Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PRAKTIKUM

BIOKIMIA KEPERAWATAN

PENGUKURAN GLUKOSA DALAM URIN

DAN

PEMERIKSAAN PROTEIN DALAM URIN

OLEH :

IDZA NUR RAYYAN UKHTI SHOLEHAH

1910913220032

KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia adalah ginjal. Ginjal atau buah
pinggang manusia berbentuk seperti kacang merah, berwarna keunguan, dan
berjumlah dua buah. Bobot kedua ginjal orang dewasa antara 120-150 gram.
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh tulang rusuk ke sebelas
dan dua belas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan
lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan. Pada bagian kulit ginjal
(korteks) terdapat alat penyaring darah yang disebut nefron.

Aluran panjang yang berlengkung (tubulus) dikelilingi oleh pembuluh kalpiler


darah. Tubulus yang letaknya dekat badan malpighi disebut tubulus proximal.
Tubulus yang letaknya jauh dari badan malpighi disebut tubulus distal. Tubulus
proximal dan tubulus distal dihubungkan oleh lengkung Henle atau angsa Henle.
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut apatarus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel
juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. Cairan menjadi
makin kental disepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian
dibawa ke kandung kemih melewati ureter. Lengkung Henle ini berupa pembuluh
menyerupai leher angsa yang turun ke arah medula ginjal, kemudian naik lagi menuju
korteks ginjal. Bagian akhir dari tubulus ginjal adalah saluran (tubulus) pengumpul yang
terletak pada sum-sum ginjal.
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut
medulla (sum-sum ginjal). Bagian paling dalam disebut pelvis (rongga ginjal), pada
bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan
bukan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang
disebut kapsul. Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut
korpuskula atau badan malpighi yang dilanjutkan oleh saluran-saluran tubulus.
Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus
yang berada dalam kapsul Boeman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri
aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerullus dan kapsul Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong
plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk kedalam tubulus ginjal. Darah yang
telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Fungsi ginjal berperan dalam pembentukan urine yang terjadi melalui
serangkaian proses, yaitu : penyaringan, penyerapan kembali dan pengumpulan
(agumentasi). Proses pembentukan urine diawali dengan penyaringan darah yang terjadi
di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan
permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan. Selain
penyaringan, di glomerulus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah,
dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma
darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, dan urea dapat
melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasi penyaringan di glomerulus
disebut filtrat glomerolus atau urine primer, mengandung asam amino, glukosa,
natrium, kalium, dan garam-garam lainnya. Bahan-bahan yang masih diperlukan di
dalam urine primer akan diserap kembali di tubulus kontrortus proksimal, sedangkan di
tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada
tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi,
sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan
menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi.
Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifa racun bertambah,
misalnya urea. Augmentasi adalah proses penambahan za sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tubulus ginjal, urin akan menuju rongga
ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui saluran ginjal. Urin akan keluar
melalui uretra.
Urin adalah salah satu objek yang bisa digunakan dalam mendekteksi penyakit
pada tubuh manusia. Warna urin yang berbeda-beda telah menjadi sebuah objek yang bisa
diambil untuk mendeteksi kondisi tubuh manusia. Seperti halnya penyakit diabetes
mellitus, penyakit ini biasa juga dikenal dengan sebutan kencing manis. Gejala awal dari
penyakit ini bisa kita ketahui melalui kadar gula yang terdapat pada urin manusia.
Menurut data dari WHO diabetes mellitus adalah bahagian dari penyakit bawaan,
meningkatnya glukosa dalam darah, dapat merusak banyak sistem tubuh, khususnya
pembuluh darah dan saraf (Hersyah & dkk, 2019).
Urin merupakan hasil cairan sisa hasil ekskresi ginjal yang dikeluarkan oleh
tubuh melalui proses urinesasi. Urin akan dilarutkan dengan larutan benedict yang
kemudian di panaskan hingga menunjukkan warna serta kekeruhan. Warna dan
kekeruhan urine tersebut tergantung dari tingkat kadar glukosa dalam darah penderita.
Urin akan dilarutkan dengan larutan benedict yang kemudian di panaskan hingga
mennjukkan warna serta kekeruhan. Warna dan kekeruhan urine tersebut tergantung dari
tingkat kadar glukosa dalam untuk mendiagnosa penyakit berdasarkan urin penderita
secara cepat dan tepat sehingga dapat pengobatan secepatya (Ahada & dkk).

Kenaikan kadar glukosa urin diikuti kenaikan kadar protein urin. Prediksi
besarnya pengaruh kadar glukosa urin dalam meningkatkan kadar protein urin
menggunakan persamaan Y= 416, 77 - 236 X, dimana X adalah kadar glukosa urin dan
Y adalah kadar protein urin. Perlu dilakukan pemeriksaan protein urin dan penelitian yang
lebih spesifik berkaitan dengan protein urin sebagai marker untuk pencegahan kejadian
nefropati diabetika. Kadar glukosa darah yang tinggi berhubungan dengan peningkatan
transforming growth factor β (TGF β) dan peningkatan ekstracelular matrics (ECM),
semuanya berhubungan dengan nefropati diabetik. Perubahan pada glomerulus pada
ginjal mengakibatkan hipertrofi dan hiperfiltrasi glomerular. Proses ini menyebabkan
peningkatan protein dalam urin. Kadar protein urin yang meningkat akan mempengaruhi
aktivasi sel tubulus. Sel tubulus yang aktif akan mensintesis mediator inflamatori
khususnya molekul khemokin dan endothelin, angiotensin II dan TGF β. Molekul
khemokin dan endothelin, angiotensin II dan TGF β menyebabkan kerusakan pada
membran basal tubular sehingga memudahkan masuknya produk dari tubular ke dalam
interstisial dan kapiler peritubular. Timbunan protein di distal ginjal akan menghambat
aliran urin serta memperparah kerusakan tubular interstisial dan extraceluler matrix
(ECM) seperti kolagen, fibronektin dan laminin (Muslim, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pembentukkan urin ?
2. Bagaimana pengukuran glukosa dalam urin ?
3. Bagaimana pemeriksaan protein dalam urin ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pembentukkan urin
2. Mengetahui cara pengukuran glukosa dalam urin
3. Mengetahui cara pemeriksaan protein dalam urin
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Pembentukkan Urin

Kebanyakan orang telah mengenal salah satu fungsi ginjal yang penting untuk
membersihkan tubuh dari bahan-bahan sisa makanan atau yang diproduksi oleh
metabolisme. Fungsi kedua merupakan fungsi yang sangat penting, yaitu untuk
mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Untuk air dan hampir semua elektrolit
dalam tubuh, keseimbangan antara asupan (hasil dari makanan atau produksi metabolik)
serta keluaran (hasil dari ekskresi atau konsumsi metabolik) sebagian besar dipertahankan
oleh ginjal. Fungsi pengaturan oleh ginjal ini mempertahankan kestabilan lingkungan
dalam yang diperlukan sel untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat dari
filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya,
ginjal "membuang" zat-zat yang tidak diinginkan dari filtrat (dan karena itu dari darah)
dengan cara mengekskresikannya ke dalam urine, sementara zat yang dibutuhkan
dikembalikan ke dalam darah. Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar
rongga peritoneum (Gambar 26-2). Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira
150 gram dan kira-kira seukuran kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan
daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, pembuluh
limfatik, saraf, dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih,
tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dibungkus oleh kapsul fibrosa yang
keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Jika ginjal dibelah dua dari atas
ke bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu daerah korteks di bagian luar
dan medula di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi 8 sampai 10 massa jaringan
berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada
perbatasan antara korteks dan medula serta berakhir di papila, yang menonjol ke dalam
ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk corong.
Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang disebut
kalises mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kalises minor, yang
mengumpulkan urine dari tubulus setiap papila. Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri
atas bagian kontraktil yang mendorong urine menuju kandung kemih, tempat urine
disimpan sampai dikeluarkan melalui miksi. Pada umumnya, dalam pembentukan urine,
reabsorpsi tubulus secara kuantitatif lebih penting daripada sekresi tubulus, tetapi sekresi
berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan hidrogen serta beberapa zat
lain yang diekskresi dalam urine. Sebagian besar zat yang harus dibersihkan dari darah,
terutama produk akhir metabolisme seperti ureum, kreatinin, asam urat, dan garam-garam
asam urat, direabsorpsi sedikit, dan karena itu, diekskresi dalam jumlah besar ke dalam
urine. Zat asing dan obat-obatan tertentu juga direabsorpsi sedikit, tetapi selain itu,
disekresi dari darah ke dalam tubulus, sehingga laju ekskresinya tinggi. Sebaliknya,
elektrolit seperti ion natrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi dalam jumlah besar,
sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urine. Zat nutrisi tertentu, seperti
asam amino dan glukosa, direabsorpsi seluruhnya oleh tubulus dan tidak muncul dalam
urine meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Setiap
proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut
kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju
filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi,
sehingga menyebabkan peningkatan ekskresi natrium urine. Untuk sebagian besar zat,
laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat besar dibandingkan laju ekskresi. Oleh karena
itu, sedikit perubahan pada proses filtrasi atau reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan
yang relatif besar dalam ekskresi ginjal. Sebagai contoh, kenaikan laju filtrasi glomerulus
(LFG) yang hanya 10 persen (dari 180 menjadi 198 L/hari) akan meningkatkan volume
urine 13 kali lipat (dari 1,5 menjadi 19,5 L/hari) jika reabsorpsi tubulus tetap konstan.
Pada kenyataannya, perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus selalu bekerja
dengan cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan ekskresi ginjal yang
sesuai (Guyton, 2011)

2.2 Pengukuran Glukosa dalam Urin

Urin merupakan hasil cairan sisa hasil ekskresi ginjal yang dikeluarkan dari tubuh
memalui proses urineasi. Eksresi urin diperlukan untuk membuang molekulmolekul sisa
dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostatis cairan tubuh. Urin
disaring di dalam ginjal, di bawah memalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya
dibuang keluar tubuh melalui uretra. Dari urin inilah dapat menghasilkan sebuah
informasi mengenai kadar glukosa yang menimbun dalam darah, akan keluar melalui urin
dan terdeteksi pada tes urin melalui kepekatan, warna, dan kejernihan. Secara normal urin
berwarna kuning muda dan kejernihan jernih atau sedikit keruh (Wardana & dkk).

Urinalisis adalah pengujian urin untuk melihat zat-zat yang terkandung dalam
urin. Pengujian ini membantu mendiagnosis, memantau perkembangan penyakit, dan
efektifitas terapi. Urinalisis dilakukan dengan cepat, akurat, aman, dan hemat biaya.
Glukosa secara normal disaring oleh glomerulus, tetapi hampir sepenuhnya diserap
kembali oleh tubulus proksimal. Glukosuria tejadi karena kadar glukosa plasma melebihi
kemampuan tubulus proksimal ginjal untuk menyerap kembali. Glukosuria dapat
disebabkan oleh kadar glukosa darah melebihi kemampuan tubulus ginjal untuk
melakukan reabsorpsi, seperti pada penyakit diabetes melitus dan hiperadrenocorticism;
atau oleh faktor ginjal, seperti pada penyakit tubulus ginjal, glukosuria ginjal primer, dan
sindrom Fanconi (Girsang & dkk, 2016).

Pada umumnya pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan di tempat tempat
pelayanan kesehatan ataupun apotek itu pasti mengambil darah pasien untuk dijadikan
sampel uji. Dengan demikian setiap pasien yang diperiksa pasti disuntik/dilukai terlebih
dahulu. Sampai saat ini banyak terjadi infeksi bagi penderita penyakit Diabetes Mellitus
yang senantiasa dikontrol keadaan gula darahnya, itu terjadi karena kandungan insulin
dalam darah penderita Diabetes tidak bekerja sehingga tidak bisa melakukan
penyembuhan luka secara cepat. Untuk mengatasi hal itu dibutuhkanlah pendekatan
pengukuran konsentrasi glukosa dalam tubuh melalui urine, air liur, keringat atau air
mata. Salah satu pengujian glukosa dalam urine adalah dengan Uji benedict, perubahan
warna dan kekeruhan saat uji benedict merupakan reaksi glukosa dalam urine, akan tetapi
uji benedict disini hanya bisa mendapatkan data semikuantitatif kadar gula tidak seperti
halnya menggunakan alat konvensional, Oleh karena itu dirancanglah alat untuk
mengidentifikasi kadar gula hasil uji benedict dengan meninjau warna dan kekeruhan
reaksi, semakin warnanya bertambah merah dan disertai kekeruhan yang maksimal,
berarti kadar gulanya semakin banyak. Sistem pengenalan warna dan kekeruhan ini
mempunyai rata-rata error persen antara 1,85%-4,66% dan error persen terbesar adalah
6,73% (Akhbar & dkk).

Glukosa adalah zat yang ada di dalam darah yang asalnya dari karbohidrat di
dalam makanan maupun minuman yang setiap hari kita konsumsi, jadi dapat dikatakan
bahwa asal glukosa adalah dari luar tubuh kita. Glikogen adalah bentuk setelah glukosa
disimpan di dalam tubuh dan glikogen ini berada di otot rangka tubuh serta organ hati.
Somastostasin, glucagon dan insulin adalah sejumlah faktor utama yang memengaruhi
jumlah glukosa pada tubuh dan hormon-hormon tersebut adalah yang kelenjar pankreas
produksi selama ini. Menurut Tamridho (2010), glukosa merupakan kelompok senyawa
karbohidrat sederhana atau monosakarida. Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan
dan madu lebah. Glukosa berfungsi sebagai sumber energi untuk sel-sel otak, sel saraf,
dan sel darah merah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau
konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat
bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun setelah kira-kira 2
jam setelah makan, jumlah darah akan kembali seperti semula. Pada orang yang
menderita diabetes melitus, jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg/100 ml darah.
Dan indicator untuk menentukan glukosa normal yaitu warna hijau/ kuning kehijauan
(<0.5 %) dan warna kuning (0,5 – 1,0 %) sedangkan batas abnormal yaitu berwarna
jingga/orange (1-2 %) dan merah bata ( > 2%).

Pengukuran kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus umumnya


dilakukan dengan pengambilan sampel darah dengan cara menusuk jari atau lengan
penderita. Penderita diabetes disarankan untuk mengukur kadar gula tiga sampai empat
kali sehari. Penusukkan jari atau lengan saat pengujian kadar gula darah sangat tidak
nyaman dan seringkali berakibat infeksi karena penderita diabetes tidak memproduksi
insulin. Insulin berperan penting dalam menyerap dan mengolah gula di dalam sel-sel
tubuh untuk menghasilkan energi. Kekurangan energi pada bagian luka atau sel yang
rusak dapat menghambat penyembuhan bahkan mengakibatkan infeksi. Besarnya efek
samping menunjukkan bahwa pemantauan kadar gula dengan pengambilan darah tidaklah
efektif. Oleh karena itu, diperlukan metode pengukuran kadar gula darah alternatif yang
bersifat non-invasive (tidak merusak) dengan menggunakan cairan tubuh lain. Cairan
tubuh seperti air liur dan urin potensial untuk digunakan sebagai sampel pengukuran
kadar gula. Urin sangat mudah dikumpulkan dan mengandung informasi tentang
metabolisme tubuh. Kandungan glukosa dalam urin memiliki korelasi yang lebih tinggi
dengan kadar gula darah yaitu 0,99. Sementara korelasi air liur berkisar 0,57− 0,87 [5,6].
Pengukuran kadar gula darah melalui urin telah dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Kadar gula ditentukan berdasarkan perubahan warna urin setelah bereaksi
dengan larutan benedict dengan menggunakan sensor RGB (Red Green Blue) sebagai
pengindera. Kadar gula diperoleh dengan membandingkan perubahan warna dengan nilai
hue (warna asli) (Fridayanti & dkk, 2018).

Penderita Diabetes Mellitus mengalami gangguan transport glukosa di ginjal, dimana


urin mengandung glukosa dengan konsentrasi tinggi. Oleh karena itu diperlukan suatu
metode mengukur kadar glukosa dalam urin yang bisa digunakan setiap saat dan oleh
semua orang. Salah satunya menggunakan imobilisasi reagen ke material pendukung
padat. Telah berhasil disintesis sensor kimia berbasis reagen Benedict untuk mengukur
kadar glukosa dalam urin. Selulosa digunakan sebagai material pendukung untuk
imobilisasi Benedict dengan metode imobilisasi adsorpsi dan entrapment. Karakteristik
sensor ditentukan melalui spektrofotometri reflektan antara lain uji leaching, linier range,
limit deteksi, reprodusibilitas dan sensitivitas. Jumlah Benedict yang lepas (leaching)
dengan lama pencelupan 5 detik pada metode entrapment (0,40%) lebih kecil daripada
adsorpsi (14,7%). Kondisi optimum metode adsorpsi: konsentrasi Benedict optimum
0,2682 M dan lama pencelupan optimum 40 menit pada panjang gelombang maksimum
541,57 nm. Kondisi optimum metode entrapment: konsentrasi Benedict optimum 0,447
M dan perbandingan massa selulosa nata dengan volume Benedict optimum 1: 3
(Wulandari , 2011).

Glukosuria adalah kondisi dimana glukosa ditemukan dalam urin (biasanya saat
glukosa serum >180mg/dL). Ekskresi glukosa dalam urin terjadi bila kadar glukosa dalam
darah meningkat dan tidak dapat direabsorpsi. Salah satu penyebab glukosuria ialah
diabetes melitus (DM). Risiko kematian ibu dan bayi meningkat pada DM dalam
kehamilan. Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah DM yang terdiagnosis pada
trimester dua atau tiga kehamilan yang bukan DM sebelum kehamilan. Peluang DMG
pada wanita dengan riwayat DM dalam keluarga sebesar 3,46 lebih besar daripada wanita
tanpa riwayat keluaarga (Welliangan & dkk, 2019).

2.3 Pemeriksaan Protein dalam Urin

Urin sebagai produk metabolisme memiliki kandungan berbagai zat yang sudah
tidak digunakan lagi oleh tubuh. Zat tersebut diantaranya adalah nitrogen, urea, dan
amonia. Kandungan urin menjadi indikasi berbagai fungsi faal dalam tubuh yang
berkaitan dengan metabolisme dan ekskresi, diantaranya adalah kondisi ginjal, liver, dan
pankreas. Keberadaan zat yang masih berguna bagi tubuh dalam urin menandakan ada
kesalahan fungsi ginjal dalam bekerja sebagai filter. Salah satu zat yang masih berguna
bagi tubuh yang sering terdapat dalam urin adalah protein. Keberadaan protein dalam urin
menandakan ada kebocoran pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian nefron
yang berfungsi memfilter berbagai zat sisa metabolisme. Dalam kondisi normal protein
tidak akan melewati glomerulus melainkan akan langsung menuju arteri efferent dan
kembali ke jantung. Kebocoran dan kerusakan glomerulus akan memnyebabkan beberapa
zat yang masih berguna bagi tubuh akan ikut terbuang salah satunya adalah protein.
Keberadaan protein dalam urin secara sederhana dapat di deteksi menggunakan uji asam
asetat. Hasil pengujian ini akan menunjukkan secara jelas keberdaan dan kadar protein
urin secara kualitatif (Astuti , 2017).

Di dalam tubuh, protein mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi


utamanya sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk
pembentukan kulit, otot, rambut, membran sel, hati, ginjal dan beberapa organ penting
lainnya. Kemudian, terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein
aktif. Beberapa diantaranya adalah enzim yang berperan sebagai biokatalisator,
hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolisme tubuh,
dan Antibody untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit. Kekurangan protein
dalam jangka waktu lama dapat mengganggu berbagai proses metabolisme didalam tubuh
serta mengurangi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Mukarramah & dkk,
2018).
Protein menyusun lebih dari setengah berat kering sel tubuh manusia. Setiap sel
mengandung ribuan protein yang berbedabeda dan jumlah yang bervariasi. Protein
merupakan polimer asam amino yang diikat oleh ikatan peptida dan juga merupakan
senyawa paling banyak yang terdapat pada tubuh setiap manusia.1 Fungsi penting protein
bagi tubuh salah satunya merupakan sebagai komponen untuk kontraksi otot sehingga
memungkinkan untuk terjadinya gerakan.2 Normalnya pada setiap manusia yang sehat,
kurang lebih sekitar 150 mg protein dikeluarkan ke dalam urin setiap harinya (Jumaydha
& dkk, 2016).

Pemeriksaan paling sederhana untuk mengetahui fungsi ginjal adalah


pemeriksaan glukosa urin dan protein urin. Pada penderita yang mengalami penyakit
ginjal, dimana fungsi ginjal menurun akan menyebabkan penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) atau fungsi penyaring ginjal. Pemeriksaan protein urin adalah
pemeriksaan yang rutin dan cukup efektif untuk mengetahui apakah fungsi ginjal mulai
atau sudah terganggu. Protein dapat masuk ke dalam urin bila terjadi kerusakan pada
glomeruli atau tubula pada ginjal. Protein urin juga digunakan untuk menentukan
permeabialitas membran basalis glomerulus. Adanya sejumlah protein dalam urin
merupakan indikator kegawatan gangguan ginjal (Nurhayati & dkk, 2018).

Protein urine adalah salah satu prediktor kuat untuk penyakit ginjal kronik. Proteinuria
yang lebih besar mempunyai risiko yang lebih tinggi dalam progresifitas penyakit ginjal
kronik. Proteinuria pada penyakit ginjal diakibatkan karena peningkatan permeabilitas
dan kerusakan barrier glomerulus, selain itu proteinuria juga disebabkan karena
penurunan reabsorpsi tubular sehingga banyak protein yang lolos ke dalam urine (Surya
& dkk, 2018).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Urin dikeluarkan melalui ureter setelah dilakukan proses penyaringan urin di


ginjal. Terdapat tiga fungsi ginjal dalam pembentukan urin pada manusia, yang pertama
adalah filtrasi, yang kedua reabsorbsi, dan yang ketiga augmentasi. Glukosa pada urin di
serap kembali oleh ginjal pada tahap reabsorbsi. Glukosa sebagai aldehida mempunyai
sifat sebagai reduktor, maka bila ada senyawa/reagen yang bersifat mudah menerima
electron seperti Cu2+ (dari CuSO4) akan terjadi reaksi oksidasi reduksi. Warna yang terjadi
tergantung dari banyaknya endapan Cu2O yang berbaur warna dengan warna CuSO4 yang
warnanya biru. Apabila glukosanya banyak, endapan merah batany akin banyak
sedangkan CuSO 4 hampir habis (karena telah berubah menjai Cu2) sehingga yangterlihat
adalah endapan merah ataa dan dikatakan positif 3 (+++).

Pemeriksaan terhadap protein urin termasuk pemeriksaan rutin. Kebanyakan cara


rutin untuk menyatakan adanya protein dalam urin berdasarkan timbulnnya kekeruhan.
Kekeruhan itu menjadi satu ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan
urin yang jernih menjadi syarat penting pada test-test terhadap protein. Untuk itu hasil
pemeriksaan protein hendaknya diperiksakan dengan cara semi kuantitatif seperti test
dengan asam sulfosalisilat test dengan menggunakan asam sulfosalisilat tidak bersifat
spesifik meskipun sangat pekat adanya protein dalam konsentrasi 0,002% dapat
dinyatakannya. Kalau hasil test itu negatif tidak perlu lagi kemungkinan adanya protein
urin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahada, L., & dkk. (n.d.). Alat Ukur Kadar Gula Darah Non- Invasive Dalam
Urin Menggunakan TCS3200 Metode Artificial Neural Network.

2. Akhbar, Z., & dkk. (n.d.). RANCANGAN PROTOTYPE INSTRUMEN UKUR


KADAR GULA DARAH DENGAN METODE PENGENALAN WARNA
DAN TINGKAT KEKERUHAN URINE DALAM UJI BENEDICT
BERBASIS VISUAL BASIC.NET .

3. Astuti , D. S. (2017). Kadar Protein Urin Menggunakan Uji Asam Asetat pada
Mahasiswa Pendidikan Biologi Semester VI FKIP UMS 2017.

4. Fridayanti, N., & dkk. (2018). Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Gula Darah
pada Urin dengan Metode Evanescent.

5. Girsang, W. F., & dkk. (2016). Gambaran glukosa urin pada pasien tuberkulosis
paru dewasa di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

6. Hersyah, M. H., & dkk. (2019). Prototipe Pengukuran Kadar Gula dalam Tubuh
Manusia Melalui Urin .

7. Jumaydha, L. N., & dkk. (2016). Gambaran kadar protein dalam urin pada
pekerja bangunan.

8. Mukarramah, R., & dkk. (2018). STUDI HASIL PEMERIKSAAN PROTEIN


URIN SEGERA PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH
MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT DI RSU WISATA
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR.
9. Muslim, A. (2016). KORELASI PEMERIKSAAN GLUKOSA URIN
DENGAN PROTEIN URIN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS
TIPE II DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG.

10. Nurhayati, E., & dkk. (2018). GAMBARAN PROTEIN URIN DAN
GLUKOSA URIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
PERSADIA RSU SANTO ANTONIUS PONTIANAK.

11. Surya, A. M., & dkk. (2018). Hubungan Protein Urine dengan Laju Filtrasi
Glomerulus pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik Dewasa di RSUP Dr.
M.Djamil Padang tahun 2015-2017.

12. Tjiptaningrum1, A., & dkk. (2016). Dampak Proteinuria pada Anak.

13. Wardana, H. K., & dkk. (n.d.). Perbandingan Nilai Urin Puasa dan Urin Acak
Pada Penderita DM (DIABETES MELLITUS) Menggunakan Metode Resistansi
dan Perbedaan Warna RGB Berbasis Arduino.

14. Welliangan, M., & dkk. (2019). Gambaran Kadar Glukosa Urin pada
Primigravida dengan Orang Tua Penyandang Diabetes Melitus di Kota Manado.

15. Wulandari , M. (2011). TEKNIK IMOBILISASI ADSORPSI DAN


ENTRAPMENT FILM NATA DE COCO-BENEDICT UNTUK DETEKSI
KADAR GULA DALAM URIN.

Anda mungkin juga menyukai