Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR GANGGUAN ELIMINASI URINE


1. Pengertian
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh
baik yang berupa urine maupun fekal. Pada eliminasi urine normalnya
adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di
glomerolus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi,
hanya 1 – 2 liter saja yang dapat berupa urine, sebagai besar hasil filtrasi
akan diserap kembali di tubulus ginjal dimanfaatkan oleh tubuh
(Wijayaningsih, 2013).

Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urin ini
sangat tergantung kepeda fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urin.
Ureter bertugas mentranspot urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung
kemih dalam kondisi normal dapat menampung urin sebanyak 600 ml.
Akan tetapi, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung
kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150-200 ml pada orang
dewasa). Terjadinya peningkatan volume urin, dinding kandung kemih
akan meregang dan mengirim implus-implus sensorik ke pusat mikturisi
di medulla spinalis pars sakralis. Implus saraf parasimpatis dari pusat
mikturisi menstimulus otot detrusor untuk berkontraksi secara teratur.
Sfingter uretra interna juga akan berelaksasi sehingga urin dapat masuk ke
dalam uretra. Kandung kemih akan berkontraksi, implus saraf naik ke
medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebral. Individu akan
menyadari keinginannya untuk berkemih, urin akan keluar dari tubuh
melalui uretra ( Yuwono. Hidayati, 2012 ).

Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih,


dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk

7
Poltekkes Kemenkes Padang
8

urine. Ureter mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung


kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine
keluar daritubuh melalui uretra. Semua organ sistem perkemihan harus
utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan dengan baik (Potter,
2005).

2. Proses Eliminasi Urine


Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, kadung kemih, dan uretra.
a. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungannya menghadap ke medial (Purnomo, Basuki, B, 2011).
Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam
tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya
agar tidak bercampur dengan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Pada orang dewasa panjangnya kira-kira 11 cm dan lebarnya 5 – 7,5
cm dan tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 gram. Organ ginjal
berbentuk kurva yang terletak di area retroperitoneal, pada bagian
belakang dinding abdomen di samping depan vertebra, setinggi
torakal 12 sampai lumbal ke 3. Ginjal disokong oleh jaringan adiposa
dan jaringan penyokong yang disebut fasia gerota serta dibungkus
oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal,
pembuluh darah, dan kelenjer adrenal terhadap adanya trauma. Ginjal
terdiri atas tiga area, yaitu : korteks, medulla, dan pelvis.
1) Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, terletak di bawah
kapsula fibrosa sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas
nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerolus
berada di korteks dan 90% aliran darah menuju pada korteks.
2) Medulla

Poltekkes Kemenkes Padang


9

Medulla terdiri atas saluran-saluran atau duktus pengumpul yang


disebut piramida ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
3) Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari atas kaliks minor yang
kemudian bergabung menjadi kaliks mayor. Empat sampai lima
kaliks minor bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga
kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan
dengan ureter bagian proksimal (Tarwoto. Wartonah, 2011).

Fungsi ginjal di antaranya :

a. Pengaturan volume dan komposisi darah. Ginjal berperan dalam


pengaturan volume darah dan komposisi darah melalui mekanisme
pembuangan atau sekresi cairan. Misalnya jika intake cairan
melebihi kebutuhan, maka ginjal akan membuang lebih banyak
cairan yang keluar dalam bentuk urine, sebaliknya jika kekurangan
cairan maka ginjal akan mempertahankan cairan yang keluar dan
dipertahankan tubuh berpengaruh terhadap pengenceran dan
pemekatan darah serta volume darah. Di dalam ginjal juga
diproduksi hormon eritropoietin yang dapat menstimulasi
pembentukan sel darah merah. Pada kondisi kekurangan darah,
anemia, atau hipoksia, maka akan lebih banyak diproduksi
eritropeletin untuk memperbanyak produksi sel darah merah.
b. Pengaturan jumlah dan konsentrasi elektrolit pada cairan akstrasel,
seperti natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfat,
dan hidrogen. Konsentrasi elektrolit ini mempengaruhi pergerakan
cairan intrasel dan ekstrasel. Bila terjadi pemasukkan dan
kehilangan ion-ion tersebut, maka ginjal akan meningkatkan atau
mengurangi sekresi ion-ion penting tersebut.
c. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa ( pH ) darah.
Pengendalian asam basa ginjal dilakukan oleh sekresi urine yang
asam atau basa melalui pengeluaran ion hidrogen atau bikarbonat
dalam urine.

Poltekkes Kemenkes Padang


10

d. Pengaturan tekanan darah. Ginjal berperan dlam pengaturan


tekanan darah dengan penyekresi enzim renin yang mengaktifkan
jalur renin-angiotensin dan mengakibatkan perubahan
vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah atau menurunkan tekanan darah.
e. Pengeluaran dan pembersihan hasil metabolisme tubuh seperti
pengeluaran urea, asam urat, dan kreatinin yang jika tidak
dikeluarkan dapat bersifat toksik khususnya pada otak.
f. Pengeluaran komponen-komponen asing seperti pengeluaran obat,
pestisida, dan zat-zat berbahaya lainnya (Tarwoto. Wartonah,
2011).
Dari fungsi-fungsi di atas, ginjal melakukan tiga fungsi mekanik yaitu
filtrasi, reabsorpsi tubular, dan sekresi tubular.
1) Filtrasi glomerular
Filtrasi plasma terjadi pada glomerolus di nefron, merupakan
langkah pertama produksi urine. Ultrafiltrasi terjadi di mana
plasma menembus barier dari membran endotelium glomerolus
kemudian hasilnya masuk ke dalam ruang intrakapsul
bowman.normalnya sekitar 20% atau sekitar 180 liter per hari
plasma masuk ke glomerolus untuk difiltrasi. Rata-rata 178,5 liter
direabsorpsi kembali dan hanya 1-2 liter yang diekskresi menjadi
urine. Filtrasi glomerular terjadi akibat perbedaan tekanan filtrasi
dengan tekanan yang melawan filtrasi atau disebut tekanan filtrasi
efektif. Ada tiga tekanan yang terjadi dalam proses filtrasi, yaitu :
tekanan darah kapiler glomerolus atau tekanan hidrostatik kapiler,
glomeroulus, tekanan osmotik koloid plasma, dan tekanan
hidrostatik kapsula bowman.
a) Tekanan darah kapiler glomerolus, merupakan tekanan yang
cenderung mendorong, tekanan ini tergantung dari kontraksi
atau kerja jantung dan resistensi dari arteriola aferen dan
arteriola eferen. Besarnya tekanan ini sekitar 50 mmHg.

Poltekkes Kemenkes Padang


11

b) Tekanan osmotik koloid plasma, tekanan ini terjadi karena


protein plasma yang cenderung menarik air dan garam-garam ke
dalam pembuluh darah kapiler. Tekanan ini bersifat melawan
filtrasi, besarnya sekitar 30 mmHg.
c) Tekanan hidrostatik kapsula bowman, yaitu tekana yang terjadi
karena adanya cairan pada kapsula bowman yang cederung
melawan filtrasi, besarnya sekitar 5 mmHg.
Dengan demikian, kekuatan filtrasi atau tekanan filtrasi efektif
adalah kekuatan mendorong yaitu tekanan darah kapiler glomerolus
dikurangi dua kekuatan yang melawan filtrasi yaitu tekanan
osmotik koloid dan tekanan hidrostatik kapsula bowman, sehingga
besarnya 50 mmHg – ( 30 mmHg + % mmHg ) = 15 mmHg.

Tidak semua zat dapat difiltrasi oleh glomerolus, misalnya sel


darah dan protein. Karena ukurannya yang besar, membran filtrasi
hanya dapat dilalui oleh plasma, garam-garam, glukosa, dan
molekul-nolekul kecil lainnya. Besarnya volume plasma yang
difiltrasi oleh glomerolus per menit pada semua nefron disebut laju
filtrasi glomerular atau glomerular filtration rate ( GFR ). Besarnya
GFR pada laki-laki 125 ml/menit atau 180 liter per 24 jam,
sedangkan pada wanita sekitar 110 ml/menit.
Faktor-faktor yang memepengaruhi GFR diantaranya :
a. Tekanan filtrasi efektif. Makin banyak besar tekanan yang
dihasilkan makin besar pula GFRnya. Tekanann filtrasi efektif
dipengaruhui oleh adanya autoregulasi dari ginjal termasuk
karena stimulasi saraf simpatis yang memengaruhi kontriksi
arteriola aferen dan eferen, adanya obtruksi aliran urine serta
menurunnya protein plasma.
b. Permeabilitas dari glomerolus. Normalnya membran glomerolus
sangat pemeabel sehingga filtrasi cepat terjadi. Pada kondisi
tertentu, seperti pada penyakit ginjal dapat menigkatkan
permeabilitas kapiler sehingga meningkatkan GFR.

Poltekkes Kemenkes Padang


12

Penurunan GFR sangat penting dalam mengestimasi pembersihan


zat-zat, baik yang dikeluarkan maupun yang direabsorpsi di dalam
nefron. Kemampuan ginjal untuk bersihan zat dari plasma selama 1
menit disebut renal clearance. Clearance merupakan kadar zat
dalam urine dikalikan volume urine dalam mililiter yang
diekresikan per menit dibagi kadar zat dalam plasma. Zat yaang
paling penting untuk disekresi adalah kreatinin, oleh karenanya
bersihan kreatinin merupakan acuan dalam fungsi renal clearance.
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatinin fosfat dalam
jaringan otot, normalnya dikeluarkan melalui urine. Kreatinin
masuk dan difiltrasi oleh glomerolus dan tidak direabsopsi dalm
jumlah yang signifikan. Dengan memonitor kreatinin darah dan
jumlah yang disekresi melalui urine selama 24 jam, GFR dapat
diestimasi.
2) Reabsorpsi tubular
Dari 180 liter per hari plasma yang difiltrasi, tidak semuanya
dikeluarkan dalam bentuk urine. Lebih banyak yang diserap
kembali atau reabsorpsi dalam tubulus ginjal terutama zat-zat atau
material yang penting bagi tubuh dan hanya 1-2 liter yang
dikeluarkan dalam bentuk urine. Material yang reabsopsi masuk
kembali ke darah melalui kapiler peritubular.

Reabsorpsi sebagian besar terjadi di tubulus proksimal ( 75% ),


selebihnya terjadi di ansa henle, tubulus distal dan duktus
koligentes. Proses reabsorpsi dilakukan melalui transfer pasif dan
transfer aktif. Tranfer pasif adalah pergerakan zat atau meterial
melalui gradien kimia dan listrik. Pergerakan pasif terjadi dari area
dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi kimia rendah. Mislanya
reabsorpsi pasif adalah air pada tubulus distal, air, dan urea dengan
bantua ADH du duktus koligen, urea, air, serta klor paad tubulus
proksimal. Transfor aktif terjadi dengan membutuhkan energi ATP,

Poltekkes Kemenkes Padang


13

misalnya reabsorpsi natrium, kalium, klor pada tubulus konturtus


distal dan duktus koligen, tranfer glukosa, asam amino, natrium,
kalium, fosfat, sulfat, dan vitamin C pada tubulus kontortus
proksimal.
3) Sekresi tubular
Sekresi tubular adalah kebalikan dari reabsorpsi.merupakan proses
aktif yang memindahkan zat keluar kapiler peritubular melewati
eptel sel-sel tubular masuk ke lumen nefron untuk dikeluarkan
dalam urine.

Subtansi penting disekresi oleh tubulus adalah hidrogen, kalium,


anion, dan kation oraganik, serta benda-benda asing dalam tubuh.
Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam basa
karena pengeluaran ion hidrogen tergantung dari keasaman cairan
tubuh. Ketika cairan tubuh asam, maka sekresi hidrogen
meningkat, demikian sebaliknya. Sekresi kalium terjadi di tubulus
distal dan duktus koligen sedangkan sekresi anion dan kation
organik, termasuk polutan lingkugan dan obatobatan terjadi pada
tubulus kontortus proksimal (Tarwoto. Wartonah, 2011).

b. Ureter
Ureter merupakan saluran yang berbentuk tabung dari ginjal ke
kandung kemih, panjangnya 25-30 dengan diameter 6 mm. Berjalan
mulai dari pelvis renal setinggi lumbal ke-2. Posisi ureter miring dan
menyempit di tiga titik, yaitu : di titik asal ureter pada pelvis ginjal,
titik saat melewati pinggiran pelvis, dan titik pertemuan denga
kandung kemih. Posisi miring adanya penyenpitan ini dapat mencegah
terjadinya refluks aliran urine. Ada tiga lapisan pada ureter yaitu :
pada bagian dalam adalah epitel mukosa, bagian tengah lapisan otot
polos, dan bagian luar lapisan fibrosa. Ureter berperan aktif dalam
transpor urine. Urine mengalir dari pelvis ginjal melalui ureter dengan
gerakan peristaltiknya. Adanya ketegangan pada ureter menstimulasi

Poltekkes Kemenkes Padang


14

terjadinya kontraksi dimana urine akan masuk ke kandung kemih.


Rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis juga mengontrol
kontraksi ureter mengalirkan urine (Tarwoto. Wartonah, 2011).

c. Kandung Kemih
Kandung kemih ( buli-buli – blader ) merupakan sebuah kantong yang
terdiri atas otot halus, berfungsi menampung urine. Dalam kandung
kemih terdapat beberapa lapisan jaringan otot yang paling dalam,
memanjang ditengah, dan melingkar yang disebut sebagai detrusor,
berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Pada dasar
kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk
lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang
berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehinggs
uretra dan menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh
(Alimul, 2006).

Kadung kemih merupakan organ berongga dan berotot yang berfungsi


menampung urine sebelum dikeluarkan melalui uretra. Kadung kemih
terletak pada rongga pelvis. Pada laki-laki, kandung kemih berada di
belakang simfisis pubis dan di depan rektum sedangkan pada wanita
kandung kemih memiliki 4 lapisan jaringan. Lapisan paling dalam
adalah lapisan mukosa yang menghasilkan mukus, kemudian lapisan
submukosa, lapisan otot polos yang satu sama lain membentuk sudut
atau disebut otot detrusor, dan lapisan paling luar adalah serosa
(Tarwoto. Wartonah, 2011).

Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke


otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari
rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendor dan terjadi kontraksi
sfingter bagian dalam sihingga urine tetap tinggal dalam kandung
kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung
kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar.

Poltekkes Kemenkes Padang


15

Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor


dan kendurnya sfingter (Alimul, 2006).

Kandung kemih dipersarafi oleh serabut postganglionik dari pleksus


ganglia hipogastrik dan serabut parasimpatis dari ganglia yang
merupakan cabang dari nervus pelvikus. Saraf pelvikus berhubungan
dengan medulla spinalis melalui pleksusnsakralis terutama pada
segmen S-2 dan S-3. Pada bagian sfingter ekterna dipersarafi oleh
nervus pudendal yang merupakan serat saraf somatik dan mengontrol
otot lurik pada sfingter. Fungsi utama dari kandung kemih adalah
menampung urine dari ureter dan kemudian dikeluarkan melalui
uretra. Kapasitas maksimum dari kandung kemih pada orang dewasa
sekita 300-450 ml, anak-anak antara 50-200 ml. Pada keadaan penuh
akan memberikan rangsangan pada saraf aferen ke pusat miksi
sehingga terjadi kontraksi otot detrusor yang mendorong terbukanya
leher kandung kemih sehingga terjadi proses miksi (Tarwoto.
Wartonah, 2011).

d. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke bagian
luar. (Alimul, 2006). Uretra memanjang dari leher kandung kemih
sampai ke meatus. Pada wanita panjangnya sekitar 4 cm, lokasinya
antara klitoris dengan liang vagina. Panjang uretra laki-laki sekitar 20
cm, terbagi atas tiga bagian : prostatik uretra yang panjangnya sekitar
3 cm, terletak di bawah leher kandung kemih sampai kelenjer prostat,
bagian kedua adalah membranasea uretra yang panjangnya sekitar 15
cm memanjang dari penis sampai orifisium uretra.

Fungsi uretra adalah menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar.


Adanya sfingter interna yang dikontrol secara involunter
memungkinkan urine dapat keluar serta sfingter uretra eksterna
memungkinkan pengeluaran urine dapat dikontrol. Di samping untuk

Poltekkes Kemenkes Padang


16

pengeluaran urine, pada laki-laki uretra juga tempat pengeluaran


sperma pada saat ejakulasi (Tarwoto. Wartonah, 2011).

3. Proses Berkemih
Berkemih ( mictio, mycturition, voiding atau urination ) adalah proses
pengosongan vesika urinaria ( kandung kemih ). Proses ini dimulai dengan
terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf
sensorik dalam dinding vesika urinaria ( bagian reseptor ). Vesika urinaria
dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250 – 450 cc
( pada orang dewasa ) dan 200 – 250 cc ( pada anak-anak ).

Urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat bervariasi


antara 0,5-2 ml/menit. Aliran urine masuk ke kandung kemih dikontrol
oleh gelombang peristaltik yang terjadi setiap 10-150 detik. Aktifitas saraf
parasimpatis meningkatkan frekuensi (Alimul, 2006).Banyaknya aliran
urine pada uretra dipengaruhi oleh adanya refleks iretrorenal. Refleks ini
diaktifkan oleh adanya obstruksi karena konstriksi ureter dan juga
kontriksi arterior aferen yang berakibat pada oenurunan produksi urine,
demiikian juga pada adanya obstruksi ureter karena batu ureter.

Kandung kemih di persarafi oleh saraf dari pervis, baik sensorik maupun
motorik. Pengaktifan saraf parasimpatis menyebablkan kontraksi.
Sedangkan sfingter eksterna di kontrol berdasarkan kesadaran ( volunter )
dan dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf somatik.

Refleks berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kandung kemih. Jika


ada 30-50 ml urine, maka yang terkumpul, makinbesar pula tekanannya.
Peningkatan tekanan akan menimbulkan reflks peregangan oleh reseptor
regang sensorik pada dinding kandung kemih kemudian dihantarkan ke
medulla spinalis segmen sakralis melalui nervus pelvikus dan kemusian
secara reflks kembali lagi ke kandung kemih untuk menstimulasi otot
detrusor intuk berkontraksi. Siklus ini terus berulang sampai kandung

Poltekkes Kemenkes Padang


17

kemih mencapai kontraksi yang kuat, kemudian refleks aaakan melemah


dan menghilang sehingga refleks berkemih berhenti. Hal ini menyebabkan
kandung kemih berelaksasi. Sementara itu jika terjadi kontraksi yang kuat
maka akan menstimulasi nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika penghambatan sinyal kontriktor volunter ke sfingter
eksterna di otak kuat, maka terjadilah proses berkemih.

Proses berkemih juga di kontrol oleh saraf pusat. Ketika terjadi


rangsangan peregangan pada dinding otot detrusor akibat adanya pengisian
urine di kandung kemih, melalui serat saraf sensorik di nervus pelvis
dihantarkan stimulus tersebut ke hipotalamus. Dari hipotalamus kemudian
dihantarkan ke korteks serebri, selanjutnya korteks serebri merespons
dengan mengirimkan sinyal ke sfingter unterna dan eksterna utntuk
relaksasi sehingga pengeluaran urine terjadi.

Pada proses berkemih juga difasilitasi oleh kontraksi dinding abdomen


dengan meningkatkan tekanan dalam kandung kemih sehingga
mengakibatkan urine masuk ke leher kandung kemih dan menimbulkan
refleks berkemih (Tarwoto. Wartonah, 2011).Tidak semua urine dapat
dikeluarkan dalam berkemih. Masih dapat tersisa urine residu sekitar 10
ml.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berkemih di antaranya :


a. Adekuatnya produksi urine pada nefron, hal ini sangat terkait fungsi
glomerolus dan GFR. Pada penyakit ginjal tertentu dapat
meningkatkan GFR sehingga produksi urine berlebih dan proses
berkemih menjadi lebih sering.
b. Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya karena batu ginjal, batu
ureter, batu kandung kemih, hipertrofi prostat, dan sriktur uretra, dapat
menghambat aliran urine ke luar
c. Destruksi serat saraf sensorik dari kandung kemih ke medulla spinalis,
misalnya akibat trauma paad lumbal atau sakral dapat menghambat

Poltekkes Kemenkes Padang


18

tranmisi sinyal reganagn dari kandung kemih sehingga terjadi


kehilangan kontrol terhadap kandung kemih.
d. Adekuatnya otot sfingter dan eksterna, kemampuan kontriksi dan
relaksasi sfingter interna dan eksterna memengaruhi pengeluaran urine.
Pada usia lansia, kemampuan kontrol sfingter berkurang urine dapat
keluar tanda di sadari ( inkontinensia urine ) (Tarwoto. Wartonah,
2011).

4. Karakteristik dan Komposisi urine


a. Karakteristik urine
Urine normal mempunyai karakteristik sebagai berikut
1) Volume
Pada orang dewasa rata-rata urine yang dikeluarkan setiap berkemih
berkisar 250-400 ml, tergantung dari intake dan kehilangan cairan.
Jika pengeluaran urine kurang dari 30 ml/jam, kemungkinan terjadi
tidak adekuartnya fungsi ginjal
2) Warna
Urine normal warnanya kekuning-kuningan jernih, warna ini terjadi
akibat adanya urobilin. Warna lain seperti kuning gelap atau kuning
coklat dapat terjadi pada dehidrasi. Obat-obatan juga dapat
mengubah warna urine seperti warna merah atau oranye gelap.
3) Bau bervariasi tergantung komposisi
Bau urine aromatik yang menyengat atau memusingkan timbul
karena mengandung amonia
4) pH sedikit asam antara 4,5-8 atau rat-rata 6,0. Namun demikian, pH
dipengaruhi oleh intake makanan. Misalnya urine vegetarian menjadi
sedikit basa.
5) Berat jenis 1.003-1.030
6) Komposisi air 93-97%
7) Osmolaritas ( konsentrasi osmotik ) 855-1.335 mOsm/liter
8) Bakteri tidak ada

Poltekkes Kemenkes Padang


19

b. Komposisi urine
Lebih dari 99% dari 180 liter filtrat difiltrasi oleh glomerolus dan
kemudian direabsorpsi kembali dalam darah. Komposisi dan
konsentrasi urine sesungguhnya menggambarkan kemampuan dari
aktifitas filtrasi, absorpsi, dan sekresi nefron. Urine mempunyai
komposisi di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Zat buangan nitrigen seperti urea yang merupankan hasil deaminasi
asam amino oleh hati dan ginjal, kreatinin yang merupakan
pemecahan kreatin fosfat dalam otot rangka, amonia yang
merupakan pemecahan deaminasi oleh hati dan ginjal, asam urat
merupakan pemecahan dari purin serta urobilin dan bilirubin yang
merupanakn pemecahan dari hemoglobin
2) Hasil nutrien dan metabolisme seperti karbohidrat, keton, lemak, dan
asam amino
3) Ion-ion seperti natrium, klorida, kalium, kalisium, dan magnesium.

Zat-zat yang dikeluarkan bersama urine merupakan bahan-bahan


yang tidak dibutuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun.
Sedangkan bahan-bahan yang difiltrasi oleh glomerolus tetapi masih
digunakan kembali oleh tubuh akan direabsorpsi sehingga tidak
disekresi (Tarwoto. Wartonah, 2011).

5. Faktor Yang Memengaruhi Eliminasi Urine


a. Diet dan Asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi
output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan
jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat menigkatkan
pembentukan urine.
b. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c. Gaya Hidup

Poltekkes Kemenkes Padang


20

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan


eliminasi, dalam kaitanya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
d. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat Aktifitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sfingter hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih
memiliki kecendrungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang
air kecil menigkat.
g. Kondisi Penyakit
Pada pasien demam akan terjadi penurunan produksi urine karena
banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan irirtasi
organ kemih menimbulkan retensi urine
h. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil
di tempat tertentu.
i. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot
urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses
berkemihan adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis.

Poltekkes Kemenkes Padang


21

Ketiganya sanagt berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran


urine.
k. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari
pemberian obat anestesi
l. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah
urine. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urine (Tarwoto. Wartonah, 2011).
m. Pemeriksaan diagnostik
Pielogram intravena dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur
untuk mengurangi output urine. Sitoskopi dapat menimbulkan edema
lokal pada uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih sehingga
dapat menimbulkan urine ( Alimul, 2006).

B. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis


1. Pengertian
Gagal ginjal kronis merupakan kondisi dimana ginjal sudah tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Ini dikarenakan banyak nefron yang rusak secara
progresif. Penyebab gagal ginjal kronis pun ada bermacam-macam.
Misalnya karena menderita penyakit tertentu yang mengakibatkan terjadinya
peradangan glomeruli. Awalnya membran glumerular menjadi lebih tebal.
Tahap selanjutnya, membran ini akan terserang jaringan berserabut. Proses
inilah yang kemudian mengakibatkan fungsi ginjal sebagai penyaring
terhambat. Penyebab selanjutnya adalah karena bakteri Basilus kolon.
Bagian ginjal yang sering diserang oleh bakteri ini adalah medula ginjal
(bagian yang digunakan untuk membuat pekat urine). Akibat dari serangan
bakteri ini, urine penderita jadi kurang pekat. Penyebab lainnya adalah
kurangnya suplai darah ke ginjal. Keadaan ini dipengaruhi karena arteri dan
arteriole yang bertugas menyuplai darah mengalami pengerasan. Maka pada

Poltekkes Kemenkes Padang


22

penderita gagal ginjal kronis ini gejala yang ditimbulkan adalah tidak
memiliki nafsu makan, terjadi pembengkakan di beberapa area kulit,
hemoglobin menurun, tekanan darah meningkat, urea meningkat kemudian
mengekresikan keringat dan mengkristal pada kulit, ekskreasi fosfat
menurun, dan terakhir sulit buang air kecil (Dharma, 2015).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal ginjal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan
uremia. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular ( LFG ) kurang dari 50
ml/menit. Urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronis adakah
glomerulonefritis ( 25% ),diabettes mellitus ( 23% ) hipertensi ( 20% ) dan
ginjal polikistik ( 10% ). Di indonesia pertumbuhan penderita gagal ginjal
kronik sekitar 10% ) per tahun. Bedasarkan data dari pusat Nefrologi
indonesia insiden dan prevalensi 100-150/1 juta penduduk tiap tahun.
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik mengacu pada therapy konservatif
( diet, kebutuhan kalori, kebutuhan cairan dan elektrolit ), therapy
simptomatik, dan therapy pengganti ginjal ( hemodialisis, dialysis
peritoneal, dan transplantasi ginjal di anjurkan untuk meningkatkan
kesehatan pasien tersebut (Husna. Cut. 2010).

2. Penyebab
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry ( IRR ) pada
tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis ( 25% ), diabetes mellitus ( 23% ), hipertensi ( 20% ) dan
gagal polikistik ( 10% ).
a. Glomerululonefritis
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes

Poltekkes Kemenkes Padang


23

mellitus, lupus eritermatosus sistemik ( LES ), mieloma multiple atau


amiloidosis.
b. Diabetes mellitus
Menurut American Diabetes Association ( 2003 ) dalam Soegondo
( 2005 ) diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan teakanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat
antihipertensi.
d. Ginjal Polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks
maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan (Husna,
2010).

3. Patofisiologi
Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa
masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai
fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal
kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan
filtrasi, reabsorpsi dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Jika jumlah
nefron yang tidak berfungsi menigkat, maka ginjal tidak mampu menyaring
urine. Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidal dapat
difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan
dengan retensi air dan natrium. Ketidakseimbangan natrium merupakan

Poltekkes Kemenkes Padang


24

masalah yang serius dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30


mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq per hari.
Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun
dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat akan membuat muntah
bahkan diare (Muttaqin. Sari, 2014). GFR yang mengalami penurunan dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens.
Akibat dari penurunan GFR lainnya, klirens kretinin akan menurun,
kreatinin serum akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga
meningkat. Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urine secara normal. Terjadi penahana cairan dan natrium,
yang dimana akan meningkatkan risiko terjadinya edema , gagal jantung
kongesif dan hipertensi (Wijayaningsih, 2013). Bila hasil pemecahan
metabolisme protein menumpuk di dalam darah, gejala yang disebut uremia,
akan timbul. Gejala uremia antara lain letargi, anoreksia, mual, dan muntah,
kram otot, dan lain-lain. Kadar BUN dan kreatinin pun juga menjadi tinggi,
dan kadar zat-zat ini dalam darah dapat digunakan sebagai indeks keparahan
uremia (Ganong.W.F, 2008). Seiring dengan makin banyaknya nefron yang
mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat
sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari
siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-
nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat
penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan
aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan menigkat bersama
dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar
terjadi penigkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah
buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respons dari
kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan
manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan
dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan
banyak manifestasi pada setiap organ tubuh (Muttaqin. Sari, 2014).

Poltekkes Kemenkes Padang


25

4. Mm

Poltekkes Kemenkes Padang


26

5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


Beberapa gejala dan pemeriksaan yang dapat dijadikan pegangan/indikator
telah terjadinya penurunan fungsi ginjal yang signifikan yaitu
(Wijayaningsih, 2013) :
a. Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher (vena jugularis)
5) Friction rub perikardial
b. Pulmoner
1) Krekel
2) Nafas dangkal
3) Kusmaul
4) Sputum kental dan liat
c. Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kehilangan kekuatan otot
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
d. Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Perdarahan saluran GI
3) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
4) Konstipasi/diare
5) Nafas berbau amonia
e. Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Kulit kering, bersisik
3) Pruritus
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh

Poltekkes Kemenkes Padang


27

6) Rambut tipis dan kasar


f. Reproduksi
1) Amenore
2) Atrofi testis

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan homeostatis. Penatalaksanaan tersebut yaitu :
a. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250- 1000 mg/hr) atau
diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah
kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen
natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan.
b. Diet tinggi kalori dan rendah protein.
Diet rendah protein (20- 40 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan
gejala anoreksia dan nausea (mual) dan uremia , menyebabkan
penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan
dari kalium dan garam.
c. Kontrol Hipertensi.
Bila tidak dikontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung
kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan
garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah.
d. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit.
Untuk mencegah hiperkalemia, hindari masukan kalium yang besar,
diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi
kalium (misalnya, obat anti-inflamasi nonsteroid).
e. Deteksi dini dan terapi infeksi.
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imonosupuratif dan terapi
lebih ketat.
f. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.

Poltekkes Kemenkes Padang


28

Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena


metaboliknya toksik yang dikeluarkan oleh ginjal Misalnya: analgesik
opiate, dan alupurinol.
g. Deteksi terapi komplikasi.
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis,
neuropati perifer, hiperkalemia meningkat, kelebihan volume cairan
yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk
bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
h. Persiapan dialisis dan program transplantasi.
Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Pada
hemodialis, darah dikeluarkan dari tubuh, melalui sebuah kateter,
masuk kedalam sebuah alat besar. Didalam mesin tersebut terdapat
ruang yang dipisahkan oleh sebuah membran semipermiabel. Darah
dimasukkan ke salah satu ruang. Sedangkan ruang yang lain di isi oleh
cairan dialilsis dan diantara ke duanya akan terjadi difusi.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin,
status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
alamat, serta diagnosa medis pasien.
b. Identifikasi penanggung jawab
Identifikasi penanggung jawab meliputi nama, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan pasien.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
(a) Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai
dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah
sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan ( anoreksia ),

Poltekkes Kemenkes Padang


29

mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, dan gatal pada
kulit.
(b) Keluhan saat dikaji
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya nafas berbau
amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
dan mendapat pengobatan apa.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, banign
prostatic hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat
penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit dalam keluarga pasien, apakah ada
anggota keluarga yang mengalami sakit seperti pasien, TB, diabetes
mellitus, hipertensi dan lain-lain.
e. Kebutuhan dasar
1) Makan dan minum
Kaji berapa frekuensi, jumlah, waktu makan dan minum dalam
waktu sebelum dan sedang dirawat saat ini. Pada penyakit gagal
ginjal ini biasanya pasien merasakan mual dan muntah yang
mengakibatkan kurangnya nafsu makan.
2) Tidur
Kaji kualitas tidur pasien yang biasanya terganggu oleh tanda dan
gejala dari penyakit gagal ginjal kronis seperti mual, muntah, nyeri
pada kaki, dan lai-lain.
3) Mandi

Poltekkes Kemenkes Padang


30

Kaji kebersihan tubuh, berapa kali mandi dalam sehari, memakai


sabun atau tidak pasien mandi.
4) Eliminasi
Kaji adanya Penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal
tahap lanjut). Abdomen kembung, diare atau konstipasi serta
dengan tanda-tanda berupa perubahan warna urine, contoh kuning
pekat, merah, coklat, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Aktifitas pasien
Aktifitas pasien biasanya dibantu karena pasien merasakan kram
otot, nyeri pada kaki waktu malam hari, dan lain-lain.
f. Pemeriksaan fisik
1) Tinggi badan dan berat badan
Tinggi badan dan berat badan pasien dapat diukur atau ditimbang
dengan meteran dan juga timbangan. Biasanya berat badan pasien
gagal ginjal kronik mengalami peningkatan bahkan penurunan berat
badan.
2) Tingkat kesadaran
Biasanya tingkat kesadaran pada pasien gagal ginjal menurun sesuai
dengan tingkat uremia di mana dapat memengaruhi sistem saraf
pusat.
3) Tanda-tanda vital
Biasanya pasien gagal ginjal kronik keadaan umumnya lemah dan
terlihat sakit berat. Pada pengukuran tanda-tanda vital sering
didapatkan adanya perubahan RR meningkat. Tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat. Klien bernafas
dengan bau urine ( fetor uremik ) sering didapatkan pada fase ini.
Respons uremia didapatkan adanya pernafasan Kussmaul. Pola nafas
cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
4) Rambut

Poltekkes Kemenkes Padang


31

Biasanya pada pasien gagal ginjal terjadi perubahan rambut seperti


warna, kebersihan, panjang rambut, tekstur, berminyak serta mudah
rontok atau tidak rambut.
5) Mulut
Biasanya pasien gagal ginjal kronikmulutnya kering, berbau amonia
serta adanya peradangan mukosa mulut.
6) Leher
Biasanya pasien gagal ginjal kronik ditemukan ada pembesaran vena
di leher.
7) Dada dan toraks
Biasanya pasien gagal ginjal kronik penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas
dangkal, pneumonitis, edema pulmoner.
8) Abdomen
Biasanya pada pasien gagal ginjal kronik abdomen kembung atau
ditemukan disternsi perut (asietas atau penumpukan cairan,
pembesaran heper pada stadium akhir). Pada saluran pencernaan
terjadi peradangan ulserasi pada sebagaian besar alat pencernaan.
Gejala lainnya adalah terasa metal di mulut, nafas bau amonia, nafsu
makan menurun, mual muntah, perut mengembung, diare atau justru
sulit BAB.
9) Genetalia
Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis iniginjal akan kehilangan
kesanggupan mengekskresi natrium, penderita mengalami retensi
natrium dan kelebihan natrium sehingga penderita mengalami iritasi
dan menjadi lemah. Pengeluaran urine mengalami penurunan serta
mempengaruhi komposisi kimianya, berkurangnya frekwensi
kencing, urine sedikit, urine tidak ada pada gagal ginjal, perubahan
warna urine.
10) Ekstermitas
Biasanya pada pasien gagal ginjal kronis didapatkan adanya kram
otot, nyeri kaki ( memburuk saat malam hari ), kulit gatal,

Poltekkes Kemenkes Padang


32

ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ),


petekie, area ekimosis pada kulit, kuku rapuh kusam serta tipis,
jaringan lunak dan sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
g. Data psikologis
Kaji psikologis pasien gagal ginjal kronis meliputi status emosiaonal,
kecemasan, pola koping, gaya komunikasi, konsep diri diurai
komponen gambaran diri, harga diri, peran identitas dan ideal.
h. Data ekonomi sosial
Kaji pendapatan keluarga per hari atau per bulan serta pekerjaan kepala
keluarga, apa mencukupi untuk hidup sehari-hari.
i. Data spiritual
Kaji kepercayaan, beribadah sesuai kepercayaan.
j. Lingkungan tempat tinggal
Kaji tempat pembuangan kotoran, tempat pembuangan sampah,
pekarangan rumah, sumber air minum serta pembuangan air limbahnya
kemana dari lingkungan tempat tinggal pasien.
k. Pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis
ataupun kolaborasi antara lain :
1) Urine
(a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.
(b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
(c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
(d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
(e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.

Poltekkes Kemenkes Padang


33

(f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat


menunjukkan kerusakan glomerulus (Alimul, 2006).
2) Darah
(a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 gr.
(b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
(c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi
hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein,
bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
(d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
(e) Magnesium fosfat meningkat
(f) Kalsium menurun
(g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam
amino esensial.
(h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.

3) Pemeriksaan radiologik

(a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung
kemih, dan adanya obstruksi (batu).

(b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi


ekstravaskuler, masa

(c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung


kemih, refluks kedalam ureter dan retensi.

Poltekkes Kemenkes Padang


34

(d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya


masa, kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.

(e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk


menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.

(f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan


pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif).

(g) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan


ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.

(h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat


menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.

(i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi


ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.

(j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti


penyebararn tumor).

(k) Magnetic Resonan Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur


ginjal, luasnya lesi invasif ginjal (Mutaqin. Sari, 2014

4) Program pengobatan
Program pengobatan apa saja yang didapat dan dikonsumsi oleh
pasien, mulai dari obat oral atau ijeksi.

2. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul(Diagnosis


Keperawatan NANDA NOC dan NIC 2015-2017)

Dx 1 : Gangguan eliminasi urin : Urinary suppression berhubungan dengan


penurunan frekuensi urine, dan olyguria.

Poltekkes Kemenkes Padang


35

Dx 2 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kettidakmampuan memasukkan atau mencerna
nutrisi oleh karena rasa mual dan muntah.

Dx 3 : kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan


berlebih

Dx 4 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respons muskuloskeletal,


ureum pada jaringan otot : kram otot, kelemahan fisik.

Dx 5 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan respons integumen


ureum pada jaringan kulit, kulit kering dan pecah, berlilin, memar.

3. Rencana Keperawatan

N Diagnosa
NOC NIC
o Keperawatan
1 Gangguan 1. Urinary elimination Elimination urine
eliminasi urine Kriteria Hasil : 1. Monitor eliminasi urin,
a. Pola eliminasi termasuk frekuensi,
b. Bau urin konsistensi, bau, volume, dan
c. Jumlah urin warna yang sesuai
d. Warna urin 2. Catatwaktueliminasiurinterakhi
e. Frekuensi urin ryang sesuai
2. Urin continue 3. Anjurkan pasien/keluarga
Kriteria Hasil : untukmencatatoutput urinyang
a. Keinginan sesuai
berkemih 4. Bantupasiendenganpengemban
b. berkemihdiwada gantoileting
hyang tepat Urine continue
c. lingkungan yang 1. Identifikasi output urin,
bebas hambatan penyebab yang membatalkan
untuk ke toilet pola berkemih, fungsi kognitif,
d. pengosongan masalah kencing ada
kandung kemih sebelumnya
e. jumlah intake 2. Berikan privasi untuk eliminasi
cairan 3. Jelaskan etiologi masalah dan
pelaksanaan untuk tindakan
4. Pantau eliminasi urine,
termasuk frekuensi,
konsistensi, bau, volume, dan
warna

2 Ketidakseimba 1. Nutritional status Nutition management

Poltekkes Kemenkes Padang


36

ngan nutrisi : Kriteria Hasil : 1. Kaji adanya alergi makanan


kurang dari a. masukan/intake 2. Anjurkan pasien meningkatkan
kebutuhan nutrisi Fe, protein, Vit C
tubuh/imbalan b. masukan makanan, 3. Monitor jumlah nutrisi dan
ced nutrition : masukan cairan kandungan kalori
les than body c. energi, rasio berat 4. Timbang berat badan sesuai
badan interval
d. hematokrit, bentuk 5. Beri informasi tentang
otot, hidrasi kebutuhan nutrisi
2. Nutritional status : 6. Kolaborasi ahli gizi
Food and fluid intake Nutrient Therapy
Kriteria Hasil : 1. Monitor makanan dan
a. masukan makanan minuman yang sudah masuk
melalui mulut 2. Kaji prilaku pasien dalam
b. masukan cairan memilih makanana lunak, tidak
melalui selang IV asam
c. masukan nutrisi 3. Ciptakan lingkungan yang
parenteral nyaman dan rileks
Weight : body mass Weight Management
Kriteria Hasil : a. Diskusikan dengan pasien
a. Berat badan hubungan antara masukan
b. Pola makan makanan, latihan, pertambahan
BB dan kehilangan BB
b. Diskusikan dengan pasien
kondisi medis yang dapat
mengakibatkan kegemukan
c. Diskusikan resiko yang
berhubungan dengan BB yang
over dan BB yang kurang
d. Kaji motifasi pasien untuk
mengubah pola kerbiasaan
makan
e. Kaji BB ideal

3 Kelebihan Fluid balance Fluid management


volume cairan a. tekanan darah 1. Pantau makanan dan cairan
b. denyut nadi yang di konsumsi
c. turgor kulit 2. Pantau status hidrasi
d. hematokrit 3. Kaji hasil laboratorium untuk
e. elektrolitserum memonitor cairan atau
f. asupan24jam elektrolit (hematokrit, BUN,
danoutput protein)
seimbang 4. Monitor tanda-tanda vital
Vital sign
a. suhu tubuh
b. pernafasan
4 Intoleransi Activity tolerance Activity therapy
aktifitas Toleransi aktivitas 1. Bantu pasien untuk

Poltekkes Kemenkes Padang


37

Kriteria hasil : mengidentifikasi aktivitas yang


a. Pernafasan yang mampu dilakukan
mudah dengan 2. Bantu untuk memilih aktifitas
aktifitas konsisten yang sesuai dengan
b. Tekanan darah kemampuan fisik, psikologi
sistolik dengan dan sosial
aktifitas tekanan 3. Bantu pasien/keluarga untuk
darah diastolik mengidentifikasi kekurangan
denga aktifitas dalam beraktifitas
c. Perubahan warna 4. Monitor respon fisik, emosi,
kulit sosial dan spiritual
d. Lemahnya Energy management
kekuatan tubuh 1. Identifikasiketerbatasan
bagian atas dan fisikpasien
bawah 2. Identifikasi pasien penyebab
e. Mudah dalam kelelahan
melakukan 3. Pantaupasienuntuk
kegiatan sehari- buktikelelahan fisikdan
hari emosionalyang berlebihan
1. Self care : ADLs
(perawatan diri :
kegiatan sehari-
hari)
Kriteria Hasil :
a. Makan
b. Berpakaian
c. Toileting
d. Mandi
e. Perawatan
f. Kebersihan
g. Oral hygiene
h. Berjalan
i. Merubah
penampilan
j. Posisi diri
5 Kerusakan Tissue integrity : skin Skin surveillance
integritas kulit and mucous 1. Identifikasiekstremitasuntuk
membranes warna, kehangatan, bengkak,
a. suhu kulit pulsa, tekstur,
b. sensasi edemadanulserasi
c. elastisitas 2. Periksakulit dan selaput
d. hidrasi lendiruntukkemerahan,
e. keringat kehangatanekstrim,
f. tekstur ataudrainase
g. ketebalan 3. Monitorkulituntuk
h. perfusi jaringan daerahkemerahandan
i. integritas kulit kerusakan
4. Monitorsumbertekanandan

Poltekkes Kemenkes Padang


38

gesekan
5. Monitorkulit dan selaput
lendiruntukbidangperubahan
warna danmemar
6. Monitorkulituntukruamdan
lecet
7. Monitorwarna kulit
8. Monitorsuhu kulit

Poltekkes Kemenkes Padang

Anda mungkin juga menyukai