Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine. Ureter
mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine
sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine keluar dari tubuh melalui uretra. Semua
organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil dikeluarkan
dengan baik (Potter & Perry, 2010).
Eliminasi urine merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh. Zat yang
tidak dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru
secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk selama
metabolisme pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa ke paru-paru oleh
sistem vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium /
keringat. Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan
kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hidrogen, dan asam (Alimul Hidayat, 2008).
a. Ginjal
Ginjal terdiri atas tiga area, yaitu: korteks, medulla, dan pelvis.
1) Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, terletak di bawah kapsula fibrosa
sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih
dari 1 juta. Semua glomerulus berada di korteks dan 90 % aliran darah menuju
pada korteks.
2) Medulla
Medulla terdiri atas saluran–saluran atau duktus pengumpul yang disebut piramida
ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
3) Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri atas kaliks minor yang kemudian bergabung
menjadi kaliks mayor. Empat sampai lima kali kaliks minor bergabung menjadi
kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal
yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Fungsi ginjal:
a) Pengaturan
volume dan komposisi darah. Ginjal berperan dalam pengaturan volume darah dan
komposisi darah melalui mekanisme pembuangan atau sekresi cairan. Misalnya
jika intake cairan melebihi kebutuhan, maka ginjal akan membuang lebih banyak
cairan yang keluar dalam bentuk urine, sebaliknya jika kekurangan cairan maka
ginjal akan mempertahankan cairan yang keluar dengan sedikit urine yang
dikeluarkan. Jumlah cairan yang keluar dan dipertahankan tubuh berpengaruh
terhadap pengenceran dan pemekatan darah serta volume darah.
Di dalam ginjal juga diproduksi hormon eritropoietin yang dapat menstimulasi
pembentukan sel darah merah. Pada kondisi kekurangan darah, anemia, atau
hipoksia, maka akan lebih banyak diproduksi eritropoietin untuk memperbanyak
produksi sel darah merah.
b) Pengaturan jumlah dan konsentrasi elektrolit pada cairan ekstrasel, seperti natrium,
klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfat, dan hidrogen. Konsentrasi elektrolit
ini mempengaruhi pergerakan cairan intrasel dan ekstrasel. Bila terjadi pemasukan
dan kehilangan ion-ion tersebut, maka ginjal akan meningkatkan atau mengurangi
sekresi ion-ion penting tersebut.
c) Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa (pH) darah.
Pengendalian asam basa darah oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urine yang
asam atau basa melalui pengeluaran ion hidrogen atau bikarbonat dalam urine.
d) Pengaturan tekanan darah. Ginjal berperan dalam pengaturan tekanan darah
dengan menyekresi enzim rennin yang mengaktifkan jalur rennin-angiotensin dan
mengakibatkan perubahan vasokontriksi atau vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah atau menurunkan tekanan darah.
e) Pengeluaran dan pembersihan hasil metabolisme tubuh seperti urea, asam urat,
dan kreatinin yang jika tidak dikeluarkan dapat bersifat toksik khususnya pada otak.
f) Pengeluaran komponen-komponen asing seperti pengeluaran obat, peptisida, dan
zat-zat berbahaya lainnya (Tarwoto & Wartonah, 2011).
b. Ureter
c. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi sebagai penampung air seni (urine). Dalam kandung kemih, terdapat lapisan
jaringan otot yang memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai detrusor dan
berfungsi untuk mengeluarkan urin. Pada dasar kandung kemih, terdapat lapisan
tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot
lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga
uretra dapat menyalurkan urin dari kandung kemih keluar tubuh (Alimul Hidayat,
2008).
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot
lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot
lingkar menjadi kendur dan terjadi kontraksi sphincter bagian dalam sehingga urine
tetap tinggal dalam kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan
motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar.
Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya
sphincter (Alimul Hidayat, 2008).
d. Uretra
Urine mengalir dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Normalnya, aliran turbulen urine melalui uretra akan
membersihkannya dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra
menyekresikan mukus ke dalam saluran uretra.
Uretra dikelilingi oleh lapisan otot polos yang tebal. Selain itu, uretra turun
melalui lapisan otot-otot lurik yang disebut otot panggul. Jika otot ini berkontraksi,
aliran urine melalui uretra dapat dicegah (Potter & Perry, 2010).
Pada wanita panjangnya sekitar 4 cm, lokasinya antara klitoris dengan liang
vagina. Panjang uretra laki-laki sekitar 20 cm, terbagi atas 3 bagian: prostatik uretra
yang panjangnya sekitar 3 cm, terletak di bawah leher kandung kemih sampai kelenjar
prostat, bagian kedua adalah membranasea uretra yang panjangnya 1-2 cm yang di
sekitarnya terdapat sfingter utetra eksterna, dan pada bagian akhir adalah kavernus
atau penile utetra yang panjangnya sekitar 15 cm memanjang dari penis sampai
orifisium uretra (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Fungsi dari uretra adalah menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar.
Adanya sfingter uretra interna yang dikontrol secara involunter memungkinkan urine
dapat keluar serta sfingter uretra eksterna memungkinkan pengeluaran urin dapat di
kontrol. Di samping untuk pengeluaran urine, pada laki-laki uretra juga tempat
pengeluaran sperma pada saat ejakulasi (Tarwoto & Wartonah, 2011).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Mc Clellan, 2006 dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi
penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan kerusakan
ginjal dan kerusakan Glomerular Filtration Rae (GFR) dengan angka GFR ≤ 60
ml/menit/1.73 (Prabowo, 2014).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun mengarah pada
kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan progresif. Adapun gagal ginjal
terminal adalah fase terakhir dari gagal ginjal kronik dengan faal ginjal sudah sangat
buruk.
Kedua hal tersebut biasa dibedakan dengan tes klirens kreatinin (Irwan, 2016). Dari
beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan gagal ginjal kronik adalah penyakit renal
tahap akhir dimana ginjal gagal mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang berlansung ≥ 3 bulan.
2. Penyebab
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering
adalah diabetes mellitus dan hipertensi.
Selain itu, ada beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu: (Prabowo,
2014)
a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis),
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis),
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal),
d. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis),
e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithiasis),
f. Penyakit kolagen (systemic lupus erythematosus),
g. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida).
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang bersifat
sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang
banyak (organs multifunction), sehingga keruskan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah
tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis (Prabowo, 2014):
a. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan turgor
kulit, kelemahan, fatique dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran
(somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah
peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan
yang tidak terkompensasiakan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas
adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effuse
pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema
periorbital dan edema perifer.
c. Respiratory system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura, crackles,
sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan sesak napas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal
karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai
parotitis, esophagitis, gastritif, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/usus besar,
colitis dan pankreatis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia,
nausea dan vomiting.
e. Integument
Kulit pucat kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan nada scalp. Selain itu biasanya
juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae dan timbunana urea pada
kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan reflex kedutan, daya memori
menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari
hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic encephalopathy.
g. Endokrin
Biasanya terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi
aldosterone dan kerusakan metabolism karbohidrat.
h. Hematopoitik
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia (dampak
dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada system
hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura,ekimosis dan petechiae).
i. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan kalsifikasi
(otak, mata, sendi, miokard).
4. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth, 2001 fungsi renal menurun, produk akhir metabolism
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialysis. Gangguan klirens renal. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens susbstansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-
jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurunya filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling
sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis
reninangiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosterone. Pasien lain
mempunyai kecendrungan untuk kehilangan garam, mencetuskan risiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat.
Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi. Anemia terjadi sebagai
akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah,
defisiensi nutrisi, dan kecendrungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu substansi normal yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah
merah.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal
kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan
turun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat
serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal
ginjal, tubuh tidak berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,
dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25-dihidrokolekalsiferol) yang
secara normal dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan
gangguanyang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi. Pasien
yang mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan cepat memburuk daripada mereka yang tidak mengalami
kondisi ini.
5. PemeriksaanPenunjang
6. Penatalaksanaan
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan pengembalian, maka
tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis adalah untuk mengoptimalkan
fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk
memperpanjang harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal
kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan meminimalisir
komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien. Oleh karena itu, beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronik
(Prabowo, 2014):
a. Perawatan kulit yang baik
Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik melalui personal hygiene (mandi/seka)
secara rutin. Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alcohol untuk
mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/sabun yang mengandung gliserin
karena akan mengakibatkan kulit tambah kering.
b. Jaga kebersihan oral
Lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang
lembut/spon. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan manis) untuk mengurangi rasa
tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu makanan favorit sesuai
dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori, rendah natrium dan kalium
d. Pantau adanya hyperkalemia
Hyperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan dan
abdomen, dan diarea. Selain itu pemantauan hyperkalemia dengan hasil ECG.
Hyperkalemia bisa diatasi dengan dialysis.
e. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan pemberian antasida
(kandungan alumunium/kalsium karbonat).
f. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Dilakukan dengan memeriksa ada/tidaknya distensi vena jugularis, ada/tidaknya
crackles pada auskultasi paru. Selain itu, status hidrasi bisa dilihat dari keringat
berlebih pada aksila, lidah yang kering, hipertensi dan edema perifer. Cairan hidrasi
yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urin 24 jam.
g. Kontrol tekanan darah
Tekanan darah diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah dengan
mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan anti hipertensi.
h. Pantau ada/tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi.
i. Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya kegagalan
napas akibat obstruksi.
j. Jaga kondisi septik dan aseptic setiap prosedur perawatan (pada perawatan
luka operasi)
k. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan
Pantau kadar hemoglobin dab hematocrit klien. Pemberian heparin selama klien
menjalani dialysis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
l. Atasi komplikasi dari penyakit
Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka harus dipantau
secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dapat diatasi dengan
membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretic, preparat inotropic (digitalis/dobutamin)
dan lakukan dialysis jika perlu. Kondisi asidosis metabolic bisa diatasi dengan
pemberian natrium bikarbonat atau dialysis.
m. Laporkan segera jika ditemui tanda-tanda pericarditis (friction rub dan nyeri
dada).
n. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal. Untuk membantu mengoptimalkan fungsi
ginjal maka dilakukan dialysis. Jika memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan
transplantasi ginjal.
7. Komplikasi
Menurut Baughman, 2000 komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal
kronis adalah:(Prabowo, 2014)
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur patologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi
hipertrofi ventrikel kiri).
c. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal
(endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan
terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.
Pathway Gangguan Eliminasi Urine
(pada GGK)
Edema Kelebihan
Volume
Cairan
Konsep Asuhan Keperawatan Eliminasi Urine
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK)
1. Pengkajian
a. Kebiasaan berkemih
b. Pola berkemih
Frekuensi berkemih
frekuesi berkemih menentuka berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam
Urgensi
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut
megalami inkotinensia jika tidak berkemih
Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan pada
striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa adanya
peingkata asupa caira. Keadaan ini dapat terjadi pada penyekit diabetes, defisiensi
ADH, dan penyakit kronis ginjal.
Urinaria supresi
Keadaan produksi urine yang berhenti secara medadak. Bila produksi urine kurag
dari 100 ml/hari dapat dikataka anuria, tetapi bila produksiya atara 100–500 ml/hari
dapat dikatakan sebagai oliguria.
c. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natirum) dapat mempengaruhi jumlah urin
yang dibentuk, sedangkan kopi dapat meningkatkan jumlah urin
Gaya hidup
Stress psikologi dapat meingkatkan frekuensi keinginan berkemih.
Tingkat aktivitas
e. Keadaan Urine
Keadaan urine meliputi : warna, bau, berat jeis, kejernihan, pH, protein, darah,
glukosa.
f. Tanda klinis gangguan elimiasi urine seperti retensi urine, inkontinensia urine.
g. Pemeriksaan Fisik
6) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub
pericardial.
9) Ekstremitas : capillary refill time > 3 detik, kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
10) Kulit : ekimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritus), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
b) Darah
c) Pemeriksaaan radiologik
(1) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya obstruksi
(batu).
(2) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
massa.
(3) Sistouretrogram berkemih: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
kedalam ureter dan retensi.
(4) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
(5) Biopsy ginjal: merupakan salah satu pemeriksaan diagnostik yang terpenting
yang telah berkembang berapa abad terakhir dan telah menghasilkan
kemajuan yang sangat pesat dalam pengetahuan riwayat ginjal.
Indikasi utama biopsy ginjal adalah untuk mendiagnosis penyakit ginjal difus
dan mengikuti perkembangan lebih lanjut, dilakukan secara endoskopik,
untuk menentukan sel jaringan untuk diagnostic histologi.
(6) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal
(keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
(7) Elektrokardiografi/EKG : mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektolit dan asam basa
(8) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
(9) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran
dan bentuk ginjal.
2. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan GGK adalah
(NANDA, 2015-2017):
a. Gangguan eliminasi urin : Urinary suppressions berhubungan dengan penurunan
frekuensi urin, dan olyguria.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
3. Intervensi Keperawatan