Disusun Oleh:
Devi Cahyana
NIM: 11194692110095
Menyetujui,
2. Fisiologi
Masing - masing ginjal manusia terdiri dari sekitar 1.000.000 nefron
yang masing - masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk
membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, disebabkan
karena trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal, yang akan
menyebabkan penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40
tahun, jumlah nefron biasanya menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya
fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya proses adaptif
tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal. Setiap nefron memiliki 2
komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus (kapiler
glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah sedangkan
tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah
difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus
tersusun dari jaringan kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosis
yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira – kira 60mmHg),
dibandingkan dengan jaringan kapiler lain (Prameswari, 2019).
Kapiler - kapiler glomerulus dilapisi oleh sel - sel epitel dan seluruh
glomerulus dilingkupi dengan kapsula bowman. Cairan yang difiltrasi dari
kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula bowman dan kemudian masuk
ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus
proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada
ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung
cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki
kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus
distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga
urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung
membentuk struktur pelvis renalis (Prameswari, 2019).
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin
yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi
dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi
filtrasi plasma bebas - protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula
bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan
langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata - rata
170 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma
rata – rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh
volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal
setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma
total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu
tidak terjadi karena adanya tubulus - tubulus ginjal yang dapat
mereabsorpsi kembali zat - zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh.
Perpindahan zat - zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler
peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat - zat yang
direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali
diedarkan. Dari 170 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter
diserap kembali dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis
renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat - zat yang masih
diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak
diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh
(Budiyono, 2011).
Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada
perpindahan selektif zat - zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen
tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat - zat dalam darah
untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi
glomerulus dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati
kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam
kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan
dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3
proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi.
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya
dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk - produk sisa, namun
juga dengan menyeimbangkan tingkat - tingkat elektrolit dalam tubuh,
mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel - sel darah
merah (Budiyono, 2011).
Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh,
konsentrasi dari elektrolit - elektrolit seperti sodium dan potassium, dan
keseimbangan asam - basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk – produk
sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan
asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat
diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin (Cr). Ketika darah
mengalir ke ginjal, sensor - sensor dalam ginjal memutuskan berapa
banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi apa dari
elektrolit - elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari
latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak
mungkin air dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air
dalam tubuh, urin adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem
ini dikontrol oleh renin, suatu hormon yang diproduksi dalam ginjal yang
merupakan sebagian daripada sistem regulasi cairan dan tekanan darah
tubuh (Budiyono, 2011).
2. Etiologi
Menurut Wijayaningsih (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi batu
saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor intrinsik Herediter (keturunan), umur 30-50 tahun, jenis kelamin
lai-laki lebih besar dari pada perempuan.
b. Faktor ekstrinsik Geografis, iklim dan temperature, asupan air, diet
(banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu)
Menurut Purnomo (2011) dalam Wardani (2014), Terbentuknya batu
saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).
3. Patofisiologi
Substansi kristal yang normalnya larut dan di ekskresikan ke dalam
urine membentuk endapan. Batu renal tersusun dari kalsium fosfat, oksalat
atau asam urat. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah
struvit atau magnesium, amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan
ini. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya batu
kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asam urat).
Konsentrasi bahanbahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan
urine serta kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat merangsang
pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan
menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di
saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu
kalsium, yang biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering
menyertai keadaan-keadaan yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk
imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering menyertai gout, suatu
penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi asam urat
(Nurararif, 2015)
Asuhan Keperawatan Kegemukan dan kenaikan berat badan
meningkatkan risiko batu ginjal akibat peningkatan ekskresi kalsium,
oksalat, dan asam urat yang berlebihan. Pengenceran urine apabila terjadi
obstruksi aliran, karena kemampuan ginjal memekatkan urine terganggu
oleh pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler peritubulus.
Komplikasinya Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu di
bagian mana saja di saluran kemih. Obstruksi di atas kandung kemih dapat
menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidroureter
yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau di atas tempat ureter keluar
dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis
ginjal dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan
ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan
elektrolit dan cairan. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan
kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia (Muttaqin,2015)
4. Pathway
Kelainan metabolik
Peningkatan Konsentrasi larutan pH Factor mobilasi urin
pemecahan purin
pelepasan ADH urin
meningkat
Ansietas
Defisit Kurang informasi
pengetahuan
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijayaningsih (2013), pemeriksaan diagnostik untuk batu
saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
a. Urinalisa Warna mungkin kuning, cokelat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat), urin 24 jam :
(kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urin menunjukan Infeksi saluran kemih (ISK), Blood
ureum nitrogen (BUN /kreatinin serum dan urin) ; abnormal (tinggi pada
serum atau rendah pada urin).
b. Darah lengkap Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien dehidrasi
berat atau polisitemia.
c. Hormon paratiroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
d. Foto rontgen menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomi pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
e. Ultrasonografi ginjal untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi
batu.
7. Komplikasi
Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit batu
saluran kemih adalah:
a. Obstruksi ; menyebabkan hidronefrosis
b. Infeksi
c. Gangguan fungsi ginjal.
8. Penatalaksanaan
Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan batu saluran
kemih adalah menghilangkan obstruksi, mengobati infeksi, menghilangkan
rasa nyeri, serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi
kemungkinan terjadinya rekurensi. Adapun mencapai tujuan tersebut,
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya, dan besarnya
batu
b. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih seperti : rasa
nyeri, obstruksi disertai perubahan-perubahan pada ginjal, infeksi dan
adanya gangguan fungsi ginjal.
c. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.
d. Mencari latar belakang terjadinya batu.
e. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi
Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih bagian
bawah diantaranya sebagai berikut:
a. Cystotomi; salah satu usaha untuk drainase dengan menggunakan pipa
sistostomy yang ditempatkan langsung didalam kandung kemih melalui
insisi supra pubis.
b. Uretrolitotomy; tindakan pembedahan untuk mengangkat batu yang
berada di uretra.
Menurut Purnomo dalam Wardani (2014) pemeriksaan penunjang
yang dapat dilaukan yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu dan Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif
minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit.
3. Pengkajian Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital.
b. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal.
c. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan edema periorbital dan konjungtiva apakah anemis.
d. Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
e. Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.
f. Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa
bibir biasanya kering, pucat.
g. Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan
peningkatann kerja jantung.
h. Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
i. Pemeriksaan Paru pengembangan ekspansi paru sama atau tidak.
Suara napas abnormal
j. Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa, pada beberapa
kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
k. Pemeriksaan Genitalia
Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat adanya hematuri,
retensi urine, dan sering miksi.
l. Pemeriksaan Ekstremitas Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada
saat jalan, duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada deformitas
dan fraktur.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis(D.0077)
b. Retensi urin b.d peningkatan tekanan uretra (D.0050)
c. Ansietas b.d krisis situsional (D.0080)
d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi (D.0111)
5. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Manajemen Nyeri (1.08238)
cidera fisiologis(D.0077) 24 Jam tingkat nyeri klien menurun dengan kriteria Observasi
hasil : Identifikasi lokasi, karakteristrik, durasi, frekuensi,
Tingkat Nyeri (L.08066) kualiats dan intensitas nyeri
Keluhan nyeri, dari sedang (3) ke meningkat (5) Identitas skala nyeri
Meringis, dari meningkat (1) ke menurun (5) Identifikasi faktor yang memperberat nyeri
Gelisah, dari meningkat (1) ke menurun (5) Terapeutik
Pola tidur, dari meningkat (1) ke menurun (5) Berikan tehnik non farmakologis dalam
menangani nyeri
Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
Jelaskan strategi mengurangi nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Ajarkan tehnik non farmakologis untuk
mengurangi nyerimk
Kolaborasi
Kolaboratif pemberian analgetik, jika perlu
2 Retensi urin b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 Kateterisasi Urin (I.04148)
peningkatan tekanan jam masalah keperawatan retensi urin dapat teratasi Observasi
uretra (D.0050) dengan kriteria hasil: Periksa kondisi pasien (mis, kesadarn, tanda tanda
Eliminasi Urin (L.04034) vital, daerah perineal, distensi kandung kemih,
Sensai berkemih, dari menurun (1) ke inkontenesua urine, reflex berkemih)
meningkat (5) Terapeutik
Desakan berkemih, dari meningkat (1) ke Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan
menurun (5) tindakan
Distensi kandung kemih, dari meningkat (1) ke Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan
menurun (5) posisikan dorsal rekumben
Berkemih tidak tuntas, dari meningkat (1) ke Pasang sarung tangan
menurun (5) Bersihkan daerah perineal atau proposium
Volume residu urine, dari meningkat (1) ke dengan cairan NaCl atau aquadest
menurun (5) Lakukan insersi kateter urine dengan
Nokturia, dari meningkat (1) ke menurun (5) menerapkan prinsip aseptic
Sambungkan kateter urine dengan urine bag
Isi balon dengan dengan Nacl 0.9 % sesuai
anjuran pabrik
Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di
paha
Pastikan kantung urine ditempatkan lebih
rendah dari kandung kemih
Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
kateter urine
Anjurkan menarik nafas saat insersi selang
cateter
Manajemen Cairan (I.03098)
Observasi
Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan
mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
Monitor berat badan harian
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP,
PCWP jika tersedia)
Terapeutik
Catat intake output dan hitung balans cairan
dalam 24 jam
Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
Berikan cairan intravena bila perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
3 Ansietas b.d krisis Setalah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1x8 Reduksi ansietas (I.09314)
situsional (D.0080) jam diharapkan kecemasan dapat teratasi dengan Observasi
kriteria hasil: Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Tingkat ansietas (L.09093) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi,
Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non
dari sedang (3) ke menurun (5)
verbal)
Perilaku gelisah, dari sedang (3) ke menurun (5)
Terapeutik
Tekanan darah, dari meningkat (1) ke menurun
Pahami situasi yang membuat ansietas
(5)
Gunakan pendekatan yang tenang dan
Frekuensi nadi, dari meningkat (1) ke menurun
menyakinkan
(5)
Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
Konsentrasi, dari sedang (3) ke membaik (5)
Dengarkan penuh perhatian Diskusi perencanaan
realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
Latih teknik relaksasi Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas
4 Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (I.12383)
kurang terpapar selama 1x24 jam masalah defisit Observasi
informasi (D.0111) pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
hasil: informasi
Tingkat pengetahuan (L.12111) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
1. Perilaku sesuai anjuran, dari menurun (1) ke dan menurunkan motivasi perilakuk hidup bersih
cukup meningkat (5) dan sehat
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang Teraupetik
suatu topik, dari menurun (1) ke cukup Sediakan materi dan media pendidika kesehatan
meningkat (5) Jadwalkan pendidika kesehatan sesuai
3. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi, kesepakatan
dari meningkat (1) ke menurun (5) Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Persepsi yang keliru tentang masalah, dari Edukasi
menurun (1) ke cukup meningkat (5)
Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
5. Perilaku, dari memburuk (1) ke membaik
kesehatan
(5)
Ajarkan perilaku hidup bersih sehat
Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI