Anda di halaman 1dari 34

RADIOGRAFI PELVIS DENGAN SANGKAAN FRAKTUR OS

PUBIS DI RUMAH SAKIT COLUMBIA ASIA


MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Tugas Akhir Pada Program Pendidikan


Diploma III Akademi Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi

DISUSUN OLEH :

WAHYU ALFIANSAH
NIM : 18.084

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


YAYASAN SINAR AMAL BHAKTI
MEDAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : RADIOGRAFI PELVIS DENGAN SANGKAAN


FRAKTUR OS PUBIS DI RUMAH SAKIT
COLUMBIA ASIA MEDAN
NAMA : WAHYU ALFIANSAH
NIM : 18.084
PROGRAM : PENDIDIKAN DIPLOMA III TEKNIK
RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

( L.Napitupulu, S.Pd )

Direktur Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi


Yayasan Sinar Amal Bhakti
Medan

(Djamiandar Simamora, DFM, S.Pd, M.Pd)


ABSTRAK

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


YAYASAN SINAR AMAL BHAKTI MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH, 2021

WAHYU ALFIANSAH (NIM : 18.084)


“RADIOGRAFI PELVIS DENGAN SANGKAAN FRAKTUR OS PUBIS DI
RUMAH SAKIT UMUM COLUMBIA ASIA MEDAN”

Wahyu alfiansah,18.084.Radiografi Pelvis dengan sangkaan Fraktur Os Pubis di


Rumah Sakit Umum Columbia Asia Medan. Karya Tulis ilmiah program studi
Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan Sinar Amal Bhakti
Medan 2021. Radiografi pelvis dengan menggunakan sinar-X merupakan metode
yang tepat untuk memperlihatkan kelainan pada Pelvis khususnya radiografi
Pelvis dengan sangkaan Fraktur Os Pubis. Pemeriksaan ini menggunakan proyeksi
Antero-Posterior Supine.Penelitian dilakukan di Radiologi Rumah Sakit Columbia
Asia Medan dengan jenis pesawat rontgen yang digunakan adalah General X-ray
Unit dengan kapasitas yang relative besar pada bulan Februari 2021. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian kualitatif, teknik pengambilan
data berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Hasil penelitian diperoleh
pemeriksaan radiografi Pelvis dengan sangkaan Fraktur Os Pubis di Rumah Sakit
Umum Columbia Asia Medan yaitu tampak fraktur comminutive os pubis kiri
dengan malaligment. Proses pengolahan film dilakukan dengan Computer
Radiografi (CR).

Kata kunci : Radiografi pelvis,Fraktur os pubis,Antero-Posterior Supine


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“ RADIOGRAFI PELVIS DENGAN SANGKAAN FRAKTUR OS PUBIS
DI RUMAH SAKIT COLUMBIA ASIA MEDAN”.
Adapun karya tulis ini disusun dan disajikan dalam rangka menyelesaikan
tugas akhir pada program pendidikan Diploma III Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi.
Dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini
selayaknya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Yth. Bapak Djamiandar Simamora, DFM, S.Pd, M.Pd selaku Direktur
Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Yayasan Sinar Amal
Bhakti Medan.
2. Yth. Ibu L.Napitupulu, S.Pd selaku dosen pembimbing penulis yang telah
mendukung, memberikan masukan hingga akhir penyelesaian Karya Tulis
Ilmiah ini.
3. Yth. Bapak/Ibu Dosen dan Staff Akademi Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan.
4. Yth. Bapak Direktur dan Staff Radiologi Klinik Pramita Lab Kota Medan
yang telah memberikan kesempatan untuk belajar klinik.
5. Yth. Bapak Direktur dan Staff Radiologi Rumah Sakit Khusus Paru Medan
yang telah memberikan kesempatan untuk belajar klinik.
6. Yth. Bapak Direktur dan Staff Radiologi Rumah Sakit Columbia Asia Medan
yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian Karya Tulis
Ilmiah.
7. Kedua Orang tua penulis yang terkasih yaitu Ayahanda Yanuasri dan Ibunda
Mailinda, Abang Randi aprilyan, yang tidak henti-hentinya memberikan do’a,
dukungan semangat maupun material, dan moral yang sangat berarti buat
penulis. Semoga penulis dapat menjadi orang yang bisa dibanggakan.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga jasa baiknya dan kemurahan hati yang telah diberikan kepada
penulis mendapat imbalan yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam penyusunan dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini penulis
menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
penyusunan maupun penyajian. Oleh karena itu, penulis mohon maaf dan juga
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan karya tulis
ilmiah ini, semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat dikemudian hari bagi
seluruh pembaca khususnya bagi penulis dan Mahasiswa/i Akademi Teknik
Radiodiagnostik Dan Radioterapi Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan.

Medan, Juni 2021


Penulis

WAHYU ALFIANSAH
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. v

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................


1.2 Pembatasan Masalah........................................................................
1.3 Rumusan Masalah............................................................................
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................
1.5 Manfaat Penelitian............................................................................
1.6 Isi Penulisan.....................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS...............................................................

2.1 Pengertian Konsep...........................................................................


2.1.1 Anatomi..................................................................................
2.1.2 Fisiologi..................................................................................
2.1.3 Patologi...................................................................................
2.1.4 Etiologi...................................................................................
2.2 Teknik Radiografi............................................................................
2.2.1 Proyeksi Antero-Posterior Supine..........................................
2.3 Teknik Pesawat Rontgen..................................................................
2.3.1 Tabung Pesawat Rontgen.......................................................
2.3.2 Meja Kontrol...........................................................................
2.3.3 Meja Pemeriksaan...................................................................
2.3.4 Transformator Tegangan Tinggi.............................................
2.4 Fisika Radiodiagnostik dan Proteksi Radiasi...................................
2.4.1 Fisika Radiodiagnostik...........................................................
2.4.2 Proteksi Radiasi......................................................................
2.5 Perlengkapan Radiography..............................................................
2.5.1 Computed Radiography..........................................................
2.5.2 Film Computed Radiography.................................................
2.5.3 Marker.....................................................................................
2.5.4 Grid ........................................................................................
2.5.5 Prinsip Kerja Computed Radiography...................................
BAB III METODE PENELITIAN..................................................

3.1 Jenis Penelitian.................................................................................


3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian.........................................................
3.3 Teknik Pengumpulan Data...............................................................
3.4 Analisa Hasil....................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................

4.1 Hasil.................................................................................................
4.1.1 Identitas Pasien.......................................................................
4.1.2 Prosedur Pemeriksaan.............................................................
4.1.3 Persiapan Pasien.....................................................................
4.1.4 Persiapan Alat.........................................................................
4.1.5 Teknik Pemeriksaan................................................................
4.1.6 Hasil Ekspertise......................................................................
4.2 Pembahasan......................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................

5.1 Kesimpulan......................................................................................
5.2 Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tehnik pemeriksaan Pelvis adalah pemeriksaan radiologi untuk melihat gambaran


dari tunggal panggul yang dapat menunjukan kelainan secara radiologis. Terdapat
beberapa kelainan yang dapat terjadi pada pelvis yaitu fraktur, trauma,
dislokasi,osteoporosis,osteoarthritis
Pelvis terbentuk dari tiga buah tulang yakni dua tulang kokse (coxae),tulang
sakrum(sacrum),dan tulang koksigeus(coccygeus).Tulang kokse terdiri dari tulang ilium,
tulang pubis, dan tulang iskium. Tulang pubis terdiri dari ramus superiorossis pubis dan
ramus inferiorossis pubis. Kedua rami(ramus)tersebut dibatasi oleh foramen
obturatorium. Tulang koksegeus terbentuk dari tiga atau empat vertebre yang berangsur
mengecil dar iatas atas kearah bawah (Kahle,1997). Sedangkan Pubis, terletak di depan
tulang pinggul dekat dengan organ kelamin
Fraktur pada daerah pelvis merujuk adanya patah pada satu atau lebih dari tulang-
tulang yang membentuk tulang panggul. Fraktur ini termasuk tidak umum dengan angka
kejadian sekitar 3 persen di antara fraktur tulang lainnya pada orang dewasa. Oleh karena
panggul adalah struktur seperti cincin, fraktur di salah satu bagian struktur sering disertai
dengan fraktur atau kerusakan ligamen pada titik lain dalam struktur tersebut.
Pada fraktur pelvis dengan fragmen tulang yang patah melukai pembuluh darah,
pengidap dapat mengalami perdarahan, baik terbuka maupun tertutup dan membutuhkan
penanganan segera untuk menghentikan perdarahan. Posisi anatominya yang berdekatan
dengan pembuluh darah besar yaitu arteri femoralis menyebabkan risiko perdarahan pada
fraktur pelvis lebih tinggi.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin membahas tentang radiografi
pelvis dengan sangkaan fraktur pubis dimana kasus tersebut masih banyak terjadi dan
memerlukan tindakan segera. Untuk memastikan diagnosa sementara dari seorang dokter
maka dilakukan pemeriksaan secara radiografi terhadap penderita fraktur pada pelvis.
Dari hasil pengamatan dan penelitian di Rumah Sakit Columbia Asia Medan,
pemeriksaan radiografi pelvis dengan sangkaan fraktur maka dilakukan dengan proyeksi
Antero-Posterior Supine, dengan bantuan sinar-X sudah dapat memperlihatkan gambaran
radiografi yang baik dan dapat membantu menegakkan diagnosa.
1.2 Pembatasan Masalah

Pada penulisan ini akan diuraikan hal-hal yang mendukung penulisan,


diantaranya yaitu radiografi pelvis dengan sangkaan fraktur os pubis dengan
menggunakan proyeksi Antero-Posterior Supine Adapun jenis pesawat rontgen yang
ideal digunakan adalah General X-ray Unit dengan kapasitas yang relative besar. Proses
pengolahan film radiografi menggunakan Computed Radiography (CR).

1.3 Rumusan Masalah

Dengan memperlihatkan latar belakang dan pembatasan masalah pada


pemeriksaan radiografi Pelvis dengan sangkaan fraktur pubis penulis merumuskan
masalah sebagai berikut : “Mengapa dilakukan foto pelvis hanya dengan satu posisi yaitu
Antero-Posterior Supine pada pemeriksaan Pelvis dengan sangkaan Fraktur Pubis ?”

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian dari pemeriksaan Pelvis dengan sangkaan Fraktur Os
Pubis adalah :
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana prosedur
pemeriksaan Pelvis dengan sangkaan Fraktur Os Pubis yaitu pada proyeksi
Antero-Posterior Supine, di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Columbia Asia
Medan.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui proyeksi pemeriksaan yang
dilakukan apabila ada pemeriksaan Radiografi Pelvis dengan sangkaan Fraktur
Os Pubis dalam keadaan darurat dan hanya dilakukan dengan satu proyeksi yaitu
Antero-Posterior Supine

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diperoleh dari pemeriksaan Pelvis dengan sangkaan
Fraktur Os Pubis tersebut adalah :
1.5.1 Untuk Penulis
Menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari dalam teori selama perkuliahan
serta praktek secara langsung pada objek yang sebenarnya dan untuk menambah
pengalaman bagi penulis.
1.5.2 Untuk Institusi ATRO Yayasan Sinar Amal Bhakti Medan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah wawasan
bagi pembaca serta menambah perbendaharaan buku-buku referensi bagi
mahasiswa/mahasiswi di Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Sinar
Amal Bhakti Medan untuk penelitian selanjutnya digunakan sebagai buku referensi
tingkat akhir.
1.5.3 Untuk Rumah Sakit Umum Columbia Asia Medan
Untuk meningkatkan pelayanan pada pasien dan dapat dijadikan sebagai bahan
acuan untuk pertimbangan dalam pemeriksaan radiografi Pelvis dengan sangkaan
Fraktur Os Pubis di “Rumah Sakit Columbia Asia Medan” serta dapat digunakan
untuk mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien itu sendiri.

1.6 Isi Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi atas lima bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan isi
penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS


Penulis menguraikan tentang konsep dasar yang meliputi pengertian
pemeriksaan, anatomi, fisiologi, patologi, etiologi, teknik radiografi,
teknik pesawat rontgen, fisika radiodiagnostik, proteksi radiasi dan
processing film.

BAB III : METODE PENELITIAN


Penulis menguraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat
penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisa hasil.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAAN MASALAH
Penulis menguraikan tentang hasil pemeriksaan berupa identitas pasien,
prosedur dan teknik pemeriksaan dan pembahasan masalah.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


Penulis menguraikan tentang kesimpulan dan saran terhadap
pemeriksaan yang dilakukan dan saran yang diajukan untuk
mengetahui manfaat dari pemeriksaan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Konsep


2.1.1 Anatomi
Anatomi berasal dari dua kata, yaitu ana “menguraikan” dan tomi “memotong”.
Jadi, anatomi adalah ilmu yang mempelajari susunan tubuh manusia, dengan jalan
menguraikan dan memotong-motong bagian-bagian tubuh, atau disebut juga ilmu
urai,Anatomi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan organisasi tubuh makhluk
hidup
1.Pelvis
Pelvis terbentuk dari tiga buah tulang yakni dua tulang kokse (coxae),tulang
sakrum(sacrum),dan tulang koksigeus(coccygeus).Tulang kokse terdiri dari tulang ilium,
tulang pubis, dan tulang iskium. Tulang pubis terdiri dari ramus superior pubis dan
ramus inferior pubis. Kedua rami(ramus)tersebut dibatasi oleh foramen obturatorium.
Tulang koksegeus terbentuk dari tiga atau empat vertebre yang berangsur mengecil dar
iatas atas kearah bawah (Kahle,1997)
.

Ilium

sacrum

ischium

pubis

Gambar 1.pelvis
ILIAC CRETS ILIUM

AURICULAR SURFACE

ANTERIOR SUPERIOR ILIAC POSTERIOR SUPERIOR ILIAC

POSTERIOR INFERIOR ILIAC

ANTERIOR INFERIOR ILIAC

SPINE OF ISCHIUM

BODY OF ILIUM

ACETABULUM SUPERIOR RAMUS PUBIS

BODY OF PUBIS

ISCHIUM PUBIS

OBTURATUR FORAMEN

ISCHIAL RAMUS INFERIOR RAMUS PUBIS

Gambar 2.anterior aspect of right hip bone

A. Os sacrum

sakrum terletak di bagian atas, belakang rongga panggul , di antara dua sayap panggul
Ini membentuk sendi dengan empat tulang lainnya. Kedua proyeksi di sisi sakrum
disebut alae (sayap), dan mengartikulasikan dengan ilium di L-berbentuk sendi sacroiliac
Bagian atas sakrum terhubung dengan vertebra lumbar terakhir (L5), dan bagian
bawahnya dengan tulang ekor (tulang ekor) melalui kornu sakral dan tulang ekor.Sakrum
memiliki tiga permukaan berbeda yang dibentuk untuk mengakomodasi struktur panggul
di sekitarnya. Secara keseluruhan itu cekung (melengkung pada dirinya sendiri). The
dasar sakrum , bagian terluas dan paling atas, dimiringkan ke depan sebagai
promontorium sakrum internal. Bagian tengah melengkung ke luar menuju posterior ,
memungkinkan ruang yang lebih besar untuk rongga panggul .
.
B. Os coccyges
Os coccyges berartikulasi dengan sacrum di superior tulang ini terdiri dari empat
vertebra rudimenter yang bersatu membentuk tulang segitiga kecil yang basisnya
bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra coccygea hanya terdiri atas corpus,
namum vertebra pertama mempunyai prosecus tranversus rudimenter dan kornu
coccygeum. Kornu adalah sisa pediculus dan procesus articularis superior yang menonjol
ke atas untuk bersendi dengan kornu scrale.

C. Os kokse

Tulang ini terdiri dari tiga bagian komponen, yaitu : ilium, iscium, dan pubis. Saat
dewasa tulang-tulang ini telah menyatu seluruhnya pada acetabulum.
Ilium : adalah bagian terbesar dan teratas dari tulang pelvis, melebar keluar, membentuk
tonjolan dari pelvis. Garis tepi dari tonjolan tersebut dinamakan crista iliaca. Secara posterior,
ilium bersendi dengan sacrum (sacro-iliac joint).
Iscium : terdiri dari spina dibagian posterior yang membatasi incisura isciadica mayor
(atas) dan minor (bawah). Tuberositas iscia adalah penebalan bagian bawah korpus
iscium yang menyangga berat badan saat duduk. Ramus iscium menonjol ke depan dari
tuberositas ini dan bertemu serta menyatu dengan ramus pubis inferior.
Pubis : terdiri dari korpus serta rami pubis superior dan inferior. Tulang ini
berartikulasi dengan tulang pubis ditiap sisi simfisis pubis. Permukaan superior dari
korpus memiliki Krista pubicum dan tuberkulum pubicum. Foramen obturatorium
merupakan lubang besar yang dibatasi oleh rami pubis dan iscium.

2.1.2 Fisiologi
Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi dari tubuh manusia berkaitan dengan
mekanisme berbagai organ dan jaringan dalam melaksanakan kegiatan tertentu
Pelvis adalah daerah batang tubuh yang berada disebelah dorsokaudal terhadap
abdomen dan merupakan daerah peralihan dari batang tubuh ke ekstremitas inferior.
Pelvis bersendi dengan vertebra lumbalis ke-5 di bagian atas dengan caput femoris kanan
dan kiri pada acetabulum yang sesuai. Pelvis dibatasi oleh dinding yang dibentuk oleh
tulang, ligamentum, dan otot. Cavitas pelvis yang berbentuk seperti corong, member
tempat kepada vesika urinaria, alat kelamin pelvic, rectum, pembuluh darah dan limfe,
dan saraf.
2.1.3 Patologi

Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri dan
perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau kondisi dari bagian tubuh
(Tamher & Heryati, 2008).
Patologi merupakan ilmu yang mempelajari penyakit, meliputi pengetahuan dan
pemahaman dari perubahan fungsi dan struktur pada penyakit, mulai tingkat molekuler
sampai pengaruhnya pada setiap individu (Hasdianah & Suprapto, 2017).
Fraktur atau yang sering kali disebut dengan patah tulang, adalah sebuah patah
tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
Tanda & gejala patah tulang
Tanda dan gejala fraktura dapat berbeda pada setiap orang, tergantung jenis, lokasi, dan
tingkat keparahan yang dialami. Namun secara umum, gejala patah tulang atau fraktur
yang sering dirasakan adalah:
 Rasa nyeri atau sakit yang umumnya parah di area tulang yang mengalami
fraktura.
 Pembengkakan di area tulang yang mengalami fraktura.
 Deformitas atau perubahan bentuk yang terlihat jelas di area tubuh yang
mengalami fraktur.
 Sulit menggerakan bagian tubuh di area patahnya tulang.
 Kemerahan, memar, dan terasa hangat di kulit sekitar area tubuh yang mengalami
fraktura.
 Mati rasa dan kesemutan di area tubuh yang terkena.

2.1.4 Etiologi
Etiologi adalah penetapan sebeb terjadinya suatu fenomena penyakit. Pengertian
etiologi mencakup identifikasi atas faktor-faktor yang menimbulkan suatu penyakit
(Tamher & Heryati, 2008).
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan
akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya
retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi
disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur
yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio,
Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010)
a.Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan
2)Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula
3)Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b.Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan
1)Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2)Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul salah satu proses yang progresif
3)Rakhitis
4)Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

2.2 Teknik Radiografi


Teknik radiografi merupakan proses dan tata cara pemotretan dari objek yang
diperiksa dengan menggunakan sinar-X untuk memperoleh gambaran radiografi dan
ditampilkan pada reseptor gambar (film) sehingga mampu menegakkan diagnosa
(Bontrager, 2018).
1. Persiapan Pasien
Pada radiografi Pelvis dengan sangkaan Fraktur Os Ischium tidak melakukan
persiapan khusus, radiografer memberikan penjelasan tentang prosedur yang akan
dilakukan agar pasien kooperatif saat menjalankan pemeriksaan.
2. Persiapan alat
Untuk menunjang terlaksananya radiografi pelvis alat sebagai berikut:
a. Pesawat rontgen
b. Kaset 35 cm x 43 cm
c. Grid
d. Film
Adapun teknik radiografi yang dilakukan untuk memperlihatkan pelvis dengan
sangkaan fraktur os pubis adalah :

2.2.1 Antro-posterior supine


Tujuan Pemeriksaan : Untuk memperlihat kan anatomi pelvis secara umum AP
Posisi Pasien : Supine (tidur terlentang di atas meja pemeriksaan).
Posisi Objek : a) Tempatkan tubuh pasien di atas meja pemeriksaan
sehingga MSP tubuh tegak lurus pada garis tengah
meja pemeriksaan.
b) Letakkan lengan pasien di tempat yang tidak
menimbulkan bayangan pada gambar. Dengan posisi
terlentang,.
c) Tempat kan obyek di pertengahan kaset pastikan
kedua SIAS sejajar

Gambar 3. Posisi AP SUPINE

Arah sinar/central ray (CR) : Vertikal tegak lurus pertengahan IR


Titik bidik/central pint (CP) :Pertengahan antara SIAS dan symphysis pubis 2
inchi atau 5 cm inferior SIAS dan 2 inchi superior
symphysis pubis).
Focus Film Distance (FFD) : 100 cm
Ukuran film dan kaset : 35 x 43 cm

Gambar 4. Gambar radiografi pelvis AP SUPINE

2.3 Teknik Pesawat Rontgen


Teknik pesawat rontgen adalah bagian tata cara penggunaan pesawat rontgen
tersebut untuk kelancaran jalannya pemeriksaan dengan hasil gambaran radiografi yang
optimal.
Pesawat rontgen adalah salah satu peralatan instalasi radiologi yang mempunyai
peranan penting untuk dapat memproduksi sinar-X dan dapat memberikan gambaran
objek pada film rontgen setelah melalui proses secara kimiawi di ruang processing film
atau kamar gelap

Gambar 5. Pesawat Roentgen


2.3.1 Tabung Pesawat Rontgen
Tabung pesawat rontgen merupakan bagian dari unit pesawat rontgen tempat
diproduksinya sinar-X. Tempat keluarnya sinar-X dari tabung disebut jendela
tabung dan sumber terpancarnya sinar-X dari tabung disebut focus. Adapun bagian-
bagian yang terdapat pada tabung pesawat rontgen terdiri dari:
a. Tube Housing (Tabung Rontgen Bagian Luar)
Tube Housing adalah wadah yang terbentuk silindir dari bahan metal dan
dilapisi dengan timbal. Fungsinya adalah untuk menempatkan insert tube
terhindar dari benturan dan juga guncangan. Bagian-bagian dari tube housing
yaitu:
1) Window dilengkapi dengan box diafragma dan lampu kolimator.
2) Additional filter berfungsi untuk menyaring sinar-X menjadi homogen.
Filter terbuat dari bahan aluminium dengan ketebalan tertentu.
3) Kolimator berfungsi untuk membatasi luas lapangan penyinaran.
4) Oli, berada di dalam tube housing dan mengelilingi insert tube. Oli
berfungsi sebagai bahan isolator tegangan tinggi dan sebagai pendingin
insert tube.
b. Insert Tube (Tabung Rontgen Bagian Dalam)
Insert Tube adalah tabung rontgen bagian dalam dan merupakan tempat
pembangkit sinar-X yang terletak di dalam tube housing ynag terbuat dari kaca
pyrex (gelas envelop) yang hampa udara. Didalamnya terdapat :
1) Katoda, adalah elektroda yang bermuatan negatif dari sebuah tabung
rontgen. Pada katoda terdapat filamen yang merupakan sumber elektron
yang membangkitkan sinar-X, yang terbuat dari kawat tungstate dan
focusing cup yang berfungsi mengarahkan elektron menuju bidang target
dan letaknya mengapit filamen.
2) Anoda, adalah elektroda yang bermuatan positif yang bentuk permukaan
nya miring untuk tempat tumbukan elektron-elektron (target). Target ini
terbuat dari bahan wolfram yang mempunyai daya panas tinggi. Fungsi
target adalah untuk memberhentikan elektron-elektron yang berkecepatan
tinggi secara tiba-tiba
Proses terjadinya sinar-X
 Katoda (filamen) dipanaskan (lebih dari 20000oC) sampai menyala dengan
mengalirkan listrik yang berasal dari transformator.
 Karena panas, elektron-elektron dari katode (filamen) terlepas.
 Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi, elektron-elektron
akan dipercepat gerakannya menuju anoda dan dipusatkan ke alat pemusat
(focussing cup).
 Filamen dibuat relatif negatif terhadap sasaran (target) dengan memillih potensial
tinggi.
 Awan-awan elektron mendadak dihentikan pada sasaran (target) sehingga
terbentuk panas (>99%) dan sinar-X (<1%).
 Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar-X dari tabung,
sehingga sinar-X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela
 Panas yang tinggi pada sasaran (target) akibat benturan elektron ditiadakan oleh
radiator pendingin.

2.3.2 Meja Kontrol (Control Table)

Meja kontrol merupakan bagian dari unit pesawat rontgen yang digunakan untuk
mengendalikan besarnya keluaran sinar-x yang dibutuhkan untuk mengendalikan setiap
kali expose (paparan), meja kontrol pesawat rontgen diagnostik berbeda-beda pada
masing-masing pesawat, tetapi pada prinsip penggunaannya hampir sama pada setiap
pesawat rontgen. Meja kontrol pada umumnya ditempatkan dibelakang pelindung agar
petugas terlindung dari radiasi pada saat pemeriksaan berlangsung

Gambar 6. Meja Kontrol, (Bontrager, 2005)


Pada meja kontrol terdapat alat pengatur atau indikator-indikator antara lain :
a) Line Switch
Saklar yang berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan pesawat rontgen.
b) mA Selektor Radiografi
Alat untuk memilih dengan tepat banyaknya jumlah elektron dari katoda menuju
anoda per second, di lambangkan dengan mA.
c) kV Selektor Radiografi
Alat untuk memilih dengan tepat jumlah kVp.
d) Timing Selektor Radiografi
Alat untuk memilih waktu eksposi pada radiografi.
e) X-ray Indikator
Pertanda ada tidaknya sinar-X yang keluar, yaitu lampu menyala pada saat
ready X-ray berlangsung pada radiografi.
f) mAs Meter
Menunjukkan hasil kali arus yang mengalir dan waktu yang diperlukan dan mengukur
kwantitas dan muatan listrik. Dalam pesawat sinar-x diperlukan mAs meter karena bila
lamanya eksposi sangat singkat, mA meter bisa tidak cukup waktu sekitar satu detik
(Meredith, 1972).

2.3.3 Meja Pemeriksaan (Object Table)


Meja pemeriksaan adalah suatu peralatan yang digunakan untuk penderita atau
pasien yang akan diperiksa (Meredith, 1977).
Pada pesawat berkapasitas besar, meja pemeriksaan dilengkapi dengan penggerak
horizontal ke kiri atau ke kanan dan penggerak vertikal ke atas dan ke bawah. Meja
pemeriksaan dilengkapi dengan kaset dan grid yang menyatu dengan bagian konstruksi
meja pemeriksaan

2.3.4 Transformator Tegangan Tinggi (High Tention Transformator)


Transformator tegangan tinggi adalah alat pembangkit tegangan tinggi untuk
memproduksi kV pada tabung rontgen. Letak alat tersebut pada umumnya berada di meja
kontrol pada pesawat kecil, tetapi sebagian besar pada pesawat kecil alat transformator
tersebut berada pada tabung rontgen.
Pada pesawat yang memiliki transformator tegangan tinggi di meja kontrol, alat itu
dihubungkan melalui dua kabel tegangan tinggi ke tabung rontgen langsung ke anoda
dan katoda. Tugasnya adalah mengubah tegangan masuk sampai beribu-ribu volt yang
diperlukan untuk menjalankan tabung sinar-X. Trafo ini adalah trafo step up dengan dua
kumparan dan mempunyai lebih banyak lilitan dalam kumparan keduanya daripada
kumparan pertama. Ratio transformasi adalah :

Jumlah lilitan dalam kumparan I Tegangan I


=
Jumlah lilitan dalam kumparan II Tegangan II

Bila pesawat sinar-X dipakai, tegangan melalui tabung sinar-X hampir selalu
dinyatakan dalam kilovolt peak. Bentuk gelombang tegangan dari satu daya arus bolak
balik adalah bentuk gelombang berdenyut, naik sampai harga puncak (peak) dalam tiap
half cycle dalam pola perubahan.
Kecuali dalam rangkaian arus khusus tegangan output dari trafo tegangan tinggi
yang digunakan ke tabung sinar-X juga berdenyut. Istilah kilovolt peak menunjukkan
kilovolt tertinggi yang dicapai dalam tiap cycle tegangan berdenyut yang trafo
sampaikan ke tabung sinar-X.
Trafo mempunyai 2 jenis kumparan, antara lain :
 Kumparan primer
Kumparan primer mengambil tegangan dalam bentuk arus tinggi pada satu daya.
Bila sangat tinggi harus mengalir, tahanan kawat yang dilaluinya harus sekecil
mungkin, jadi kawat kumparan primer harus pendek dan tebal.
 Kumparan sekunder
Kumparan sekunder menyediakan kV dan mA untuk tabung sinar-X, memberikan
kuat arus yang rendah, tahanan jauh lebih besar dengan tidak memerlukan banyak
tegangan untuk mengirim arus melalui kawat dan terlalu banyak daya hilang.
Dengan demikian kumparan sekunder dibuat dari kawat panjang dan tipis
(Meredith, 1972).

2.4 Fisika Radiodiagnostik dan Proteksi Radiasi


2.4.1 Fisika Radiodiagnostik
Fisika radiodiagnostik adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala dengan
menggunakan sinar-X yang dihasilkan dari tabung rontgen untuk menegakkan diagnosa.
Pembuatan radiografi diharapkan menghasilkan bayangan yang tajam dengan bentuk
yang sama seperti objek yang sebenarnya.

a. Kontras
kontras gambar adalah perbedaan dalam densitas dibeberapa tempat pada
radiografi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontras gambar adalah :
1. Pemilihan kiloVoltage (kV)
kV adalah faktor penting karena menentukan kontras radiasi (pasien) dan kontras
radiografi suatu struktur anatomi.
2. Film dan tabir
Biasanya dipakai kombinasi film dan tabir yang cepat sehingga mengurangi dosis
pasien, ketidaktajaman geometri dan gerakan.
3. Luas lapangan penyinaran
Luas lapangan penyinaran harus cukup besar untuk mencakup semua daerah yang
perlu di potret tetapi sekecil mungkin untuk mengurangi radiasi hambur. Tegangan
yang lebih rendah menghasilkan kontras yang tinggi dan tegangan yang lebih tinggi
menghasilkan kontras yang rendah.
Pengukuran kontras dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1) Kontras objektif adalah perbedaan antara bayangan hitam dan bayangan putih pada
film rontgen yang dapat diukur dengan alat densitometer. Yang mempengaruhi
kontras objektif yaitu :
a. Faktor radiasi (kualitas sinar primer dan sinar hambur
b. Faktor processing (jenis dan susunan bahan pembangkitan, lemahnya cairan
pembangkitan, agitasi film dan reducer).
2) Kontras subjektif adalah perbedaan antara bayangan hitam dan putih yang dapat
dilihat langsung oleh mata.

b. Detail
Detail adalah kemampuan untuk memvisualisasikan struktur kecil, harus cukup
menunjukkan dengan jelas bagian anatomi yang diinginkan. Detail dipengaruhi
1) Film
2) Jarak
3) Screen
4) Ukuran fokus
5) Pergerakan

c. Ketajaman
Ketajaman gambar adalah penggambaran yang tegas dari satu garis ke garis pada
objek yang sama dengan yang lain atau nilai citra radiografi mampu memperlihatkan
batas yang tegas bagian-bagian objek yang difoto sehingga struktur organ terlihat dengan
baik.
Ketajaman gambar dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1. Ketajaman Objektif
Pembatasan yang dapat diukur dari detail gambar, unsur-unsur gambar terhadap
semuanya. Ketajaman objektif tidak dapat ditingkatkan tetapi semata-mata pada
pemotretan.
2. Ketajaman Subjektif
Peralihan yang lebih atau kurang tajam antara dua daerah hitam ditentukan oleh
perbedaan kehitaman, sebab itu ketajaman, subjektif yang terlihat pada mata manusia
tergantung pada kontras gambar.
Adapun beberapa hal untuk mempengaruhi ketajaman yaitu :
a) Ukuran bidang fokus
Semakin kecil bidang fokus maka semakin tinggi ketajaman gambar.
b) Faktor jarak
Pengaruh jarak terhadap ketajaman yaitu:
1. Focus Film Distance (FFD) semakin besar, maka foto akan semakin tajam.
2. Object Film Distance (OFD) semakin kecil, maka foto yang di hasilkan akan
semakin tajam.
c) Faktor pergerakan
Untuk mendapatkan gambaran yang tajam dari objek bergerak makan yang
dapat dilakukan adalah memperkecil jarak fokus ke film dan mempersingkat waktu
ekspose.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktajaman gambar yaitu :
a. Ketidaktajaman geometrik
Ketidaktajaman geometri adalah gambaran kabur pada pinggir-pinggir
bayangan film rontgen.
Ketidaktajaman geometrik bertambah apabila :
1. Ukuran bintik focus objektif bertambah.
2. Jarak Focus Film Distance (FFD) berkurang.
3. Jarak Film Object Distance (OFD) bertambah

b. Ketidak tajaman karena pergerakan (Unsharpness Movement)


Ketidaktajaman karena pergerakan adalah bayangan yang timbul bila ada
gerakan selama waktu penyinaran dari tabung sinar-X, film atau objek yang dipotret.
Untuk mengurangi ketidaktajaman karena pergerakan maka yang harus dilakukan
adalah:
1. OFD (d) kecil
2. FFD (f) besar
3. Waktu exposi (t) kecil
4. Kecepatan (v) kecil

c. Ketidaktajaman akibat fotografik (Unsharpness Fotographic)


Ketidaktajaman ini terjadi karena struktur film, maupun IS, kondisi
penyinaran, faktor pencucian (Meredith, 1972).

b) Densitas
Densitas gambar yaitu derajat kehitaman pada film. Hasil dari eksposi film
setelah diproses menghasilkan efek penghitaman karena sesuai dengan sifat emulsi
film yang akan menghitam apabila diekspos. Derajat kehitaman ini tergantung pada
tingkat eksposi yang diterima baik itu kV atau mAs. Kehitaman terjadi karena
adanya interaksi antara sinar-X dan emulsi film. Emulsi film akan menghitam jika
nilai mAs dinaikkan. Densitas yang tinggi didapat pada area yang terpapar
langsung oleh sinar-X. Jika intensitas sinar-X besar maka densitas akan tinggi
(high density) dan pada film akan berwarna hitam, sedangkan untuk intensitas
sinar-X yang kecil maka densitas akan rendah (low density). Faktor yang
mempengaruhi densitas gambar adalah:
a) kiloVolt (kV), menunjukkan kualitas sinar-X karena berhubungan dengan
kemampuan sinar-X dalam menembus bahan.
b) mAs, menunjukkan kuantitas sinar yang dihasilkan.
c) FFD (Focus Film Distance), menunjukkan jarak pemotretan dari fokus ke film.
d) Ketebalan objek, semakin tebal objek yang akan difoto, faktor eksposi semakin
meningkat.
e) Luas lapangan penyinaran, intensitas sinar-X yang keluar dari tube sinar-X

2.4.2Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan
pemberian perlindungan kepada seorang atau sekelompok orang ataupun kepada
keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi
Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi
yang merusak akibat paparan radiasi (Bapeten, 2020).
Tujuan Proteksi radiasi antara lain :
a. Mencegah terjadinya efek non-stokastik atau efek deterministik yang disebut juga
dengan keparahan meningkat dengan pertambahan dosis dan adanya dosis ambang
contohnya : kerusakan sistem pencernaan, sistem darah, saraf pusat, luka radiasi,
sterilitas.
b. Menjamin terlaksananya seluruh tindakan yang diperlukan untuk membatasi peluang
terjadinya efek stokastik pada masyarakat. Dimana pengertian efek stokastik adalah
kemungkinan bertambah besar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dan tanpa
suatu nilai dosis ambang contohnya : leukemia, kanker.
a) Nilai Batas Dosis
Nilai batas dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat
diterima pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa
menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir.
Menurut Peraturan BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013 tentang keselamatan radiasi dalam
penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik dan intervensiodan Nomor 1 Tahun 2020
tentang aspek proteksi radiasi dalam desain reaktor daya sebagai berikut :
1) Nilai Batas Dosis Pekerja Radiasi :
a. Dosis Efektif rata-rata sebesar 20 mSv per tahun dalam periode 5 tahun dan 50
mSv dalam 1 tahun tertentu.
b. Dosis Ekivalen untuk lensa mata rata-rata sebesar 20 mSv pertahun dalam periode
5 tahun dan 50 mSv dalam 1 tahun tertentu.
c. Dosis Ekivalen untuk kulit, tangan, dan kaki sebesar 500 mSv dalam 1 tahun.
2) Nilai Batas Dosis Anggota Masyarakat :
a. Dosis Efektif seluruh tubuh 1 mSv dalam 1 tahun.
b. Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv per tahun.
c. Dosis Ekivalen untuk kulit 50 mSv per tahun.
Faktor utama dalam proteksi radiasi yaitu :
a. Faktor waktu
Seorang pekerja radiasi yang berada di dalam medan radiasi akan menerima dosis radiasi
yang besarnya sebanding dengan lamanya pekerja tersebut berada di dalam medan radiasi.
Semakin lama seseorang berada di tempat itu, akan semakin besar dosis radiasi yang
diterimanya, demikian pula sebaliknya.
b. Faktor jarak
Besar dosis radiasi yang diterima seseorang bergantung pada jaraknya terhadap sumber
radiasi. Semakin jauh jarak terhadap sumber radiasi semakin kecil dosis radiasi yang diterima
seseorang. Jadi, bila terlalu dekat pada sumber radiasi, maka laju dosis pada objek akan
berlipat ganda besarnya.
c. Faktor penahan radiasi (perisai)
Sifat dari penahan radiasi ini harus mampu menyerap energi radiasi atau melemahkan
intensitas radiasi. Dinding ruangan untuk semua jenis pesawat sinar-X terbuat dari bata
merah ketebalan 25 cm atau beton dengan kerapatan jenis 2,2 g/cm 3 dengan ketebalan 20 cm
atau setara dengan 2 mm timah hitam (Pb).
Cara perlindungan (proteksi radiasi) yang dapat dilakukan yaitu:
a. Terhadap pasien:
1. Pemeriksaan sinar-X hanya atas permintaan dokter.
2. Ukuran lapangan penyinaran sesuai kebutuhan klinis.
3. Jarak fokus objek tidak terlalu dekat.
4. Tidak terjadi pengulangan foto.
b. Terhadap personil:
1. Personil berlindung di belakang perisai (shielding) pada saat ekspose.
2. Mematuhi peraturan proteksi radiasi dan memakai peralatan proteksi radiasi
seperti apron, pelindung tiroid, sarung tangan dan pelindung mata ketika
melakukan pemeriksaan.
3. Menggunakan alat pengukur radiasi seperti thermoluminisense dosimeter (TLD)
dan dosimeter saku (pocket dosimeter).
4. Bekerja dengan hati-hati dan teliti agar tidak terjadi pengulangan foto.
c. Terhadap masyarakat umum:
1. Menutupi pintu ruang pemeriksaan saat pemeriksaan berlangsung.
2. Dinding ruangan pemeriksaan dilapisi Pb sesuai dengan petunjuk aman proteksi
radiasi.
3. Tidak mengarahkan tube sinar-x ke arah ruang tunggu

2.5 Perlengkapan Radiography


2.5.1 Computed Radiography (CR)
a. Pengertian Computed Radiography (CR)
Proses pengolahan film dari bayangan laten menjadi bayangan tampak dapat dilakukan
dengan cara yaitu radiografi konvensional, computed radiography dan digital radiography.
Computed Radiography adalah proses digitalisasi gambar yang menggunakan lembar
atau photostimulable plate untuk akusisi data gambar. Kemudian data digital berupa sinyal-
sinyal ditangkap photo Multiplier Tube (PMT) setelah itu cahaya tersebut digandakan dan
diperkuat intensitasnya. Data diubah menjadi sinyal elektrik yang akan dikonversi kedalam
data digital oleh analog digital converter (ADC) (Ballinger, 2003).
Pada Radiografi konvensional menggunakan kaset, film dan screen sedangkan pada
Computer Radiografi hanya menggunakan imaging plate untuk mengambil gambar
Radiografi. Walaupun imaging plate secara fisik tampak seperti menggunakan screen yang
sama dengan radiografi konvensional, tetapi imaging plate mempunyai fungsi yang sangat
berbeda. Karena imaging plate hanya berfungsi untuk menyimpan sinyal ke dalam photo
stimulable phospor (PSP) dan kemudian menyampaikan informasi gambar dalam bentuk data
digital.
b. Persamaan Radiografi Konvensional dan Computed Radiography
1) Menggunakan X-ray dalam pencitraan gambar
2) Masih memilih kV dan mAs yang standar
3) Menggunakan kaset atau gambar reseptor
4) Terdapat bayangan laten yang dapat diolah menjadi bayangan nyata.
c. Perbedaan Radiografi Konvensional dan Computed radiography
1) Pengumpulan gambar
Pada radiografi konvensional pengumpulan gambar dengan menangkap sinar radiasi
yang telah melewati pasien dengan menggunakan film (blue atau green sensitive). Computed
radiography menggunakan imaging plate (IP) terbuat dari phosphor sebagai media
pengumpul gambar  pengganti X-ray film, diletakan dalam imaging plate cassette (IP
cassette).
2) Pengolahan gambar
Film X-ray dalam sistem konvensional selanjutnya diproses dengan menggunakan
developer dan fixer (proses manual atau otomatis) sehingga menghasilkan gambar. Pada
computed radiography, image plate yang telah dieksposi selanjutnya dimasukan dalam
reader unit, dengan laser scanner hasil eksposi pada image plate dibaca dan diubah
menjadi signal digital yang selanjutnya ditampilkan pada monitor komputer.
3) Penampilan gambar
Konvensional radiografi gambar dihasilkan oleh X-ray film yang telah melalui
beberapa proses yang berkesinambungan, sehingga apabila tejadi kesalahan pada salah satu
atau beberapa bagian dari proses tersebut maka akan berpengaruh langsung dengan tampilan
gambar. Untuk memperbaikinya proses harus diulang secara keseluruhan dari awal.
Sedangkan pada computed radiography gambar ditampilkan dengan monitor komputer yang
didukung oleh software khusus untuk medical imaging sehingga gambar bisa diperbaiki pada
tampilannya yang bertujuan untuk memudahkan menegakkan diagnosa suatu penyakit.
4) Penyimpanan gambar
Berbeda dengan konvensional radiografi yang menyimpan gambar hanya dalam bentuk
X-ray film, computed radiography gambar dapat disimpan dalam bentuk hasil cetak seperti
halnya X-ray film, juga memungkinkan untuk disimpan dalam hard disk, compact disk,
floppy disk atau media penyimpanan digital lainnya.
d. Kelebihan dan Kekurangan Computed Radiography
CR memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan radiografi konvensional, antara
lain :
1) Dosis pasien lebih rendah akibat QDE (Quantum detection efficiency) fosfor IP yang
lebih tinggi.
2) Angka pengulangan yang lebih rendah karena kesalahan-kesalahan faktor teknis.
3) Resolusi kontras yang lebih tinggi dan kualitas gambar dapat ditingkatkan serta
processing film lebih cepat.
4) Tidak memerlukan kamar gelap atau biaya untuk film (jika gambar tidak ditampilkan
dalam hardcopy).
5) Lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan zat kimia dalam proses gambar.
6) Kerusakan film karena film terbakar dapat dihindari.
7) Penyimpanan gambar lebih mudah baik dengan hardcopy maupun penyimpanan
elektronik.
Sedangkan kekurangan pada CR antara lain :
1) Biaya yang cukup tinggi untuk Imaging Plate, Digitaizer Computed Radiography,
hardware dan software untuk workstation.
2) Resolusi spatial yang rendah.
3) Membutuhkan energi listrik yang banyak
4) Pasien potensial menerima radiasi yang over exposed

e. Komponen Utama Computer Radiografi


1. Imaging Plate
Image Imaging plate merupakan lembaran yang dapat menangkap dan menyimpan
bayangan laten, terdiri dari lapisan posfor dan lapisan pendukung. Imaging plate ditempatkan
didalam kaset setelah itu kita lakukan ekspos dengan sinar-X (Ballinger, 2003).
Fungsi dari imaging plate adalah sebagai penangkap gambar dari objek yang sudah di
sinar (ekspose). Prosesnya adalah pada saat terjadinya penyinaran, imaging plate akan
menangkap energi dan disimpan oleh bahan phosphor yang akan diubah menjadi sinyal
elektrik dengan laser scenner dalam image reader.

Gambar 7
Imaging Plate
Gambar 8
Struktur Imaging Plate
Struktur dari imaging plate adalah :
a) Protective layer : merupakan lapisan tipis dan transparan berfungsi untuk melindungi IP
b) Phosphor layer : merupakan lapisan yang mengandung bariumfluorohalide dalam bahan
pengikatnya.
c) Reflective layer : terdiri dari partikel yang dapat memantulkan cahaya.
d) Conductive layer : terdiri dari kristal konduktif, yang berfungsi untuk mengurangi masalah
yang disebabkan oleh electrostatic. Selain itu ia juga mempunyai
kemampuan untuk menyerap cahaya dan dengan demikian hal tersebut
dapat meningkatkan ketajaman gambaran. 
e) Support layer : berfungsi untuk menyangga lapisan di atasnya.
f) Backing layer : lapisan soft polimer untuk melindungi imagingplate selama proses
pembacaan di dalam image reader.
g) Barcode label : untuk memberikan nomor seri dan mengidentifikasi imaging plate
tertentu yang kemudian dapat dihubungkan dengan data pasien.
2. Kaset Computed Radiography
Kaset depan pada Computer Radiografi terbuat dari carbon fiber dan bagian belakang
terbuat dari aluminium, kaset ini berfungsi sebagai pelindung imaging plate. phospor screen
(IS) pada kaset analog berfungsi mengubah sinar x menjadi sinar tampak. Kaset CR hanya
berisi plate yang dilapisi pospor (barium fluorohalida), bentuknya seperti IS pada kaset
analog berfungsi mengubah sinar x menjadi sinar tampak. Imaging plate (IP) merupakan
lembaran yang dapat menangkap dan menyimpan sinar-X
1. Image Reader
Setelah imaging plate di expose dan identitas pasien telah diberikan, imaging plate di
masuk kan ke dalam image reader. Di dalam image reader, imaging plate di keluarkan dari
kaset dan bayangan laten pada imaging plate di scan garis per garis oleh scanner laser.Saat
laser memindai gambar, fosfor pada imaging plate melepaskan elektron yang memancarkan
cahaya yang sma dengan energi yang tersimpan. Cahaya output ini di ubah menjadi sinyal
listrik dan kemudian diubah ke format digital untuk dimanipulasi, diedit, diamati dan dicetak
sesuai keinginan.
Data pada imaging plate kemudian terhapus oleh cahaya di dalam image reader. Lalu,
di masukkan kembali pada kaset dan siap kembali untuk di expose. Proses ini memakan
waktu kira-kira 20 detik (Ballinger, 2003).
2. Image Console
Setelah dari image reader, gambar radiografi akan ditampilkan pada monitor CR.
Radiographer dapat mengubah di faktor rekontruksi bila ingin melihat struktur tertentu pada
gambar. Gambar dapat ditampilkan pada monitor atau dicetak ke film radiografi.
Jika gambar ditampilkan di monitor, pengguna dapat memeriksa semua fitur gambar
dengan keunggulan terbaik untuk menyesuaikan karakteristik gambar secara visual. Setelah
itu gambar akan di print pada printer (imager) (Ballinger, 2003).
Imaging console dilengkapi oleh berbagai macam menu yang menunjang dalam
proses editing dan pengolahan gambar sesuai dengan anatomi tubuh, seperti kondisi hasil
gambaran organ tubuh, kondisi tulang dan kondisi soft tissue. Terdapat menu yang sangat
diperlukan dalam teknik radiofotografi yaitu kita bisa mempertinggi atau
mengurangi densitas, ketajaman, kontras dan detail dari suatu gambaran radiografi
yang diperoleh.

Gambar 9
Image Console CR di Rumah Sakit Colombia Asia Medan
3. Imager (Printer)
Imager mempunyai fungsi sebagai proses akhir dari suatu pemeriksaan yaitu media
pencetakan hasil gambaran yang sudah diproses dari awal penangkapan sinar-X oleh image
plate kemudian di baca oleh image reader dan diolah oleh image console terus dikirim ke
image recorder untuk dilakukan proses output dapat berupa media compact disc sebagai
media penyimpanan atau dengan printer laser yang berupa laser imaging film.
2.5.2 Film Computed Radiography
Film CR juga disebut laser imaging film. Laser imaging film adalah film single emulsi
yang dilapisi oleh kristal silver halide yang sensitif terhadap cahaya merah yang dipancarkan
oleh laser.
Struktur lapisan laser imaging film adalah :
a) Lapisan pelindung (supercoat) yang merupakan lapisan pelindung film dari kerusakan
fisik dan dari goresan, biasa disebut dengan lapisan anti gores.
b) Lapisan emulsi merupakan lapisan lembut yang mudah rusak oleh proses kimia, fisik dan
temperatur, merupakan lapisan sensitif terhadap radiasi yang terdiri dari silver halide
yang terikat dengan gelatin murni.
c) Lapisan perekat (substratum) merupakan lapisan perekat, disebut juga adhesive layer
yang terletak antara emulsi dan base film, berguna untuk merekatkan dasar film dengan
emulsi.
d) Lapisan dasar film (base film) merupakan lapisan dasar yang terbuat dari polyesteratau
cellulose acetate setebal 0,2 mm, berfungsi sebagai pengaman karenasifatnya tidak
mudah terbakar bila dibandingkan dengan bahan kertas, dan sebagailembar penyangga
emulsi film dengan lapisan-lapisan lainnya.
e) Lapisan anti bengkok (anti-curl backing) berfungsi menjaga film agar tetap lurus setelah
prosesing, dan lapisan pewarna (anti-halation layer) adalah bahan pewarna yang terdapat
dalam gelatin pada anti-curl backing.
2.5.3 Marker (Tanda atau Kode)
Marker adalah tanda atau kode yang digunakan untuk memberi identitas hasil
rontgen, yang terdiri dari :
Tanda atau kode ini digunakan untuk
a. Nama pasien / identitas pasien
b. Memberi tanggal pemeriksaan
c. Tanda letak anatomi
R = tanda anatomi tubuh sebelah kanan.
L = tanda anatomi tubuh sebelah kiri.
d. Identitas institusi (Ballinger, 2003)
Marker pada CR (Computed Radiography) diatur ketika proses gambar pada image
console sehingga kita tidak perlu menggunakan marker manual. CR (Computed
Radiography) tidak menggunakan kamar gelap karena CR bisa langsung diproses pada
ruangan yang terang dan terkena cahaya langsung. Sehingga CR sangat efektif dilakukan
untuk pemeriksaan apapun dan pemeriksaan dalam jumlah yang banyak.
2.5.4 Grid
Grid adalah alat untuk mengurangi atau mengeliminasi radiasi hambur agar tidak
sampai kefilm rongent. Grid terdiri atas lajur-lajur lapisan tipis timbal yang disusun tegak
diantara bahan bahan yang tembus radiasi (misalnya : plastik, kayu, bakelit).Jenis-jenis grid
ditinjau dari pergerakannya yaitu :
a) Grid diam (stationary grid atau lisholm), jenis grid ini didalam kegunaannya diletakkan
diantara meja pemeriksaan dan dapat di pindah-pindahkan.
b) Grid bergerak (moving grid atau bucky), jenis grid ini di dalam penggunaannya berada
dibawah meja pemeriksaan dan tidak dapat dipindah pindahkan.
Jenis grid ditinjau dari susunannya dibagi dalam :
a) Grid Linear/Paralel
b) Focussed Grid
c) Pseudo Focussed Grid
d) Crossed Grid

Anda mungkin juga menyukai