Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

STENOSIS URETER
A. Konsep Stenosis Ureter
1. Definisi
Stenosis ureter adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan
parut dan kontraksi (C. Smeltzer, Suzanne. 2012). Stenosis uretra adalah
penyempitan atau penyumbatan dari lumen uretra sebagai akibat dari pembentukan
jaringan fibrotik (jaringan parut pada uretra dan atau pada daerah peri uretra).
(Nursalam, 2010). Striktur uretra adalah suatu kondisi penyempitan lumen uretra.
Striktur uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran
berkemih yang kecil sampai tidak dapat mengeluarkan urin keluar dari tubuh.
(Muttaqin, Arif. 2012). Jadi stenosis uretra adalah kondisi yang terjadi pada
saluran uretra yang mengalami penyempitan akibat dapat mengganggu proses
berkemih sehingga aliran berkemih akan mengecil ataupun tidak dapat berkemih.

Stenosis uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang


disebabkan karena jaringan uretra digantikan oleh jaringan ikat, disebabkan
penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan kontraksi. Striktur
uretra lebih sering terjadi pada pria daripada wanita terutama karena perbedaan
panjang uretranya (C. Smeltzer, Suzanne. 2010). Stenosis uretra adalah
berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang disebabkan oleh jaringan uretra
diganti jaringan ikat yang kemudian mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra
mengecil. Faktor-faktor yang mempengararuhi timbulnya masalah :

a. Infeksi

b. Trauma internal maupun eksternal pada uretrha

c. Kelainan bawaan dari lahir

2. Anatomi Dan Fisiologi

Tractus Urinarius atau disebut sistem urinaria merupakan suatu sistem


dimana terjadi proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang
masih digunakan oleh tubuh. Sistem kemih / urinary system terdiri dari dua
ginjal, dua ureter, kandung kemih / vesica urinaria dan saluran urethra
(Bontrager, 2010).
Keterangan :
1. kelenjar suprarenal
2. ginjal
3. ureter
4. vesica urinaria / kandung
kemih
5. uretra

Gambar 2.1. Anatomi Tractus Urinarius (Bontrager, 2010)

a. Ginjal

Ginjal biasanya disebut juga ren atau kidney. Organ ini terletak secara
retroperitoneal dan di antara otot – otot punggung dan peritoneum rongga
abdomen atas. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian kanan dan bagian kiri.
Berbentuk seperti kacang, pada margo lateral berbentuk conveks sedangkan
pada margo medial berbentuk konkaf (Syaifuddin, 2006).
Setiap ginjal mempunyai kelenjar adrenal pada bagian atasnya. Ginjal kiri
letaknya lebih tinggi daripada ginjal kanan dikarenakan adanya hepar pada sisi
kanan tubuh. Ginjal kiri biasanya berada 1 cm superior ginjal kanan. Tepi atas
ginjal kiri berada setinggi interspacecolumna vertebra thorakal 11-12. Tepi
bawah ginjal kanan berada setinggi tepi atas columna vertebra lumbal 3.
Ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan, dan pada umumnya ginjal laki –
laki lebih panjang dari ginjal perempuan. Berat ginjal pada orang dewasa
sangat ringan, yaitu ± 150 gram. Adapun ukuran ginjal yaitu panjang: 4-5
inchi (10-12 cm); lebar: 2-3 inchi (5-7 cm); tebal: 1 inchi (5 cm).

Keterangan :
1. kaliks minor
2. kaliks mayor
3. papilla ginjal
4. korteks ginjal
5. pelvis ginjal
6. medulla
7. pyramid ginjal
8. kapsula ginjal
9. ureter
10. nefron

Gambar 2.2. Anatomi ginjal (Guyton, 2016)


Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang
mempunyai percabangan arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri
dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada
di tepi ginjal bercabang manjadi arteriole aferen glomerulus yang
masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang kemudian
menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior (Barry, 2011).

Keterangan :
1. arteri dan vena arcuata
2. interlobular arteri dan
vena
3. segmental arteri
4. vena renalis
5. arteri renalis
6. interlobar arteri dan vena
7. vena arcuata
8. arteri arcuate
9. arteriole afferent
10. juxta-glomerular
aparatus
11. arteriole effferen
12. glomerulus
13. kapsula bowman
14. tubulus proksimal
15. tubulus distal
16. kapiler peritubular
17. lengkung henle
18. tubulus pengumpul
kortikal
19. ductus pengumpul
Gambar 2.3. Vaskularisasi pada ginjal (Guyton, 2016)

b. Ureter

Ureter merupakan dua saluran yang membawa urinedari ginjal ke kandung


kemih (vesika urinaria) dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm. Memiliki
dinding yang tebal dan saluran yang sempit, yang berlanjut dengan pelvis ginjal
dan terbuka ke dasar kandung kemih. Terdapat tiga tempat penyempitan pada
ureter yaitu : (a) pada sambungan dengan pelvis ginjal; (b) tempat ureter yang
melewati tepi pelvis yang lebih kecil; (c) di titik ureter melewati kandung kemih.
Bagian menyempit ini dapat menjadi tempat penimbunan kalkulus ureterik (batu)
(Watson, 2002).
Gambar 2.4. Anatomi ureter dan tiga penyempitannya (Bontrager, 2010)

Keterangan :
1. ginjal
2. muskulus psoas mayor
3. ureter
4. vesica urinaria
(1) ureteropelvis junction
(2) pelvic brim
(3) ureterovesical junction

Ureter memiliki diameter sekitar 1 mm - 10 mm. Letaknya menurun


dari ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan
dari muskulus psoas dan processus transversus dari vertebrae lumbal dan
berjalan menuju ke bawah dan belakang serta di depan dari sayap Os. sakral,
kemudian melengkung pada bagian anterior dan medial dan selanjutnya
masuk ke kandung kemih melalui bagian posterior lateral (Syaifuddin, 2006).
Vaskularisasi ureter dimulai arteri yang memberi suplai darah kepada ureter
sangat bervariasi dan bersumber pada arteria renalis, aorta abdominalis,
arteria ovarica / arteria testicularis, arteria iliaca interna, arteria uterina dan
arteria vesicalis. Arteri-arteri tersebut membentuk anastomose. Yang selalu
ada percabangan-percabangan dari arteria vesicalis inferios, yang selain
memberi vaskularisasi kepada ureter pars inferior, juga kepada trigonum
vesicae Lieutaudi. Pembuluh vena berjalan bersama-sama dengan arteri.

Inervasi ureter dimulai dari serabut-serabut saraf yang menuju ke ureter


berasal dari nervus thoracalis 10-13, nervus lumbalis 1 – nervus sacralis 4.
Saraf-saraf tersebut mencapai ureter melalui plexus renalis, plexus aorticus,
plexus hypogastricus superior dan plexus hypogastricus inferior. Ureter yang
mengalami distensi atau spasme dapat menimbulkan rasa nyeri yang berupa
kolik. Fungsi satu-satunya ureter adalah menyalurkan urine ke vesica
urinaria.
c. Vesica Urinaria (VU)

Vesica Urinaria (VU) atau kandung kemih adalah suatu organ yang
berfungsi untuk menampung urine. Pada laki–laki, organ ini terletak di belakang
symphisis pubis dan di depan rectum. Pada perempuan, organ ini terletak agak di
bawah uterus, di depan vagina. Saat kosong, berukuran kecil seperti buah kenari
dan terletak di pelvis. Sedangkan saat penuh berisi urine, tingginya dapat
mencapai umbilicus dan berbentuk seperti buah pir.

Gambar 2.5. Anatomi vesica urinaria (Sobotta, 2003)


Keterangan:
1. ligamen umbilical medianum 10. duktus deferen, duktus
ejakulasi
2. apex vesicae 11. utrikulus prostat
3. muskularis tunika 12. colliculus seminalis
4. mukosa tunika 13. sinus prostat
5. mukosa plicae 14. krista uretralis
6. trigonum vesical Lieutaudi 15. uvula vesicae
7. osteum uretra interna 16. plica interureterica
8. prostat 17. osteum ureteris
9. duktus prostatic
Arteria vesicalis superior dan arteri vesicalis inferior dipercabangkan
oleh arteria iliaca interna. VU bagian cranial di vaskularisasi oleh dua (2) atau
tiga (3) arteri vesicalis superior (cabang dari arteri umbilicalis). Sedangkan VU
bagian caudal dan cervix di vaskularisasi oleh arteri vesicalis inferior. Pada
wanita mendapatkan tambahan vaskularisasi dari arteri vaginalis. Pada bagian
fundus vesicae pada pria di vaskularisasi oleh arteri deferentialis dan pada
wanita oleh arteri vaginalis dan arteri vesicalis inferior. Sedangkan aliran vena
akan bermuara pada plexus venosus prostaticus dan vesicalis yang akan
bermuara pada vena hypogastrica.

d. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria


yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-
kira 13,7-16,2 cm yang terdiri dari uretra pars prostatika, uretra pars
membranosa, uretra pars spongiosa. Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-
6,2 cm. Sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan
vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi (Panahi, 2010).

Gambar 2.6. Anatomi vesica urinaria dan urethra


pada perempuandan laki-laki (Guyton, 2016)
Keterangan :
1. ureter 6. bukaan uretral eksternal
2. bukaan ureteric 7. kelenjar bulbouretral
3. sphincter internal 8. kelenjar prostat
4. diafragma urogenital 9. trigonum
5. uretra 10. muskulus detrusor

Pada wanita, vaskularisasi uretra dimulai dari pars cranialis mendapat


suplai darah dari arteria vesicalis inferior. Pars medialis mendapat suplai darah
dari cabang-cabang arteria vesicalis inferior dan arteria uterina. Sedangkan
pars caudalis mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang arteria pudenda
interna. Aliran darah venous dibawa menuju ke plexus venosus vesicalis dan
vena pudenda interna. Inervasi uretra dimulai dari pars cranialis urethrae
dipersarafi oleh cabang-cabang dari plexus nervosus vesicalis dan plexus
nervosus uterovaginalis. Pars caudalis dipersarafi oleh nervus pudendus. Pada
laki-laki, vaskularisasi uretra dimulai dari urethra pars prostatica mendapat
suplai darah terutama dari arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media.
Urethra pars membranacea diberi suplai darah oleh arteria bulbi penis. Urethra
pars spongiosa mendapat suplai darah dari arteria urethralis dan cabang-
cabang arteria dorsalis penis dan arteria profunda penis. Aliran darah venous
menuju ke plexus venosus prostaticus dan ke vena pudenda interna. Inervasi
uretra dimulai dari urethra pars prostatica menerima inervasi dari plexus
nervosus prostaticus. Urethra pars membranacea dipersarafi oleh nervus
cavernosus penis, dan pars spongiosa diinervasi oleh cabang-cabang dari
nervus pudendus.
3. Etiologi
Kongenital, uretritis gonore atau non gonore, ruptur uretra anterior atau
posterior secara iatrogenik maupun bukan. Pada wanita umumnya disebabkan
radang kronis. Biasanya wanita tersebut berusia di atas 40 tahun dengan sindrom
sistitis berulang (Mansjoer, Arif. 2010). Penyebab stenosis umumnya adalah
cedera uretral (akibat insersi peralatan bedah selama operasi transuretral, kateter
indwelling, atau prosedur sistoskopi), cedera akibat peregangan dan cedera yang
berhubungan dengan kecelakaan mobil, uretritis gonorheal yang tidak ditangani,
dan abnormalitas kongenital (Brunner & Suddarth. 2012).
Stenosis uretra dapat disebabkan oleh setiap radang kronik atau cedera.
Radang karena gonore merupakan penyebab penting tetapi radang lain yang
kebanyakan disebabkan penyakit kelamin lain. Kebanyakan striktur terletak
dipars membranasea walaupun juga terdapat di tempat lain, trauma internal
maupun eksternal pada uretra, kelainan bawaan (Nursalam. 2008). Penyebab
umum suatu penyempitan uretra adalah akibat traumatik atau iatrogenik.
Penyebab lainnya adalah inflamasi, proses keganasan, dan kelainan bawaan pada
uretra (Muttaqin, Arif. 2012).
Striktur uretra dapat terjadi pada:
1. Infeksi Merupakan faktor yang paling sering menimbulkan stenosis uretra,
seperti infeksi oleh kuman gonokokus yang menyebabkan uretritis
gonorrhoika atau non gonorrhoika telah menginfeksi uretra beberapa tahun
sebelumnya namun sekarang sudah jarang akibat pemakaian antibiotik,
kebanyakan striktur ini terletak di pars membranasea, walaupun juga
terdapat pada tempat lain; infeksi chlamidia sekarang merupakan penyebab
utama tapi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan individu yang
terinfeksi atau menggunakan kondom.1-3
2. Trauma Fraktur tulang pelvis yang mengenai uretra pars membranasea, trauma
tumpul pada selangkangan (straddle injuries) yang mengenai uretra pars
bulbosa, dapat terjadi pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset
dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda pria,
trauma langsung pada penis, instrumentasi transuretra yang kurang hati-hati
(iatrogenik) seperti pemasangan kateter yang kasar, fiksasi kateter yang
salah. 1-3
3. Iatrogenik
a. Operasi rekonstruksi dari kelainan kongenital seperti hipospadia, epispadia
b. Post operasi Beberapa operasi pada saluran kemih dapat menimbulkan
striktur uretra, seperti operasi prostat, operasi dengan alat endoskopi.
4. Tumor
5. Kelainan Kongenital,misalnya kongenital meatus stenosis, klep uretra posterior
Penyebab paling umum dari striktur uretra saat ini adalah traumatik atau
iatrogenik. Penyebab yang lebih jarang ditemui adalah peradangan atau
infeksi, keganasan, dan kongenital. Striktur akibat infeksi biasanya
merupakan gejala sekunder dari urethritis gonococcal, yang masih umum di
beberapa populasi berisiko tinggi. Penyebab yang paling penting adalah
idiopati, reseksi transurethral, kateterisasi uretra, fraktur panggul dan operasi
hipospadia. Penyebab iatrogenik keseluruhan (reseksi transurethral,
kateterisasi uretra, sistoskopi, prostatektomi, operasi brachytherapy dan
hipospadia) adalah 45,5% dari kasus striktur. Pada pasien yang lebih muda
dari 45 tahun penyebab utama adalah idiopati, operasi hipospadia dan fraktur
panggul. Pada pasien yang lebih tua dari 45 tahun penyebab utama adalah
reseksi transurethral dan idiopathy. Penyebab utama penyakit penyempitan
multifokal/ panurethral adalah kateterisasi uretra anterior, sedangkan fraktur
panggul adalah penyebab utama dari striktur uretra posterior (Sjamsuhidajat,
R. dan Wim de Jong, 2010).

4. Manifestasi Klinis
Sumbatan pada uretra dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat
menyebabkan imbibisi urin keluar kandung kemih atau uretra proksimal dari
striktur. Gejala yang khas adalah pancaran miksi kecil dan bercabang. Gejala yang
lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, kadang-kadang
dengan infiltrat, abses dan fistel. Gejala lanjut adalah retensio urin. (Mansjoer,
Arif. 2010). Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang dan gejala infeksi dan
retensi urinarius terjadi. Sriktur menyebabkan urin mengalir balik dan
mencetuskan sistitis, prostatitis, dan pielonefritis. Gejala dan tanda striktur
biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian timbul sindrom
lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada hipertrofia
prostat. Striktur akibat radang uretra sering agak luas dan mungkin multiple. (C.
Smeltzer, Suzanne. 2012). Keluhan: kesulitan dalam berkemih, harus mengejan,
pancaran mengecil, pancaran bercabang dan menetes sampai retensi urin.
Pembengkakan dan getah atau nanah di daerah perineum, skrotum dan terkadang
timbul bercak darah di celana dalam. Bila terjadi infeksi sistemik penderita febris,
warna urin bisa keruh (Nursalam, 2008).

1. Kekuatan pancaran dan jumlah urin berkurang


2. Gejala infeksi
3. Retensi urinarius
4. Adanya aliran balik dan mencetuskan sistitis, prostatitis dan pielonefritis
5. Frekuensi
6. Urgensi
7. Disuria
8. Kadang-kadang disertai dengan infiltrat, abses dan fistel
5. Klasifikasi
Menurut Basuki B. Purnomo (2000) Striktur Uretra dibagi menjadi
beberapa klasifikasi

1. Ringan: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen.

2. Sedang: oklusi 1/3 s.d 1/2 diameter lumen uretra.

3. Berat: oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen uretra. Ada derajat berat kadang
kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan
spongiofibrosis.

6. Patofisiologi
Pada keadaan kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat hingga sampai
pada suatu saat kemudian akan melemah, otot kandung kemih semula menebal
sehingga terjadi trabekulasi pada fase kompensasi. kemudian timbul sakulasi
(penonjolan mukosa masih di dalam otot) dan divertikel (menonjol ke luar) pada
fase dekompensasi. Pada fase ini akan timbul residu urin yang memudahkan
terjadinya infeksi. Tekanan di dalam kandung kemih yang tinggi akan
menyebabkan refluks sehingga urin masuk kembali ke ureter, bahkan sampai ke
ginjal. Infeksi dan refluks dapat menyebabkan pielonefritis akut atau kronik yang
kemudian menyebabkan gagal ginjal. (Mansjoer, Arif. 2000).

Lesi pada epitel uretra atau putusnya kontinuitas, baik oleh proses infeksi
maupun akibat trauma, akan menimbulkan terjadinya reaksi peradangan dan
fibroblastik. Iritasi dan urin pada uretra akan mengundang reaksi fibroblastik
yang berkelanjutan dan proses fibrosis makin menghebat sehingga terjadilah
penyempitan bahkan penyumbatan dari lumen uretra serta aliran urin mengalami
hambatan dengan segala akibatnya. Ekstravasasi urin pada uretra yang mengalami
lesi akan mengundang terjadinya peradangan periuretra yang dapat berkembang
menjadi abses periuretra dan terbentuk fistula uretrokutan (lokalisasi pada penis,
perineum dan atau skrotum). (Nursalam, 2008).

Stenosis uretra dapat diakibatkan dari proses peradangan, iskemik, atau


traumatik. Apabila terjadi iritasi uretra, maka akan terjadi proses penyembuhan
cara epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak
sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan terbentuknya jaringan parut
yang memberikan manifestasi hilangnya elastisitas dan memperkecil lumen
uretra. (Muttaqin, Arif. 2012).

8. Komplikasi

Obstruksi urethra yang lama akan menimbulkan stasis urine dan


menimbulkan berbagai komplikasi anatar laian:

1. Infeksi. (saluran kemih, prostat, ginjal)


2. Divcertikel urethra atau buli-buli.

3. Abses periurethra

4. Batu urethra

5. Fistel uretro-kutan

6. Karsinoma urethra

9. Prosedur Diagnostik

Analisis urin dan kultur untuk mencari adanya infeksi. Ureum dan kreatinin
darah untuk melihat fungsi ginjal. Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi
retrograd (untuk melihat uretra anterior) atau antegrad (untuk melihat uretra
posterior). Dapat pula dilakukan uroflowmetri dan uretroskopi. (Mansjoer, Arif
2010).

1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap


pelaksanaan pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan untuk mengetahui
adanya tanda-tanda infeksi melalui pemeriksaan urinalisis dan kultur urin.

1) Pemeriksaan urin, diindikasikan untuk semua pasien yang ada


gejala atau tanda gangguan ISK.Makroskopis:
- warna urin
- penampakan urin
- berat jenis urine
- tes kimiawi (pH, glukosa, protein, bakteri, leukosit)
2) Mikroskopis:
- bakteri
- leukosit
- erythrosit
- sel epitel
- kultur
b) Tes fungsi ginjal:
1) berat jenis urin
2) ureum
3) kreatinin
2. Radiology
a) BNO (foto polos abdomen)
Tujuan:
1) untuk mendeteksi batu radiopaque dalam saluran kemih.
2) untuk mengetahui kontur ginjal.
b) IVP (intra venous pyelography)
Tujuan:
1) untuk mengetahui fungsi kedua ginjal
2) untuk mengetahui letak obstruksi
3) untuk mengetahui indentasi prostat ke dalam buli-buli
4) dapat mendeteksi batu dan divertikel buli-buli.
c) RPG (retrograde pyelography)
1) untuk melihat keadaan pyelum ginjal dan ureter
2) kontras dimasukkan melalui kateter ureter
d) Urethro-cystography
1) kontras dimasukkan melalui urethtra
2) untuk mengetahui keadaan urethra dan buli-buli
3. Ultra Sonography (USG)
a) dapat mendeteksi batu pada saluran ginjal dan buli-buli
b) dapat mendeteksi kelainan pada ginjal dan buli-buli
c) dapat mengetahui pembesaran prostat
4. Cystoscopy
a) untuk melihat langsung keadaan atau kelainan dalam buli-buli
b) dapat dilakukan biopsi kelainan dalam buli-buli
5. CT-Scan

2. Uroflowmetri Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan


pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan
lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20
ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari
harga normal menandakan adanya obstruksi.

3. Radiologi Diagnosis pasti dibuat dengan uretrografi sehingga dapat melihat


letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan sistouretrografi yaitu
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd
dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat diketahui sehingga
penting untuk perencanaan terapi atau operasi (Muttaqin, Arif. 2012).

4. Anamesis yang lengkap

Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra mudah


ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi “veneral atau straddle injury” seperti
uretritis, trauma dengan kerusakan pada pinggul straddle injury, instrumentasi
pada urethra, pemasangan kateter, dan kelainan sejak lahir.

5. Inspeksi

Meatus, ekstermus yang sempit, pembengkakan serta fistula (e)


didaerah penis, skrotum, perineum dan suprapubik.

6. Palpasi

Teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan urethra, anterior pada


bagian ventral dari penis, muara fistula bila dipijat mengeluarkan getah /
nanah.

1. Colok dubur
2. Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akan ditemukan adanya hambatan
3. Untuk Kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan
uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana
kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian difoto sehingga
dapat terlihat seluruh saluran urethra dan buli-buli. dan dari foto tersebut
dapat ditentukan :
a. Lokalisasi striktur : Apakah terletak pada proksimal atau distal
dari sfingter sebab ini penting untuk tindakan operasi.
b. Besarnya kecilnya striktur
c. Panjangnya striktur
d. Jenis striktur
4. Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat ditunjang dengan
flowmetri
5. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG, (pada striktura
yang lama dapat terjadi perubahan sekunder pada kelenjar
prostat,/batu/perkapuran/abses prostat, Efididimis / fibrosis diefididimis.
10. Penatalaksanaan Medis

Pada pasien yang datang dengan retensio urin harus dilakukan sistostomi
kemudian baru dilakukan pemeriksaan uretrografi untuk mengetahui adanya
striktur uretra. Pada pasien dengan infiltrat urin atau abses dilakukan insisi,
sistostomi, baru kemudian dilakukan uretrografi. Bila panjang striktur uretra lebih
dari 2 cm atau terdapat fistula uretrokutan, atau residif, dapat dilakukan
urethroplasty. Bila panjang striktur kurang dari 2 cm dan tidak ada fistel maka
dilakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse. Untuk stenosis uretra anterior
dapat dilakukan otis uretrotomi. (Mansjoer, Arif.2010) Tidak ada terapi medis
untuk mengobati penyakit striktur uretra. Intervensi utama untuk mengatasi
masalah striktur uretra adalah dengan pembedahan.

Beberapa jenis pembedahan yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Pelebaran uretra, baik secara uretrotomi internal atau pemasangan stent uretra

2. Bedah rekonstruksi (Muttaqin, Arif. 2012). Penanganan dapat mencakup dilatasi


secara bertahap terhadap area yang menyempit (menggunakan logam yang kuat
atau bougies) atau secara bedah. Jika striktur menghambat pasase kateter, ahli
urologi menggunakan beberapafiliform bougies untuk membuka jalan. Ketika
salah satu bougie mampu mencapai kandung kemih, maka dilakukan fiksasi,
dan urin akan didrainase dari kandung kemih. Jalan yang telah terbuka tersebut
kemudian didilatasi dengan memasukkan alat pendilatasi yang mengikuti
filiform sebagai petunjuk. Setelah dilatasi, rendam duduk menggunakan air
panas dan analgesik non-narkotik diberikan untuk mengendalikan nyeri.
Medikasi antimikrobial diresepkan untuk beberapa hari setelah dilatasi untuk
mencegah infeksi. Eksisi bedah atau uretroplasti mungkin diperlukan untuk
kasus yang parah. Sistostomi suprapubis mungkin diperlukan untuk beberapa
pasien. Metode diversi urin yang jarang dilakukan adalah sistostomi suprapubis.
Kateter khusus biasanya dimasukkan ke kandung kemih melalui insisi dinding
abdomen bawah atau melalui pungsi dengan trokar. Umumnya, sistostomi
dilakukan pada pasien yang mengalami obstruksi pada bagian bawah kandung
kemih ( obstruksi prostatik ) yang menyebabkan kateter uretral tidak dapat
dimasukkan. Sistostomi dapat bersifat sementara ( sampai bedah korektif
dilakukan ) atau permanen. Pasien sistostomi memerlukan sejumlah besar
cairan untuk mencegah encrustacion (pengerasan) di sekitar kateter. Masalah
lain mencakup pembentukan batu kandung kemih, infeksi akut dan kronik, dan
masalah dalam pengumpulan urin. Saran dan bantuan ahli terapi enterostoma
diperlukan pasien dalam memilih kantong urin yang paling sesuai serta cara
pemakaiannya. (Brunner & Suddarth. 2012)

1. Tujuan Bila panjang striktur uretra lebih dari 2 cm atau terdapat fistula
uretrokutan atau residif, dapat dilakukan uretroplasty.

Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti


yaitu uretroplasti anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra
diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan di
sekitarnya) & uretroplasti subsitusi (mencangkok jaringan striktur yang
dibedah dengan jaringan mukosa bibir/ Buccal Mucosa Graft, jaringan
kelamin, atau jaringan preputium/ Vascularized preputial or genital skin
flaps)

2. Bila panjang striktur kurang dari 2 cm dan tidak ada fistel maka dapt
dilakukan bedah endoskopi dengan lat Sachse.

3. Untuk striktur uretra anterior dapat dilakukan otis uretrotomi.

Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision) teknik bedah


dengan derajat invasif yang minim, di mana dilakukan tindakan insisi pada
jaringan radang untuk membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan
menggunakan kamera fiberoptik di bawah pengaruh anastesi

4. Pada wanita dilakukan dilatasi, balon kateter (plastik atau metal) dimasukkan
ke dalam uretra untuk membuka daerah yang menyempit. Jika cara tersebut
gagal bisa dilakukan otis uretrotomi

5. Pemasangan stent

Stent adalah benda kecil, elastic yang dimasukkan pada daerah


striktur. Stent biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna.

B. Konsep Double-J Stent

1. Pengertian

Double–J stent merupakan alat untuk mempermudah aliran urin dari ginjal
ke kandung kemih yang terganggu akibat adanya obstruksi. Pemasangan DJ stent
pada ureter, baik unilateral maupun bilateral memiliki makna sebagai implantasi
benda asing pada tubuh yang dapat menimbulkan komplikasi, salah satunya adalah
infeksi.

Fungsi dari benda ini adalah untuk mempermudah aliran kencing dari
ginjal ke kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran
kencing. Ketika ujung DJ stent berada di sistema pelvikokaliks  maka peristaltik
ureter terhenti sehingga seluruh ureter dilatasi. (Sumber peristaltik berada di kaliks
minoris ginjal). Urine dari ginjal mengalir di dalam lubang DJ stent dan juga
antara DJ stent dengan ureter.

Pemasangan stent (double J ureteral stent/DJ stent) dilakukan agar aliran


urin dari ginjal ke kandung kemih tetap lancar, dan pembengkakan ginjal
berkurang. Dengan demikian, sumbatan akan berkurang. Tidak ada batasan khusus
berapa lama stent tersebut harus dipasang. Selama masih dibutuhkan, stent akan
tetap terpasang, hingga sumbatan benar-benar hilang. Panjang stent yang
digunakan pada pasien dewasa bervariasi antara 24 hingga 30 cm.

Pada sebagian besar kasus, stent hanya dibutuhkan untuk sementara waktu,


beberapa minggu atau beberapa bulan. Stent dapat dipasang hingga 3 bulan
sebelum akhirnya perlu diganti. Bila penyebab sumbatan bukan batu ginjal,
stent akan terpasang lebih lama lagi. Ada pula stent khusus, yang memang
dimaksudkan untuk jangka panjang.

2. Tujuan

1. Memecah batu yang berada disaluran kemih/ureter keluar bersama air seni.
2. Melancarkan air seni yang tersumbat akibat adanya batu tersebut.
3. Menghilangkan nyeri pada saat membuang air seni akibat sumbatan batu di
dalam saluran kemih.
3. Indikasi DJ-Stent

1. menyambung ureter yang terputus.

2. jika saat tindakan URS lapisan dalam ureter terluka.

3. setelah operasi URS batu ureter distal, karena dikhawatirkan muara ureter
bengkak sehingga urine tidak dapat keluar.

4. stenosis atau penyempitan ureter. DJ stent berfungsi agar setelah dipasang


penyempitan tersebut menjadi longgar.
5. setelah URS dengan batu ureter tertanam, sehingga saat selesai URS lapisan
dalam ureter kurang baik.

6. operasi batu ginjal yang jumlahnya banyak dan terdapat kemungkinan batu sisa.
Jika tidak dipasang dapat terjadi bocor urine berkepanjangan.

7. batu ginjal yang besar dan direncanakan ESWL. Seandainya tidak dipasang
maka serpihan batu dapat menimbulkan rasa nyeri.

8. untuk mengamankan saluran kencing pada pasien kanker cervix.

9. untuk mengamankan ginjal saat kedua ginjal/ureter tersumbat dan baru dapat
diterapi pada 1 sisi saja.  Maka sisi yang lain dipasang DJ stent.

10. pada pasien gagal ginjal karena sumbatan kencing, (jika tidak dapat dilakukan
nefrostomi karena hidronefrosis kecil).

4. Efek samping

DJ stent dapat memberikan efek samping seperti infeksi saluran kemih,


nyeri pada saat BAK, nyeri pada daerah perut bawah, kencing bercampur darah,
perpindahan DJ stent. Perlu diketahui bahwa efek samping ini dapat terjadi
bervariasi setiap individu yang mengalami pemasangan DJ stent. Pada
dasarnya Double J stent (DJ stent) adalah selang yang dipasang di sepanjang
ureter, yaitu saluran yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.
Pemasangan selang ini, penderita umumnya akan mengalami gejala berkemih
karena kandung kemih yang teriritasi dengan ujung selang gejalanya meliputi
sering BAK, sulit menahan BAK, dan sakit pada perut bagian bawah. Selain itu,
pemasangan selang ini juga menyebabkan terjadinya darah bercampur urin
(hematuria) karena selang yang mengiritasi dinding ureter dan komplikasi lainnya
adalah infeksi saluran kemih. Biasanya keluhan hematuria ini akan hilang ketika
selang ini dilepaskan.

4. Penatalaksanaan / Jenis-Jenis Tindakan


1. Konservatif : dengan banyak minum, olah raga loncat-loncat maupun obat
diuretikum (menambah kencing).
2. Operatif : kalau secara konservatif tidak berhasil.
Ada 2 prosedur operasi :

1. Terbuka :dengan membuat sayatan.

2. Tertutup/ endoskopi : tanpa sayatan, yaitu lithotripsy, URS, ESWL, PCN

5. Komplikasi

Komplikasi yang ditimbulkan akibat pemasangan DJ stent berupa nyeri


pada perut bawah (flank pain), nyeri saat buang kemih dan demam. Bila stent
mengalami slip atau berpindah tempat disarankan kontrol langsung ke rumah sakit
karena dapat menyebabkan gangguan pada saluran kemih.

Setelah pemasangan stent disarankan untuk tidak mengangkat benda berat,


melakukan aktivitas berat dan berhubungan sexual kurang lebih 1 minggu
setelahnya. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi air dalam jumlah banyak.

Pada beberapa pasien akan mengalami kencing berdarah (hematuria), tetapi


hal ini normal dan akan berlangsung kurang lebih 1-2 minggu dari prosedur atau
sampai stent dilepas. Perdarahan bisa meningkat akibat aktivitas berat.

6. Pemeriksaan Penunjang

1. USG abdomen Ultra Sonography (USG)


a) dapat mendeteksi saluran ginjal
b) dapat mendeteksi kelainan pada ginjal
c) dapat mengetahui pembesaran prostat
2. Tes fungsi ginjal:
1) berat jenis urin
2) ureum
3) kreatinin
4) Cek darah lengkap
3. Radiology
BNO (foto polos abdomen)
Tujuan:
1) untuk mendeteksi batu radiopaque dalam saluran kemih.
2) untuk mengetahui kontur ginjal.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STENOSIS URETER

A. Pengkajian

Proses keperawatan yaitu serangkaian tindakan sistematis


berkesinambungan, yang meliputi tindakan mengidentifikasi masalah kesehatan
individu atau kelompok, baik yang aktual maupun potensial kemudian
merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau mencegah
terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau menugaskan orang lain
untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasi keberhasilan dari
tindakan yang dikerjakan. (Rohmah, N & Saiful, W. 2014).

1. Pengkajian

Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi pada penis didapatkan adanya


suatu kelainan akibat fibrosis di uretra, infiltrat, abses, atau terbentuknya suatu
fistula. Pengkajian keperawatan pada pasien stenosis ureter meliputi hal-hal di
bawah ini (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002).

1. Demografi

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status


perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan
diagnosa medis.

2. Keluhan Utama

Pada stenosis ureter bervariasi sesuai dengan derajat penyempitan


lumen pada uretra. Keluhan utama yang lazim adalah pancaran urin kecil
dan bercabang. Keluhan lain biasanya adalah berhubungan dengan gejala
iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urin yang
menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak, infiltrat, abses,
dan fistel. Keluhan yang lebih berat adalah tidak bisa mengeluarkan urin
atau tidak bisa miksi (retensi urin).
3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang

Pada klien stenosis ureter keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi ,


nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis
miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akhirnya
menjadi retensio urine.

b. Riwayat penyakit dahulu

Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya


ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di
derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya
riwayat penyakit DM dan hipertensi.

c. Riwayat penyakit keluarga

Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang


menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM,
asma, atau hipertensi.

4. Pola Fungsional

a. Pola aktivitas: biasanya klien mengalami penurunan aktivitas.

b. Pola nutrisi: biasanya tidak ada masalah.

c. Pola eliminasi: biasanya frekuensi BAK klien menurun akibat striktur uretra.

d. Pola istirahat: biasanya terganggu karena nyeri

5. Pemeriksaan Penunjang

Berikut data pemeriksaan penunjang menurut (Marilynn E. Doengoes, 2000):

1. Sirkulasi, Tanda: Peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)

2. Makanan dan cairan, Gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.
3. Eliminasi, Gejala: penurunan kekuatan atau aliran urin, ketidakmampuan untuk
mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi
berkemih, nokturia, disuria, hematuria. Tanda: adanya massa atau sumbatan pada
uretra.

4. Nyeri / kenyamanan : Nyeri suprapubik

5. Keamanan : Demam

6. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik, dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi,


auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai
berikut : Keadaan umum pada klien post operasi striktur uretra perlu dilihat dalam
hal : keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post
operasi striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK (Buang Air Kecil)
sehingga dilakukan pemasangan kateter tetap.

a. Sistem pernafasan (B1)


Tidak adanya keluhan sesak nafas, tidak adanya batuk produktif, produksi
sputum tidak ada, bentuk dada normal, irama nafas reguler

b. Sistem Kardiovaskuler (B2)


Tekanan darah normal, irama jantung regular, suara jantung normal

c. Sistem Persyarafan (B3)


Kesadaran baik, gcs:456, pemeriksaan 12 saraf kranial, pupil anisokor, sclera
anikterus
d. Sistem Perkemihan (B3)
Terlihat tidak memakai kateter, genetalia bersih, nyeri post up dj stent saat
BAK dan dibuat bergerak, tidak ada distensi kandung kemih, berkemih
spontan
e. Sistem Pencernaan (B4)
Mulut bersih, membran mukosa kering, tidak ada gangguan tenggorokan, tidak
ada nyeri tekan, diet khusus TKTP kolaborasi dengan ahli gizi
f. Sistem Penglihatan (B5)
tidak ada gangguan bentuk dan fungsi mata. Mata anemis, tidak ikterik, tidak
ada nyeri tekan.
g. Sistem Pendengaran (B6)
normalnya bentuk dan posisi simetris, Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak
ada gangguan fungsi pendengaran, tidak ada nyeri tekan.
h. Sistem Muskuloskeletal
tidak ada gangguan pada ektremitas, pergerakan sendinya bebas.
i. Sistem Integumen
Adanya psoriasis dan pruritus di abdomen pasien dan gatal, turgor kulit bagian
abdomen kurang baik
j. Sistem Endokrin
Tidak memiliki riwayat penyakit menurun atau menular, tidak ada pembesaran
tyroid dan kelenjar getah bening

7. Pengkajian psikososial
1. Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu : menarik diri,
cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.
2. Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri,
takut dan kemampuan seks menurun dan takut akan kematian.
Riwayat psikososial terdiri dari:
a) Intra personal

Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul


kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang
prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku
klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
b) Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
8. Personal hygiene dan kebiasaan
Sebelum dirawat di Rs: pasien mandi, gosok gigi 2x sehari
Saat dirawat di Rs: seka 2x sehari dengan bantuan keluarga
9. Pengkajian spiritual
Kebiasaan beribadah sebelum sakit sering saat sakit tidak pernah, bantuan
keluarga dapat membantu klien dalam melaksanakan ibadah saat di rawat Rs
10. Prosedur Diagnostik Menurut Basuki B. Purnomo (2000) hal 126 dan Doenges E.
Marilynn, (2000) hal 672 prosedur diagnostik yang dapat digunakan adalah:

a. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas,


e.coli

b. Uretrografi: adanya penyempitan atau penyumbatan uretra. Untuk mengetahui


panjangnya penyempitan uretra dibuat foto bipolar sistouretrografi.

c. Uroflowmetri: untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi.

d. Uretroskopi : Untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra

B. Diagnosa Keperawatan

Pre op

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan arteri/vena ditandai


dengan akral teraba dingin (D.0009)

2. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan (D.0034)

3. Risiko inkontinensia urin urgensi berhubungan dengan kapasitas kandung kemih


kecil (D.0051)

4. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan ditandai dengan


merasa khawatir, gelisah (D.0080)

Intra op

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
ditandai dengan batuk tidak efektif (D.0149)
Post op

1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan
pola istirahat tidak cukup (D.0055)

2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping terapi medikasi


ditandai dengan mengeluh tidak nyaman (D.0074)

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post prosedur operasi aff Dj
Stent) (D.0077)

4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai


dengan menanyakan masalah yang dihadapi (D.0111)

5. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan


pigmentasi (D.0139)
No Diagnosa Luaran Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan Tingkat Nyeri (L. 08066, SLKI Hal:145) Manajemen Nyeri (I.08238, Hal: 201- 202)
agen pencedera fisik (post 1. Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang 1) Definisi: mengidentifikasi dan mengelola
prosedur operasi aff Dj Stent) berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau pengalaman sensorik atau emosional yang
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berkaitan dengan kerusakan jaringan atau
(D.0077)
berintensitas ringan hingga berat dan konstan fungsional dengan onset mendadak atau
2. Ekspektasi: menurun lambat dan berintensitas ringan hingga
3. Kriteria Hasil berat dan konstan
2) Tindakan:
Kriteria hasil IR-ER 1. Observasi
Meringis 1 2 3 4 5 a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Kesulitan Tidur 1 2 3 4 5 durasi, frekuensi, kualitas,intensitas
Gelisah 1 2 3 4 5 b. Identitas skala nyeri
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
Keterangan : d. Identifikasi faktor yang memperberat
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada dan memperingatan nyeri
saat pengkajian). e. Identifikasi pengetahuan dan
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah keyakinan tentang nyeri
dilakukan intervensi). f. Identifikasi pengaruh budaya
Meringis,kesulitan tidur, gelisah terhadap respons nyeri
1 : Meningkat g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
2 : Cukup Meningkat kualitas hidup
3 : Sedang h. Monitor keberhasilan terapi
4 : Cukup Menurun komplementer yang sudah diberikan
5 : Menurun i. Monitor efek samping penggunaan
analgesik
2. Teraupetik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
b. mengurangi rasa nyeri : mis.
TENS, hipnosis, akupuntur, terapi
musik, biofeedback, terapi
pijat,aromaterapi, kompres
hangat/dingin, terapi bermain
c. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri : mis
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
e. Fasilitas istirahat tidur
3. Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
f. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2. Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer (L. 02011, SLKI Hal:84) Perawatan sirkulasi (L.1.02079 Hal:345)
berhubungan dengan penurunan 1. Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang 1.) Definisi : Mengidentifikasi dan merawat area
arteri/vena ditandai dengan akral berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau lokal dengan keterbatasan sirkulasi perifer
teraba dingin (D.0009) fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan 2.) Tindakan :
berintensitas ringan hingga berat dan konstan 1. Observasi
2. Ekspektasi: meningkat a. Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi perifer,
3. Kriteria Hasil edema, pengisisan kapiler)
b. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
c. Monitor panas, nyeri, bengkak pada
Kriteria hasil IR-ER ekstremitas
Denyut nadi perifer 1 2 3 4 5 2. Terapeutik
Kelemahan otot 1 2 3 4 5 a. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
Akral 1 2 3 4 5 darah diarea keterbatasan perfusi
b. Hindari pengukuran tekanan darah pada
Keterangan : ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada c. Lakukan pencegahan infeksi
saat pengkajian). 3. Edukasi
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah a. Anjrkan berolahraga dengan rutin
dilakukan intervensi). b. Anjurkan berolahraga dengan rutin
Denyut nadi perifer, Kelemahan otot, Akral c. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
1 : Meningkat tepat
2 : Cukup Meningkat d. Ajarkan program diet untuk memperbaiki
3 : Sedang sirkulasi
4 : Cukup Menurun
5 : Menurun
3. Gangguan rasa nyaman Status kenyamanan (L. 08064, SLKI Hal:110) Edukasi kesehatan (1.2383), siki hal:65)
berhubungan dengan efek samping 4. Definisi: keseluruhan rasa nyaman dan aman secara fisik, 1.) Definisi : mengajarkan pengelolaan faktor
terapi medikasi ditandai dengan psikologis, spiritual, sosial, budaya dan lingkungan risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
mengeluh tidak nyaman (D.0074) 5. Ekspektasi: meningkat sehat
6. Kriteria Hasil 2.) Tindakan :
1. Observasi
Kriteria hasil IR-ER a. identifikasi kesiapan dan kemampuan
Keluhan tidak 1 2 3 4 5 menerima informasi
nyaman b. Identifikasi kebutuhan keselamatan
Gelisah 1 2 3 4 5 berdasarkan tingkat fungsi fisik, kognitif dan
Gatal 1 2 3 4 5 kebiasaan identifikasi bahaya keamanan
dilingkungan
c. identifikasi faktor-faktor yang dapat
Keterangan : meningkatkan dan menurunkan motivasi
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada perilaku hidup bersih dan sehat
saat pengkajian). 2. Terapeutik
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah a. Sediakan materi dan media pendidikan sesuai
dilakukan intervensi). kesepakatan
Keluhan tidak nyaman, Gelisah, Gatal b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
1 : Meningkat kesepakatn
2 : Cukup Meningkat c. berikan kesempatan untuk bertanya
3 : Sedang 3. Edukasi
4 : Cukup Menurun a. Ajarkan individu dan kelompok berisiko
5 : Menurun tinggi tentang bahaya lingkungan
b. ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
c. ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Risiko gangguan integritas Intergritas kulit dan jaringan (L.14125, Hal: 33) Perawatan intergritas kulit (I.11353)
kulit/jaringan berhubungan 1) Definisi: keutuhan kulit (dermis, dan/ atau epidermis) atau a. Observasi
dengan perubahan pigmentasi jaringan (membran mukosa,kornea,fasia, otot, tendon, - Identifikasi penyebab gangguan
tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligamen. integritas kulit (miss. Perubahan
(D.0139) 2) Ekspektasi : meningkat sirkulasi, perubahan status nutrisi,
3) Kriteria Hasil penurunan kelembapan, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan
Kriteria hasil IR-ER mobilitas).
Elastisitas 1 2 3 4 5 b. Terapeutik.
Perfusi jaringan 1 2 3 4 5 - Hindari produk berbahan dasar
Kerusakan jaringan 1 2 3 4 5 alkohol jika kulit kering.
Kerusakan lapisan kulit 1 2 3 4 5 c. Edukasi.
Perdarahan 1 2 3 4 5 - Anjurkan menggunakan pelembab
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
Keterangan : nutrisi.
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada saat
pengkajian).
ER: Expectation rate (target yang diinginkan setelah dilakukan
intervensi).
Nyeri, demam, kemerahan, bengkak
1 : Meningkat
2 : Cukup Meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup Menurun
5 : Menurun
Kadar sel darah putih
1 : Memburuk
2 : Cukup Memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup Membaik
5 : Membaik
5. Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan naps (L. 01001, SLKI Hal:18) Manajemen jalan napas (1.01011, Hal:186)
efektif berhubungan dengan 1. Definisi: Kemampuan membersihkan sekret atau 1.) Definisi : Mengidentifikasi dan
sekresi yang tertahan ditandai obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas mengelola kepatenan jalan napas
2. Ekspektasi: meningkat
dengan batuk tidak efektif 2.) Tindakan
3. Kriteria Hasil
(D.0149) 1. Observasi
Kriteria hasil IR-ER a. Monitor pola napas (frekuensi,
Produksi sputum 1 2 3 4 5 kedalaman, usaha napas)
Batuk efektif 1 2 3 4 5 b. Monitor bunyi napas
Gelisah 1 2 3 4 5 c. monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
2. Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas
Keterangan : dengan head-tilt dan chin-lift
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada b. posisikan semi fowler atau fowler
saat pengkajian). c. Lakukan fisioterapi dada
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah d. Berikan oksigen
dilakukan intervensi). 3. Edukasi
Produksi sputum, batuk efektif, gelisah
a. Ajarkan teknik batuk efektif
1 : Meningkat
2 : Cukup Meningkat
4. Kolaborasi
3 : Sedang a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
4 : Cukup Menurun mukolitik, ekspektoran, jika perlu
5 : Menurun
6. Risiko hipovolemia berhubungan Status Cairan (L. 03028, SLKI Hal:107) Manajemen hipovolemia (1.03116) Hal:184)
dengan kekurangan intake cairan 1. Definisi: kondisi volume cairan intravaskuler, intertisial 1.) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola
(D.0034) dan atau/ intraseluler penuaian volume cairan intravaskular
2. Ekspektasi: membaik 2.) Tindakan :
3. Kriteria Hasil 1. Observasi
a. periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
Kriteria hasil IR-ER Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
Turgor kulit 1 2 3 4 5 tekanan darah menurun, turgro kulit)
Output urine 1 2 3 4 5 b. monitor intake dan output cairan
Intake cairan 1 2 3 4 5 2. Terapeutik
a. hitung kebutuhan cairan
Keterangan : b. berikan asupan cairan oral
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada 3. Edukasi
saat pengkajian). a. anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah b. anjurkan menghindari perubahan posisi
dilakukan intervensi). mendadak
Turgor kulit, output urine, intake cairan 4. kolaborasi
1 : Meningkat a. kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis.
2 : Cukup Meningkat Nacl, RL)
3 : Sedang
4 : Cukup Menurun
5 : Menurun
7. Risiko inkontinensia urin urgensi Kontinensia urine (L. 04036, SLKI Hal:53) Manajemen eliminasi urine (1.04152, Hal: 175)
berhubungan dengan kapasitas 1. Definisi: pola kebiasaan buang air kecil 1.) Definisi: mengidentifikasi dan mengelola
kandung kemih kecil (D.0051) 2. Ekspektasi: membaik gangguan pola eliminasi urine
3. Kriteria Hasil 2.) Tindakan
1. Observasi
a. identifikasi tanda-tanda dan gejala retensi atau
Kriteria hasil IR-ER inkontinensia urine
Kemampuan 1 2 3 4 5 b. monitor eliminasi urine
berkemih 2. Terapeutik
Frekuensi berkemih 1 2 3 4 5 a. batasi asupan cairan
Sensasi berkmeih 1 2 3 4 5 b. catat waktu-waktu dan haluaran urine
3. Edukasi
Keterangan : a. ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada b. ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran
saat pengkajian). urine
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah c. anjurkan minum yang cukup
dilakukan intervensi). d. anjurkan mengurangi minum sebelum tidur
Kemampuan berkemih, frekuensi berkemih, 4. Kolaborasi
sensasi berkemih a. kolaborasi pemberian obat supositoria uretra
1 : Meningkat
2 : Cukup Meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup Menurun
5 : Menurun
8. Ansietas berhubungan dengan Tingkat pengetahuan (L. 09093, SLKI Hal:132) Reduksi Ansietas (I.09314)
kekhawatiran mengalami kegagalan 1. Definisi: kecukupan informasi kognitif yang berkaitan a. Observasi
ditandai dengan merasa khawatir, dengan topik tertentu - Identifikasi saat tingkat ansietas
gelisah (D.0080) 2. Ekspektasi: menurun berubah
3. Kriteria Hasil - Identifikasi kemampuan
mengambil keputusan.
Kriteria hasil IR-ER - Monitor tanda – tanda ansietas
Ferbalisasi 1 2 3 4 5 b. Terapeutik
kebingungan - Ciptakan suasana terapeutik untuk
Perilaku gelisah 1 2 3 4 5 menumbuhkan kepercayaan.
Pola tidur 1 2 3 4 5 - Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan
- Pahami situasi yang membuat
Keterangan : ansietas
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada b. Edukasi
saat pengkajian). - Informasikan secara faktual
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah mengenai diagnosis, pengobatan,
dilakukan intervensi). dan prognosis
Meringis,kesulitan tidur, gelisah - Anjurkan keluarga untuk tetap
1 : Meningkat bersama pasien.
2 : Cukup Meningkat - Latih teknik relaksasi
3 : Sedang c. Kolaborasi
4 : Cukup Menurun - Kolaborasi pemberian obat
5 : Menurun antiansietas, jika perlu.
9. Gangguan pola tidur Pola tidur (L. 05045, SLKI Hal:96) Dukungan tidur (1.05174, Hal: 48)
berhubungan dengan kurang 1. Definisi: keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur 1.) Definisi : memfasilitasi siklus tidur dan
kontrol tidur ditandai dengan 2. Ekspektasi: membaik terjaga yang teratur
pola istirahat tidak cukup 3. Kriteria Hasil 2.) Tindakan
(D.0055) 1. Observasi
Kriteria hasil IR-ER
a. identifikasi pola aktivitas dan tidur
Keluhan sulit tidur 1 2 3 4 5
Keluhan istirahat 1 2 3 4 5
b. identifikasi faktor pengganggu tidur
tidak cukup 2. Terapeutik
Keluhan tidak puas 1 2 3 4 5 a. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum
tidur tidur
b. lakukan prosedur untuk meningkatkan
Keterangan : kenyamanan
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada 3. Edukasi
saat pengkajian). a. jelaskan pentingnya tidur cukup selama
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah sakit
dilakukan intervensi). b. anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Keluhan sulit tidur, Keluhan istirahat tidak cukup, Keluhan c. ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
tidak puas tidur
nonfarmakologi
1 : Meningkat
2 : Cukup Meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup Menurun
5 : Menurun
10. Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan (L. 12111, SLKI Hal:146) Edukasi kesehatan (I.12383)
berhubungan dengan kurang 1. Definisi: kecukupan informasi kognitif yang berkaitan a. Observasi
terpapar informasi ditandai dengan topik tertentu - Identifikasi kesiapan dan
dengan menanyakan masalah 2. Ekspektasi: meningkat kemampuan menerima informasi
3. Kriteria Hasil d. Terapeutik
yang dihadapi (D.0111)
- Sediakan materi dan media
Kriteria hasil IR-ER pendidikan kesehatan sesuai
Meringis 1 2 3 4 5 kesepakatan
Kesulitan Tidur 1 2 3 4 5 e. Edukasi
Gelisah 1 2 3 4 5 - Jelaskan faktor resiko yangdapat
mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup sehat
Keterangan :
IR : initial rate (hasil/skor yang didapat dari pasien pada
saat pengkajian).
ER: expectatin rate (target yang diinginkan setelah
C. Intervensi Keperawatan dilakukan intervensi).
Meringis,kesulitan tidur, gelisah
1 : Meningkat
2 : Cukup Meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup Menurun
5 : Menurun

Anda mungkin juga menyukai