Anda di halaman 1dari 52

PERBANDINGAN PEMERIKSAAN OS PATELLA DENGAN

KLINIS OESTEOARTHITIS PADA PROYEKSI AP

WEIGHT BEARING DAN SKYLINE METHOD

DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD

CILEUNGSI BOGOR

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan
Kelulusan Diploma III
Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi

Disusun oleh:
SETIYOBUDI
2014019

AKADEMI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN


RADIOTERAPI PERSADA NUSANTARA BEKASI
2023
2
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Karya Tulis : PERBANDINGAN PEMERIKSAAN OS PATELLA

DENGAN KLINIS OSTEOARTHRITIS PADA

PROYEKSI AP WEIGHTBEARING DAN

SKYLINE METHOD DI INSTALASI RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEUNGSI

BOGOR

Nama : Setiyobudi

NIM : 2014019

Dinyatakan layak untuk mengikuti ujian Tugas Akhir/Karya Tulis Ilmiah di

ATRO Persada Nusantara Bekasi

Bekasi, 25 Mei 2023

Pembimbing,

(Halifia Zukhrina, S.ST, MKM)

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Tulis : PERBANDINGAN PEMERIKSAAN OS PATELLA

DENGAN KLINIS OSTEOARTHRITIS PADA

PROYEKSI AP WEIGHTBEARING DAN

SKYLINE METHOD DI INSTALASI RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEUNGSI

BOGOR

Nama : Setiyobudi

NIM : 2014019

Telah diujikan pada ujian Tugas Akhir / Karya Tulis Ilmiah oleh dewan penguji

dan dinyatakan lulus pada tanggal……

DEWAN PENGUJI

1. Penguji 1 Dr. H.M.S. Mursyid, M.Si, M.M.M.kes, Phd ( )

2. Penguji 2 Erika Yustin Ningrum, S.Tr.Kes ( )

3. Penguji 3 Halifia Zukhrina, S.ST, MKM ( )

Mengetahui,
Akadem Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi Persada Nusantara Bekasi
Direktur,

Dr. H.M. Saleh Mursyid, M.Si,M.Mkes, P.hd

iii
ABSTRAK

Setiyobudi (2014019): Perbandingan Pemeriksaan Os Patella Dengan Klinis


Oesteoarthitis Pada Proyeksi Ap Weight Bearing Dan Skyline Method Di
Instalasi Radiologi Rsud Cileungsi Bogor. Karya tulis ilmiah Akademi Teknik
Radiodiagnosik dan Radioterapi Persada Nusantara Bekasi 2023.
osteoarthritis juga disebut penyakit sendi degeneratif yaitu penyakit sendi
non inflamasi yang ditandai dengan penurunan bertahap pada artikular tulang
rawan dengan pembentukan tulang hipertrofik (pembesaran tulang), sehingga
terjadi penyempitan ruang sendi dan mengakibatkan timbulnya rasa sakit.
Osteoarthritis bisa dipicu karena cedera dan abnormalitas bawaan pada susunan
tulang.
Pemeriksaan radiologi OS Patella dengan klinis osteoarthritis dilakukan
untuk melihat dan membandingkan celah sendi diantara kedua lutut. Dalam
Bontrager 2018 pemeriksaan Os Patella meliputi proyeksi adalah PA, Lateral
mediolateral, Tangential axial or sunrise/ skyline (Merchant bilateral method),
Tangential axial or sunrise/ skyline (inferosuperior, Hughston, and Settegast
methods), dan Superoinferior sitting tangential method (Hobbs modif cation).
Selain itu dalam Bontrager 2018 pemeriksaan Os patella bisa dilakukan dengan
AP weightbearing bilateral untuk perbandingan.
Pada Karya Tulis Ilmiah ini mengunakan Penelitian kuantitatif deskriptif
untuk menggambarkan, menjelaskan, atau meringkaskan berbagai kondisi, situasi,
fenomena, atau berbagai variabel penelitian menurut kejadian sebagaimana
adanya yang dapat dipotret, diwawancara, diobservasi, serta yang dapat
diungkapkan melalui bahan-bahan dokumenter.
Berdasarkan hasil pemeriksaan os patella dengan klinis osteoarthritis
dapat disimpulkan pada proyeksi AP Weightbeaaing gambaran radiograf os
patella dengan kasus osteoarthritis tampak penyempitan ruang sendi dan
permukaan sendi yang tidak teratur. Dan mampu menampakkan gambaran distal
femur, proximal tibia, fibula, tibia plateau, femorotibial joint space, serta fossa
intercondylar. Proyeksi PA weight menampakkan gambaran kedua sendi
femorotibial joint space, fossa intercondylar serta penyempitan ruang sendi
condylus lateral dan medial. valgus. Proyeksi PA weight bearing dapat berguna
untuk mengevaluasi penyempitan celah sendi dan melihat penyakit tulang rawan
sendi dengan hasil gambaran tampak intercondylar fossa, dan tibia plateau.
Proyeksi skyline inferosuperior dan superoinferior dapat menilai anatomi seperti
patellofemoral lateral, patellofemoral medial, spur, dan iregularitas
patellofemoral.

iv
Kata kunci : Osteoarthritis, Os Patella, AP Weightbearing, Tangential axial or
sunrise/ skyline (inferosuperior, Hughston, and Settegast methods), dan
Superoinferior sitting tangential method (Hobbs modif cation)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah

melimpahkan taufik, hidayah dan rahmatnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan proposal karya tulis ilmiah yang berjudul “Perbandingan

Pemeriksaan Os Patela Dengan Klinis Oesteoarthitis Pada Proyeksi Ap Weight

Bearing Dan Skyline Method Di Instalasi Radiologi RSUD Cileungsi Bogor yang

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi.

Dalam menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan yang berbahagia ini

penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. H.M. Saleh Mursyid, M.Si,M.Mkes, P.hd selaku direktur ATRO

Persada Nusantara Bekasi.

2. Ibu Halifia Zukhrina S.ST, M.KM selaku pembimbing dalam penulisan

Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Seluruh petugas radiografer di instalasi radiologi Rumah Sakit Umum

Daerah Cileungsi Bogor.

v
4. Seluruh staf pengajar dan pengelola progam studi DIII Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi ATRO Persada Nusantara Bekasi yang

telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis.

5. Orang tua yang memberikan support baik dukungan maupun materi.

6. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal karya tulis ilmiah ini

masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran, kritik dan

koreksi demi penyempurnaan proposal karya tulis ilmiah ini.

Bekasi, Maret 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... iii

ABSTRAK.......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR........................................................................................ v

DAFTAR ISI....................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 3

1.3 Batasan Masalah....................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian.................................................................... 4

1.6 Sistematika Penulisan............................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi OS Patella.................................................................... 7

2.2 Patologi Osteoarthritis............................................................... 11

2.3 Sinar – X..................................................................................... 14

2.4 Kualitas Radiograf...................................................................... 17

vii
2.5 Proteksi Radiasi.......................................................................... 19

2.6 Prosedur Pemeriksaan OS Patella.............................................. 21

2.7 Komponen CR............................................................................ 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep....................................................................... 34

3.2 Defenisi Operasional.................................................................. 34

3.3 Teknik Pengumpulan Data......................................................... 35

3.4 Lokasi Penelitian........................................................................ 36

3.5 Jenis Penelitian .......................................................................... 36

3.6 Populasi dan Sampel.................................................................. 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil............................................................................................ 38

4.2 Pembahasan................................................................................. 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan................................................................................47

5.2 Saran..........................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Knee Joint– anterior view (Bontrager,2018) ................. 7

Gambar 2.2 Anatomi Knee Joint dan proximal tibiofibular joint proyeksi

anterior oblique (Bontrager,2018)..................................................

Gambar 2.3 Anatomi Femur (Bontrager,2018)................................................. 9

Gambar 2.4 Anatomi Tibia dan Fibula dari anterior (Long,2016)................... 10

Gambar 2.5 Anatomi Patella (Pearce,2018)...................................................... 11

Gambar 2.6 Proyeksi PA Os Patella (Bontrager, 2018).................................... 22

Gambar 2.7 Hasil Radiograf PA Os Patella (Bontrager, 2018)........................ 22

Gambar 2.8 Proyeksi Lateral Os Patella (Bontrager, 2018).............................. 23

Gambar 2.9 Hasil Radiograf Lateral Os Patella (Bontrager, 2018).................. 23

Gambar 2.10 Proyeksi Skyline Metode Merchant Bilateral (Bontrager, 2018). . 25

ix
Gambar 2.11 Hasil Gambaran Radiograf Proyeksi Skyline Metode

Merchant Bilateral (Bontrager, 2018) ..........................................

Gambar 2.12 Proyeksi Skyline Metode Inferosuperior (Bontrager, 2018)......... 26

Gambar 2.13 Proyeksi Skyline Metode Hughston (Bontrager, 2018)................. 27

Gambar 2.14 Proyeksi Skyline Metode Settegast (Bontrager, 2018).................. 28

Gambar 2.15 Proyeksi Skyline Metode Settegast seated variation

(Bontrager, 2018)..........................................................................

Gambar 2.16 Proyeksi AP Weightbearing (Bontrager, 2018)............................. 29

Gambar 2.17 Pesawat Sinar-X (Bruce W. Long, 2015)...................................... 31

Gambar 2.18 Computed Radiography (Bruce W. Long, 2015)........................... 32

Gambar 2.19 Kaset (Bruce W. Long, 2015)........................................................ 33

Gambar 2.20 Image Reader (Bruce W. Long, 2015)........................................... 33

Gambar 4.1 Pesawat DR Merk Toshiba.............................................................. 38

Gambar 4.2 Proyeksi AP Weightbearing............................................................. 39

Gambar 4.3 Hasil Radiograf AP Weightbearing................................................. 40

Gambar 4.4 Proyeksi PA Weightbearing............................................................. 41

Gambar 4.5 Hasil Radiograf PA Weightbearing................................................. 41

Gambar 4.6 Proyeksi Supero inferior Skyline..................................................... 42

Gambar 4.7 Hasil Radiograf Supero inferior Skyline.......................................... 42

Gambar 4.8 Proyeksi Infero superior Skyline...................................................... 44

Gambar 4.9 Hasil Radiograf Infero superior Skyline.......................................... 44

x
xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Knee joint adalah sendi engsel yang terbentuk dari kedua kondilus

femur yang bersendi dengan permukaan superior kondilus tibia. Patela

terletak di atas permukaan patellar yang halus pada femur dan diatas itu

patela meluncur sewaktu sendi bergerak. Patela berada di depan

bagianbagian persendian yang utama, tetapi tidak masuk ke dalam formasi

sendi lutut (Pearce, 2018).

Tulang patella merupakan tulang sesamoid terbesar pada tubuh

manusia. Tulang ini berbentuk segitiga pipih yang basisnya menghadapi

ke proximal dan apex/ puncaknya menghadap ke distal. Tulang ini

mempunyai dua permukaan, yang pertamafacies articularis yang

menghadap ke femur dan yang kedua facies anterior yang menghadap ke

depan. Pada permukaan anterior kasar sedangkan permukaan dorsal

memiliki permukaan sendi yaitu facies articularis medialis yang sempit

Facies anterior dapat dibagi menjadi tiga bagian dan bergabung dengan

tendon quadriceps. Pada sepertiga atas merupakan tempat pelekatan

tendon quadriceps, pada sepertiga tengah merupakan tempat beradanya

saluran vascular dan pada sepertiga bawah termasuk apex merupakan

tempat awal ligamentum patella. Pada pemeriksaan patella ada beberapa

1
indikasi yaitu fraktur, dislokasi atau luksasi, arthritis, dan osteoarthritis.

(Asih Puji Utami, dkk, 2017)

2
2

Berbagai macam penyakit yang dapat menyerang persendian pada

lutut, salah satunya adalah radang sendi yang biasa dikenal dengan istilah

osteoarthritis. Menurut Lampignano (2018), osteoarthritis juga disebut

penyakit sendi degeneratif yaitu penyakit sendi non inflamasi yang

ditandai dengan penurunan bertahap pada artikular tulang rawan dengan

pembentukan tulang hipertrofik (pembesaran tulang), sehingga terjadi

penyempitan ruang sendi dan mengakibatkan timbulnya rasa sakit.

Osteoarthritis bisa dipicu karena cedera dan abnormalitas bawaan pada

susunan tulang.

Hasil kualitas gambaran radiografi itu sendiri dapat memberikan

suatu informasi diagnostik dari objek yang diperiksa. Kualitas radiograf

dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu Densitas, Kontras, Ketajaman,

Detail. Kualitas radiografi yang optimal dapat memberikan informasi

diagnosis yang jelas mengenai objek yang diperiksa, hasil gambaran

radiograf dikatakan memiliki kualitas yang tinggi apabila radiograf

mempunyai semua 3 informasi yang dibutuhkan dalam menegakkan

diagnosis. (Kesawa sudarsih, dkk, 2015). Maka dari itu diperlukan suatu

radiograf yang baik, sehingga dapat dijadikan sebagai penunjang diagnosa

terhadap suatu penyakit yang diderita oleh pasien (Bontranger, 2018).

Pemeriksaan radiologi OS Patella dengan klinis osteoarthritis

dilakukan untuk melihat dan membandingkan celah sendi diantara kedua

lutut. Dalam Bontrager 2018 pemeriksaan Os Patella meliputi proyeksi

adalah PA, Lateral mediolateral, Tangential axial or sunrise/ skyline


3

(Merchant bilateral method), Tangential axial or sunrise/ skyline

(inferosuperior, Hughston, and Settegast methods), dan Superoinferior

sitting tangential method (Hobbs modif cation). Selain itu dalam

Bontrager 2018 pemeriksaan Os patella bisa dilakukan dengan AP

weightbearing bilateral untuk perbandingan.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan

masalah yaitu Bagaimana perbandingan pemeriksaan os patella dengan

klinis Osteoarthritis pada proyeksi AP Weightbearing dan proyeksi

Skyline method di Instalasi Radiologi RSUD Cileungsi Bogor?

1.3 Batasan Masalah

Dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah Perbandingan Pemeriksaan

Os Patella Dengan Klinis Osteoarthritis Pada Proyeksi AP Weightbearing

dan Proyeksi Skyline Method di Instalasi Radiologi ini, ruang lingkup

permasalahannya dibatasi pada perbandingan hasil pemeriksaan os

patella.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umun


4

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil dan perbandingan

dari pemeriksaan os patella dengan klinis osteoarthritis pada proyeksi AP

weightbearing dan proyeksi Skyline Method.

1.4.2 Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan informasi anatomi os

patella pada proyeksi AP weightbearing dengan proyeksi skyline

method.

b. Untuk mengetahui manakah informasi anatomi yang lebih baik

dalam menegakkan hasil gambaran pada proyeksi AP

Weightbearing dengan Proyeksi skyline method

1.5 Manfaat penelitian

a. Bagi pembaca

Menambah pengetahuan dan wawasan baik untuk penulis

maupun pembaca tentang Perbandingan Pemeriksaan Os Patella

dengan klinis OA Di Instalasi Radiologi.Rumah Sakit Umum

Daerah Cileungsi Bogor.

b. Bagi Institusi

Sebagai sumber pustaka yang dapat dijadikan referensi

selanjutnya untuk mahasiswa/i ATRO Persada Nusantara Bekasi.

c. Bagi instalasi Radiologi

Untuk menambah kajian tertulis dan ilmu pengetahuan bagi

radiografer di Instalasi Radiologi.


5

d. Bagi penulis

1. Diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan

tentang Perbandingan Pemeriksaan Os Patella dengan klinis OA

Di Instalasi Radiologi.Rumah Sakit Umum Daerah Cileungsi

Bogor.

2. Diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat

selama di program studi D-III Radiodiagnostik dan Radioterapi

Akademi Teknik Radiodiagnostik Persada Nusantara.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari karya tulis ilmiah adalah

sebagai berikut

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,

Batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang Anatomi Patella, Patofisiologi OA,

Teknik Pemeriksaan OS Patella, dan hipotesis.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang kerangka konsep, defenisi

operasional, teknik pengumpulan data, lokasi penelitian,

jenis penelitian, populasi dan sampel


6

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Knee Joint Dan Patella

Keterangan:
1.Anteriorcruciate ligament (ACL)
2.Lateral condylee
3.Lateral meniskus
4.Fibular lateral collateral ligament
5.Fibula
6.Patellar surface
7.Femur
8.Posterior cruciate ligament (PCL)
9.Medial condylee
10. Medial meniscus
11.Transverse ligament
12.Tibial collateral ligament
13.Tibia

Gambar 2.1. Anatomi Knee Joint– anterior view (Bontrager,2018)

Knee joint atau sendi lutut merupakan salah satu sendi

kompleks dalam tubuh manusia. Knee joint terdiri dari femur, tibia,

fibula, dan patela disatukan menjadi satu kelompok yang kompleks

oleh ligamen. Ligamen ini bekerja secara bersamaan untuk

memberikan stabilitas bagi lutut (Long, 2016).

Knee joint merupakan bagian dari ekstremitas inferior yang

menghubungkan tungkai atas dengan tungkai bawah. Knee joint

merupakan sendi yang paling besar dan komplek, karena melibatkan

femorotibial joint yang berada diantara dua condyle yaitu condyle dari

7
8

femur dan condyle dari tibia. Patelofemoral joint juga

merupakan bagian dari knee joint, dimana patela bersambungan dengan

permukaan anterior dan distal femur (Bontrager, 2018).

Keterangan gambar :
1. Femur
2. Posterior cruciate ligament
3. Anterior cruciate ligament
4. Fibular lateral collateral
ligament (LCL)
5. Tendon of popliteus muscle
6. Lateral meniscus
7. Infrapatellar fat
8. Patellar ligament
9. Fibular latral collateral
ligament
10. Patellar ligament
11. Proximal tibiofibullar
12. Fibula
13. Tibia

Gambar 2.2. Anatomi Knee Joint dan proximal tibiofibular joint proyeksi anterior oblique
(Bontrager,2018)

Tulang yang membentuk sendi lutut antara lain:


1) Os Femur

Tulang ini terdiri atas satu body dan dua ekstremitas

artikular. Bagian body dari femur berbentuk silinder dan sedikit

cembung di bagian anterior, dan miring kearah medial sebesar 5°

sampai 15°, kemiringan medial bergantung pada besarnya panggul.

Ketika femur vertikal, kondilus medial lebih rendah dari kondilus

lateral dengan perbedaan kemiringan sekitar 5° sampai 7°. Bagian

superior femur berartikulasi dengan acetabulum (Long, 2016).


9

Pada bagian ujung distal femur terdapat dua buah tonjolan.

Tonjolan yang besar disebut dengan kondilus medial dan tonjolan

yang kecil disebut dengan depan kondilus dipisahkan oleh patella,

sedangkan bagian posterior dipisahkan oleh fossa intercondylearis

(Long, 2016).

Keterangan gambar:

1. Greater trochanter
2. Head
3. Neck
4. Lesser trochanter
5. Popiteal surface
6. Adductor tubercle
7. Medial epicondylee
8. Medial condylee
9. Intercondylear
fossa (notch)
10. Lateral
epicondylee
11. Lateral condylee

Gambar 2.3. Anatomi Femur (Bontrager,2018)

2) Os Tibia

Tibia adalah tulang terbesar dari dua tulang penyusun tulang kaki.

Pada bagian proksimal tibia terdapat dua tonjolan yang disebut kondilus

medial dan kondilus lateral. Pada permukaan superior kondilus terbentuk

permukaan halus sebagai sambungan dengan kondilus femur yang

disebut dengan tibial plateau. Tibial plateau memiliki kemiringan kearah

posterior sebesar 10° sampai 20°. Diantara dua tibial plateau terdapat

tonjolan yang disebut intercondylear eminence yang terbagi menjadi dua

tonjolan yang disebut medial dan lateral interkondilaris tuberkel. Di


10

permukaan posterior distal dari kondilus lateralis merupakan tempat

artikulasi dengan head fibula, pada bagian anterior ada tonjolan berbentuk

segitiga disebut dengan tibial tuberosity yang merupakan tempat ligamen

menempel. Sepanjang permukaan anterior tulang tibia terdapat bukit-bukit

tajam disebut crest anterior. Pada bagian distal terdapat tonjolan yang

disebut medial maleolus (Long, 2016).

Gambar 2.4 Anatomi tibia dan fibula dari posisi anterior (Long, 2016)

3) Tulang Fibula

Fibula merupakan pembentuk tulang kaki yang lebih ramping

dibandingkan dengan tibia. Head proksimal fibula saling bertempelan

dengan kondilus lateral tibia. Pada bagian lateroposterior diatas head

fibula terdapat tulang yang berbentuk kerucut yang disebut apex dan di

ujung distal fibula terdapat tonjolan yang disebut lateral malleolus.


11

Dilihat secara axial malleolus lateral lebih posterior sekitar 15˚ sampai

20˚ dibandingkan dengan malleolus medial (Long, 2016).

4) Tulang Patella

Patela atau tempurung lutut adalah tulang baji atau tulang

sesamoid yang berkembang di dalam tendon otot quadrisep

extensor. Apex patela meruncing kebawah. Permukaan dari tulang

ialah kasar. Permukaan posteriornya halus dan bersendi dengan

permukaan patellar dari ujung bawah femur. Letaknya di depan

lutut (Pearce, 2018).

Keterangan:

1. Base
2. Apex
3. Facet for lateral
condylee of femur
4. Facet for medial
condylee of femur
5. Surface for the patellar
ligament

Gambar 2.5 Anatomi patella (Pearce, 2018)

2.2 Patologi Osteoarthitis

1. Pengertian Osteoarthritis

Osteoarthritis adalah penyakit yang progresif orang lanjut usia.

Umumnya dimulai sebagai monoartritis. Sebuah sendi besar, misalnya

panggul atau bahu, dapat terserang, tetapi dapat tersebar ke lutut dan sendi.

Perubahan degeratif (mundur) terjadi dalam tulang rawan sendi dengan


12

terbentuknya bibir dipinggirannya dan berakibat rasa sakit pada kaki dan

terbatasnya gerakan (Pearce, 2018).

Menurut Sonjaya, (2014) osteoarthritis merupakan gangguan

kronis sendi synovial yang ditandai dengan pelunakan progresif dan

kehancuran tulang rawan sendi disertai pertumbuhan tulang rawan serta

tulang pada osteofit, pembentukan kista dan sclerosis disubchondural

tulang, synovitis ringan dan kapsul fibrosis. Penyakit tersebut sangat kerap

menimpa usia setengah baya dan lanjut usia serta orang orang dengan usia

muda yang mungkin akan terpengaruh akibat cedera.

Gangguan cairan synovial, tulang dan kartilago merupakan

pencetus penyakit oseteoarthtritis. Kerusakan paling parah pada kasus

posterior lutut terjadi pada kartilago. Kerusakan ini terjadi akibat adanya

proses biologi yang teraktivasi karena proses inflamasi (Wijaya, 2018).

2. Jenis Osteoarthritis

Klasifikasi dan diagnosis osteoarthritis lutut harus dimulai dengan

peninjauan terhadap berbagai jenis osteoarthritis lutut. Osteoarthritis lutut

secara tradisional diklasifikasikan oleh etiologi menjadi bentuk idiopatik

yaitu primer atau sekunder. Osteoarthritis idiopatik lutut biasanya

terlokalisasi tetapi dapat digeneralisasi jika osteoarthritis lutut melibatkan

tiga atau lebih lokasi sendi. Osteoarthritis lutut juga dapat digolongkan

berdasarkan keterlibatan anatomi oleh kepala sendi yang terlibat (Lespasio

et al., 2017).
13

3. Faktor Resiko Osteoarthritis

1) Umur dan gender

Umur merupakan faktor risiko paling kuat terjadinya

osteoarthritis. Mekanismenya masih belum jelas, namun sangat

berkaitan dengan proses biologis sendi, proses penuaan dan

menurunkan jumlah kondrosit di kartilago sendi dan akan

berkorelasi langsung dengan derajat kerusakan kartilago.

Prevalensi pada wanita lebih besar daripada pria, tingkat keparahan

osteoarthritis juga lebih 12 besar pada wanita. Penelitian

menunjukkan bahwa hormon berperan dalam mekanisme

terjadinya osteoarthritis

2) Obesitas

Seseorang dengan obesitas beresiko 2,96 kali lebih tinggi

terkena osteoarthritis daripada orang dengan indeks masa tubuh

normal, sedangkan overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi

terkena osteoarthritis. Obesitas meningkatkan risiko osteoarthritis

dengan beberapa mekanisme, diantaranya meningkatkan beban

sendi terutama pada weight-bearing joint, mengubah faktor

perilaku seperti menurunnya aktivitas fisik yang akhirnya

menghilangkan kemampuan dan kekuatan protektif otot sekitar

sendi. Pada osteoarthritis lutut, obesitas menyebabkan kelemahan

otot-otot di sekitar sendi lutut dan meningkatkan kasus artroplasti.

Pada pasien obesitas, jaringan lemak dapat juga ditemukan di


14

belakang patela di area sendi lutut, biasa disebut infrapatellar fat

pad, jaringan lemah ini dapat menghasilkan adipokin, yaitu sitokin

yang dihasilkan sel lemak, seperti leptin, adiponectin, resistin dan

visfatin. Adipokin ini dapat mengalami diresgulasi yang dapat

mensekresikan faktor-faktor pro inflamasi (Wijaya, 2018).

3) Genetik

Faktor genetik sangat mempengaruhi terjadinya

osteoarthritis pada lutut. Selain itu, juga mempengaruhi

sensitivitas terhadap nyeri osteoarthritis (Wijaya, 2018).

2.3 Sinar-X

2.3.1 Pengertian Sinar-X

Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromaknetik yang sejenis

dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi dengan

panjang gelombang yang sangat pendek.Sinar-x bersifat heterogen,

panjang gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara

sinar-x dengan sinar elektromagnetik lainnya juga terletak pada panjang

gelombang, dimana panjang gelombangnya sinar-x sangat pendek, yaitu

hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang kelihatan, karena

gelombang cahaya pendek itu, maka sinar-x dapat menembus benda-

benda. (Rasad,2015).

2.3.2 Proses Terjadinya Sinar X

Adapun proses Terjadinya sinar-X sebagai berikut:


15

1. Kutub negatif merupakan filamen. Filamen tersebut akan terjadi

jika ada arus listrik yang mengaliri panas, menyebabkan emisi

(keluarnya elektron) pada filamen tersebut. Peristiwa emisi karena

proses pemanasan disebut dengan termionik. Filamen adalah katoda

(elektron negatif).

2. Kutub positif (anoda)merupakan target dimana elektron cepat akan

menumbuknya, terbuat dari tungaten maupun molybdenum, tergantung

kualitas sinar-x yang ingin dihasilkan.

3. Apabila terjadi beda tegangan yang tinggi antara kutub positif

(anoda) dan kutub negatif (katoda) maka elektron pada katoda maka

electron pada katoda akan menuju ke anoda dengan sangat cepat.

4. Akibat tumbukan yang sangat kuat dari elektron katoda maka

elektron orbit yang ada pada atom target (anoda) akan terpantal keluar.

5. Terjadi kekosongan elektron pada orbital atom target yang

terpental tersebut, maka elektron orbital yang lebih tingi berpindah ke

electron selalu saling mengisi tempat yang kosong, jadi ada elektron lain

yang keluar dalam rangka terjaga kestabilan atom.

6. Akibat perpindahan elektron dari orbit yang lebih luar (energi

besar) ke yang lebih dalam (elektron lebih rendah), maka terjadi sisa

energi.

7. Sisa energi tersebut akan dikeluarkan dalam pancaran foton dalam

bentuk sinar-x karakteristik.


16

8. Jika elektron bergerak mendekati inti atom (nukleus) dan

dibelokkan atau terjadi pengereman maka terjadi sinar-x bremstahlung

(Rini indrati, 2017).

2.3.3 Sifat – Sifat Sinar-X

Sifat-sifat sinar-X Menurut Rasad (2015), sinar-X memiliki

beberapa sifat berikut:

1. Daya tembus Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus

yang sangat besar yang digunakan dalam radiografi. Semakin tinggi

tegangan tabung (besarnya kV) yang digunakan, maka makin besar

daya tembusnya.

2. Radiasi Hambur Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau

suatu zat, maka berkas tersebut akan bertebaran ke segala jurusan,

yang akan menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan

atau zat yang akan dilaluinya. Hal ini akan mengakibatkan pada

gambaran radiograf serta film akan terjadi pengaburan kelabu secara

menyeluruh. Maka dari itu untuk mengurangi akibat radiasi hambur

ini, antara subjek dan film rontgen diletakkan grid.

3. Penyerapan Sinar-X dalam radiografi akan diserap oleh bahan atau

suatu zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan atau zat

tersebut.
17

4. Efek fotografik Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi

perak bromida) setelah diproses secara proses kimiawi (dibangkitkan)

di dalam kamar gelap.

5. Pendar fluor (Fluorosensi) Sinar-X akan menyebabkan bahan-bahan

tertentu seperti kalsium-tungstat atau zink-sulfid memedarkan cahaya

(luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar-X.

Luminisensi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) Fluorosensi Fluorosensi akan memendarkan cahaya sewaktu ada

radiasi sinar-X saja.

2) Fosforisensi Pemendararan cahaya akan berlangsung beberapa saat

walaupun radiasi sinar-X sudah dimatikan (after-glow).

6. Ionisasi Efek primer sinar-X yang apabila mengenai bahan atau zat

akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan atau zat tersebut.

7. Efek biologik Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan

biologik pada jaringan. Efek tersebut digunakan dalam pengobatan

radioterapi.

2.4 Kualitas Radiograf

Kualitas Rafiograf Kualitas gambar radiograf merupakan baik atau

buruknya suatu hasil radiograf untuk memberikan suatu informasi dalam

upaya menegakkan diagnosis. Kualitas gambar radiograf tergantung pada

teknik dan penentuan posisi yang akurat. (Jayasuriya dkk, 2016).


18

Dalam (Bontrager, 2018) faktor yang mempengaruhi kualitas

radiograf yaitu density/densitas, contrast, spatial resolution/detail dan

distortion sedangkan dalam (Merrils, 2016) faktor yang mempengaruhi

kualitas radiograf meliputi superposisi, struktur yang berdekatan, densitas,

kontras, detail, magnifikasi dan distorsi. Secara umum kualitas radiograf

meliputi

1. Densitas

Densitas adalah Kepadatan film radiografi didefinisikan

sebagai jumlah "kegelapan" dari radiografi yang diproses.

Ketika radiografi dengan kepadatan tinggi dilihat, lebih sedikit

cahaya yang ditransmisikan melalui gambar.faktor yang

mempengaruhi densitas adalah mAs (Bontrager, 2018).

2. Kontras

Kontras radiografi didefinisikan sebagai perbedaan kepadatan

antara area yang berdekatan dari gambar radiografi. Ketika

perbedaan kerapatan besar, kontrasnya tinggi, dan ketika

perbedaan kerapatannya kecil, kontrasnya rendah. Faktor yang

mempengaruhi kontras adalah kV (Bontrager, 2018).

3. Ketajaman

Ketajaman radiograf didefenisikan untuk memperlihatkan batas

tegas. Dalam menentukan kualitas gambar, gambar harusus

tajam. Pemburaman akan mengurangi kualitas diagnosis

gambar. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketajaman adalah


19

Gerakan, resolusi sistem pencitraan dan geometri (Grifftis

dalam Easton, Suzanne, 2009).

4. Detail

didefinisikan sebagai ketajaman struktur gambar yang direkam.

Resolusi pada gambar radiografi ditunjukkan oleh kejernihan

atau ketajaman garis struktural halus dan batas jaringan atau

struktur pada gambar. Faktor yang mempengaruhi detail

radiograf adalah faktor geometri, IS, dan motion (Bontrager,

2018).

2.5 Proteksi Radiasi

Proteksi Radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi

pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Proteksi radiasi

merupakan upaya yang bertujuan untuk mengurangi paparan radiasi

sebanyak mungkin tapi tetap menjaga kualitas citra. Paparan radiasi yang

dimaksud disini adalah radiasi yang diterima oleh operator, pasien, dan

masyarakat umum. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi

jumlah sinar-x ke pasien dan mengurangi jumlah hamburan sinar-x

(Lestari,2019).

Menurut PERKA BAPETEN No 8 tahun 2011, persyaratan proteksi

radiasi meliputi 3 prinsip proteksi radiasi, yaitu justifikasi, limitasi dan


20

penerapan optimisasi dan keselamatan radiasi. Persyaratan proteksi

radiasi tersebut harus diterapkan pada tahap perencanaan, desain, dan

penggunaan fasilitas di instalasi untuk radiologi diagnostik dan

intervensional.

1. Justifikasi atau pembenaran

Justifikasi penggunaan pesawat sinar-X sebagaimana

dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) harus didasarkan pada

pertimbangan bahwa manfaat yang diperoleh jauh lebih besar

daripada resiko bahaya yang ditimbulkan. Justifikasi pemberian

paparan radiasi kepada pasien untuk keperluan diagnostik

intervensional harus diberikan oleh dokter atau dokter gigi dalam

bentuk surat rujukan atau konsultasi.

2. Limitasi

Prinsip ini menghendaki agar dosis radiasi yang diterima

oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan pelayanan

radiologi diagnostik dan intervensional tidak boleh melebihi nilai

batas dosis (NBD) yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

Yang dimaksud nilai batas dosis disini adalah dosis radiasi yang

diterima penyinaran radiasi eksterna dan interna selama 1 (satu)

tahun tidak tergantung pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak

memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang

berasal dari radiasi alam.


21

3. Optimasi

Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi

harus diupayakan agar pekerja radiasi di instalasi radiologi dan

anggota masyarakat di sekitar Instalasi Radiologi menerima

paparan radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai.

Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus

diupayakan agar pasien menerima dosis radiasi serendah mungkin

sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai tujuan diagnostik.

Penerapan optimisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) dilaksanakan melalui prinsip optimisasi proteksi dan

keselamatan radiasi yang meliputi: pembatas dosis untuk pekerja

radiasi dan anggota masyarakat, dan tingkat panduan paparan

medik untuk pasien. Setiap pekerja radiasi yang melaksanakan

pemeriksaan radiologi harus mencegah terjadinya pengulangan

paparan. Tingkat panduan paparan medik diterapkan untuk

radiografi dan fluoroskopi. Tingkat panduan paparan medik dapat

dilampaui asalkan ada justifikasi berdasarkan kebutuhan klinis.

2.6 Prosedur Pemeriksaan Radiografi Os Patella (Bontrager, 2018)

1. Proyeksi PA

Posisi Pasien : prone diatas meja pemeriksaan

Posisi Obyek : 1) Sejajarkan dan pusatkan sumbu panjang

tungkai dan lutut ke garis tengah meja atau IR.


22

2) True PA: Luruskan garis interepicondylar

sejajar dengan bidang IR. (Ini biasanya

membutuhkan sekitar 5° rotasi internal lutut ke

anterior.)

Central Ray : Tegak lurus kaset

Central Point : Pertengahan Knee Joint

FFD : 102 cm

Kaset : 24 x 30 cm

Gambar 2.6 Proyeksi PA Os Patella (Bontrager, 2018)

Gambar 2.7 Hasil Radiograf PA Os Patella (Bontrager, 2018)


23

2. Proyeksi Lateral (Mediolateral)

Posisi Pasien : Tempatkan pasien dalam posisi lateral recumbent


Posisi Objek :1) Sesuaikan rotasi tubuh dan kaki sampai lutut

berada dalam posisi lateral yang sebenarnya

(epikondilus femoralis langsung ditumpangkan dan

patella tegak lurus terhadap IR).

2) Lutut fleksi 5° atau 10°. (Eksion tambahan

dapat memisahkan fragmen fraktur jika ada.)

3) Sejajarkan dan tengahkan sumbu panjang

patela ke CR dan ke garis tengah meja pemeriksaan

atau IR

Central Ray : Vertical tegak lurus

Central Point : Pertengahan patellofemoral joint

FFD : 102 cm

Kaset : 24 x 30 cm

Gambar 2.8 Proyeksi Lateral Os Patella (Bontrager, 2018)


24

Gambar 2.9 Hasil Radiograf Lateral Os Patella (Bontrager, 2018)

3. Proyeksi Skyline Merchant Method

Persiapan Pasien : Tidak ada persiapan khusus, pasien hanya diminta

di sekitar os patella terbebas dari bahan-bahan yang

mengganggu radiografi.

Posisi Pasien : Tempatkan pasien dalam posisi terlentang dengan

lutut Fleksi 40 ° di ujung meja, dan bertumpu pada

penyangga kaki.

Posisi Obyek :1) Tempatkan penopang di bawah lutut untuk

menaikkan tulang paha distal sesuai kebutuhan

sehingga sejajar dengan bagian atas meja.

2) Tempatkan lutut dan kaki bersamaan dan

kencangkan kaki bagian bawah untuk mencegah

rotasi dan untuk memungkinkan pasien benar-benar

rileks.
25

3) Tempatkan IR di bagian tepi pada kaki sekitar

12 inci (30 cm) di bawah lutut, tegak lurus dengan

sinar x-ray

Central Ray : Caudad 30° dari bidang horizontal (CR 30° ke

femur). Sesuaikan sudut CR jika diperlukan untuk

proyeksi tangensial dari sendi patellofemoral

Central Point : pertengahan patella

FFD : 123-183 cm

Kaset : 24 x 30 cm atau 35 x 43 cm untuk bilateral

Gambar 2.10 Proyeksi Skyline Metode Merchant Bilateral (Bontrager, 2018)

Gambar 2.11 Proyeksi Skyline Metode Merchant Bilateral (Bontrager, 2018)

4. Proyeksi Skyline Inferosuperior

Persiapan Pasien : Tidak ada persiapan khusus, pasien hanya diminta

sekitar os patella terbebas dari bahan-bahan yang

mengganggu radiografi.
26

Posisi Pasien : Tempatkan pasien dalam posisi terlentang, kaki

rapat, dengan penyangga ukuran yang cukup

ditempatkan di bawah lutut untuk eksion lutut 40°

hingga 45° (kaki relaks). Pastikan tidak ada rotasi

kaki.

Posisi Obyek : 1) Tempatkan IR di tepi, bertumpu pada

pertengahan paha, miringkan agar tegak lurus

terhadap CR. Gunakan karung pasir dan selotip

seperti yang ditunjukkan, atau gunakan metode lain

untuk menstabilkan IR pada posisi ini.

2) Tidak dianjurkan pasien diminta duduk untuk

memegang IR karena hal ini dapat menempatkan

daerah kepala dan leher pasien ke jalur sinar x-ray

Central Ray : Arahkan CR ke inferosuperior, pada sudut 10°

hingga 15° dari tungkai bawah agar bersinggungan

dengan sendi patellofemoral

Central Point : Pertengahan patella

FFD : 102 – 123 cm

Kaset : 35x 43 cm
27

Gambar 2.12 Proyeksi Skyline Metode Inferosuperior (Bontrager, 2018)

5. Proyeksi Skyline Hughston

Persiapan Pasien : Tidak ada persiapan khusus, pasien hanya diminta

di sekitar os patella terbebas dari bahan-bahan yang

mengganggu radiografi.

Posisi Pasien : Pasien di posisikan prone, dan knee di fleksikan 50

– 60 derajat

Posisi Obyek : Knee di letakkan di pertengahan kaset, atur

kolimasi sesuai yang diperiksa, dan atur kaki fleksi

50-60 derajat.

Central Ray : 45 derajat kearah chepalad

Central Point : mid patellofemoral

FFD : 102-123 cm

Kaset : 24 x cm dan 35 x 43 cm untuk bilateral

Gambar 2.13 Proyeksi Skyline Metode Hughston (Bontrager, 2018)

6. Proyeksi Skyline Settegast Methods


28

Persiapan Pasien : Tidak ada persiapan khusus, pasien hanya diminta

di sekitar os patella terbebas dari bahan-bahan yang mengganggu

radiografi.

Posisi Pasien : Pasien prone dan knee di fleksikan 90 derajat

Posisi Obyek : Knee di letakkan di pertengahan kaset, atur

kolimasi sesuai yang diperiksa, dan atur kaki fleksi

90 derajat

Central Ray : 15-20 derajat ke arah chepalad

Central Point : sendi patellofemoral

FFD : 102-123 cm

Kaset : 24 x 30 cm dan 35 x 43 cm untuk bilateral

Gambar 2.14 Proyeksi Skyline Metode Settegast (Bontrager, 2018)

Gambar 2.15 proyeksi Skyline Metode Settegast seated variation (Bontrager, 2018)
29

7. Proyeksi AP WeightBearing

Persiapan Pasien : Tidak ada persiapan khusus, pasien hanya diminta

di sekitar os patella terbebas dari bahan-bahan yang

mengganggu radiografi.

Posisi Pasien : Pasien di posisikan berdiri dengan kedua kaki

menempel pada grid

Posisi Obyek : Atur kedua genu ekstensi penuh

Central Ray : Horizontal tegak lurus kaset

Central Point : Pertengahan kaset

FFD : 102 cm

Kaset : 35 x 43 cm

Gambar 2.16 Proyeksi AP Weightbearing (Bontrager, 2018)

2.7 Computer Radiography (CR)

Computed radiography Computed Radiography (CR) merupakan

sistem radiografi yang dapat mengubah sinyal analog menjadi sinyal


30

digital sehingga mudah diproses dengan pengolahan citra, untuk

menangani ketidaktetapan kualitas citra dari kekeliruan dalam

pencahayaan (D. R. Ningtias, dkk, 2016).

Pada prinsipnya, CR merupakan proses digitalisasi mengunakan

image plate yang memiliki lapisan kristal photostimulable. Sinar-x yang

keluar dari tabung akan mengenai bahan/objek yang memiliki densitas

tinggi akan lebih banyak menyerap sinar-x yang kemudian diteruskan dan

ditangkap oleh image plate. Siklus pencitraan CR dasar mempunyai tiga

langkah, yaitu pemaparan, readout dan menghapus (D. R. Ningtias, dkk,

2016).

Pada proses pembacaan (readout) di dalam reader ini, sinar-x yang

disimpan dalam image plate diubah menjadi sinyal listrik oleh laser

untukselanjutnya dapat menghasilkan citra (radiograf) sehingga dapat

dilakukan pemrosesan citra digital (D. R. Ningtias, dkk, 2016).

Resolusi spasial merupakan kemampuan suatu sistem pencitraan

untuk menggambarkan sebuah objek secara teliti dalam dua dimensi

spasial pada citra. Letak objek yang berdekatan tersebut dapat

diperlihatkan secara terpisah dan paling baik menggunakan resolusi

spasial. Pada objek yang sama, dua titik dapat dipisahkan satu sama lain.

Hasil dari pencitraan yang linier umumnya ditandai menggunakan MTF

dikenal sebagai respon frekuensi spasial, menggunakan penghitungan


31

resolusi spasial, maka nilai kualitas citra digital dapat diketahui secara

kuantitatif. (D. R. Ningtias, dkk, 2016)

2.7.1 Komponen CR

Adapun Komponen dari CR (Computer Radiography) sebagai berikut :

1. Pesawat Sinar-X

Pesawat sinar-X atau pesawat Roentgen adalah suatu alat

yang digunakan untuk melakukan diagnosa medis dengan

menggunakan sinar-X. Sinar-X yang dipancarkan dari tabung

diarahkan pada bagian tubuh yang akan didiagnosa. Berkas sinar-X

tersebut akan menembus bagian tubuh dan akan ditangkap oleh

film, sehingga akan terbentuk gambar dari bagian tubuh yang

disinari. Sebelum pengoperasian pesawat sinar-X perlu dilakukan

setting parameter untuk mendapatkan sinar-X yang

dikehendaki.Parameter-parameter tersebut adalah tegangan tinggi,

arus tabung dan waktu paparan (Rasad S, dkk, 2016). Pesawat

sinar X diagnostik yang lengkap terdiri dari sekurangkurangnya

generator tegangan tinggi, panel kontrol, tabung sinar-X, alat

pembatas berkas, dan peralatan penunjang lainnya (Rasad syahrijal

dkk,2016).
32

Gambar 2.17 Pesawat sinar-X (Bruce W. Long, 2015)

2. Computer Radiography

Penggunaan CR dalam radiografi masih memakai kaset

seperti pada radiografi konvensional. Hanya saja didalam kaset CR

terdapat IP (image plate) sebagai media penerima gambar tanpa

ada film radiografi dan IS pada radiografi konvensional. Sehingga

ketika rumah sakit atau klinik melakukan konversi untuk

menggunakan alat CR tidak perlu mengganti peralatan sinar-x yang

sudah ada, hanya mengganti kaset radiografi konvensional dengan

kaset CR (Asih Puji Utami, dkk.2016:23). Computer Radiography

ditunjukan dengan Gambar dibawah ini:

Gambar 2.18 Computed Radiography (Bruce W. Long, 2015)

3. Kaset Computer Radiography


33

Seperti pada kaset konvensional, kaset CR juga memiliki ciri

ringan, kuat dan dapat digunakan berulang-ulang. Kaset CR

berfungsi sebagai pelindung IP dan tempat penyimpanan IP serta

sebagai alat dalam memudahkan proses transfer IP menuju alat CR

reader. Secara umum kaset CR terbungkus dengan plastik hanya

pada bagian belakang terbuat daru lebaran tipis aluminium yang

berfungsi untuk menyerap sinar-x. Ukuran pada kaset film screen

terdiri dari 18x24 cm, 24x30 cm, 35x35 cm, dan kadang dijumpai

ukuran 35x43 cm. (Asih Puji Utami dkk,2016).

Gambar 2.19 Kaset (Bruce W. Long, 2015).

4. Image Reader

Imaging Plate Reader adalah salah satu komponen lain dari

control akuisisi CR. Pembacaan gambar laten yang tersimpan

dalam Image Plate dilakukan oleh laser yang terdapat dalam plate

imaging reader.
34

Gambar 2.20 Image reader (Bruce W. Long, 2015).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Input Proses Output

1. Pasien Hasil
Pemeriksaan os
2. Film X-Ray perbandingan
patella di
3. Kaset gambaran
Instalasi
4. Pesawat radiografi os
Radiologi RSUD
Sinar-X patella
Cileungsi, Bogor
35

3.2 Defenisi Operasional

3.2.1 Input

1. Pasien datang ke unit radiologi dengan keluhan nyeri pada kedua lutut.

Kemudian pasien melakukan pendaftaran di unit radiologi untuk dilakukan

tindakan pemeriksaan radiologi sesuai dengan prosedur.

2. Film adalah yang digunakan untuk pengambilan gambar bagian dalam

tubuh, yang biasanya dilakukan di Unit Radiologi.


36

3. Kaset adalah suatu alat untuk menempatkan yang akan ataupun sudah di

ekspose

4. Pesawat sinar x merupakan perangkat kedokteran yang digunakan

sebagai alat diagnose pada pasien. Pesawat ini menggunakan tabung

hampa sebagai sumber elektron. Elektron ini akan dipercepat dan

menumbuk logam anoda. Tumbukan tak kenyal sempurna ini

menghasilkan sinar x.

3.2.2 Proses

Proses dari penelitian ini adalah dilakukan perbandingan pemeriksaan os

patella dengan klinis osteoarthritis

3.2.3 Output

Output hasil perbandingan pemeriksaan os patella dengan klinis

osteoarthritis pada proyeksi AP weightbearing dan skyline method

3.3 Teknik pengumpulan data

3.3.1 Observasi

Observasi adalah proses pemerolehan data informasi dari tangan

pertama dengan cara pengamatan

3.3.2 Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara dua orang atau lebih dan

berlangsung antara narasumber dan pewawancara.


37

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum

Daerah Cileungsi Bogor yang beralamat di Jln.Raya Cileungsi - Jonggol

No.Km.10, Cipeucang, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ,16820.

Untuk pengambilan data dilakukan pada bulan April 2023.

3.5 Jenis Penelitian

3.5.1 Kualitatif deskriptif

Penelitian kuantitatif deskriptif digunakan untuk menggambarkan,

menjelaskan, atau meringkaskan berbagai kondisi, situasi, fenomena, atau

berbagai variabel penelitian menurut kejadian sebagaimana adanya yang

dapat dipotret, diwawancara, diobservasi, serta yang dapat diungkapkan

melalui bahan-bahan dokumenter.

3.6 Populasi dan sampel

3.6.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono,2016:135). Adapun populasi pada penelitian ini

adalah semua pasien pemeriksaan radiologi os patella dengan klinis

Osteoarthritis.
38

3.6.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono,2016). Adapun sampel pada penelitian

ini adalah pasien pemeriksaan radiologi os patella.

Anda mungkin juga menyukai