Anda di halaman 1dari 25

7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TRACTUS URINARIUS

Yang dimaksud dengan tractus urinarius adalah suatu sistem yang

memproduki, mengumpulkan, dan membuang urin yang terdiri dari ginjal,

ureter vesika urinari, dan uretra (Bontrager, 2014).

Keterangan Gambar :
1. Ureteropelvic junction
2. Pelvic brim
3. Uretrovesical (VU) junction
4. Vesika urinari
5. Ureter kiri
6. Psoas mayor kiri
7. Ginjal kiri
8. Ginjal kanan
9. Ureter kanan
10. Psoas mayor kanan

Gambar 1. Anatomi Tractus Urinarius (Bontrager, 2014)

1. Ginjal

Ginjal biasa disebut juga dengan ren, kidney, terletak di belakang

rongga peritoneum dan berhubungan dengan dinding belakang dari

rongga abdomen, dibungkus lapisan lemak yang tebal. Ginjal terdiri dari

dua buah yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Ginjal kanan lebih rendah

dari ginjal kiri, hal ini karena adanya tekanan dari hati. Letak ginjal

7
8

setinggi lumbal I, sedangkan letak dari ginjal kiri setinggi thorakal XI

dan XII. Bentuknya seperti biji kacang tanah dan margo lateralnya

berbentuk konveks dan margo medialnya berbentuk konkav.

Panjangnya sekitar 4,5 inchi (11,25 cm), lebarnya 3 inchi (7,5 cm), dan

tebalnya 1,25 inchi (3,75 cm). Bagian luar dari ginjal tersebut dengan

substansia kortikal sedangkan bagian dalamnya disebut substansia

medularis dan dibungkus oleh lapisan yang tipis dari jaringan fibrosa.

Nefron merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari

glomerulus, tubulus proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan

tubulus urinarius (papilla vateri). Pada setiap ginjal diperkirakan ada

1.000.000 nefron, yang dapat menyaring darah 170 liter selama 24 jam.

Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-

lubang yang terdapat pada pyramid renal masing-masing membentuk

simpul dan kapiler suatu badan malphigi yang disebut glomerulus.

Pembuluh afferent bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis

yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior (Syaifuddin,

2009).

Fungsi ginjal antara lain :

a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau

racun.

b. Mempertahankan keseimbangan cairan

c. Mempertahankan keseimbangan keseimbangan kadar asam dan basa

cairan tubuh
9

d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain

dalam tubuh

e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari ureum,

kreatinin, dan amoniak (Syaifuddin, 2009).

Keterangan Gambar :
1. Vena arcutea
2. Arteri loburalis
3. Vena interlobularis
4. Cortex
5. Arteri interlobularis renis
6. Vena interlobularis renis
7. Arteri renalis
8. Vena renalis
9. Kaliks mayor
10. Pelvis renalis
11. Kaliks minor
12. Ureter
13. Arteri arcutea
14. Papila piramidalis
15. Column reneles
16. Capsula Adiposa Renis
Gambar 2. Ginjal (Syarifuddin, 2009)

2. Ureter

Ureter adalah bagian lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya

antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai

1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang

berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran

hilum ginjal, letaknya menurun dari ginjal sepanjang bagian belakang dari

rongga peritoneum di depan dari muskulus psoas dan prosesus tranversus

dari vertebra lumbal dan berjalan menuju ke dalam pelvis dengan arah oblik
10

yang bermuara ke kandung kemih melalui bagian posterior lateral. Pada

ureter terdapat daerah penyempitan anatomis, yaitu :

a. Ureteropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal

pelvis sampai bagian ureter yang mengecil

b. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah

arteri iliaka

c. Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika

urinaria (kandung kemih).

Ureter berfungsi untuk menyalurkan urin dari ginjal ke kandung

kemih. Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang

dieksresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran melalui

osteum renalis masuk ke dalam kandung kemih. (Syarifuddin, 2009).

3. Vesika Urinari

Vesika urinari, sering disebut kandung kemih atau buli-buli yang

merupakan tempat untuk menampung urin yang berasal dari ginjal melalui

ureter yang selanjutnya diteruskan ke uretra melaui mekanisme sphincter.

Vesika urinari dapat mengembang mengempis seperti balon karet, terletak

dibelakang symphisis pubis di dalam rongga panggul. Bentuk kandung

kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan

dengan ligamentum vesika umbikalis medium (Syarifuddin, 2009).


11

Keterangan Gambar :
1. Uretra
2. Peritoneum parietal
3. Ureter
4. Trigone
5. Orificium urethra externum
6. Neck vesika urinari
7. Sphincter urethra interna
8. Prostate
9. Musculus destusor of urinae

Gambar 3. Kandung Kemih (Syarifuddin, 2009)

4. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung

kemih yang berfungsi menyalurkan urin keluar. Panjang uretra pada pria

sekitar 20 cm dan terdiri dari uretra pars prostatika yaitu saluran yang

terlebar dengan lebarnya 3 cm, uretra pars membranosa yaitu saluran yang

paling pendek dan dangkal dengan panjang 2,5 cm di bawah simfisis pubis

dilapisi oleh jaringan sfingter uretra membranesea, dan uretra pars

kavernosa saluran terpanjang dengan panjang sekitar 15 cm.

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis sedikit miring

ke arah atas yang panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari

tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari

vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Uretra pada wanita

letak muaranya yaitu di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina),

uretra pada wanita hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi. Apabila tidak
12

berdilatasi diameternya 6 cm. Uretra ini menembus fasia diafragma

urogenitalis dan orifisisum eksterna langsung di depan permukaan vagina

2,5 cm di belakang gland klitoris. Glandula uretra bermuara ke uretra, yang

terbesar diantaranya adalah glandula pars uretralis (skene) yang bermuara

ke dalam orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi

(Syarifuddin, 2009).

B. Patologi Hidronefrosis

Hydronephrosis merupakan pembesaran ginjal karena tertahannya

urin. Hal ini disebabkan adanya penyumbatan urin atau obstruksi.

Penyumbatan ini terjadi karena adanya tumor, batu ginjal, infeksi saluran

kencing yang parah atau kelainan struktur kongenital (Bontrager, 2014).

Penyebab hidronefrosis yang paling sering terjadi yaitu :

1. Kongential : atresia uretra, pembentukan katup di ureter atau uretra,

kelainan arteri ginjal yang menekan ureter, ptosis ginjal disertai torsi,

atau torsi ureter.

2. Adanya :

a. Benda asing : batu, papilla yang nekrotik.

b. Tumor : hipertrofi prostat benigna (BPH), karsinoma prostat, tumor

kandung kemih (papiloma dan karsinoma), penyakit

keganasanyang berdekatatan (limfoma retroperitoneal, karsinoma

serviks, atau uterus).

c. Radang : prostatitis, ureteritis, fibrosis retroperitoneal.


13

d. Neurogenik : jejas pada medulla spinalis yang disertai dengan

kelumpuhan kandung kemih.

e. Hamil normal : ringan dan reversibel

Hidronefrosis bilateral terjadi hanya bila obstruksi dibawah kedua

ureter. Jika hambatan pada ureter atau diatasnya maka lesinya unilateral.

Kadang-kadang terjadi penyumbatan sempurna, sehingga tidak ada urin

yang dapat lewat; biasanya hanya parsial (Kumar, Robbins, 2007)

C. Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan IVU

Pemeriksaan Urografi Intravena menurut Bontrager (2014) dilakukan pada

indikasi-indikasi sebagai berikut :

1. Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)

2. Batu pada vesika urinari

3. Tumor pada vesika urinari

4. Kelainan kongenital

5. Duplikasi ureter dan renal pelvis

6. Ektopik ginjal

7. Horseshoe kidney

8. Malrotasi ginjal

9. Peradangan

10. Polycystic kidney disease (PKD)

11. Karsinoma ginjal

12. Hidronefrosis
14

13. Obstruksi ginjal

Meskipun media kontras saat ini dianggap relatif aman, radiografer

harus tetap ekstra berhati-hati dalam memperhatikan riwayat pasien. Dari

melihat riwayat pasien, radiografer menentukan apakah pemeriksaan IVU

dapat dilakukan atau tidak. Kontraindikasi utama tidak dilakukannya

pemeriksaan IVU adalah sebagai berikut :

1. Hipersensitive terhadap media kontras

2. Anuria atau tidak keluarnya urin

3. Multiple myeloma

4. Diabetes melitus

5. Penyakit jantung dan sakit ginjal

6. Gagal ginjal

7. Pheochromocytoma

8. Anemia sel

9. Pasien yang menggunakan obat metmorfin (penurun gula darah)

10. Gagal ginjal, akut maupun kronis

D. Pediatrik

Menurut Bontrager (2014) Pasien pediatrik memiliki fisiologi yang

sensitif dari perubahan pola makan, asupan cairan, dan penambahan kontras

media iodium. Oleh karena itu, persiapan pasien untuk pemeriksaan urografi

intravena pada pediatrik harus diamati dengan baik. Membatasi cairan untuk

waktu yang lama sebelum prosedur yang dilakukan dapat menyebabkan


15

dehidrasi yang parah, yang bisa menyebabkan resiko tambahan dari media

kontras.

Pemeriksaan Urografi Intravena asien anak harus dijadwalkan pada

pagi hari, sehingga pasien pediatrik melakukan diet normal. Selanjutnya,

radiografer selalu mengamati pasien saat dilakukannya pemeriksaan.

Kategori umur anak menurut DEPKES RI (2009) dikategorikan

dari masa balita yang umurnya 0 sampai 5 tahun dan masa kanak-kanak

yang umurnya 5 sampai 11 tahun.

Tabel 1. Kategori Umur Anak (DEPKES RI, 2009).


KATEGORI UMUR

Masa Balita 0 – 5 Tahun

Masa Kanak-kanak 5 – 11 Tahun

E. Prosedur Pemeriksaan IVU

1. Persiapan alat dan bahan

Dalam pemeriksaan Urografi Intravena (IVU) pediatrik, alat dan

bahan yang diperlukan menurut Bontrager (2014) adalah sebagai

berikut :

a. Alat Steril

1. Spuit ukuran 20 cc dan 50 cc

2. Butterfly needle ukuran 18, 20, dan 22 G

3. Needle untuk mengambil Media Kontras

4. Turniket
16

5. Handscoon

6. Masker

7. Alcohol swaps

8. Plester

b. Alat Non Steril

1. Pesawat X-Ray

2. Kaset dan film

3. Marker

4. Grid

5. Pengatur waktu

6. Tensimeter

7. Baju pasien

8. Tabung oksigen

c. Bahan

1. Media kontras

2. Computed Radiography (CR)

Computer Radiografi (CR) menggunakan photostimulable

phosphor sebagai Image Receptor (IR). IR ini seperti kaset pada film

screen konvensional. CR memanfaatkan penyerapan radiasi dan

menangkap elektron pada tingkatan energi tertentu melalui proses

pendaran photostimulable.

Plate CR memiliki lapisan tipis dari butiran phosphor yang

disebut photostimulable phosphor. Plate CR ini saat terekspose radiasi


17

Sinar-X akan menarik fosfor dan elektron dan disimpan yang kemudian

dikonversikan dari Analog ke Digital.

Computed Radiography menghasilkan citra yang bagus dan

dengan resolusi kontras yang meningkat dan dosis radiasi pasien akan

berkurang menjadi lebih rendah.

Gambar 4. Transisi Workload Process pada Computed


Radiography (Bushong, 2017)
Pada Computed Radiography menggunakan Imaging Plate yang

dapat digunakan kembali secara berulang dan tidak perlu melakukan

reload seperti film screen konvensional (Bushong, 2017)

3. Media Kontras

Media kontras merupakan bahan yang digunakan untuk

menampakkan struktur gambar organ secara radiologi, saat pembuatan

radiografi polos struktur tersebut sulit dibedakan dengan struktur sekitarnya

karena memiliki nilai densitas yang relatif sama. Jenis media kontras yang

sering digunakan pada pemeriksaan traktus urinarius adalah kontras


18

posistif. Kontras positif yaitu bahan kontras yang memiliki nomor atom dan

kerapatan yang tinggi sehingga gambaran yang dihasilkan tampak lebih

opaque. Berdasarkan kelarutannya, bahan kontras positif untuk

pemeriksaan traktus urinarius adalah jenis water soluble yang mengandung

senyawa iodium organic (Bontrager, 2014).

Tabel 2. Unsur Media Kontras Berbahan Iodin , kelas, dan maksimum


g-iodine-ml (Contrast Media, 2014)

Pada pemeriksaan Urografi Intravena anak, media kontras yang

digunakan adalah non ionic, Karena reaksi alergi yang ditimbulkan relatif

kecil dan aman bagi anak (Bontrager, 2014).


19

Gambar 5. Stuktur Iopamidol (Thomsen, 2014)


Iopamidol merupakan media kontras non ionik yang memiliki

struktur molekul monomer dengan kandungan iodine 3/1 Iodine/mol dengan

maksimal konsentrasi 370 g-Iodine/ml (Thomsen, 2014).

Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media kontras dan

pengaruhnya adalah sebagai berikut:

Vikositas atau kekentalan dan konsentrasi suatu larutan media

kontras dapat memperburuk efek sitotoksik dan vasoaktif dari media kontras

dan juga dapat menyebabkan potofisiologi sendiri. Vikositas yang tinggi

dapat mengurangi filtrasi dari glomerulus dan oksigenasi medula serta

menghambat aliran urin dan menyebabkan retensi ginjal oleh media kontras

(Seelinger, 2012).

Osmolaritas adalah suatu konsentrasi molekul yang tersusun dari

jumlah atom iodine larutan dan jumlah partikel larutan. Suatu jenis larutan

terdiri dari tiga jenis larutan yaitu Non-Ionic Iso-Osmolar Contrast Media
20

(IOCM), Non-Ionic Low-Osmolar Contrast Media (LOCM), dan Ionic

High-Osmolar Contrast Media (HOCM) (Thomsen, 2014).

Blood brain barrier atau protein binding yaitu sifat famakokinetik

dari suatu larutan media kontras yang mengikat suatu bahan terhadap

jaringan atau sel tubuh. Semakin tinggi protein binding larutan media

kontras maka dapat menyebabkan efek kemotoksis (Morcos, 2002).

Lipophylisity atau sifat kelarutan bahan kontras dalam larutan

organik seperti lemak (lipid). Semakin rendah lipophysity larutan media

kontras maka dapat mengurangi efek biologis (Thomsen, 2014).

Tabel 3. Dosis berdasarkan berat badan, usia dengan pengaturan


faktor eksposi kV yang disesuaikan konsentrasi media kontras berbahan
iodium (Sorantin, 2013).
UMUR PASIEN KONSENTRASI DOSIS MEDIA

IODIUM (mg/ml) KONTRAS (ml/kg)

Kurang dari 1 tahun 150-200 2,5

Diantara 1 dan 2 200-250 2,0

tahun

Lebih dari 2 tahun 250-300 1,5

Lebih dari 6 tahun 300-350 1-1,5

Teknik pemasukan media kontras menurut (Bontrager, 2014) dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu :

1) Secara Bolus
21

Yaitu penyuntikan yang dilakukan secara langsung kedalam

intravena dengan menggunakan spuit dan wing needle.

Kecepatan dalam mendorong spuit pada saat penyuntikkkan

dapat diatur melalui :

a) Ukuran jarum suntik

b) Jumlah media kontras yang disuntikkan

c) Perbandingan media kontras yang digunakan

d) Kestabilan vena

e) Kekuatan seseorang dalam mendorong spuit

2) Secara Drip Infus

Metode drip infus dilakukan pada pernggunaan media

kontras dengan jumlahnya banyak dan waktu pemasukannya

memerlukan waktu yang cukup lama. Metode ini biasanya

digunakan ketika drip infus telah terpasang pada tubuh pasien.

Adapun Peralatan yang dipakai dalam proses penyuntikan

adalah sebagai berikut :

Alat Steril yang digunakan yaitu Alkohol 70%,

Betadine, Wing needle, Spuit sekali pakai, Kapas

beralkohol, Handscoon, Media kontras.

Alat Non Steril yang digunakan yaitu Turniket dan

Plester.
22

3) Test Sensitifitas

Test sensitifitas menurut Rasad (2015) adalah test yang

dilakukan dengan memasukkan media kontras ke tubuh pasien yang

bertujuan untuk melihat reaksi atau kerentanan terhadap media

kontras. Test sensitifitas ini dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

a) Skin Test

Yaitu dengan memasukkan media kontras beberapa cc

dibawah kulit secara intra kutan kemudian ditunggu beberapa menit,

apabila timbul benjolan merah pada daerah yang disuntik maka

pasien tersebut alergi terhadap media kontras. Untuk pasien

ruangan, skin test dilakukan dengan cara memoleskan yodium di

permukaan kulit, ditutup kain kassa dan diplester.

b) Test Langsung

Yaitu memasukkan media kontras sebanyak 2 cc melalui

intra vena pasien, apabila pasien yang tidak tahan terhadap media

kontras tersebut maka kemungkinan terjadi reaksi minor dan mayor.

Reaksi minor ditandai dengan gejala-gejala seperti : mual, gatal,

mata menjadi merah, sesak nafas, muka menjadi sembab. Reaksi

mayor dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti : kolaps

pembuluh darah tepi, kejang, dan denyut jantung terhenti. Keadaan

ini diikuti dengan badan terasa dingin.


23

F. Persiapan Pasien

Tahapan persiapan yang harus dilakukan pada pasien pediatrik

antara lain sebagai berikut :

1. Pasien boleh minum, jangan sampai dehidrasi

2. Pasien mengkonsumsi makanan tidak berserat terakhir 4 jam sebelum

pemeriksaan dilakukan

3. Tidak dilakukan urus-urus untuk pasien pediatrik

(Bontrager, 2014)

G. Teknik Pemeriksaan

Pada pemeriksaan urografi intravena pada anak menurut Bontrager

(2014) yaitu Radiograf yang diambil adalah foto polos abdomen (BNO),

untuk fase injeksi media kontras diambil 5 menit saat awal penyuntikan

media kontras dengan posisi antero posterior serta 15 menit dengan posisi

tidur terlentang atau tengkurap serta fase lanjutan tergantung dari penyakit

dari pasien.

1. Foto polos abdomen

Tujuan pemotretan adalah untuk melihat persiapan dari penderita,

apakah sudah bebas dari udara dan fekal. Kelainan awal pada organ

saluran kemih menentukan faktor eksposi dan pengambilan radiograf

selanjutnya.
24

Gambar 6. Foto Polos Abdomen Bayi (Bontrager, 2014)


Teknik pemotretan untuk pemeriksaan foto polos abdomen

sebagai berikut:

a) Posisi Pasien : Pasien supine atau tidur

terlentang di atas meja

pemeriksaan, tangan berada

disamping tubuh.

b) Posisi Obyek : MSP tepat di garis tengah meja

pemeriksaan. Tidak ada rotasi

pelvis.

c) Arah Sumbu Sinar : Tegak lurus pada meja

pemeriksaan atau pada kaset.

d) Titik Bidik : 1 inchi (2,5 cm) diatas umbilicus

e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : Lihat saat bernafas, ketika perut

diam lakukan eksposi


25

Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan ini antara

lain :

1) Posisikan tabung sinar-X, kaset, dan faktor eksposi

sebelum memposisikan pasien.

2) Pandangan radiografer terhadap pasien tidak boleh

terhalang.

Gambar 7. Radiograf Foto Polos Abdomen (Bontrager, 2014)


g) Kriteria radiograf : PSOAS mayor terlihat dan gas mengisi

lambung dan usus halus. Vertebra terletak

pada pertengahan film, tidak terjadi

pergerakan pada pelvis dan hip.


2. Foto Anterior Posterio 5 menit saat injeksi media kontras

Tujuan dari pemotretan ini adalah untuk melihat fungsi ginjal

serta untuk melihat pengisisan media kontras pada pelvikokalises.

Teknik pemotretannya sebagai berikut :


26

Gambar 8. Foto AP saat injeksi 5 menit media kontras (Bontrager,


2014)
a) Posisi Pasien : Pasien supine atau tidur terlentang

di atas meja pemeriksaan, tangan

berada disamping tubuh.

b) Posisi Obyek : MSP tepat di garis tengah meja

pemeriksaan. Tidak ada rotasi

pelvis.

c) Arah Sumbu Sinar : Tegak lurus pada meja

pemeriksaan atau pada kaset.

d) Titik Bidik : 1 inchi (2,5 cm) diatas umbilicus

e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : Lihat saat bernafas, ketika perut

diam lakukan eksposi


27

Gambar 9. Radiograf 5 menit saat injeksi media kontras


(Bontrager,2014)

g) Kriteria radiograf : PSOAS terlihat dan gas mengisi lambung

serta usus halus. Vertebra terletak pada

pertengahan film, tidak terjadi pergerakan

pada pelvis, hip serta terdapat media

kontras yang mengisi pelvikokalises.

3. Foto 15 menit post injeksi media kontras

Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian kandung kemih serta

melihat sisa media kontras pada ureter.


28

Gambar 10. Foto AP 15 menit post injeksi media kontras


(Bontrager,2014)
a) Posisi Pasien : Pasien supine atau tidur terlentang

di atas meja pemeriksaan, tangan

berada disamping tubuh.

b) Posisi Obyek : MSP tepat di garis tengah meja

pemeriksaan. Tidak ada rotasi

pelvis.

c) Arah Sumbu Sinar : Tegak lurus pada meja

pemeriksaan atau pada kaset.

d) Titik Bidik : 1 inchi (2,5 cm) diatas umbilicus


e) FFD : 100 cm

f) Eksposi : Lihat saat bernafas, ketika perut diam

lakukan eksposi
29

Gambar 11. Radiograf 15 menit post injeksi media kontras


(Bontrager, 2014)

g) Kriteria radiograf : PSOAS mayor terlihat dan gas mengisi

lambung serta usus halus, tidak terjadi

pergerakan pada pelvis, hip serta serta

media kontras mengisi kandung kemih dan

terdapat sisa di ureter.


.
30

H. Pertanyaan Penelitian

1. Apa tujuan dilakukan IVU pada pasien pediatrik dengan kasus

hidronefrosis?

2. Bagaimana persiapan pasien yang dilakukan saat pemeriksaan IVU pada

pediatrik?

3. Bagaimana waktu puasa khusus untuk pemeriksaan IVU pada pediatrik?

4. Bagaimana persiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk

pemeriksaan IVU pada pasien pediatrik?

5. Bagaimana teknik yang dilakukan untuk pemeriksaan pasien pada

pediatrik?

6. Gambaran apa yang diinginkan pada pemeriksaan IVU pada pasien

pediatrik?

7. Test sensitifitas apa yang dilakukan pada pemeriksaan IVU pada

pediatrik di RSUD RAA Soewondo Pati?

8. Berapa media kontras yang digunakan dalam pemeriksaan IVU pada

pediatrik di RSUD RAA Soewondo Pati?

9. Mengapa pemeriksaan IVU Pediatrik menggunakan media kontras

dengan dosis 1½ ml/kg di Instalasi Radiologi RSUD RAA Soewondo

Pati?

10. Mengapa pemeriksaan IVU Pediatrik menggunakan media kontras

dengan konsentrasi 370 mg/ml di Instalasi Radiologi RSUD RAA

Soewondo Pati?
31

11. Apakah dengan dosis media kontras 1½ ml/kg sudah dapat memberikan

informasi atau penunjang diagnosa pada pemeriksaan IVU pada

pediatrik dengan kasus hidronefrosis?

12. Apakah manfaat dari pemberian media kontras tersebut pada

pemeriksaan IVU pediatrik?

13. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan IVU pada

pedatrik?

Anda mungkin juga menyukai