Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA DENGAN BATU GINJAL

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Devi Cahyana
NIM: 11194692110095

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Laporan Pendahuluan : Batu Ginjal


Nama Mahasiswa : Devi Cahyana
NIM : 11194692110095

Banjarmasin, Januari 2022

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Suci Kurniya, S.Kep., Ns Onieqie Ayu Dhea Manto, Ns., M.Kep


NIP. 198709142014022004 NIK.1166012014063
A. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Ginjal
Ginjal (kidney) merupakan organ yang berguna dalam produksi urin
dan mengeluarkan urin dari dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsi yang
paling penting dengan menyaring plasma dan memindahkan zat dan filtrat
pada kecepatan yang bervariasi tergantung pada kebutuhan tubuh.
Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak diinginkan dengan cara filtrasi
darah dan menyekresinya melalui urin, sementara zat yang masih
dibutuhkan akan kembali ke dalam darah. Pada orang dewasa, panjang
ginjal kira – kira 11 cm dengan lebar 5 – 7.5 cm dan tebalnya 2.5 cm dan
beratnya sekitar 150 gram. Organ ginjal berbentuk kurva yang terletak di
area retroperitoeal, pada bagian belakangdinding abdomen di samping
depan vertebrata, setinggi torakal 12 sampai lumbal ke 3. Ginjal disokong
oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota
serta dibungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan
ginjal, pembuluh darah dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma
(Prameswari, 2019).
Gambar 1. Bagian-bagian ginjal

Sumber: Prameswari (2019)


Menurut Budiyono (2011) dalam Prameswari (2019) ginjal terdiri atas
tiga area korteks, medulla dan pelvis.
a. Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah kapsula fibrosa
sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron – nefron yang
jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks dan
90% aliran darah menuju pada korteks.
b. Medulla
Medulla terdiri dari saluran – saluran atau duktus collecting yang disebut
piramid ginjal yang tersusun antara 8 – 18 buah.
c. Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian
bergabung menjadi kaliks mayor. Empat sampai lima kaliks minor
bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor
bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter
bagian proksimal.

2. Fisiologi
Masing - masing ginjal manusia terdiri dari sekitar 1.000.000 nefron
yang masing - masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk
membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, disebabkan
karena trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal, yang akan
menyebabkan penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40
tahun, jumlah nefron biasanya menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya
fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya proses adaptif
tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal. Setiap nefron memiliki 2
komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus (kapiler
glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah sedangkan
tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan yang telah
difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus
tersusun dari jaringan kapiler glomerulus bercabang dan beranastomosis
yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira – kira 60mmHg),
dibandingkan dengan jaringan kapiler lain (Prameswari, 2019).
Kapiler - kapiler glomerulus dilapisi oleh sel - sel epitel dan seluruh
glomerulus dilingkupi dengan kapsula bowman. Cairan yang difiltrasi dari
kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula bowman dan kemudian masuk
ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus
proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada
ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden. Pada ujung
cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa juga memiliki
kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus
distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes modular hingga
urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian bergabung
membentuk struktur pelvis renalis (Prameswari, 2019).
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin
yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi
dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi
filtrasi plasma bebas - protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula
bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan
langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata - rata
170 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma
rata – rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh
volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal
setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma
total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu
tidak terjadi karena adanya tubulus - tubulus ginjal yang dapat
mereabsorpsi kembali zat - zat yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh.
Perpindahan zat - zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma kapiler
peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat - zat yang
direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali
diedarkan. Dari 170 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter
diserap kembali dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis
renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat - zat yang masih
diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak
diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh
(Budiyono, 2011).
Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada
perpindahan selektif zat - zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen
tubulus. Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat - zat dalam darah
untuk masuk ke dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi
glomerulus dimana hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati
kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam
kapiler peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan
dari plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3
proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi.
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya
dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk - produk sisa, namun
juga dengan menyeimbangkan tingkat - tingkat elektrolit dalam tubuh,
mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel - sel darah
merah (Budiyono, 2011).
Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh,
konsentrasi dari elektrolit - elektrolit seperti sodium dan potassium, dan
keseimbangan asam - basa dari tubuh. Ginjal menyaring produk – produk
sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari metabolisme protein dan
asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa dalam darah yang dapat
diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin (Cr). Ketika darah
mengalir ke ginjal, sensor - sensor dalam ginjal memutuskan berapa
banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi apa dari
elektrolit - elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasi dari
latihan olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak
mungkin air dan urin menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air
dalam tubuh, urin adalah jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem
ini dikontrol oleh renin, suatu hormon yang diproduksi dalam ginjal yang
merupakan sebagian daripada sistem regulasi cairan dan tekanan darah
tubuh (Budiyono, 2011).

B. Konsep Penyakit Batu Ginjal


1. Definisi
Batu ginjal adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi
(Yuniarti, 2018).
Batu ginjal adalah penyakit dimana didapatkan material keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah yang dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa
terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal). Batu ini terbentuk dari pengendapan
garam kalsium, magnesium, asam urat dan sistein (Wardani, 2014).

2. Etiologi
Menurut Wijayaningsih (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi batu
saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
a. Faktor intrinsik Herediter (keturunan), umur 30-50 tahun, jenis kelamin
lai-laki lebih besar dari pada perempuan.
b. Faktor ekstrinsik Geografis, iklim dan temperature, asupan air, diet
(banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu)
Menurut Purnomo (2011) dalam Wardani (2014), Terbentuknya batu
saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).

3. Patofisiologi
Substansi kristal yang normalnya larut dan di ekskresikan ke dalam
urine membentuk endapan. Batu renal tersusun dari kalsium fosfat, oksalat
atau asam urat. Komponen yang lebih jarang membentuk batu adalah
struvit atau magnesium, amonium, asam urat, atau kombinasi bahan-bahan
ini. Batu ginjal dapat disebabkan oleh peningkatan pH urine (misalnya batu
kalsium bikarbonat) atau penurunan pH urine (misalnya batu asam urat).
Konsentrasi bahanbahan pembentuk batu yang tinggi di dalam darah dan
urine serta kebiasaan makan atau obat tertentu, juga dapat merangsang
pembentukan batu. Segala sesuatu yang menghambat aliran urine dan
menyebabkan stasis (tidak ada pergerakan) urine di bagian mana saja di
saluran kemih, meningkatkan kemungkinan pembentukan batu. Batu
kalsium, yang biasanya terbentuk bersama oksalat atau fosfat, sering
menyertai keadaan-keadaan yang menyebabkan resorpsi tulang, termasuk
imobilisasi dan penyakit ginjal. Batu asam urat sering menyertai gout, suatu
penyakit peningkatan pembentukan atau penurunan ekskresi asam urat
(Nurararif, 2015)
Asuhan Keperawatan Kegemukan dan kenaikan berat badan
meningkatkan risiko batu ginjal akibat peningkatan ekskresi kalsium,
oksalat, dan asam urat yang berlebihan. Pengenceran urine apabila terjadi
obstruksi aliran, karena kemampuan ginjal memekatkan urine terganggu
oleh pembengkakan yang terjadi di sekitar kapiler peritubulus.
Komplikasinya Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu di
bagian mana saja di saluran kemih. Obstruksi di atas kandung kemih dapat
menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh urine. Hidroureter
yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau di atas tempat ureter keluar
dari ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis
ginjal dan sistem duktus pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan
ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga terjadi ketidakseimbangan
elektrolit dan cairan. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan
kolapsnya nefron dan kapiler sehingga terjadi iskemia (Muttaqin,2015)
4. Pathway

Kelainan metabolik
Peningkatan Konsentrasi larutan pH Factor mobilasi urin
pemecahan purin
pelepasan ADH urin
meningkat

Lamanya kristal terbentuk didalam urin


Peningkatan
Peningkatan absorpsi di Peningkatan pemekatan urin
usis dan mobilisasi paratiroid hormone
tulang dan hormon Stagnatasi urin
kartisol Proses kristalisasi

Hiperkalasemia Infeksi saluran kemih


hiperuresemia Larutan Pengedapan batu
metastabil
Respon edema
Pembentukan batu ginal Peningkatan tekanan
Peningkatan hidrostatik dan disetensi paala
filtrasi dan Respon obstruksi ginjal serta ureter
eskresi zat
penghasil batu Respon infeksi
Infeksi akibat
Nyeri kolik iritasi batu Retensi urin
Hematruia,
peningkatan zat piuria, sering
pembentuk batu miksi Pemeriksaan diagnosis
Prognosis pembedahan
Respon psikologis
Nyeri akut

Ansietas
Defisit Kurang informasi
pengetahuan

Sumber: Muttaqin dan Sari (2015)


5. Manifestasi Klinis
Menurut Putri dan Wijaya (2013), tanda dan gejala penyakit batu
saluran kemih sangat ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan
morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda dan gejala
umum yaitu hematuria, dan bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga
ditemukan kelainan endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda
sistemik lainnya. Batu pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala
sampai dengan gejala berat, umumnya gejala batu saluran kemih
merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Tanda dan gejala
yang ditemui antara lain:
a. Nyeri didaerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral), dapat dalam
bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat
karena adanya pionefrosis.
b. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai
mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.
c. Nyeri dapat berubah nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta
pada sisi ginjal yang terkena.
d. Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
e. Gangguan fungsi ginjal
f. Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijayaningsih (2013), pemeriksaan diagnostik untuk batu
saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
a. Urinalisa Warna mungkin kuning, cokelat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat), urin 24 jam :
(kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urin menunjukan Infeksi saluran kemih (ISK), Blood
ureum nitrogen (BUN /kreatinin serum dan urin) ; abnormal (tinggi pada
serum atau rendah pada urin).
b. Darah lengkap Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien dehidrasi
berat atau polisitemia.
c. Hormon paratiroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
d. Foto rontgen menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomi pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
e. Ultrasonografi ginjal untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi
batu.

7. Komplikasi
Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit batu
saluran kemih adalah:
a. Obstruksi ; menyebabkan hidronefrosis
b. Infeksi
c. Gangguan fungsi ginjal.

8. Penatalaksanaan
Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan batu saluran
kemih adalah menghilangkan obstruksi, mengobati infeksi, menghilangkan
rasa nyeri, serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi
kemungkinan terjadinya rekurensi. Adapun mencapai tujuan tersebut,
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya, dan besarnya
batu
b. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih seperti : rasa
nyeri, obstruksi disertai perubahan-perubahan pada ginjal, infeksi dan
adanya gangguan fungsi ginjal.
c. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.
d. Mencari latar belakang terjadinya batu.
e. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi
Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih bagian
bawah diantaranya sebagai berikut:
a. Cystotomi; salah satu usaha untuk drainase dengan menggunakan pipa
sistostomy yang ditempatkan langsung didalam kandung kemih melalui
insisi supra pubis.
b. Uretrolitotomy; tindakan pembedahan untuk mengangkat batu yang
berada di uretra.
Menurut Purnomo dalam Wardani (2014) pemeriksaan penunjang
yang dapat dilaukan yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu dan Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif
minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian yang diambil menurut Ardiansyah dalam Nengsi (2018)
diantarannya sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada daerah pinggang,
urine lebih sedikit, hematuria, pernah mengeluarkan batu saat berkemih,
urine berwarana kuning keruh, sulit untuk berkemih, dan nyeri saat
berkemih.
c. Riwayat Penyakit
Sekarang Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung kemih
penuh dan rasa terbakar, dorongan berkemih, mual/muntah, nyeri
abdomen, nyeri panggul, kolik ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing
dan demam.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat kolik renal
atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran kemih.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau kelainan ginjal lainnya.
f. Riwayat Kesehatan Lingkungan Daerah atau tempat tinggal yang
asupan airnya banyak mengandung kapur, perlu dikaji juga daerah
tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.

2. Pengkajian Kebutuhan Dasar


a. Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien teratur saat
inspirasi dan ekspirasi dan tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan,
tidak cukup minum, terjadi distensi abdomen, penurunan bising usus.
c. Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat
buang air kecil. Keinginan dorongan ingin berkemih terus, oliguria,
hematuria, piuri atau perubahan pola berkemih.
d. Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah
pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya karena
penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla spinalis.
e. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
f. Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di luar penampilan luar
mereka.
g. Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada lokasi
batu misalnya pada panggul di regio sudut costovertebral dapat
menyebar ke punggung, abdomen dan turun ke lipat paha genetalia,
nyeri dangkal konstan menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus
ginjal, nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau
tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi.
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di
rumah sakit.
i. Kebutuhan Informasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet pada vesikolitiasis serta
proses penyakit dan penatalakasanaan.
j. Kebutuhan Konsep Diri
Konsep diri pasien mengenai kondisinnya.

3. Pengkajian Fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital.
b. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala mesochepal.
c. Pemeriksaan Mata
Pemeriksaan edema periorbital dan konjungtiva apakah anemis.
d. Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
e. Pemeriksaan Telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, ada tidaknya keluaran.
f. Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa
bibir biasanya kering, pucat.
g. Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan
peningkatann kerja jantung.
h. Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
i. Pemeriksaan Paru pengembangan ekspansi paru sama atau tidak.
Suara napas abnormal
j. Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah.
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa, pada beberapa
kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
k. Pemeriksaan Genitalia
Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat adanya hematuri,
retensi urine, dan sering miksi.
l. Pemeriksaan Ekstremitas Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada
saat jalan, duduk dan bangkit dari posisi duduk, tidak ada deformitas
dan fraktur.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis(D.0077)
b. Retensi urin b.d peningkatan tekanan uretra (D.0050)
c. Ansietas b.d krisis situsional (D.0080)
d. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi (D.0111)
5. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Manajemen Nyeri (1.08238)
cidera fisiologis(D.0077) 24 Jam tingkat nyeri klien menurun dengan kriteria Observasi
hasil :  Identifikasi lokasi, karakteristrik, durasi, frekuensi,
Tingkat Nyeri (L.08066) kualiats dan intensitas nyeri
 Keluhan nyeri, dari sedang (3) ke meningkat (5)  Identitas skala nyeri
 Meringis, dari meningkat (1) ke menurun (5)  Identifikasi faktor yang memperberat nyeri
 Gelisah, dari meningkat (1) ke menurun (5) Terapeutik
 Pola tidur, dari meningkat (1) ke menurun (5)  Berikan tehnik non farmakologis dalam
menangani nyeri
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan strategi mengurangi nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan tehnik non farmakologis untuk
mengurangi nyerimk
Kolaborasi
Kolaboratif pemberian analgetik, jika perlu
2 Retensi urin b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 Kateterisasi Urin (I.04148)
peningkatan tekanan jam masalah keperawatan retensi urin dapat teratasi Observasi
uretra (D.0050) dengan kriteria hasil:  Periksa kondisi pasien (mis, kesadarn, tanda tanda
Eliminasi Urin (L.04034) vital, daerah perineal, distensi kandung kemih,
 Sensai berkemih, dari menurun (1) ke inkontenesua urine, reflex berkemih)
meningkat (5) Terapeutik
 Desakan berkemih, dari meningkat (1) ke  Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan
menurun (5) tindakan
 Distensi kandung kemih, dari meningkat (1) ke  Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan
menurun (5) posisikan dorsal rekumben
 Berkemih tidak tuntas, dari meningkat (1) ke  Pasang sarung tangan
menurun (5)  Bersihkan daerah perineal atau proposium
 Volume residu urine, dari meningkat (1) ke dengan cairan NaCl atau aquadest
menurun (5)  Lakukan insersi kateter urine dengan
 Nokturia, dari meningkat (1) ke menurun (5) menerapkan prinsip aseptic
 Sambungkan kateter urine dengan urine bag
 Isi balon dengan dengan Nacl 0.9 % sesuai
anjuran pabrik
 Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di
paha
 Pastikan kantung urine ditempatkan lebih
rendah dari kandung kemih
 Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
kateter urine
 Anjurkan menarik nafas saat insersi selang
cateter
Manajemen Cairan (I.03098)
Observasi
 Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan
nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan
mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
 Monitor berat badan harian
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
 Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP,
PCWP jika tersedia)
Terapeutik
 Catat intake output dan hitung balans cairan
dalam 24 jam
 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena bila perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
3 Ansietas b.d krisis Setalah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1x8 Reduksi ansietas (I.09314)
situsional (D.0080) jam diharapkan kecemasan dapat teratasi dengan Observasi
kriteria hasil:  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Tingkat ansietas (L.09093)  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi,
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non
dari sedang (3) ke menurun (5)
verbal)
 Perilaku gelisah, dari sedang (3) ke menurun (5)
Terapeutik
 Tekanan darah, dari meningkat (1) ke menurun
 Pahami situasi yang membuat ansietas
(5)
 Gunakan pendekatan yang tenang dan
 Frekuensi nadi, dari meningkat (1) ke menurun
menyakinkan
(5)
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
 Konsentrasi, dari sedang (3) ke membaik (5)
 Dengarkan penuh perhatian Diskusi perencanaan
realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih teknik relaksasi Informasikan secara factual
mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat antiansietas
4 Defisit pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (I.12383)
kurang terpapar selama 1x24 jam masalah defisit Observasi
informasi (D.0111) pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
hasil: informasi
Tingkat pengetahuan (L.12111)  Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
1. Perilaku sesuai anjuran, dari menurun (1) ke dan menurunkan motivasi perilakuk hidup bersih
cukup meningkat (5) dan sehat
2. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang Teraupetik
suatu topik, dari menurun (1) ke cukup  Sediakan materi dan media pendidika kesehatan
meningkat (5)  Jadwalkan pendidika kesehatan sesuai
3. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi, kesepakatan
dari meningkat (1) ke menurun (5)  Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Persepsi yang keliru tentang masalah, dari Edukasi
menurun (1) ke cukup meningkat (5)
 Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
5. Perilaku, dari memburuk (1) ke membaik
kesehatan
(5)
 Ajarkan perilaku hidup bersih sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, Setiadi.( 2011). Anatomi Tubuh Manusia. Bekasi: Laskar Aksara.

Prameswari, Niken (2019) Asuhan Keperawatan Pasien Penyakit Ginjal Kronis


Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Skripsi D-III Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Kaltim.

Yuniarti, P. (2018). Asuhan Keperawatan Pada” Tn. J” Dengan Gangguan Sistem


Perkemihan (Vesikolithiasis) Di Ruang Lambu Barakati Rsu Bahteramas
Kendari Tanggal 25–30 Juli 2018 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Kendari).

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai