Anda di halaman 1dari 14

UNIVERSITAS FALETEHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)
(ELIMINASI)

AYU RAHMADENTY
5022031022

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
SERANG - BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. Konsep Dasar Eliminasi
a. Pengertian Eliminasi
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang ensensial dan berperan
penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Secara umum sisa-
sisa metabolism dibagi menjadi dua yaitu eliminasi fekal (buang air besar/
defekasi) dan eliminasi urine (buang air kecil/BAK) (Haryono, 2012).
Eliminasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolism
berupa feses atau urine yang berasal dari saluran pencernaan dan kencing
melalui anus atau uretra (Tarwoto & Wartonah, 2004). Jadi, eliminasi adalah
sisa metabolisme yang disaring melalui saluran pencernaan atau saluran
kecinng yang berupa feses dan urine. Sedangkan eliminasi urin normalnya
adalah pengeluaran cairan sebagaihasil filtrasi dari plasma darah di
glomerulus. Dari 180 liter darah yangmasuk ke ginjal untuk difiltrasi, hanya
1-2 liter saja yang dapat berupa urin. Sebagian besar hasil filtrasi akan
diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Tarwoto &
Wartonah, 2010). Dalam kondisi normal urine yang dikeluarkan sebanyak
1400-1500cc/24jamatau sekitar 30-50ml/jam pada orang dewasa, bayi 60-
400ml/hari, anak-anak500-1000ml/hari.
B. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Fisiologi Saluran Perkemihan
1. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ yang berbentuk biji kacang dan terletak di
kedua sisi medulla spinalis, dibalik rongga peritoneum. Ginjal terdiri atas
satu juta unit fungsional nefron yang bertugas menyaring darah dan
membuang limbah metabolik.
Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis
ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari ginjal
kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran 12 cm
x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak
dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan
proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang
kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.

2. Ureter

Ureter adalah tabung yang berasal dari ginjal dan bermuara di kandung
kemih. Panjang ureter sekitar 25-30 cm dengan diameter 1,25 cm pada orang
dewasa. Bagian atas ureter berdilatasi dan melekat pada hilus ginjal,
sedangkan pada bagian bawahnya memasuki kandung kemih pada sudut
posterior dasar kandung kemih.
Urine di dorong melewati ureter dengan gelombang peristaltis yang terjadi
sekitar 1-4 kali per menit. Ureter membentang pada posisi retroperitonium
untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada
sambungan ureter ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung
kemih umumnya steril.
3. Kandung Kemih
Kandung Kemih atau vesika urinaria merupakan sebuah kantong yang terdiri
atas otot halus, yang berfungsi untuk menampung urine. Dalam kandung
kemih terdapat berupa lapisan jaringan otot yang paling dalam, memanjang
dan melingkar atau disebut dengan istilah detrusor yang berfungsi untuk
mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya
meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan
dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian,
kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan
kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain
sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel
otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot
detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi
seluruh kandung kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari
kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum.
Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang
membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter
memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat
dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang
berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat
memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor
dan kemudian melewati 1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung
kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.

Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 – 3 cm, dan


dindingnya terdiri dari otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar
jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya
secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior
agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah pengosongan
kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih
meningkat di atas ambang kritis.Setelah uretra posterior, uretra berjalan
melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut
sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang
berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari
otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf
volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan
bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
4. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi
membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan
kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir
dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk
mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi
uretra.
5. Persyarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan
dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus
pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat
sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih.
Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama
bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan
pengosongan kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat
parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada
dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian
mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe
persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting
adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju
sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang
mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Kandung kemih
juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus
hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis.
Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan
sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf
sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam
menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandung
kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama
yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada
perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir
melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih. Urin mengalir
dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis
dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi
peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang
ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah
kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-neuron pada pleksus
intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan
dihambat oleh perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih
menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya.
Ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding
kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung
kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik
urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat
selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap
gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan
tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung
kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam
kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung
kemih kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama
berkemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna.
Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali
kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam
ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat
meningkatkan tekanan di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula
renalis, mengakibatkan kerusakan daerah ini.
6. Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter
tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat
sehubungan dengan rasa nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga
menyebabkan refleks simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan
arteriol-arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin dari
ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat penting untuk
mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam pelvis ginjal yang
ureternya tersumbat.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

1. Jumlah Air yang Diminum


Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin banyak. Apabila
banyak air yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah
sedikit, sehingga pembuangan air jumlahnya lebih banyak dan air
kencing akan terlihat bening dan encer. Sebaliknya apabila sedikit air
yang diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah akan banyak
sehingga pembuangan air sedikit dan air kencing berwarna lebih kuning.
2. Jumlah Garam
Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah Supaya tekanan osmotik
tetap, semakin banyak konsumsi garam maka pengeluaran urin semakin
banyak.
3. Konsentrasi Hormon Insulin
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin.
Kasus ini terjadi pada orang yang menderita kencing manis.
4. Hormon Antidiuretik (ADH)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika
darah sedikit mengandung air, maka ADH akan banyak disekresikan ke
dalam ginjal, akibatnya penyerapan air meningkat sehingga urin
yang terjadi pekat dan jumlahnya sedikit. Sebaliknya, apabila
darah banyak mengandung air, maka ADH yang disekresikan ke dalam
ginjal berkurang, akibatnya penyerapan air berkurang pula, sehingga
urin yang terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.
5. Suhu Lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga
suhunya dengan mengurangi jumlah darah yang mengalir ke
kulit sehingga darah akan lebih banyak yang menuju organ tubuh, di
antaranya ginjal.
6. Faktor Psikologis
Kondisi Stress dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan stimulus
berkemih dan juga stimulus buang air besar (diare) sebagai upaya
kompensasi.
D. Proses Pembentukan Urine

Ginjal merupakan tempat yang digunakan untuk mengeluarkan zat sisa


metabolisme dalam bentuk urine. Proses pembentukan urine melalui
tiga tahapan yaitu melalui mekanisme filtrasi, reabsorpsi dan sekresi.
1.Filtrasi
Proses pertama dalam pembentukan urine adalah proses filtrasi
yaitu proses perpindahan cairan dari glomerulus menuju ke kapsula
bowman dengan menembus membrane filtrasi. Membran filtrasi terdiri
dari tiga bagian utama yaitu: sel endothelium glomerulus, membrane
basiler, epitel kapsula bowman. Di dalam glomerulus terjadi proses
filtrasi sel-sel darah, trombosit dan protein agar tidak ikut dikeluarkan
oleh ginjal. Hasil penyaringan di glomerulus akan menghasilkan urine
primer yang memiliki kandungan elektrolit, kritaloid, ion Cl, ion
HCO3, garam-garam, glukosa, natrium, kalium, dan asam amino.
Setelah terbentuk urine primer maka didalam urine tersebut tidak lagi
mengandung sel-sel darah, plasma darah dan sebagian besar protein
karena sudah mengalami proses filtrasi di glomerulus.
2.Reabsorpsi
Reabsorpsi merupakan proses yang kedua setelah terjadi filtrasi di
glomerulus. Reabsorpsi merupakan proses perpindahan cairan dari
tubulus renalis menuju ke pembuluh darah yang mengelilinginya yaitu
kapiler peitubuler. Sel-el tubulus renalis secara selektif mereabsorpsi
zat-zat yang terdapat pada urine primer dimana terjadi reabsorpsi
tergantung dengan kebutuhan. Zat-zat makanan yang terdapat di
urine primer akan direabsorpsi secara keseluruhan, sedangkan
reabsorpsi garam-garam anorganik direabsorpsi tergantung jumlah
garam-garam anorganik di dalam plasma darah. Proses reabsorpsi
terjadi dibagian tubulus kontortus proksimal yang nantinya akan
dihasilkan urine sekunder setelah proses reabsorpsi selesai. Proses
reabsorpsi air di tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus
distal. Proses reabsorpsi akan terjadi penyaringan asam amino,
glukosa, asam asetoasetat, vitamin, garam-garam anorganik dan air.
Setelah pembentukan urine sekunder maka di dalam urine
sekunder sudah tidak memiliki kandungan zat-zat yang dibutuhkan
oleh tubuh lagi sehingga nantinya urine yang dibuang benar-benar
memiliki kandungan zat yang tidak dibutuhkan tubuh manusia.

3. Sekresi
Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung
Henle akan mengalir menuju tubulus kontortus distal. Urine sekunder
akan melalui pembuluh kapiler darah untuk melepaskan zat-zat
yang sudah tidak lagi berguna bagi tubuh. Selanjutnya, terbentuklah
urine yang sesungguhnya. Urine ini akan mengalir dan berkumpul di
tubulus kolektivus (saluran pengumpul) untuk kemudian bermuara
ke rongga ginjal.
E. Komposisi Urine
Komposisi urine yang paling utama adalah terdiri dari air, urine pada
kondisi normal umumnya mengandung 90% air. Kandungan lainnya
urea, asam urat dan ammonia yang merupakan zat sisa dari
pembongkaran protein, zat warna empedu yang membuat warna urine
kita menjadi kuning, bermacam-macam garam / NaCl, dan terdapat
beberapa zat yang beracun.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa

1) Identitas Klien : meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,


pekerjaan, dan identitas penanggung jawab.
2) Keluhan Utama (Alasan Dirawat Di Rumah Sakit) : Keluhan
utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang
riwayat keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala, dan Time)
3) Riwayat Kesehatan Sekarang : kaji status kesehatan pasien saat
dilakukannya pengkajian.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu (Perawatan Di Rs Terakhir) : riwayat
kesehatan dahulu terutama yang berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal. Ataupun riwayat
dirawat di rumah sakit atau pembedahan.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga : mengkaji riwayat
kesehatan keluarga untuk mengetahui apakah ada penyakit
keturunan di keluarga pasien.
6) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan : kaji persepsi
pasien terhadap penyakitnya, dan penggunaan tembakau, alkohol,
alergi, dan obat-obatan yang dikonsumsi secara bebas atau resep
dokter.
7) Pola Nutrisi/Metabolisme : mengkaji diet khsusus yang diterapkan
pasien, perubahan BB, dan gambaran diet pasien dalam
sehari untuk mengetahui adanya konsumsi makanan yang
mengganggu eliminasi urin atau fekal.

8) Pola Eliminasi : kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta


masalah yang dialami. Ada atau tidaknya konstipasi, diare,
inkontinensia, retensi, dan gangguan lainnya. Kaji penggunaan
alat bantu.
9) Pola Aktivitas atau Olahraga : pola aktivitas terkait dengan
ketidakmampuan pasien yang disebabkan oleh kondisi kesehatan
tertentu atau penggunaan alat bantu yang mempengaruhi
kebiasaan eliminasi pasien.
10) Pola Istirahat Tidur : kebiasaan tidur pasien dan masalah
yang dialami
11) Pola Kognitif – Perseptif : kaji status mental pasien,
kemampuan bicara, ansietas, ketidaknyamanan, pendengaran
dan penglihatan.
12) Pola Peran Hubungan : kaji pekerjaan pasien, sistem
pendukung, ada/tidaknya masalah keluarga berkenaan dengan
masalah di rumah sakit.
13) Pola Seksualitas atau Reproduksi : kaji adanya masalah
seksualitas pasien.
14) Pola Koping – Toleransi Stres : keadaan emosi pasien, hal
yang dilakukan jika ada masalah, dan penggunaan obat untuk
menghilangkan stres.
15) Pola Keyakinan-Nilai : agama yang dianut pasien dan
pengaruhnya terhadap kehidupan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital: Suhu, tekanan darah, RR, Frekuensi Nafas.
2) Abdomen : Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena,
distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness,
bising usus.
3) Genetalia wanita : Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari
meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
4) Genetalia laki-laki : Kebersihan, adanya lesi, terderness,
adanya pembesaran skrotum.
5) Intake dan output cairan

a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24


jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine
untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage
ureterostomy, sistostomi.
6) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau,
kepekatan.

2. Pathway

Normalnya urin tersusun dari bahan organic & anorganik


terlarut

Terjadinya presipitasi
kristal
Membentuk
inti baru

Mengadkan agresi dan menarik bahan-bahan lain menjadi


kristal

Menempel disaluran
kemih

Batu saluran
kemih

Mengendapkan bahan lain sehingga batu menjadi


lebih besar

Kristal menyebabkan
obstruksi

GANGGUAN ELIMINASI Urine


3. Analisa Data

No Data Etiiologi Masalah Keperawatan


1. Mayor Normalnya urin tersusun dari Ganggaun eliminasi urin
DS: bahan organic & anorganik b.d penurunan
terlarut
- Desakan berkemih kemampuan menyadari
tanda-tanda gangguan
(urgensi) Terjadinya presipitasi kristal kandung kemih.
- Urine meneyes (dribbling)
Membentuk inti baru
- Sering buang air kecil
- Nocturia
- Mengompol
Mengadkan agresi dan
- Enuresis
menarik bahan-bahan lain
DO:
menjadi kristal Menempel
- Distensi kandung kemih
disaluran kemih Batu
- Berkemih tidak tuntas
saluran kemih
- Volume residu urin banyak

Mengendapkan bahan lain


Minor sehingga batu menjadi lebih
DS: - besar
DO: -

Kristal menyebabkan
obstruksi

Gangguan eliminasi urin

Diagnosa Keperawatan

a) Ganggaun eliminasi urin b.d penurunan kemampuan menyadari


tanda-tanda gangguan kandung kemih.
4. Rencana Keperawatan

Diagnosa SLKI Intervensi Aktfitas (SIKI)


Keperawatan (SIKI)
Ganggaun eliminasi Setelah dilakukan asuhan Manajeme Observasi:
urin b.d penurunan keperawatan selama 3x24 neliminasi - Identifikasi tanda dan gejala
Kemampuan jam eliminasi urin membaik, uri retensi urin
menyadari tanda- dengan KH: n - Identifikasi faktor yang
tanda gangguan - Sensai berkemih menyebabkan retensi atau
kandung kemih meningkat inkotinensia urin
- Desakan berkemih - Monitor eliminasi urin (mis:
(urgensi) menurun frekuensi, konsistensi, aroma,
- Distensi kandung kemih volume, dan warna)
menurunberkemih tidak Terapeutik:
tuntas menurun - Catat waktu-waktu berkemih
- Volume residu urine - Batasi asupan cairan, jika
menurun perlu
- Urin menetes (dribbling) Edukasi:
menurun - Ajarkan mengenali tanda
- Nocturia menurun berkemih dan waktu yang

- Mengompol menurun tepat untuk berkemih

- Enuresis menurun - Ajarkan terapi modalitas

- Disuria menurun penguatan oto-otot


panggul/berkemih
- Anuria menurun
- Frekuensi BAK
membaik
- Kolaborasi pemberian obar
- Karakteristik
urin
supositoria uretra, jika perlu.
membaik
Daftar Referensi

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-


Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7
Volume 2.
Jakarta: EGC.
M. Wilkinson, Judith dan R.A, Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan
Edisi 9. Jakarta: EGC
Mubarak Iqbal Wahit, dkk. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan
Aplikasi dalam Praktik.
Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Edisi 8. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai