeutik perawat dengan kepuasan pasien (Notoatmodjo, 2015).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di buat mulai ambil data di RSUD dr.Chasbulloh Abdulmajid Kota

Bekasi s.d juni

4.3. Populasi dam Sample

Populasi adalah keseluruhan dari unit di dalam pengamatan yang akan dilakukan,

sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang di nilai/karakteristiknya

akan diukur dan nantinya akan dipakai untuk menduga karakteristik dari populasi

(Luknis dan Sutanto, 2014). Populasi dari penelitian ini adalah dari seluruh pasien

diabetes melitus tipe 2 di RSUD dr.Chasbullah Kota Bekasi.sebanyak 30

responden, Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus Cross Sectional, cara

pengambilan sampel menggunakan metode total sampling artinya semua populasi


dijadikan sampel oleh peneliti. Sehingga mencapai jumlah sampel yang telah

ditentukan.

Kriteria inklusi :

1. Respoonden yang mengisi form kuesioner

2. Bersedia menjadi responden dan menjawab kuesioner dengan baik

Kriteria Ekslusi :

1. Responden yang tidak mengisi kuesioner

2. Responden yang tidak bisa membaca dalam pengisian lembaran

kuesioner

4.4. Etika Penelitian

Etika penelitian meliputi:

1. Lembar persetujuan ( Informed consent) Peneliti ini membuat surat

pernyataan yang berisi penjelasan tentang penelitian meliputi topik

penelitian, tujuan, dan cara pengambilan data. Setelah calon responden

memahami atas penjelasan peneliti terkait penelitian ini, calon responden

sebagai sampel penelitian kemudia mentandangani informed consent

tersebut.

2. Tanpa Nama (Anomity)

Untuk menjaga kerahasian responden maka peneliti tidak mencatumkan

nama responden hanya dengan menggunakan kode atau angka.

3. Kerahasian informasi (Confidentially)


Kerahasian informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga

kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian.

4.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran lembar

kuesioner pada pasien diabetes melitus tipe 2 di di RSUD dr.Chasbullah

Kota Bekasi. Dalam penyebaran kuesioner peneliti terlebih dahulu

menjelaskan maksud dan tujuan dalam penelitian ini, kemudian setelah itu

pasien memahami dan bersedia menjadi responden, mereka mendatangani

informed consent. Jenis data yang akan diambil oleh peneliti adalah tentang

pengaruh kepatuhan diet pada pasien diabtes melitus tipe 2 di dengan kadar

gula dalam darah di Rsud Kota Bekasi Tahun 2022.

4.6. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan aplikasi perangkat lunak berupa

program SPSS versi 20. Adapun tahap-tahap pengolahan data sebagai berikut:

4.7.1 Editing data

Dengan cara memasukan data hasil kuesioner dalam SPSS di kolom

variable view dan data view. Selanjutnya setiap variable baik dependent

dan idependent di edit berdasarkan hasil kuesioner.

4.7.2 Coding data


Data ini yang telah di edit kemudian diberikan kode (Koding)

berdasarkan penentuan di definisi operasional.

4.7.3 Cleaning

Cleaning atau pengecakan dilakukan dengan mengeluarkan

distribusi frekuensi tiap-tiap variable untuk kemudian dinilai kesesuaian

antara jumlah total frekuensi dengan jumlah total responden. Contohnya

memeriksa apakah ada variable yang mengalami missing atau tidak

berdasarkan jumlah maupun pengkodean, bila missing maka perlu

direvisi.

4.7.4 Processing

Selanjutnya adalah proses analisis, yaitu dilakukan dengan cara

memasukan data atau entry data hasil coding ke data view untuk

diproses berdasarkan kebutuhan peneliti.

4.7. Analisa Data

4.7.1 Analisa Univariat

Data yang diperoleh akan dianalisa secara univariat yang bertujuan

untuk mengetahui tingkat pengaruh kepatuhan diet pada pasien dm tipe

2 dengan kadar gula dalam darah. Analisa Univariat dilakukan

menggunakan bantuan computer program SPSS versi 20

F
P= X 100 %
N
Keterangan :

P : Jumlah persentasi yang dicari

F : Jumlah masing-masing kategori dari tiap-tiap faktor

N : Jumlah

4.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan guna menganalisis antara dua variabel

(variabel independent dan variabel dependen) yang diduga mempunyai

hubugan. Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji kai kuadrat

(Chi Square) dengan alasan karena variabel independent dan dependen

jenis datanya kategorik. Pengolahan data pada perangkat komputer

(SPSS versi 20).

Mengkolerasikan data dari variabel bebas dan variabel terkait yang

berbentuk skala data nominal dengan ordinal dengan menggunakan uji

statistic Chi Square (Notoatmodjo,2014)

Anda mungkin juga menyukai