Anda di halaman 1dari 77

SUSUNAN SARAF PUSAT

SIDIK OTAK
(Brain scintigraphy)
Sawar darah otak (blood brain barier) menghalangi berbagai bahan dari darah masuk
ke dalam jaringan otak; bila terjadi kerusakan menyebabkan bahan-bahan tersebut
dapat menembus sawar dan masuk ke dalam jaringan otak. Prinsip inilah yang
digunakan dalam penyidikan otak konvensional dengan kamera gamma planar. Sawar
darah otak yang tidak utuh akan dapat dilewati oleh radiofarmaka. Melalui pencitraan
dinamik dan statik dapat dinilai aliran darah otak dan penangkapan (uptake)
radiofarmaka di jaringan otak. Sebelum era CT scan dan MRI sidik otak konvensional
dengan kamera planar banyak digunakan untuk menilai aliran darah otak, penyakit
serebrovaskular, AVMs, aneurisma, tumor otak, trauma otak dan mati otak (brain
death). Kecuali untuk menegakkan diagnosa mati otak, tehnik ini sekarang sudah
jarang dilakukan.
Pada tahap selanjutnya dikembangkan radiofarmaka yang mampu melewati sawar
darah otak yang masih utuh (intak) seperti IMP-N-isoprophyl I-123
piodoamphetamine dan Tc-99m HMPAO (hexamethyl propylenamine axime-d, 1
isomer); kelompok radiofarmaka ini dikenal sebagai brain perfusion agents.
Penangkapannya di jaringan otak dipengaruhi aliran darah otak regional, metabolisme
lokal atau kadar reseptor. Pencitraan dilakukan dengan kamera SPECT (single photon
emission tomography). Tehnik ini selain digunakan untuk mendiagnosa penyakit
serebrovaskular, juga digunakan untuk mendiagnosa mati otak, epilepsi dan dementia.
Indikasi
1. Penyakit serebrovaskular
2. Dementia alzheimer
3. Epilepsi
4. Mati otak
Radiofarmaka
- Tc-99m Pertechnetate
- IMP-N-isoprophyl I-123-p-iodoamphetamine
- Tc-99m HMPAO
Persiapan
Bila yang digunakan Tc-99m pertechnetate, maka sebelum penyuntikan radiofarmaka
diberikan larutan perchlorate peroral untuk memblok plexus khoroidea yang juga akan
menangkap radiofarmaka tersebut.
Peralatan
- untuk sidik otak konvensional dengan Tc-99m pertechnetate digunakan
kamera gamma planar; kolimotor LEHR, energy setting 140 keV, window
wide 20%
- untuk sidik otak dengan brain perfusion agent digunakan kamera SPECT;
kolimotor LEHR, energy setting 140 keV, window wide 20%.

Tatalaksana
Sidik otak konvensional dengan Tc-99m pertechnetate :
- posisi pasien telentang dengan kepala pada penyangga, lapang pandang
meliputi seluruh otak dan otak kecil.
- pencitraan dinamik : radiofarmaka Tc-99m pertecnetate dengan dosis 15-20
mCi, disuntikan secara bolus melalui vena mediana cubiti; akuisisi dinamik
untuk penilaian aliran darah otak mulai dari fase arterial, kapiler sampai fasa
venosa; matrik 256x256 jumlah frame 60
- pencitraan statik dilakukan 3 jam pasca penyuntikan dari beberapa posisi yaitu
AP, PA, lateral kanan dan kiri, serta bila perlu oblik, dengan jumlah count 400
kcts/citra AP (preset time untuk pencitraan berikutnya)
Sidik otak dengan brain perfusion agent :
- posisi pasien telentang dengan kepala disangga.
- pemeriksaan dilakukan dalam ruangan yang tenang, mata pasien ditutup
dengan kain hitam.
- pencitraan dinamik dilakukan setelah penyuntikkan radiofarmaka 15-20 mCi
secara bolus melalui vena mediana cubiti dengan matrik 256x256, jumlah
frame 60.
- pencitraan statik dilakukan dengan kamera SPECT, 20 menit setelah
penyuntikan radiofarmaka dengan kamera berotasi 360 derajat.
Waktu pemeriksaan lebih kurang 1 jam.
Penilaian
- Trombosis pada aliran darah akan tampak sebagai hambatan aliran
radiofarmaka pada lokasi yang terkena, disertai kemungkinan pembuluh darah
kolateral (flip-flap phenomenon).
- Defek perfusi pada pencitraan statik menggunakan Tc-99m pertechnetate
terjadi pada infark otak.
- Penyakit Alzheimers berupa multifokal defects dengan penangkapan
radioaktivitas yang meningkat.
Jika terjadi kerusakan Blood Brain Barier maka radiofarmaka akan tertumpuk di
tempat tersebut dan memberikan gambaran radioaktivitas yang meningkat.

SISTERNOGRAFI
(Radionuclide cysternography)
Otak direndam dalam cairan cerebrospinal (cerebrospinal fluid, CSF). Cairan
serebrospinal mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monroe ke ventrikel III
melalui akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV. Cairan tersebut meninggalkan ventrikel IV
melalui foramina Luschka dan Megndie memasuki sisterna Magna. Gangguan
produksi dan aliran cairan tersebut akan menyebabkan gangguan tekanan intrakranial
dan masalah klinik.
Indikasi
1. Hidrosefalus.
2. Menentukan patensi shunt ventrikulo-peritoneal (VP shunt)
Radiofarmaka
- In-111 atau Tc-99m DTPA.
- I-131 Human Serum Albumin (HAS), jarang digunakan.
Peralatan
Kamera gamma dengan kolimotor LEHR (untuk Tc-99m), dengan energy setting 140
keV, window wide 20% atau kolimotor medium energy (untuk In-111), dengan
energy setting 173/247 keV, window wide 20%.
Tatalaksana
- Posisi pasien telentang dengan lapang pandang seluruh kepala.
- Radiofarmaka disuntikkan intratekal didaerah lumbal menggunakan semprit
spinal 21 atau 22, dengan dosis 500 uCi In-111 DTPA atau 5 mCi Tc-99m
DTPA yang dapat dicampur dengan larutan Dextrose 10% untuk membuat
larutan hiperbarik.
- Sekitar 15% radiofarmaka akan masuk ekstratekal; bila setelah 3 jam tidak
tampak radioaktivitas di sisterna basalis maka penyuntikan harus diulang.
- Pencitraan dilakukan pada waktu 1, 4, 6, 24, 48 dan 72 jam setelah
penyuntikan, pada posisi anterior, lateral, posterior dan vertex.
- Untuk mengetahui potensi shunt, pencitraan dilakukan setelah penyuntikan
Tc-99m DTPA pada atau dekay shunt.
Penilaian
- Pada keadaan normal 3 jam setelah penyuntikan radioaktivitas akan tampak
pada sisterna basalis, kemudian masuk interhemisfer dan fisura Sylvii
membentuk gambaran tirumvirat Neptunus; setelah 24 jam aliran akan
meliputi seluruh konveksitas hemisfer, tanpa ada refluk ke ventrikel.
- Pada hidrosefalus komunikans, tampak refluk ke ventrikel. Absorpsi terjadi
terutama pada kapiler periventrikel daripada villa arachnoid. Aliran aquor ke
konveksitas terlambat.
- Pada hidrosefalus non-komunikans, tidak ada refluks ke ventrikel; aliran
likuor ke konveksitas terlambat atau normal.
- Pada hidrosefalus tekanan normal (normal pressure hydrocephalus-NPH)
gambaran sisternografi bervariasi; refluks ke ventrikel menetap setelah 24, 48
kadang-kadang sampai 72 jam, dan aliran ke konveksitas kurang atau sangat
terlambat.
- Untuk menilai patensi shunt : bila tampak radioaktivitas ke sistem vaskular
atau rongga peritoneum menunjukkan aliran shunt baik.

TIROIDOLOGI
SIDIK KELENJAR TIROID
(Thyroid scintigraphy)
Iodida merupakan bahan baku pembentukkan hormon tiroid; dalam proses
pembentukan hormon tersebut iodida akan menjalani dua tahapan penting yaitu
trapping serta organifikasi. Berbeda dengan iodida, pertechnetate walaupun bukan
bahan baku hormon, juga akan ditangkap oleh kelenjar tiroid tetapi hanya sampai
pada tahap trapping. Kemampuan kelenjar tiroid menangkap (mengambil, ~ uptake)
iodida dan pertechnetat akan menggambarkan kinetika kedua senyawa tersebut dalam
kelenjar. Berdasarkan kemampuan penangkapan tersebut dapat dilakukan pencitraan
morfologi fungsional kelenjar tiroid (sidik kelenjar tiroid) dan secara tidak langsung
fungsi kelenjar tiroid yaitu dengan mengukur persentase penangkapan pada waktuwaktu tertentu (uji tangkap tiroid, uji ambilan tiroid, ~thyroid uptake test).
Indikasi
1.
2.
3.
4.

Evaluasi nodul tiroid;


Evaluasi pembesaran kelenjar tiroid tanpa nodul yang jelas;
Evaluasi jaringan tiroid ektopik atau sisa pasca-operasi;
Evaluasi fungsi tiroid.

Radiofarmaka

NaI-131, dosis 300 uCi, diberikan per oral


NaI-123, dosis 500 uCi, diberikan per oral
99m
Tc-pertechnate, dosis 2 5 mCi, diberikan i.v.

Persiapan
Bila yang digunakan radiofarmaka Nal-131 atau Nal-123, pasien dipuasakan selama 6
jam. Obat-obatan yang mengandung iodium atau hormon tiroid dihentikan selama
beberapa waktu (lihat tabel).
Peralatan
Kamera gamma dengan kolimator pinhole; kalau tidak ada dapat digunakan kolimator
LEHR (low energy high resolution) untuk 99mTc-pertechnate dan 123I atau high energy
untuk 131I.
Pemilihan kolimator tergantung pada energi radiasi gamma utama dari radionuklida
yang digunakan yaitu 131I: 364 keV, 123I : 159 keV, dan 99mTc-pertechnetate : 140
keV.
Tatalaksana
Pencitraan dilakukan 10-15 menit setelah penyuntikan 99mTc-pertechnetate
i.v., atau 6 jam setelah NaI-123, atau 24 jam setelah minum NaI-131;
Pasien tidur terlentang di bawah kamera gamma dengan leher dalam keadaan
ekstensi; pencitraan statik dilakukan pada posisi AP (kalau perlu oblik kiri
atau kanan);
Diberi tanda pada kartigalo tiroid dan jugulum;matrix : 256 x 256; peak
energi disesuaikan oleh radionuklida, yaitu 140 keV (untuk 99mTc), 159.0 keV
4

(untuk 123I), dan 360 keV (untuk 131I) dengan window: 20%; jumlah counts
: 400.000 kcts (99mTc-pertechnetate dan NaI-123) atau 100.000 kcts (NaI-131);
Proses pencitraan berlangsung selama 5-10 menit.

Penilaian
Dalam keadaan normal kelenjar tiroid tampak seperti gambaran kupu-kupu, terdiri
dari lobus kanan dan kiri masing-masing sebesar ibu jari tangan orang dewasa,
dengan ismus yang menghubungkan keduanya. Distribusi radioaktivitas di kedua
lobi rata. Bila kedua lobi membesar difus/homogen (distribusi radioaktivitas rata)
disebut sebagai struma difusa. Sedangkan, bila ada nodul (tunggal atau ganda),
disebut stuma nodosa atau multinodosa. Nodul yang menangkap radioaktivitas
lebih tinggi dari jaringan sekitarnya disebut nodul panas (hot nodule) atau nodul
hiperfungsional/, dan nodul yang kurang atau tidak menangkap radioaktivitas
disebut nodul dingin (cold nodul) atau nodul hipofungsional. Sedangkan nodul
yang menangkap radioaktivitas sama dengan jaringan sekitarnya disebut nodul
hangat (warm nodul). Nodul panas pada umumnya identik dengan nodul tiroid
otonom; sekitar 10-30% nodul dingin ditemukan pada proses keganasan tiroid
sedangkan sisanya kista tiroid; nodul hangat tidak mempunyai arti klinis yang
berarti.
Catatan
Radionuklida yang paling ideal untuk evaluasi kelenjar tiroid adalah NaI123, suatu radionuklida produksi siklotron, karena energinya tidak begitu
tinggi (159 keV) dengan waktu paroh pendek (13.2 jam); sayangnya NaI123 ini belum ada di Indonesia.
Obat-obatan tertentu, terutama yang mengandung iodium dan hormon
tiroid, akan mengganggu pencitraan. Daftar beberapa obat-obat tersebut
dan lama penghentian sebelum dilakukan penyidikan tiroid dapat dilihat
pada table dibawah ini.
Nama obat
1. Obat yang mengandung iodium
(Sol.lugol, betadine, kontras radiologi)
2. Obat-obat antiroid
(neomercazole, PTU)
3. Hormon tiroid T4
4. Hormon tiroid T3

Lama penghentian
minimal 4 minggu
3-5 hari
4 minggu
3 minggu

UJI TANGKAP TIROID


(Thyroid uptake test)
Sama halnya dengan penyidikan kelenjar tiroid, dasar dari uji tangkap tiroid adalah
penilaian kemampuan kelenjar tiroid untuk menangkap (mengambil ~ uptake) iodida
atau pertechnetate. Yang diukur adalah persentase penangkapan kedua radiofarmaka
tersebut pada waktu tertentu dibandingkan dengan dosis yang diberikan. Sesuai
dengan rekomondasi IAEA (1972), uji tangkap tiroid dibagi atas uji tangkap dini
(early uptake test) dan uji tangkap lanjut (late uptake test). Uji tangkap dini dilakukan
dengan menggunakan radiofarmaka 99mTc-pertechnetate, menggambarkan fungsi
trapping 131 yang akan menggambarkan fungsi organifikasi. Angka penangkapan
iodium atau pertechnetate secara tidak langsung menggambarkan fungsi tiroid.

Indikasi
1. Penilaian fungsi tiroid, khususnya untuk membedakan low dari high uptake
thyrotoxicosis;
2. Menentukan besarnya dosis NaI-131 yang diberikan untuk terapi hipertiroidi.

Radiofarmaka
- NaI-131, dosis 30-50 uCi, diberikan per oral
- NaI-123, dosis 500 uCi, diberikan per oral
- 99mTc-pertechnetate, dosis 2 5 mCi, diberikan i.v.

Tatalaksana
Tatalaksana uji tangkap tiroid sama dengan penyidikan kelenjar tiroid dan dapat
dalam satu paket pemeriksaan.

Penilaian
Nilai normal uji tangkap tiroid bervariasi tergantung dari asupan iodium dalam
makanan, yang dipengaruhi pula oleh keadaan geografis setempat. Nilai normal angka
penangkapan tiroid di Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Nuklir RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung adalah :
- Angka penanngkapan iodium 2 jam : 2-15% ; 24 jam 20 45%
- Angka penangkapan pertechnetate 15 menit : 0.5 5.0%

UJI PELEPASAN PERCHLORATE


(Percholate disharge test)
Proses organifikasi dalam kelenjar tiroid meliputi oksidasi ioida menjadi iodium
dengan bantuan enzim peroksidase, yang akan mengkatalisa reaksi antara iodium
dengan hydrogen peroksida. Setelah oksidasi, iodium akan berikatan dengan
tirosin membentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT), yang terikat
dengan tiroglobulin. Defisiensi peroksidase akan menyebabkan hipotiroid
kongenital. Pada sindroma pendred, suatu penyakit keturunan resesif autosomal,
aktifitas peroksidase normal tetapi peroksid kurang sehingga akan terjadi
gangguan organifikasi; pasien akan megalami hipotiroidi, pembesaran kelenjar
tiroid, dan ketulian. Proses trapping iodium akan dihambat secara kompetitif oleh
anion monovalen seperti pertechnetate,perchlorate, dan thiocyanate. Propitiourasil
dan metimazole akan menghambat organifikasi.
Defek organifikasi yang ditemukan pada penyakit-paenyakit seperti penyakit
Hashimoto atau sindroma pendred, dapat didiagnosa dengan melakukan uji
pelepasan perchlorate. Prisipnya adalah pemberian perchlorate akan melepaskan
131
I yang tidak mengalami proses organifikasi ke sirkulasi, sehingga penangkapan
iodium (yang diperoleh melalui uji tangkap iodium) akan turun.
Indikasi
Diagnosis gangguan organifikasi iodium seperti pada penyakit Hashimoto dan
sindroma pendred.
Radiofarmaka
- NaI-131, dosis 30-50 uCi, diberikan per oral.
Tatalaksana
- ditentukan terlebih dahulu angka penangkapan iodium 2 jam;
- kemudian diberikan K-perchlorate 1 gram melalui oral;
- angka penangkapan diukur setiap 15 menit selama 90 menit setelah pemberian
K-perchlorate;
Penilaian
- dalam keadaan normal, tidak terjadi perubahan pada angka penangkapan
iodium yang berarti setelah pemberian perchlorate;
- bila setelah pemberian perchlorate angka penangkapan iodium 2 jam turun
15% atau lebih, menunjukkan ada efek organifikasi (uji pelepasan perchlorate
positif).

KARDIOLOGI
STUDI LINTAS PERTAMA
(Cardiac first pass study)
Aliran darah abnormal di jantung (shunt) dapat terjadi pada penderita penyakit
jantung kongenital seperti defek septum atrial (atrial septum defect, ASD), defek
septum ventrikel (ventricular septum defect, VSD) atau duktus arteriosus yang
persisten (persistent ductus arteriosus, PDA). Adanya shunt dari kiri ke kanan
membuat darah yang seharusnya menuju pembuluh darah sistemik, sebagian akan
masuk kembali ke sistem pulmonal; keadaan ini disebut resirkulasi dini. Dengan
mengamati aliran dinamik radiofarmaka setelah penyuntikan secara bolus melalui
vena mediana kubiti kanan, menuju vena subklavia, atrium-ventrikel kanan,
sistem pulnomalis (sirkulasi kecil), sampai ke atrium-ventrikel kiri dan aorta,
maka dapat dideteksi dan sekaligus dihitung besarnya shunt. Besarnya shunt
dihitung dalam bentuk nisbah aliran darah pulmonal dengan sistemik (Qp/Qs) dari
kurva waktu-aktivitas di paru. Adanya shunt akan menyebabkan resirkulasi dini
yang tampak pada kurva waktu-aktivitas paru sebagai puncak kedua yang timbul
lebih dini.
Indikasi
1. Deteksi, lokalisasi dan kuantifikasi (nisbah Qp/Qs) left- to right shunt intra
dan ekstra kardiak;
2. Membedakan PDA dari respiratory distress syndrome;
3. Membedakan ASD dari stenosis a pulmonalis;
4. Diagnosa hipertensi pulmonal
5. Lain-lain : menentukan volume sekuncup (stroke volume), cardiac output,
fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kanan, serta indeks regurgitasi.
Radiofarmaka
99m
Tc-pertechnetate dengan dosis 5-10 mCi disuntikan secara bolus melalui vena
mediana kubiti, menggunakan jarum bersayap (three way connector dan wing needle).
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus
Peralatan
Kamera gamma dengan kolimator; Low Energy High Sensitivity (LEHS); puncak
energi 140 keV, dengan window wide 20%.
Tatalaksana
Posisi pasien telentang diatas meja periksa;
Detektor ditempatkan sedekat mungkin pada dinding thorax anterior
sedemikian rupa sehingga jantung berada pada pusat lapang pandang detector;
Protocol :
- akuisi data :
teknik pencitraan dinamik, dengan matrix 64x64, 180 frame pertama : 250
msec/frame, selanjutnya 5 frames : 60/sec/frame.
- data diproses dengan metoda gamma variate function; pilih program shunt
dari program cardiac yang tersedia.
8

- Untuk penentuan nisbah Qp/Qs :


Add frame : start frame np : 1, dengan jumlah 150 frames, region of interest
(ROI) : rektanguler di paru kanan
- untuk penentuan kurva waktu-aktivitas dari paru :
gamma fitting untuk menentukan luas area dibawah kurva 1 diperoleh cara
menempatkan kursor kiri pada 1/3 bagian pertama dari kurva waktu-aktivitas
dan kursor kanan pada 1/3 bagian pertama setelah puncak. Cara yang sama
dilakukan untuk menentukan luas area di bawah kurva resirkulasi dini.
- untuk penentuan lokasi defek digunakan program manual:
program FIR, CG dan CUM (toshiba 55U)
Add frame : start no : 1,jumlah frame: 150:
ROI rektanguler di v. subklavia kanan, atrium kanan, Ventrikel kanan, paru
dan ventrikel kiri.
Dibuat kurva waktu-aktivitas dari masing-masing ROI
- Waktu
Persiapan
: 10 menit
Akuisi
: 10 menit
Pemrosesan data
: 10 menit
Penilaian
- Penilaian didasarkan atas 3 komponen, yaitu secara visual terhadap citra
dinamik, kurva aktivitas waktu dan nisbah Qp/Qs.
- Pada keadaan normal radioaktivitas di paru-paru akan muncul dan hilang
dengan cepat. Kurva waktu-aktivitas akan naik dengan cepat mencapai
puncak, kemudian turun dengan cepat pula. Sebelum mencapai garis absis
akan timbul puncak kurva berikutnya yang jauh lebih rendah dan terjadi lebih
dari 12 detik dari puncak pertama dengan nisbah Qp/Qs : 1.1. Jika terdapat
shunt, maka radioaktivitas di paru akan terlihat lebih lama.
- L-R shunt ditandai dengan resirkulasi dini berupa puncak kedua dari kurva
waktu-aktivitas, dengan radioaktivitas pada paru kanan muncul lebih dini,
yaitu kurang dari 12 detik.
- ASD ditandai dengan adanya resirkulasi dini pada semua kurva waktuaktivitas.
- VSD ditandai dengan adanya resirkulasi dini pada kurva waktu-aktivitas
ventrikel kiri.
- PDA hanya ditandai dengan adanya resirkulasi dini pada kurva waktuaktivitas paru.
Catatan
- 99mTc eritrosit digunakan bila studi lintas pertama dilakukan sekaligus
bersamaan dengan pemeriksaan dengan ventrikel kiri (multigated heart blood
scan).
- Penyuntikan harus dilakukan secara bolus. Kurva waktu-aktivitas dari ROI di
v. subklavia kanan digunakan untuk mengontrol kualitas bolus; jika puncak
kurva lebih dari 2 detik, maka berarti penyuntikan tidak dilakukan secara
bolus dan pemeriksaan harus diulang.
- Melalui teknik ini tidak dapat ditentukan kuantifikasi R-L shunt
- Pada efek multipel, hanya dapat dideteksi satu defek teratas
- Nisbah Qp/Qs dapat ditentukan dengan akurat bila nilainya berada antara 1.23.0; nilai < 1,2 mungkin masih normal karena adanya pendarahan paru dari
9

cabang aorta,sedangkan nilai > 3 tidak akurat karena keterbatasan dari gamma
variate function.
Kepustakaan
1. Simoon ML introduction to imaging of the heart, contrast angiography,
digital angiography, nuclear imaging, echocardiography : nuclear
imaging in clinical cardiology,ML Simoon and JHC Reiber (Eds).
Bonson, Martinus Nirjhoff Pub, 1984:1 18
2. Becker CL. Myocardial perfusion. In Textbook of Nuclear Medicin
vol.II : Clinical Application, 2nd ed., Herbert J and Da Rocha FGA
(Eds.). Philadelphia, Lea & Febiger, 1984: 384 405
3. Maltz DL and Treves S. Quamtitative Radionuclide Angiography
Determination of Qp/Qs in Children. Circulation 1973;XL VII:10491056.
4. Berger HJ and Zaret BL. Radionuclide Assesment of Cardiovascular
Performance; in Freeman and Johnsons Clinical Radionuclide
Imaging 3rd ed. Leonard m Freeman (Ed.). Orlando, Grune and
Stratton Inc., 1984:364-478
5. Alderson PO, Gilday DI, and Wangner IIN. Atlas of Pediatric Nuclear
Medicine. Philip O, Alderson, David L. Gilday and Henry N Wagner
Jr (Eds.), Saint Louis, The CV Morsby Company, 1978:126-142.
6. Rigo P and Chivigne M. Measurement of L-R Shunt by Gated
Radionuclide Angiography: Concise Communication. J Nucl Med
1982;23:1070-1075

10

VENTRIKULOGRAFI RADIONUKLIDA
( Multigated Heart Blood Pool Scan / MUGA )
Penentuan ventrikel kiri sangat penting untuk diagnosis dan pengelolaan penyakit
jantung. Dengan teknik nuklir fungsi tersebut ditentukan dengan cara mengikuti
pergerakkan radiofarmaka didalam ventrikel kiri, yang akan memberikan gambaran
tentang pergerakan dinding jantung regional atau global, besar dan kemampuan
ventrikel kiri memompakan darah (fraksi ejeksi,ejection fraction). Dapat juga
ditentukan waktu dan kekuatan kontraksi dari tiap-tiap bagian pada ventrikel kiri.
Seluruh parameter tersebut diperoleh dari kurva waktu volume yang diperoleh dari
pencitraan dinamik siklus jantung dengan sinkronisasi EKG. Sebagai radiofarmaka
digunakan eritrosit yang ditandai dengan 99mTc; penandaan in vivo lebih mudah
dilakukan, namun efisiensi penandaannya lebih rendah dibandingkan dengan kedua
cara lainnya.
Indikasi
1. Penentuan fungsi (fraksi ejeksi ventrikel kiri) jantng pada berbagai
penyakit jantung;
2. Sebagai dasar untuk menentukan tindak lanjut pada prognosa pasca infark
miokard dan kardiomiopati;
3. Deteksi gangguan kontraktilitas ventrikel termasuk aneurisma ventrikel;
4. Evaluasi fungsi jantung akibat pemberian obat-obatan kardiotoksik
Radiofarmaka dan taknik penandaan
Eritrosit bertanda 99mTc dengan dosis 10 15 mCi; penandaan
dilakukan secara in vivo.
Teknik penandaan :
2-4 mg stannous pyrophosphate disuntikan melalui vena mediana
cubiti kiri; 20 -30 menit kemudian disuntikan 99mTc-pertechnetate
melalui vena mediana cubiti kanan.
Pencitraan dilakukan 15 20 menit setelah penyuntikan 99mTcpertechnetate.
Apabila pemeriksaan dilakukan bersamaan denga studi lintas
pertama, maka penyuntikan 99mTc-pertechnetate dilakukan seperti
pada studi lintas pertama.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus.
Peralatan
Kamera gamma dengan ECG synchronizer.
Kolimator
: Low Energy General Purpose (LEGP)
Energy setting
: 140 KeV, window wide 20%
ECG synchronizer
: lead standard (4 elektroda)
Tatalaksana
Posisi pasien : tidur telentang dengan tangan kiri diatas kepala;detektor
ditempatkan pada posisi oblik kiri anterior (left anterior oblique) 40 70,
sedemikian rupa sehngga ventrikel kiri terlihat jelas terpisah dari ventrikel
kanan.
11

Protokol akuisisi data :


pemeriksaan dinamik dengan ECG synchronizer matrix 128 x 128; zooming
1.33; 24 frame/cycle; total counts 6000 kcounts
lead EKG dipasang untuk lead standar yang sesuai yaitu pada bagian atas
kedua sisi dada dan kedua sisi perut bagian bawah; ditempatkan jendela
(window) pengamat gelombang R sedemikian rupa, sehingga hanya
gelombang R saja yang dapat masuk jendela tersebut.
Pemrosesan data :
Dari menu utama yang tersedia di piranti lunak, dipilih automatic
processing untuk ventriculography, yaitu multigatd. Penentuan ROI
untuk ventrikel kiri dan latar belakang dilakukan secara otomatis. Bila
penempatan secara manual dengan ambang pencitraan (threshold
image) 50%
Waktu : 1 jam

Penilaian
Penilaian fungsi ventrikel kiri dilakukan secara visual dengan melihat pergerakan
dinding jantung (wall motion analys), menentukan % ejeksi fraksi dan penilaian
terhadap citra fungsi (functional image). Dinding jantung normal bergerak sinkron
dan konsentris serta dari citra fungsi (phase image dan amplitude image) tampak
warna yang sama di seluruh bagian ventrikel yang berlawanan dengan warna di
atrium dan aorta pada gradasi warna. Pada aneurisma ventrikel akan tampak
pergerakan yang paradoksal (paradoxal movement), yaitu pada saat dinding normal
berkontraksi, dinding yang mengalami aneurisma memberikan warna yang sama
dengan atrium.
Nilai nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri :
75 100%
: normal pada latihan fisik
50 74%
: normal
30 49%
: gangguan fungsi
< 30%
: gangguan fungsi yang berat
Catatan
Teknik ini dianggap sebagai standar emas untuk penghitungan fraksi ejeksi ventrikel
kiri.
Kepustakaan
1. Berger HJ and Zaret BL. Radionuclida Assesment of Cardio Vascular
Performace: in Freeman and Johnsons Clinical Radionuclide imaging 3rd ed,
Leonard M Freeman (Ed.). Orlando, Grune and Stratton Inc. 1984:364-478.
2. Holman BL and Parker AJ. Special Computer Techniques. In Computed
Assisted Cardiac Nuclear Medicine. Boston. Little, Brown and Co. 1981:367444
3. Shad N. Non-traumatic Assesment of Left Ventricular Wall Motion and
Regional Stroke Volume. J Nucl Med 1977; 18:333-341.
4. Thrall HJ, Rabinovich AM, Pitt B and Buda A. Cardiac Dynamic. In Textbook
of Nuclear vol.II : Clinical Application, Second rd, Herbert J and Da Rocha
FGA (Eds.). Philedelphia, Lea & Febiger, 1984:406-436.
5. Brateman L, Buckley K, Keim SG et al. Left Ventricular Regional Wall
Motion Assesment by Radionuclide Ventriculography : A Comparison of Cine
Display with Fourier Imaging. J Nucl Med 1991;32:777-782.
12

SIDIK PERFUSI MIOKARDIAL dengan 99mTc


(99mTc Myocardial Perfution Scintigraphy)
Perfusi miokardium tergantung pada keutuhan suplai darah melalui arteri koronaria.
Bila diberikan beban fisik (Phsical stess), kebutuhan metabolik berikut berikut perfusi
miokardium aka meningkat dibandingkan dengan keadaan istirahat/tanpa beban. Bila
beban fisik diberikan pada pasien dengan penyempitan pembuluh darah jantung
koroner, maka suplai darah ke miokardium regional tidak akan cukup untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik. Dasar dari sidik perfusi miokardial
adalah penilaian distribusi radiofarmaka bertanda 99mTc seperti 99mTc-testambi atau
99m
Tc-tetrofosmin; penangkapan (uptake) kedua radiofarmaka tersebut oleh
miokardium dipengaruhi oleh aliran darah koroner yang mensuplainya. Sestambi dan
tetrofosmin merupakan dua senyawa kimia yang akan berikatan dengan protein intra
seluler miokardium tersebut sangat minim (berbeda dengan TI). Mitokhondria dan
sarkolemma mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses penangkapan
radioaktivitas oleh miokardium.
Pada pasien yang tidak dapat melalukan latihan beban fisik (physical stress dengan
ergocycle), misalnya karena kurang latihan atau proses degenatife pada tungkai, maka
sebagai penggantinya dapat diberikan beban farmakalogik (pharmacalogic stress
test).
Pemeriksaan dilakukan dalam dua tahap dengan protokol satu hari (one day protocol).
Yang pertama dilakukan adalah pencitraan dengan beban (initial imaging), diikuti 4
jam kemudian dengan pencitraan pada saat istirahat (delayed imaging).

Indikasi
1. Penyakit jantung koroner
2. Infark miokard
3. Diagnosis dan evaluasi hipertrofi ventrikel kiri konsentris
4. Hipertrofi septum asimetrik.
5. Hipertrofi ventrikel kanan
6. Deteksi penyakit jantung koroner pada LBBB
7. Stratifikasi risiko dan prognosa penyakit jantung koroner
8. Penentuan viabilitas miokard
Radiofarmaka
99mTc-sestamibi (hexakis-2-methoxyisobutril isonitrile)
99mTc-tetrofosmin
Dosis radiofarmaka pada puncak beban adalah 8 mCi dan saat istirahat 15 mCi;
disuntikan intravena melalui three way connector dan wing needle.
Persiapan
Obat-obatan golongan penyekat beta dihentikan 24 48 jam sebelum pemeriksaan;
dianjurkan menggunakan pakaian olah raga.
Peralatan
Kamera gamma; kolimator low energy parallel hole; enery setting: low energy
(puncak 140 keV); window wide 20%.
13

Tatalaksana
Posisi pasien : telentang dengan kedua lengan ditampatkan di atas kepala;
Kedua detektor ditempatkan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 90,
sedekat mungkin dengan dinding thorax dan jantung berada pada bagian
tengah lapang pandang detektor
Penderita menjalani latihan fisik menggunakan ergocycle atau dengan beban
fisik farmakologik;
Radiofarmaka disuntikan pada puncak beban latihan fisik dipertahankan
sampai 1-2 menit kemudian; diupayakan agar pasien dapat mencapai
sekurangnya 85% dari beban sasaran yang dapat diberikan sesuai dengan
umurnya (lihat tabel);
Beban fisik dihentikan bila pasien sudah mencapai paling kurang 85% dari
beban sasaran, atau apabila pasien mengeluh nyeri dada, keluhan pusing,
berkeringat dingin, atau tidak sangggup lagi meneruskan latihan beban
(kelelahan);
Pencitraan dilakukan segera setelah latihan fisik selesai;
Empat jam setelah latihan fisik, dilakukan pencitraan pada waktu istirahat
(rest atau delayed imaging): 1 jam sebelum pencitraan pasien minum segelas
susu dan 10 menit sebelum pencitraan disuntik dengan 99mTc-sestamibi, dosis
10-15 mCi;
Akuisisi data : pencitraan dinamik; matrix 64 x 64; jumlah proyeksi : 32
proyeksi (180 derajat), 30 detik/proyeksi; sudut pencitraan : RAO 35 sampai
LPO 215;
Pemrosesan data :
- pilih program myocardial spect;
- lakukan kontrol kualitas akuisisi data dengan cine display dan sinogram;
- tentukan batas lapang pengamatan untuk analisis;
- tiga proyeksi potongan adalah sagital (vertical long axis), horizontal
(transversal long axis) dan koronal (vertical short axis);
- pemrosesan data dilakukan pada citra dengan beban (initial image) dan saat
istirahat (delayed image);
- untuk pencetakan hasil (hard copy) gunakan program simultaneus display,
citra dengan beban ditempatkan lebih dulu didikuti citra saat istirahat;
- bila diperlukan dapat dilakukan analisis circumferential profile atau bulls eye
(polar map) analysis.
Waktu : latihan fisik dan pencitraan lebih kurang 1 jam dan pencitraan saat
istirahat jam, jangka waktu antara pencitraan setelah beban dan istirahat
sekitar 3 4 jam.

Penilaian
Dalam keadaan normal distribusi radioaktivitas pada miokardium merata.
Penilaian sidik perfusi miokard diarahkan untuk mencari daerah dengan
penangkapan radioaktivitas kurang (defek perfusi) pada citra dengan beban
istirahat. Defek perfusi yang menetap/irrevesibel (matching defect) disebabkan
adanya proses nekrosis atau jaringan parut pada miokardium. Sedangkan jika
ditemukan mismatch defect, yaitu defek perfusi pada pencitraan dengan beban dan
normal atau menjadi lebih baik pada pencitraan saat istirahat menunjukkan adanya
iskemi miokard yang reversibel. Mismacth defect yang terbalik (reverse
14

redistribution) yaitu penangkapan radioaktivitas dengan beban lebih baik


dibandingkan dengan saat istirahat dapat disebabkan oleh penyakit jantung
koroner yang berat disertai dengan kolateralisasi yang baik.
Catatan
Sensitivitas sidik perfusi miokard dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
1. Deteksi defek perfusi miokard akibat stenosis pada arteri left circumflex
(LCX) lebih sulit dibandingkan dengan left anterior descendens (LAD)
atau coronary artery (RCA);
2. Deteksi defek perfusi akibat stenosis pada percabangan arteri LAD atau
LCX lebih sulit dibandingkan bagian proksimalnya;
3. Pemeriksaan menggunakan metoda/kamera SPECT lebih akurat
dibandingkan dengan kamera planar untuk mendeteksi stenosis pada arteri
LCX dan percabangan a. koronaria;
4. Sensitivas dapat menurun pada pemakaian isosorbid dinitrat atau
propanolol, penderita tidak dapat mencapai latihan fisik maksimal atau
denyut jantung kurang dari 90% dari target maksimal serta telah timbul
kolateral.
Spesifisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Atenuasi oleh mammae kiri, superposisi diafragma penangkapan ventrikel
kanan (blood pool) dapat menyebabkan penangkapan radioaktivitas pada
dinding inferior relatif berkurang;
2. Posisi jalan masuk dan keluar darah diventrikel kiri;
3. Superposisi diafragma dapat menyebabkan penangkapan radioaktivitas pada
dinding inferior relatif berkurang;
4. LBBB dengan a. koronaria normal dapat memberikan gambaran abnormal
pada sidik perfusi miokard dengan beban;
5. Keuntungan menggunakan 99mTc dibandingkan dengan TI adalh cacahan
yang diperoleh tinggi sehingga kualitas citra lebih baik, dan karena tidak
mengalami redistribusi maka pencitraan tidak harus dilakukan sesegera
mungkin setelah penyuntikan; karena dapat bertahan lama dalam miokardium
maka dengan radiofarmaka ini sekaligus dapat dilakukan pula pemeriksaan
MUGA (lihat bagian lain);
6. Kekurangan teknik ini adalah radioaktivitas yang tinggi pada hati dan sistem
biliaris yang sering mengganggu radioaktivitas pada dinding inferior dan efek
relatif lebih kecil dibandingkan dengan defek pada TI karena adanya shine
through effect atau blooming efect.

Kepustakaan
1. Becker CL. Myocardial perfusion. In Textbook of Nuclear Medicine vol.II:
Clinical Applications, second ed, Herbert J and Da Rocha FGA (Eds.).
Philadelphia, Lea & Febiger, 1984:383-405.
2. Berger Hj and Zaret BL. Radionuclide Assesment of Cardiovascular
Performance; in Freeman and Johnsons Clinical Radionuclide Imaging 3 rd ed,
Leonard M Freeman (Ed.). Orlando, Grune and Stratton Inc, 1984:364-478.
3. Berman DS, Kiat HS, Van Train KF et al. Myocardial Perfusion Imaging with
Technetium-99m sestamibi: Comparative Analysis of Available Imaging
Protocols. J Nucl Med 1994;35:681-688.
15

4. Meyer Jv, Mene I, Diggles L and Narahara KA. Assement of Myocardial


Perfusion Defect Size After Ealry and delayed SPECT Imaging with
Technitium-99m Hexakis 2- methoxyisobutril Isonitrile After Stress. J Nucl
Med 1993;34:187-192.
5. Simoon Ml. Introduction to imaging of the heart, contrast angiography,
nuclear imaging, echocardiography : Nuclear imaging, in clinical cardiology,
ML Smoon and JHC Reibe (Eds.). Bonson, Martinus Nijhoff pub, 1984:1-18.
6. Zaret BL and Wackers FJ. Nuclear Cardiology. N Eng J Med
1993;329;11:776-783.

16

SIDIK PERFUSI MIOKARDIUM DENGAN TI


( TI Myocardial Perfision Scan)
Perfusi miokardium tergantung pada keutuhan suplai darah melalui arteri koronaria.
Bila diberikan beban fisik (physical stress) kebutuhan metabolik berikut perfusi
miokardium akan meningkat dibandingkan dengan pada keadaan istirahat/tanpa
beban. Bila beban fisik diberikan pada pasien dengan penyempitan pembuluh darah
jantung koroner, maka suplai darah/perfusi ke miokardium regional tidak mencukupi
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik. Dasar dari sidik perfusi
miokardial dengan TI adalah penilaian distribusi radiofarmaka tersebut di
miokardium. TI merupakan analog kalium. 85 87% TI Akan diekstrasi oleh
miokardium pada lintasan pertama dan mencapai puncaknya 10 menit pasca
penyuntikan. Selama tidak ada kerusakkan yang bersifat irevesible TI akan
menembus sarkolemma miokardium melalui sodium-potasium ATPase pump.
Berbeda dengan sestamibi dan tetrofosmin, setelah distribusi awal konsentrasi TI
pada bagian yang normal dan defek perfusi akan berubah sesuai dengan waktu.
Perubahan ini disebut redistribusi yaitu proses TI masuk dan keluar (washout) dari
miokardium, yang berarti kadar TI dalam miokardium akan selalu berubah sampai
menjadi keseimbangan. Perbedaan antara TI yang masuk dan keluar disebut
sebagai net myocardial washout rate; intrinsic washout rate (output) bersifat
monoeksponensial dengan TI/2 sekitar 1 jam, sedangkan TI/2 net thallium washout
rate (input dan output) sekitar 4 jam. Washout rate tergantung pada deposisi awal
TI, tetapi dapat dipengaruhi oleh makanan, suntikan glukosa dan insulin. Bila ada
iskemia, oleh karena proses redistribusi, defek perfusi yang tampak pada puncak
beban (initial imaging) akan menghilang pada delayed imaging. Pada defek perfusi
revesibel,net washout rate TI lebih rendah dibandingkan dengan jaringan normal
sehingga radioaktivitas ditempat tersebut relatif lebih tinggi; hal ini menggambarkan
miokardium yang viabel. Pada defek perfusi yang irevesibel, nisbah awal kadar TI
dijaringan normal dengan abnormal akan menetap beberapa waktu karena net washout
rate yang sama antara jaringan normal dengan abnormal; gambaran demikian
ditemukan pada jaringan parut miokardium.
Pemeriksaan dilakukan dengan dua tahap, yaitu pencitraan dengan beban (fisik atau
farmakologik) dan saat istirahat dilakukan 4 jam pasca beban dengan atau tanpa
reinjeksi.
Indikasi
1. Penyakit janting isemik
2. Infark mokard
3. Diagnosis dan evaluasi hipertrofi ventrikel kiri konsentris
4. Hipertrofi septum asimetrik
5. Hipertrofi ventrikel kanan
6. Deteksi penyakit jantung koroner pada LBBB
7. Stratifikasi risiko dan prognosa penyakit jantung koroner
8. Penentuan viabilitas miokard
Radiofarmaka
TI-citrate, dosis pada puncak beban 2-3 mCi dan saat istirahat 1 mCi, disuntikkan
secara intervena melelui three way connector dan wing needle.

17

Peralatan
Kamera gamma; kolimator low energy parallel hole; energy setting: low
energy (puncak 70 keV); window wide 20%.
Tatalaksana
Posisi pasien : telentang dengan kedua tangan diatas kepala;
Posisi detektor kedua detektor diatur sedemikian rupa membentuk sudut 90
dari RAO 35 sampai LPO 215 dan sedekat mungkin dengan thorax sehingga
jantung berada dalam lapang pandang detektor;
Penderita menjalani latihan fisik menggunakan ergocycle atau dengan beban
farmakologik;
Radiofarmaka disuntikkan pada puncak beban dan latihan fisik dipertahankan
1-2 menit kemudian;
Pencitraan dilakukan segera setelah penyuntikan radiofarmaka;
Akuisisi data : pencitraan dinamik; matrix 64 x 64; jumlah proyeksi :32
proyeksi (180 derajat), 30 detik/proyeksi; sudut pencitraan :RAO 35 sampai
LPO 215;
Pemrosesan data :
- pilih program myocardial spect;
- lakukan kontrol kualitas akuisisi data dengan cine display dan sinogram;
- tentukan batas lapang pengamatan untuk analisis; - tiga proyeksi potongan
adalah sagital (verical long axis), horizontal (transversal long axis) dan
koronal (vertical short axis);
- pemrosesan data dilakukan pada citra dengan beban (initial image) dan saat
istirahat (delayed image);
- untuk pencetakan hasil (hard copy) gunakan program simultaneus display,
citra dengan beban yang ditempatkan lebih dulu diikuti citra saat istirahat;
- bila diperlukan dapat dilakukan analisis circuferential profile atau bulls eye
(polar map) analysis.
Waktu : latihan fisik dan pencitraan lebih dan pencitraan lebih kurang 1 jam
dan pencitraan saat istirahat jam, jangka waktu antara pencitraan setelah
beban dan istirahat sekitar 3-4 jam.
Penilaian
Sidik perfusi miokard dinilai berdasarkan gambaran distribusi rsdioaktivitas citra
yang diperoleh pada waktu diberikan beban dan pada waktu istirahat. Dalam keadaan
normal distribusi radioaktivitas di miokard pada kedua keadaan tersebut rata (tidak
ada defek perfusi). Defek perfusi yang menetap (matched defect) disebabkan adanya
proses nekrosis atau jaringan parut pada miokard. Sedangkan jika ditemukan
mismached defect, yaitu defek perfusi pada pencitraan dengan beban normal atau
lebih baik pada pencitraan saat istirahat menunjukan adanya iskemi miokard
revesibel. Mismached defect yang terbalik (reversed redistribution) yaitu
penangkapan radioaktivitas dengan beban lebih baik dibandingkan dengan saat
istirahat dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner yang berat disertai dengan
kolateralisasi yang baik.
Catatan
Ketepatan sidik perfusi miokardial dengan TI lebih tinggi dalam menentukan
viabilitas miokardium.

18

Kepustakaan
1. Becker CL. Myocardial perfusion. In Textbook of Nuclear Medicine vol.II:
Clinical Applications, second ed, Herbert J and Da Rocha FGA (Eds.).
Phildephia, Lea & Febiger, 1984L383-405
2. Berger HJ and Zaret BL. Radionuclide Assesment of Cardiovascular
Performance; in Freeman and Johnson Clinical Radionuclide imaging 3 rd ed,
Leonard M Freeman (Eds.). Orlando Grune and Stratton Inc, 1984:364-478
3. Simoons ML. Introduction to imaging of heart, contras angiography, nuclear
imaging, echocardiography : Nuclear imaging in clinical cardiology, ML
Simoons and JHC Reiber (Eds.). Bonson, Martinus Nirjhoff pub, 1984:1-18
4. Zaret BL and Wackers FJ. Nuclear Cardiology. N Eng J Med
1993;329;11;776-783.

19

SIDIK INFARK MIOKARD AKUT


(Acute myocardial infarction scan)
Pada infark miokard akut akan terjadi kerusakan jaringan miokardium. Walaupun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti, namun diduga radiofarmaka 99mTcpyrophosphate akan membentuk kompleks dengan deposit kalsium pada mitokondria
miokardium yang rusak tersebut, sehingga akan tampak sebagai daerah dengan
singkat radioaktivitas yang lebih tinggi dari jaringan sehat sekitarnya. Hasil positif
akan diperoleh jika kerusakan jaringan lebih dari 3 gram; penangkapan (uptake)
radiofarmaka mulai tampak setelah 4 jam dan mencapai maksimum pada 48 jam,
sehingga penyidikkan paling baik dilakukan 24-48 jam pasca infark. Secara bertahap
radioaktivitas akan turun dalam 5-7 hari.
Indikasi
Deteksi miokard infark akut khususnya yang sulit ditegakkan secara klinis, gambaran
EKG dan kadar enzim jantung, seperti pada :
- Infark transmural yang kecil
- Infark subendokardial akut
- Infark miokard akut dengan gambaran LBBB pada EKG.

Radiofarmaka
99m
Tc-pyrophosphate dengan dosis 15 20 mCi, disuntikkan secara intravena;
pencitraan dilakukan 2-4 jam kemudian.
Persiapan
Tidak ada persipan khusus.
Peralatan
Kamera gamm, kolimator Low Energy High Resolution (LEHR);energy setting 140
keV, window wide
20%.
Biasanya sidik infark miokard akut dilakukan di unit perawatan koroner intensif
(intensive coronary care unit), menggunakan mobile gamma camera yang selalu siap
diunit tersebut.

Tatalaksana
* Posisi pasien : tidur telentang dengan tangan kiri diatas kepala; detektor
ditempatkan pada posisi lateral kiri miring 40-70, anterior, dan lateral kiri;
* Protokol akuisisi data :
- pemeriksaan statik, zooming 1.33, matrix 256 x 256 total counts 400 kcounts
* Waktu pemeriksaan : lebih kurang 1 jam.
Penilaian
Pyrophosphate merupakan suatu bone scanning agent, sehingga akan tanpak juga
penangkapan radioaktivitas ditulang termasuk tulang iga. Penilaian sidik perfusi
miokard dilakukan dengan cara membandingkan penangkapan radioaktivitas oleh
miokardium dengan iga dan dibuat scoring sebagai berikut :

20

Skor 0 (normal)
Skor +1
Skor +2
Skor +3

: tidak tampak penangkapan radioaktivitas di jantung;


: tampak penangkapan radioaktivitas di jantung tetapi kurang
dibandingkan dengan iga;
: penangkapan radioaktivitas dijantung sama dengan di iga;
: penangkapan radioaktivitas dijantung lebih tinggi daripada di
iga.

Catatan
Pada infark transmural sensitivitas teknik ini adalah 95% sedangkan pada infark nontransmural 70-80%.
Spesifitas dengan skor + 2 adalah 93% dan skor + 3 adalah 99%.
Positif palsu dapat ditemukan pada eneurisma ventrikel,miokarditis dan karsinoma
payudara.
Kepustakaan
Lyons PK and Olson GH. Myocardial infrarction Imaging. In textbook of nuclear
medicine vol.II. Clinical Applications, 2nd ed , Harbert J and Da Rocha FGA (Eds.).
Phildelphia, Lea & Febiger, 1984: 347 438.
Simoons ML. Introduction to Imaging of the Heart, Contrast Angiography, Digital
Angiography, Nuclear Imaging, Echocardiography: Nuclear Imaging in Clinical
Cardiology, ML Simoons and JHC Reiber (Eds.). Boston Mertinus Nijhoff Pub, 1984:
1-18.

21

UJI BEBAN DENGAN ERGOCYCLE


(Ergocycle stress test)
Latihan beban fisik (physical stress) menggunakan ergocycle dimaksudkan untuk
melihat perbedaan aliran darah pada keadaan istirahat (tanpa beban) dengan beban
fisik. Beban fisik akan menyebabkan kebutuhan oksigen/metabolisme miokardium
meningkat; respon suplai darah terhadap kebutuhan yang meningkat tersebut
tergantung pada patensi pembuluh darah koroner. Pada keadaan istirahat tanpa beban,
suplai atau perfusi darah ke miokardium cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik
normal maupun bila ada peningkatan. Sebaliknya, bila ada stenosis maka suplai darah
tidak akan mencukupi dan perfusi miokardium pada bagian terkena akan terganggu,
yang pada pencitraan akan tampak sebagai defek perfusi.
Peralatan
Ergocycle
Monitor EKG
Tensimeter
Three way connector dan wing needle
Semprit 10 cc dengan bilasan heparin
Alat dan obat obat (untuk keadaan darurat) :
Defribrilator
Cedocard
Adrenalin
Oksigen
Tatalaksana
Pasang elektroda 12 lead EKG pada tempatnya;
Pasang wing needle di vena mediana kubiti kanan dengan three way connector
yang salah satunya dihubungkan dengan semprit yang telah diablasi heparin
dan berisi NaCl faali;
Pada lengan kiri atas dipasang kuf tekanan darah;
Segera sebelum latihan dimulai dibuat rekaman EKG;
Pasien melaksanakan latihan fisik dengan ergocycle menggunakan protokol
sebagai berikut :
- beban : awal 25 watt, dinaikan 25 watt setiap 3 menit; dengan beban
pemulihan 10 watt;
- kecepatan putaran : > 80rpm;
- tekanan darah dan denyut jantung dipantau selama latihan fisik berlangsung;
- latihan fiisik dihentikan bila :
- telah tercapai beban maksimal berdasarkan denyut jantung
maksimum yaitu 220 umur (dalam tahun),atau setidak-tidaknya
85% dari denyut jantung maksimal tersebut
- adanya keluhan nyeri dada, sesak nafas, hipotensi, atau perubahan
yang signifikan pada rekaman EKG (aritmia, perubahan gelombang
T);
- pasien kelelahan/tidak sanggup lagi meneruskan latihan (bila
dihentikan sebelum mencapai beban puncak, dicatat pada stage atau
menit keberapa, berapa % dari denyut jantung maksimum, dan apa
alasanya).
22

UJI BEBAN FARMAKOLOGIK


(Pharmacological stress test)
Uji beban farmakologik dilakukan bila pasien tidak dapat melakukan latihan fisik
seperti misalnya keadaan umum kurang baik, atau terdapat proses degeneratif
pada tungkai bawah. Obat yang digunakan uji ini adalah dipiridamol (Persantrin),
dobutamin, dan adenosine.
Dipiridamol merupakan suatu vasodilator yang poten; mekanismenya melalui
peningkatan kadar adenosine dalam darah. Pemberian dipiridamol pada pasien
dengan penyakit jantung koroner akan meningkatkan 2 sampai 3 kali lebih banyak
aliran darah dipembuluh darah koroner normal,tetapi tidak disertai dengan
peningkatan aliran darah di pembuluh darah yang stenotik yang telah terdilatasi
secara maksimal; fenomena ini disebut steal phenomenon.
Dobutamin suatu agonis adrenergik, memberikan efek sama dengan latihan fisik;
dubotamin secara tidak langsung menilai cadangan aliran darah menyebabkan
peningkatan komsumsi oksigen miokardium (efek kronotropik dan inotropik).
Pemberian dobutamin akan merangsang terjadinya iskemia pada daerah yang sakit
dan akan tampak sebagai defek perfusi pada pencitraan.
Oleh karena pemberian dipiridamol akan menyebabkan peningkatan adenosine
dalam darah yang dapat memprovokasi bronkospasme,maka uji beban
farmakologik dengan dipiridamol tidak boleh dilakukan pada pasien dengan
kegagalan respirasi, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) dan asma akut.
Obat-obatan dan alat
Dipiridamol 4 ampul (10 mg/ampul); bila tidak tersedia injeksi diganti dengan
4 tablet dipiridamol @ 75 mg
Injeksi Dobutamin
Injeksi Adenosin
Obat yang harus disediakan sebagai antidotum efek samping dipiridamol: Sol.
Aminofilin 2.4%.
Obat dan lain yang juga harus disediakn tablet nitrogliserin (cedocard). Dan
alat-alat resusitasi.
Persiapan
- Penderita puasa paling kurang 6 jam sebelum dilakukan uji beban.
- Obat teofilin dihentikan 36-48 jam sebelumnya;
- Dilarang minum-minuman yang mengandung kafein (kopi, teh, minuman
ringan, cokelat) selama 24 36 jam sebelumnya.
Tatalaksana
Dipiridamol 4 ampul (10 mg/ampul), diencerkan paling kurang 1:2 dalam Lar.
Nacl 0.45% atau 0.9% atau Lar. Dextrose 5% sampai volume menjadi 20
sampai 50 ml. (agar mudah mengontrol kecepatan infus dan mencegah iritasi
lokal; dosis dipiridamol adalah 0.142 mg/kgBB/menit diberikan selama 4
menit sampai dosis total 0.57 mg/kgBB, dosis maksimum 60 mg. ;
radiofarmaka disuntikkan 7 9 menit setelah penyuntikkan dipiridamol;
Bila yang digunakan tablet dipiridamol : tablet dipiridamol 300 mg digerus
dan dicampur dengan sirup, lalu diminum sampai habis; 45 menit kemudian
pasien disuruh jalan ditempat selama 90 detik, baru setelah itu disuntikkan
radiofarmaka intra vena; bila pasien mengeluh nyeri dada atau sesak sebelum
45 menit, maka radiofarmaka disuntik pada saat gejala itu muncul;
23

Adenosine diberikan melalui pompa infus dengan dosis 140 mg/kgBB selama
6 menit;
Protokol pencitraan seperti pada protokol studi perfusi miokardium dengan
99m
Tc-sestamibi/tetrofosmin atau TI ;
Tekanan darah dan denyut nadi serta EKG dipantau sebelum pengujian
dilaksanakan, kemudian setiap menit selama paling kurang 10 menit bila
dipiridamol disuntikan atau tiap 5 menit selama 45 menit bila diberikan per
oral.

Catatan
Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian dipiridamol biasanya
ringan dan tidak berlangsung lama,yaitu :
o efek samping non kardiak : mual, muntah, nyeri kepala, pusing, muka
merah.
o Efek samping kardiak : angina, depresi segmen ST, aritmia ventrikuler.
Angina dapat diatasi dengan pemberian aminofilin intra vena, bila
setelah pemberian aminofilin sampai 200 mg tidak menolong dapat
diberikan nitrogliserin sublingual.
Penangkapan radioaktivitas oleh miokard, hati dan limpa lebih tinggi pada
penggunaan dipiridamol dibandingkan dengan beban fisik.
Sensitivitas sidik perfusi miokard dengan beban farmakologik adalah 93%
dengan spesifisitas 80%.

Kepustakaan
1. Becker CL. Myocardial perfusion. In Textbook of Nuclear Medicine vol.II:
Clinical Applications,2nd ed, Herbert J and Da Rocha FGA (Eds.).
Philadelphia, Lea & Febiger 1984: 383-405
2. Berman DS, Garcia EV, Maddahio J and Rozanski A. Thallium-201
Myocardial perfusion Scintigraphy. In Freeman and Johnsons Clinical
Radionuclide Imaging 3rd ed, Leonard M Freeman (Eds.). Orlando, Grune and
Stratton Inc, 1984:479-537
3. Gerson MC. Thallium-201-two-dimensional Imaging. In Effective Use of
Computers in the imaging Laboratory. Michel J. Gelfand and Stephen R
Thomas (Eds.). New York, McGraw-Hill Inc. 1988:75-108.
4. Gill GB, Miller DD, Boucher CA and Strauss HW. Clinical Decision Making
: DipridamoleThallium Imaging.J Nucl Med 1986;27:132-137.
5. Gould KL.Sorenson SG, Albro P et al. Thallium-201 Myocardial Imaging
During Coronary Vasodilation Induced by Oral Dipyridamole. J Nucl Med
1986,27:31-36
6. Leppo JA. Dipyridamole Myocardial Perfusion Imaging. J Mucl Med
1994;35:730-733.

24

PULMONOLOGI
SIDIK VENTILASI DAN PERFUSI PARU
(Pulmonary ventilation and perfusion scan)
Sistem pernafasan terdiri dari dua komponen fungsional, yaitu system perfusi
berasal dari arteri pulmonalis dan system ventilasi berasal dari saluran
trakheobronkhialis. Kedua komponen tersebut terdapat pada segmentasi paru yang
sama, dapat dievaluasi dengan menggunakan radiofarmaka, system perfusi dengan
99m
Tc-MAA (macroaggregated albumin) atau mikrosfer, sedangkan untuk
mengevaluasi system ventilasi digunakan radioaerosol ( 99mTc-DTPA) atau gas
inert Xenon (Xe-133).
Karena diameter partikel 99mTc-MAA atau mikrosfer lebih besar dari diameter
kapiler paru, maka radiofarmaka ini akan menyebabkan mikroemboli artificial
pada kapiler paru, yang tidak berbahaya karena hanya meliputi kurang dari 0,1%
dari luas permukaan kapiler paru. Bila tidak ada kelainan pada system perfusi
paru, maka radiofarmaka akan tersebar rata dikedua paru; tetapi bila ada gangguan
perfusi regional maka pada pencitraan akan tampak sebagai defek perfusi pada
daerah regional yang terkena. Defek perfusi tampak sebagai daerah dengan
penangkapan radioaktivitas yang kurang, biasanya berbentuk baji dengan puncak
pada hilus dan basis di bagian distal. Untuk menyingkirkan kemungkinan defek
pada pencitraan tersebut diakibatkan oleh gangguan parenkhim, dilakukan pula
pencitraan ventilasi menggunakan 99mTc-aerosol atau Xe-133. Pada gangguan
perfusi akan terlihat suatu gambaran citra yang mismatched antara sidik perfusi
dengan ventilasi; terlihat ada defek perfusi tetapi normal pada citra ventilasi.
Sebaliknya, gambaran yang matched(defek pada sidik perfusi dan ventilasi) terjadi
bila ada gangguan pada kelainan parenkhim paru.
99m

Tc-DTPA aerosol digunakan selain untuk menilai system ventilasi juga dapat
digunakan untuk menilai permeabilitas alveoli.
Indikasi
1. Emboli paru
2. Gangguan permebealitas paru;
3. Penilaian fungsi regional paru sebelum pneumektomi.
Jaringan paru yang tersisa harus memiliki aliran darah >25-30% dari aliran darah
seluruh paru.
Pemeriksaan sidik ventilasi paru dilakukan dapat untuk melihat penyakit paru
obstruksi menahun seperti bronchitis kronis,emfisema dan asma.
Untuk pemeriksaan sidik perfusi paru, perhatian khusus harus diberikan pada
penderita dengan :
Hipertensi pulmonal yang berat, karena adanya penyempitan lumen
vasculer bed.
Kebocoran sekat jantung dengan aliran darah dari kanan kekiri karena
partikel dapat memasuki sirkulasi sistemik, sehingga kemungkinan dapat
terjadi mikroemboli pada otak, ginjal, hati dan organ lainnya.
Penderita pada pasca tindakan pneumonektomi memerlukan dosis
radiofarmaka setengah lebih kecil dari dosis umumnya.
25

Radiofarmaka
Sidik ventilasi paru menggunakan 99mTc-DPTA dosis 15-20 mCi,diberikan perihanlasi
Sidik perfsusi peru menggunakan 99mTc-MAA atau 99mTc-Phytate,disis 2-5 mCi,
diberikan intravena melalui mediana kubiti.
Peralatan
Unit aerosol
Tabung oksigen
Kamera gamma, kolimator LEHR/LEGP
Window wide 20% pada puncak energi 140 KeV
Tatalaksana
Apabila sidik perfusi dan vetilasi dilakukan pada hari yang sama,maka sidik ventilasi
harus dilaksanakan terlebih dahulu.
Pemberian radiofarmaka aerosol untuk sidik perfusi paru
Siapkan radioaerosol unit yang dihubungkan dengan kompresor sedapat
mungkin 20 psi
Pasang masker atau mouthpiece sedemikian rupa,sehingga penderita bernafas
dengan hidung (gunakan klip hidung)
Berikan kesempatankepada penderita untuk bernafas dengan menggunakan
masker atau mouthpiece
Setelah penderita bernafas dengan baik, masukkan radiofarmaka kedalam
tabung nebuliser
Penderita menghirup radioaerosol sampai aktivitas radioaerosol kedua paru +
1 Kcounts/detik.
Setelah radioaktivitas cukup, lepaskan masker bersihkan mulut penderita
dengan tissue dan berkumur.
Penderita tidur di meja pemeriksaan sedemikian rupa, sehingga kedua paru
berada dalam lapang pandang detektor.
Penilaian
Kemungkinan adanya emboli paru perlu ditegakkan bila ditemukan adanya
ketidak sesuaian (mismacth) antara hasil sidik perfusi dan ventilasi paru.
Dimana pada sidik perfusi terlihat defek, sedangkan pada sidik ventilasi dalam
batas normal,tanpa defek.
Kriteria sidik ventilasi/perfusi (V/Q) PIOPED yang telah direfisi :
a. High probability (>80%)
> 2 defek perfusi segmental berukuran besar (>75% segment) tidak sesuai
(mismatch) atau setara dengan penjumlahan defek moderate (75%>x<25%
segmen) atau defek besar/(+) defek moderate
b. Intermediate probability (20 79%)
Sebuah defek perfusi segmental yang moderate sampai dua defek
perfusi yang besar tidak sesuai (mismatch) atau setara dengan
penjumlahan defek moderate/defek besar dengan defek moderate.
Sebuah defek ventilasi-perfusi yang sesuai (match) dengan
roentgen/foto thorax dalam batas normal
26

Sulit untuk ditentukan sebagai high probability/ low atau tidak


tergambarkan sebagai low / high
c. Low Probability (19%)
Defek perfusi non-segmental (seperti pada kardiomegali,pelebaran
aorta,pembesaran hilus,evaliuasi diafragma)
Defek perfusi apapun dengan gambaran obnormal yang luas pada
roentgen
Defek perfusi matching dengan kelainan ventilasi disertai dengan
rontgenthorax dalam batas normal dan beberapa area perfusi paru
normal.
Beberapa defek perfusi berukuran kecil dengan roentgen thorax
normal
d. Normal
Tidak ada defek perfusi/gambaran perfusi sama dengan bentuk
paru yang telihat pada roentgen (catatan hilus dan aorta
kemungkinan terlihat dan roentgen dan/atau sidik ventilasi
kemungkinan abnormal
Dua defek perfusi mismatch yang berukuran besar adalah batas
untuk high probability, seorang pembaca dapat secara tepat
menginterprestasikan pencitraan tersebut sebagai high probability.
Secara umum direkomendasikan untuk kategori high probability
derajat mismatch-nya harus lebih besar lagi.
(+) Defek yang sangat ekstensive dapat dikategorikan sebagai low
probability. Sebuah V/Q matching merupakan batas low
probability dan dapat dikategorikan sebagai intermediate pada
banyak keadaan oleh banyak pembaca, walaupun seorang pembaca
dapat secara epat menginterprestasikan pencitraan tersebut sebagai
low probability.
Catatan
Posisi penderita pada saat penyuntikkan radiofarmaka untuk
pemeriksaan sidik perfusi paru berpengaruh kepada distribusi
partikel. Bila penyuntikkan dilakukan pada pasien berdiri,maka
cenderung proporsi terbesar distribusi radioaktivitas pada
basis,sedangkan bila posisi pasien tidur distribusi akan lebih
homogen mulai dari basis sampai apek paru.

27

GASTRO-ENTEROLOGI
UJI PENGOSONGAN LAMBUNG
(Gastric emptying test)
Lambung selain berfungsi sebagai tempat penampungan sementara makanan dan
proses pencernaan awal, juga berperan dalam mendorong makanan masuk ke
duodenum. Secara fungsional lambung dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian
proksimal (fundus) yang mengontrol pengosongan makanan cair dan bagian distal
(antrum) yang mengontorol pengosongan makanan padat. Pengosongan makanan cair
terutama dipengaruhi oleh gravitasi sedangkan makanan padat oleh kontraksi antral,
sehingga makanan padat lebih sensitif untuk mendeteksi gangguan motilitas
pengosongan lambung. Volume dan jumlah kalori mempengaruhi pengosongan
lambung. Volume makanan yang besar atau kandungan kalori yang tinggi akan
memperlambat pengosongan. Oleh karena itu untuk pengujian pengosongnan
lambung perlu dilakukan standardisasi makanan yang diberikan. Dengan mengamati
perjalanan dan lamanya makanan yang ditandai radiofaramaka di dalam lambung
dapat dinilai fungsi pengosongan lambung.
Gangguan pengosongan lambung dapat terjadi karena sebab mekanik misalnya pasca
operasi piloroplasti/hemigastrektomi, ulkuspeptikum, karsinoma labung, atau nonmekanik seperti gastropati/neuropati diabetik, neuropati idiopatik dan anoreksia
nervosa.
Indikasi
Deteksi gangguan pengosongan lambung.
Radiofarmaka
Tc-99m sulfur kolloid atau tc-99m DTPA, 2-5 mCi
Persiapan makanan bertanda.
Makanan padat:
- Sebutir telur dicampur dengan Tc-99m sulfur kolloid atau Tc-99m DTPA,
dosis 25 mCi, dikocok rata dan dibuat telur dadar, dihidangakan dengan 2
tangkup roti tawar, dimakan habis dalam waktu 5 menit disertai air putih
secukupnya.
- Tepung beras 50 gram ditambah air, garam, gula, dan vanila secukupnya,
dibuat adonan serabi kemudian dicampur dengan radiofarmaka Tc-99m sulfur
kolloid atau Tc99m DTPA diaduk rata, dimasak; serabi dimakan habis dalam
waktu 5 menit disertai air putih secukpunya.
Makanan cair.
- radiofarmaka Tc-99m sulfur kolloid atau Tc99m DTPA dicampur rata dengan
setengah gelas susuatau7 njus jeruk kemudian diminum.
Persiapan
Sebelum pemeriksaan pasien dipuasakan selama 8 jam; obat-obatan yang
mempengaruhi motolotas lambung dihentikan 24 jam.
Peralatan
Kamera gamma dengan kolimotor LEGP, energy setting 140 keV, window wide 20%
28

Tatalaksana
- posisi pasien duduk atau berdiri, tidak boleh berubah selama pemeriksaaan
(tempelkan plestyer bertanda radioaktif sebagai titik rujukan horizontal dan
vertikal).
- Akuisisi data : pencitraan serial dari proyeksi anterior dan posterior, matrik
256x256, 3 menit/framew, akuisisi dimulai segera setelah makanan habis(titik
0)dengan interval 10 menit sampai menit ke-60.
- Pemrosesan data :
- region of interest (ROI) pda lambung proyeksi AP dan PA
- hitung jenis cacahan dari setiap frame, jumlah cacahan dikoreksi terhadap
peluruhan Tc-99m dan geometric mean (akar dari perkalian jumlah cacahan
AP dengan PA)
- buat kurva aktivitas waktu dan tentukan T pengosongan lambung
Penilaian
nilai normal waktu paruh poengosongan lambung untuk :
- Makanan padat : 60-105 menit.
- Makanan cair : 10-45 menit.

29

STUDI MOTILITAS ESOFAGUS


(Oesophageal motility study)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mempelajari motilitas esofagus, seperti perlambatan
motilitas yang terjadi akibat akhalasia, skleroderma, dan spasme esofagus yang difus.
Indikasi
Deteksi gangguan motilitas esofagus pada kasus disfagia.
Radiofarmaka
Tc-99m sulfur kolloid, dosisi 150 uCi, dilarutkan dalam 15 ml air.
Peralatan
Kamera gamma, kolimotor LEGP, energy 140 keV, window 20%.
Tatalaksana
- pasien puasa 6 jam
- posisi pasien beriri dengan kamera ditempelkan di depan dada sedemikian
rupa sehingga lapang pencitraan meliputi seluruh esofagus sampai hiatus
diafragma.
- Larutan Tc-99m sulfur kolloid diminum sekali teguk; setelah itu pasien
diminta untuk melanjutkan gerakan menelan (tanpa air) setiap 15 detik selama
10 menit.
- Akusisi data : pencitraan dinamaik.
- Analisa data : digunakan rumus :
E max-EC
ET = -----------E max x 100
ET : % laju transit esofagus pada waktu T
Emax : cacahan maksimum pada esofagus
EC : cacahan esofagus pada waktu T
Penilaian
Aktivitas di esofagus turun dengan sangat cepat; 5-10 detik setelah tegukan pertama,
aktivitas tidak tampak lagi di monitor kamera, walaupun low count rate masih
terekam di komputer. Pada keadaan normal, laju transit lebih dari 90% setelah 8
tegukan.
Abnormal : bila laju transit 5-40% setelah 8 tegukan; pada spasme difus laju transit
sangat melambat pada setengah studi, yang akan menjadi normal setelah 20 tegukan.
Tehnik ini lebih sensitif dari manometri; dua pertiga pasien disfagia yang normal
pemeriksaan manometri dapat dideteksi dengan tehnik ini. Hala ini disebabkan
gelombang tekanan yang direkam oleh manometer tidak selalu berkorelasi dengan
kekuatuan yang mendorong bolus padat ke arah distal.

30

STUDI REFLUKS ESOFAGEAL


(Oesophageal reflux study)
Regurgitasi atau heartburn merupakan penyakit yasng sering ditemukan. Sepertiga
individu mengeluhkan hal tersebut paling kurang sekali dalam sebulan. Radiofarmaka
yang diberikan melalui mulut setelah melewati esofagus akan masuk ke lambung dan
dengan prosedur tertentu, bila daa regurgitasi, pada pencitraan akan tampak masuk
kembali ke esofagus.
Indikasi
Regusgitasi atau refluks gastro-esofageal
Radiofarmaka
Tc-99m sulur kolloid, 300 uCi, dicampur dengan 300 jeruk.
Peralatan
Kamera gamma, kollimotor LEGP, energy settimg 140 keV, window wide 20%.
Tatalaksana
- pasien minum jus jeruk; 1015 menit kemudian dalam posisi berdiri dilakukan
pencitraan (kamera diotempatkan sedemikian rupa sehingga meliputi esofagus
bagian bawah dan lambung); bila masih tampak aktivitas di esofagfus
dibersihkan dengan minum air.
- Setelah pencitraan awal, dipasang pengikat abdomren dan diberi tekanan pada
spinkter bawah esofagus; tekanan dinaikkan, seteiap tahap 5 mmHg sampai
mencapai 100 mmHg.
- Pencitraan direkam selama 30 detil pada seteiap tahap kenaikan tekanan.
Penilaian
Refluks dihitung pada tiap tshap kenaikan tekanan menggunakan rumus
R = (ET-EB)/Gox100
R : % refluks esofageal
ET : cacahan esofagus pada waktu t
EB : cacahan latar belakangh esofaguys.
Go : cacahan pada lambung pada awal studi.
Dengan tehnik ini refluks dapat dideteksi pada 90% kasus simptomatik; jauh lebih
sensitif dibandingkan fluoroskopi atau endoskopi (sensistivitas 40%). Swesnsitivitas
tehnik ini sama dengan uji refluks asam (acid reflux test).

31

DETEKSI DIVERTIKULUM MECKEL


(Detection of Meckels diverticle)
Divertikulum meckels ditemukan pada sekitar 1-3% populasi. Divertikulum ini, yang
berukuran panjang antara 1-12 cm (rata-rata 6 cm( merupaka sisa ductus
omfalomesenterik atau vitellinus, terletak di sisi antimesenterik dari ileum terminal,
sekitar 40-90 cm dari valvula ileosekal. Dua puluh lima persen duktus Meckel
menagnadung mukosa gaster ektopik, dan dapat terjadi penyulit berupa perdarahan
peranum, intususewpsi, volvulus atau divertrikulitis. Rule of 2 dari divertikulum
Meckel :
A. ditemukan pda 2% populasi.
B. Lokasinya sekitar 2 kaki dari valvula ileosekal.
C. Panjangnya sekitar 2 inchi.
D. Kel;uhan biasanya muncul pada usia 2 tahun.
Dalam keadaan normal Tc-99m pertechnetate dieksresikan oleh sel-sel parietal gaster,
sehingga terkumpul pada mukosa gaster, termasuk mukosa gaster ektopik yang
terdapat pada divertikulum meckel. Prinsip ini yang digunakan dalam mendeteksi
divertikulum Meckel. Tc-99m pertechnttae yang disuntuikkan, pada pencitraan akan
tampak pada mukosa gaster dan juga mukosa gaster ektopik yang melapisi
divertikulum Meckel muncul pada waktu yamng bersamaan.
Indikasi
Perdarahan peranum yang belum diketahui etiologinya atau diduga berasal dari
divertikulum Meckel ysang berdarah.
Radiofarmaka
Tc-99m pertechnetate, dosis 200 uCi/KgBB atau untuk dewasa 10 mCi, diberikan
secara bolus intravena melalui vena medianan cubiti.
Persiapan
Penderita puasa 6-12 jam sebelum pemeriksaan.
Bila mungkin dipasang nasogastric tube untuk menghisap cairan lambung agar
sesedikit mungkin masuk ke duodenum dan usus bagian distal.
Kandung kencing sebelum dan selama pemeriksaan dikosongkan agfar divertikulum
Meckel yang kecil tidak tertutup oleh ekrresi radaiofamamak melalaui saluran kemih.
Peralatan
Kamera gamma dengan kollimotor LEHS atau LEGP, energy 140 keV, dengan
window wide 20%.
Tatalaksana
Posisi penderita : tidur tyerlentang dengan lapang pandang pencitraan seluruh
abdomen.
Protokol akuisisi :
- pencitraan dinamik dari posisi anterior dengan matrik 128x128, 5 detik/frame,
jumlah frame 40
- pencitraan serial statik dari posisi anterior (kalau perlu lateral dan oblik),
matrik 256x256, cacahan 500-700 kcts, setiap 5 menit sampai menit ke60.
- Intervensi farmakologi dapat dilakukan dengan :
32

glukagon-50 mcg sampai 1 mg, meningklatkan pooling dan menghalangi


pergerakan aliran radiofarmaka.
Pentagastrin6mcg/kg, meningkatkan 30-060% penangkapan Tc-99m
pertechnetate oleh mukosa gaster, sering digunakan dalam kombinasi dengan
glukagon (glukagon sendiri sedikit menghalangi penangkapan Tc-99m
pertechnetate oleh mukosa gaster)
Cimeteidine-300 mg 4 kali sehari, diberikan 1-2 hari ebelum pemeriksaan,
menghalangi sekresi Tc-99m pertechnetate oleh mukosa gaster sehingga akan
meningkatkan target/backround ratio.

Penilaian
Dalam keadaan normal radiofarmaka tampak di darah lambung 510 menit setelah
penyuntikan, yang kemudian akan melewati lambung dengan gerakan peristaltik ke
usus; tidak ampak penangkapan radioaktivitas di luar organ, kecuali ginjal dan
kandung kencing (tc-99m diekresikan juga melalui ginjal).
Mukosa gaster ektopik pada divertikulum Meckel akan menangkap radiofarmaka
yang pada pencitraan tampak sebagai akumulasi radioaktivitas fokal di luar struktur
normal, baisanya pada proyeksi kuadrtan kanan bawah abdomen, kadangkadang dekat
vesica urinaria atau daerah abdomen lainnya. Pemunculan radioaktivitas tersebut
bersamaan waktunya dengan yang tampak di daerah lambung. Sensitivitas dan
spesifisitas tehnik ini untuk mendeteksi divertikulum Meckel masingmasing sekitar
85% dan 95%. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh : divertikulum terlalu kecil,
divertikulum tidak menagandung mukosa gaser, autonekrosis mukosa gaster ektopik,
pertechnetate keluar dari mukosa terlalu cepat atau terhalang oleh struktur normal.
Hasil positif palsu disebabkan oleh aktivitas normal (saluran gastrointestinal,
kanduing kencing atau ginjal), mukosa gaster ektopik (duplikasi intestinal, kista
gastrogenik), peningkatan blood pool oleh karena inflamasi (intususepsi, appendisitis)
dan hipervaskularisasi (tumor, malformasi arteriovenosa).
Catatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum pemeriksaan \barium sulfat atau kolonoskopi.
Kolonoskolpi akan menywebabkan iritasi kolon yang dapat meningkatkan
penbangkapan radioaktivitas pada daertah ersebut. Barium sulfat mengakibatkan
atenuasi foton sehingga lokasi radiofarmaka pada divertikulum Meckel tidak tampak
jelas.

33

DETEKSI LOKALISASI PERDARAHAN


SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH
(Detection of bleeding site of lower digestive tract)
Perdarahan saluran cerna bagian bawah akan menyebabkan ekstravasasi dan
akumulasi radiofarmaka ke dalam lumen usus, yang pada pencitraan tampak sebagai
hotspot. Bila perdarahan masih aktif (2-3 ml/menit) radiofarmaka yang digunakan
adalah Tc99m sulfur kolloid karena akan menghasilkan pencitraan dengan kontras
yang tinggi. Sulfur kolloid berada di sirkulasi dan dengan cepat akan difagositosis
oleh sel-sel RES, sehingga tidak terlalu lama berada dalam ruang intravaskular, tetapi
bila ada perdarahan intestinal sebagian diataranya akan di ektravasasi. Bila
perdarahan intermiten (0,35-1,25 ml/menit) radiofarmaka yang digunakan adalah Tc99m ertitrosit (eritrosit ditandai secara in vivo). Eritrosit bertanda ini bertahan cukup
lama dalam ruang intravaskular, sehingga baik digunakan pada perdarahan yang
terjadinya lambat dan intermiten. Selain itu pencitraan ulangan dapat dilakukan
sampai 36 jam setelah penyuntikan radiofarmaka. Sayangnya kontras pencitraan
dengan Tc-99m eritrosit tidak begitu baik karena aktivitas latar belakang yang cukup
tinggi.
Indikasi
Menentukan lokalisasi perdarahan saluran cerna bagian bawah yang dapat terjadi pada
divertikula, angiodispalsia, inflammatory bowel disease dan tumor.
Radiofarmaka
Tc-99m sulfur kolloid. Dosis 5-10 mCi atau Tc-99m eritrosit, dosis 15-20 mCi,
keduanya disuntikkan secara intravena melalui vena mediana cubiti.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus.
Peralatan
Kamera gamma, kolimotor LEHS atau LEGP, energi 140 keV dengan window wide
20%.
Tatalaksana
Posisi pasien terlentang dengan lapang pandang pencitran sedemikian rupa sehingga
xiphisternum berada diatas dan simfisis pubis pada bagian bawah lapangan.
Protokol akuisisi :
- Proyeksi anterior, bila diperlukan proyeksi oblik, lateral atau posterior.
- Pencitraan dinamik : matrik 128x128, 3 detik/frame sebanyak 40 frame.
- Pencitraan serial statik : matrik 256x256, cacahan 500-700 kcounts, pencitraan
sampai menit ke60.
- Bila perlu dapat dilakukan pencitraan 24-36 jam setelah penyuntikan.
- Pemeriksaan dapat dihentikan setiap saat bila lokasi perdarahan sudah dapat
ditentukan dari pencitraan.

34

HEPATOBILIER
SIDIK HATI DAN LIMPA
(Liver and spleen scintigraphy)
Hati mengandung dua jenis sel, yaitu sel-sel hepatosit dan selsel macrofag yang
dikenal juga sebagai sel Kupffer. Sel hepatosit berfungsi membersihkan dan
memetabolisir berbagai macam bahan dan juga memproduksi cairan empedu. Sel-sel
Kupfer mempunyai fungsi fagositopsis; 95% dari partikel kolloid akan difagositosis
pada kesempatan pertama melewati hati. Fungsi fagositosis ini dipewngaruhi oleh
aliran darah, funtgsi sel-sek RES dan sifat-sifat dari patikel(jumlah, ukuran, muatan,
ada tidaknya opsonin, serta sifat fisik lainnya). Fungsi fagosityosis ini dapat dinilai
dengan menggunakan radiofarmaka Tc-99m sulfur kolloid yang secxara fgaali akan
difagositosis oleh sel-sel RES.
Tujuh puluh lima persen selsel RES terdiri dari sel Kuppfer, sisanya berupa selsel
makrofag yang terdfapat di limpa, sumsum tulang dan paru-paru. Apabila karena
seauatu hal tyerjadi penuruna n fungsi fagositosis sel-sel RES di hati misalnya pasa
sirosisi hati, maka akan terjadi hiperplasia kompensatoar sel-sel RES di tempattempat lain seperti limpa, sumsusm tulang atau paruparu, sedangkan sel-sel RES
sendiri di hati akan berkurang. Selanjutnyqa bila terjadi suatu fokal di hati (misalnya
tumor atau kista) maka sel-sel RES di lokasi tersebut tidak akan berfungsi atau tidak
ada. Dasar inilah yang digunakan dalam pencitraan hati dan limpa dengan
radioarmaka Tc-99m sulfur kolloid; dengan tehnik ini sekaligus dapat dinilai fungsi
dan morfologi hati (functional morphological study)
Sebelum adanya alat ultrasonografi dan CT scan, penyidikan hati ini banyak
digunakan dalam bidang hepatologi.
Indikasi
- menentukan adanya defek lokal (space occupying lesion, SOL) pada hati baik
karena proses kegansan (primer/sekunder), maupun proses jinak (kista/absees)
- menilai fungsi dan morfologi hati pada penyakit hati menahun
- menentukan kelainan kongenital/varian anatomi hati; membedakan massa
tumor di kuadran kanan atas abdomen
Radiofarmaka
Tc99m sulfur kolloid atau Tc-99m Phytate, dosis 25 mCi, diberikan secara bolus
intravena melalui vena mediana cubiti.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus
Tatalaksana
Posisi pasien : terlentang dengan lapang pandang sedemikian rupa sehingga meliputi
hati dan limpa; petanda anatomi diletakkan di arkus kostarum dan petanda skal pada
lobus kanan hati.
Protokol akuisisi : pencitraan dilakukan 10-15 menit setelah penyuntikan raiofarmaka.
Pencitraan statik : proyeksi anterior, anterior dengan petanda anatomis, posterior dan
lateral kanan, bila diperlukan dapat ditambah dengan posisi lainnya; matrik 256x256,
cacahan 500-700 kcountc.
35

Bila diperlukan (untuk identifikasi lesi lebih jelas) dapat dilakukan pencitraan secara
tomografi (SPECT); rotasi 360, waktu/frame : 30 detik dengan jumlah frame 64
Penilaian
Dalam keadaan normal radioaktivitas di daerah vena cava inferior, insisura, fosa
kandunfg empedu dan porta hepatika kurang. Pada posisi lateral kanan, bagian
posterior lobus kanan tampak konveks akibat impresi ginjal.
Gambaran yang khas dari sirosisi hati adalah hati mengecil dengan distribusi
radioaktivitas tidak rata disertai dengan splenomegali dan radioaktivitas yang tinggi di
limpa (hiperplasia kompensatoat selsel RES di limpa).
Defek aktivitas fokal atau disebut juga proses desak ruang (space occupying lesion)
dapat disebabkan oleh suatu proses kegansan di hati (tumor primer atau metastase)
atau suatu proses jinak (kista atau abses).

36

SIDIK PULING DARAH HATI


(Liver blood pool scan)
Defek fokal yang ditemukan pada sidik hatri dapat isebabkan massa jinak atau ganas.
Masssa jinak seperti kista atauy abses miskin vaskularisasi, sedangkan hemangioma
dan keganasan (hepatoma kaya akan vcaskularisasi, walaupun dengan karakteristik
yang berbeda. Pada hepatoma didapatkan hiopervaskularisasi arteriol sedangkan pada
hemangioma hipervaskularisasi venosa. Karakteristik yang berbeda ini dapat
dievaluasi dengsn menilai aliran radiofarmaka Tc-99m eritrosit secara dinamik dan
serial. Pada hepatoma pencitraan fase dinamik akan menunjuukan aliran radiofarmaka
yang cepat ke arah lesi tetapi kemudian akan terjadi defek kembali pada pencitraan
lanjut (fase serial); hal ini diebabkan aliran darah keluar dari lesi berlangsung dengan
cepat pula. Sedangkan pada hemangioma terjadi keadaan sebaliknya, yaitu defek pada
pencitraan fase dinamik, namun pada pencitraan lanjut radioaktivitas semakin tinggi
terutama pada menit ke -60. hal ini disebabkan aliran darah yang masuk ke maupun
keluar ari daerah lesi sama-sama lamban. Penentuan suatu defek fokal pada
hemangioma sangat pentiing artinya karena bila dilakukan biopsi dapat berakibat
fatal.
Indikasi
Deteksi hemangioma hati.
Radiofarmaka
Tc99m eritrosit, dengan tehnik penandaan in-vivo.
Persiapan
Tidak diperluklan persiapan khusus.
Peralatan
Kamera gamma, kolimotor LEHR, energy 140 keV, dengan window wide 20%.
Tatalaksana
Posisi pasien : terlentang dengan lapang pandang meliputi hati.
Protokol akuisisi : pencitraan dinamik, matrik 128x128, 3 detik/frame, 40 fra,e,
dimulai bersamman dengan saat penyuntikan radiofarmaka secara bolus intravena.
Pewncitraan pooling : dilaksanakan segerra setelah pencitraan dinamik selesai, matrik
256x256, cacahan maksimum 500-750 kcounts.
Pencitraan serial statik : matrik 256x256, scacahan maksimum 500-700 kcounts,
waktu akuisisi : 5, 10, 15, 20, 30, 45 dan 60 menit pasca penyuntikan; bila diperlukan
pencitraan dilakukan pula 2 jam pasca penyuntikan.
Agar lesi dapat diidentifikasi lebih jelas dapat dilakukan pencitraan secara tomografi
menggunakan kamera SPECT : rotasi 360, jumlah frame 64, 30 detik/frame.
Penilaian
Pada hemangioma, lesi yang pada awalnya tampak sebagai defek/ kurang menangkap
radioaktivitas, akan menangkap radiokativitas tinggi terutama pada pencitraan serial
menit ke-60. penangkapan radioaktivitas ayng lebih tinggi ini dapat dibangdingkan
dengan penangkapan radioaktivitas oleh jaringan sekitarnya atau dengan pencitraan
awal.

37

Catatan
Perkiraan lokasi dan ukruan lesi sebaiknya sudah ditentukan terlebih dahulku
berdasarkan pemerikdasan ultrasonografi atau sidik hati.
Ukuran lesi <2,5 cm/lesi atau multople akan mudah dideteksi dengan menggunakan
kamera SPECT, sedangkan lesi yang lebih bear dapat dideteksi demgan pencitraan
plananr saja.

38

SIDIK SISTEM HEPATOBILIARIS


(Hepatobiliary scintigraphy)
IDA (iminodiacetic acid) dan turunannya seperti HIDA (dimethyl IDA), PIPIDA
(paraisoprophyl IDA), BIDA (parabutyl IDA), dan DISIDA (disidoprophyl IDA)
akan diekstraksi oleh sel-sel hepatosit dan dikeluarkan bersama cairan empedu.
Terdapat kompetisi dengan bilirubin terhadap titik pengikatnya (binding side),
sehingga makin tinggi kadar bilirubin penangkapannya di hati menjadi berkurang.
Turunan IDA seperti HIDA, PIPIDA, BIDA, dan DISIDA memiliki kemampuan
ekstraksi yang jauh lebih baik dari IDA sehingga masih dapat digunakan walaupun
kadar bilirubin serum mencapai 20 mg/dl bahkan lebih. Sebagian kecil turunan IDA
ini akan diekskresikan melalui ginjal. Radiofarmaka yang digunakan adalah turunan
IDA yang ditandai dengan 99mTc (99mTc-IDA). Dengan teknik ini dapat dinilai fungsi
hepatosit, fungsi ekskresinya dan aliran cairan empedu mulai dari duktus hepatikus,
duktus sistikus, kandung empedu, dan keluar ke duodenum melalui duktus
kholedokus. Kholesistitis akut biasanya disertai dengan penyumbatan pada duktus
sistikus, sehingga pada keadaan ini cairan empedu (dan radiofarmaka 99mTc-IDA)
tidak dapat masuk ke kandung empedu; pada pencitraan kandung empedu tidak
terlihat (non-visualizing). Pada sumbatan duktus biliaris atau saluran empedu lainnya,
radiofarmaka tampak terhenti pada tempat sumbatan.
Indikasi
- Diagnosa kholesistitis akut atau kronis
- Evaluasi kebocoran system biliaris setelah operasi atau trauma
- Evaluasi obstruksi traktus biliaris dan membedakan ikterus obstruksi dari
non-obstruksi
- Membedakan atresia biliaris dengan hepatitis pada neonatus, serta menentukan
kelainan congenital traktus biliaris lainnya
- Deteksi refluks cairan empedu kearah gaster
Radiofarmaka
99m
Tc-HIDA, dosis 3-5 mCi diberikan intravena melalui vena mediana kubiti.
Persiapan
Pasien puasa 2-4 jam sebelum pemeriksaan.
Peralatan
Kamera gamma, kolimator LEHR, energy setting 140 keV, window wide 20%.
Tatalaksana
- Posisi pasien tidur telentang dengan lapang pandang pada kuadran atas
abdomen, sedemikian upa sehingga meliputi seluruh hati dan kandung empedu
- Protokol akuisisi : proyeksi anterior dan lateral kanan, matriks 256X256,
cacahan maksimal 750 kcts; pencitraan awal menit ke-5 dan 10 dengan
proyeksi anterior saja; waktu yang diperlukan untuk pencitraan awal tersebut
dijadikan patokan untuk pencitraan selanjutnya (present time)
- Pencitraan selanjutnya pada menit ke-15, 20, 30, 45, dan 60, dengan proyeksi
anterior dan lateral; bila diperlukan dapat dilakukan pencitraan pada jam ke-2
dan 4 atau lebih.

39

Penilaian
- Pada orang normal penangkapan maksimal radiofarmaka oleh hati dicapai
dalam waktu 10 menit, kemudian akan terlihat duktus sistikus dan duktus
biliaris komunikus; kandung empedu terlihat penuh 30-40 menit setelah
penyuntikan
- Pada kholesistitis akut, kandung empedu tidak akan terlihat sampai pencitraan
pada jam ke-4, sedangkan hati dan duktus biliaris komunikus tampak normal
- Pada kholesistitis kronis, kandung empedu biasanya baru akan terlihat pada
pencitraan jam ke-2 atau ke-4
- Pada atresia, duktus biliaris akan terlihat terhenti pada ketinggian atresia;
radiofarmaka akan diekskresikan melalui ginjal, sehingga pada pencitraan
akan tampak jelas penangkapan radioaktivitas di kedua ginjal
- Bila terjadi refluks, aliran radiofarmaka akan tampak berjalan kearah kranial
(masuk ke duodenum pars transversum bahkan bias sampai kegastermenimbulkan bile gastritis)
Catatan
- Untuk menetukan kebocoran sistem traktus biliaris pencitraan dilakukan
sampai jam ke-4, kemudian dilakukan pencitraan ulangan pada 12 dan 24 jam
setelah penyuntikan
- Bila penderita puasa lebih dari 12 jam, kandung empedu akan terisi penuh,
sehingga radiofarmaka tidak dapat masuk lagi ke kandung empedu dan pada
pencitraan kandung empedu tidak akan terlihat
- Kandung empedu juga tidak akan terlihat pada pasien dengan alkoholik
kronis, pasien yang diberi makanan parenteral, serta pasien dengan
pankreatitis.

40

NEFRO-UROLOGI
SIDIK GINJAL
(Renal Scintigraphy)
Sidik ginjal memberikan informasi keadaan vaskuler dan perenkim ginjal. Studi
vaskuler memperlihathatkan aliran darah dari aorta serta perfusi ke ginjal, sedangkan
studi perenkim memperlihatkan morfologi ginjal.
Radiofarmaka seperti Glukoheptonat dan DMSA diangkut ke nefron melalui sirkulasi
arterial,setelah melewati glomerulus dan direabsorsi di sel tubulus, radiofarmaka
tersebut berlokasi disini. Tumor, kista dan abses tidak mengandung sel tubulus atau
bagian lain dari ginjal akan mengalami kekurangan suplai darah (infark) atau pada
hematon akan terlihat daerah dengan penangkapan radioaktivitas yang kuramg (cold
area). Jumlah aktivitas masing-masing ginjal sebanding dengan jumlah radiofarmaka
yang dialirkan ke ginjal, sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat
tingkat perfusi ginjal.
Indikasi
Deteksi adanya proses desak ruang pada ginjal
Mengatahui jaringan ginjal yang masih berfungsi dari suatu pielonefritis
Deteksi malformasi Arteri-Vena
Deteksi daerah yang vaskuler ( infark ginjal,abses dan kista)
Deteksi kelainan ginjal congenital seperti horse shoe kidney
Radiofarmaka
99mTcDMSA sebanyak 5 mci
99mTc-Glukoheptonat sebanyak 10 mci
Disuntikkan intravena pada vena mediana cubiti.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus
Peralatan
Kamera gamma, kolimator : LEHR parallel hole
Energy setting ; Low energi dengan puncak pada 140 KeV
Window wide : 20%
Tatalaksana
Posisi pasien telentang
Lapang pandang pencitraan sedemikian rupa sehingga mencakup ginjal dan kandung
kemih. Proyeksi posterior.
Protokol
Akuisisi : Pencitraan static 2 -3 jam setelah injeksi
Total counts 400 Kcount
Posisi posterior, dilanjutkan dengan RAO dan LAO
Penilaian
Sidik ginjal normal, akan tampak kontur ginjal halus dengan distribusi radioaktivitas
rata. Pada polikistik ginjal tampak defek yang multipel yang sisinya berbatas tegas.
41

RENOGRAFI KONVENSIONAL
Secara garis besar ginjal mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi ekresi (filtrasi)
dan reabsorsi serta sekresi. Fungsi ekskresi dilakukan oleh glomerulus sedangkan
fungsi reabsorsi dan sekresi dilakukan oleh sel-sel tubuli.
Radiofarmaka yang biasa digunakan adalah 131I hippuran. Konsentrasi maksimal
terjadi dalam 5 menit pasca injeksi,dan hilang dari parenkim dan sistem koleksi dalam
30 menit. Seperti juga 131I hippuran, 99mTc-MAG3 juga dieleminasi hampir sempurna
melalui sekresi tubulus. Nilai klirens MAG lebih rendah dibandingkan dengan nilai
hippuran,hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam protein pembawa.
Indikasi
Evaluasi perfusi dan fungsi ginjal
Uji saring hipertensi renovaskuler
Deteksi dan evaluasi obstruksi sistem koleksi ginjal.
Evaluasi trauma ginjal
Radiofarmaka
131
I hippuran sebanyak 300 uCi atau 99mTc-MAG3 sebanyak 5mCi disuntikkan
intraverna di vena mediana kubiti secara bolus.
Persiapan
Penderita harus dalam keadaan hidrasi baik dengan memberikan minum 500ml
sebelum pemeriksaan.
Pada pemakaian radiofarmaka 131I hippuran, penderita sebelumnya diberi larutan
lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap 131I.
Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan kosong.
Peralatan
Kamera gamma

: large Field of View

Kolimator
: LEHR untuk 99mTc-MAG3 High Energy Collimator
pemakaian 131I hippuran.
Energy setting
: Low energy pada puncak 140 KeV
High energy pada puncak 364 KeV
Window wide
: 20%

Tatalaksana
Posisi pasien telentang,kamera dari arah posterior.
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam lapang pandang pencitraan.
Protokol :
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time I : 6 frame/10 detik
Frame/time II : 15 frame/1 menit
Pemrosesan data :
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta di bawah
kedua ginjal untuk substraksi latar belakang untuk membuat kurva waktu-aktivitas.
42

Penilaian
Pada pencitraan dinilai penangkapan radioaktivitas oleh kedua ginjal untuk melihat
kemampuan ginjal mengekstraksi radiofarmaka.
Penilaian kurva sebagai berikut :
Kurva normal memperlihatkan adanya tiga fase yang klasik.
Fase pertama/initial : terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan
radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran darah vaskuler ke dalam
ginjal. Dari fase ini dapat pula dilihat teknik dari penyuntikan radiofarmaka, apakah
bolus atau tidak. Fase ini terjadi kurang dari 2 menit.
Fase kedua/sekresi
: menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan meningkat
secara bertahap. Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka oleh dan
di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel tubuli ke dalam lumen tubulus.
Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam waktu 2 5 menit.
Fase ketiga/eksresi
: tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai
puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan
yang meninggalkan ginjal.
Bila ginjal sudah tidak berfungsi, penangkapan radioaktivitas akan minim atau tidak
ada sama sekali, dan kurva akan berjalan datar/tidak beraturan sebab hanya
menggambarkan aktivitas latar belakang saja.
Pada gambar obstruksi total, kandung kemih tidak tampak dan fase kedua akan
tampak naik terus dan tidak terlihat adanya fase ketiga.
Catatan
Pada penderita yang sebelumnya telah dilakukan IVP, pemeriksaan renogram harus
ditunda dahulu kurang lebih 2 minggu, agar edema sel-sel tubuli akibat penggunaan
zat kontras IVP mereda.

43

RENOGRAFI KAPTOPRIL
Sekresi Angiotensin II di ginjal merupakan hal yang penting dalam pemeliharaan
fungsi ginjal secara normal. Sistem renin angiotensin memainkan peranan penting
dalam patogenesis hipertensi renovaskuler. Penurunan perfusi renal akan merangsang
pelepasan renin ke dalam sirkulasi darah yang dapat menyebabkan kadar angiotensin
II (A-II) plasma meningkat. A-II selain sebagai vasokontriktor terutama di arteriolar
efferent akan merangsang juga sekresi aldosteron oleh korteks adrenal serta
merangsang system saraf simpatis.
Renografi kaptopril merupakan modifikasi dari renografi konvensional yang
dilakukan dengan memberikan 25-50 mg kaptopril sebelum pemeriksaan dilakukan.
Kaptopril (ACE inhibitor) akan menghambat vasokonstriksi arteriolar glomerulus
yang disebabkan oleh A-II, menurunkan laju filtrasi glomerulus, aliran urine dan
retensi garam di ginjal yang sakit.
Penurunan laju filtrasi glomerulus ini melatar belakangi adanya perubahan pada
renogram. Pada ginjal dengan stenosis a. renalis, penurunan fungsi akan terlihat
setelah pemberian kaptopril.
Indikasi
Uji saring hipertensi renovaskuler
Radiofarmaka
99m
Tc-MAG3 sebanyak 5 mCi atau 300 uCi
secara bolus melalui vena mediana cubiti.

131

I-hippuran disuntikkan intravena

Persiapan
Persiapan hampir sama dengan pada pemeriksaan renogram konvensional, hanya satu
jam sebelum pemeriksaan, penderita diberi 25-50 mg kaptopril peroral. Penderita
dianjurkan puasa paling kurang 4 jam sebelum pemberian kaptopril. Tekanan darah di
pantau tiap 15 menit. Apabila penderita dalam pengobatan diuretika, obat harus
dihentikan 2-3 hari sebelum pemeriksaan.
Apabila radiofarmaka yang digunakan 131I-hippuran, maka 15 menit sebelum
pemeriksaan penderita diberi 1 cc larutan lugol.
Peralatan
Kamera gamma LFOV,
Kolimator : LEHR untuk 99mTc-MAG3,
High energy collimator untuk 131I-hippuran
Energy setting
: Low energy pada puncak 140 KeV
High energy pada puncak 364 KeV
Window wide
: 20%
Tatalaksana
Posisi pasien telentang
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam posisi lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior.
Protokol :
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time I : 6 frame/10 detik
44

Frame/time II : 15 frame/1 menit


Pemrosesan data :
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta di bawah
kedua ginjal untuk substraksi latar belakang didapatkan kurva aktivitas terhadap
waktu.
Penilaian
Penilaian pada umumnya berdasarkan penilaian kualitatif terhadap kurva renogram.
Penilaian semi kuantitatif berdasarkan rekomendasi Working Party on Diagnosic of
Renovascular Hypertension with Captopril Renography sebagai berikut :
1. Derajat 0 : normal
2. Derajat 1 salah satu dari yang berikut :
a. perlambatan ringan dari fase sekresi (fase 2)
b. penurunan aktivitas maksimal
c. waktu puncak (Tmaks) abnormal 6 < Tmaks < 11 menit
d. fase sekresi turun dengan lamban
3. Derajat 2 A
Perlambatan fase sekresi dan Tmaks, dengan fase eksresi
4. Derajat 2 B
perlambatan fase sekresi, Tmaks tanpa fase eksresi
5. Derajat 3
Penurunan yang nyata atau penangkapan radiofarmaka tidak ada sama sekali.
Nilai
a. Probabilitas tinggi untuk hipertensi renovaskuler, bila perubahan dari satu atau
lebih derajat (termasuk 2A > 2B) pra dan pasca kaptopril.
b. Probabilitas rendah derajat 0 pasca kaptopril
c. Intermediate renografi awal abnormal tanpa ada perbedaan antara pre dan pasca
kaptopril.
Penilaian kuantitatif lain meliputi :
a. perubahan fungsi terpisah (split renal function) dengan nisbah 60/40% atau lebih.
b. perpanjangan waktu transit parenkim
c. aktivitas residual korteks (cacahan pada 20-30 menit versus cacahan pada puncak)
d. Perubahan laju filtrasi glomerulus total ( penurunan 15% atau lebih ) ; berguna
mendeteksi stenosis a. renalis bilateral atau pada pasien dengan hanya satu ginjal.

45

RENOGRAFI DIURESIS
Prinsp pemeriksaan ini berdasarkan fenomena bahwa obstruksi yang terjadi di ginjal
dapat disebabkan oleh hambatan (statis), yang dengan aliran urin yang tinggi setelah
pemberian diuretika diharapkan dapat menghilangkan hambatan tadi.
Renografi diuresis merupakan modifikasi renografi konvensional dengan intervensi
farmakologik diuretika furosemid.
Indikasi
Mengetahui lebih lanjut tingkat obstruksi apakah total atau parsial seperti pada
megapielum, hipotoni pielum atau batu.
Persiapan
Seperti pemeriksaan renografi konvensional
Peralatan
Kamera gamma LFOV,
Kolimator : LEHR untuk 99mTc-MAG3
High Energy collimator untuk 131I-hippuran
Energy setting : Low energy pada puncak 140 KeV
High energy pada puncak 364 KeV
Window wide : 20%
Tatalaksana
Posisi pasien telentang
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior
Protokol :
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time I : 6 frame/10 detik selama 1 menit
Frame/time II : 25 frame/1 menit selama 25 menit
Pemeriksaan diikuti dengan seksama dan bila setelah 15 menit tidak tampak
penurunan fase III (retensi radiofarmaka pada ginjal), segera berikan furosemid 20 mg
intravena. Pemeriksaan terus dilanjutkan lebih kurang 10 menit setelah penyuntikan
furosemid.
Pemrosesan data :
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta dibawah
kedua ginjal untuk substraksi latar belakang, didapatkan kurva aktivitas terhadap
waktu.
Penilaian
Kemungkinan yang dapat ditemukan adalah :
1. Pemberian furosemid tak mengubah bentuk kurva obstruksi (fase III terus naik).
Gambaran demikian dikenal sebagai gambaran obstruksi total.
2. Pemberian furosemid menyebabkan perubahan kurva renogram dengan cepat, dan
ekskresinya menjadi sangat efektif; gambaran ini ditemukan pada hidronefrosis
46

non obstruktif atau dilatasi hipotonik.


3. Pengaruh furosemid pada kurva obstruktif hanya bersifat parsial. Tidak cepat dan
eksresinya lambat, gambaran demikian menunjukkan adanya obstruksi parsial atau
subtotal.

47

ALIRAN PLASMA GINJAL EFEKTIF


(Effective renal plasma flow/ERPF)
ERPF adalah bagian dari aliran plasma ginjal yang mengalami perfusi ke jaringan
sekresi ginjal, tidak termasuk fraksi kecil yang mengalami perfusi ke lemak, pelvis
dan kapsul.
ERPF merupakan salah satu parameter yang lebih dapat dipercaya untuk mendeteksi
gangguan fungsi ginjal pada penderita dengan hipertensi essensial.
Hippuran merupakan zat ideal untuk pemeriksaan renogram maupun ERPF. Zat
tersebut setelah disuntikkan intravena dengan cepat dieksresikan oleh ginjal dibanding
farmaka lain. Ginjal normal dengan cepat menarik sebagian besar hippuran dari
plasma yang masuk melalui arteri renalis, dengan demikian laju eksresi hippuran
dapat digunakan untuk mengukur aliran plasma ginjal. Pengukuran ERPF
menggunakan hippuran lebih rendah dibandingkan dengan paraanimo hippuric acid
(PAH). Kedua zat tersebut disekresikan secara aktif melalui tubulus proksimal ginjal.
MAG-3 adalah farmaka lain yang dapat digunakan untuk pengukuran ERPF dan
memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, hanya kualitas pencitraannya lebih baik.
Indikasi
Evaluasi perfusi dan fungsi ginjal
Uji saring hipertensi essensial
Evaluasi trauma ginjal
Radiofarmaka
131
I-hippuran sebanyak 300 uCi atau 99mTc-MAG3 sebanyak 5 mCi disuntikkan
intravena di vena mediana kubiti secara bolus.
Persiapan
Pada pemakaian radiofarmaka 131I-hippuran, penderita sebelumnya diberi larutan
lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap 131I.
Penderita harus dalam keadaan hidrasi dengan memberikan minum 500 ml sebelum
pemeriksaan.
Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan kosong.
Peralatan
Kamera gamma LFOV.
Kolimator
: LEHR untuk 99mTc-MAG3
High energy 131I-hippuran
Energy setting : Low energy pada puncak 140 KeV
High energy pada puncak 364 KeV
Window wide : 20%
Tatalaksana
Posisi pasien telentang.
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior.
Protokol :
Akuisisi : Teknik pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time I : 6 frame/10 detik selama 1 menit
48

Frame/time II : 15 frame/1 menit selama 15 menit


Pemrosesan data :
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta dibawah
kedua ginjal untuk substraksi latar belakang, didapatkan kurva aktivitas terhadap
waktu.
Pengukuran renal uptake radiofarmaka dilakukan pada 1-2 menit setelah titik injeksi
dari kurva renogram yang mencerminkan total ERPF pada masing-masing ginjal.
Penilaian
Nilai ERPF normal :
Laki-laki
= 491-817 ml/menit/1,73m2
Perempuan = 439-745 ml/menit/1,73m2 (Dubois)
Catatan
Pemeriksaan ERPF dengan metoda lain adalah dengan cuplikan plasma tunggal,
menggunakan 131I-hippuran 44 menit setelah injeksi Fraksi Filtrasi / FF adalah ratio
antara GFR dan ERPF yaitu fraksi dari plasma dalam glomerulus yang ditransfer ke
daerah kapsula Bowmans sebagai filter.
Nilai normal FF adalah 18 22% atau berkisar 20% yang berarti jumlah filtrasi
glomerulus adalah kurang lebih seperlima jumlah plasma yang melalui ginjal.
Pada penyakit jantung kongestif nilai Fraksi Filtrasi meningkat.
Pada glomerulopati karena nilai GFR menurun maka FF juga menurun.

49

LAJU FILTRASI GLOMERULUS


(Glomerular filtration rate)
Laju filtrasi glomerulus (LFG) adalah jumlah filtrate glomerulus yang dibentuk setiap
menit dalam nefron kedua ginjal. Filtrasi glomerulus terjadi akibat tekanan di dalam
kapiler yang menyebabkan filtrasi cairan melalui membrane kapiler ke kapsula
Bowmans. Tekanan filtrasi glomerulus adalah tekanan netto yang memaksa cairan
keluar melalui membrane glomerulus, hamper sama dengan tekanan hidrostatik
glomerulus (60 mmHg) dikurangi tekanan osmotic koloid glomerulus (32 mmHg) dan
kapsula Bowmans (18 mmHg) sehingga besarnya tekanan filtrasi normal kira-kira 10
mmHg. Koefisien filtrasi merupakan konstanta yang besarnya 12,5 ml per menit per
mmHg. Jadi LFG sama dengan tekanan filtrasi dikalikan dengan koefisien filtrasi
yaitu 10 mmHg x 12,5 ml/menit/mmHg didapatkan nilai sebesar 125 ml/menit.
Dalam penentuan LFG perlu dipahami konsep klirens ginjal yaitu kemampuan ginjal
untuk menjernihkan plasma dari berbagai macam zat. Laju klirens adalah volume
yang dijernihkan per unit waktu (ml/menit). LFG dapat diukur dengan menghitung
laju klirens ginjal dari zat khusus. Zat tersebut harus dapat bebas difiltrasi oleh
membrane kapiler glomerulus, tidak disekresi maupun direabsorbsi oleh tubulus
ginjal. Zat atu radiofarmaka yang sering digunakan adalah Cr-51 EDTA, dan 99mTcDTPA.
Penentuan laju filtrasi glomerulus dapat dibagi dalam 2 cara :
1. Metoda cuplikan plasma
2. Metoda pemantauan secara eksternal

LAJU FILTRASI GLOMERULUS METODA CUPLIKAN PLASMA

Pengukuran dengan teknik ini berdasarkan kinetik radioaktif dengan cara pemantauan
hilangnya radioaktivitas dari plasma. Terdapat dua jenis analisa yaitu analisa
kompartemen ganda dan kompartemen tunggal. Pada analisa kompartemen ganda,
perhitungan didasarkan pada sifat radiofarmaka. Setelah penyuntikan akan
meninggalkan plasma melalui 2 jalan yaitu ekskresi lewat ginjal dan proses
perpindahan zat tersebut dari intravaskuler ke ekstravaskuler hingga terjadi
ekuilibrium.
Pada analisa kompartemen tunggal, perhitungan ditentukan dari data konsentrasi
radioaktif setelah mencapai ekuilibrium antara intra dan ekstraseluler sehingga
ekskresi hanya lewat ginjal.
Indikasi
Evaluasi perfusi dan fungsi ginjal
Evaluasi trauma ginjal
Radiofarmaka
99m
Tc-DTPA 2 mCi disuntikkan melalui intravena.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus.
50

Peralatan
Vial steril 10 ml 1 buah
Spuit 3 cc 2 buah
Beaker glass 1000 ml
Pencacah gamma
Tatalaksana
1. Sampel darah diambil untuk mengukur radiasi latar belakang.
2. 1 mCi 99mTc-DTPA diencerkan dalam 10 ml larutan NaCl 0,9% steril didalam
vial steril, dari vial steril diambil dua dosis masing-masing 100 uCi (1 ml) dengan
spuit 3 cc,satu digunakan sebagai standard,sedangkan yang lainnya untuk
disuntikkan kepasien.
3. Penyuntikan dilakukan intravena, catat waktu penyuntikan.
4. Dosis standard dilarutkan dalam beaker glass 1000 ml.
5. Kedua spuit ditimbang, setelah itu dihitung berapa berat 99mTc-DTPA yang di
suntikkan dan yang digunakan untuk standard.
6. Sampel darah (paling kurang 1 ml serum) diambil pada menit ke 60,120 dan 180.
7. Setelah darah membeku, putar dan pipet 1 ml serum ke dalam tabung hitung.
8. Pipet 1 ml larutan standard ke dalam tabung hitung.
9. Hitung cacahan dari tiap sample dengan latar belakang kamar, sampai counting
error 1%.
Perhitungan :
c
Dosis = a x b x -------d
0,693
Lambda ; -------------t
dosis
Calculated LFG : ----------Ao
1,73 m2
Corrected LFG : calculated LFG x ---------------LPT
Keterangan :
a = cacahan standard
b = factor pengenceran
c = berat dosis yang diberikan
d = berat dosis standard
Ao : Intersep
Penilaian
Nilai normal pada laki-laki
= 105 + 13,9 ml/menit/1,73 m2
Perempuan = 92,4 + 18 ml/menit/1,73 m2

51

LAJU FILTRASI GLOMERULUS


METODA PEMANTAUAN SECARA EKSTERNAL
(External Counting Body)
Perhitungan laju filtrasi glomerulus dan citra kamera gamma berdasarkan prinsip
bahwa jumlah uptake radioaktif menggambarkan filtrate radioaktif selama waktu
pengukuran, asalkan tidak terjadi ekstravasasi dan ekskresi selama waktu tersebut.
Indikasi
Evaluasi perfusi dan fungsi ginjal
Evaluasi trauma ginjal
Radiofarmaka
99m
Tc-DTPA sebanyak 5 mCi disuntikkan melalui intravena secara bolus.
Persiapan
Penderita dalam keadaan hidrasi baik
Sebelum memasuki ruangan pemeriksaan, pasien buang air kecil dahulu.
Peralatan
Kamera gamma : LFOV
Kolimator
: LEHR paralel hole
Energy setting
: Low energy pada puncak 140 KeV
Window wide
: 20%
Tatalaksana
Posisi pasien telentang
Detektor ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung kemih berada
dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi posterior.
Protokol : Pencitraan dinamik
Matrix 128 x 128
Frame/time 1 = 30f/2 detik selama 1 menit
2 = 6f/10 detik selama 1 menit
3 = 6f/1 menit selama 6 menit
Pre dan post injeksi : dilakukan pencitraan secara static dengan ukuran matriks 128 x
128 dan waktu pencitraan 15 detik.
Pemrosesan data :
Dosis yang disuntikkan dihitung dengan mengukur pemeriksaan dan post injeksi
radiofarmaka.
Seluruh data kasar digabung, dibuat ROI pada kedua ginjal, aorta dan dibawah
masing-masing ginjal untuk substraksi latar belakang.
Cacahan kedua ginjal ditentukan pada interval waktu 2 sampai 3 menit pertama pasca
penyuntikkan.
Uptake 99mTc-DTPA oleh ginjal dihitung dari persentasi dosis yang diberikan. LFG
kemudian dihitung dengan pengumpulan data subyek, yaitu renal uptake antara 2 3
menit pasca injeksi, yang akhirnya didapatkan :
LFG ginjal kanan : (% uptake ginjal kanan) (total LFG)
LFG ginjal kiri
: (% uptake ginjal kiri) (total LFG)
Penilaian
Nilai normal LFG total = 125 + 15 ml/menit.
52

SISTORAFI
(Radionuclide cystography)
Fungsi dari traktus urinarius adalah membawa urin dari duktus kolekting ginjal
melalui kalises, pelvis ginjal, ureter, kandung kemih dan akhirnya ke saluran
pembuangan. Kandung kemih hanya sebagai organ penyimpan saja. Pemacu kontraksi
dibantu oleh tekanan hidrostatik dan tekanan nefron yang mendorong urin dari kaliks
minor ke pelvis ginjal distal dan ureter.
Kerja normal dari katup ureterovesical junction bergantung kepada masuknya ureter
ke kandung kemih, panjang yang sesuai dari ureter intramural, kontraksi otot
ureterotrigonal dan kerja aktivitas peristaltic ureter. Pasase urin retrograd biasanya
disebabkan oleh refluks vesiko ureteral.
Radiofarmaka disuntikkan ke kandung kemih dalam keadaan penuh. Dengan
memberikan tekanan di kandung kemih dengan cara mengedan, maka bila terjadi
gangguan kerja katup, tekanan yang meningkat di dalam kandung kemih akan
menyebabkan terjadinya aliran radiofarmaka kea rah proksimal (retrograd).
Indikasi
Evaluasi refluks vecikoureteral
Radiofarmaka
99m
Tc-perteknetat 1 mCi, disuntikkan langsung kedalam kandung kemih (direct
technique) atau melalui kateter yang didorong oleh NaCl 0.9% sebanyak 500 ml
(sistografi retrograd).
Persiapan
Penderita minum banyak sampai kandung kemih penuh.
Lakukan tindakan aseptic di daerah pubis kemudian spuit 20 cc disuntikkan langsung
ke kandung kemih, aspirasi urine untuk memastikan jarum masuk kedalam kandung
kemih. Tc 99m perteknetat sebanyak 1 mCi disuntikkan kedalam kandung kemih
melaui jarum yang sudah dipastikan masuk ke kandung kemih.
Untuk pemeriksaan yang menggunakan kateter, kandung kemih harus kosong,
kemudian melalui kateter, kandung kemih diidi air dengan tekanan hidrostatik 70 90
cmH2O yang telah dicampur dengan 99mTc-perteknetat.
Peralatan
Kamera gamma
Kolimator
Energy setting
Window wide

:
:
:
:

LFOV
LEHR paralel hole
Low energy pada puncak 140 KeV
20%

Tatalaksana
Posisi pasien duduk pada pispot dengan detector ditempatkan di belakang bokong
pasien sedemikian rupa sehingga bagian permukaan atas kandung kemih, ureter dan
ginjal berada dalam lapang pandang detector.
Akuisisi : Pencitraan static
Matrix 256 x 256
Total account : 400 Kcount
Pencitraan diambil saat penderita mengedan tanpa buang air kecil (b.a.k) mengedan
dengan b.a.k, kemudian setelah b.a.k.
53

Penilaian
Penilaian adanya refluks berdasarkan system gradasi sbb :
1. Ringan (derajat 1 dan 2),tampak radioaktivitas di distal ureter.
2. Sedang (derajat 3), radioaktivitas di system pelvokalises.
3. Berat (derajat 4 dan 5), radioaktivitas berlebih terlihat di system koleksi ginjal.

54

VASKULER
FLEBOGRAFI
(Radionuclide phlebography)
Radiofarmaka yang disuntikkan melalui vena yang terletak distal dari arcus dorsalis
pedis akan kembali ke jantung melalui vena dalam tungkai (deep veins), bila aliran
darah dari vena superfisial diblok dengan memasang stuwband pada pergelangan
kaki. Dengan mengikuti aliran radioafarmaka tersebut menggunakan kamera gamma
maka dapat dievaluasi patensi sistem vena dalam tungkai. Bila terdapat sumbatan
trombus di vena dalam tungkai (deep vein thrombosis), maka aliran radioafarmaka
akan terhambat dan memberikan gambaran sumbatan serta aliran kolateral
disekitarnya yang bergerak kearah kranial. Tempat sumbatan pada delayed imaging
akan menunjukkan penangkapan radioaktivitas yang tinggi (hot spot). Karena
radiofarmaka yang biasa digunakan adalah mikrosfer atau makroagregat albumin
bertanda Tc-99m maka setelah prosedur flebografi sekaligus dapat pula dilakukan
menyelidikan perfusi paru (pulmonary perfusion scan). Seperti diketahui penyebab
paling sering emboli paru adalah trombus pada vena tungkai bawah yang lepas.
Indikasi
Trombosis vena dalam tungkai dan tromboemboli paru.
Radiofarmaka
Tc-99m MAA (macroagregat albumin) atau mikrosfer dalam 2 buah spuit masingmasing 2-3 mCi, untuk tungkai kiri dan kanan.
Penyuntikan ke dalam vena bagian distal arcus dorsalis pedis kedua kaki melalui wing
needle dan three way connector.
Persiapan
Sebelum penyuntikan kedua kaki direndam dulu dalam air hangat (10-15 menit) agar
vena berdilatasi sehingga memudahkan penyuntikan.
Pasang stuwband pada kedua pergelangan kaki.
Peralatan
- Kamera gamma, kolimotor LGAP parallel hole, energy setting 140 keV,
window wide 20%.
- Peralatan lain :
- 2 set three way connector dan wing needle
- 2 buah semprit 10 cc berisi NaCl faali
- ember berisi air hangat
- handuk
Tatalaksana
- posisi pasien : tidur terlentang.
- posisi detektor anterior.
- protokol akuisisi data : pencitraan statik, matrik : 256x256, total counts :
manual
- pencitraan dimulai dari pedis, tungkai bawah, artikulatio genu, femur dan
pelvis dengan dan tanpa pembebatan.
55

bila ditemukan hot spot sebelum pencitraan tanpa pembebatan, pasien


disuruh berjalan-jalan selama 5 menit
- waktu pemeriksaaan : lebih kurang 2 jam
Penilaian
Trombosis vena dalam akan tampak sebagai terhentinya aliran radiofarmaka pada
lokasi trombosis, dapat disertai dengan kolateral dan hot spot yang menetap pada
lokasi tersebut. Bila disertai dengan emboli paru akan ditemukan defek perfusi yang
biasanya multiple pada sidik perfusi paru.
Catatan
Sebelum disuntikan partikel radiofarmaka dalam semprit harus homogen dengan
terlebih dahulu mengocoknya.

56

VENOGRAFI RADIONUKLIDA
(Radionuclide venography)
Venografi radionuklida merupakan pemeriksaaan alternatif untuk mendeteksi
trombosis vena dalam tungkai, yaitu bila flebografi tidak dapat dilakukan, misalnya
karena kedua kaki bengkak sehinga sulit untuk mencari vena.
Trombosis vena dalam akan menyebabkan aliran darah vena terhambat, sehingga
terjadi bendungan di bagian distal dari sumbatan. Radiofarmaka yang digunakan
adalah eritrosit bertanda Tc-99m dan disuntikkan secara intravena. Bendungan yang
terjadi akibat trombosis vena dalam akan terlihat sebagai penumpukan radiofarmaka
Tc-99m eritrosit (pooling radiofarmaka) di bagian distal dari trombosis, sedangkan di
bagian proksimalnya radiofarmaka sangat kurang.
Indikasi
- Deteksi trombosis vena dalam
- Deteksi varises vena superfisisal
Radiofarmaka
Tc-99m eritrosit dengan dosis 10-15 mCi
Penandaaan eritrosit dilakukan dengan cara in vivo sebagai berikut:
- terlebih dahulu disuntikan larutan stannous pyrophospate melalui vena
mediana cubiti lengan kiri.
- sepuluh sampai 15 menit kemudian Tc-99m pertechnetate sebanyak 10-15
mCi disuntikan melalui vena mediana cubiti kanan secara bolus, yaitu pada
saat pencitraan dinamik dimulai.
- pencitraan statik dilakukan 15-20 menit kemudian
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus
Peralatan
Kamera gamma, kolimotor LEGP untuk pencitraan dinamik dan LEHR untuk
pencitraan statik, energy setting : puncak pada 140 keV, window wide 20%

Tatalaksana
- posisi pasien : terlentang
- posisi detektor : anterior, posterior, lateral kiri dan kanan pada daerah pedis,
cruris, artikulatio genu, femoral dan pelvis.
- untuk akuisisi dinamik posisi detektor anterior di daerah yang dicurigai.
- protokol akuisisi data : pencitraan dinamik, matrix ; 128 x 128, frame time : 2
detik/fame, frame : 30 frames
- protokol akusisi data : pencitraan statik, matrik : 256 x 256. count/frame : 400
kcnt
- waktu pemeriksaaan : lebih kurang 2 jam
Penilaian
Dalam keadaan normal, aliran radiofarmaka pada kedua tungkai tampak simetris baik
pada pencitraan dinamik maupun statik.
57

Pada trombosis vena dalam akan ditemukan pooling radiofarmaka di distal dari
sumbatan dengan daerah yang menangkap radioaktivitas kurang di bagian
proksimalnya.
Catatan
Penilaian venografi harus hati-hati, karena dapat terjadi superposisi dengan vena
superfisisal; oleh karena itu bila diperlukan pencitraan dilakukan dari berbagai posisi
dengan merubah letak detektor.

58

ONKOLOGI
SIDIK TULANG
(Bone Scintigraphy)
Sidik tulang merupakan pemeriksaan yang telah lama digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan penyakit. Sidik tulang dianggap
sebagai pemeriksaan terpilih untuk deteksi dini proses metastase tumor ke tulang.
99m
Tc-MDP (methylenediphosphonate) merupakan radiofarmaka yang paling sering
digunakan untuk sidik tulang. Radiofarmaka ini apabila disuntikkan ke dalam tubuh
secara intra-vena akan ditangkap oleh sel-sel osteoblast. Oleh karenanya sidik tulang
sering pula disebut sebagai pemeriksaan pemetaan osteoblast (osteoblastic mapping).
Mekanisme penangkapan radiofarmaka tersebut bergantung pada kemampuan bahan
tersebut berikatan dengan ion-ion organik dan reaksinya dengan berbagai bentuk
organik pada tulang. Atas dasar mekanisme inilah, maka pemeriksaan sidik tulang
menjadi sangat sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan radiologi yang didasarkan
adanya perubahan anatomi. Hasil positif sudah dapat diperoleh 3-18 bulan lebih awal
dibandingkan pemeriksaan radiologi. Sebaliknya pemeriksaan ini menjadi kurang
spesifik, karena setiap proses peningkatan proses osteoblastik oleh sebab apapun akan
memberikan gambaran positif.
Untuk evaluasi vaskularisi suatu lesi pada tulang dapat dilakukan pemeriksaan dengan
metoda tiga fase (three phase bone scan).
Indikasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Metase pada tulang


Tumor tulang primer
Osteomielitis
Nekrosis aseptik
Trauma
Kelainan sendi
Penyakit metabolik pada tulang

Radiofarmaka
99m
Tc-MDP (methylenediphosphonate) dengan dosis 15-20 mCi disuntikan secara
intravena pada v. mediana cubiti.
Persiapan
Tidak diperlukan persiapan khusus
Peralatan
Kamera gamma planar dilengkapi data prosesor
Kolimator LEHR (low energy high resolution)
Puncak energi : 140 KeV
Window wide : 20%
Tatalaksana
Pencitraan dengan metoda tiga fase
Fase pertama (vaskuler)
Penderita tidur terlentang dengan detektor ditempatkan sedemikian rupa sehingga
bagian tubuh yang akan diperiksa berada diatas lapang pandang detektor.
59

Pemeriksaan fase pertama merupakan pemeriksaan dinamik dalam frame berukuran


matrix 128x128 dengan waktu pencacahan 3 detik/frame selama 2 menit.
Posisi pencitraan : anterior atau posterior
Pencitraan dimulai bersamaan dengan saat pentuntikkan radiofarmaka secara bolus.
Fase kedua (blood pool)
Pemeriksaan fase kedua dilaksanakan segera setelah fase pertama selesai berupa
pencitraan statik dalam frame berukuran matrix 256x256 sebanyak 700 Kcounts.
Posisi pencitraan : anterior dan posterior
Fase ketiga
Fase ketiga merupakan pemeriksaan statik yang dilakukan 3 jam pasca penyuntikan
radiofarmaka.
Sebelum memasuki ruang pemeriksaan penderita dianjurkan untuk buang air kecil
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi.
Pada fase ketiga ini dilakukan pemeriksaan seluruh tubuh (whole body scan) dari
posisi anterior dan posterior dilanjutkan dengan pemeriksaan spot pada bagian-bagian
yang mencurigakan. Pemeriksaan dalam frame berukuran matrix 256x256 sebanyak
700 Kcounts.
Posisi pencitraan : anterior dan posterior. Apabila diperlukan pemeriksaan dapat
dilakukan dari posisi miring (oblique) untuk memperjelas posisi kelainan.
Penilaian
Pada keadaan normal distribusi radioaktivitas pada tulang tampak simetris.
Penangkapan radioaktivitas relatif tinggi pada persendian (growth plate)
terutama pada anak-anak. Kedua ginjal akan tampak menangkap radioaktivitas
yang disebabkan ekskresi radiofarmaka yang tidak digunakan melalui ginjal.
Pengamatan harus lebih hati-hati apabila kandung kemih tidak benar-benar
kosong.
Pada proses metastase ke tulang akan tampak penangkapan radioaktivitas
patologis yang khas biasa multipel (multiple hot spots). Apabila proses
metastase sangat luas sering diperoleh gambaran yang disebut superscan,yaitu
hots spots yang multipel tanpa radioaktivitas pada kedua ginjal. Proses
metastase dengan ditemukan gambaran single hots spots sangat jarang, namun
apabila ditemukan penangkapan radioaktivitas yang meningkat secara difus
pada tulang iga penderita karsinoma mammae harus dicurigai sebaga proses
metastase tunggal.
Tumor ganas dapat dibedakan dari tumor jinak dengan pemeriksaan blood
pool. Pada tumor ganas akan diperoleh gambaran peningkatan vaskularisasi
(hiperemik), sedangkan pada tumor jinak biasanya menunjukan vaskularisasi
yang kurang (hipoperfusi). Kecuali pada osteoid osteoma walaupun
merupakan tumor jinak, namun memberikan gambaran hiperemik.
Sidik tulang merupakan pemeriksaan yang dapat diandalkan untuk diagnosis
dini osteomielitis dan arthritis septik. Pemeriksaan ini dapat memberikan nilai
positif beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum tampak dengan
pemeriksaan radiologi.
Pada stadium awal nekrosis aseptik akan ditemukan gambaran radioaktivitas
yang berkurang pada kaput femoris, sedangkan pada stadium lanjut akan
diperoleh gambaran sebaliknya, yaitu peningkatan radioaktivitas yang
disebabkan adanya revaskularisasi.
Pada penyakit metabolik tulang seperti penyakit paget, penangkapan
radioaktivitas meningkat secara difus pada khususnya tulang-tulang panjang.
60

SKINTIMAMOGRAFI
(99mTc Sestamibi)
Skintimamografi sestamibi merupakan penunjang pemeriksaan yang dapat diandalkan
terutama bagi tumor payudara yang teraba. Pemeriksaan tersebut merupakan
komplementer terhadap pemeriksaan mamografi dan ultrasonografi. Secara tidak
langsung skintimamografi dapat memberikan informasi hispatopologi jaringan,
volume, lokasi, perfusi dan angiogenesis dari tumor.
Penangkapan 99mTc-sestamibi oleh tumor tidak bergantung pada sistem transport aktif
Na+/K ATPase, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor difusi pasif membran plasma
dan mitokondria yang mempunyai potensial transmembran yang sangat negatif.
Kinetika terakumulasinya 99mTc-sestamibi dipengaruhi oleh vibalitas dan metabolisme
sel tumor itu sendiri.
Indikasi
Tumor payudara yang teraba dengan diameter > 1,0 cm baik yang disertai dengan rasa
nyeri maupun tidak.
Massa pada payudara yang dicurigai kaganasan dengan pemeriksaan ultrasonografi
dan mamografi radiologi.
Penyakit keganasan payudara yang telah dicurigai bermetastase ke KGB aksilla
Radiofarmaka
99m
Tc-sestambi dengan dosis 15 mCi
Pemberian secara intravena pada vena mediana cubiti ipsilateral payudara yang
normal.
Persiapan
Tidak diperlikan persiapan khusus
Peralatan
Kamera gambar planar dilengkapi data prosesor
Kolimator LEHR / LEGP
Puncak energi : 140 KeV
Wndow wide : 20%
Tatalaksana
Poisi penderita
Tidur terlentang, tangan dibelakang kepala.
Duduk dengan bagian toraks menghadap kolimator dengan tangan di belakang kepala.
Tengkurap dengan bagian toraks diletakkan diatas kolimator.
Protokol
Akuisisi :
Pencitraan statik planar pada posisi anterior dan ablique 30-45 derajat dari kiri dan
kanan, mencakup payudara dan axilla. Lengan diangkat dan tangan diletakkan di
belakang kepala untuk mendapatkan hasil yang baik, separasi payudara dari
miokardium dan liver.
Matrix : 256 x 256
Pemecahan : 400.000 1.000.000 count (tergantung pada besar kecil nya massa)

61

Penilaian
Dengan sistem scoring
0 = bila penangkapan radioaktovitas kurang di bandingkan latar belakang
1 = Penangkapan radioaktivitas lebih tinggi dibandingkan latar belakang,
namun
lebih rendah dibandingkan jantung
2 = sama dengan aktivitas jantung
Dinilai positif, bila skoring 2 baik pada massa di payudara maupun di KGB aksila.
Infiltratif ductal carcinoma banyak dijumpai pada penderita dengan keganasan
payudara. Jaringan tersebut mempunyai afinitas yang tinggi terhadap 99mTcsestamibi.
Lobular carcinoma, medularry carcinoma dan colloid carcinoma diakui
mempunyai afinitas kurang terhadap sestamibi.

62

SIDIK SELURUH TUBUH (SST) DENGAN 131I


Iodium merupakan komponen yang terlibat dalam metabolisme kelenjar tiroid.
Dengan melabel Iodium dengan radioaktif, dapat diperoleh informasi yang
diperlukan dalam menangani penderita dengan kelainan kelenjar tiroid. Penderita
pasca tiroablasi atau radioterapi interna dilakukan sidik seluruh tubuh untuk
mengetahui adanya sisa jaringan tiroid di thyroid bed dan jaringan metastasis
fungsional di tempat lain yang akan menangkap radioaktivitas. Kepentingan
diagnostik dengan 131I sudah mulai ditinggalkan di senter-senter negara maju
pertimbangannya antara lain karena time consuming, energi tinggi dan
menimbulkan efek stunning.
Indikasi
Untuk mengetahui adanya sisa jaringan tiroid di thyroid bed dan jaringan
metastasis fungsional ditempat lain.
Kasus relaps dengan kadar serum Tg tinggi dan gejala klinis yang jelas.
Dilakukan 6 bulan pasca tiroablasi maupun pasca radioterapi.
Radiofarmaka
131
I sebanyak 2-3 mCi.
Diberikan peroral.
Persiapan
Terminasi terapi subtitusi 4 6 minggu, kadar serum TSH 60 mIu/ml.
Penderita puasa (paling tidak 2 jam) sebelum pemberian 131I.
Peralatan
Kamera gamma planar
Kolimator HEHR
Energy setting :364 KeV
Window wide : 20%
Tatalaksana
Pencitraan dilakukan 24 jam dan 96 jam pasca pemberian 131I
Penderita tidur telentang dengan kepala menengadah
Akuisi dilakukan pada lapang pandang kepala dan leher, toraks, abdomen dan
akstremitas bawah. Bila diperlukan penderita diminta telungkup dan akuisi diulang
setinggi kolumna vertebra servical sampai lumbosakralis
Ukuran matrix 128 x 128
Pencacahan 400 Kcount
Penilaian
SST positif bila dijumpai adanya penangkapan radioaktivitas di thyroid bed
dan jaringan metastasis fungsional ditempat lain.
Catatan
Bila SST positif, acarakan radioterapi interna paling tidak 4 minggu pasca
pemeriksaan untuk menghindari efek stunning.

63

SIDIK SELURUH TUBUH DENGAN 99mTcSESTAMIBI


Beberapa tumor ganas mempunyai afinitas tinggi terhadap 99mTc-sestamibi.
Keuntungan menggunakan 99mTc-sestamibi adalah : pelaksanaanya lebih cepat,
energi lebih rendah dan tidak tergantung pada kadar TSHs, sehingga penderita
tidak perlu menghentikan terapi subtitusi. Bila penderita adalah calon radioterapi
interna dengan 131I maka efikasi pengobatan akan lebih memuaskan.
Indikasi
Untuk mengetahui adanya sisa jaringan tiroid di thyroid bed dan jaringan
metastasis fungsional ditempat lain
Kasus relaps dengan kadar serum Tg tinggi dan gejala klinis yang jelas.
Dilakukan 6 bulan pasca tiroablasi maupun pasca radioterapi.
Radiofarmaka
99m
Tc-sestamibi sebanyak 10 mCi.
Diberikan intravena.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus, tidak perlu puasa dan terminasi terapi subtitusi tidak
diperlukan.
Peralatan
Kamera gamma planar
Kolimator LEHR dan LEGP
Energy setting :140 KeV
Window wide : 20%

Tatalaksana
Akuisisi dilakukan 15 menit setelah penyuntikan radiofarmaka.
Penderita tidur terlentang dengan kepala menengadah
Akuisisi dilakukan pada lapang pandang kepala dan leher, toraks ,abdomen dan
akstremitas bawah. Bila pemderita ada keluhan, lakukan pemeriksaan pada daerah
yang dikeluhkan.
Ukuran matrix 128 x 128 dengan jumlah cacahan 400 Kcount.
Penilaian
SST dinilai positif bila terdapat penangkapan radioaktivitas yang meningkat (hot spot)
pada :
Sisa jaringan tiroid di thyroid bed, kelenjar getah bening regional di leher dan
jaringan metastasis fungsional lainnya.
Catatan
Pengobatan dengan Iodium radioaktif dapat diberikan segera pasca SST bila kadar
serum TSH mencapai 60 mIu/ml.

64

LAIN-LAIN
DAKRIOSISTOGRAFI
(Radionuclide dacryocystography)
Air mata dikeluarkan dari rongga mata melalui saluran nasolakrimalis menuju rongga
hidung. Obstruksi pada saluran ini akan menyebabkan radiofarmaka yang diteteskan
pada rongga mata akan tertumpuk disitu dan tidak tampak aliran ke rongga hidung.

Indikasi
Obstruksi saluran nasolakrimalis
Radiofarmaka
99m
Tc-pertechnetate 100 uCi.
Persiapan
Tak ada persiapan khusus
Peralatan
Kamera gamma, LEGP, energy setting 140 KeV, window wide 20%.
Tatalaksana
Posisi pasien : duduk dengan muka tegak lurus menghadap kamera;
Radiofarmaka diteteskan masing-masing satu tetes pada kedua mata, jaringan
sampai keluar dari kelopak mata.
Protokol akuisisi : serial sampai menit ke 5, dengan matrix 256 x 256,
1 menit/frame.
Waktu pemeriksaan : 10 menit
Penilaian
Perhatikan aliran radiofarmaka dari arah cranial ke kaudal di sepanjang saluran
nasolakrimalis; jika ada hambatan aliran menunjukakan adanya obstruksi.

65

SIDIK INFEKSI DENGAN 99mTc INFECTON


(Infection scintigraphy)
Diagnosis infeksi secara klinis bukan merupakan suatu masalah terutama pada kasus
infeksi dengan pembentukkan suatu abses dan lokasi yang jelas. Diagnosa pasti
penyakit infeksi adalah ditemukannya kuman pada pemeriksaan histopatologis atau
biakan. Namun demikian metoda biakan memerlukan waktu yang lama, sehingga
pengobatan yang rasional dapat terlambat.
Beberapa teknik pencitraan untuk infeksi seperti foto sinar x, CT scan, USG dan MRI
dapat membantu diognosis, namun pemeriksaan ini tidak spesifik dan baru
memberikan nilai positif penggunaan radionuklida untuk tujuan tersebut seperti
penandaan lekosit dengan 99mTc atau 111In-HMPAO juga telah banyak digunakan.
Walaupun teknik ini sangat sensitif, namun tidak spesifik, karena tidak dapat
membedakan proses inflamasi dari infeksi bakteri.
99m
Tc-infecton merupakan radiofarmaka berupa antibiotika berspektrum luas dari
golongan sifrofloksasin (quinolon). Kerja infecton ini akan diakumulasikan apda
lokasi infeksi sehingga memberikan gambaran hot spot. Bakteri komensal dalam
tubuh tidak menangkap radiofarmaka tersebut. Demikian pula dari penelitian invitro
ditemukan bahwa sifrofloksasin ini dapat menembus dinding bakteri yang mati.
Indikasi
Deteksi dan lokalisasi infeksi bakterial
Demam tanpa sebab yang jelas (pyrexia of unknown origin)
Demam pada penyakit keganasan
Sebagai salah satu parameter penghentian pengobatan antibiotik
Membedakan infeksi bakteri dari non bakteri
Radiofarmaka
99m
Tc-infecton dengan dosis 10 mCi disuntikan intravena.
Persiapan
TIdak diperlukan persiapan khusus
Peralatan
Kamera gamma planar dilengkapi data prosesor
Kolimator LEHR (low energy high resolution)
Puncak energi : 140 KeV
Window wide : 20%
Tatalaksana
Pencitraan dilakukan secara serial pada 1 dan 4 jam pasca injeksi radiofarmaka.
Apabila diperlukan pencitraan pada 24 jam pasca penyuntikan radiofarmaka, misalnya
pada pencitraan 1 dan 4 jam memberikan hasil positif pada persendian.
Pencitraan seluruh tubuh (whole body scan) dilakukan dari posisi anterior dan
posterior.
Pencitraan statis dilakukan pada ukuran matrix 256x256 dengan jumlah total cacahan
700 Kcounts dari posisi detektor anterior dan posterior. Pencitraan dari posisi lain
seperti lateral atau miring (oblique) dilakukan apabila diperlukan untuk memperjelas
lokasi kelainan.

66

Penilaian
Dalam keadaan normal pada pencitraan dengan 99mTc-infecton akan tampak
penangkapan radioaktivitas yang meningkat pada kedua ginjal dengan ekskresi
radiofarmaka kedalam kandung kemih. Penangkapan radioaktivitas sedikit meningkat
pada hati dan limpa namun tidak ada penangkapan radioaktivitas pada tulang. Pada
pencitraan awal akan diperoleh penangkapan radioaktivitas yang meningkat pada
jantung (puling darah) yang akan berkurang seiring dengan perjalanan waktu. Pada
anak-anak penangkapan radioaktivitas yang meningkat juga dapat ditemukan pada
titik tumbuh (growth plate) terutama pada tulang panjang. Sebagian kecil
radiofarmaka tersebut dapat diekskresikan melalui sistem hepatobiliaris, sehingga
penilaian harus hati-hati apabila ada peningkata radioaktivitas pada abdomen.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila ditemukan penangkapan radioaktivitas
yang meningkat (hot spots) patologis yang makin meningkat seiring dengan
perjalanan waktu. Adanya peningkatan radioaktivitas pada jam pertama dan kemudian
berkurang atau menghilang pada pencitraan 4 jam pasca pemberian radiofarmaka,
maka hasil pemeriksaan dinyatakan negatif. Hal ini dapat disebabkan adanya
peningkatan vaskularisasi tanpa disertai dengan proses infeksi bakteri. Pada proses
inflamasi aktif pada persendian akan diperoleh gambaran positif pada pencitraan 1
dan 4 jam pada pasca pemberian radiofarmaka, namun akan berkurang atau
menghilang pada pencitraan 24 jam. Untuk membedakannya dengan infeksi bakteri,
maka senua pemeriksaan yang positif pada persendian harus dilakukan pencitraan 24
jam.

Kepustakaan
1. Vinjamuri S, Hall AV, Solank KK et al. Comparison of 99mTc-infecton
imaging with radiolabelled white-cell imaging in the evaluation of bacterial
infection. Lancet 196;347:233-35.
2. Hall AV, Solanki KK, Das SS et al. Evaluation of the efficacy of 99mTcinfecton,a novel agent for detecting site of infection. J Clin Pathol 1998;
51:215-2219.

67

SIDIK TESTIS
Pada keadaan normal, tunica vaginalis menyelaputi hanya testis dan epididymis
anterolateral. Hal ini memungkinkan posterior epididymis terikat pada dinding
skrotum melalui jaringan penghubung yang memungkikan dapat mencegah terjadinya
torsi.
Torsi dapat terjadi pada perkembangan yang sudah lengkap dari testis, epididymis dan
distal spermatic cord. Ketiganya bergantung secara bebas pada dua lapis tunica
vaginalis. Testicle yang berkelok menyebabkan sumbatan vena karena tipis,mudah
sekali tertekan oleh dinding.
Bendungan vena meningkatkan tekanan yang menyebabkan terhentinya aliran arteri.
Berkurangnya suplai vaskuler menyebabkan edema dan kongesti testicle, yang
kemudian diikuti oleh perdarahan sampai akhirnya terjadi infark. Keadaan demikian
dapat diketahui melalui pencitraan setelah penyuntikkan radiofarmaka.
Indikasi
Deteksi torsio testis, epididymitis, hydrocele, varicocele, hermia inguinal dan tumor
testis.
Radiofarmaka
99m
Tc-perteknetat atau DTPA sebanyak 15 mCi, disuntikkan intravena secara bolus.
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus
Peralatan
Kamera gamma
Kolimator
Energy setting
Window wide

: LFOV
: LEHR peralel hole
: Low energy pada puncak 140 KeV
: 20%

Tatalaksana
Posisi pasien tidur dengan kaki agak terbuka
Penis ditempelkan kearah pubis dengan menggunakan plester agar pancaran sinar
gamma tidak terhalang.
Posisi detektor anterior ditempatkan sedemikian rupa sehingga penis dan skrotum
berada dalam lapang pandang detector.
Protokol
Akuisisi : Pencitraan dinamik
Frame/time : 20 frame / 3 detik pada matrix 128 x 128
Pencitraan statik dengan cacahan 700 Kcount,
Ukuran matrix 256 x 256
Penilaian
Dalam keadaan normal, pada pencitraan dinamik tidak tampak peningkatan
radioaktivitas yang bermakna pada area skrotum. Pada pencitraan statik tampak
ditribusi radioaktivitas di skrotum homogen.
Pada torsio akut perfusi normal tapi didapatkan area fotopenik pada testis yang
terkena.
68

Pada Epididymitis, tampak aliran yang meningkat menuju spermatic cord, dan
penangkapan yang meningkat pada jaaringan sekitarnya.
Pada tortio testis nilai diagnostik yang tinggi pada pemeriksaan 24 jam pertama.
Apabila lebih dari 24 jam akan terjadi reaksi jaringan sekitar yang dapat menutupi
gambaran tortio.

69

TERAPI
PENGOBATAN HIPERTIROIDI DENGAN IODIUM
RADIOAKTIF
Pengobatan hipertiroidi dengan radioaktif (131I) merupakan cara pengobatan definitive
penyakit tersebut. Radiasi beta dari 131I akan mengablasi sel-sel folikel tiroid sehingga
produksi hormon tiroid yang berlebihan dihentikan. Efek ablasi tersebut berlangsung
secara bertahap; dengan dosis sedang secara klinis baru akan tampak setelah 8-12
minggu. Efek tersebut dapat diperlambat atau dipercepat dengan memberikan dosis
yang lebih rendah atau lebih tinggi. Pemilihan besarnya dosis tergantung pada
pertimbangan klinis, besarnya kelenjar dan tingkat kemampuan kelenjar untuk
menangkap iodium. (angka penangkapan/%iodium uptake 24 jam). Terdapat juga
beberapa faktor lain yang mempengaruhi kemangkusan pengobatan seperti antara lain
kadar iodium dalam makanan. Pada pasien yang mendapat pengobatan iodium
radioaktif dianjurkan untuk tidak mengkomsumsi obat-obatan dan makanan yang
mengandung iodium (lihat lampiran) selama beberapa hari. Yang perlu diperhatikan
adalah hipotiroidi yang terjadi pasca pengobatan. Dengan dosis moderat kejadian
hipotiroidi sekitar 10% dalam 2 tahun pertama, dan sekitar 3% untuk tiap tahun
berikutnya. Makin tinggi dosis yang diberikan akan makin awal terjadinya dan makin
tinggi kejadian hipotiroidi. Pengobatan hipotiroidi dengan iodium radioaktif dapat
memperburuk oftalmopati yang sedang aktif. Pengobatan hipotiroidi dengan iodium
radioaktif diutamakan pada pasien yang resisten dengan obat antitiroid atau yang
residif pasca tiroidektomi. Tidak ada pembatasan umur yang diperkenankan mendapat
cara pengobatan ini karena terbukti tidak mengganggu fertilitas, serta juga tidak ada
efek teratogenik, karsinogenik maupun leukomogenik.
Indikasi
Semua jenis hipertiroidi, kecuali : tirotoksikosis faktitia, hipertiroidi dalam kehamilan
atau sedang laktasi dan hipertiroidi selintas postpartum.
Radiofarmaka
NaI-131 dengan dosis rendah (80-150uCi/g), sedang (150-200uCi/g), atau tinggi
(>200uCi/g),diberikan per oral.
Persiapan
Obat atau makanan yang mengandung iodium tinggi dihentikan paling kurang satu
minggu sebelumnya
Obat-obatan antitiroid dihentikan paling kurang 5 hari sebelumnya
Pada hari pemberian pasien puasa, dan baru boleh makan satu jam setelah pemberian
131
I.
Catatan
Dosis ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut :
berat kelenjar (gr)X dosis (uCi/gr)
Dosis (uCi) = ------------------------------------------% angka penangkapan 24 jam
o Berat kelenjar ditentukan melalui sidik kelenjar tiroid (platimetri) atau
pemeriksaan ultrasonografi.
o Efek samping yang perlu diperhatikan :
70

o Eksaserbasi tirotoksikosis, jarang terjadi (biasanya dalam satu minggu


pasca pengobatan)
o Rasa pembengkakan didaerah tiroid dan mulut kering (biasanya hilang
sendiri)
o Hipotiroidi selintas (biasanya 3-6 bulan pasca pengobatan)
o Hipotiroidi menetap (dipantau dengan menentukan kadar TSHs secara
periodik 3-6 bulan sekali)
o Apabila dalam 3-6 bulan belum menunjukan perbaikan, pengobatan
dengan iodium radioaktif dapat diulang kembali.
o Pasien wanita atau isteri pasien pria tidak boleh hamil selama 6 bulan pasca
pengobatan; pakailah obat/alat kontrasepsi selama waktu tersebut.
o Pasien dianjurkan untuk tidak berada dekat bayi atau anak-anak berusia
dibawah 12 tahun atau wanita hamil selama paling kurang 2 hari setelah
pengobatan.

71

PENGOBATAN
KARSINONA TIROID BERDIFERENSIASI BAIK
Karsinoma tiroid berdiferensiai baik berasal dari jaringan epithelial folikel tiroid.
Penyakit tersebut banyak dijumpai pada wanita dibandingkan pria. Dikenal 3 jenis
karsinoma yaitu : tiroid folikuler secara histologis, papilifer dan campuran. Karsinoma
tiroid folikuler secara histologis mempunyai gambaran yang mirip dengan jaringan
tiroid normal, sering bermetastasis secara hematogen secara dini, sehingga pada saat
penderita berobat penyakit sudah bermetastasis jauh ke tulang dan paru. Insidens
karsinoma tiroid papilifer lebih tinggi dibandingkan folikuler, banyak dijumpai pada
dekade II-III dan usia lanjut. Penyakit tersebut berkembang lebih lambat dan
bermetastasis ke kelenjar getah bening regional. Jaringan tiroid normal maupun
patologis mengakumulasi 131I dan radiofarmaka lain, dengan demikian teknik
kedokteran nuklir mempunyai peranan yang penting dalam penanganan penderita
karsinoma tiroid berdiferensiasi baik pasca tiroidektomi total.
Protokol pengobatan
o Lakukan sidik kelenjar tiroid dengan 99mTc04 dalam 4 6 minggu pasca
tiroidektomi total untuk mengetahui adanya sisa jaringan tiroid di thyroid bed
dan periksa kadar serum TSH dan Tiroglobulin (Tg) sebagai pembanding.
o Bila pada sidik kelenjar tiroid tampak jaringan tiroid masih utuh (satu lobi),
rujuk kembali penderita kepada dokter bedahnya untuk dilakukan tiroidektomi
total.
o Bila hanya dijumpai sisa jaringan tiroid, dilakukan tiroablasi dengan dosis 80100 mCi. Penderita di rawat di kamar isolasi selama beberapa hari sampai
paparan radiasi mencapai 1 mrm/m/jam. Pasca radioterapi interna berikan terpi
subtitusi dan dianjurkan penderita kontrol 6 bulan lagi. Bila tidak dijumpai
sisa jaringan tiroid atau metastase pada sidik seluruh tubuh (SST), maka
penderita langsung beri terapi subtitusi dan diminta kontrol kembali 6 bulan
kemudian.
o Saat penderita kontrol kembali, monitor kadar serum TSHs dan Tg. Apabila
penderita dijadwalkan untuk SST dengan 99mTc-sestamibi, terminasi terapi
tidak diperlukan. Tetapi bila dijadwalkan untuk SST dengan 131I maka
penderita harus menghentikan terapi subtitusi paling kurang 4 minggu
sebelum tanggal pemeriksaan.
o Bila SST (+), kadar TSHs dan Tg tinggi, maka diberikan terapi 150 mCi dan
penderita dirawat kembali di kamar isolasi, penderita pulang bila paparan
radiasi sudah dalam batas yang aman. Penderita dianjurkan untuk kontrol 6
bulan kemudian. Selanjutnya penderita dievaluasi setiap 6 bulan sekali sampai
dinyatakan bersih.
o Terapi dihentikan bila SST (-), kadar serum TSHs tinggi dan Tg rendah.
Apabila kadar serum Tg tinggi, walaupun SST (-) merupakan indikasi untuk
melanjutkan terapi. Dosis maksimal yang dapat diberikan adalah sebanyak 1
Curie.
o Bila dalam 2 kali waktu kontrol (6 bulan) berturut-turut hasil pemeriksaan
baik, maka masa kontrol akan diperpanjang menjadi 1 tahun sekali. Bila hasil
pemeriksaan 2 kali waktu kontrol (2 tahun) hasil pemeriksaan baik, maka
penderita dianjurkan untuk kontrol kembali 5 tahun sekali.
72

o Bila karena berbagai faktor jaringan tiroid patologis tidak sensitif terhadap
radioterapi interna (131I), maka penderita dapat melanjutkan dengan radioterapi
eksterna.
Dikatakan tidak radiosensitif bila :
o Penderita telah mendapatkan dosis 1 Curie, namun masih dijumpai sisa
jaringan tiroid di Thyroid bed dan jaringan patologis lainnya yang
menangkap radioaktivitas di tempat lain.
o Kadar serum tiroglobulin tetap tinggi
o Kadar TSH normal

73

PENGOBATAN PALIATIF RASA NYERI PADA TULANG


AKIBAT PROSES METASTASE
Beberapa penyakit keganasan tertentu sering bermetastasis ke tulang dan
menyebabkan rasa nyeri yang sangat menyiksa. Mekanisme terjadinya rasa nyeri
belum diketahui secara pasti namun ada beberapa hipotesis yang menerangkannya
antara lain karena infiltrasi tumor dan ekspansi membran periosteal yang kaya akan
nosiseptor, ketidakstabilan mekanik tulang yang terserang, dan adanya produksi
mediator humoral oleh sel tumor maupun oleh sel lain pada microenviromental
osteoklast. Saat ini terdapat beberapa radionuklida pemancar beta murni yang dapat
menghilangkan rasa nyeri. Walaupun pengobatan tersebut tidak menyembuhkan
penyakit primernya (bersifat paliatif), namun banyak digunakan karena sangat
menolong dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.
Indikasi
Rasa nyeri akibat proses metastasis ke tulang
Kontra indikasi
Pengobatan tidak dapat diberikan kepada pasien wanita yang sedang hamil atau
laktasi, pasien dengan fraktur patologis yang pemeriksan darah tepi abnormal.
Persiapan
Pemeriksaan sidik tulang untuk memastikan adanya proses metastasis ke tulang
Radiofarmaka
Radionuklida
32
P orthophosphate
89
Sr-chloride
153
Sm-EDTMP

Dosis (mCi)
12
4
20

Cara pemberian
oral
intraverna
intraverna

Efek samping
Mielosupresi yang bersifat sementara (2-4 minggu)
Catatan
Pengobatan paliatif dapat diberikan bersama-sama dengan radioterapi eksterna,
kemoterapi dan terapi hormonal.
Pengobatan ulang dapat diberikan bila rasa nyeri timbul kembali 3-24 bulan pasca
pengobatan pertama.
Pengobatan paliatif dengan radionuklida dapat dibrikan bila jumlah trombosit
>60.000/ml dan leukosit>2.400/ml.

74

Lampiran
Lampiran 1.

DATA EMISI RADIASI BEBERAPA RADIONUKLIDA


YANG DIGUNAKAN DALAM DIAGNOSTIK DAN TERAPI
Radionuklida

Radiasi & energi

T1/2

99m

Tc

Gamma-2, 140.5 KeV

6.01 jam

123

Gamma-2, 159.0 KeV


cc-K, gamma-2, 127.2 KeV

13.2 jam

125

Gamma-1, 35..5 KeV


K alpha-1 x-ray, 27.5 KeV
K alpha-2 x-ray. 27.2 KeV
K beta-1 x-ray, 31.0 KeV

60.14 hari
8.04 hari

131

Beta -4, 191.5 KeV


Gamma-14, 364.5 KeV

8.04 hari

201

TI

Gamma-1, 171.3 KeV


Gamma-6, 167.4 KeV
cc-K, gamma-8, 84.3 KeV
K alpha-1 x-ray, 70.8 KeV
K alpha-2 x-ray, 68.9 KeV
K beta-1 x-ra, 80.3

3.05 hari

111

In

Gamma-1, 171..3 Kev


Gamma-2, 245.3 KeV

2.83 hari

Beta-1, 171..3 KeV

14.26 hari

89Sr

Beta-2, 583..3 KeV

50.5 hari

51Cr

Gamma-1, 320.1 KeV

27.7 hari

67Ga

Gamma-2, 93.3 KeV


cc-K, gamma-2, 83.7 KeV
Gamma-3, 184.6 KeV
Gamma-5, 300.2 KeV

78.3 jam

32

Sumber : Society of Nuclear Medicine : Nuclear Medicine procedure Manual, 1991

75

Lampiran 2.

Tabel Unit ekuivalen pengukuran radiasi


Kuantitas

Unit SI

Unit Konfensional

Aktivitas

Becquerel (Bq)

Curie (Ci)

Dosis absorbsi

Gray (Gy)

Rad (rad)

Dosis ekuivalen

Sievert (Sv)

Rem (rem)

Paparan

Coulomb/kg
(Ckg-1)

Rontgen

Sumber : S1 Units in Radiation Protection and Measurements.


Report 82, NCRP, Bethesda, MD, 1985.

Lampiran 3.

Tabel Faktor Konversi untuk pengukuran radiasi


Kuantitas

Faktor Konversi

Aktivitas

1 Ci = 3.7 x 10E10 Bq

Dosis Absorbsi

1 Rad = 0.01 Gy

Dosis Ekuivalen

1 Rem = 0.01 Sv

Paparan

1 R = 2.58 x 10E-4 Ckg-1

Sumber : S1 Units In Radiation Protection and Mensurements.


Report 82, NCRP. Bethesda. MD. 1985.

Lampiran 4.

Low iodine diet


o
o
o
o
o
o

Iodized salt
Milk and dairy product
Eggs
Seafood (including fish, shelfish, kelp and seaweed)
Breads made with iodate dough conditioners
Red food dyes (found in cereals, candies and vitamins)
o Restaurant food (including fast food restaurant)

o Foods containing any of the following ingredients :


iodized salt, sea salt, iodates, iodides, algin, alginate, agar-agar
(Lakshmanan M, Schaffer A, Robbins J, et al: A simplifield low iodine diet in I-131 Scanning and
therapy of thyroid cancer. Clin Nuel Med 13 : 866, 1988)

76

Lampiran 5.

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIKETAHUI OLEH


PENDERITA YANG MENDAPAT PENGOBATAN DENGAN
IODIUM RADIOAKTIF
Untuk mengobati penyakit anda, dokter telah menyarankan pengobatan dengan
iodium radioaktif. Pengobatan dengan iodium radioaktif telah dilakukan sejak
lebih dari lima puluh tahun yang lalu. Dari pengalaman selama ini terbukti bahwa
cara ini aman, mudah dilakukan, tidak invasif (tidak menyakiti penderita), serta
tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya baik bagi penderita itu sendiri
maupun bagi keturunanya. Ada dua jenis penyakit kelenjar tiroid (kelenjar
gondok) yang dapat dapat diobati dengan iodium radioaktif, yaitu penyakit
hipertiroidi (penyakit dengan fungsi kelenjar tiroid yang berlebihan) dan kanker
(kasinoma) kelenjar tiroid yang berdiferensiasi baik.
Walaupun pengobatan dengan iodium radioaktif aman, namun untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan, beberapa hal ini perlu diperhatikan :
1. Pengobatan dengan iodium radioaktif tidak boleh dilakukan pada ibu hamil
dan menyusui.
2. Paling kurang 6 (enam) bulan setelah mendapat pengobatan iodium radioaktif,
penderita atau isteri tidak boleh hamil, gunakanlah alat kontrasepsi selama
masa itu.
3. Setelah mendapatkan pengobatan dengan iodium radioaktif (diberikan dalam
bentuk larutan yang diminum) disarankan agar penderita tidak berada dekat
bayi, anak-anak, ibu hamil selama 2 atau 3 hari.
4. Apabila dosis iodium radioaktif yang diberikan cukup besar (biasanya pada
penderita kanker tiroid), maka penderita harus di rawat di kamar isolasi khusus
selama beberapa hari; selama dirawat di kamar isolasi penderita tidak boleh
menerima tamu sampai diijinkan.
5. Pada penderita hipetiroidi yang mendapat pengobatan dengan iodium
radioaktif, dalam jangka panjang mungkin terjadi hipotiroidi (sebaliknya dari
hipetiroidi; pada hipetiroidi kadar hormon tiroid sangat rendah atau tidak ada
sama sekali karena kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon lagi)
o Untuk mengetahui apakah penderita menjadi hipotiroidi, selain
dilakukan pemeriksaan fisik, perlu diperiksa pula kadar hormon tiroid
dan TSH secara berkala, biasanya 3-6 bulan
o Hipotiroidi diobati dengan minum hormon tiroid secara teratur setiap
hari; mengingat kelenjar tiroid tidak berfungsi lagi maka hormon tiroid
diminum seumur hidup.
6. Pengobatan kanker tiroid dengan iodium radioaktif dilakukan setelah operasi
seluruh kelenjar tiroid; tujuannya untuk menghilangkan sisa jaringan tiroid,
kanker yang tersisa, dan anak sebarnya. Untuk menghambat tumbuhnya
kembali kanker diberikan pula hormon tiroid dalam dosis supresi.
7. Keluhan yang dapat dirasakan penderita segera setelah mendapat pengobatan
dengan iodium radioaktif adalah rasa bengkak di leher, mual,dan mungkin
perasaan sesak (biasanya bila kanker tiroid menyebar ke paru); keluhankeluhan tersebut biasanya ringan dan akan hilang sendiri, serta jarang yang
memerlukan pengobatan khusus.

77

Anda mungkin juga menyukai