Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai tempat
untuk menampung produksi urine dan sebagai fungsi ekskresi. Fungsi kandung kencing
normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonom dan somatik.
Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari
lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari
gangguan kandung kencing dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.
Retensi Urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering ditemukan
dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Retensi Urin adalah ketidakmampuan
seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas
maksimal buli-buli terlampaui. Residu urine setelah berkemih normalnya kurang atau sama
dengan 50 ml, jika residu urine ini lebih dari 200 ml dikatakan abnormal dan dapat juga dikatakan
retensi urine.
Salah satu penyebab retensi urine adalah BPH. Benign Prostat Hyperplasia
merupakan penyakit yang sering diderita pada pria. Di klinik 50% dijumpai penderita
BPH berusia 60-69 tahun, yang menimbulkan gejala-gejala bladder outlet obstruction.
Faktor-faktor predisposisi lainnya dari retensio urine meliputi epidural anestesia, pada
gangguan sementara kontrol saraf kandung kemih, dan trauma traktus genitalis,
khususnya pada hematoma yang besar, dan sectio cesaria.
BAB I
ANATOMI DAN FISIOLOGI DASAR SALURAN KEMIH
Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen (retroperitoneal), terutama
didaerah lumbal kanan dan kiri columna vertebralis. Kedudukannya dari belakang
mulai ketinggian vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbal ke-3. Ginjal kanan
lebih rendah dari ginjal kiri. Bentuknya seperti kacang dengan warna coklat
kemerah-merahan. Satuan fungsional ginjal disebut Nefron, terdapat 1.000.000
nefron dalam 1 ginjal. Setiap nefron terdiri dari glomerulus/badan malpighi.
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah dalam kapsula bowman dimana
pembentukan urin berasal.
Ureter
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari
ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30 cm, dengan
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian
terletak dalam rongga pelvis.
Ureter mempunyai membran mukosa yang dilapisi dengan epitel kuboid dan
dinding otot yang tebal. Urin disemprotkan ke bawah ureter oleh gelombang
peristaltik, yang terjadi sekitar 1-4 kali per menit dan urin memasuki kandung kemih
dalam bentuk pancaran
Kandung kemih (Buli-buli)
Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot berfungsi
menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam
mekanisme berkemih. Ketika kandung kemih kosong atau terisi setengahnya
kandung kemih tersebut terletak di dalam pelvis, ketika kandung kemih terisi lebih
dari setengahnya maka kandung kemih tersebut menekan dan timbul ke atas dalam
abdomen di atas pubis.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium), Tunika
muskularis (lapisan otot), Tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam). Pada dasar buli-buli, kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Kapasitas maksimal
(volume) untuk orang dewasa + 350-450 ml; kapasitas buli-buli pada anak menurut
Koff : Kapasitas buli-buli = [ Umur (tahun) + 2] x 30 ml
Uretra
Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih dengan luar
tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita. Pada laki-laki,
sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-laki merupakan
tuba dengan panjang kira-kira 20 cm dan memanjang dari kandung kemih ke ujung
penis.
Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra prostatika, uretra
membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada pria,
karena hanya 4 cm panjangnya dan memanjang dari kandung kemih ke arah ostium
diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah belakang klitoris. Uretra ini
menjalar tepat di sebelah depan vagina. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongiosa dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam).
Prostat
Kelenjar prostat terletak dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra
posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan
bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang
sering disebut sebagai otot dasar panggul.
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah
kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri
dari 50 70 % jaringan kelenjar, 30 50 % adalah jaringan stroma (penyangga) dan
kapsul/muskuler.
ejakulatorius, lobus lateral yang terletak di kanan uretra, lobus anterior atau isthmus
yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra dan lobus sinistra,
bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos, selanjutnya lobus
medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius, banyak mengandung
kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae yang
menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini membesar. Sebagai
akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu berkemih (Wibowo dan
Paryana, 2009).
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.
FISIOLOGI
Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi
penuh. Proses miksi terdiri dari dua langkah utama:
a) Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua.
Terjadinya
tegangan
sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih,
pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu
mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat
sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Retensi Urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di
dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Di klinik 50 % dijumpai pada penderita BPH berusia 60-69 tahun dengan gejalagejala bladder outlet obstruction. Pada wanita, salah satu komplikasi umum yang
terjadi setelah proses persalinan, baik persalinan pervaginam atau sectio caesarea
adalah retensi urin postpartum.
2.3 ETIOLOGI
Menurut lokasi, penyebab retensi urin :
a.
Supravesikal :
Kerusakan terjadi pada pusat miksi di medula spinalis S2-S4 setinggi Th12-L1,
kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis, baik sebagian atau seluruhnya.
b.
Vesikal :
Berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologis, divertikel yang besar.
c.
Berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis,
stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis
leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
Batu uretra
Klep uretra
Striktura uretra
Stenosis meatus uretra
Tumor uretra
Fimosis
g)
h)
i)
j)
k)
Parafimosis
Gumpalan darah
Hiperplasia prostat
Karsinoma prostat
Sklerosis leher buli-buli
Etiologi lainnya,yaitu :
a. Dapat disebabkan oleh kecemasan
b. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin
hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic (Propanolol), preparat
antihipertensi (hidralasin).
2.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi retensi urin berdasarkan waktu terjadinya:
a) Retensi urin akut
Referat - Retensio Urine | 9
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan
disertai rasa sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Kondisi yang terkait adalah
tidak dapat berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai
rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi.
b) Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang disebabkan
oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Misalnya lama-lama tidak
bisa kencing. Pada pembesaran prostat, pembesaran sedikit-sedikit, bisa kencing
sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena tekanan
lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah masih
dapat berkemih, namun tidak lancar, sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak
dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna. Retensi urin kronik tidak
mengancam nyawa, namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius
di kemudian hari.
Selain itu retensi urin dapat terjadi sebagian, yaitu penderita masih bisa mengeluarkan
urin, tetapi terdapat sisa kencing yang cukup banyak di kandung kemih, sedangkan pada
retensi urin total, penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan urin.
2.5 PATOFISIOLOGI
Proses berkemih akan terjadi bila otot destrusor kandung kemih berkontraksi.
Kontraksi ini disebabkan oleh aktivitas saraf parasimpatis yang dibawa oleh sarafsaraf motorik pelvis. Sedangkan pada fase pengisian, saraf simpatis akan
menghambat kerja parasimpatis dan merelaksasi dinding kandung kemih.
Bila terjadi gangguan koordinasi dari sistem saraf parasimpatis dan saraf simpatis
maka proses berkemih akan terganggu dan dapat menyebabkan urine terperangkap
dalam buli-buli atau retensi urine.
Selain itu proses berkemih juga dipengaruhi oleh otot-otot detrusor buli dan
kelancaran saluran uretra. Bila terjadi kelemahan otot detrusor buli-buli dan atau
penyumbatan pada uretra maka akan terjadi gangguan pada proses berkemih. Residu
urine setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml, jika residu urine
ini lebih dari 200 ml dikatakan abnormal dan dapat juga dikatakan retensi urine.
1. Pemeriksaan subyektif
Yaitu mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui
anamnesis yang sistematik. Dari pemeriksaan subyektif biasanya didapat
keluhan seperti nyeri suprapubik, mengejan karena rasa ingin kencing, serta
kandung kemih berasa penuh.
Dari hasil anamnesis biasanya diperoleh :
Tidak bisa kencing atau kencing menetes /sedikit-sedikit
Nyeri dan benjolan/massa pada perut bagian bawah
Riwayat trauma: "straddle", perut bagian bawah/panggul, ruas tulang belakang.
Pada kasus kronis, keluhan uremia
2. Pemeriksaan obyektif
Yaitu melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien untuk mencari data-data
yang objektif mengenai keadaan pasien. Dari pemeriksaan obyektif dengan
metode palpasi atau perkusi, biasanya ditemukan massa di daerah
suprasimfisis karena kandung kemih yang terisi penuh dari suatu retensi urin.
Inspeksi:
Penderita gelisah
Dari palpasi dan perkusi dapat ditetapkan batas atas buli-buli yang penuh, dikaitkan
dengan jarak antara simfisis-umbilikus. Tergantung penyebabnya :
- teraba batu di uretra anterior sampai dengan meatus eksternum.
- teraba dengan keras (indurasi) dari uretra pada striktura yang panjang
- teraba pembesaran kelenjar prostat pada pemeriksaan colok dubur.
Referat - Retensio Urine | 11
teraba kelenjar prostat letaknya tinggi bila terdapat ruptur total uretra
posterior
3. Pemeriksaan penunjang
Yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium, radiologi atau
imaging (pencitraan), uroflometri, atau urodinamika, elektromiografi,
endourologi, dan laparoskopi. Pada pemeriksaan laboratorium paling sering
digunakan kateter dan uroflowmetri, yaitu untuk mengukur volume dan
residu urin pada kandung kemih. Selain itu juga dapat digunakan
cystourethrografi untuk melihat gambaran radiografi kandung kemih dan
uretra. Menurut dr. Basuki Purnomo, volume maksimal kandung kemih
dewasa normal berkisar antara 300-450 ml dengan volume residu sekira 200
ml. Apabila dari hasil kateterisasi didapatkan volume/residu urin telah
mendekati/melampaui batas normal, maka pasien dinyatakan mengalami
retensi urin.
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut: Pemeriksaan specimen urine, pengambilannya secara steril, random,
midstream. Diperiksa
Sistoskopy, IVP.
Kepastian diagnosis
BAB III
PENATALAKSANAAN
Tujuan Kateterisasi
Tindakan ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun untuk tujuan terapi.
Tindakan diagnosis antara lain adalah :
1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urin guna pemeriksaan
kultur urin.
2. Mengukur residu (sisa) urin yang dikerjakan sesaat setelah pasien selesai miksi.
3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain : Sistografi atau
pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan voiding cystourethrography (VCUG).
4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra vesika.
5. Untuk menilai produksi urin pada saat dan setelah operasi besar.
Indikasi kateterisasi :
1. Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik yang
disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan darah) yang
menyumbat uretra.
2. Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.
3. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada operasi
prostatektomi, vesikolitektomi.
4. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra.
5. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik untuk
buli-buli.
Kontraindikasi kateterisasi :
Ruptur uretra, ruptur buli-buli, bekuan darah pada buli-buli.
Macam-macam Kateter
Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat, pemakaian, sistem retaining
(pengunci), dan jumlah percabangan.
Ukuran Kateter
Ukuran kateter dinyatakan dalam skala Cherieres (French). Ukuran ini merupakan
ukuran diameter luar kateter.
1 Cheriere (Ch) atau 1 French (Fr) = 0,33 milimeter atau
1 milimeter = 3 Fr
Jadi, kateter yang berukuran 18 Fr artinya diameter luar kateter itu adalah 6 mm. Kateter
yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai diameter lumen yang sama
karena adanya perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter itu.
Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (lateks), lateks dengan lapisan
silikon (siliconized) dan silikon.
Bentuk Kateter
Straight catheter merupakan kateter yang terbuat dari karet (lateks), bentuknya lurus
dan tanpa ada percabangan. Contoh kateter jenis ini adalah kateter Robinson dan kateter
Nelaton.
Coude catheter yaitu kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Kateter ini dipakai jika
usaha kateterisasi dengan memakai kateter berujung lurus mengalami hambatan yaitu
pada saat kateter masuk ke uretra pars bulbosa yang berbentuk huruf S, adanya
hiperplasia prostat yang sangat besar, atau hambatan akibat sklerosis leher buli-buli.
Contoh jenis kateter ini adalah kateter Tiemann.
Tindakan Kateterisasi
Pada wanita
Pemasangan kateter pada wanita jarang menjumpai kesulitan karena uretra wanita
lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat mencari muara uretra
karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra oleh tumor uretra /
tumor vaginalis / serviks. Untuk itu mungkin perlu dilakukan dilatasi dengan busi a boule
terlebih dahulu.
Pada pria
Teknik kateterisasi pada pria adalah sebagai berikut :
1. Setelah dilakukan desinfeksi pada penis dan daerah sekitarnya, daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril.
2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin / jelly dimasukkan ke dalam orifisium uretra
eksterna.
Referat - Retensio Urine | 15
3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah daerah sfingter uretra
eksterna akan terasa tahanan; pasien diperintahkan untuk mengambil nafas dalam
supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus didorong hingga
masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin dari lubang kateter.
4. Kateter terus didorong masuk ke buli-buli hingga percabangan kateter menyentuh
meatus uretra eksterna.
5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.
6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung
(urinbag).
7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.
Sistostomi Trokar
Kontraindikasi Sistostomi Trokar : tumor buli-buli, hematuria yang belum jelas
penyebabnya, riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen / pelvis, buli-buli yang
ukurannya kecil (contracted bladder), atau pasien yang mempergunakan alat prostesis
pada abdomen sebelah bawah.
Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat trokar.
Disadur dari Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman 239
Alat-alat dan bahan yang digunakan :
1. Kain kasa steril.
2. Alat dan obat untuk desinfeksi (yodium povidon).
3. Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi.
4. Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah diisi
dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter.
5. Obat anestesi lokal.
6. Alat pembedahan minor, antara lain : pisau, jarum jahit kulit, benang sutra (zeyde).
7. Alat trokar dari Campbel atau trokar konvensional.
8. Kateter
Foley
(ukuran
tergantung
alat
trokar
yang
digunakan).
Jika
mempergunakan alat trokar konvensional, harus disediakan kateter Nasogastrik(NG tube) no. 12.
9. Kantong penampung urine (urinebag).
4. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling cembung + 1 cm,
kemudian diperdalam sampai ke fasia.
5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc untuk
memastikan tempat kedudukan buli-buli.
6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan dari
fasia dan otot-otot detrusor.
7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan keluar
urine memancar melalui sheath trokar.
8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan
sheath dikeluarkan melalui buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah
lingkaran tetap ditinggalkan.
9. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran,
kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc. Setelah balon
dipastikan berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari
buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong penampung urin (urinbag).
10.Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup
dengan kain kasa steril.
Disadur dari Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman 241
Setelah yakin trokar masuk ke buli-buli, obturator dilepas dan hanya slot kateter setengah
lingkaran ditinggalkan
Disadur dari Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman 241
Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat pula digunakan alat trokar
konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini tidak dilengkapi dengan slot
kateter setengah lingkaran maka kateter yang digunakan adalah NG tube nomer 12 F.
Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam buli-buli pangkalnya harus dipotong untuk
mengeluarkan alat trokar dari buli-buli.
Penyulit
Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah
pemasangan kateter sistotomi adalah :
1. Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat.
2. Mencederai rongga / organ peritoneum.
3. Menimbulkan perdarahan.
4. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik akan
menimbulkan infeksi, ekskrutasi kateter, timbul batu saluran kemih, degenerasi
maligna mukosa buli-buli, dan terjadi refluks vesiko-ureter.
Sistostomi Terbuka
Sistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontraindikasi pada tindakan sistostomi
trokar atau bila tidak tersedia alat trokar. Dianjurkan untuk melakukan sistostomi terbuka
jika terdapat jaringan sikatriks / bekas operasi di daerah suprasimfisis, sehabis
mengalami trauma di daerah panggul yang mencederai uretra atau buli-buli, dan adanya
bekuan darah pada buli-buli yang tidak mungkin dilakukan tindakan per uretram.
Tindakan ini sebaiknya dikerjakan dengan memakai anestesi umum.
Tindakan
1.
2.
3.
4.
Insisi vertikal pada garis tengah + 3-5 cm diantara pertengahan simfisis dan
umbilicus.
5.
Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea alba yang merupakan
pertemuan fasia yang membungkus muskulus rektus kiri dan kanan. Muskulus
rektus kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat jaringan lemak, buli-buli dan
peritoneum.
pembuluh darah.
6.
7.
8.
Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara 2 tempat yang telah difiksasi.
9.
Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau tajam hingga
keluar urin, yang kemudian (jika perlu) diperlebar dengan klem. Urin yang keluar
dihisap dengan mesin penghisap.
10. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya : tumor, batu, adanya perdarahan,
muara ureter atau penyempitan leher buli-buli.
11. Pasang kateter Foley ukuran 20F-24F pada lokasi yang berbeda dengan luka operasi.
12. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan sero-muskularis.
13. Ditinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis demi lapis. Balon
kateter dikembangkan dengan aquadest 10 cc dan difiksasikan ke kulit dengan
benang sutra.
3.2. KOMPLIKASI
Retensi urine dapat mengakibatkan :
a. Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan didalam
lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.
b. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam lumen akan
menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi hidroureter dan
hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.
c. Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan di daerah
uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit) tanpa bisa ditahan
oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan urin. Keadaan ini disebut :
inkontinensi paradoksa atau "overflow incontinence"
d. Tegangan dari dinding buli-buli terns meningkat sampai tercapai batas toleransi dan
setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi sehingga kapasitas bulibuli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat kekuatan kontraksi otot buli-buli
akan menyusut.
e. Retensi urin merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) dan bila
ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat yang serius seperti pielonefritis, urosepsis,
khususnya pada penderita usia lanjut.
Urin yang tertahan lama di dalam buli-buli, secepatnya harus dikeluarkan, karena
jika dibiarkan, akan menimbulkan masalah, seperti : mudah terjadi infeksi saluran
kemih, kontraksi otot buli-buli menjadi lemah, timbul hidroureter dan hidronefrosis
yang selanjutnya akan dapat menimbulkan gagal ginjal.
Akibat retensi urin kronis dapat terjadi : trabekulasi (serat-serat otot detrusor
menebal), sacculae (tekanan intravesika meningkat, selaput lendir diantara otot-otot
membesar), divertikel, infeksi, fistula, pembentukan batu, overflow incontinence.
3.3. PROGNOSIS
Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan bonam jika retensi urin
ditangani secara cepat.
BAB IV
KESIMPULAN
Retensi Urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di
dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui.
Penyebab retensi urin :
1. Kelemahan otot detrusor
2. Hambatan / obstruksi uretra
3. Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra
Penanganan retensio urin dengan mengevakuasi urin dari kandung kemih.
Urin dapat
dikeluarkan dengan cara Kateterisasi atau Sistostomi. Penanganan pada retensi urin akut berupa :
kateterisasi bila gagal dilakukan Sistostomi.
DAFTAR PUSTAKA