Anda di halaman 1dari 9

BAB II

ISI

2.1 Fisiologi eliminasi urine

Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal
menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine ureter mentransport urine dari ginjal ke
kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine
keluar dari tubuh melalui uretra. Semua organ system perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya
urine berhasil di keluarkan dengan baik

2.1.1 Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak
kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terdapat peritoneum dan terletak
pada otot punggung bagian dalam. ginjal terbentuk dari vertebra torakalis ke duabelas sampai vertebra
lumbalis ketiga. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai 2cm dari ginjal kanan, karena
posisi anatomi hati. Setiap gijal secara khas berurutan 12cm kali 7cm dan memiliki berat 120-150gram,
setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang kokoh dan di kelilingi lapisan lemak

Produk buangan /limbah dari hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah di filtrasi di ginjal.
Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis (ginjal) yang merupakan percabangan dari aorta
abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Sekitar 20-25% curah jantung bersirkulasi
setiap hari melalui ginjal. Nefron, yang merupakan unti fungsional ginjal membentuk urine. Nefron
tersusun atas glomerulus capsula bowman dan tubulus kontraktus proksimal, ansehenle, tubulus distal,
dan duktus pengumpul. Darah masuk ke nefron melalui arteriola averent. Glomerulus, yang merupakan
tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan urine. Kapiler glomerulus memiliki pori-
pori sehingga dapat memfiltrasi air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, urea, kreatinin, dan
elektrolit-elektrolit utama kedalam kapsul bowman. Dalam kondisi normal, protein yang berukuran
besar dan sel-sel darah tidak di filtrasi melalui glomerulus. Apabila di dalam urine terdapat protein yang
berukuran besar (proteinuria) , Makah al ini merupakan tanda adanya cedera pada glomerulus.
Glomerulus memfiltrasi sekitar 125ml filtrate per menit tidak semua filtrate di glomerulus di ekskresi
sebagai urine. Setelah filtrate meninggalkan glomerulus, filtrate masuk ke system tubulus dan duktus
pengumpul, yang merupakan tempat air dan substansi, seperti glukosa, asam amino, asam urat, dan ion-
ion natrium serta kalium direabsorbsi kembali kedalam secara selektif

Ginjal bertanggung jawab untuk mempertahankan volume normal sdm. Ginjal memperoduksi
eritropoietin, sebuah hormone yang terutama di lepaskan dari sel-sel glomerulus khusus, yang dapat
merasakan adanya penurunan oksigenasi sel darah merah (hipoksia local) eritropoietin juga
memperpanjang umur hidup sdm yang telah matang.

3
2.1.2 Rennin

Rennin adalah hormone lain yang di produksi oleh ginjal. Fungsi utama hormone ini adalah
untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia ginjal ( penurunan suplai darah) rennin di
sintesis dan di lepaskan dari sel jukstaglomerulus, yang berada di apparatus jukstaglomerulus fungsi
rennin adalah sebagai enzim yang mengubah angiotensinogen (suatu substansi yang di sentesis oleh
hati). Ginjal juga berperan penting dalam pengaturan kalsium dan pospat. Ginjal bertanggung jawab
dalam memproduksi substansi yang mengubah vitamin D menjadi vitamin D dalam bentuk aktif.

2.1.3 Ureter

Urine meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan mentranspor urine ke
pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama
pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 sampai 30 cm dan
berdiameter 1,25cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitorium untuk
memasuki kandung kemih di dalam rongga panggung (pelvis) pada sambungan ureterovesikalis. Urine
yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. Dinding ureter terbentuk dari 3 lapisan
jaringan. Lapisan bagian dalam merupakan membrane mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis
renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah terdiri dari substansi otot polos yang mentransport urine
melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang di stimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan
luar ureter adalah jaringan penyambung mukosa yang menyokong ureter.

Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih dalam bentuk semburan,
dan bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding poteriol kandung kemih
dalam posisi miring.pengaturan ini dalam kondisi normal dalam kondisi normal refluk urine dari kandung
kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses berkemih) adanya obstruksi di dalam salah satu ureter,
seperti batu ginjal (kalkulus renalis) menimbulkan gerakan peristaltis yang kuat yang mencoba
mendorong obstruksi ke dalam kandung kemih.

2.1.4 Kadung kemih

Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan
otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan ekskresi. Kandung kemih berada dalam
rongga panggul di belakang simfisis pubis. Pada pria kandung kemih terletak pada rectum bagian
posterior dan wanita kandung kemih terletak pada dinding anterior uterus dan vagina. Bentuk kandung
kemih berubah saat ia terisi urine. Kandung kemih dapat menampung sekitar 600ml urine walaupun
pengeluaran urine normal sekitar 300ml.

4
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai keatas simpisis pubis.
Trigonum (suatu daerah segitiga yang halus pada permukaan bagian dalam kandung kemih) merupakan
dasar kandung kemih.

Dinding kandung kemih memiliki 4 lapisan: lapisan mukosa di dalam, sebuah lapisan submukosa
pada jaringan penyambung, sebuah lapisan otot dan lapisan serosa di bagian luar sfingter mencegah
urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah control volunter (kontrol otot yang di sadari)

2.1.5 uretra

urine keluar dari kandung kemih melalui uretra keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam
kondisi normal aliran urine yang mengalami turbulansi membuat urine bebas dari bakteri uretra pada
wanita memiliki panjang sekitar 4 sampai 6,5cm. panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi
faktor redisposisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari
daerah perineum. Uretra pada pria yang merupakan saliran perkemihan dan jalan keluar sel serta
sekresi dari organ reproduksi, memiliki panjang 20cm. uretra pada pria ini memiliki 3 bagian yaitu:
uretra prostatic, uretra membranose, dan uretra penil/uretra prostatic

2.1.6 cara kerja perkemihan

beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih meliputi korteks serebral,
thalamus, ipotalamus, dan batang otak. Secara bersama-sama, struktur otak ini menekan kontraksi otot
dektrusol kandung kemih sampai individu ingin berkemih/ buang air dua pusat di pons yang mengatur
mikturisi / berkemih, yaitu : pusat M mengaktifkan refleks otot dektrusol dan pusat L
mengkoordinasikan tonus otot pada dasar panggul.pada saat berkemih, respon yang terjadi kontraksi
kantong kemih relaksasi otot pada dasar panggul yang koordinasi.

Dalam kondisi normal dapat menampung 600ml urine namun, keinginan untuk berkemih dapat di
rasakan pada saat kandung kemih terisi urine dalam jumblah yang kecil (150-200ml pada orang dewasa
dan 50-200ml pada anak kecil). Implus syaraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot
detrusor untuk berkontraksi, secara teratur sfingter uretra interna juga berelaksasi sehingga urine dapat
masuk ke dalam uretra, walaupun berkemih belum terjadi. Apabila individu memilih untuk tidak
berkemih, sfingter urinarius eksterna dalam keadaan berkontraksi dan refleks mikturisi di hambat.
Namun pada saat individu memilih untuk berkemih sfingter eksterna berelaksasi, refleks mikturisi
menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih yang
efisien. Apabila keinginan untuk berkemih di abaikan berulang kali, daya tampung kandung kemih dapat
menjadi maksimal dan menimbulkan tekanan pada sfingter sehingga dapat membuat control volunteer
tidak mungkin lagi di lanjutkan.

Kerusakan pada medulla spinalis di atas daerah sakralis menyebabkan hilangnya control volunter
berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap utuh sehingga memungkinkan terjadinya berkemih
secara refleks. Kondisi ini disebut refleks kandung kemih.

5
Faktor yang mempengaruhi urinasi

Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk
berkemih. Beberapa perubahan dapat bersifat akut dan kembali pulih atau reversible (misalnya, infeksi
saluran kemih) sementara perubahan yang lain dapat bersifat kronis dan tidak dapat kembali pulih atau
ireversibel (misalnya terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif dan lambat). Proses penyakit
yang terutama mempengaruhi fungsi ginjal (menyebabkan perubahan pada volume pada kualitas urine)
pada awalnya secara umum di katagorikan sebagai prarenalis, renalis, atau pascarenalis.

Perubahan prerenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran darah yang bersirkulasi ke dan
melalui ginjal yang menyebabkan selanjutnya akan menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan ginjal.
Dengan kata lain, perubahan tersebut terjadi di luar system perkemihan penurunan perfusi ginjal
menyebabkan oliguria(berkurangnya kemampuan untuk membentuk urine) atau yang lebih jarang
terjadi, anuria( ketidak mampuan untuk memproduksi urine). Perubahan renalis di sebabkan oleh
faktor-faktor yang menyebabkan cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis sehingga
mengganggu fungsi normal filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi pada glomerulus atau tubulus renalis
tersebut. Perubahan pascarenalis terjadi akibat adanya obstruksi pada system pengumpul urine di setiap
tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang berada di dalam ginjal, tetapi berada di dalam system
urinarius). Urine di bentuk oleh system perkemihan, tetapi tidak dapat di eliminasi oleh cara-cara yang
normal.

Selain perubahan karena penyakit, faktor-faktor lain juga harus di pertimbangkan jika klien
mengalami gejala-gejala yang terkait dengan eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja
perkemihan dapat merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsi, dan kognitif sehingga
menyebabkan inkontinesia, retensi, dan infeksi.

2.2.1 Pertumbuhan dan perkembangan

Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Dengan demikian urine mereka
nampak lebih berwarna kuning jernih atau bening. Bayi dan anak-anak mengekresi urine dalam jumblah
yang besar di bandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya anak yang berusia 6 bulan
dengan berat badan 6 sampai 8 kg mengekresi 400 sampai 500 ml urine setiap hari. Berat badan anak
sekitar 10% dari berat badan orang dewasa tetapi mengsekresi 33% urine lebih banyak dari pada urine
yang di sekresikan orang dewasa.

Orang dewasa dalam kondisi normal mengekskresikan 1500 sampai 1600ml urine setiap hari. Ginjal
memekatkan urine, mengeluarkan urine normal yang berwarna kekuningan. Individu dalam kondisi
normal tidak bangun untuk berkemih selama ia tidur karena aliran darah ginjal menurun selama istirahat
dan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun.

6
Proses penuaan mengganggu mikturisi. Maslah mobilitasi kadangkala membuat lansia sulit
mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin terlau lemah untuk bangkit dari tempat
duduk toilet tanpa di bantu. Penyakit nourologis kronis, seperti Parkinson atau cedera serebrovaskular
(stroke) menggangu sensasi keseimbangan dan membuat seorang pria sulit berdiri saat berkemih atau
membuat seorang wanita sulit untuk berjalan ke kamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan
control dalam proses berfikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat
diprediksikan. Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa kandungan
kemihnya penuh atau tidak mampu mengingat kembali prosedur untuk buang air.

2.2.2 Faktor sosiolkultural

Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Masyarakat amerika utara mengharapkan
agar fasilitas toilet merupakan suatu yang pribadi semantara beberapa budaya eropa menerima fasilitas
toilet yang di gunakan secara bersama-sama. Peraturan social (misalnya, saat istirahat sekolah)
mempengaruhi waktu berkemih. Penyediaan pipa di dalam rumah mungkin jarang tersedia di daerah
permukiman miskin seperti Appalachia, bagian dalam maine, serta komunitas terpencil lain di
pegunungan.

2.2.3 Faktor pisikologis

Ansitas dan strees emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekwensi
berkemih meningkat.seorang individu yang cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih,
bahkan setelah buang air beberapa menit sebelumnya.

Ansietas juga dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan
emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra
eksterna tidak berelaksasi secara total, buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urine di
dalam kandung kemih. Usaha untuk buang air kecil di kamar mandi umum, untuk sementara dapat
membuat individu kesulitan berkemih.

2.2.4 Kebiasaan peribadi

Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan individu. Beberapa
individu memerlukan distraksi (misalnya membaca)untuk rileks

2.2.5 Tonus otot

Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan control sfinger
uretra eksterna. Control mikturisi yang buruk dapat di akibatkan oleh otot yang di pakai dan merupakan
akibat dari lemahnya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan, atrofi otot setelah menopause,
kerusakan otot akibat trauma

7
2.2.6 Kondisi penyakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Adanya luka pada syaraf perifer
yang menuju ke kandung kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi
penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya, diabetes
mellitus dan sklerosis mulipel menyebabkan kondisi nouropatik yang mengubah fungsi kandung kemih.

2.2.7 Prosedur bedah

Strees pembedahan pada awalnya memicu sindome adaptasi umum kelenjar hipofisis posterior melepas
sejumblah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorpsi air dan mempengaruhi haluaran urine.
Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjalani pembedahan yang di
akibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoprasi, yang memperburuk berkurangnya haluaran urine.
Respon strees juga meningkatkan kadar aldosteron, menyebabkan berkurangnya haluran urine dalam
upaya mempertahankan volume sirkulasi cairan.

2.2.8 Obat-obatan

Diuretic mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran urine. Retensi
urine dapat di sebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (misalnya, atropine), antihistamin
(misalnya, Sudafed), antihipertensi (misalnya, aldoment), dan obat penyekat beta-adrenergik (misalnya
inderal). Beberapa obat mengubah warna urine. Klien yang fungsi ginjalnya mengalami perubahan
memerlukan penyesuaian pada dosis obat yang disekresi oleh ginjal.

2.2.9 Pemeriksaan diagnosik

Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur seperti suatu tindakan
pielogram intravena atau urogram, tidak memperbolehkan klien mengkonsumsi cairan per oral sebelum
tes di lakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine. Pemeriksaan
diagnosik (misalnya, sistoskopi). Yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat
menyebabkan timbulnya edema local pada jalan keluar uretra dan spasme pada sfingter kandungan
kemih. Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur ini dan dapat mengeluarkan
urine berwarna merah atau merah muda karena perdarahan akibat trauma pada mukosa kandung
kemih.

2.3 Perubahan dalam eliminasi urine

Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktifitas
berkemihnya gangguan ini di akibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih adanya obstruksi pada
aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara volunter.

8
Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau permanen dalam jalur normal ekskresi
urine, klien yang menjalani diversi urine memiliki masalah khusus karena urine keluar melalui stomata.

2.3.1 retensi urine

Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih akibat ketidak mampuan
mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul di kandung kemih meregangkan dindingnya
sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis, gelisah, dan terjadi
diaphoresis(berkeringat)

Pada kondisi normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan mencegah aktivasi
reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu.

2.3.2 infeksi saluran kemih bawah

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi di dapat di rumah sakit yang paling sering terjadi di amerika
serikat. Infeksi ini bertanggung jawab untuk lebih dari kunjungan dokter per tahun (jhonson,1991).
Bakteri dalam urine (bakteriuria) dapat memicu penyebaran organisme ke dalam aliran darah dan ginjal

Penyebab yang paling sering infeksi ini adalah di masukkannya suatu alat ke dalam saluran perkemihan
misalnya pemasukan kateter melalui uretra akan menyediakan rute langsung masuknya
mikroorganisme. Pada orang dewasa suatu kateterisasi yang di pasang sebentar membawa masuk
kesempatan infeksi sebesar 1%, sementara prosedur yang sama memiliki resiko infeksi 20% pada lansia
(yoshikawa,1993)

2.3.3 inkontinesia urine

Inkontinesia urine adalah kehilangan control berkemih . inkontinesia dapat bersifat smentara atau
menetap klien tidak lagi mengontrol sfingter uretra eksterna merembesnya urine dapat berlangsung
terus menerus atau sedikit-sedikit lima tipe inkontinesia: inkontensia fungsional, inkonensia refleks
(overflow), inkontinesia strees, inkontinesia total

9
3.1 kesimpulan

Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal
menyaring produk limbah dari darah untuk membentuk urine ureter mentransport urine dari ginjal ke
kandung kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine
keluar dari tubuh melalui uretra. Semua organ system perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya
urine berhasil di keluarkan dengan baik

10
Daftar pustaka

Perry, A. G. & Potter, P.A. (1993). Fundamental of nursing : concept, process practice

11

Anda mungkin juga menyukai