Anda di halaman 1dari 54

RADIOGRAFI OESOPHAGUS DENGAN SANGKAAN TUMOR

OROFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK


MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Tugas Akhir Pada Program Pendidikan


Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi

DISUSUN OLEH :
JUNITA MAWADDAH NUR LUBIS

NIM: 18.019

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


YAYASAN SINAR AMAL BHAKTI
MEDAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : RADIOGRAFI OESOPHAGUS DENGAN SANGKAAN


TUMOR OROFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
H.ADAM MALIK MEDAN
NAMA : JUNITA MAWADDAH NUR LUBIS
NIM : 18.019
PROGRAM : PENDIDIKAN DIPLOMA III TEKNIK
RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing

(Justinus Tambunan, S.Pd, M.K.M)


NIDN.0124037203

Mengetahui:
Direktur Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi
YayasanSinar Amal Bhakti Medan

(Djamiandar Simamora, DFM, S.Pd, M.Pd)

NIDN.0001075606
ABSTRAK

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


YAYASAN SINAR AMAL BHAKTI MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH, 2021

JUNITA MAWADDAH NUR LUBIS (18.019)

“RADIOGRAFI OESOPHAGUS DENGAN SANGKAAN TUMOR


OROFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN”

V BAB, 46 Halaman, 19 Gambar, 1 Lampiran

Radiografi Oesophagus merupakan prosedur pemeriksaan secara radiografi


terhadap faring dan oesophagus dengan menggunakan media kontras positif atau
negatif. Oesophagus adalah saluran berotot, panjang sekitar 25 cm dan diameter
sekitar 2 cm, memanjang dari laringofaring ke lambung. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui prosedur pelaksanaan radiografi oesophagus dengan sangkaan
Tumor Orofaring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Pemeriksaan ini menggunakan Pesawat Rontgen General Purpose X-ray yang
dilengkapi fluoroscopy dengan media kontras water soluble dengan perbandingan
1:2 dengan volume 150-200 ml. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Teknik pengambilan data berdasarkan hasil observasi, dokumentasi, dan
wawancara. Pemeriksaan ini menggunakan teknik pemeriksaan dengan proyeksi
Antero-Posterior dan Lateral yang diprocessing dengan menggunakan Digital
Radiografi (DR) untuk mendapatkan gambaran radiografi yang optimal pada
pasien yang tidak kooperatif, dengan kesimpulan Penyempitan esofagus distal
dengan dinding irreguler menggambarkan striktur esofagus distal, kemungkinan
maligna.

Kata kunci : Oesophagus, Tumor, Media Kontras, DR


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul
“RADIOGRAFI OESOPHAGUS DENGAN SANGKAAN TUMOR
OROFARING DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H.ADAM MALIK
MEDAN”.
Adapun Karya Tulis Ilmiah ini disusun dan disajikan dalam rangka
menyelesaikan tugas akhir pada program pendidikan Diploma III Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan. Dalam
rangka menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan bimbingan
dan saran dari berbagai pihak, maka dengan kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yth. Yayasan Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Sinar Amal
Bhakti Medan.
2. Yth. Bapak Djamiandar Simamora, DFM, S.Pd, M.Pd selaku Direktur
Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan Sinar Amal
Bhakti Medan.
3. Yth. Bapak Justinus Tambunan, S.Pd, M.K.M selaku dosen pembimbing dan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
4. Yth. Bapak/Ibu dosen dan staff Akademi Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan.
5. Yth. Direktur Rumah Sakit Columbia Asia Kota Medan yang telah memberi
izin belajar klinik dan staff Radiologi yang telah membimbing penulis selama
masa belajar klinik.
6. Yth. Direktur Rumah Sakit Umum Pendidikan Universitas Sumatera Utara
yang telah memberi izin belajar klinik dan staff Radiologi yang telah
membimbing penulis selama masa belajar klinik.
7. Yth. Direktur dan staff Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan yang telah memberi izin dalam membantu memberikan data
pasien mengenai kasus penulisan.

i
8. Teristimewa untuk Kedua Orang Tua saya Ayah ganteng Keis Lubis, S.Ag,
dan Mama cantik Erlinafsiah, S.st, serta anggota keluarga lainnya yang telah
memberikan dukungan serta doa maupun materi dan semangat yang selalu
diberikan kepada penulis dalam mengikuti perkuliahan dan dalam pengerjaan
Karya Tulis Ilmiah.
9. Kepada Abang Samuel Hasiholan Siahaansebagai abang alumni sekaligus
abang pegawai RS.USU yang telah membantu saya menyelesaikan karya tulis
ini,serta mengajari degan setulus hati.
10. Kepada Hanifah Luthfi Pratiwi, Ulfa Sri, Eza, Yayak, Midah yang telah
membantu memberikan banyak referensi dan bantuan dalam penulisan karya
tulis ini.
11. Kepada Teman Kos Beby, Gloria, Putri, Nuya, Tiwi, Nabila dan teman-teman
seperjuangan di Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan
Sinar Amal Bhakti Medan khususnya Angkatan 2018.
Mengingat keterbatasan waktu maupun kemampuan penulis dalam
menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah
ini masih banyak kekurangan dari segi materimaupun penyajiaannya.Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sehingga akan lebih baik lagi pada masa yang akan datang.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, berharap Tuhan Yang Maha
Esa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya padakita semua.Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Akademi
Teknik Radiodiagnostikdan Radioterapi Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan.

Medan, Juli 2021

JUNITA MAWADDAH NUR LUBIS

NIM : 18.019

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah..................................................................... 2
C. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
D. Tujuan Penelitian.......................................................................... 2
E. Metode Penelitian......................................................................... 3
F. Isi Penulisan ................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................. 5
A. Anatomi, Fisiologi, Patalogi dan Etiologi ................................... 5
1. Pengertian Pemeriksaan ......................................................... 5
2. Anatomi ................................................................................. 5
3. Fisiologi ................................................................................. 7
4. Patologi .................................................................................. 7
5. Etiologi .................................................................................. 8
B. Teknik Radiografi ........................................................................ 8
1. Tujuan Pemeriksaan............................................................... 9
2. Persiapan Pasien..................................................................... 9
3. Persiapan Alat dan Kontras Media......................................... 9
4. Kontraindikasi........................................................................ 10
5. Teknik Pemeriksaan............................................................... 11
C. Teknik Pesawat Rontgen ............................................................. 16
1. Tabung Pesawat Rontgen ...................................................... 16
2. Fluoroskopi............................................................................. 19
3. Transformator Tegangan Tinggi (HTT)................................. 21

iii
4. MejaKontrol (Control Table).................................................. 21
5. Meja Pemeriksaan................................................................... 22
6. Bucky Stand............................................................................ 22
D. Fisika Radiodiagnostik dan Proteksi Radiasi .............................. 23
1. Fisika Radiodiagnostik .......................................................... 23
2. Proteksi Radiasi ..................................................................... 24
E. Perlengkapan Radiografi.............................................................. 28
1. Pengertian Digital Radiography............................................. 28
2. Persamaan Radiografi Konvensional dengan DR................... 31
3. Perbedaan Radiografi Konvensional dengan DR................... 32
4. Film Digital Radiography....................................................... 33
5. Marker (Tanda atau Kode)...................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 34
A. Jenis Penelitian..............................................................................34
B. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................34
C. Teknik Pengumpulan Data.............................................................34
D. Analisa Hasil..................................................................................35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 36
A. Hasil...............................................................................................36
1. Identifikasi Pasien......................................................................36
2. Prosedur Pemeriksaan................................................................36
3. Persiapan Pasien........................................................................37
4. Persiapan Alat............................................................................37
5. Teknik Pemeriksaan...................................................................38
6. Hasil Ekpertise...........................................................................41
B. Pembahasan ..................................................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 46
A. Kesimpulan .................................................................................. 46
B. Saran ............................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 : Anatomi Oesophagus ...................................................................6
Gambar 2.2 : Posisi Pasien Oesophagus Proyeksi AP.......................................11
Gambar 2.3 : Kriteria Radiograf Oesophagus Proyeksi AP..............................12
Gambar 2.4: Posisi Pasien Proyeksi RAO........................................................13
Gambar 2.5: Kriteria Radiograf Oesophagus Proyeksi RAO...........................14
Gambar 2.6 : Posisi Pasien Oesophagus Proyeksi Lateral.................................15
Gambar 2.7: Kriteria Radiograf Oesophagus Proyeksi Lateral........................16
Gambar 2.8: Tube X-Ray..................................................................................18
Gambar 2.9: Pesawat fluoroskopi.....................................................................19
Gambar 2.10: Image Intensifier..........................................................................20
Gambar 2.11: Digital Radiography System........................................................28
Gambar 2.12: Image Receptor ..........................................................................29
Gambar 2.13: Komputer Untuk Proses Editing...................................................30
Gambar 2.14: Pencetak Film Digital Radiography.............................................31
Gambar 4.1 : Pesawat Rontgen dengan fluoroscopy.........................................38
Gambar 4.2 : Hasil Gambaran Plain Foto Oesophagus proyeksi AP................39
Gambar 4.3 : Hasil Gambaran Oesophagus proyeksi AP..................................42
Gambar 4.4 : Hasil Gambaran Oesophagus proyeksi Lateral............................42

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagian ketiga dari saluran pencernaan adalah kerongkongan
(oesophagus).Kerongkongan (oesophagus) adalah saluran berotot, panjang sekitar
25 cm dan diameter sekitar 2 cm, memanjang dari laringofaring ke lambung
(Bontrager’s,2018).
Kelainan-kelainan pada saluran pencernaan biasa terjadi, termasuk di
daerah oesophagus, dan salah satu kelainannya adalah tumor. Tumor merupakan
sekelompok sel-sel abnormal yang terbentuk hasil proses pembelahan sel yang
berlebihan dan tak terkoordinasi. Insiden karsinoma oesophagus di Indonesia
masih termasuk rendah dan Barium Oesophagogram (barium intake) penting
untuk menegakkan diagnosis dan staging dari kanker oesophagus. Pemeriksaan
ini sering merupakan prosedur awal untuk menentukan lesi, lokasi tumor,
panjangnya, karakteristik patologis makros, dan hubungannya struktur
berdampingan. Beberapa bentuk yang dapat ditampilkan dengan barium
oesophagogram adalah tumor.
Oesophagogram adalah prosedur pemeriksaan secara radiografi terhadap
faring dan oesophagus dimana media kontras radioopaque digunakan, atau
terkadang media kontras negatif atau radiolusent dapat digunakan. Tujuan dari
oesophagogram adalah untuk menunjukkan secara radiografi bentuk dan fungsi
faring dan Oesophagus. (Bontrager’s,2018).

Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti mengkaji lebih lanjut


tentang pelaksanaan Radiografi Oesophagus dengan sangkaan Tumor dalam
bentuk karya tulis ilmiah dengan judul : “RADIOGRAFI OESOPHAGUS
DENGAN SANGKAAN TUMOR OROFARING DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN”.

1
2

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas,maka dalam penulisan karya tulis ini,


penulis membahas pemeriksaan Radiografi Oesophagus (Oesophagogram)
dengan sangkaan Tumor Orofaring, dengan menggunakan bahan kontras media
water soluble yang diminumkan secara oral. Proyeksi yang dilakukan yaitu
proyeksi Antero-Posterior dan Lateral Projection, Pesawat Rontgen yang
digunakan General X-Ray dilengkapi fluoroscopy dengan kapasitas 500 mA.
Proses pencatatan gambaran radiografi menggunakan Digital Radiography (DR).

C.Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang dan ruang lingkup masalah diatas,


maka penulis merumuskan masalah yang timbul pada pemeriksaan Radiografi
Oesophagus dengan sangkaan Tumor Orofaring sebagai berikut:

“ Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mendapatkan gambaran


radiografi yang optimal pada pasien yang tidak kooperatif pada pemeriksaan
Oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan”

D.Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian radiografi oesophagus dengan sangkaan tumor


orofaring adalah untuk mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan
Oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.

2.Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pemeriksaan radiografi Oesophagogram sesuai
dengan procedure.
b. Untuk mendapatkan gambaran anatomi, kelainan, dan fungsi dari
Oesophagus melalui pemeriksaan radiografi Oesophagogram.
3

c. Untuk mengetahui proyeksi yang digunakan dalam Oesophagogram


dalam mendapatkan hasil gambaran Oesophagus dengan sangkaan
tumor orofaring secara optimal.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat pemeriksaan radiografi Oesophagogram dengan


sangkaan Tumor Orofaring adalah:
1. Untuk Penulis
Dengan menerapkan semua pengetahuan penulis yang di dapatkan
selamapendidikan di institusi ATRO Sinar Amal Bhakti Medan dan juga
pengalaman yang di peroleh selama mengikuti praktek klinik di beberapa
rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta, hasil penelitian ini
menambah pengetahuan penulis tentang pelaksanaan radiografi
Oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring di instalasi radiologi
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
2. Untuk Rumah SakitUmum Pusat Haji Adam Malik Medan
Diharapkan agarhasil penelitian yang di lakukan dapat menjadi acuan
dan pertimbangan untuk dilaksanakan pada pelaksanaan radiografi
oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring di instalasi radiologi
Rumah Sakit Umum Haji Pusat Adam Malik Medan.
3. Untuk Institusi ATRO Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan
Dengan harapan agar hasil penelitian radiografi Oesophagogram dengan
sangkaan Tumor Orofaring yang dilakukan Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan,khususnya Tingkat III yang akan melaksanakan ujian
akhir program dan melakukan penelitian. Hasil penelitian ini juga diharapkan
agar membantu buku referensi di ruang perpustakaan ATRO sinar Amal
Bhakti Medan.
4

F. Isi Penulisan
Sistematika dari penulisan karya tulis ini dibagi 5(lima) bab, dimana
setiap bab membahas hal-hal sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, ruang lingkup penulisan,


rumusan masalah, tujuan pemeriksaan, metode penulisan dan isi
penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Berisikan uraian dasar yang meliputi pengertian pemeriksaan,


anatomi, fisiologi, patologi, etiologi, teknik radiografi, tehnik
pesawat rontgen, fisika radiodiagnostik, perlengkapan radiografi,
dan proteksi radiasi.

BAB III : METODE PENELITIAN

Menguraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat


penelitian, tehnik pengumpulan data dan analisa hasil.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Menguraikan tentang identitas pasien, hasil ekspertise dan


pembahasan masalah.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Menguraikan kesimpulan dan saran terhadap pemeriksaan yang


dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Konsep

1. Pengetian Pemeriksaan

Pengertian radiografi Oesophagus (Oesophagogram) adalah prosedur


pemeriksaan secara radiografi terhadap faring dan oesophagus dimana media
kontras positif yang menghasilkan gambaran radioopaque, atau terkadang
media kontras negatif yang menghasilkan gambaran radiolusent dapat
digunakan. Tujuan dari oesophagogram adalah untuk menunjukkan secara
radiografi bentuk dan fungsi faring dan oesophagus(Bontrager’s,2018).

2. Anatomi

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari mengenai bentuk dan susunan


tubuh baik keseluruhan maupun bagian-bagian serta hubungan alat tubuh satu
dengan yang lain (Syaifuddin,1977).

Saluran pencernaan adalah tabung berotot yang memanjang dari mulut


ke anus. Daerah saluran pencernaan bervariasi dalam diameter sesuai dengan
kebutuhan fungsional. Sebagian besar kanal, yang panjangnya sekitar 29
hingga 30 kaki (8,6 hingga 8,9 m), terletak di rongga perut. Bagian-bagian
komponen saluran pencernaan adalah mulut yaitu tempat makanan dikunyah
dan diubah menjadi bolus melalui pengeluaran air liur, lalu faring dan
oesophagus, yang merupakan organ menelan, kemudian lambung tempat
dimulainya proses pencernaan, usus halus tempat selesainya proses
pencernaan, dan usus besar yang merupakan organ pencernaan dan penyerapan
air yang berakhir di anus(Merrill’s,2003).

Kerongkongan (Oesophagus) merupakan saluran pencernaan setelah


mulut dan faring. Panjangnya kira-kira 25 cm. Posisi vertikal dimulai dari
bagian tengah leher bawah faring sampai ujung bawah rongga dada dibelakang
trakhea. Pada bagian dalam, di belakang jantung menembus diafragma sampai

5
6

rongga dada. Fundus lambung melewati persimpangan sebelah kiri diafragma


(Syaifuddin,2014).

Mirip dengan saluran pencernaan lainnya, kerongkongan memiliki


lapisan dinding dari dalam ke luar yang terdiri dari empat lapisan, yaitu :

a. Lapisan selaput lendir (mukosa)


b. Lapisan submukosa
c. Lapisan otot melingkar (M. Sirkuler)
d. Lapisan otot memanjang (M. Longitudinal)

Di dalam thorax, oesophagus melewati mediastinum, di anterior corpus


vertebralis dan posterior ke trakea dan jantung (lihat Gambar 2.1). Di thorax
bagian bawah, oesophagus melewati diafragma pada T10. Di bawah
diafragma, kerongkongan melengkung tajam ke kiri, diameternya bertambah,
dan bergabung dengan lambung di persimpangan esofagogastrik
(Merrill’s,2003).
A B

Gambar 2.1.A Oesophagus di mediastinumdari pandangan lateral,


B.Oesophagus di mediastinum mempertunjukkan dua lekukan
(Bontrager’s,2018).
7

3. Fisiologi

Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi atau kerja tubuh secara
normal (Pearce,2002).
Oesophagus memiliki fungsi yaitu membawa cairan dan bubur makanan
dari mulut ke lambung. Oesophagus mendorong dengan gerakan hasil
kontraksi otot. Gerakan kontraksi otot dalam oesophagus untuk mendorong
makanan disebut gerakan peristaltic(Prometheus,2013).
Orofaring sangat penting untuk menghasilkan suara normal, respirasi,
dan penelanan. Fungsi-fungsi ini sangat terkoordinasi dan memerlukan input
sensorik dan motorik dan struktur yang utuh. Sebuah pemahaman yang rinci
tentang keadaan yang terkoordinasi sangat penting. Semua modalitas
pengobatan dapat mengakibatkan disfungsi. Proses menelan adalah proses
yang paling kompleks.

4. Patologi
Patologi adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur tubuh dan
perubahan yang berkaitan dengan penyakit ataupun cedera (Sloane,2003).
Tumor Oesophagus biasa terjadi, yang merupakan gejala lanjut dari
disfagia (kesulitan menelan), nyeri lokal saat makan, termasuk dibagian
orofaring.
Oesophagogram dan endoskopi dilakukan untuk mendeteksi tumor ini,
Oesophagogram dapat menunjukkan perubahan atrofi pada mukosa yang
disebabkan oleh myasi tumor dan striktur. CT dapat dilakukan pada staging
tumor dan menentukan apakah tumor telah meluas melampaui lapisan dalam
mukosa Oesophagus(Bontrager’s,2018).
Tumor pada daerah kepala dan leher diketahui timbul akibat akumulasi
beberapa perubahan genetik dari gen yang penting untuk regulasi pertumbuhan
dan kematian sel. Perubahan ini, yang mungkin dapat diwariskan, tetapi lebih
sering diperoleh dari paparan agen lingkungan, menyediakan sel dengan
keunggulan pertumbuhan yang selektif. Sel-sel kemudian menjalani seleksi
yang selanjutnya, yang akhirnya menghasilkan cloning yang dapat mengatasi
8

pengendalian pertumbuhan yang normal dan pertahanan inang yang dapat


membentuk tumor.

5. Etiologi

Etiologi dalam defenisinya yang paling umum, merupakan penetapan


penyebab atau alasan fenomena (Price,2006).

Menurut sejarah, ada beberapa faktor yang behubungan dengan tumor


orofaring, yaitu tembakau dan alkohol. Pengguna tembakau yang berat
memiliki resiko 5 sampai 25 kali lebih besar terkena kanker dibanding dengan
yang buka perokok. Efek dari agen ini berhubungan dengan dosis, dan paparan
yang bersamaan, sehingga risiko yang terjadi lebih besar dari pada risiko yang
diakibatkan dari salah satu saja. Risiko yang relatif dapat menyebabkan kanker
meningkat dari 2,7 sampai 9, pada mereka yang merokok 10 batang per hari
sampai yang merokok 1 bungkus perhari(Wilkins,2014).

Risiko relatif juga meningkat dengan peningkatan konsumsi alkohol.


Risiko relatif meningkat menjadi 8,8 pada mereka yang mengonsumsi 30 atau
lebih minuman perminggu dibandingkan dengan1,2 pada mereka yang
mengonsumsi 1 sampai 4 gelas per minggu. Kombinasi merokok dan minum
memiliki efek aditif lebih besar seperti yang disebutkan sebelumnya. Orang
yang memiliki sejarah merokok lebih dari 40 bungkus per tahun dan
mengkonsumsi 5 minuman beralkohol per hari memiliki 40 kali risiko relatif
(Wilkins,2014).

B. Teknik Radiografi

Teknik radiografi adalah ilmu yang mempelajari tata cara pemotretan dari
objek yang diperiksa dengan menggunakan sinar-x untuk mendapat gambaran
yang optimal sehingga mampu menegakkan diagnosa yang akurat dan dilakukan
persiapan sebelum pemeriksaan(Clark, 2005).
9

1.Tujuan Pemeriksaan

Tujuan pemeriksaan dari oesophagogram adalah untuk menunjukkan


secara radiografi bentuk dan fungsi faring dan oesophagus(Bontrager’s,2018).

2. Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus, kecuali dilanjutkan untuk pemeriksaan


maagduodenum maka puasa 4-6 jam. Lepaskan semua pakaian dan segala sesuatu
yang terbuat dari logam di antara mulut dan pinggang harus di lepas, dan pasien
menggunakan baju pasien rumah sakit(Bontrager’s,2018).

3.Persiapan Alat dan Kontras Media

3.1. Persiapan Alat

a. Pesawat X-Ray dengan Fluoroskopi


b. Kaset
c. Media Kontras Water Soluble atau bisa juga BaSO4
d. Baju Pasien
e. Tissue/Kertas Pembersih
f. Sendok, sedotan, gelas
g. Air

3.2.Kontras Media

3.2.1.Pengertian

Menurut Rasad (2005), Kontras media yang digunakan untuk


keperluan radiografi adalah suatu bahan yang sangat radioopaque apabila
berinteraksi dengan sinar-X, sehingga dapat membedakan antara organ
dan jaringan sekitarnya.

1.2.2. Klasifikasi

a. Media Kontras Negatif

Media kontras negatif merupakan media yang dapat


menurunkan daya atenuasi sinar-X terhadap bahan, sehingga akan
10

menghasilkan gambaran lucent (hitam). Bahan yang saat ini


sering digunakan adalah udara atau gas, baik udara bebas yang
berada di dalam maupun udara yang dihasilkan dari produk
minuman ber-soda. Media kontras tidak boleh masuk ke dalam
lumen pembuluh darah karena dapat menyebabkan emboli udara
pada sistem pembuluh darah.Sehingga media kontras ini hanya
digunakan untuk pemeriksaan saluran pencernaan
(Ballinger,2003).

b. Media Kontras Positif

1) Barium

Bahan kontras barium sulfat merupakaan sediaan yang


digunakan untuk memvisualisasikan sistem pencernaan atau
gastrointestinal. Barium sulfat tersedia dalam bentuk bubuk
(powder) dan suspensi (larutan) (Ballinger,2003).

2) Iodine

Media kontras berbahan dasar lodine dapat larut dalam


udara (water-soluble) dan berdifusi melewati jaringan
ekstraseluler. Digunakan pada berbagai pemeriksaan seperti
pemeriksaan radiografi konvensional, radiografi intervensional
dan computed tomography (CT) (Ballinger,2003).

2. Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk oesofagogram adalah kemungkinan sensitivitas
terhadap media kontras yang digunakan, kemudian jika pasien tidak dapat
menelan (Bontrager’s,2018).
11

5.Teknik Pemeriksaan

Secara teoritis teknik pemeriksaan Oesophagogram antara lain :

5.1. Proyeksi Antero-Posterior.

Posisi pasien : Tempatkan pasien dalam posisi erect membelakangi


bucky dengan lengan disamping tubuh dan bahu serta
panggul berjarak sama .

Posisi objek : Tempatkan Mid Sagittal Plane pada pertengahan kaset,


tidak ada rotasi bahu dan panggul. Jika perlu, Putar kepala
sedikit untuk memudahkan menelan media kontras.

Gambar 2.2. Posisi Pasien Oesophagus Proyeksi AP (Thomson,2006)

Tepi atas : Kaset 5 cm di atas shoulder (setinggi mulut agar seluruh


oesophagus masuk ke kaset)

Central Ray : Horizontal dan Tegak lurus terhadap kaset.

Center Point : Pada bidang midsagital setinggi Thoracal 6

FFD : 40 inch (100 cm)

Faktor Eksposi : 61,4 kV, 16,1 mAs


12

Ukuran Kaset : 35x43 cm atau 30x40 cm.

Kriteria evaluasi : Anatomi Menunjukkan :

Seluruh esofagus terisi barium.

Tampak esofagus superimposisi dengan vertebra thoracalis

Gambar 2.3. Kriteria Radiograf Oesophagus Proyeksi AP (Thomson,2006)

Kriteria Gambar

1. Oesophagus

2. Left hemidiaphragm

3. Stomach

5.2. Proyeksi RAO.

Posisi Pasien : Tempatkan pasien dalam posisi erect menghadap bucky

Posisi objek : Posisikan Tubuh pasien pada posisi RAO (Right Anterior
Oblique) kurang lebih 35-40 derajat. Jika RAO, sisi kanan
tubuh menempel pada bidang kaset. lengan kanan
diletakkan disampung tubuh, lengan kiri ditinggikan diatas
bahu. Gunakan sedotan untuk minum, pinggul dan bahu
13

harus berada pada bidang yang sama. Garis tengah Thorax


pada posisi oblique berada dipertengahan bidang kaset.

Gambar 2.4. Posisi Pasien Proyeksi RAO (Thomson,2006)

Batas atas : 5 cm dari puncak bahu.

Central Ray : Horizontal dan Tegak lurus terhadap kaset.

Center Point : 2-3 inchi (5-8 cm) ke arah lateral dari bidang midsagital
setinggi Thoracal 6

FFD : 40 inch (100 cm)

Faktor Eksposi : 61,4 kV, 16,1 mAs

Ukuran Kaset : 35x43 cm atau 30x40 cm.

Kriteria evaluasi : Anatomi menunjukkan :

Oesophagus harus terlihat antara columna vertebralis dan


jantung. RAO memberikan visibilitas yang lebih baik dari
anatomi terkait antara vertebra dan jantung daripada LAO.
Oeshophagus terisi atau dilapisi dengan media kontras.
14

Oesophagus

Heart

Hemidiaphragm

Stomach

Gambar 2.5. Kriteria Radiograf Oesophagus Proyeksi RAO (Thomson,2006).

5.3.Proyeksi Lateral

Posisi pasien : Pasien berdiri dengan salah satu sisi tubuh menempel
pada bidang kaset.

Posisi objek : Atur kedua lengan di depan kepala saling superposisi,


elbow flexi. Mid coronal plane pada garis tengah kaset
ataupun bucky. Shoulder dan hip diatur true lateral, lutut
fleksi untuk fiksasi. Tangan kanan memegang gelas.

Gambar 2.6. Posisi Pasien Oesophagus Proyeksi Lateral (Thomson,2006)


15

Tepi atas kaset : 5 cm di atas bahu.

Central Ray : Horizontal dan Tegak lurus terhadap kaset.

Center Point : Pada pertengahan kaset setinggi Thoracal 6 dan 3 cm di


depan mid coronal plane

FFD : 40 inch (100 cm)

Ukuran kaset : 35x43 cm atau 30x40 cm

Faktor Eksposi : 61,4 kV, 16,1 mAs

Kriteria evaluasi : Anatomi menunjukkan :

Seluruh kerongkongan terlihat antara tulang belakang dan


jantung. Oesophagus terisi atau dilapisi dengan kontras
media.

Esophagus

Stomach
Right

hemidiaphragm

Gambar 2.7. Kriteria Radiograf Oesophagus Proyeksi Lateral


(Thomson,2006).
16

C. Teknik Pesawat Rontgen


Pesawat Rontgen adalah suatu alat yang digunakan untuk melakukan
diagnosa medis dengan menggunakan Sinar-X. Sinar-X yang dipancarkan dari
tabung yang akan didiagnose. Berkas Sinar-X tersebut akan menembus bagian
tubuh dan akan ditangkap oleh film, Sehingga akan terbentuk gambar dari bagian
tubuh yang disinari(Kramer dan Selbach,2008).
Teknik Pesawat Rontgen merupakan tatacara atau tatalaksana penggunaan
pesawat rontgen untuk membangkitkan inar-X dalam pemeriksaan dengan hasil
gambaran yang baik.
Pada pesawat rontgen dilengkapi beberapa komponen :
1. Tabung Pesawat Rontgen (X-ray Tube)
Tabung pesawat rontgen adalah bagian dari unit pesawat rontgen yang
merupakan wadah tempat terjadinya sinar-X yang berfungsi untuk melindungi
insert tube dari benturan dan guncangan (Bushong, 2001).Secara umum
tabung pesawat rontgen terdiri dari :

1.1. Tube housing (Tabung Rontgen Bagian Luar)

Merupakan wadah pembungkus yang berbentuk silinder yang


terbuat dari bahan metal dan dilapisi dengan pelumbun (Pb). Berfungsi
sebagai tempat insert tube agar terhindar dari benturan maupun guncangan
dan sebagai penahan sinar-x agar keluar hanya melalui window.

Bagian – bagian dari tube housing yaitu :


a. Window atau jendela berfungsi sebagai jalan keluar nya sinar-X
b. Kolimator berfungsi untuk membatasi luas lapangan penyinaran
c. Oli pendingin yang berfungsi sebagai bahan isolasi dan pendingin.

1.2. Insert Tube ( Tabung Rontgen Bagian Dalam)

Insert Tube adalah tabung rontgen bagian dalam dan tempat


pembangkit sinar-X yang terletak didalam tube housing yang terbuat dari
kaca pyrex (gelas envelop) yang hampa udara di dalamnya terdapat katoda
dan anoda.
17

1.2.1. Katoda
Katoda yaitu elektron yang bermuatan negatif dari sebuah tabung
rontgen. Pada katoda terdapat filamen yang merupakan sumber elektron
yang mengakibatkan sinar-X yang terbuat dari kawat tungsten dan
Focussing Cup yang berfungsi mengarahkan elektron menuju bidang
target dan letaknya mengapit filamen.
1.2.2. Anoda
Anoda yaitu elektron yang bermuatan positif yang bentuk
permukaannya miring untuk tempat tumbukan elektron (target). Target ini
terbuat dari bahan Wolfram yang mempunyai daya panas yang tinggi.
Target berfungsi memberhentikan elektron yang berkecepatan tinggi
secara tiba-tiba.

1.3. Filamen

Filamen merupakan sumber electron untuk membangkitkan sinar-X


yang terbuat dari kawat tungstate.

1.4. Target

Target terbuat dari bahan wolfram yang mempunyai daya tahan


panas tinggi. Fungsi target adalah untuk memberhentikan electron yang
berkecepatan tinggi secara tiba-tiba. Urutan proses terjadinya sinar-X
adalah sebagai berikut:
a. Katoda (filamen) dipanaskan (lebih dari 2000℃ ) sampai membara
denganmengalirkan listrik yang berasal dari transformator.
b. Karena panas, elektron-elektron dari katoda (filamen) terlepas.
c. Muatan listrik filamen sengaja dibuat relatif lebih negatif terhadap
sasaran (target) dengan memilih beda potensial tinggi, sehingga
electron-electron bergerak ke anoda.
d. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi,
electron bergerak ke anoda.
e. Awan-awan elektron yang sampai di anoda mendadak dihentikan
pada sasaran (target) sehingga terbentuk panas (>99%) dan sinar-
X (<1%).
18

f. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar- X yang


terbentuk dan hanya dapat keluar melalui jendela tabung(Rasad,
20 05).
Jumlah sinar-X yang dilepas tiap satuan waktu dapat dilihat pada
alat pengukur milli Ampere (mA), sedangkan jangka waktu pemotretan
dikendalikan oleh alat pengukur waktu.

Gambar 2.8. Tube X-Ray (Bushong, 2001).

2. Fluoroscopy

Fluoroscopy merupakan istilah yang digunakan ketika pancaran sinar-X


berkekuatan rendah diberikan secara berkesinambungan pada pasien untuk
menghasilkan citra dinamis yang dapat ditampilkan pada monitor(Patel,2007).
Menurut Rasad (2005), pemeriksaan fluoroscopy atau sinar tembus
adalah pemeriksaan radiologi secara langsung yang dapat melihat dan
mempelajari alat-alat tubuh yang begerak. Sinar-X dihasilkan dari tabung rontgen
akan menembus objek,selanjutnya akan mengenai fluorosensi screen.
Fluoroscopy screen adalah suatu tabir yang apabila dikenai Sinar-X akan
berpendar sehingga mengakibatkan timbulnya bayangan tampak, bayangan
tampak tersebut akan dipertajam oleh image intensifier sehingga bayangan yang
dihasilkan tampak lebih jelas. Pada image intensifier ini bayangan bisa dilihat
pada ruangan terbuka tetapi bayangan tersebut diteruskan melalui tendon optikal
sistem yaitu susunan lensa, sehingga resolusi yang dihasilkan semakin tajam.
Selanjutnya, bayangan tersebut ditangkap oleh TV kamera yang mana
fungsinya adalah mengubah bayangan menjadi sinyal-sinyal listrik yang masih
19

lemah dan akan diperkuat. Hasil dari pada TV sentral station akan dikirim ke TV
monitor sehingga menghasilkan bayangan.

Gambar 2.9. Pesawat fluoroskopi (Jurnal Fluroskopi, 2015).

Ada tiga komponen utama yang merupakan bagian dari unit fluoroskopi
yakni, X-ray tube beserta generator, Image Intisifier, dan sistem monitoring
video. Bagian utama unit fluoroskopi adalah :

2.1. Image Intisifier.


Semua sistem fluoroskopi menggunakan Image Intisifier yang
menghasilkan gambar selama fluoroskopi dengan mengkonversi low intensity
full size image ke high-intensity minified image. Image Intisifier adalah alat
yang berupa detektor dan PMT (di dalamnya terdapat photocatoda, focusing
electroda, dinode, dan output phospor).

Gambar 2.10. Image Intensifier


20

2.2. X-ray tube dan generator.

Tube sinar-X fluoroskopi sangat mirip desainnya dengan tube sinar-X


diagnostik konvesional kecuali bahwa tube sinar-X fluoroskopi dirancang
untuk dapat mengeluarkan sinar-X lebih lama dari pada tube diagnostik
konvensional dengan mA yang jauh lebih kecil. Dimana tipe tube diagnostik
konvensional memiliki range mA antara 50-1200 mA sedangkan range mA
pada tube sinar-X fluoroskopi antara 0,5-5,0 mA. Sebuah Intensification Tube
(talang penguat) dirancang untuk menambah kecerahan gambar secara
elektronik Pencerah gambar modern sekarang ini mampu mencerahkan
gambar. Generator X-ray pada fluoroskopi unit menggunakan tiga phase atau
high frequency units, untuk efisiensi maksimum fluoroskopi unit dilengkapi
dengan cine fluorography yang memiliki waktu eksposi yang sangat cepat.
Maka dari itu generator X-ray tube biasanya merupakan tabung berkapasitas
tinggi (Evi Widayati,2013).

3. Transformator Tegangan Tinggi (High Tension Transformator)

Transformator tegangan tinggi adalah alat untuk menaikkan besarnya


tegangan listrik. Tegangan tinggi yang digunakan untuk menggerakkan dengan
cepat elektron-elektron melalui tabung sinar-X. Sebuah transformator yang
disebut trafo tegangan tinggi mempunyai tugas yaitu menaikkan tegangan sampai
beribu-ribu Volt yang diperlukan untuk memproduksi sinar-X.
Bila pesawat sinar-X dipakai, tegangan melalui tabung sinar-X hamper
selalu dinyatakan dalam kilovolt. Bentuk gelombang tabung dari satu arus bolak
balik adalah bentuk gelombang berdenyut, naik sampai harga puncak (peak)
dalam tiap half cycle dalam pola perubahan.Kecuali dalam rangkaian arus khusus
tegangan output dari trafo tegangan tinggi yang digunakan ke tabung sinar-X juga
berdenyut. Istilah kilovolt peak menunjukkan kilovolt tertinggi yang dicapai
dalam tipe cycle tegangan berdenyut yang trafo sampaikan ketabung sinar-X.

4.Meja Kontrol (Control Table)

Meja Kontrol merupakan bagan dari unit pesawat rontgen yang digunakan
untuk mengendalikan besarnya keluaran sinar-X yang dibutuhkan untuk
mengendalikan setiap kali ekspose, pada umumnya meja kontrol ditempatkan
21

dibelakang pelindung agar petugas terlindung dari radiasi pada saat pemeriksaan
berlangsung(Bushong, 2001).
Adapun bagian – bagian dari meja control adalah :
a. Line switch :Saklar atau tombol yang berfungsi untuk
menghidupkan dan mematikan pesawat
rontgen.
b. Line Voltage Convensator :Tombol yang dilengkapi dengan skala
yang berfungsi untuk menyesuaikan
tegangan yang masuk ke pesawat rontgen.
c.Voltage Meter :Skala penunjuk tegangan yang
dibutuhkan.
d. kV Selector Radiografi :Tombol yang berfungsi untuk
menentukan daya tembus berkas sinar-X
yang keluar untuk radiografi.
e. kV Meter Radiografi :Skala yang menunjukkan perubahan kilo
Voltage radiografi.
f.mA Selector Radiografi :Tombol yang berfungsi untuk
menentukan banyaknya arus tabung untuk
radiografi.
g. mA Meter Radiografi : Skala yang berfungsi menunjukkan
besarnya jumlah arus dalam tabung untuk
radiografi.
h. Timing Selector :Tombol berfungsi menentukan lamanya
waktu eksposi yang akan berlangsung.
i. X-ray Indikator :Indikator yang berfungsi penunjuk ada
tidaknya sinar–X yg keluar dengan
menunjukkan nyala lampu saat sinar – X
keluar.
j. Hand Switch :Tombol yang digunakan untuk
melakukan eksposi.
22

5.Meja Pemeriksaan

Meja pemeriksaan ialah suatu peralatan yang digunakan untuk penderita


atau pasienyang akan diperiksa. Meja pemeriksaan berfungsi untuk menempatkan
penderita diruangan pemeriksaan dan terpisah dari ruangan meja kontrol. Meja
pemeriksaan merupakan meja yang di desain khusus untuk pemeriksaan
radiografi dan fluoroscopy (berkapasitas relatif besar). Meja pemeriksaan
dilengkapi dengan grid bergerak (bucky).

6.Bucky Stand

Bucky stand merupakan suatu peralatan yang digunkan untuk


pemeriksaan radiografi dengan posisi pasien erect (berdiri). Dilengkapi dengan
grid bergerak .

D.Fisika Radiodiagnostik dan Proteksi Radiasi

1. Fisika Radiodiagnostik

Fisika radiodiagnostik berasal dari dua kata yaitu fisika dan


radiodiagnostik. Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala.
Radiodiagnostik adalah penggunaan Sinar-X yang dihasilkan oleh tabung
rontgen untuk membantu menegakkan diagnosa.
Fisika radiodiagnotik adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala
dengan menggunakan sinar-x yang dihasilkan tabung rontgen untuk
menegakkan diagnose.
1.1. Kontras Gambar
Kontras film merupakan perbedaan densitas yang dihasilkan oleh
setiap tipe film radiografi yang telah melalui proses radiografi (Chris
Gunn, 2002:175). Faktor – faktor yang memepengaruhi kontras gambar
adalah :
a. Pemilihan Kilo voltage (kV)
Kilo Voltage adalah factor yang penting karena menentukan
kontras radiografi suatu struktur anatomi.
b. Film dan Tabir
23

Biasanya dipakai kombinasi film dan tabir yang cepat sehingga


mengurangi dosis pasien, ketidaktajaman geometri dan pergerakan.
c. Luas Lapangan Penyinaran
Luas lapangan penyinaran harus cukup besar untuk mencakup
semua daerah yang perlu dipotret akan tetapi semaksimal mungkin
mengurangi radiasi hambur. Tegangan yang lebih rendah akan
menghasilkan kontras gambar yang tinggi dan tegangan yang
tinggi akan menghasilkan kontras yang rendah.
Pengukuran kontras dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1) Kontras Objektif adalah perbedaan antara bayangan hitam dan
bayangan putih pada film rontgen yang dapat diukur dengan alat
densitometer.
Hal – hal yang mempengaruhi kontras objektif :
a) Faktor Radiasi (Kualitas sinar primer dan sinar hambur).
b) Faktor processing (jenis dan susunan bahan pembangkitan,
lemahnya cairan pembangkit, agitasi film dan reducer).
2) Kontras Subjektif adalah perbedaan antara bayangan hitam dan
putih yang dapat dilihat langsung oleh mata.
2. Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan
dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang
ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan terkena radiasi yang
merugikan kesehatan akibat paparan radiasi(Akhadi, 2000).
2.1. Tujuan Keselamatan Radiasi
Tujuan keselamatan radiasi yaitu :
a. Mencegah terjadinya efek non-stokastik yang berbahaya, dan
membatasi peluang terjadinya efek stokastik hingga pada nilai batas
yang dapat diterima masyarakat.
b. Untuk meyakinkan bahwa pekerjaan atau kegiatan yang berkaitan
dengan penyinaran radiasi dapat dibenarkan.
24

2.2. Nilai Batas Dosis ( NBD )


Adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima
oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu
tanpa menimbulkan efek Genetik dan Somatik yang berarti akibat pemanfaatan
tenaga nuklir.
2.2.1.Nilai Batas Dosis pekerja Radiasi:
a. Dosis Efektif rata-rata sebesar 20 mSv (duapuluh milisievert) pertahun
dalam periode 5 (lima) tahun tidak boleh melebihi 100 mSv (seratus
milisievert).
b. Dosis Ekivalen sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu.
c. Dosis Ekivalen untuk lensa mata rata-rata sebesar 20 (duapuluh
milisievert) per tahun dalam periode 5 (lima) tahun dan 50 Msv
(limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu.
d. Dosis Ekivalen untuk kulit sebesar 500 mSv (lima ratus milisievert)
pertahun.
e. Dosis Ekivalen untuk tangan atau kaki sebesar 500 mSv (lima ratus
milisievert) per tahun.

2.2.2. Nilai Batas Dosis Anggota Masyarakat:

a. Dosis efektif seluruh tubuh1 mSv dalam 1 tahun.


b. Dosis ekivalen untuk lensa mata 15 mSv dalam 1 tahun.
c. Dosis ekivalen untuk kulit 50 mSv dalam 1 tahun.

2.3. Jenis-jenis efek radiasi terhadap manusia


a. Berdasarkan jenis sel yang terkena paparan radiasi dapat dibedakan
atas :
1) Efek genetik yaitu efek yang dirasakan oleh keturunan dari
individu yang terkena paparan radiasi.
2) Efek somatic yaitu efek yang dapat dirasakan oleh individu yang
terpapar radiasi.
25

b.Berdasarkan dosis radiasi dapat dibedakan atas :


1) Efek stokastik adalah akibat dimana kemungkinan terjadinya efek
dan dosisradiasi yang diterima oleh seseorang dan tanpa suatu nilai
ambang.
2) Efek non stokastik adalah akibat dimana tingkat keparahan dari
akibat radiasi ini tergantung pada dosis radiasi yang diterima dan
oleh karena itu diperlukan suatu nilai ambang.
2.4. Cara perlindungan (proteksi radiasi) yang dilakukan
a. Terhadap Pasien
1) Pemeriksaan dilakukan hanya atas permintaan dokter
2) Menggunakan luas lapangan penyinaran sesuai dengan
kebutuhan objek
3) Mengatur kondisi penyinaran dengan tepat (kiloVolt,
miliAmpere, second)
4) Menggunakan apron bila diperlukan.
b. Terhadap Personil
1) Pemeriksaan rutin terhadap kemungkinan bocor/rusak
perlengkapan pelindung berlapis Pb.
2) Tidak memegang pasien pada saat ekspose berlangsung bila
diharuskan maka memakai apron.
3) Pada saat eksposi, personil harus senantiasa berlindung dibelakang
tabir pelindung.
c. Terhadap Masyarakat Umum
1) Menutup pintu ruangan ketika pemeriksaan sedang berlangsung.
2) Dinding ruangan pemeriksaan harus berlapis Pb dengan tebal
maksimum 0,5 mm Pb agar tidak dapat ditembus olehsinar-X.
3) Tidak mengarahkan tabung sinar-X kearah ruang tunggu
(BAPETEN, 2013).
Sinar-X merupakan sumber radiasi eksternal. Bahaya sumber
radiasi eksternal ini dapat dikendalikan dengan menggunakan tiga prinsip
dasar proteksi radiasi, yaitu pengaturan waktu, pengaturan jarak, dan
pengaturan perisai radiasi :
26

a) Pengaturan waktu
Paparan radiasi yang diterima pasien selama pemeriksaan
ditentukan oleh lamanya waktu pasien terkena x-ray. Waktu exposure
yang lebih pendek mengakibatakan dosis paparan radiasi yang lebih
rendah terhadap pekerja radiasi dan pasien itu sendiri.
b) Faktor jarak
Dosis berbanding terbalik dengan hukum kuadrat jarak,
dimanapertambahan jarak akan mengurangi nilai paparan radiasi dengan
catatan tidak mempengaruhi hasil gambar.
c) Faktor penahan radiasi (perisai)
1) Alat pelindung diri
Apron pelindung harus mempunyai ketebalan timbal 0.25 atau 1.0
millimeter yang mana dapat melindungi menyerupai timbal murni.
Apron pelindung, sarung tangan, pelindung clot bucky, dan perisai
lipat di desain untuk mencegah radiasi hambur dan mengurangi
paparan radiasi kepada pekerja radiasi. Kacamata timbal dan
pelindung thyroid bisa juga digunakan untuk melindungi area
tubuh yang spesifik.
2) Perisai ruangan
Perisai ruangan di desain untuk mencegah transmisi dari radiasi
melewati dinding ruangan. Hampir semua ruangan diagnostik dan
fluoroskopi memiliki perlindungan setidaknya di beberapa
dinding. Ketebalan dari penghalang tergantung dari jarak sumber
radiasi, penggunaan ruangan di sisi lain dinding, dan jumlah waktu
paparan yang diarahkan ke dinding.
Ada dua jenis perisai yaitu:
(a) Perisai primer yaitu memberikan proteksi terhadap
radiasiprimer atau berkas sinar gunayang di arahkan lansung
ke dinding.
(b) Perisai sekunder yaitu memberikan proteksi radiasi terhadap
radiasi sekunder (sinar bocor dan sinar hambur). Radiasi
27

sekunder memiliki energi rendah dari pada radiasi primer


(Rasad, 2005).

E. Perlengkapan Radiografi

1. Pengertian Digital Radiografi (DR)


Digital Radiografi (DR) adalah suatu bentuk pencitraan sinar-x,dimana
Flat Panel Detektor (FPD) digunakan sebagai pengganti film. Dengan sistem
DR gambar dapat dilihat dimonitor segera setelah akuisisi, yang menamakan
waktu beberapa detik dan dapat disimpan/diteruskan dimanapun mereka
dibutuhkan. Seperti gambar-gambar digital, beberapa salinan data gambar
selalu identik.
Kemudian digital radiografi dengan film yang mencakup jangkauan
dinamis yang lebih luas membuat menjadi lebih cepat untuk eksposur atas dan
bawah serta kemampuan untuk menerapkan teknik pemrosesan citra khusus
yang meningkatkan tampil keseluruh gambar(James G.Kereiakes,2002).
Pada radiografi konvensional menggunakan kaset, film dan screen
sedangkan pada Digital Radiography menggunakan FPD untuk mengambil
gambar radiografi. Karena FPD berfungsi dimana gambar radiografi diubah
kedalam format.
1.1.Komponen Utama Digital Radiography
1.1.1 X-ray Source
Untuk merubah radiografi konvensional menjadi DR tidak perlu
mengganti pesawat sinar-x, DR hanya perlu mengganti sistem
penangkapan gambar yang sudah menjadi digital (Flat Panel Detector)
dengan menggantikan posisi film sebagai pengkapan bayangan laten.

Gambar 2.11. Digital Radiography System (James G.Kereiakes,2002)


28

1.1.2 Image Receptor

Untuk mengganti keberadaan kaset/film sebagai penangkap receptor


sebagai penangkap sinar-x. Image receptor ini ketika sinar-x memaparkan
expose sinarnya ke arah Image Receptor, sinar-x dideteksi oleh detector
didalam Image Receptor dan diubahnya kedalam bentuk sinyal-sinyal
analog berupa Pixel yang mempunyai kode numerik berupa 1 dan 0
(warna hitam dan puth). Setelah susuna Pixel tersebut akan menuju ADC
(Analog Digital Converter) supaya komputer dapat membaca susunan
tersebut dalam bentuk gambar digital.

Gambar 2.12. Image Receptor (James G.Kereiakes,2002)


1.1.3 Analog to Digital Converter
Untuk mengubah input analog menjadi kode digital. ADC banyak
digunakan sebagai pengantar proses industri, komunikasi digital dan
rangkaian pengukuran / pengujian. Umunya ADC digunakan sebagai
perantara antara sensor yang kebanyakan analog dengan sistim komputer
seperti sensor suhu, cahaya, tekanan/berat, aliran dan sebagainya
kemudian diukur dengan menggunakan sistim digital(komputer).
ADC memiliki 2 karakter prinsip,yaitu kecepatan sampling dan
resolusi. Kecepatan sampling suatu ADC menyatakan seberapa sering
sinyal analog dikoversikan kebentuk sinyal digital pada selang waktu
tertentu.
29

1.1.4 Komputer
Komputer dilengkapi oleh bebagai macam menu yang menunjang
dalam proses editing yang digunakan untuk menambah dan juga
mempertinggi kualitas gambar.

Gambar 2.13. Komputer Untuk Proses Editing


(James G.Kereiakes,2002).
1.1.5 Output Device
Sebuah sistem digital radiografi memiliki monitor unuk
menampilkan gambar. Melalui monitor ini, radiografer dapat menetukan
layak atau tidaknya gambar untuk diteruskan ke sebuah work station
radiolog. Media ini yang digunakan untuk mencetak gambar berupa film
khusus (dry view) yang tidak memerlukan proses kimiawi untuk
menghasilkan gambar.

Gambar 2.14. Pencetak Film Digital Radiography (James


G.Kereiakes,2002).
30

2.2.Prinsip Kerja Digital Radiography


a. Adanya CCD panjang gelombang foton sinar-x menjadi panjang
gelombang foton cahaya sehingga dapat diterima Silikon yang ada
pada sensor.
b. Sinar-X diterima sensor proses selanjutnya adalah pengiriman gambar
untuk ditayangkan dilayar monitor melalui Fiber Optik.
c. Pada umumnya terlihat dikomputer kumpulan ribuan kotak-kotak bujur
sangkar berukuran sangat kecil yang disebut Pixel.
d. Biasanya jumlah pixel dalam luas layar monitor ditulis dalam bentuk
kolom X baris yang disebut Image matrix(matrix gambar).
e. Dalam transformasi sinyal gelombang voltage menjadi perangkat
khusus yaitu ADC (Analog to Digital Converter).
f. Selanjutnya gambaran radiografis dapat dicetak pada kertas foto grafik.

2. Persamaan Radiografi Konvensional dan Digital Radiography

a. Menggunakan X-ray dalam pencitraan gambar.


b. Masih memiliki kV dan mAs yang standar.
c. Terdapat bayangan laten yang dapat diolah menjadi bayangan nyata.

3. Perbedaan Radiografi Konvensional dan Digital Radiography

3.1.Pengumpulan Gambar

Pada radiografi konvensional pengumpulan gambar dengan menangkap


sinar radiasi yang telah melewati pasien dengan menggunakan film (blue atau
green sensitive).

Digital Radiography menggunakan Image Receptor(IR) sebagai


pengumpul gambar pengganti X-ray film, diletakkan dalam Image
Receptor(IR).

3.2. Pengolahan gambar

Film x-ray dalam sistem konvensional selanjutnya diproses dengan


menggunakan developer dan fixer(proses manual atau otomatic) sehingga
menghasilkan gambar.
31

Pada Digital Radiography, analog to digitalconverter untuk merubah data


analog yang dikeluarkan detektor menjadi data digital yang dapat
dihubungkan dengan komputer.

3.3. Penampilan gambar

Konvensional radiografi gambar dihasilkan oleh X-ray film yang telah


melalui beberapa proses yang berkesinambungan, sehingga apabila terjadi
kesalahan pada salah satu atau beberapa bagian dari proses tersebut maka akan
berpengaruh langsung dengan tampilan gambar.Sedangkan pada Digital
Radiography gambar ditampilkan dengan monitor komputer yang didukung
oleh software khusus untuk medical imaging sehingga gambar bisa diperbaiki
pada tampilannya yang bertujuan untuk memudahkan menegakkan diagnosa
suatu penyakit.

3.4.Penyimpan gambar

Dengan konvensional radiografi yang menyimpan gambar hanya dalam


disimpan dalam bentuk hasil cetak seperti halnya x-ray film, juga
memungkinkan untuk disimpan dalam hard disk, compact disk, floppy disk
atau media penyimpanan digital lainnya.

4. Film Digital Radiography

Dalam sistem komputer yang terhubung dengan monitor atau laser


printer digantikan film sinar-x dengan menggunakan penangkap gambar untuk
merekam sinar-x dan diubah menjadi file digital yang dapat ditampilkan atau
dicetak untuk dibaca atau disimpan(Agusto,2013).

5. Marker (Tanda atau Kode)

Menurut (Agusto, 2013) marker adalah tanda atau kode yang digunakan
untuk memberi identitas hasil rontgen, yang terdiri dari :

a. Nama pasien / identitas pasien


b. Memberi tanggal pemeriksaan
c. Tanda letak anatomi
32

R = tanda anatomi tubuh sebelah kanan.


L = tanda anatomi tubuh sebelah kiri.
d. Identitas institusi
Marker pada DR (Digital Radiography) diatur ketika pemrosesan di image
reader sehingga kita tidak perlu menggunakan marker manual. Akan tetapi ketika
ada pemotretan corpus alienum yang diakibatkan karena adanya penekanan
(punction) maka marker manual akan dibutuhkan untuk menandai masuknya
benda asing dan melihat sejauh mana benda asing tersebut masuk kedalam tubuh
pasien.
DR (Digital Radiography) tidak menggunakan kamar gelap karena Digital
Radiography bisa langsung diproses pada ruangan yang terang dan terkena
cahaya langsung. Sehingga Digital Radiography sangat efektif dilakukan untuk
pemeriksaan apapun dan pemeriksaan dalam jumlah yang banyak.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian tentang radiografi oesophagus dengan sangkaan tumor ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dan deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut investigasi
karena biasanya penelitian mengumpulkan data dengan cara bertatap muka
langsung dan berinteraksi dengan orang-orang ditempat penelitian.
Penelitian deskriptif adalah salah satu cara penelitian dengan
menggambarkan serta menginterpretasikan suatu objek sesuai dengan kenyataan
yang ada, tanpa berlebih-lebihan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian : 14 April 2021
Tempat penelitian : Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.

C. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian karya tulis ilmiah ini penulis dapat mengumpulkan data
dengan cara sebagai berikut :
1. Dokumentasi
Dengan mempelajari hasil dari radiografi oesophagus yang ditemukan saat
praktek klinik baik yang normal ataupun yang terdapat kelainan khususnya
tumor.
2. Wawancara
Dengan cara melakukan wawancara kepada keluarga pasien dalam hal
penyakit yang diderita pasien tersebut. Diskusi dan kerja sama dengan
radiografer, dan konsultasi dengan dosen pembimbing yang berhubungan
dengan pemeriksaan dan penulisan karya tulis ilmiah.

33
34

Penulis : “Berapa perbandingan media kontras yang digunakan


pada pemeriksaan ini?”
Radiografer : “Menggunakan media kontras Water Soluble 1:2”
Penulis : “Berapa banyak volume media kontras yang diberikan
kepada pasien pada saat pemeriksaan ini?”
Radiografer : “Sekitar 150-200 ml diberikan sedikit-sedikit jangan
sampai tersedak”
Penulis : “Bagaimana posisi pasien saat pemberian media kontras?”
Radiografer : “Posisi pasiennya erect karna pasien dalam keadaan tidak
kooperatif jadi diusahakan agar pasien dapat menelan
media kontras”.
D. Analisa Hasil
Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data
yang berhubungan dengan kategorisasi karakteristik atau sifat variabel, data ini
berupa kalimat, pernyataan, serta gambaran. Data yang telah dikumpulkan dan di
olah. Kemudian dihubungkan dengan hipotesis dan selanjutnya mendapatkan
sebuah kesimpulan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Identitas Pasien

Dalam melaksanakan suatu pemeriksaan perlu diketahui identitas pasien


dengan jelas, berguna untuk mengidentifikasi pasien yang satu dengan pasien
yang lainnya sehingga lebih mudah dalam melakukan suatu pemeriksaan dan
untuk mencegah terjadinya kesalahan data pasien yang satu dengan pasien
yang lain.

Dalam kesempatan ini penulis melakukan penelitian pemeriksaan


Oesophagogram dengan sangkaan Tumor di Instalasi Radiologi Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dengan identitas pasien yang meliputi :
Nama : Tn. A.G
Usia : 45 tahun
Tanggal Lahir : 29-09-1975
Jenis Kelamin : Laki- Laki
No.RM : 00830193
Jenis Pemeriksaan : Oesophagogram
Asal Pasien : Pasien Rawat Jalan
Diagnosa : Tumor Orofaring

2. Prosedur Pemeriksaan

a. Pendaftaran (Registratation).
Pasien datang ke Instalasi Radiologi dan mendaftar ke loket
radiologi dengan membawa surat permintaan foto pemeriksaan dari
dokter pengirim.
b. Penjelasan Prosedur Pemeriksaan dan Penandatanganan Surat
Pernyataan (informed consent).

35
36

Setelah melakukan pendaftaran, petugas radiologi atau radiografer


membaca surat pengantar foto tersebut dan mengidentifikasi pasien lalu
memberikan pengarahan kepada pasien dan keluarga pasien untuk
mengikuti suatu prosedur pemeriksaan yang tertulis. Radiografer
menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien beserta di dampingi
oleh salah satu keluarga atau wali pasiendan di informasikan jika
pemeriksaan akan dilakukan dengan pemberian zat kontras media
berupa water soluble dan efek yang akan dirasakan oleh pasien setelah
pemberian bahan kontras. Apabila pasien dan keluarga pasien sudah
mengerti semua prosedur pemeriksaan makapasien atau wali pasien
menandatangani informed consent atau surat pernyataan setuju jika
pemeriksaan tersebut dilakukan.

3. Persiapan Pasien

Dalam pemeriksaan radiografi pemeriksaan Oesophagogram dengan


sangkaan Tumor Orofaring memerlukan persiapan dengan puasa 4-6 jam sebelum
pemeriksaan, dan perlu di informasikan kepada keluarga pasien agar melepas
benda radioopaque di daerah yang diperiksa seperti kalung dan kancing baju.

4. Persiapan Alat dan Kelengkapan Radiografi

Sebelum dilaksanakan pemeriksaan sebaiknya radiografer melakukan


pemanasan alat serta memilih faktor eksposi yang dibutuhkan. Adapun persiapan
alat pemeriksaan Oesophagogram dengan sangkaan Tumor di Instalasi Radiologi
Rumah Sakit Umum Pusat Haji adam malik Medan adalah sebagai berikut :

a. Pesawat Rontgen Generel Purpose X – ray (GPX) merk :


Adapun data-data Pesawat Rontgen General Purpose X– ray (GPX) dengan
fluoroscopy yangdigunakan dalam penelitian ini adalah :
Merk Pesawat Rontgen : Siemens
Type Pesawat : EN 60825-1:2014
Tegangan Masuk : 200-400 V
Pelayanan Pesawat : Radiography dan Fluoroscopy
Frekuensi : 50-60 Hz
37

kV range : 40-150 kV
mA : 500 mA

Gambar 4.1. Pesawat Rontgen General Purpose X– ray (GPX) dengan


fluoroscopy.

b.Perlengkapan Radiografi.

Perlengkapan radiografi seperti kaset (film) dengan ukuran 35 x 43 cm,


kontras media positif water soluble dan air dengan perbandingan 1:2 dengan
volume 150-200 ml secara bertahap. Pencatatan bayangan menggunakan
Computer Radiografi. Pada pemeriksaan ini digunakan pesawat rontgen yang
dilengkapi fluoroscopy.

5.Teknik Pemeriksaan

Pemeriksaan Oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring di Rumah


Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medanmenggunakan Pesawat General
Purpose X-ray(GPX) dilengkapi fluoroscopi, Sebelum dilakukan pemotretan
sebelumnya harus mengikuti prosedur pemeriksaan tersebut, sebelum pemasukan
media kontras terlebih dahulu dilakukan plain foto, kemudian dilakukan
pengujian kepada pasien dengan meminumkan air mineral untuk memastikan
apakah pasien bisa menelan atau tidak, jika pasien dapat menelan, selanjutnya
masukkan media kontras water soluble 1:2 yang diminumkan melalui sedotan dan
diberikan ke pasien.
38

Adapun proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan Oesophagogram


dengan sangkaan Tumor Orofaring di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum
Pusat Haji adam malik Medan yaitu:
5.1. Plain Foto (Antero Posterior)
Posisi pasien : Pasien dalam posisi berdiri tegak dengan lengan
disamping tubuh dan bahu serta pinggul berjarak sama dari
meja.

Posisi objek : Tempatkan Mid Sagittal Plane pada pertengahan kaset,


tidak ada rotasi bahu dan panggul

Tepi atas : Kaset 5 cm di atas shoulder (setinggi mulut agar seluruh


oesophagus masuk ke kaset)

Central Ray : Horizontal dan Tegak lurus terhadap kaset.

Center Point : Pada bidang midsagital setinggi Thoracal 6

FFD : 40 inch (100 cm)

Faktor Eksposi : 61,4 kV, 16,1 mAs

Gambar 4.2. Hasil Gambaran Oesophagus proyeksi AP.

Kriteria evaluasi : Anatomi Menunjukkan :

Tampak seluruh oesophagus berada pada pertengahan


kaset, tampak os clavicula, tampak gambaran kedua paru.
39

5.2. Proyeksi Antero Posterior


Posisi pasien : Pasien dalam posisi berdiri tegak dengan lengan
disamping tubuh dan bahu serta pinggul berjarak sama dari
meja.
Posisi objek : Tempatkan Mid Sagittal Plane pada pertengahan kaset.
Tidak ada rotasi bahu dan panggul Jika perlu, Putar kepala
sedikit untuk memudahkan minum campuran barium

Tepi atas : Kaset 5 cm di atas shoulder(setinggi mulut agar seluruh


oesophagus masuk ke kaset).

Central Ray : Horizontal dan Tegak lurus terhadap kaset.

Center Point : Pada bidang midsagital setinggi Thoracal 6

FFD : 40 inch (100 cm)

Faktor Eksposi : 61,4 kV, 16,1 mAs

Kriteria Evaluasi : Anatomi Menunjukkan :

Tampak oesophagus terisi barium.

Tampak oesophagus superimposisi dengan vertebra


thoracalis.

5.3. Proyeksi Lateral

Posisi pasien : Pasien berdiri tegak dengan salah satu sisi tubuh
menempel pada bidang kaset.

Posisi objek : Atur kedua lengan di depan kepala saling superposisi,


elbow flexi. Mid coronal plane pada garis tengah kaset
ataupun bucky. Shoulder dan hip diatur true lateral, lutut
fleksi untuk fiksasi. Tangan kanan memegang gelas.

Tepi atas kaset : 5 cm di atas bahu.

Central Ray : Horizontal dan Tegak lurus terhadap kaset.


40

Center Point : Pada pertengahan kaset setinggi Thoracal 6 dan 3 cm di


depan mid coronal plane

FFD : 40 inch (100 cm)

Faktor Eksposi : 61,4 kV, 16,1 mAs

Kriteria evaluasi : Anatomi menunjukkan :

Seluruh kerongkongan terlihat antara tulang belakang dan


jantung. Tampak Oesophagus dari sisi lateral terisi atau
dilapisi dengan kontrasmedia.

6.Hasil Ekspertise

Telah dilakukan pemeriksaan Radiografi Oesophagus (Oesophagogram)


dengan sangkaan Tumor Orofaring dengan hasil sebagai berikut :
Nama : Tn. A.G
Usia : 45 Tahun
JenisKelamin : Laki-Laki
No.RM : 00830193
Jenis Pemeriksaan : Oesophagogram
Diagnosa : Tumor Orofaring
Tanggal Pemeriksaan : 14 April 2021
a. Evaluasi Gambar Radiografi Oesophagus Proyeksi AP
A B

Gambar 4.3. Hasil Gambaran Oesophagus proyeksi AP.


41

Evaluasi pemeriksaannya yaitu :

1) Tampak gambaran oesophagus terisi kontras.


2) Pada Gambar 4.3.A tampak oesophagus terisi kontras dibagian proksimal
oesophagus, terlihat adanya massa.
3) Pada Gambar 4.3.B tampak oesophagus terisi kontras dibagian distal
oesophagus, telihat adanya penyempitan

b. Evaluasi Gambar Radiografi Oesophagus Proyeksi Lateral

Gambar 4.4. Hasil Gambaran Oesophagus proyeksi Lateral.


Evaluasi pemeriksaannya yaitu :
1) Tampak gambaran oesophagus dari aspek lateral terisi kontras
2) Tampak kontras mengisi dibagian distal oesophagus dan terlihat adanya
penyempitan

Hasil Pemeriksaan

Pada pemeriksaan oesophagogram dengan water soluble via oral.


Tampak kontras mengisi orofaring hingga ke distal, kontras lancar, tampak
dilatasi kaliber esofagus distal +/- 2,8 cm. pada bagian distal esofagus dengan
fluoroskopi tampak aliran kontras melambat dan sempat berhenti.
Tampak penyempitan kaliber esofagus distal dengan dinding irreguler.
Kontras tampak mengisi gaster.

Kesimpulan :
Penyempitan esofagus distal dengan dinding irreguler menggambarkan
striktur esofagus distal, kemungkinan maligna.
42

B. Pembahasan
Dalam mempertimbangkan latar belakang dan ruang lingkup masalah,
maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
“ Upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
radiografi yang optimal pada pasien yang tidak kooperatif pada
pemeriksaan Oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.

Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah adalah :

1. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan gambaran yang optimal


pada pasien yang tidak kooperatif pada pemeriksaan Oesophagogram
dengan sangkaan tumor orofaring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan, yaitu dilakukan dengan memposisikan pasien sebisa
mungkin dengan proyeksi AP dan lateral, tanpa dilakukan proyeksi oblique,
dengan meja pemeriksaan yang di tilting sehingga meja dalam posisi
vertikal untuk membantu pengisian aliran kontras agar mendapatkan
gambaran yang maksimal.Pemeriksaandilakukan dalam posisi erect dengan
meja pemeriksaan yang ditilting, pemeriksaan ini menggunakan kontras
media water soluble dengan perbandingan 1:2 dengan volume 150-200 ml
dengan menggunakan pesawat General Purpose X-ray yang dilengkapi
fluoroskopi.

2. Keuntungan dan kerugian pemeriksaan Oesophagogram dengan sangkaan


Tumor orofaring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
yaitu :
a. Keuntungan pemeriksaan yaitu pasien tidak perlu banyak pergerakan
pada saat dilakukan pemeriksaan karena pemeriksaan oesophagogram ini
hanya menggunakan posisi pasien AP dan lateral dan tidak dilakukan
proyeksi oblique, dikarenakan pasien dalam keadaan tidak kooperatif.
Karena media kontras yang digunakan adalah water soluble dengan
konsentrasi yang lebih cair, kemungkinan pasien tersedak kecil.
b. Kerugian pemeriksaan Oesophagogram dengan sangkaan tumor
orofaring di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yaitu
43

radiasi yang diterima pasien banyak, karena menggunakan media kontras


water soluble yang memiliki aliran yang cepat, sehingga butuh
kecepatan untuk mendapatkan gambarannya, dan lamanya berjalan
pemeriksaan juga mempengaruhi lamanya radiasi yang mengalir.

3. Perbedaan antara teori pemeriksaan dengan pelaksanaan yaitu :

a. Pada teori pemeriksaan dilakukan proyeksi oblique seperti RAO, namun


pada pelaksanaan pemeriksaan ini tidak dilakukan proyeksi oblique,
dikarenakan keadaan pasien yang tidak kooperatif.
b. Pada dasarnya di teori diperlukan "FULL FILLING", namun di
pelaksanaan pemeriksaaan ini tidak dilakukan, karena meggunakan
media kontras water soluble, sehingga sulit untuk mendapatkan "FULL
FILLING".
c. Pada teori, persiapan pasien tidak memerlukan puasa, namun
dipelaksanaan pemeriksaan, pasien puasa 4-6 jam.
d. Faktor eksposi yang diberikan seminimal mungkin karena radiasi pada
pasien harus diperhatikan.
4. Hasil Radiografi berdasarkan kualitas radiografi pada pemeriksaan
Oesophagogram dengan sangkaan tumor orofaring menggunakan
pencatatan Digital Radiography bahwa densitas dan kontras cukup baik
pada hasil gambaran.

3. Pada saat pemeriksaan proteksi radiasi baik itu pada pasien menggunakan
alat pelindung diri seperti shield gonad diberikan kepada pasien dan
menggunakan faktor eksposi seminimal mungkin untuk meminimalisir
radiasi hambur terhadap pasien pada saat pemeriksaan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Setelah penulis mengikuti dan mengamati pelaksanaan pemeriksaan


Oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pemeriksaan Oesophagogram dengan sangkaan Tumor Orofaring pada


pasien yang tidak kooperatif dilakukan dengan proyeksi AP dan Lateral
menggunakan media kontras water soluble dicampur dengan air dengan
perbandingan kontras 1:2 dengan volume 150-200 ml.

2. Pemasukan media kontras pada pasien dilakukan via oral yang


diminumkan secara bertahap, pejalanan media kontrasnya diamati dengan
menggunakan fluoroscopy.

3. Pengambilan gambar dilakukan degan meggunakan faktor eksposi yaitu


61,4 Kv, 16,1 mAs dan pada saat kontras mengisi oesophagus dan saat
aliran kontras terhalang oleh kelainan yang ada.

B.Saran

1. Sebaiknya pada saat pemeriksaan Oesophagogram dengan sangkaan Tumor


Orofaring pada pasien yang tidak kooperatif, diambil proyeksi yang sesuai
dengan keadaan pasien, gunakan perbandingan media kontras yang optimal
untuk mendapatkan hasil gambaran radiografi yang dapat menegakkan
diagnosa.

2. Sebaiknya berhati-hati pada saat pemberian media kontras via oral,


diperhatikan keadaan pasien jangan sampai tersedak.

3. Gunakan faktor eksposi yang sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan agar


radiasi yang diterima pasien seminimal mungkin.

44
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis, (2000), Dasar-Dasar Proteksi Radiasi, Jakarta: Penerbit


Rineka Cipta.

Ballinger, W. Philip. (2003). Merrill’s Atlas of Radiographic Position and


Radiologic Procedur Volume Two. St. Louis: Mosby.
BAPETEN, (2012). Dasar Proteksi Radiasi,Jakarta 10350
Bushong, Stewart C. (2001). Radiologic Science for Technologists, Physics,
Biology and Protection Edisi 7. St. Louis : Mosby.

Clark, C. K, (2005), Positioning In Radiography, London : Mosby

Evi Widyayati. Analisis dosis serap radiasi foto thorax pada pasien anak di
rumah instalasi radiologi rumah sakit paru jember. Jember:Universitas
Jember,2013

Greathouse, Joanne S. (2006). Radiographic Positioning & Procedures: A


Comprehensive Approach, United states of America : Thomson
Corporation.

Kenneth L, Bontrager. (2018). Radiographic Positioning and Related


Anatomy, Edisi 9th

Meredith W, Jond, Massery, J.B (1972). Fundamental Physic Radiologi, Edisi 2


dan 3 Bristol.

Pearce, Evelyn. C, (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta


PT Gramedia Pustaka Utama.

Price, Sylvia Anderson. (2006), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.

Rasad, Sjahriar. (2005). Radiologi Diagnostic Edisi 2, Jakarta : Gaya Baru.

Rosyidi, Kholid MN, S.Kep, Ns (2013). Muskuloskeletal, Jakarta :TIM.

Schunke, Michael. (2013). Prometheus Atlas Anatomi Manusia, Jakarta : Penerbit


Kedokteran EGC.

Sloane, Ethal, (2003), Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula, Jakarta : Penerbit
Kedokteran, EGC.

Syaifuddin, (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat,Jakarta : Edisi I


Buku Kedokteran.
Syaifuddin, (2014), Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan dan Kebidanan
,Jakarta : Edisi 4 Buku Kedokteran.

Williams,L & Wilkins. (2014). Nursing : Memahami berbagai macam


penyakit. Alih Bahasa Paramita,Jakarta. PT.Indeks

Anda mungkin juga menyukai