Anda di halaman 1dari 100

Visi: Pada Tahun 2025 Menghasilkan Ners Yang Unggul Dalam Menerapkan Ilmu dan

Teknologi Keperawatan Lanjut Usia

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN PERKEMIHAN : PENYAKIT GINJAL KRONIK
DI RSUD dr. CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA BEKASI
RUANG TULIP

Program Studi : Sarjana Terapan dan Prodi Pendidikan Profesi


Ners Program Profesi
Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah
Kelas/ Semester : Profesi Ners/ I
Penanggung Jawab : Ns. Ni Luh Putu Ekarini, M.Kep., Sp. Kep.M.B.
Dosen Pembimbing : Dra. Nelly Yardes, S.Kp., M.Kes.
Nama Mahasiswa : Kartika Witrianti (P3.73.20.3.21.020)

JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN SISTEM PERKEMIHAN:
PENYAKIT GINJAL KRONIK
I. PENYAKIT GINJAL KRONIK
A. Definisi Kasus
Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif
dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan
ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa
disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis 11 peritoneal,
hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium, di depan
dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, kuadratus lumborum
dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta,
sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal (Haryono, 2013).
Pada orang dewasa panjang ginjal 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara
120-150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Sebanyak
95% orang dewasa memiliki jarak antara katup ginjal antara 11-15 cm. Perbedaan
panjang kedua ginjal lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan data yang
penting karena kebanyakkan penyakit ginjal dimanifestasikan dengan perubahan struktur.
Permukaan anterior dan posterior katup atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal
berbentuk konveks, sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena adanya hilus.
Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus antara lain
arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi oleh suatu
kapsula tribosa tipis mengilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan
dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal 10 (Haryono, 2013). Bila sebuah
ginjal kita iris memanjang, akan tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
a. Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah
yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler-
kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut glomerulus. Tiap glomerulus
dikelilingi oleh Simpai Bowman, dan gabungan antara glomerulus dengan Simpai
Bowman disebut badan malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu di antara glomerulus dan
Simpai Bowman. Zat-zat yang terlarut dalam darah akan masuk ke dalam Simpai
Bowman. Dari sini zat-zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan
lanjutan dari Simpai Bowman yang terdapat di dalam sumsum ginjal. Unit fungsional
ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal mengandung 1-1,5 juta nefron yang
pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Nefron dibagi dalam dua
jenis yaitu :
1) Nefron kortikalis Yaitu nefron yang glomerulusnya terletak pada bagian luar dari
korteks dengan lingkungan henle yang pendek dan tetap berada pada korteks atau
mengadakan penetrasi hanya sampai ke zona luar dari medula.
2) Nefron juxtamedullaris Yaitu nefron yang glomerulusnya terletak pada bagian
dalam dari korteks dekat dengan korteks sampai medula dengan Lengkung Henle
yang panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari medula, sebelum berbalik
dan kembali ke korteks. Berikut bagian-bagian Nefron :
a) Glomerolus. Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol
afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol eferen, berfungsi sebagai
tempat filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.
b) Kapsula Bowman. Bagian tubulus yang melingkupi glomerolus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari
darah yang melewatinya.
c) Tubulus Proksimal. Berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari
cairan tubuli dan mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan tubuh.
d) Tubulus Henle. Membentuk lengkungan tajam berbentuk U. Terdiri dari pars
descendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari korteks ke medula, dan
pars ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks. Bagian bawah
Lengkung Henle mempunyai dinding yang sangat tipis sehingga disebut
segmen tipis, sedangkan bagian atas yang lebih tebal disebut segemen tebal.
Lengkung Henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus dan
sekresi bhan-bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan penting
dalam mekanisme konsentrasi dan difusi urin.
e) Tubulus Pengumpul (duktus kolektifus). Satu duktus pengumpul mungkin
menerima cairan dari delapan nefron yang berlainan. Setiap duktus
pengumpul terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan cairan isinya
(urin) ke dalam pelvis ginjal.
b. Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid
renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila
renis, megarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid degan jaringan korteks di
dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis
karena terdiri atas berkas sakuran paralel (tubuli dan duktus kloligentes). Di antara
piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada bagian ini
berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari Simpai Bownman.
Di dalam pembuluh hlus ini terangkut urin yang merupakan hasil penyaringan darah
dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses (Haryono, 2013).
c. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Merupakan ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut
kaliks mayor, yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks mayor
yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urin
yang terus keluar dari papila. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis, ke ureter, hingga ditampung dalam kandung kemih (vesika urinaria)
(Haryono, 2013).
2. Fisiologi Pembentukkan Urine Di Ginjal
Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukan jumlah ketiga proses
ginjal yaitu, filtrasi glomerulus, reabsorpsi zat dari tubulus renal ke dalam darah, dan
sekresi zat dari darah ke tubulus renal (Muttaqin dan Sari, 2012). Pembentukkan urine
dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus
ke Kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali untuk protein, difiltrasi
secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam Kapsula Bownman
dan mengalir melewati tubulus, cairan di ubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik
yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari 16 kapiler peritubulus ke
dalam tubulus (Muttaqin dan Sari, 2012).
Produksi urine akan memelihara homeostatis tubuh dengan meregulasi volume
dan komposisi dari darah. Proses ini berupa eksresi dan eliminasi dari berbagai larutan,
terutama hasil sisa metabolisme yang meliputi urea merupakan hasil sisa yang banyak
diproduksi sebanyak 21 g urea dihasilkan manusia setiap harinya terutama pada saat
pemecahan asam amino. Kreatinin dihasilkan di dalam jaringan muskuloskeletal pada
saat pemecahan kreatin fosfat untuk membentuk energi yang tinggi pada kontraksi otot
dan pada tubuh manusia menghasilkan sekitar 1,8 g kreatinin setiap hari dikeluarkan oleh
urine. Asam urat dibentuk pada saat daur ulang basa nitrogen dari molekul RNA dan
menghasilkan sekitar 480 mg asam urat setiap hari (Muttaqin dan Sari, 2012).
Proses dasar ginjal yang menentukkan komposisi urine. Secara ringkas eksresi
urine adalah 4 = 1-2+3 atau kecepatan eksresi urine sama dengan filtrasi dikurangi laju
reabsorpsi ditambah sekresi dari kapiler peritubular darah dalam tubulus. Produk sisa
haus di ekskresi dalam larutan sehingga proses eliminasi juga akan mengalami
kehilangan air. Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan konsentrasi
osmotik 1.200 sampai 1.400 mOsm/L, melebihi 4 kali konsentrasi plasma. Apabila kedua
ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan produk di filtrasi. Dari filtrasi glomerulus,
kehilangan cairan yang banyak akan berakibat fatal di mana terjadi dehidrasi pada
beberapa jam kemudian (Muttaqin dan Sari, 2012).
Menurut Basuki B Purnomo (2015), selain untuk menyaring kotoran dalam 17
darah, ginjal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Keseimbangan asam basa.
Dapat dikontrol oleh kompleks sistem bufer pada tubulus proksimalis dan distalis,
yang melibatkan pengaturan ion fosfat, bikarbonat, dan amonium, sedangkan sekresi
ion hidrogen terutama terjadi di tubulus distalis.
b. Penghasil hormon eritropoietin, renin, dan prostaglandin.
Renin yaitu pada saat darah mengalir ke ginjal, sensor di dalam ginjal menentukkan
jumlah kebutuhan cairan yang akan dieksresikan melalui urine, dengan
mempertimbangkan konsentrasi elektrolit yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh,
jika pasien mengalami dehidrasi, ginjal akan menahan cairan tubuh tetap beredar melalui
darah, sehingga urine sangat kental. Jika tubuh telah ter-rehidrasi, dan cairan yang
beredar telah cukup, urine kembali encer dan warnanya menjadi lebih jernih. Sistem
pengaturan tadi dikontrol oleh hormon renin, yakni hormon yang diproduksi di dalam
ginjal, yang berperan dalam meregulasi cairan dan tekanan darah. Hormon ini diproduksi
di dalam sel juta-glomerulus sebagai respon dari penurunan dari fungsi ginjal. Renin
merubah angiotensinogen (dari liver) menjadi angiotensin I, (AT I) yang kemudian
dirubah oleh enzim ACE (angiotensin coverting enzyme) menjadi angiotensin II (AT II),
yang menyebabkan vasokontriksi dan reabsorbsi natrium, untuk mengembalikan fungsi
perfusi jaringan.
Eritropoietin (Epo) dihasilkan ginjal, yakni hormon yang merangsang jaringan
hemopoietik (sumsum tulang) membuat sel darah merah. Terdapat sel khusus yang
memantau konsentrasi oksigen di dalam darah, yaitu kadar oksigen turun, kadar
eritropoetin meningkat dan tubuh memulai memproduksi sel darah merah. Prostaglandin
( PG) disentisis di dalam ginjal, tetapi peranannya belum diketahui secara pasti.
Asodilatasi dan vasokontriksi yang diinduksi oleh PG adalah sebagai respon dari
berbagai stimulus, di atarnya adalah peningkatan tekanan Kapsula Bownman. 1,25-
dihidroksi cholelalsiferl adalah metabolit aktif vitamin D, diproduksi oleh ginjal dan
membantu mempertahankan kadar kalsium darah. Ginjal juga memproduksi kinin, yakni
kalikrein dan bradikinin yang biasanya menyebabkan vasodilatasi sehingga berakibat
meningkatnya produksi urine dan eksresi natrium. Untuk memenuhi hal tersebut, ginjal
memerlukan tiga proses berbeda, yaitu sebagai berikut.
a. Filtrasi di glomerulus Darah mengalir masuk ke glomerulus mengalami proses filtrasi
molekul yang di proses seperti air, glukosa, asam amino, garam urea dan amonia
(Haryono, 2013). Pada saat filtrasi, tekanan darah akan menekan air untuk menembus
membrane filtrasi. Pada ginjal, membrane filtrasi terdiri atas glomerulus,
endothelium, lamina densa, dan celah filtrasi (Muttaqin dan Sari, 2012). Proses
filtrasi terjadi di glomerulus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar
dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein karena protein memiliki ukuran
molekul yang lebih besar sehingga tidak tersaring oleh glomerulus. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowman yang teridiri dari glukosa, air, natrium,
klorida, sulfat, bikarbonat, dan lainlain, yang diteruskan ke tubulus ginjal (Prabowo
dan Pranata, 2014). Tiga faktor pada proses filtrasi dalam kapsula bownman
menggambarkan integrasi ketiga faktor tersebut, yaitu : a) Tekanan osmitik yaitu
tekanan yang dikeluarkan oleh air (sebagai pelarut) pada membrane semipermeabel
sebagai usaha untuk menembus membrane semipermeabel ke dalam area yang
mengandung lebih banyak molekul yang dapat melewati membrane semipermeabel.
Pori-pori dalam kapiler glomerulus membuat membrane semipermeabel. Pori-pori
dalam kapiler glomerulus membuat membrane semipermeabel memungkinkn 20
untuk melewati yang lebih kecil dari air tetapi mengalir molekul yang lebih besar
misalnya protein dan plasma (Manurung, 2018). b) Tekanan hidroststik yaitu sekitar
15mmHg dihasilkan oleh adanya filtrasi dalam kapsula dan berlawanan dengan
tekanan hidrostatik darah. Filtrasi juga mengeluarkan tekanan osmitik 1-3mmHg yang
berlawanan dengan osmitik darah (Manurung, 2018). c) Perbedaan tekanan osmitik
plasma yaitu dengan cairan dalam kapsula bownman mencerminkan perbedaan
kosentrasi protein, perbedaan ini menimbulkan pori-pori kapiler mencegah protein
plasma untuk difiltrasi. Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik filtrat
kapsula bownman bekerja sama untuk meningkatkan grakan air dan molekul
permeabel kecil dari plasma masuk ke dalam kapsula bownman (Manurung, 2018).
b. Reabsorpsi Reabsorpsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrat, melintas epitel
tubulus dan ke dalam cairan pertibular. Reabsorpsi air terjadi disepanjang tubulus
terutama di duktus koletivus yang di proses garam dan air (Haryono, 2013).
Kebanyakan material yang diserap kembali adalah nutrien gizi yang diperlukan oleh
tubuh. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida, dan bikarbonat,
direabsorpsi dengan sangat baik sehingga hanya sebagian kecil yang tampak dalam
urine. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara
lengkap dari 21 tubulus dan tidak muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat
tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus (Muttaqin dan Sari, 2012). Proses ini terjadi
penyerapan kembali sebagian besar bahan-bahan glukosa, natrium, klorida, fosfat,
dan ion bikarbonat. Reabsorpsi di tubulus terjadi difusi dan transporaktif molekul-
molekul tubulus kontortus proksimal ke darah (Haryono, 2013). Prosesnya terjadi
secara pasif yang dikenal sebagai oblogator reabsorpsi terjadi pada tubulus diatas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan
ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah.
Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papila renalis. Hormon yang dapat ikut berperan dalam proses
reabsorpsi adalah anti diuretic hormone (ADH) (Prabowo dan Pranata, 2014).
c. Sekresi Sekresi adalah transportasi larutan dari pertibulus ke epitel tubulus dan
menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting sebab filtrasi tidak
mengeluarkan seluruh material yang dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode
penting untuk membuang beberapa material, seperti berbagai jenis obat yang
dikeluarkan ke dalam urine (Muttaqin dan Sari, 2012). Dan eksresi adalah
terbentuknya urine yang sesungguhnya yang diproses air, garam, urea, amonium, dan
asam urat (Haryono, 2013). Pada saat yang sama, kedua ginjal akan memastikan
cairan yang hilang tidak berisi substrat organik yang bermanfaat, seperti glukosa,
asam amino yang banyak terdapat di dalam plasma darah. Material yang berharga ini
harus diserap kembali dan ditahan untuk digunakan oleh jaringan lain (Muttaqin dan
Sari, 2012). Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus
di atur menurut kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium
dalam tubuh, laju filtrasi natrium menigkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi
akan di reabsorpsi, menghasilkan peningkatan eksresi natrium urine (Muttaqin dan
Sari, 2012). Pada banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggi terhadap
laju eksresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau reabsorpsi
dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam eksresi ginjal. Sebagai
contoh, kenaikan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang hanya 10% (dari 180 menjadi
198 liter/hari) akan menaikkan volume urine 13 kali lipat (dari 1,5 menjadi 19,5
liter/hari) jika reabsorpsi tubulus tetap konstan (Muttaqin dan Sari, 2012). Pada
kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus selalu bekerja
dengan cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan yang sesuai pada
eksresi ginjal. Keseluruhan dari proses di atas akan menghasilkan cairan yang
berbeda dari cairan tubuh lainnya (Muttaqin dan Sari, 2012). Menurut Prabowo dan
Pranata (2014), selain untuk menyaring kotoran dalam darah, ginjal 23 mempunyai
fungsi-fungsi sebagai berikut: a) Mengekresikan zat-zat yang merugikan bagian
tubuh, antara lain: urea, asam urat, amoniak, creatinin, garam anorganik, bakteri dan
juga obat-obatan. Jika obat-obatan tersebut tidak diekskresikan oleh ginjal, maka
manusia tidak bisa bertahan hidup. Hal ini dikarenakan tubuhnya akan diracuni oleh
kotoran yang dihasilkan oleh tubuhnya sendiri. Bagian ginjal yang memiliki tugas
untuk menyaring adalah nefron. b) Mengekresikan gula kelebihan gula dalam darah.
Zat-zat penting yang larut dalam darah akan ikut masuk ke dalam nefron, lalu
kembali ke aliran darah. Akan tetapi, apabila jumlahnya didalam darah berlebihan,
maka nefron tidak akan menyerapnya kembali. c) Membantu keseimbangan air dalam
tubuh, yaitu mempertahankan tekanan osmotik ekstraseluler. Cairan tubuh yang larut
dalam darah, jumlahnya diatur oleh darah. Oleh karena itu volume darah harus tetap
dalam jumlah seimbang agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan cairan. Selain
itu, kelebihan cairan dapat terjadi melalui dua proses yaitu pemberian cairan dalam
jumlah terlalu besar atau cepat dan kegagalan mengekresikan cairan. Kelebihan
cairan sering disebabkan oleh peningkatan kadar natrium total di tubuh. Kelebihan
volume cairan juga disebabkan oleh gangguan ginjal yang mengganggu filtrasi
natrium di glomerulus. d) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam 24 basa darah. Jika konsentrasi garam dalam darah berlebihan
maka akan terjadi pengikatan air oleh garam. Dampaknya adalah cairan akan
menumpuk di intravaskuler. Selain itu, banyaknya zat kimia yang tidak berguna bagi
tubuh didalam darah, maka tubuh akan bekerja secara berlebihan dan pada akhirnya
akan mengalami berbagai macam gangguan. e) Ginjal mempertahankan pH plasma
darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya,
urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau pada pH 8. f) Mengontrol
sekresi hormon aldosteron dan ADH (anti diuewtic hormone) yang berperan dalam
jumlah cairan tubuh) (Purnomo, 2015). g) Mengatur metabolisme ion kalsium dan
vitamin D (Purnomo, 2015). h) Menghasilkan beberapa hormon seperti eritropoentin
yang brperan dalam pembentukkan sel darah merah. Renin berperan mengatur
tekanan darah dan hormon prostagladin bergunda mekanisme tubuh (Purnomo, 2015).
C. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal
kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik
ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis pada
arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.
Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh
hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya
elastistisitas system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran
darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius bagiab bawah lewat
ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut
pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat
sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi
endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane
glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan
yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal dan
organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis)
serta adanya asidosis.
D. Pathofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic (DM),
infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi,
Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR
menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi
renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat
E. Tanda dan Gejala
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga
25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia, GFR
10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas
normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia,
mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10
ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang komplek.

F. Komplikasi
Komplikasi gagal ginjal kronik yang dapat muncul adalah anemia, neuropati perifer,
komplikasi kardiopulmunal, komplikasi gastrointestinal, disfungsi seksual, defek skeletal,
paratesia, disfungsi saraf motorik seperti foot drop dan paralisis flasid, serta fraktur patologis
(Kowalak, Weish & Mayer, 2011).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Biokimiawi, pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahu fungsi ginjal adalah dengan
analisa creatinine clearence (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal (renal
fuction test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status
keseimbangan elektrolit dalam 38 tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal (Prabowo dan
Pranata, 2014).
2. Urinalis, dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau ada/tidkanya
perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal (Prabowo dan Pranata,
2014).
3. Ultrasonografi Ginjal, Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan
informasi mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal
biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu,
ukuran dari ginjal pun akan terlihat (Prabowo dan Pranata, 2014).
4. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya
suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa (Prabowo dan Pranata, 2014).
5. USG (ultra sonic) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan
prostat (Prabowo dan Pranata, 2014).
6. Renogram untuk menili fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskular,
parenkim, dan eksresi) sera sisa fungsi ginjal. Pielografi Intravena menunjukkan
abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. Pielografi retrograd dilakukan bila dicurigai ada
obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular dan massa (Prabowo dan Pranata, 2014).
7. Pendidikan kesehatan di tunjuk perawat mandiri untuk meningkatkan pengetahuan klien
tentang penyakit gagal ginjal kronik sehingga klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
(Mutaqqin dan Sari, 2012)
8. Sistouretrogram berkemih menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter,
dan retensi (Prabowo dan Pranata, 2014).
9. Ultrasonografi ginjal menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas (Prabowo dan Pranata, 2014).
10. Biopsi ginjal mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukkan sel jaringan untuk
diagnosis histologis (Prabowo dan Pranata, 2014).
11. Endoskopi ginjal nefroskopi dilakukan untuk menentukkan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif (Prabowo dan Pranata, 2014).
12. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit asam basa atau
hiperkalemia, aritmia, hipertrifi ventrikel kiri dan tanda-tanda perikarditis (Prabowo dan
Pranata, 2014).
13. Hiponatremi umumnya karena kelebihan cairan dan hiperkalemia baisanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis (Prabowo dan Pranata, 2014).
14. Hipokalseimia dan hiperfosfatemia terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada
GGK.Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang (Prabowo dan Pranata, 2014).
15. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan gangguan 40
metabolisme dan diet rendah protein (Prabowo dan Pranata, 2014).
16. Peninggi gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer) (Prabowo dan Pranata, 2014).
17. Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian hormon
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase (Prabowo dan Pranata, 2014).
18. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph yang menurun
disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal (Prabowo dan Pranata, 2014).
19. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dn ureter. Pemeriksaan ini
mempunyai risiko penurunan faal ginjal (Prabowo dan Pranata, 2014).
20. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine meliputi sebagai berikut.
1) Volume, biasanya berkurang dari 400ml/24jam atau tidak ada urine (anuria)
(Prabowo dan Pranata, 2014).
2) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porifin (Prabowo dan Pranata, 2014).
3) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat) (Prabowo dan Pranata, 2014).
4) Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular dan rasio
urine/serum sering 1:1 (Prabowo dan Pranata, 2014).
5) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun (Prabowo dan Pranata, 2014).
6) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
natrium (Prabowo dan Pranata, 2014).
7) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM atau pembentukkan tulang dan fragmen juga ada (Prabowo
dan Pranata, 2014).

b. Darah
1) BUN (nitrogen urea darah) : Urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein,
peningkatan BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau
gagal ginjal (Prabowo dan Pranata, 2014).
2) Ureum dan Kreatinin meningkat biasanya perbandingaan antara kurang lebih 20:1
karena perdarahan saluran cerna, demam, obstruksi kemih, pengobatan steroid
dan luka bakar luas. Perbandingan berkurang apabila Ureum lebih kecil dari
Kreatinin pada diet rendah protein dan tes Klirens Kreatinin yang menurun (Arif
dan Kumala, 2014). Kreatinin meningkat dengan kadar 10 mg/dL diduga tahp
akhir dan juga produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatini otot dan
kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak makan kadar kreatinin meningkat
(Prabowo dan Pranata, 2014).
3) Elektrolit seperti natrium rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
kalsium menurun protein albumi menurun (Prabowo dan Pranata, 2014).
4) Hematologi seperti hemoglobin biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dL, trombosit ,
hematokrit menurun pada adanya anemia, dan leukosit (Prabowo dan Pranata,
2014).

H. Penatalaksaan Medik
1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Dialisis
atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan untuk
menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari
tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka
perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau HD adalah jenis
dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan.
Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser.
Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan
ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai
di bersihkan, darah 31 dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali
seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah dialisis peritoneal
untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga
perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring
oleh mesin dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat
didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya
adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus
glukosa.
3. Koreksi anemia Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
4. Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 32 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,
maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Diri
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, suku/bangsa,
agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medrec, diagnosis
medis dan alamat. Tidak ada spesisfikasi khusus untuk kejadian CKD, namun laki-
laki sering mengalami resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup
sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut
sehingga tidak berdiri sendiri (Prabowo dan Pranata, 2014).
b. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai.
Keluhan bisa berupa BAK atau urine output yang menurun (oliguria) sampai pada
anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bebau
(ureum), dan gatal pada kulit (pruritus) (Arif dan Kumala, 2012). Kondisi ini dipicu
karena penumpukkan (akumulasi) zat sisa metabloisme atau tokisn dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalam filtrasi (Prabowo dan Pranata, 2014).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaram perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya bau nafas ammonia, dan berampak
pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), makan akan anoreksia
sehingga berisiko untuk terjadinya gangguan nutrisi atau perubahan pemenuhan
nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi
masalahnya dan mendapat pengobatan apa (Muttaqim dan Sari, 2012). Selain itu
karena berdampak pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan
terjadi noreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan
nutrisi (Prabowo dan Pranata, 2014).
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksisaluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, benigna prostat hyperplasia, dan prostattektomi.
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih,infeksi sistem perkemihan yang
berulang,penyakit diabetes militus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
(Muttaqin dan Sari, 2012).
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit vascular hipertensif, penyakit
metabolik, riwayat keluarga mempunyaki penyakit gagal ginjal kronik, penyakit
menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan penyakit menurun seperti
diabetes militus, asma, dan lain-lain. Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan
menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini.
Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya
minum jamu saat sakit (Prabowo dan Pranata, 2014).
f. Riwayat Psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping
adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial
terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses hemodialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri
(murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama
proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem) (Prabowo dan
Pranata, 2014).
g. Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi
Kaji adakah pantangan dalam makan, kebiasaan makan, minum seharihari,
frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari. Pada pasien gagal ginjal kronik
akan ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi kurang dari kebutuhan dari
kaji peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), kaji
adakah rasa mual, muntah, anoreksia dan nyeri ulu hati (Rohmah dan Wallid,
2012).
2) Pola Eleminasi Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi,
serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang berhubungan dengan pola
eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola eleminasi penurunan urin, anuria,
oliguria, abdomen kembung, diare atau konstipasi (Rohmah dan Wallid, 2012).

3) Pola Istirahat Tidur


Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah ada masalah
yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan ditemukan gangguan pola
tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal kronik seperti nyeri panggul, kram otot,
nyeri kaki, demam, dan lain-lain (Rohmah dan Wallid, 2012).
4) Personal Hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong
kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga
memerlukan bantuan dalam kebersihan diri dan ajurkan oral hygiene yang rutin
(Rohmah dan Wallid, 2012).
5) Aktifitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat. Apakah
klien mandiri atau masih tergantung dengan orang lain. Pada pasien gagal ginjal
kronik biasanya akan terjadi kelemahan otot, kehilangantonus, penurunan rentang
gerak (Rohmah dan Wallid, 2012).
h. Pemeriksaan Fisik Per Sistem
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya
lemah (fatigue),tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering 55 dipakai
RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif
(Prabowo dan Pranata, 2014).
2) Sistem Kasdiovaskular Biasanya ditemukan hipertensi, edema jaringan umum
pada kaki dan tangan, disrtmia jantung, nadi lemah, hipoteensi ortostatik
menandakan hipovolemia, pucat, anemia, CRT > 3 detik. Penyakit yang
berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah satunya adalah
hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang kewajaran akan
mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan
air sehingga akan meningkatkan beban jantung (Prabowo dan Pranata, 2014).
3) Sistem Pernafasan Biasanya ditemukan pernafasan klien takipneu, dyspnea,
peningkatan frekuensi nafas, nafas dalam (pernafasan kusmaul), batuk efektif
dengan sputum warna merah muda dan encer (edema paru). Adanya bau urea
pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka
kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola napas akan
semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
ventilasi (Kusmaul) (Prabowo dan Pranata, 2014).
4) Sistem Neuromuskuler Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami
hiperkarbik dan sirkulasi serebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis (Prabowo dan
Pranata, 2014).
5) Sistem Hematologi Biasanya terjadi tekanan darah meningkat, akral dingin,
CRT>3 detik, palpitasi jantung, gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi
lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi
dalam tubuh karena tidak efektif dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah
sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin (Prabowo dan
Pranata, 2014).
6) Sistem pencernanaan Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari
penyakit (stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare
(Eko dan Andi, 2014). Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diar
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran
cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan
(Muttaqin dan Sari, 2014).
7) Sistem Integumen Pasien dengan CKD sering kali memiliki corak kulit yang
pucat kekuning-kuningan, kelainan ini disebabkan oleh gangguan eksresi pigmen
urine (urokrom) dan anemia. Kulit berwarna abu-abu sampai merah tua akibat
desposisi zat besi pada pasien yang mengalami dialisis yang telah mendapat
tranfusi darah multipel. Pada kuku sering didapatkan adanya leukonikia, akibat
sekunder dari hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik yang ditandai oleh
proteinuria yang berat (lebih dari 3,5 gram/24jam), kadar serum yang rendah
(kurang dari 30g/l) dan ede,ma disebabkan oleh kerusakan pada glomerulus. Pada
edema ekstermitas (pitting edema) perlu ditandai seberapa jauh pembengkakan
untuk menentukkan penurunan kemampuan dari rentang gerak dan mobilisasi.
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas dari rentang gerak dan
mobilisasi. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sering
mengalami penurunaan akibat keletihan dan kelemahan fisik secara umum
sekunder dar adanya edema, hipermetabolik, dan uremia. Anemia dan pigmentasi
yang tertahan menyebabkan kulit pucat dan berwarna kekuningan pada uremia.
Kulit kering dengan turgor buruk, akibat dehidrasi dan atrofi kelenjar keringat,
umum terjadi. Sisa metabolik yang tidak dieliminasi oleh ginjal dapat menumpuk
di kulit, yang menyebabkan gatal atau pruritus. Pada uremia lanjut, kadar urea
tinggi di keringat dapat menyebabkan bekuan uremik, deposit kristal urea di kulit
(Muttaqim dan Sari, 2014).
8) Sistem Endokrin Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon
reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan
penyakit diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang
berdampak pada proses metabolisme (Prabowo dan Pranata, 2014).
9) Sistem Perkemihan Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol
adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak
adanya urine output) (Prabowo dan Pranata, 2014).
10) Sistem Muskuloskeletal Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal
maka berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya
osteoporosis tinggi. Selain itu, didapatkan nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki,
dan keterbatasan gerak sendi (Prabowo dan Pranata, 2014).
i. Data Penunjang Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk
memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan
1) Laboratorium dari ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perbandingan
antara ureum dan kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh
karena perdarahan saluran cerna, pengobatan steroid, dan obstruksi saluraan
kemih. Perbandingan ini berkurang, ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein dan tes klirens kreatinin yang menurun. Terjadi asidosis metabolik
dengan kompensasi respirasi menunjukan pH menurun, berilium yang menurun,
ion bikarbonat atau HCO3 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-
asam organik pada gagal ginjal.
2) Radiologi dari poto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal,
oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3) Ultrasonografi (USG) gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi
yang mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal
ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal.
Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5) EKG untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
j. Analisa Data Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan
daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan,
pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu keperawatan dan proses penyakit
(Muttaqin dan Sari, 2012).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipervolemia
b. Defisit nutrisi
c. Gangguan integritas kulit
d. Gangguan pertukaran gas
e. Intoleransi aktivitas
f. Perfusi perifer tidak efektif
g. Nyeri akut
3. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen 1. Hipervolemia
tindakan Hipervolemia bisa diandai
keperawatan selama dengan oedem,
Observasi: dispnea, dan
3x24 jam maka
hipervolemia 1. Periksa tanda dan terdapat suara
meningkat dengan gejala hipervolemia napas tambahan)
(edema, dispnea, 2. Untuk
kriteria hasil:
suara napas menghitung
1. Asupan cairan tambahan) balance cairan
meningkat 2. Monitor intake dan 3. Untuk observasi
2. Haluaran urin output cairan haluaran urin
meningkat 3. Monitor jumlah dan 4. Cairan dan
3. Edema menurun warna urin garam yang
4. Tekanan darah Terapeutik berlebih akan
membaik membuat oedem
5. Turgor kulit 4. Batasi asupan cairan semakin besar
membaik dan garam 5. Memberikan
5. Tinggikan kepala kenyamanan
tempat tidur pasien
Edukasi 6. Agar pasien
paham dan
6. Jelaskan tujuan dan mengetahui
prosedur pemantauan prosedur yang
cairan akan dilakukan
Kolaborasi pada dirinya
7. Kolaborasai 7. Mengeluarkan
pemberian diuretik cairan dalam
8. Kolaborasi tubuh
penggantian 8. Mencegah
kehilangan kalium hipokalemia
akibat deuretik 9. Memberikan
9. Kolaborasi pengobatan pada
pemberian ginjal
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1. Untuk menilai
tindakan Observasi status nutrisi
keperawatan selama pasien
1. Identifikasi status 2. Makanan yang
3x24 jam diharapkan
nutrisi disukai dapat
pemenuhan 2. Identifikasi makanan mengatas
kebutuhan nutrisi yang disukai masalah defisit
pasien tercukupi 3. Monitor asupan nutrisi
dengan kriteria hasil: makanan 3. Intake nutrisi
4. Monitor berat badan harus terpenuhi
1. intake nutrisi Terapeutik sesuai dengan
tercukupi berat badan
2. asupan makanan 5. Lakukan oral 4. Berat badan
dan cairan hygiene sebelum jangan sampai
tercukupi makan, jika perlu turun drastic
6. Sajikan makanan 5. Meningkatkan
secara menarik dan kebersihan dan
suhu yang sesuai kenyamanan saat
7. Berikan makanan makan
tinggi serat untuk 6. Untuk
mencegah konstipasi menambah selera
Edukasi makan
8. Anjurkan posisi 7. Serat dapat
duduk, jika mampu digunakan untuk
9. Ajarkan diet yang memudahkan
diprogramkan pengeluaran tinja
Kolaborasi 8. Makanan akan
tercerna dengan
10. Kolaborasi dengan baik degan posisi
ahli gizi untuk duduk
menentukan jumlah 9. Untuk
kalori dan jenis memperbaiki
nutrisi yang kondisi pasien
dibutuhkan, jika saat ini
perlu 10. Memenuhi
nutrisi sesuai
dengan kalori
yang dibutuhkan
tubuh
3 Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas 1. Penyebab
integritas kulit tindakan kulit gangguan
keperawatan selama integritas kulit
Obsevasi yaitu perubahan
3x24 jam diharapkan
integritas kulit dapat 1. Identifikasi penyebab sirkulasi,
terjaga dengan gangguan integritas perubahan status
kulit (mis. Perubahan nutrisi
kriteria hasil:
sirkulasi, perubahan 2. Mencegah
1. Integritas kulit status nutrisi) terjadinya luka
yang baik bisa Terapeutik dekubitus karena
dipertahankan tirah baring yang
2. Perfusi jaringan 2. Ubah posisi tiap 2 terlalu lama
baik jam jika tirah baring 3. Agar tulang
3. Mampu 3. Lakukan pemijataan belakang menjadi
melindungi kulit pada area tulang, jika rileks dan
dan perlu nyaman
mempertahankan 4. Hindari produk 4. Menimbulkan
kelembaban kulit berbahan dasar nyeri hebat dan
alkohol pada kulit dapat
kering menyebabkan
5. Bersihkan perineal infeksi
dengan air hangat 5. Menjaga
Edukasi kebersihan area
perineal
6. Anjurkan 6. Meningkatkan
menggunakan hidrasi kulit
pelembab (mis. 7. Menjaga
Lotion atau serum) kebersihan dan
7. Anjurkan mandi dan kelembaban kulit
menggunakan sabun 8. Menjaga hidrasi
secukupnya tubuh
8. Anjurkan minum air 9. Mencegah
yang cukup dehidrasi
9. Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrem
4 Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi 1. Mengkaji
pertukaran gas tindakan Observasi frekuensi, irama,
keperawatan selama kedalaman, dan
1. Monitor frekuensi, pola napas
3x24 jam diharapkan
irama, kedalaman 2. Monitr apakah
pertukaran gas tidak dan upaya napas
terganggu dengak pola napas
2. Monitor pola napas normal, cepat
kriteria hasil: 3. Monitor saturasi dan dangkal,
1. Tanda-tanda vital oksigen tersengal-sengal
dalam rentang 4. Auskultasi bunyi 3. Untuk
normal napas Terapeutik mengetahui
2. Tidak terdapat 5. Berikan oksigen kadar oksigen
otot bantu napas tambahan, jika perlu dalam tubuh
3. Memelihara 6. Dokumentasikan 4. Bunyi napas
kebersihan paru hasil pemantauan umumnya
dan bebas dari Edukasi vesikuler, namun
tanda-tanda 7. Jelaskan tujuan dan saat keadaan
distress prosedur tertentu dapat
pernapasan pemantauan menjadi ronkhi,
8. Informasikan hasil wheezing,
pemantauan khusmaul.
Kolaborasi 5. Meningkatkan
kebutuhan
9. Kolaborasi oksigen pasien
penentuan dosis 6. Untuk
oksigen mengetahui
kondisi terakhir
pasien
7. Agar keluarga
dan pasien
memahami
tindakan yang
akan diberikan
8. Untuk menilai
pola napas,
irama, frekuensi
dan bunyi napas
9. Oksigen
diberikan harus
sesuai dengan
kebutuhan tubuh
pasien
5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi 1. Untuk menilai
tindakan Observasi kemampuan
keperawatan selama pasien untuk
1. Monitor kelelahan melakukan
3x24 jam toleransi
fisik aktivitas
aktivitas meningkat 2. Monitor pola dan
dengan kriteria hasil: 2. Pola tidur yang
jam tidur Terapeutik baik dapat
1. Keluhan lelah 3. Lakukan latihan mengembalikan
menurun rentang gerak tenaga sehingga
2. Saturasi oksigen pasif/aktif dapat melakukan
dalam rentang 4. Libatkan keluarga aktifitas
normal (95%- dalam melakukan 3. Agar tidak terjadi
100%) aktifitas, jika perlu pengecilan otot
3. Frekuensi nadi Edukasi 4. Agar keluarga
dalam rentang 5. Anjurkan melakukan mengetahui dan
normal (60-100 aktifitas secara memahami
kali/menit) bertahap latihan yang
4. Dispnea saat 6. Anjurkan keluarga dapat diberikan
beraktifitas dan untuk memberikan untuk pasien
setelah penguatan positif 5. Agar pasien
beraktifitas Kolaborasi dapat melakukan
menurun (16-20 aktivitas sedikit
kali/menit) 7. Kolaborasi dengan demi sedikit
ahli gizi tentang cara 6. Support keluarga
meningkatkan akan membantu
asupan makanan kesembuhan
pasien
7. Makanan dapat
menjadi sumber
energy untuk
melakukan
aktifitas
6 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi 1. Mengidentifikasi
efektif tindakan perawatan Observasi status perifer
selama 3x24 jam 2. Menentukan
1. Periksa sirkulasi etiologi dan
maka perfusi perifer
perifer (mis. Nadi pengobatan serta
meningkat dengan perifer, edema,
kriteria hasil: perawatan yang
pengisian kapiler, tepat
1. denyut nadi warna, suhu) 3. Penggunaan
perifer 2. Identifikasi faktor manset tensi pada
meningkat risiko gangguan area terkait dapat
2. Warna kulit sirkulasi memperburuk
pucat menurun Terapeutik aliran sirkulasi
3. Kelemahan otot 3. Hindari pemasangan untuk sampai ke
menurun infus atau kapiler
4. Pengisian kapiler pengambilan darah 4. Penggunaan
membaik di area keterbatasan manset tensi pada
5. Akral membaik perfusi area terkait dapat
6. Turgor kulit 4. Hindari pengukuran memperburuk
membaik tekanan darah pada aliran sirkulasi
ekstremitas dengan untuk sampai ke
keterbatasan perfusi kapiler
Edukasi 5. Adanya gen
tertentu/polimorfi
5. Anjurkan berhenti sme
merokok memengaruhi
6. Anjurkan efek nefrotoksik
berolahraga rutin dari merokok dan
7. Anjurkan mengecek dapat
air mandi untun menurunkan laju
menghindari kulit aliran ke ginjal
terbakar 6. Olahraga dapat
8. Anjurkan meminum melancarkan
obat pengontrol sirkulasi darah
tekanan darah secara dalam tubuh
teratur 7. Menghindari
terjadinya luka
bakar karena air
yang terlalu
panas
8. Terapi
farmakologi
adalah salah satu
rejimen
pengobatan
penyakit ginjal

7 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Pantau nyeri 1. Pasien yang


tindakan 2. Lakukan manajemen mengalami nyeri
keperawatan selama nyeri merupakan
3x24 jam maka 3. Kolaborasi sumber informasi
tautan nyeri pemberian analgesik yang paling
meningkat dengan dapat dipercaya
tentang nyerinya,
kriteria hasil:
sehingga
1. Melaporkan pengkajian nyeri
nyeri terkontrol dengan
meningkat melakukan
2. Kemampuan wawancara
mengenali onset membantu
nyeri meningkat perawat dalam
3. Kemampuan merencanakan
menggunakan strategi
teknik manajemen nyeri
nonfarmakologis yang optimal
meningkat (Wayne, 2021).
4. Keluhan nyeri 2. Metode
penggunaan nonfarmakologis
analgesik dalam
menurun manajemen nyeri
5. Meringis dapat mencakup
menurun fisik, strategi
6. Frekuensi nadi kognitif-perilaku,
membaik dan manajemen
7. Pola nafas nyeri gaya hidup
membaik (Wayne, 2021).
8. Tekanan darah 3. Untuk nyeri
membaik ringan (1 sampai
3 peringkat
nyeri), tangga
analgesik WHO
menyarankan
penggunaan
analgesik
nonopioid
dengan atau
tanpa
koanalgesik. Jika
rasa sakit
berlanjut atau
meningkat
meskipun
memberikan
dosis penuh,
maka lanjutkan
ke langkah
berikutnya,
Untuk nyeri
sedang (4 sampai
6 peringkat
nyeri), opioid,
atau kombinasi
opioid dan
nonopioid
diberikan dengan
atau tanpa
conanalgesik, Un
tuk nyeri hebat (7
sampai 10),
opioid diberikan
dan dititrasi
dalam dosis
terjadwal ATC
sampai nyeri
hilang(Wayne,
2021).
II. GAGAL JANTUNG KONGESTIF
A. Definisi Kasus
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan
sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup (Ongkowijaya &
Wantania, 2016).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme
jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih
cukup tinggi (Aspani, 2016).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi

Sistem peredaran darah terdiri atas jantung, pembuluh darah, dan saluran limfe.
Jantung merupakan organ pemompa besar yang memelihara peredaran melalui seluruh
tubuh. Arteri membawa darah dari jantung. Vena membawa darah ke jantung. kapiler
menggabungkan arteri dan vena, terentang diantaranya dan merupakan jalan lalu lintas
antara makanan dan bahan buangan. Disini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan
ekstraseluler dan interstisial. Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut,
berongga, basisnya diatas, dan puncaknya dibawah. Apeksnya (puncaknya) miring
kesebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram.
Kedudukan jantung: jantung berada didalam toraks, antara kedua paru-paru dan
dibelakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada ke kanan. Lapisan Jantung
terdiri atas 3 lapisan yaitu :
a. Epikardium merupakan lapisan terluar, memiliki struktur yang samma dengan
perikardium viseral.
b. Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri atas otot yang berperan dalam
menentukan kekuatan kontraksi.
c. Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas jaringan endotel yang melapisi
bagian dalam jantung dan menutupi katung jantung
Katup jantung : berfungsi untuk mempertahankan aliran darah searah melalui bilik
jantung. ada dua jenis katup, yaitu katup atrioventrikular dan katup semiluna.
a. Katup atrioventrikular, memisahkan antara atrium dan ventrikel. Katup ini
memungkinkan darah mengalir dari masing –masing atrium ke ventrikel saat diastole
ventrikel dan mencegah aliran balik ke atrium saat sistole ventrikel. Katup
atrioventrikuler ada dua, yaitu katup triskupidalis dan katup biskuspidalis. Katup
triskupidalis memiliki 3 buah daun katup yang terletak antara atrium kanan dan
ventrikel kanan. Katup biskuspidalis atau katup mitral memiliki 2 buah dauh katup
dan terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
b. Katup semilunar, memisahkan antara arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel. Katup
semilunar yang membatasi ventrikel kanan dan arteri pulmonaris disebut katup
semilunar pulmonal. Katup yang membatasi ventikel kiri dan aorta disebut katup
semilunar aorta. Adanya katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing
ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel dan mencegah aliran
balik ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel Ruang jantung : jantung memiliki 4
ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kiri, dan ventrikel kanan. Atrium
terletak diatas ventrikel dan saling berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan
oleh katup satu arah. Antara organ rongga kanan dan kiri dipisahkan oleh septum.
2. Fisiologi Jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama jantung. Dalam bentuk
yang paling sederhana, siklus jantung adalah kontraksi bersamaan kedua atrium, yang
mengikuti suatu fraksi pada detik berikutnya karena kontraksi bersamaan kedua ventrikel.
Sisklus jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi dan relaksasi. Satu kali
siklus jantung sama dengan satu periode sistole (saat ventrikel kontraksi) dan satu periode
diastole ( saat ventrikel relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai dengan depolarisasi
spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir dengan keadaan relaksasi ventrikel.
Pada siklus jantung, sistole(kontraksi) atrium diikuti sistole ventrikel sehingga ada
perbedaan yang berarti antara pergerakan darah dari ventrikel ke arteri. Kontraksi atrium
akan diikuti relaksasi atrium dan ventrikel mulai ber kontraksi. Kontraksi ventrikel
menekan darah melawan daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan menutupnya.
Tekanan darah juga membuka katup semilunar aorta dan pulmonalis. Kedua ventrikel
melanjutkan kontraksi, memompa darah ke arteri. Ventrikel kemudian relaksasi
bersamaan dengan pengaliran kembali darah ke atrium dan siklus kembali.
Curah jantung merupakan volume darah yang dipompakan selama satu menit.
Curah jantung ditentukan oleh jumlah denyut jantung permenit dan stroke volume. Isi
sekuncup ditentukan oleh :
a. Beban awal (pre-load)
1. Pre-load adalah keadaan ketika serat otot ventrikel kiri jantung memanjang atau
meregang sampai akhir diastole. Pre-load adalah jumlah darah yang berada dalam
ventrikel pada akhir diastole.
2. Volume darah yang berada dalam ventrikel saat diastole ini tergantung pada
pengambilan darah dari pembuluh vena dan pengembalian darah dari pembuluh
vena ini juga tergantung pada jumlah darah yang beredar serta tonus otot.
3. Isi ventrikel ini menyebabkan peregangan pada serabut miokardium.
4. Dalam keadaan normal sarkomer (unit kontraksi dari sel miokardium) akan
teregang 2,0 µm dan bila isi ventrikel makin banyak maka peregangan ini makin
panjang.
5. Hukum frank starling : semakin besar regangan otot jantung semakin besar pula
kekuatan kontraksinya dan semakin besar pula curah jantung. pada keadaan
preload terjadi pengisian besar pula volume darah yang masuk dalam ventrikel.
6. Peregangan sarkomet yang paling optimal adalah 2,2 µm. Dalam keadaan tertentu
apabila peregangan sarkomer melebihi 2,2 µm, kekuatan kontraksi berkurang
sehingga akan menurunkan isi sekuncup.
b. Daya kontraksi
1. Kekuatan kontraksi otot jantung sangat berpengaruh terhadap curah jantung,
makin kuat kontraksi otot jantung dan tekanan ventrikel.
2. Daya kontraksi dipengaruhi oleh keadaan miokardium, keseimbangan elektrolit
terutama kalium, natrium, kalsium, dan keadaan konduksi jantung.
c. Beban akhir
1. After load adalah jumlah tegangan yang harus dikeluarkan ventrikel selama
kontraksi untuk mengeluarkan darah dari ventrikel melalui katup semilunar aorta.
2. Hal ini terutama ditentukan oleh tahanan pembuluh darah perifer dan ukuran
pembuluh darah. Meningkatnya tahanan perifer misalnya akibat hipertensi artau
vasokonstriksi akan menyebabkan beban akhir.
3. Kondisi yang menyebabkan baban akhir meningkat akan mengakibatkan
penurunan isi sekuncup.
4. Dalam keadaan normal isi sekuncup ini akan berjumlah ±70ml sehingga curah
jantung diperkirakan ±5 liter. Jumlah ini tidak cukup tetapi dipengaruhi oleh
aktivitas tubuh.
5. Curah jantung meningkat pada waktu melakukan kerja otot, stress, peningkatan
suhu lingkungan, kehamilan, setelah makan, sedang kan saat tidur curah jantung
akan menurun. (Rahmadhani, F.N., 2020).
C. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut : (Aspani, 2016)
1. Disfungsi miokard
2. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
a. Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus paten
b. Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
c. Disaritmia
3. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
4. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, gagal jantung
disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi
otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif
atau inflamasi misalnya kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Infark miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan
gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung .
3. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun
aritmia ventrikel.
4. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan (after load)
5. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia
dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
D. Manifestasi Klinik
1. Gagal Jantung Kiri
a. Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi oksigen yang
rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa
di deteksi melalui auskultasi.
b. Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal (PND).
c. Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah menjadi batuk
berdahak.
d. Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
e. Perfusi jaringan yang tidak memadai.
f. Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari)
g. Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala- gejala seperti: gangguan
pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat atau
dingin dan lembab.
h. Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
2. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomondasikan
semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena
a. Edema ektremitas bawah
b. Distensi vena leher dan escites
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena dihepar.
d. Anorexia dan mual
e. Kelemahan

E. Klasifikasi Gagal Jantung


Kelas 1 Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak
menyebabkan dipsnea napas, palpitasi atau
keletihan berlebihan
Kelas 2 Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan
keletihan dan palpitasi
Kelas 3 Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa
nyaman ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang
kurang dari biasa dapat menimbulkan gejala.
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman : gejala gagal jantung
kongestif ditemukan bahkan pada saat istirahat dan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika
melakukan aktifitas fisik apapun.

F. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ pemompa,
sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa
dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah dan
kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer yaitu
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas
neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung
dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang
harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi
jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload
(besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban
kerja jantung pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri
murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron,
maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung
kongestive di antaranya sebagai berikut :
1. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
2. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
3. Ekokardiografi
a. Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan kelainan
regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama EKG)
b. Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
c. Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal
terhadap jantung)
4. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
5. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
6. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal terapi
diuretik
7. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
8. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
9. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan penurunan
fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
10. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung

H. Penatalaksanaan Medik
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut :
1. Terapi Farmakologi :
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin converting enzym
inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung ,
antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien dengan keluhan konstipasi
2. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup, pendidikan
kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan,
monitoring dan kontrol faktor resiko.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas :
1) Identitas pasien : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit
(MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan
dengan pasien.
b. Keluhan utama
1) Sesak saat bekerja, dipsnea nokturnal paroksimal, ortopnea
2) Lelah, pusing
3) Nyeri dada
4) Edema ektremitas bawah
5) Nafsu makan menurun, nausea, dietensi abdomen
6) Urine menurun
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang
kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala kongesti
vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal
akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah pasien
sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, atau
hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada
masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan penyakit
keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.
f. Pengkajian data
1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat, sakit
dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia, fibrilasi
atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis, pucat.
3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress, sikap dan
tingkah laku pasien.
2) Tanda-tanda Vital :
a. Tekanan Darah Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b. Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau takikkardi)
c. Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d. Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
3) Head to toe examination :
a) Kepala : bentuk , kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e) Muka; ekspresi, pucat
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Dada: gerakan dada, deformitas
h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing,
bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
j) Pemeriksaan khusus jantung :
1) Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis (normal :
ICS ke 5)
2) Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi
ventrikel
3) Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
4) Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular, yang
terjadi pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis
pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
(BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I)
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa CHF.
2) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi
(jika disebabkan AMI), ekokardiogram
3) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut dari
gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat, peninkatan
bilirubin dan enzim hati.

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida
pada membran alveolus kapiler.
Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Dispnea
2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan
Kriteria minor :
1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur
2) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung, pola nafas abnormal,
warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
b. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf : Dipsnea
2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola
nafas abnormal
Kriteria minor :
1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun,
tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun, ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait : Trauma Thorax
c. Penurunan curah jantung (D.0008)
Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh
Penyebab : perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan kontraktilitas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Lelah
2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure (CVP)
meningkat/menurun.
Kriteria minor :
1) Subjektif : -
2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery wedge
pressure (PAWP) menurun
Kondisi klinis terkait : Gagal Jantung Kongestif
d. Nyeri akut (D.0077)
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambatberintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab : agen pencedera fisiologis (mis: iskemia)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur
Kriteria minor :
1) Subjektif : -
2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.
Kondisi klinis terkait : Cedera Traumatis

e. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Gangguan Tujuan : Pemantauan Respirasi
pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan I.01014)
perubahan membran keperawatan diharapkan a. Monitor frekuensi
alveolus-kapiler pertukaran gas meningkat. irama, kedalaman dan
Kriterian hasil : (Pertukaran upaya nafas
gas L.01003) b. Monitor pola nafas
1. Dipsnea menurun c. Monitor kemampuan
2. Bunyi nafas tambahan batuk efektif
menurun d. Monitor nilai AGD
3. Pola nafas membaik e. Monitor saturasi
4. PCO2 dan O2 membaik oksigen
f. Auskultasi bunyi
nafas
g. Dokumentasikan
hasil pemantauan
2 Pola nafas tidak Tujuan : Manajemen Jalan Nafas
efektif b.d hambatan Setelah dilakukan tindakan (I.01011)
upaya nafas (mis: keperawatan diharapkan pola a. Monitor pola nafas
nyeri saat bernafas) nafas membaik. (frekuensi,
Kriteria hasil : (pola nafas kedalaman, usaha
L.01004) nafas)
1. Frekuensi nafas dalam b. Monitor bunyi nafas
rentang normal tambahan (mis:
2. Tidak ada pengguanaan gagling, mengi,
otot bantu pernafasan Wheezing, ronkhi)
3. Pasien tidak menunjukkan c. Monitor sputum
tanda dipsnea (jumlah, warna,
aroma)
d. Posisikan semi fowler
atau fowler
e. Ajarkan teknik batuk
efektif
f. Kolaborasi pemberian
bronkodilato,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu.
3 Penurunan curah Tujuan: (Perawatan Jantung
jantung b.d Setelah dilakukan tindakan I.02075)
perubahan preload keperawatan diharapkan curah a. Identifikasi
/perubahan afterload jantung meningkat. tanda/gejala primer
/ perubahan Kriteria hasil : (curah jantung penurunan curah
kontraktilitas L.02008) jantung
1. Tanda vital dalam rentang b. Identifikasi
normal tanda/gejala sekunder
2. Kekuatan nadi perifer penurunan curah
meningkat jantung
3. Tidak ada edema c. Monitor intake dan
output cairan
d. Monitor keluhan nyeri
dada
e. Berikan terapi terapi
relaksasi untuk
mengurangi strees,
jika perlu
f. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
g. Anjurkan berakitifitas
fisik secara bertahap
h. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
4 Nyeri Akut (D. 0077) Tujuan: Manajemen nyeri (I.
b.d Agen pencedera Setelah dilakukan asuhan 08238)
fisiologis (iskemia) keperawatan selama .. x 24 jam, Observasi
nyeri akut dapat teratasi. a. Identifikasi lokasi,
Kriteria Hasil: karakteristik, durasi,
Kontrol Nyeri (L. 08063) frekuensi, kualitas dan
1. Kemampuan mengontrol intensitas nyeri
nyeri meningkat 1) Identifikasi skala
2. Melaporkan nyeri terkontrol nyeri
meningkat 2) Identifikasi
3. Kemampuan mengenali respons nyeri non
onset nyeri meningkat verbal
4. Kemampuan mengenli 3) Identifikasi faktor
penyebab nyeri yang memperberat
5. Kemampuan menggunakan dan memperingan
teknik nonfarmakologis nyeri
6. Keluhan nyeri menurun 4) Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
5) Monitor efek
samping
penggunaan
analgesic
Terapeutik
6) Berikan teknik
farmakologi
7) Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
8) Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
9) Jelaskan penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
10) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11) Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
12) Anjurkan
menggunakan
analgesic secara
tepat
13) Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
14) Kolaborasi
pemberian
analgesik
DAFTAR PUSTAKA
Ananda Putra, R. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Congestive Heart Failure
(CHF) Di Bangsal Jantung RSUP Dr.Djamil Padang. Retrieved From
Http://Pustaka.Poltekkespdg.Ac.Id/Index.Php?P=Show Detail&Id= 5245&Keywords=
Andi Eka Pranata, Eko Prabowo, S.Kep,M.Kes. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar, Nuha Medika : Yogyakarta.
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta
Aspaiani,RY. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada pasien Gangguan Kardiovaskuler :
aplikasi nic&noc. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Desfrimadona. 2016. Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa di RSUP
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Skripsi. Universitas Andalas. Fakultas Keperawatan.
Gledis, M., & Gobel, S. (2016). Hubungan Peran Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di
Rs Gmibm Monompia Kota Mabagu Kabupaten Bolaang Mongondow. Elektronik
Keperawatan, 4(2), 1–6. https://doi.org/10.22460/infinity.v2i1.22.
Haryono Rudi ( 2013 ) Keperawatan Medikal Bedah ( sistem Perkemihan ) Edisi1,Yogyakarta.
Rapha Publishing.
Mahananto, F., & Djunaidy, A. (2017). Simple Symbolic Dynamic of Heart Rate Variability
Identify Patient with Congestive Heart Failure. Procedia ComputerScience, 124, 197–
204.https://doi.org/10.1016/j.procs.2017.12.147.
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan NANDA NIC
NOC. Jakarta: TIM.
Muttaqin, Arif., dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif,a.h. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis Dan Nanda Nic
Noc.yogyakarta : medication publishing yogyakarta.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikatir Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI.
Priharjo, robert. (2013). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
EGC.
Purnomo B. Dasar-Dasar Urologi. Edisi III. Jakarta: Sagung seto; 2015. hal. 125-44, 263- 70
Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. 2012. Proses Keperawatan Teori & Aplikasi. Yogyakarta:
AR-RUZZ MEDIA
FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 1 November 2021 No. Register : 18277265


Jam Pengkajian : 08.30 WIB Tgl. MRS : 30 Oktober 2021
Ruang/Kelas : Tulip 5/ 1

A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A Nama : Tn. N
Umur : 57 tahun Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pekerjaan : karyawan Swasta
Pekerjaan : IRT Alamat : Kp. Babelan, Babelan
Kota
Gol. Darah : O+ Hubungan dengan Pasien : Anak
Alamat : Kp. Babelan, Babelan Kota

B. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama Saat MRS
Pasien datang kerumah sakit tanggal 30 oktober 2021 dengan keluhan sesak napas,
oedem di ekstremitas atas dan bawah sejak 3 bulan yang lalu, tidak ada demam, suhu 36,5
o
C, nyeri dada sebelah kiri dengan skala nyeri 5, nyeri menjalar ke tangan kiri dan
menembus ke belakang punggung kiri, pasien tidak dapat berjalan karena lemas

2. Keluhan Utama Saat Pengkajian


Pasien mengeluh nyeri dada kiri P : ketika diam ataupun berjalan, Q : seperti di tusuk, R :
menjalar ke punggung sebelah kiri dan dan tangan kiri, S : 5, T : hilang timbul, merasa
begah di perutnya, kaki pasien lemah, ekstremitas atas dan bawah pasien oedema.

C. DIAGNOSIS MEDIS
Chronic Kidney Disease

D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang kerumah sakit tanggal 30 oktober 2021 dengan keluhan sesak napas,
oedem di ekstremitas atas dan bawah sejak 3 bulan yang lalu, tidak ada demam, suhu 36,5
o
C, nyeri dada sebelah kiri dengan skala nyeri 5, nyeri menjalar ke tangan kiri dan
menembus ke belakang punggung kiri, pasien tidak dapat berjalan karena lemas
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien memiliki hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu, pasien mengkonsumsi obat
amlodipin 5 mg 1x1 tablet perhari.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit ginjal kronik,
bapak dan ibu pasien memiliki penyakit diabetes melitus dan hipertensi.

X X X X

X X

X X

Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Meninggal X

Hipertensi dan diabetes melitus


Diabetes melitus

Hipertensi

Pasien

E. RIWAYAT KEPERAWATAN PASIEN


1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Pola pemenuhan 3 kali sehari dengan nasi, lauk dan 3 kali sehari dengan nasi, lauk dan
kebutuhan nutrisi dan sayur sayur, dan buah
cairan (Makan dan Minum 2000 ml perhari Minum 600 ml perhari
Minum)
Pola Eliminasi BAK : rutin 4 – 6 kali sehari, BAK : Pasien terpasang DC,
BAK : warnanya kuning jumlah urin 400 cc/8 jam,
BAB : BAB : 1 kali sehari, warna coklat, warnanya kuning jernih
konsistensi lembek BAB : 1 kali sehari, warna coklat,
konsistensi lembek
Pola Istirahat Tidur 8 jam sehari, tidak ada gangguan ± 8 jam, tidak ada gangguan tidur
tidur

Pola KebersihanDiri Mandi 3 kali sehari, keramas 2 hari Di lap 1 kali sehari, belum keramas
(Personal Hygiene) sekali, gosok gigi 2 kali sehari, selama 2 hari, gosok gigi 2 kali
keadaan kuku bersih, ganti baju 2-3 sehari, keadaan kuku bersih, ganti
kali sehari, dilakukan secara baju 1 kali sehari, dilakukan
mandiri dengan bantuan
Aktivitas Lain Mengaji dengan tetangga sekitar Hanya tidur saja
rumah

2. Riwayat Psikologi
Pasien tampak sedih karena merasa tidak diperhatikan oleh anak dan cucunya, pasien
tampak senang bila diajak berkomununikasi.

3. Riwayat Sosial
Pasien dapat berespon dengan baik dengan siapapun, pasien dekat dengan keluarganya,
pasien sering mengikuti pengajian.

4. Riwayat Spiritual
Pasien mengatakan tidak bisa sholat dengan duduk, jadi harus tidur saat menjalani
sholatnya.

F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemas, kesadaran kompos mentis.
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN
TD: 140/90 mmHg TD: 198/94 mmHg
HR: 85 x/mnt HR: 76 x/mnt
RR: 18 x/mnt RR: 24 x/mnt
SUHU: 36,5ºC SUHU: 36,5 ºC
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), Kelopak mata/palpebra oedem atau edema
(+), ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka (-), peradangan (-), luka (-
), benjolan (-), Bulu mata tidak rontok, Konjunctiva dan sclera perubahan warna
(anemis), Warna iris (hitam), Reaksi pupil terhadap cahaya (miosis), Pupil (isokor),
Warna Kornea (coklat), terdapat katarak di mata kiri.
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : bentuk tulang hidung (normal) dan posisi septum nasi (tidak
ada pembengkakan). Amati meatus : perdarahan(-), Kotoran(-), Pembengkakan (-),
pembesaran / polip (-)

c. Mulut
Amati bibir : tidak kelainan konginetal, warna bibir (merah muda), lesi (-), Bibir
pecah (-), Amati gigi , gusi, dan lidah : Caries (-), Kotoran (-), Gigi palsu (-),
Gingivitis (-), Warna lidah (merah muda), Perdarahan (-) dan abses (-). Amati
orofaring atau rongga mulut : Bau mulut (tidak), Benda asing : (tidak ada).

d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk (simetris), Ukuran (normal), Warna (coklat muda),
lesi (-), nyeri tekan (-), peradangan (-), penumpukan serumen (-). Dengan otoskop
periksa membran tympany amati, warna (bening) transparansi (+) perdarahan (-),
perforasi(-).

4. Pemeriksaan Kepala dan Leher


a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala (bulat), kesimetrisan (+), Hidrochepalus (-), Luka (-), darah
(-), Trepanasi (-), terdapat bejolan akibat benturan jalan
Palpasi: Nyeri tekan (-), fontanella/pada bayi (tidak)
b. Leher
Inspeksi : Bentuk leher (simetris), peradangan (-), jaringan parut (-), perubahan warna
(-), massa (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), posisi trakea
(simetris), pembesaran vena jugularis (-)

5. Pemeriksaan Thoraks/ Dada


Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest),
- Susunan ruas tulang belakang (normal),
- Bentuk dada (simetris),
- Keadaan kulit : baik
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta (+), retraksi suprasternal (-),
Sternomastoid (-), pernafasan cuping hidung (-).
- Pola nafas : (cepat)
- Amati : cianosis(-), batuk (ya).
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama)
Perkusi
Area paru : sonor
Auskultasi
- Suara nafas ronkhi di kanan , Area Bronchial : (bersih), Area Bronkovesikuler
(bersih).
- Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni (-), Egophoni (-), Pectoriloqui (-).
- Suara tambahanTerdengar : Rales (-), Ronchi (-), Wheezing (-), Pleural fricion rub
(-), bunyi tambahan lain : tidak ada.
- Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : tidak ada

6. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
- Ictus cordis (-), pelebaran (-)
Palpasi
- Pulsasi pada dinding torak teraba : (Kuat)
Perkusi
- Batas-batas jantung normal adalah :
- Batas atas : (N = ICS II)
- Batas bawah : (N = ICS V)
- Batas Kiri : (N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
- Batas Kanan : (N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
Auskultasi
- BJ I terdengar (reguler)
- BJ II terdengar (reguler)
- Bunyi jantung tambahan : BJ III (-), Gallop Rhythm(-), Murmur(-).
- Keluhan lain terkait dengan jantung : Tidak ada
7. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
- Bentuk abdomen : (buncit), Massa/Benjolan (-), Kesimetrisan (+), Bayangan
pembuluh darah vena (-)
Auskultasi
- Frekuensi peristaltic usus 10 x/menit, Borborygmi (-)
Palpasi
- Palpasi Hepar (teraba), Nyeri tekan (-), pembesaran (+), perabaan (lunak),
permukaan (halus), tepi hepar (tumpul)
- Palpasi Lien : normal
- Palpasi Appendik : normal, Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), nyeri menjalar
kontralateral (-).
- Palpasi Ginjal : teraba : nyeri tekan (+), pembesaran (+)
Perkusi : dullness
8. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi(-), eritema(-), keputihan(-), peradangan(-), lubang
uretra : stenosis /sumbatan(-)

9. Pemeriksaan Punggung dan Tulang Belakang


Periksa ada tidaknya lesi pada kulit punggung (tidak ada), Apakah terdapat kelainan
bentuk tulang belakang (tidak ada), Apakah terdapat deformitas pada tulang belakang
(tidak ada), apakah terdapat fraktur atau tidak (tidak ada), adakah nyeri tekan (tidak ada).
10. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas(-), fraktur(-) lokasi fraktur (-), jenis
fraktur (-), kebersihan luka (-), terpasang Gib (-), Traksi(-), pen (-). Oedema di
ekstremitas atas dan bawah.
Palpalsi
Lovett’s scale 5 5 5 5
5 5 5 5

1 1 1 1 2 2 2 2

11. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran / Penghidu / Tengorokan


Uji ketajaman pendengaran : Tes bisik, Dengan arloji, Uji weber : seimbang, Uji rinne :
sama, Uji swabach : sama
Uji Ketajaman Penciuman dengan menggunakan rangsang bau-bauan (normal).
Pemeriksaan tenggorokan: lakukan pemeriksaan tonsil, adakah nyeri telan (tidak ada).

12. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan


Pemeriksaan Visus Dengan Snellen's Chart : OD 6/12 OS 6/12
Tanpa Snelen Cart : Ketajaman Penglihatan ( Baik )
Pemeriksaan lapang pandang : Normal
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometri …………, dengan palpasi taraba
……

13. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
Menilai respon membuka mata : 4
Menilai respon verbal : 5
Menilai respon motoric : 6
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : Compos Mentis
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
c. Peningkatan suhu tubuh(-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual dan muntah (-),
kejang (-), penurunan tingkat kesadaran (-)
d. Memeriksa nervus cranialis (normal)
- Nervus I Olfaktorius (pembau) : baik, tidak ada gangguan penciuman
- Nervus II Opticus (penglihatan) : ada gangguan penglihatan karena katarak
- Nervus III Ocumulatorius : baik, bola mata tidak terganggu
- Nervus IV Throclearis : baik, bola mata tida terganggu
- Nervus V Thrigeminus : baik, pergerakan mata tidak terganggu
- Nervus VI Abdusen : reaksi sentuhan baik, pergerakan rahang tidak terganggu
- Nervus VII Facialis : tidak ada gangguan pengecapan
- Nervus VIII Auditorius : tidak ada gangguan pendengaran
- Nervus IX Glosopharingeal : tidak gangguan pengecapan
- Nervus X Vagus : tidak ada gangguan
- Nervus XI Accessorius : tidak ada gangguan pada pergerakan kepala
- Nervus XII Hypoglosal : tidak ada gangguan pada pergerakan lidah
e. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris), atropi (-), gerakan-gerakan yang tidak disadar oleh pasien (-)
f. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul , benda tajam. Menguji sensasi panas /
dingin, kapas halus, minyak wangi (normal)
g. Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis : R. Bisep, R. Trisep, R. Brachioradialis, R. Patella, R. Achiles
Reflek Pathologis, Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus
tertentu. Yang diperiksaa adalah R. Babinski, R. Chaddok, R. Schaefer, R.
Oppenheim, R. Gordon, R. Bing, R. Gonad.
h. Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis : tidak ada

14. Pemeriksaan Kulit/Integument


Inspeksi : Adakah lesi (-), Jaringan parut (-), Warna Kulit (sawo matang )
Palpasi : Tekstur (halus), Turgor (normal), Kelenturan (baik), Lemak subcutan (tebal),
nyeri tekan(-)
15. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik Medik
a. EKG : sinus tachycardia (30/10/2021)
b. Rontgent thorax : cardiomegali ringan (30/10/2021)
c. Pemeriksaan Darah :
(1 November 2021)
Hematologi
Leukosit : 11,6 ribu/uL (normal : 5 – 10)
Hb : 11,2 g/dl (normal : 12 – 14)
Ht : 31,9 % (normal : 37 – 47)
Trombosit: 285 ribu/uL (normal: 150 – 400)
Kimia klinik
Protein total: 5,47 g/dl (normal: 6.6-8)
Albumin : 1.65 g/dl (normal: 3.5-6.5)
Ureum : 134 mg/dl (normal: 20-40)
Kreatinin : 5.61 mg/dl (normal: 0.5-1.5)
eGFR : 8 ml/menit/1.73 (normal: 90-120)
Na : 139 mmol/L (normal : 135 – 145)
K : 3,8 mmol/L (normal : 3,5 – 5)
Cl : 112 mmol/L (normal : 94 – 111)
(2 November 2021)
PH : 7.407 (normal: 7.35-7.45)
PCO2 : 27.6 mmHg (normal: 35-45)
PO2 : 111.4 mmHg (normal: 83-108)
HCO3 : 17.8 mmol/L (normal: 22-26)
Saturasi O2 : 98.6% (normal: 95-98)

(3 November 2021)
Leukosit : 13,6 ribu/uL (normal : 5 – 10)
Hb : 11 g/dl (normal : 12 – 14)
Ht : 32,4 % (normal : 37 – 47)
Trombosit: 286 ribu/uL (normal: 150 – 400)
Kimia klinik
Protein total: 5,47 g/dl (normal: 6.6-8)
Albumin : 2.24 g/dl (normal: 3.5-6.5)
Ureum : 90 mg/dl (normal: 20-40)
Kreatinin : 4.19 mg/dl (normal: 0.5-1.5)
eGFR : 12 ml/menit/1.73 (normal: 90-120)
Na : 144 mmol/L (normal : 135 – 145)
K : 3,8 mmol/L (normal : 3,5 – 5)
Cl : 102 mmol/L (normal : 94 – 111)
G. TINDAKAN DAN TERAPI
1. Lasix 15 mg/jam (mengatasi oedema/Intravena)
2. Vitamin B12 3x1 tab (membantu dalam pembentukan protein, darah, dan jaringan/
peroral)
3. CaCO3 3x1 tab (obat lambung dan penurun kadar fosfat pada gagal ginjal/peroral)
4. Fluimucil 3x200 mg (untuk mengencerkan dahak/peroral)
5. Ramipril 1x5 mg (antihipertensi/peroral)
6. Spironolactone 1x25 mg (antihipertensi/peroral)
7. Concor 1x2.5 mg (antihipertensi/peroral)
8. ISDN 3x5 mg (meredakan nyeri dada/sublingual)
9. Clopidogrel 1x75mg (antiplatelet/peroral)
10. Natrium bikarbonat 3x1 mg (untuk obat lambung/peroral)
Preceptee
TTD

( Kartika Witrianti )
DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Analisa Data
No. Data Diagnosa Etiologi
Keperawatan
1 DS: Perfusi perifer tidak Penurunan konsentrasi
1. Pasien mengatakan badannya efektif (D.0009) hemoglobin: produksi
lemas eritropoetin turun;
2. Pasien mengatakan nyeri di kaki hiperglikemia; tekanan
kiri apabila diubah posisi darah naik (perlemahan
DO: aliran sirkulasi
1. Keadaan umum lemah, compos keseluruh tubuh)
mentis, GCS 15
2. TD: 198/94 mmHg, HR: 76 x/mnt,
RR: 24 x/mnt, : 36,5 ºC
3. CRT >3 detik
4. Turgor kulit kembali setelah 10
detik
5. Hb: 7.5 g/d
2 DS: Hipervolemia (D.0022) Kelebihan asupan
1. Pasien mengatakan sesak napas cairan
2. Pasien mengatakan badannya
bengkak sejak 3 bulan yang lalu
3. Pasien mengatakan tidak dapat
melakukan aktifitas apapun.
DO:
1. Ekstremitas atas dan bawah
oedem
2. Distensi vena jugularis
3. Hb: 7.5 g/dl.
4. Ht : 31,9 % (normal : 37 – 47)
5. PH : 7.407 (normal: 7.35-7.45)
6. Protein total: 5,47 g/dl (normal:
6.6-8)
7. Albumin : 1.65 g/dl (normal: 3.5-
6.5)
8. Ureum : 134 mg/dl (normal: 20-
40)
9. Kreatinin : 5.61 mg/dl (normal:
0.5-1.5)
10. eGFR : 8 ml/menit/1.73 (normal:
90-120)
3 DS: Pola Napas Tidak Hambatan upaya
1. Pasien mengatakan sesak napas Efektif (D.0005) napas
2. Pasien mengatakan sering batuk
3. Pasien mengatakan sputum susah
keluar.
DO:
1. Pola napas pasien cepat
2. Pasien menggunakan otot bantu
napas
3. TD: 198/94 mmHg, HR: 76 x/mnt,
RR: 24 x/mnt, : 36,5 ºC
4. Hb : 11,2 g/dl (normal : 12 – 14)
5. Ht : 31,9 % (normal : 37 – 47)
6. PH : 7.407 (normal: 7.35-7.45)
7. PCO2 : 27.6 mmHg (normal: 35-
45)
8. PO2 : 111.4 mmHg (normal: 83-
108)
9. HCO3 : 17.8 mmol/L (normal: 22-
26)
10. Saturasi O2 : 98.6% (normal: 95-
98)
4 DS : pasien mengeluh nyeri pada dada Nyeri akut Agen pencedera
kirinya, skala nyeri 5 (D. 0077) fisiologis
DO:
1. P : ketika diam ataupun berjalan
2. Q : seperti di tusuk
3. R : menjalar ke punggung sebelah
kiri dan dan tangan kiri
4. T : hilang timbul
5 DS : Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan
1. Pasien mengeluh lemas (D.0056) antar suplai dan
2. Pasien mengeluh sedikit pusing kebutuhan oksigen
DO:
1. Pasien tampak lemas
2. Hb = 7,5 g/dl (30 Oktober 2021),
TD: 198/94 mmHg, HR: 76 x/mnt,
RR: 24 x/mnt, : 36,5 ºC
6 DS: Defisit Pengetahuan Kurang Terpapar
1. Pasien tidak mengetahui mengenai (D.0111) informasi
penyakitnya.
2. Pasien mengatakan tidak
mengetahui makanan yang dapat
dikonsumsi oleh penderita gagal
ginjal kronik.
DO:
1. Pasien tampak cemas dan gelisah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin: produksi eritropoetin
turun; hiperglikemia; tekanan darah naik (perlemahan aliran sirkulasi keseluruh tubuh)
d.d Hb: 7.5 g/dl, turgor kulit kembali 10 detik, CRT>3detik. (D.0009)
2. Hipervolemia b.d Kelebihan asupan cairan d.d edema pada ekstremitas (D.0022)
3. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d penggunaan otot bantu napas
(D.0005)
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri (D.0077)
5. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen d.d
lemas (D.0056)
6. Defisit Pengetahuan b.d Kurang terpapar informasi d.d cemas, gelisah (D.0111)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Klien: Ny. A
No.Register: 18277265
Dx.Medis : Chronic Kidney Disease

Tujuan &
Diagnosa Rencana
No Tanggal Kriteria Hasil
Keperawatan Tindakan/Intervensi
(SMART)
1 1 Perfusi perifer Setelah 1. Periksa sirkulasi perifer
November tidak efektif b.d dilakukan 2. Identifikasi faktor
2021 Penurunan asuhan risiko gangguan
konsentrasi keperawatan sirkulasi
hemoglobin: 6x24 jam maka 3. Anjurkan menggunakan
produksi ststau sirkulasi obat amlodipin 1x10
eritropoetin turun; membaik mg
hiperglikemia; Kriteria hasil:
tekanan darah naik 1. Output urin
(perlemahan aliran balans
sirkulasi keseluruh dengan
tubuh) d.d Hb: 7.5 intake
g/dl, turgor kulit 2. Nadi perifer
kembali 10 detik, 60-100
CRT>3detik. x/menit
(D.0009) 3. SaO2 > 97%
4. Akral hangat
5. Tidak ada
edema
perifer
6. Tidak ada
asites
7. CRT < 3
detik
8. Tekanan
darah <
140/90
mmHg
2 1 Hipervolemia b.d Setelah 1. Pantau cairan
November Kelebihan asupan dilakukan 2. Lakukan manajemen
2021 cairan d.d edema asuhan nutrisi.
pada ekstremitas keperawatan 3. Observasi TTV
(D.0022) 6x24 jam cairan 4. Hitung balance cairan
dalam tubuh pasien
seimbang, 5. Kolaborasi pemberian
Kriteria hasil: lasix 15 mg/jam
1. Asupan
cairan 600
ml perhari
2. Haluaran
urin
meningkat
3. Oedem
menurun
4. Tekanan
darah normal
(120-130/80-
90 mmH)
3 1 Pola napas tidak Setelah 1. Monitor pola nafas
November efektif b.d dilakukan 2. Monitor bunyi nafas
2021 hambatan upaya asuhan tambahan
nafas d.d keperawatan 3. Monitor sputum
penggunaan otot 6x24 jam pola (jumlah, warna, aroma)
bantu napas napas membaik 4. Posisikan semi fowler
(D.0005) Kriteria hasil: atau fowler
1. Frekuensi 5. Ajarkan teknik batuk
nafas dalam efektif
rentang 6. Kolaborasi pemberian
normal flumucyl 3x200 mg,
2. Tidak ada Vitamin B12 3x1 tab,
pengguanaan CaCO3 3x1 tab.
otot bantu
pernafasan
3. Pasien tidak
menunjukka
n tanda
dipsnea
4 1 Nyeri akut b.d agen Setelah 1. Pantau nyeri
November pencedera dilakukan 2. Lakukan manajemen
2021 mengeluh nyeri asuhan nyeri
(D.0077) keperawatan 3. Kolaborasi pemberian
3x24 jam nyeri obat ISDN 3x5 mg
teratasi
Kriteria hasil:
1. Skala nyeri
0-1
2. Pola tidur
normal (6-8
jam)
3. TTV normal
(TD: 120/80
mmHg, N:
60-
100x/menit,
R: 16-
20x/menit,
S: 36.5oC-
37.5oC)
4. Keluhan
nyeri
menurun
5 1 Intoleransi aktivitas Setelah 1. Kaji kemampuan klien
November b.d dilakukan untuk melakukan tugas
2021 Ketidakseimbangan asuhan 2. Mengukur tanda-tanda
antar suplai dan keperawatan vital
kebutuhan oksigen selama 3 x 24 3. Berikan latihan
(D.0056) jam, diharapkan mobilisasi miring
aktivitas kanan dan miring kiri.
kembali normal. 4. Berikan lingkungan
Kriteria hasil: yang tenang,
1. TTV normal pertahankan tirah
(TD: 120/80 baring, pantau dan
mmHg, N: batasi pengunjung
60-
100x/menit,
R: 16-
20x/menit, S:
36.5oC-
37.5oC)
2. Hb 12-14
g/dl
6 1 Defisit Setelah 1. Berikan informasi
November Pengetahuan b.d dilakukan mengenai gagal ginjal
2021 Kurang terpapar asuhan kronis
informasi d.d keperawatan 2. Diskusikan penyebab
cemas, gelisah selama 3 x 24 gagal ginjal kronik
(D.0111) jam, diharapkan 3. Diskusikan tanda dan
pengetahuan gejala gagal ginjal
bertambah, kronik
dengan kriteria 4. Diskusikan makanan
hasil: yang diperbolehkan dan
yang harus dihindari
Pasien dan
keluarga paham
mengenai gagal
ginjal kronik
dan nutrisi yang
tepat untuk
penderita gagal
ginjal kronik
CATATAN KEPERAWATAN
Nama Klien: Ny. A
No.Register: 18277265
Dx.Medis : Chronic Kidney Disease

Tanggal Jam No.Dx Tindakan Keperawatan & Respon Paraf


Pasien
1 08.00 3 Memonitor pola nafas
November RS:-
Kartika
2021 RO: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 24
x/mnt
08.05 3 Memposisikan fowler
RS: pasien mengatakan sudah nyaman
Kartika
dengan posisi saat ini
RO: Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman.
08.07 3 Memonitor bunyi nafas tambahan
RS:-
Kartika
RO: tidak ada bunyi nafas tambahan, bunyi
nafas vesikuler
08.15 1 Memeriksa sirkulasi perifer
RS:-
Kartika
RO: ekstremitas atas dan bawah pasien
edema, nadi 76x/menit, CRT>3 detik.
08.20 1 Mengidentifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
Kartika
RS: pasien mengatakan dirinya menderita
hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
RO: pasien mengatalami hipertensi, TD:
198/94 mmHg.
08.30 2 Memantau cairan
RS: pasien mengatakan hanya minum
Kartika
maksimal 600 ml perhari, pasien
mengatakan hanya minum air putih saja.
RO: pasien minum air putih 100 ml.
08.35 2 Menghitung balance cairan pasien
RS: -
Kartika
RO: Pasien terpasang DC, pasien minum
air putih 900 cc/24 jam, urin yang
dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL= =
21cc/jam, Balance cairan= 900-1400 = -
500 cc
08.40 5 Mengkaji kemampuan klien untuk
melakukan tugas
RS: pasien mengatakan tidak dapat duduk Kartika
tegak sendiri, pasien mengatakan
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan
RO: pasien tampak lemah, ekstremitas atas
dan bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya.
08.45 5 Memberikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan batasi
Kartika
pengunjung
RS: pasien mengatakan lingkungan cukup
tenang untuk istirahat, pasien mengatakan
sudah nyaman dengan posisinya saat ini.
RO: pasien tampak nyaman.
08.50 3 Mengajarkan teknik batuk efektif
RS: pasien mengatakan belum mengetahui
Kartika
cara batuk efektif
RO: pasien mengikuti latihan batuk efektif,
pasien dapat mengeluarkan sputum.
08.53 3 Memonitor sputum
RS:-
Kartika
RO: Sputum berwarna hijau, kental, aroma
khas sputum.
09.00 4 Memantau nyeri
RS: pasien mengatakan nyeri di dada
Kartika
kirinya menjalar ke punggung kiri dan
tangan kiri, skala nyeri 5
RO: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul
09.15 5 Memberikan latihan mobilisasi miring
kanan dan miring kiri.
Kartika
RS: Pasien mengatakan saat miring kiri dan
miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu
RO: pasien meringis saat miring kanan dan
miring kiri, pasien memerlukan bantuan
saat miring kanan dan miring kiri.
11.00 4 Melakukan kolaborasi pemberian obat
ISDN 5 Mg
Kartika
RS:-
RO: obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg
11.02 3 Melakukan kolaborasi pemberian flumucyl
200 mg, Vitamin B12 1 tab, CaCO3 1 tab.
Kartika
RS:-
RO: obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1
tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
11.05 1 Menganjurkan pasien menggunakan obat
amlodipin 10 mg
Kartika
RS:-
RO: obat amlodipin 10 mg diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih
11.25 2,5 Mengobservasi TTV
RS:-
Kartika
RO: TD: 198/94 mmHg, HR: 76 x/mnt,
RR: 24 x/mnt, S: 36,5 ºC, SPO2: 98%
11.30 2 Melakukan manajemen nutrisi.
RS: pasien mengatakan dirinya tidak ada
Kartika
penurunan nafsu makan, pasien
mengatakan sudah makan dengan nasi,
ayam bakar, tumis labu siam, dan buah
pepaya.
RO: pasien makan habis 1 porsi, pasien
makan dengan nasi, ayam bakar, tumis labu
siam, dan buah pepaya.
12.00 2 Melakukan kolaborasi pemberian lasix 15
mg/jam
Kartika
RS:-
RO: lasix sebanyak 15 mg diberikan
melalui syringe pump sebanyak 1.5 ml/jam
2 08.00 3 Memonitor pola nafas
November RS:-
Kartika
2021 RO: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 24
x/mnt,
08.05 3 Memposisikan fowler
RS: pasien mengatakan sudah nyaman
Kartika
dengan posisi saat ini
RO: Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman.
08.07 3 Memonitor bunyi nafas tambahan
RS:-
Kartika
RO: tidak ada bunyi nafas tambahan, bunyi
nafas vesikuler
08.15 1 Memeriksa sirkulasi perifer
RS:-
Kartika
RO: ekstremitas atas dan bawah pasien
edema, nadi 80x/menit, CRT>3 detik.
08.20 1 Mengidentifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
Kartika
RS: pasien mengatakan dirinya menderita
hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
RO: pasien mengatalami hipertensi, TD:
160/80 mmHg.
08.24 6 memberikan informasi mengenai gagal
ginjal kronis
Kartika
RS: Pasien mengatakan tidak mengetahui
gagal ginjal kronis
RO: pasien tampak bingung
08.30 2 Memantau cairan
RS: pasien mengatakan hanya minum
Kartika
maksimal 600 ml perhari, pasien
mengatakan hanya minum air putih saja.
RO: pasien minum air putih 100 ml.
08.35 2 Menghitung balance cairan pasien
RS: -
Kartika
RO: Pasien terpasang DC, pasien minum
air putih 800 cc/24 jam, urin yang
dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL= =
21cc/jam, Balance cairan= 800-1400 = -
600 cc
08.40 5 Mengkaji kemampuan klien untuk
melakukan tugas
Kartika
RS: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan
RO: pasien tampak lemah, ekstremitas atas
dan bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya.
08.45 5 Memberikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan batasi
Kartika
pengunjung
RS: pasien mengatakan lingkungan cukup
tenang untuk istirahat, pasien mengatakan
sudah nyaman dengan posisinya saat ini.
RO: pasien tampak nyaman.
08.50 3 Menganjurkan melakukan batuk efektif
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
Kartika
cara batuk efektif, pasien mengatakan
sudah melakukan batuk efektif
RO: pasien melakukan batuk efektif
dengan baik dan benar.
08.53 3 Memonitor sputum
RS:-
Kartika
RO: Sputum berwarna hijau, kental, aroma
khas sputum.
09.00 4 Memantau nyeri
RS: pasien mengatakan nyeri di dada
Kartika
kirinya menjalar ke punggung kiri dan
tangan kiri, skala nyeri 5
RO: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul
09.15 5 Memberikan latihan mobilisasi miring
kanan dan miring kiri.
Kartika
RS: Pasien mengatakan saat miring kiri dan
miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu
RO: pasien meringis saat miring kanan dan
miring kiri, pasien memerlukan bantuan
saat miring kanan dan miring kiri.
11.00 4 Melakukan kolaborasi pemberian obat
ISDN 5 Mg
Kartika
RS:-
RO: obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg
11.02 3 Melakukan kolaborasi pemberian flumucyl
200 mg, Vitamin B12 1 tab, CaCO3 1 tab.
Kartika
RS:-
RO: obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1
tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
11.05 1 Menganjurkan pasien menggunakan obat
amlodipin 10 mg
Kartika
RS:-
RO: obat amlodipin 10 mg diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih
11.25 2,5 Mengobservasi TTV
RS:-
Kartika
RO: TD: 160/80 mmHg, HR: 80 x/mnt,
RR: 24 x/mnt, S: 36,1 ºC, SPO2: 98%
11.30 2 Melakukan manajemen nutrisi.
RS: pasien mengatakan dirinya tidak ada
Kartika
penurunan nafsu makan, pasien
mengatakan sudah makan dengan nasi,
rolade daging sapi, capcay, dan buah
pepaya.
RO: pasien makan habis 1 porsi, pasien
makan dengan nasi, rolade daging sapi,
capcay, dan buah pepaya.
12.00 2 Melakukan kolaborasi pemberian lasix 20
mg/jam
Kartika
RS:-
RO: lasix sebanyak 20 mg diberikan
melalui syringe pump sebanyak 2 ml/jam
3 16.25 2,5 Mengobservasi TTV
November RS:-
Kartika
2021 RO: TD: 176/101 mmHg, HR: 75 x/mnt,
RR: 23 x/mnt, S: 36,1 ºC, SPO2: 99%
16.30 6 Memberikan informasi mengenai gagal
ginjal kronis
Kartika
RS: pasien mengatakan sudah paham apa
itu gagal ginjal kronik
RO: pasien menjelaskan apa itu gagal
ginjal kronik dengan bahasa sendiri
16.35 6 Mendiskusikan penyebab gagal ginjal
kronik
Kartika
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
penyebab gagal ginjal kronik
RO: pasien dapat menyebutkan 4 penyebab
gagal ginjal kronik
16.40 6 Mendiskusikan tanda dan gejala gagal
ginjal kronik
Kartika
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
tanda dan gejala gagal ginjal kronik
RO: pasien menyebutkan tanda dan gejala
gagal ginjal kronik
16.45 6 Mendiskusikan makanan yang
diperbolehkan dan yang harus dihindari
Kartika
RS: pasien mengetahui makanan yang
diperbolehkan dan yang harus dihindari
RO: pasien menyebutkan makanan yang
diperbolehkan dan yang harus dihindari.
17.00 2 Melakukan manajemen nutrisi.
RS: pasien mengatakan dirinya tidak ada
Kartika
penurunan nafsu makan, pasien
mengatakan sudah makan dengan nasi,
semur daging, sayur sup, dan buah pepaya.
RO: pasien makan habis 1 porsi, pasien
makan dengan nasi, semur daging, sayur
sup, dan buah pepaya.
17.30 4 Melakukan kolaborasi pemberian obat
ISDN 5 Mg
Kartika
RS:-
RO: obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg
17.35 3 Melakukan kolaborasi pemberian flumucyl
200 mg, Vitamin B12 1 tab, CaCO3 1 tab.
Kartika
RS:-
RO: obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1
tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
17.37 1 Menganjurkan pasien menggunakan obat
amlodipin 10 mg
Kartika
RS:-
RO: obat amlodipin 10 mg diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih
17.25 3 Memonitor pola nafas
RS:-
Kartika
RO: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 23
x/mnt,
17.30 3 Memposisikan fowler
RS: pasien mengatakan sudah nyaman
Kartika
dengan posisi saat ini
RO: Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman.
17.33 3 Memonitor bunyi nafas tambahan
RS:-
Kartika
RO: tidak ada bunyi nafas tambahan, bunyi
nafas vesikuler
17.35 1 Memeriksa sirkulasi perifer
RS:-
Kartika
RO: ekstremitas atas dan bawah pasien
edema, nadi 75x/menit, CRT>3 detik.
17.40 1 Mengidentifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
Kartika
RS: pasien mengatakan dirinya menderita
hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
RO: pasien mengatalami hipertensi, TD:
176/101 mmHg.
17.42 2 Memantau cairan
RS: pasien mengatakan hanya minum
Kartika
maksimal 600 ml perhari, pasien
mengatakan hanya minum air putih saja.
RO: pasien minum air putih 100 ml.
17.45 2 Menghitung balance cairan pasien
RS: -
Kartika
RO: Pasien terpasang DC, pasien minum
air putih 950 cc/24 jam, urin yang
dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL= =
21cc/jam, Balance cairan= 950-1400 = -
450 cc
17.50 5 Mengkaji kemampuan klien untuk
melakukan tugas
Kartika
RS: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan
RO: pasien tampak lemah, ekstremitas atas
dan bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya.
17.55 5 Memberikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan batasi
Kartika
pengunjung
RS: pasien mengatakan lingkungan cukup
tenang untuk istirahat, pasien mengatakan
sudah nyaman dengan posisinya saat ini.
RO: pasien tampak nyaman.
18.00 3 Menganjurkan melakukan batuk efektif
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
Kartika
cara batuk efektif, pasien mengatakan
sudah melakukan batuk efektif
RO: pasien melakukan batuk efektif
dengan baik dan benar.
18.10 3 Memonitor sputum
RS:-
Kartika
RO: Sputum berwarna kuning, sedikit
kental, aroma khas sputum.
19.00 4 Memantau nyeri
RS: pasien mengatakan nyeri di dada
Kartika
kirinya menjalar ke punggung kiri dan
tangan kiri, skala nyeri 4
RO: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul
19.15 5 Memberikan latihan mobilisasi miring
kanan dan miring kiri.
RS: Pasien mengatakan saat miring kiri dan Kartika
miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu
RO: pasien meringis saat miring kanan dan
miring kiri, pasien memerlukan bantuan
saat miring kanan dan miring kiri.
4 13.00 3 Memonitor pola nafas
November RS:-
Kartika
2021 RO: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 23
x/mnt,
13.05 3 Memposisikan fowler
RS: pasien mengatakan sudah nyaman
Kartika
dengan posisi saat ini
RO: Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman.
13.07 3 Memonitor bunyi nafas tambahan
RS:-
Kartika
RO: tidak ada bunyi nafas tambahan, bunyi
nafas vesikuler
13.15 1 Memeriksa sirkulasi perifer
RS:-
Kartika
RO: ekstremitas atas dan bawah pasien
edema, nadi 68x/menit, CRT>3 detik.
13.20 1 Mengidentifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
Kartika
RS: pasien mengatakan dirinya menderita
hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
RO: pasien mengatalami hipertensi, TD:
162/79 mmHg.
13.22 6 Memberikan informasi mengenai gagal
ginjal kronik
Kartika
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
mengenai gagal gijal kronik, penyebabnya,
tanda, dan gejalanya, dan makanan yang
diperbolehkan serta yang harus dihindari.
RO: pasien menyebutkan pengertian gagal
ginjal kronik, penyebabnya, tanda, dan
gejalanya, dan makanan yang
diperbolehkan serta yang harus dihindari.
13.30 2 Memantau cairan
RS: pasien mengatakan hanya minum
Kartika
maksimal 600 ml perhari, pasien
mengatakan hanya minum air putih saja.
RO: pasien minum air putih 100 ml.
13.35 2 Menghitung balance cairan pasien
RS: -
Kartika
RO: Pasien terpasang DC, pasien minum
air putih 750 cc/24 jam, urin yang
dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL= =
21cc/jam, Balance cairan= 750-1400 = -
650 cc
13.40 5 Mengkaji kemampuan klien untuk
melakukan tugas
Kartika
RS: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan
RO: pasien tampak lemah, ekstremitas atas
dan bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya.
13.45 5 Memberikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan batasi
Kartika
pengunjung
RS: pasien mengatakan lingkungan cukup
tenang untuk istirahat, pasien mengatakan
sudah nyaman dengan posisinya saat ini.
RO: pasien tampak nyaman.
13.50 3 Menganjurkan melakukan batuk efektif
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
Kartika
cara batuk efektif, pasien mengatakan
sudah melakukan batuk efektif
RO: pasien melakukan batuk efektif
dengan baik dan benar.
13.53 3 Memonitor sputum
RS:-
Kartika
RO: Sputum berwarna kuning, sedikit
kental, aroma khas sputum.
14.00 4 Memantau nyeri
RS: pasien mengatakan nyeri di dada
Kartika
kirinya menjalar ke punggung kiri dan
tangan kiri, skala nyeri 4
RO: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul
14.05 4 Melakukan manajemen nyeri
RS: Pasien mengatakan belum mengetahui
Kartika
dan belum bisa melakukan relaksasi napas
dalam.
RO: Pasien dapat melakukan relaksasi
napas dalam yang sudah diajarkan.
14.15 5 Memberikan latihan mobilisasi miring
kanan dan miring kiri.
Kartika
RS: Pasien mengatakan saat miring kiri dan
miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu
RO: pasien meringis saat miring kanan dan
miring kiri, pasien memerlukan bantuan
saat miring kanan dan miring kiri.
15.00 4 Melakukan kolaborasi pemberian obat
ISDN 5 Mg
Kartika
RS:-
RO: obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg
15.02 3 Melakukan kolaborasi pemberian flumucyl
200 mg, Vitamin B12 1 tab, CaCO3 1 tab.
Kartika
RS:-
RO: obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1
tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
15.05 1 Menganjurkan pasien menggunakan obat
amlodipin 10 mg
Kartika
RS:-
RO: obat amlodipin 10 mg diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih
15.25 2,5 Mengobservasi TTV
RS:-
Kartika
RO: TD: 162/79 mmHg, HR: 68 x/mnt,
RR: 23 x/mnt, S: 36,6 ºC, SPO2: 99%
17.30 2 Melakukan manajemen nutrisi.
RS: pasien mengatakan dirinya tidak ada
Kartika
penurunan nafsu makan, pasien
mengatakan sudah makan dengan nasi,
ayam goreng, sayur sup, dan buah pepaya.
RO: pasien makan habis 1 porsi, pasien
makan dengan nasi, ayam goreng, sayur
sup, dan buah pepaya.
5 12.45 2 Melakukan kolaborasi pemberian lasix 20
November mg/jam
Kartika
2021 RS:-
RO: lasix sebanyak 20 mg diberikan
melalui syringe pump sebanyak 2 ml/jam
13.00 3 Memonitor pola nafas
RS:- Kartika
RO: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 22
x/mnt,
13.05 3 Memposisikan fowler
RS: pasien mengatakan sudah nyaman
Kartika
dengan posisi saat ini
RO: Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman.
13.07 3 Memonitor bunyi nafas tambahan
RS:-
Kartika
RO: tidak ada bunyi nafas tambahan, bunyi
nafas vesikuler
13.15 1 Memeriksa sirkulasi perifer
RS:-
Kartika
RO: ekstremitas atas dan bawah pasien
edema, nadi 73x/menit, CRT>3 detik.
13.20 1 Mengidentifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
Kartika
RS: pasien mengatakan dirinya menderita
hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
RO: pasien mengatalami hipertensi, TD:
135/66 mmHg.
13.30 2 Memantau cairan
RS: pasien mengatakan hanya minum
Kartika
maksimal 600 ml perhari, pasien
mengatakan hanya minum air putih saja.
RO: pasien minum air putih 200 ml.
13.35 2 Menghitung balance cairan pasien
RS: -
Kartika
RO: Pasien terpasang DC, pasien minum
air putih 850 cc/24 jam, urin yang
dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL= =
21cc/jam, Balance cairan= 850-1400 = -
550 cc
13.40 5 Mengkaji kemampuan klien untuk
melakukan tugas
Kartika
RS: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan
RO: pasien tampak lemah, ekstremitas atas
dan bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya.
13.45 5 Memberikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan batasi
Kartika
pengunjung
RS: pasien mengatakan lingkungan cukup
tenang untuk istirahat, pasien mengatakan
sudah nyaman dengan posisinya saat ini.
RO: pasien tampak nyaman.
13.50 3 Menganjurkan melakukan batuk efektif
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
Kartika
cara batuk efektif, pasien mengatakan
sudah melakukan batuk efektif
RO: pasien melakukan batuk efektif
dengan baik dan benar.
13.53 3 Memonitor sputum
RS:-
Kartika
RO: Sputum berwarna kuning, sedikit
kental, aroma khas sputum.
14.00 4 Memantau nyeri
RS: pasien mengatakan nyeri di dada
Kartika
kirinya menjalar ke punggung kiri dan
tangan kiri, skala nyeri 2
RO: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul
14.05 4 Melakukan manajemen nyeri
RS: Pasien mengatakan mengetahui dan
Kartika
dapat melakukan relaksasi napas dalam.
RO: Pasien dapat melakukan relaksasi
napas dalam.
14.15 5 Memberikan latihan mobilisasi miring
kanan dan miring kiri.
Kartika
RS: Pasien mengatakan saat miring kiri dan
miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu
RO: pasien meringis saat miring kanan dan
miring kiri, pasien memerlukan bantuan
saat miring kanan dan miring kiri.
15.00 4 Melakukan kolaborasi pemberian obat
ISDN 5 Mg
Kartika
RS:-
RO: obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg
15.02 3 Melakukan kolaborasi pemberian flumucyl
200 mg, Vitamin B12 1 tab, CaCO3 1 tab.
Kartika
RS:-
RO: obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1
tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
15.05 1 Menganjurkan pasien menggunakan obat
amlodipin 10 mg
Kartika
RS:-
RO: obat amlodipin 10 mg diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih
15.25 2,5 Mengobservasi TTV
RS:-
Kartika
RO: TD: 135/66 mmHg, HR: 73 x/mnt,
RR: 22 x/mnt, S: 36,7 ºC, SPO2: 98%
17.30 2 Melakukan manajemen nutrisi.
RS: pasien mengatakan dirinya tidak ada
Kartika
penurunan nafsu makan, pasien
mengatakan sudah makan dengan nasi,
telur kecap, sayur sup, dan buah pepaya.
RO: pasien makan habis 1 porsi, pasien
makan dengan nasi, telur kecap, sayur sup,
dan buah pepaya.
6 12.45 2 Melakukan kolaborasi pemberian lasix 20
November mg/jam
Kartika
2021 RS:-
RO: lasix sebanyak 20 mg diberikan
melalui syringe pump sebanyak 2 ml/jam
13.00 3 Memonitor pola nafas
RS:-
Kartika
RO: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 22
x/mnt,
13.05 3 Memposisikan fowler
RS: pasien mengatakan sudah nyaman
Kartika
dengan posisi saat ini
RO: Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman.
13.07 3 Memonitor bunyi nafas tambahan
RS:-
Kartika
RO: tidak ada bunyi nafas tambahan, bunyi
nafas vesikuler
13.15 1 Memeriksa sirkulasi perifer
RS:-
Kartika
RO: ekstremitas atas dan bawah pasien
edema, nadi 71x/menit, CRT>3 detik.
13.20 1 Mengidentifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
Kartika
RS: pasien mengatakan dirinya menderita
hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
RO: pasien mengatalami hipertensi, TD:
135/66 mmHg.
13.30 2 Memantau cairan
RS: pasien mengatakan hanya minum
Kartika
maksimal 600 ml perhari, pasien
mengatakan hanya minum air putih saja.
RO: pasien minum air putih 200 ml.
13.35 2 Menghitung balance cairan pasien
RS: -
Kartika
RO: Pasien terpasang DC, pasien minum
air putih 850 cc/24 jam, urin yang
dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL= =
21cc/jam, Balance cairan= 850-1400 = -
550 cc
13.40 5 Mengkaji kemampuan klien untuk
melakukan tugas
Kartika
RS: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan
RO: pasien tampak lemah, ekstremitas atas
dan bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya.
13.45 5 Memberikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan batasi
Kartika
pengunjung
RS: pasien mengatakan lingkungan cukup
tenang untuk istirahat, pasien mengatakan
sudah nyaman dengan posisinya saat ini.
RO: pasien tampak nyaman.
13.50 3 Menganjurkan melakukan batuk efektif
RS: pasien mengatakan sudah mengetahui
Kartika
cara batuk efektif, pasien mengatakan
sudah melakukan batuk efektif
RO: pasien melakukan batuk efektif
dengan baik dan benar.
13.53 3 Memonitor sputum
RS:-
Kartika
RO: Sputum berwarna kuning, sedikit
kental, aroma khas sputum.
14.00 4 Memantau nyeri
RS: pasien mengatakan nyeri di dada
kirinya menjalar ke punggung kiri dan Kartika
tangan kiri, skala nyeri 1
RO: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul
14.05 4 Melakukan manajemen nyeri
RS: Pasien mengatakan mengetahui dan
Kartika
dapat melakukan relaksasi napas dalam.
RO: Pasien dapat melakukan relaksasi
napas dalam.
14.15 5 Memberikan latihan mobilisasi miring
kanan dan miring kiri.
Kartika
RS: Pasien mengatakan saat miring kiri dan
miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu
RO: pasien meringis saat miring kanan dan
miring kiri, pasien memerlukan bantuan
saat miring kanan dan miring kiri.
15.00 4 Melakukan kolaborasi pemberian obat
ISDN 5 Mg
Kartika
RS:-
RO: obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg
15.02 3 Melakukan kolaborasi pemberian flumucyl
200 mg, Vitamin B12 1 tab, CaCO3 1 tab.
Kartika
RS:-
RO: obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1
tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
15.05 1 Menganjurkan pasien menggunakan obat
amlodipin 10 mg
Kartika
RS:-
RO: obat amlodipin 10 mg diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih
15.25 2,5 Mengobservasi TTV
RS:-
Kartika
RO: TD: 135/66 mmHg, HR: 71 x/mnt,
RR: 22 x/mnt, S: 36,7 ºC, SPO2: 98%
17.30 2 Melakukan manajemen nutrisi.
RS: pasien mengatakan dirinya tidak ada
Kartika
penurunan nafsu makan, pasien
mengatakan sudah makan dengan nasi,
telur kecap, sayur sup, dan buah pepaya.
RO: pasien makan habis 1 porsi, pasien
makan dengan nasi, telur kecap, sayur sup,
dan buah pepaya.

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien: Ny. A
No.Register: 18277265
Dx.Medis : Chronic Kidney Disease

Tanggal Jam No.Dx Perkembangan Klien (SOAP) Paraf


1 12.00 1 S: pasien mengatakan dirinya menderita
November hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
Kartika
2021 O: ekstremitas atas dan bawah pasien edema,
nadi 76x/menit, CRT>3 detik, pasien
mengatalami hipertensi, TD: 198/94 mmHg,
obat amlodipin 10 mg diminum peroral oleh
pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah perfusi perfier tidak efektif
teratasi sebagian
P:
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
3. Anjurkan menggunakan obat amlodipin
1x10 mg.
12.00 2 S: pasien mengatakan hanya minum
maksimal 600 ml perhari, pasien mengatakan
Kartika
hanya minum air putih saja, pasien
mengatakan dirinya tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien mengatakan sudah
makan dengan nasi, ayam bakar, tumis labu
siam, dan buah pepaya.
O: pasien minum air putih 100 ml, Pasien
terpasang DC, pasien minum air putih 900 cc,
urin yang dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL=
= 21cc/jam, Balance cairan= 900-1400
= -500 cc, TD: 198/94 mmHg, HR: 76 x/mnt,
RR: 24 x/mnt, S: 36,5 ºC, SPO2: 98%, pasien
makan habis 1 porsi, pasien makan dengan
nasi, ayam bakar, tumis labu siam, dan buah
pepaya, lasix sebanyak 15 mg diberikan
melalui syringe pump sebanyak 1.5 ml/jam
A: Masalah hipervolemia teratasi sebagian
P:
1. Pantau cairan
2. Lakukan manajemen nutrisi.
3. Observasi TTV
4. Hitung balance cairan pasien
5. Kolaborasi pemberian lasix 15 mg/jam
12.00 3 S: pasien mengatakan sudah nyaman dengan
posisi saat ini, pasien mengatakan belum
Kartika
mengetahui cara batuk efektif.
O: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 24
x/mnt, Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman, : tidak ada bunyi nafas tambahan,
bunyi nafas vesikuler, pasien mengikuti
latihan batuk efektif, pasien dapat
mengeluarkan sputum, Sputum berwarna
hijau, kental, aroma khas sputum, obat
flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1 tablet, dan
CACO3 1 tablet diminum peroral oleh pasien
pasien dengan air putih.
A: Masalah Pola napas teratasi sebagian
P:
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Anjurkan melakukan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian flumucyl 3x200
mg, Vitamin B12 3x1 tab, CaCO3 3x1
tab.
12.00 4 S: pasien mengatakan nyeri di dada kirinya
menjalar ke punggung kiri dan tangan kiri,
Kartika
skala nyeri 5
O: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul, obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg.
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P:
1. Pantau nyeri
2. Lakukan manajemen nyeri
3. Kolaborasi pemberian obat ISDN 3x5 mg
12.00 5 S: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
Kartika
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan, pasien mengatakan lingkungan
cukup tenang untuk istirahat, pasien
mengatakan sudah nyaman dengan posisinya
saat ini, : Pasien mengatakan saat miring kiri
dan miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu.
O: pasien tampak lemah, ekstremitas atas dan
bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya, pasien tampak nyaman, pasien
meringis saat miring kanan dan miring kiri,
pasien memerlukan bantuan saat miring
kanan dan miring kiri, TD: 198/94 mmHg,
HR: 76 x/mnt, RR: 24 x/mnt, S: 36,5 ºC,
SPO2: 98%.
A: Masalah intoleransi aktifitas teratasi
sebagian
P:
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan
tugas
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Berikan latihan mobilisasi miring kanan
dan miring kiri.
4. Berikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan
batasi pengunjung
2 12.00 1 S: pasien mengatakan dirinya menderita
November hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
Kartika
2021 O: ekstremitas atas dan bawah pasien edema,
nadi 80x/menit, CRT>3 detik, pasien
mengatalami hipertensi, TD: 160/80 mmHg,
obat amlodipin 10 mg diminum peroral oleh
pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah perfusi perfier tidak efektif
teratasi sebagian
P:
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
3. Anjurkan menggunakan obat amlodipin
1x10 mg.
12.00 2 S: pasien mengatakan hanya minum
maksimal 600 ml perhari, pasien mengatakan
Kartika
hanya minum air putih saja, pasien
mengatakan dirinya tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien mengatakan sudah
makan dengan nasi, rolade daging sapi,
capcay, dan buah pepaya.
O: pasien minum air putih 100 ml, Pasien
terpasang DC, pasien minum air putih 900 cc,
urin yang dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL=
= 21cc/jam, Balance cairan= 900-1400
= -600 cc, TD: 160/80 mmHg, HR: 80 x/mnt,
RR: 24 x/mnt, S: 36,1 ºC, SPO2: 98%, pasien
makan habis 1 porsi, pasien makan dengan
nasi, rolade daging sapi, capcay, dan buah
pepaya, lasix sebanyak 15 mg diberikan
melalui syringe pump sebanyak 1.5 ml/jam
A: Masalah hipervolemia teratasi sebagian
P:
1. Pantau cairan
2. Lakukan manajemen nutrisi.
3. Observasi TTV
4. Hitung balance cairan pasien
5. Kolaborasi pemberian lasix 15 mg/jam
12.00 3 S: pasien mengatakan sudah nyaman dengan
posisi saat ini, pasien mengatakan sudah
Kartika
mengetahui cara batuk efektif, pasien
mengatakan sudah melakukan batuk efektif
O: Pola napas pasien cepat, Pasien
menggunakan otot bantu napas, RR: 24
x/mnt, Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman, tidak ada bunyi nafas tambahan,
bunyi nafas vesikuler, pasien melakukan
batuk efektif dengan baik dan benar, pasien
dapat mengeluarkan sputum, Sputum
berwarna hijau, kental, aroma khas sputum,
obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12 1 tablet,
dan CACO3 1 tablet diminum peroral oleh
pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah Pola napas teratasi sebagian
P:
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Anjurkan melakukan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian flumucyl 3x200
mg, Vitamin B12 3x1 tab, CaCO3 3x1
tab.
12.00 4 S: pasien mengatakan nyeri di dada kirinya
menjalar ke punggung kiri dan tangan kiri,
Kartika
skala nyeri 5
O: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul, obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg.
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P:
1. Pantau nyeri
2. Lakukan manajemen nyeri
3. Kolaborasi pemberian obat ISDN 3x5 mg
12.00 5 S: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
Kartika
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan, pasien mengatakan lingkungan
cukup tenang untuk istirahat, pasien
mengatakan sudah nyaman dengan posisinya
saat ini, Pasien mengatakan saat miring kiri
dan miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu.
O: pasien tampak lemah, ekstremitas atas dan
bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya, pasien tampak nyaman, pasien
meringis saat miring kanan dan miring kiri,
pasien memerlukan bantuan saat miring
kanan dan miring kiri, TD: 160/80 mmHg,
HR: 80 x/mnt, RR: 24 x/mnt, S: 36,1 ºC,
SPO2: 98%,
A: Masalah intoleransi aktifitas teratasi
sebagian
P:
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan
tugas
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Berikan latihan mobilisasi miring kanan
dan miring kiri.
4. Berikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan
batasi pengunjung
12.00 6 S: Pasien mengatakan tidak mengetahui gagal
ginjal kronis
Kartika
O: pasien tampak bingung
A: masalah defisit pengetahuan teratasi
sebagian
P:
1. Berikan informasi mengenai gagal ginjal
kronis
2. Diskusikan penyebab gagal ginjal kronik
3. Diskusikan tanda dan gejala gagal ginjal
kronik
4. Diskusikan makanan yang diperbolehkan
dan yang harus dihindari
3 21.00 1 S: pasien mengatakan dirinya menderita
November hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
Kartika
2021 O: ekstremitas atas dan bawah pasien edema,
nadi 75x/menit, CRT>3 detik, pasien
mengatalami hipertensi, TD: 176/101 mmHg,
obat amlodipin 10 mg diminum peroral oleh
pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah perfusi perfier tidak efektif
teratasi sebagian
P:
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
3. Anjurkan menggunakan obat amlodipin
1x10 mg.
21.00 2 S: pasien mengatakan hanya minum
maksimal 600 ml perhari, pasien mengatakan
Kartika
hanya minum air putih saja, pasien
mengatakan dirinya tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien mengatakan sudah
makan dengan nasi, semur daging, sayur sup,
dan buah pepaya.
O: pasien minum air putih 100 ml, Pasien
terpasang DC, pasien minum air putih 950 cc,
urin yang dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL=
= 21cc/jam, Balance cairan= 950-1400
= -450 cc, TD: 176/101 mmHg, HR: 75
x/mnt, RR: 23 x/mnt, S: 36,1 ºC, SPO2: 99%,
pasien makan habis 1 porsi, pasien makan
dengan nasi, semur daging, sayur sup, dan
buah pepaya,
A: Masalah hipervolemia teratasi sebagian
P:
1. Pantau cairan
2. Lakukan manajemen nutrisi.
3. Observasi TTV
4. Hitung balance cairan pasien
5. Kolaborasi pemberian lasix 15 mg/jam
21.00 3 S: pasien mengatakan sudah nyaman dengan
posisi saat ini, pasien mengatakan sudah
Kartika
mengetahui cara batuk efektif, pasien
mengatakan sudah melakukan batuk efektif
O: Pola napas pasien cepat, RR: 23 x/mnt,
Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman, tidak ada bunyi nafas tambahan,
bunyi nafas vesikuler, pasien melakukan
batuk efektif dengan baik dan benar, pasien
dapat mengeluarkan sputum, Sputum
berwarna kuning, sedikit kental, aroma khas
sputum, obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12
1 tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah Pola napas teratasi sebagian
P:
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Anjurkan melakukan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian flumucyl 3x200
mg, Vitamin B12 3x1 tab, CaCO3 3x1
tab.
21.00 4 S: pasien mengatakan nyeri di dada kirinya
menjalar ke punggung kiri dan tangan kiri,
Kartika
skala nyeri 4
O: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul, obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg.
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P:
1. Pantau nyeri
2. Lakukan manajemen nyeri
3. Kolaborasi pemberian obat ISDN 3x5 mg
21.00 5 S: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
Kartika
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan, pasien mengatakan lingkungan
cukup tenang untuk istirahat, pasien
mengatakan sudah nyaman dengan posisinya
saat ini, Pasien mengatakan saat miring kiri
dan miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu.
O: pasien tampak lemah, ekstremitas atas dan
bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya, pasien tampak nyaman, pasien
meringis saat miring kanan dan miring kiri,
pasien memerlukan bantuan saat miring
kanan dan miring kiri, TD: 176/101 mmHg,
HR: 75 x/mnt, RR: 23 x/mnt, S: 36,1 ºC,
SPO2: 99%,
A: Masalah intoleransi aktifitas teratasi
sebagian
P:
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan
tugas
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Berikan latihan mobilisasi miring kanan
dan miring kiri.
4. Berikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan
batasi pengunjung
21.00 6 S: pasien mengatakan mengetahui pengertian
mengenai gagal ginjal, penyebab, tanda dan
Kartika
gejala, dan makanan yang diperbolehkan serta
makanan yang harus dihindari oleh penderita
gagal ginjal
O: pasien menyebutkan pengertian mengenai
gagal ginjal, penyebab, tanda dan gejala, dan
makanan yang diperbolehkan serta makanan
yang harus dihindari oleh penderita gagal
ginjal.
A: Masalah defisit pengetahuan teratasi
sebagian
P:
1. Berikan informasi mengenai gagal ginjal
kronis
2. Diskusikan penyebab gagal ginjal kronik
3. Diskusikan tanda dan gejala gagal ginjal
kronik
4. Diskusikan makanan yang diperbolehkan
dan yang harus dihindari
4 17.00 1 S: pasien mengatakan dirinya menderita
November hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
Kartika
2021 O: ekstremitas atas dan bawah pasien edema,
nadi 68x/menit, CRT>3 detik, pasien
mengatalami hipertensi, TD: 162/79 mmHg,
obat amlodipin 10 mg diminum peroral oleh
pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah perfusi perfier tidak efektif
teratasi sebagian
P:
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
3. Anjurkan menggunakan obat amlodipin
1x10 mg.
17.00 2 S: pasien mengatakan hanya minum
maksimal 600 ml perhari, pasien mengatakan
Kartika
hanya minum air putih saja, pasien
mengatakan dirinya tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien mengatakan sudah
makan dengan nasi, ayam goreng, sayur sup,
dan buah pepaya.
O: pasien minum air putih 100 ml, Pasien
terpasang DC, pasien minum air putih 750 cc,
urin yang dikeluarkan 1400cc/24jam, IWL=
= 21cc/jam, Balance cairan= 750-1400
= -650 cc, TD: 162/79 mmHg, HR: 68 x/mnt,
RR: 23 x/mnt, S: 36,6 ºC, SPO2: 99%, pasien
makan habis 1 porsi, pasien makan dengan
nasi, ayam goreng, sayur sup, dan buah
pepaya.
A: Masalah hipervolemia teratasi sebagian
P:
1. Pantau cairan
2. Lakukan manajemen nutrisi.
3. Observasi TTV
4. Hitung balance cairan pasien
5. Kolaborasi pemberian lasix 15 mg/jam
17.00 3 S: pasien mengatakan sudah nyaman dengan
posisi saat ini, pasien mengatakan sudah
Kartika
mengetahui cara batuk efektif, pasien
mengatakan sudah melakukan batuk efektif
O: Pola napas pasien cepat, RR: 23 x/mnt,
Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman, tidak ada bunyi nafas tambahan,
bunyi nafas vesikuler, pasien melakukan
batuk efektif dengan baik dan benar, pasien
dapat mengeluarkan sputum, Sputum
berwarna kuning, sedikit kental, aroma khas
sputum, obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12
1 tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah Pola napas teratasi sebagian
P:
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Anjurkan melakukan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian flumucyl 3x200
mg, Vitamin B12 3x1 tab, CaCO3 3x1
tab.
17.00 4 S: pasien mengatakan nyeri di dada kirinya
menjalar ke punggung kiri dan tangan kiri,
Kartika
skala nyeri 4, Pasien mengatakan belum
mengetahui dan belum bisa melakukan
relaksasi napas dalam.
O: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul, obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg, Pasien dapat melakukan
relaksasi napas dalam yang sudah diajarkan.
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P:
1. Pantau nyeri
2. Lakukan manajemen nyeri
3. Kolaborasi pemberian obat ISDN 3x5 mg
17.00 5 S: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
Kartika
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan, pasien mengatakan lingkungan
cukup tenang untuk istirahat, pasien
mengatakan sudah nyaman dengan posisinya
saat ini, Pasien mengatakan saat miring kiri
dan miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu.
O: pasien tampak lemah, ekstremitas atas dan
bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya, pasien tampak nyaman, pasien
meringis saat miring kanan dan miring kiri,
pasien memerlukan bantuan saat miring
kanan dan miring kiri, TD: 162/79 mmHg,
HR: 68 x/mnt, RR: 23 x/mnt, S: 36,6 ºC,
SPO2: 99%.
A: Masalah intoleransi aktifitas teratasi
sebagian
P:
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan
tugas
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Berikan latihan mobilisasi miring kanan
dan miring kiri.
4. Berikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan
batasi pengunjung
17.00 6 S: pasien mengatakan mengetahui pengertian
mengenai gagal ginjal, penyebab, tanda dan
Kartika
gejala, dan makanan yang diperbolehkan serta
makanan yang harus dihindari oleh penderita
gagal ginjal
O: pasien menyebutkan pengertian mengenai
gagal ginjal, penyebab, tanda dan gejala, dan
makanan yang diperbolehkan serta makanan
yang harus dihindari oleh penderita gagal
ginjal.
A: Masalah defisit pengetahuan teratasi
P: Hentikan intervensi dan anjurkan pasien
untuk makanan makanan yang diperbolehkan
saja
5 17.00 1 S: pasien mengatakan dirinya menderita
November hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
Kartika
2021 O: ekstremitas atas dan bawah pasien edema,
nadi 73x/menit, CRT>3 detik, pasien
mengatalami hipertensi, TD: 135/66 mmHg,
obat amlodipin 10 mg diminum peroral oleh
pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah perfusi perfier tidak efektif
teratasi sebagian
P:
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
3. Anjurkan menggunakan obat amlodipin
1x10 mg.
17.00 2 S: pasien mengatakan hanya minum
maksimal 600 ml perhari, pasien mengatakan
Kartika
hanya minum air putih saja, pasien
mengatakan dirinya tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien mengatakan sudah
makan dengan nasi, telur kecap, sayur sup,
dan buah pepaya.
O: pasien minum air putih 200 ml, Pasien
terpasang DC, pasien minum air putih 850
cc/24 jam, urin yang dikeluarkan
1400cc/24jam, IWL= = 21cc/jam,
Balance cairan= 850-1400 = -550 cc, TD:
135/66 mmHg, HR: 73 x/mnt, RR: 22 x/mnt,
S: 36,7 ºC, SPO2: 98%, pasien makan habis 1
porsi, pasien makan dengan nasi, telur kecap,
sayur sup, dan buah pepaya.
A: Masalah hipervolemia teratasi sebagian
P:
1. Pantau cairan
2. Lakukan manajemen nutrisi.
3. Observasi TTV
4. Hitung balance cairan pasien
5. Kolaborasi pemberian lasix 15 mg/jam
17.00 3 S: pasien mengatakan sudah nyaman dengan
posisi saat ini, pasien mengatakan sudah
Kartika
mengetahui cara batuk efektif, pasien
mengatakan sudah melakukan batuk efektif
O: Pola napas pasien cepat, RR: 22 x/mnt,
Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman, tidak ada bunyi nafas tambahan,
bunyi nafas vesikuler, pasien melakukan
batuk efektif dengan baik dan benar, pasien
dapat mengeluarkan sputum, Sputum
berwarna kuning, sedikit kental, aroma khas
sputum, obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12
1 tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah Pola napas teratasi sebagian
P:
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Anjurkan melakukan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian flumucyl 3x200
mg, Vitamin B12 3x1 tab, CaCO3 3x1
tab.
17.00 4 S: pasien mengatakan nyeri di dada kirinya
menjalar ke punggung kiri dan tangan kiri,
Kartika
skala nyeri 2, Pasien mengatakan mengetahui
dan dapat melakukan relaksasi napas dalam.
O: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul, obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg, Pasien dapat melakukan
relaksasi napas dalam.
A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
P:
1. Pantau nyeri
2. Lakukan manajemen nyeri
3. Kolaborasi pemberian obat ISDN 3x5 mg
17.00 5 S: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
Kartika
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan, pasien mengatakan lingkungan
cukup tenang untuk istirahat, pasien
mengatakan sudah nyaman dengan posisinya
saat ini, Pasien mengatakan saat miring kiri
dan miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu.
O: pasien tampak lemah, ekstremitas atas dan
bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya, pasien tampak nyaman, pasien
meringis saat miring kanan dan miring kiri,
pasien memerlukan bantuan saat miring
kanan dan miring kiri, TD: 135/66 mmHg,
HR: 73 x/mnt, RR: 22 x/mnt, S: 36,7 ºC,
SPO2: 98%.
A: Masalah intoleransi aktifitas teratasi
sebagian
P:
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan
tugas
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Berikan latihan mobilisasi miring kanan
dan miring kiri.
4. Berikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan
batasi pengunjung
6 17.00 1 S: pasien mengatakan dirinya menderita
November hipertensi semenjak 2 tahun yang lalu
Kartika
2021 O: ekstremitas atas dan bawah pasien edema,
nadi 71x/menit, CRT>3 detik, pasien
mengatalami hipertensi, TD: 135/66 mmHg,
obat amlodipin 10 mg diminum peroral oleh
pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah perfusi perfier tidak efektif
teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat
ruangan
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Identifikasi faktor risiko gangguan
sirkulasi
3. Anjurkan menggunakan obat amlodipin
1x10 mg.
17.00 2 S: pasien mengatakan hanya minum
maksimal 600 ml perhari, pasien mengatakan
Kartika
hanya minum air putih saja, pasien
mengatakan dirinya tidak ada penurunan
nafsu makan, pasien mengatakan sudah
makan dengan nasi, telur kecap, sayur sup,
dan buah pepaya.
O: pasien minum air putih 200 ml, Pasien
terpasang DC, pasien minum air putih 850
cc/24 jam, urin yang dikeluarkan
1400cc/24jam, IWL= = 21cc/jam,
Balance cairan= 850-1400 = -550 cc, TD:
135/66 mmHg, HR: 71 x/mnt, RR: 22 x/mnt,
S: 36,7 ºC, SPO2: 98%, pasien makan habis 1
porsi, pasien makan dengan nasi, telur kecap,
sayur sup, dan buah pepaya.
A: Masalah hipervolemia teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat
ruangan
1. Pantau cairan
2. Lakukan manajemen nutrisi.
3. Observasi TTV
4. Hitung balance cairan pasien
5. Kolaborasi pemberian lasix 15 mg/jam
17.00 3 S: pasien mengatakan sudah nyaman dengan
posisi saat ini, pasien mengatakan sudah
Kartika
mengetahui cara batuk efektif, pasien
mengatakan sudah melakukan batuk efektif
O: Pola napas pasien cepat, RR: 22 x/mnt,
Pasien tampak tenang, pasien tampak
nyaman, tidak ada bunyi nafas tambahan,
bunyi nafas vesikuler, pasien melakukan
batuk efektif dengan baik dan benar, pasien
dapat mengeluarkan sputum, Sputum
berwarna kuning, sedikit kental, aroma khas
sputum, obat flumucyl 200 mg, Vitamin B12
1 tablet, dan CACO3 1 tablet diminum
peroral oleh pasien pasien dengan air putih.
A: Masalah Pola napas teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat
ruangan
1. Monitor pola nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Anjurkan melakukan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian flumucyl 3x200
mg, Vitamin B12 3x1 tab, CaCO3 3x1
tab.
17.00 4 S: pasien mengatakan nyeri di dada kirinya
menjalar ke punggung kiri dan tangan kiri,
Kartika
skala nyeri 1, Pasien mengatakan mengetahui
dan dapat melakukan relaksasi napas dalam.
O: P : ketika diam ataupun berjalan, Q :
seperti di tusuk, R : menjalar ke punggung
sebelah kiri dan dan tangan kiri, T : hilang
timbul, obat ISDN diletakkan dibawah lidah
sebanyak 5 mg, Pasien dapat melakukan
relaksasi napas dalam.
A: Masalah nyeri akut teratasi
P: Intervensi dihentikan
17.00 5 S: pasien mengatakan tidak dapat duduk
tegak sendiri, pasien mengatakan
Kartika
memerlukan bantuan orang lain untuk
mengubah posisi, pasien mengatakan tidak
dapat berjalan, pasien mengatakan lingkungan
cukup tenang untuk istirahat, pasien
mengatakan sudah nyaman dengan posisinya
saat ini, Pasien mengatakan saat miring kiri
dan miring kanan nyeri, pasien mengatakan
bisa melakukan miring kanan dan kiri jika
dibantu.
O: pasien tampak lemah, ekstremitas atas dan
bawah oedem, pasien dibantu untuk
mengubah posisi dan memenuhi kebutuhan
dasarnya, pasien tampak nyaman, pasien
meringis saat miring kanan dan miring kiri,
pasien memerlukan bantuan saat miring
kanan dan miring kiri, TD: 135/66 mmHg,
HR: 71 x/mnt, RR: 22 x/mnt, S: 36,7 ºC,
SPO2: 98%.
A: Masalah intoleransi aktifitas teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan oleh perawat
ruangan
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan
tugas
2. Mengukur tanda-tanda vital
3. Berikan latihan mobilisasi miring kanan
dan miring kiri.
4. Berikan lingkungan yang tenang,
pertahankan tirah baring, pantau dan
batasi pengunjung

Anda mungkin juga menyukai