Anda di halaman 1dari 5

KEJAHATAN SEKSUAL

1. Pendahuluan
Pemeriksaan terhadap kejahatan seksual baik pada wanita maupun pada
pria, korban maupun tersangka adalah hal yang paling sulit pada kedokteran
forensik

(Knight, 1991).

Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran

forensik, faktor keterbatasan di dalam ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat
berperan, demikian halnya dengan faktor waktu serta faktor keaslian dari barang
bukti (korban), maupun faktor-faktor dari si pelaku kejahatan seksual itu sendiri
(Idries, 1997).
Kejahatan seksual bisa dibagi menjadi perkosaan dan hubungan seksual
yang tidak wajar. Hubungan seksual yang tidak wajar adalah yang tidak biasa
dilakukan baik terhadap wanita, pria, atau hewan. Hubungsn seksual mencakup
koitus (genital intercourse), hubungan anal (anal intercourse), atau hubungan
buccal (buccal intercourse). Yang termasuk ke dalam hubungan seksual tidak
wajar adalah incest, sodomi, lesbianisme/homoseksualisme, bestialitas, dan koitus
buccal (Chadha, 1995).

2. Pembahasan
Aturan hukum dari kejahatan seksual berbeda-beda ntara satu tempat dengan
tempat lainnya, namun klasifikasi kejahatan seksual relatif standar.
2.1. Pemerkosaan
Merupakan kejahatan seksual yang paling serius, dan pelakunya dapat dihukum
mati di beberapa negara (Knight, 1991). Aspek hukum perkosaan di Indonesia
diatur dalam pasal 285 KUHP ynag berbunyi : Barang siapa dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia di
luar perkawinan pidana penjara paling lama dua belas tahun (Idries, 1997).
Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka perkosaan dapat didefinisikan sebagai
persetubuhan secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap
seorang wanita yang dilakukan di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori
kekerasan di sini adalah sesuai dengan pasal 89 KUHP : Membuat orang pingsan
atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan, dan pasal 286
KUHP : Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan,
padahal diketahui, bahwa perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Jadi terdapat syarat-syarat yang menentukan adanya kasus perkosaan, yaitu:
korban bukan isteri pelaku, si perempuan dipaksa untuk melakukan persetubuhan
dengan pelaku, dan karena adanya penolakan dari si perempuan serta ia
melakukan perlawanan, maka untuk mencapai tujuannya pelaku menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan (Hamdani, 1992).

2.2. Persetubuhan
Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam
vagina, penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan degnan atau tanpa
disetai ejakulasi. Persetubuhan sendiri dapat dibagi dua persetubuhan di dalam
perkawinan dan persetubuhan di luar perkawinan (Idries,1997).

Cairan semen

akan mengisi saluran vagina pada saat terjadi ejakulasi sewaktu persetubuhan;
ditemukannya

spermatozoa dalam apusanvagina membuktikan terjadinya

hubungan seksual (McLay, 1989).


Persetubuhan di dalam perkawinan yang merupakan kejahatan seperti yang
dimaksud oleh pasal 288 yaitu:
(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan
belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat dijatuhkan pidana penjara
paling lama delan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua bleas
tahun.

2.3. Perbuatan cabul


Menurut kategori delik, bila pada sebuah kasus kejahatan seksual sesuai pasal 285
KUHP tetapi persetubuhan tak dapat dibuktikan, maka delik dapat ditinjau
melalui pasal 289 KUHP : barang siapa dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan atau membiarkan dilakukan


perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan menyerang kehormatan
kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembiilan tahun. Di dalam KUHP
tidak diberikan batasan persetubuhan, tetapi KUHP membedakan persetubuhan
dan perbuatan cabul. Bila persetubuhan tidak dapat dibuktikan digunakan istilah
perbuatan cabul sebagai pengganti (Hamdani, 1992).

Perbutan cabul adalah

segala perbuatan untuk membangkitakn nafsu birahi atau nafsu seksual (hamdani,
1992).
Hukuman perbuatan cabul menjadi lebih ringan yaitu tujuh tahun jika perbuatan
cabul dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, atau tidak berdaya, berumur
dibawah lima belas tahun atau belum pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan
(pasal 290 KUHP) diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun. Barangsiapa
melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin (pasal
290(2) KUHP).

2.4. Pelecehan seksual


2.5. Incest
Merupakan kasus hubungan seksual antara keluarga dekat yang sudah pernah
terjadi sejak jaman dahulu kala. Pada beberapa negara, khususnya pada zaman
dulu bukan termasuk kejahatan seksual melainkan perilaku seksual yang normal.
Contohnya, seorang ayah yang melakukan hubungan seksual dengan anak

gadisnya yang menginjak remaja pada saat istrinya sedang pada trisemester akhir
dari kehamilan atau pada masa nifas. Hukum di Inggris mengizinkan pernikahan
atau hubungan seksual antara seorang pria dengan ibunya, anak perempuannya,
cucu perempuannya, saudara perempuannya atau saudara perempuan dari salah
satu pihak keluarga dan keturunan dari garis keluarga laki-laki.
Hukum di Indonesia mengenai incest sendiri diatur dalam KUHP pasal 294 (1) :
Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa pemeliharaannya,
pendidikannnya dan penjagaannya diserahkan keadanya ataupun dengan
bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa ,diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.

2.6.

Anda mungkin juga menyukai