Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS KISTA KOLEDOKUS


PADA PASIEN AN. DI RUANG HCU KEMUNING
RSUP. DR HASAN SADIKIN BANDUNG

DI SUSUN OLEH :
NAMA : Budi Sanjaya
NIM : 4006160028

CI AKADEMIK

( )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
STIKES DHARMA HUSADA
BANDUNG. 2017
KISTA DUKTUS KOLEDOKUS

A. PENGERTIAN

Kista koledokus merupakan dilatasi kistik dari saluran empedu


baik intrahepatik maupun ektrahepatik , yang menyebabkan obstruksi biliaris dan
sirosis biliaris progresif

B. ETIOLOGI

Penyebab kista coledocal masih diperdebatkan. Salah satu penjelasan yang


dapat diterima dan dijelaskan oleh Babbit. Ia menyatakan adanya pertautan antara
duktus bilier pakreatikus secara tidak normal dengan pembentukan suatu
“saluran” kemana sekresi enzim pankreas dikeluarkan akibat dinding duktus bilier
menjadi rapuh oleh adanya pengerusakan enzim secara bertahap yang
menyebabkan dilatasi, peradangan dan akhirnya terbentuklah kista. Tetapi perlu
diketahui bahwa tidak semua kasus kista coledocal menunjukkan terbentuknya
“saluran”

Kista coledocal lebih lazim terjadi pada wanita dari pada pria (4 : 1). Gejala yang
lazim disebut classic symptom compleks diuraikan pada manifestasi klinik.

C. MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda yang umum kista coledocal yang disebut clssic sympton


copleks meliputi nyeri, adanya massa, kuning yang dialami kurang dari setengah
penderita. Tanda yang lebih sering nampak adalah nyeri abdomen yang sering
kambuh setelah beberapa bulan atau tahun. Biasanya hanya sedikit yang
menunjukan penyakit kuning. Apabila kondisi tetap berlangsung , dapat terjadi
colangitis, serosis dan hipertensi portal.
D. PATOFISIOLOGI

Pada kista duktus koledokus, mukosa duktus biliaris menunjukkan adanya erosi,
deskuamasi epitel dan hiperplasia papilary dengan regenerasi atipik. Displasia
mukosaduktus biliaris tanpa karsinoma juga kerap ditemui. Perubahan metaplasia
seperti selmucous, sel goblet dan sel Panet juga ditemui. Hiperplasia dan
metaplasia meningkat seiring usia dan dapat menjadi karsinoma pada usia
dewasa. Perubahan ini dapat ditemui pada semua tipe kista duktus koledokus.

Mukosa kandung empedu pada pasien dengan PBMU menunjukkan kolesistitis,


cholesterolosis, adenomyosis atau adenomyomatosis, polip, termasuk adenoma
dan hiperflasia epitel. Mukosa kandung empedu pada FFCC ditandai hiperplasia
difus diepitel dengan atau tanpa metaplasia dari pyloric glands, sel goblet dan sel
Panet
PHATHWAY
E. PENATALAKSANAAN

Eksisi kista merupakan terapi definitif yang terpilih untuk kista duktus koledokus
karena tingginya morbiditas dan tingginya resiko terjadinya karsinoma setelah
drainase interna. Bervariasi pendekatan telah diusahakan sejak dahulu untuk
penanganan pembedahan mulai dari

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis dari


kistaduktus koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari
pasien. Oleh karena gejala tersering adalah jaundice, hasil laboratorium
terpenting adalah conjugated hiperbilirubinemia peningkatan alkaline
phosphatase, dan marker lainuntuk obstruktif jaundice. Apabila obstruksi
biliaris sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat pula disertai
profil koagulasi yang abnormal. Nilai amilase plasma dapat menunjukkan
peningkatan pada saat episode nyeri perut.

b. Pemeriksaan Radiologi

Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, pemeriksaan radiologis


merupakankunci dalam menegakkan diagnosis. Computed tomography (CT)
cholangiography, dahulu digunakan sebagai alat penunjang dalam
menegakkan diagnosis dari kistaduktus koledokus, saat ini digantikan oleh
pemeriksaan yang lebih akurat

c. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal yang terpilih


dandapat menggambarkan ukuran, bentuk, duktus proksimal, pembuluh darah
dan bnetuk dari hepar. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan
biliary ascites dapat pula terlihat.
d. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) dapat dilakukan
dibawah pengaruh sedasi pada anak tanpa menggunakan bahan kontras atau
tanapa radiasi. MRCP merupakan pemeriksaan yang bersifat noninvasif dan
dapatdigunakan untuk menggambarkann duktus pankreatik dan biliaris
proksimal dariobstruksi. Pada anak dengan usia dibawah 3 tahun, MRCP
amungkin tidak dapat menggambarkan sistem pankreticobiliaris dikarenakan
kalibernya yang kecil.
KOLLANGITIS

I. PENGERTIAN
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu.
Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis,
sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang
dikenal dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu
stagnan’’karena obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan
kolangitis
II. ETIOLOGI
A. Kolangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang
semuanya akan berakhir dengan statis aliran empedu dan akhirnya terjadi
infeksi
B. Choledocholitiasis
C. Striktur bilier sistem
D. Neoplasma pada sistem bilier
E. Parasit cacing Ascaris
 Pankreatitis kronis
F. Tumor pancreas
G. HIV/AIDS
III. MANIFESTASI KLINIS
a. Hampir selalu pada pasien kolangitis akut didapatkan ikterus dan disertai
demam kadang kadang menggigil
b. Sering kali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas
karena adanya batu koledokus
c. Mual, muntah, diare, berat badan menurun
IV. PATOFISIOLOGI
Faktor utama dalam patogenesis dari cholangitis akut adalah obstruksi saluran
bilier, peningkatan tekanan intraluminal, dan infeksi saluran empedu. Saluran
bilier yang terkolonisasi oleh bakteri namun tidak mengalami pada umumnya
tidak akan menimbulkan cholangitis. Saat ini dipercaya bahwa obstruksi saluran
bilier menurunkan pertahanan antibakteri dari inang. Walaupun mekanisme
sejatinya masih belum jelas, dipercaya bahwa bakteria memperoleh akses
menuju saluran bilier secara retrograd melalui duodenum atau melalui darah
dari vena porta. Sebagai hasilnya, infeksi akan naik menuju ductus hepaticus,
menimbulkan infeksi yang serius. Peningkatan tekanan bilier akan mendorong
infeksi menuju kanalikuli bilier, vena hepatica, dan saluran limfatik perihepatik,
yang akan menimbulkan bacteriemia (25%-40%). Infeksi dapat bersifat
supuratif pada saluran bilier.
Saluran bilier pada keadaan normal bersifat steril. Keberadaan batu pada
kandung empedu (cholecystolithiasis) atau pada ductus choledochus
(choledocholithiasis) meningkatkan insidensi bactibilia. Organisme paling
umum yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli (27%),
Spesies Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus
(8%), Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%).
Organisme yang ditemukan pada kultur darah sama dengan yang ditemukan
dalam empedu. Patogen tersering yang dapat diisolasi dalam kultur darah adalah
E coli (59%), spesies Klebsiella (16%), Pseudomonas aeruginosa (5%) dan
spesies Enterococcus (4%). Sebagai tambahan, infeksi polimikrobial sering
ditemukan pada kultur empedu (30-87%) namun lebih jarang terdapat pada
kultur darah (6-16%).
Saluran empedu hepatik bersifat steril, dan empedu pada saluran empedu tetap
steril karena terdapat aliran empedu yang kontinu dan keberadaan substansi
antibakteri seberti immunoglobulin. Hambatan mekanik terhadap aliran empedu
memfasilitasi kontaminasi bakteri. Kontaminasi bakteri dari saluran bilier saja
tidak menimbulkan cholangitis secara klinis; kombinasi dari kontaminasi
bakteri signifikan dan obstruksi bilier diperlukan bagi terbentuknya cholangitis.
Tekanan bilier normal berkisar antara 7 sampai 14 cm. Pada keadaan bactibilia
dan tekanan bilier yang normal, darah vena hepatica dan nodus limfatikus
perihepatik bersifat steril, namun apabila terdapat obstruksi parsial atau total,
tekanan intrabilier akan meningkat sampai 18-29 cm H2O, dan organisme akan
muncul secara cepat pada darah dan limfa. Demam dan menggigil yang timbul
pada cholangitis merupakan hasil dari bacteremia sistemik yang ditimbulkan
oleh refluks cholangiovenososus dan cholangiolimfatik.

Penyebab tersering dari obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, striktur


jinak, striktur anastomosis bilier-enterik, dan cholangiocarcinoma atau
karsinoma periampuler. Sebelum tahun 1980-an batu choledocholithiasis
merupakan 80% penyebab kasus cholangitis yang tercatat
PHATWAY
V. PENATALAKSANAAN
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah
konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan
perlindungan antiobiok dimulai. pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai
pasien rawat dengan antibiotik oral. dengan kolangitis supuratif dan syok septik
mungkin memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan monitoring
invasif dan dukungan vasopresor.
pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan
bakteriologi yang diduga. secara historis, kombinasi aminoglikosida dan
penicillin telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk
melawan basil gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan anti*itas
sinergistik melawan enterokokus. penambahan metronidanazole atau
clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap anaerob
bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik. perlindungan
antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.
9atu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk
terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. secara
teoritis antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang
bukan saja mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi saluran
biliaris, tetapi juga yang dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan
empedu.
1. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama
asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan ½ Fenobarbital 5
mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis per oral. Fenobarbital akan merangsang
enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirect menjadi
bilirubin direct); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin),
enzim Kolestiramin 1 gr/kg/BB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal
pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan ½ asam
unsodeoksikolat, 3 ½ 10 mg/kg/BB/hari dibagi 3 dosis per oral. Asam
unsedeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain tri-glycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpi lemak.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
3. Terapi bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi
eksplorasi pada keadaan sebagai berikut : Bila feses tetap akolik dengan
bilirubin direct > 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan
fenobarbital atau telah dilakukan uji prednison selama 5 hari.

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Uji laboratorium
Pemeriksaan darah rutin : leukosit è pada pasien dengan cholangitis 79%
memiliki sel darah putih melebihi 10.000/ml dengan angka rata rata 13.600.
pasien sepsis dapat leukopenik.
b. Ultrasonografi
Menunjukkan pelebaran saluran empedu. Ultrasonografi dapat membedakan
kolestasi extrahepati dan intrahepati dengan ketepattan 96% pada saluran
empedu yang melebar.
c. CT-Scan
Dapat mendeteksi batu saluran empedu sedikit lebih banyak dibandingkan
dengan ultrasonografi dan dpat juga menentukan setinggi apa dan penyebab
obstruksi.
d. Pemeriksaan fungsi hati
Kemungkinan besar konsisten dengan cholangitis hiperbilirubinemia
terdapat SGOP dan SGPT biasanya sedikit meningkat.
e. Hasil urinalisis biasanya normal
Lipase : keterlibatan ductus choladochus bagian bawah dapat menimbulkan
pankreatitis dan peningkatan kadar lipase.
f. Endoscopi Retrograde Cholangio Pancreography (ERCO)
Merupakan pemeriksaan bersifat diagnostik dan terapeutik dan kriteria
standart pemeriksaan sistem bilier dengan tingkat keberhasilan 98%
g. Foto polos abdomen
Pada umumnya tidak banyak membantu pada diagnostik cholangitis akut
.foto polos abdoment dapat menunjukkan udara dalam saluran bilier setelah
endoskopi, apabila pasien mengalami cholestitis, emphysematosa
cholangitis ataupun fisula cholangitis ikterik.

VII. ASUHAN KEPERAWATAN


a. Data focus pengkajian
1) System pernafasan
Inspeksi : dada tampak, pernafasan dangkal klien tampak gelisah
Palpasi : vocal vremitus teraba merata
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
2) System kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
3) System neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi
4) Simtem pencernaan
Inspeksi : tampak ad distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh
mual muntah
Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas
nyeri tekan epigastrium
5) System eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
6) System integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
7) System musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP
b. Analisa data
c. NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS :
- Klien Mengatakan Terjadi sumbatan Gangguan rasa
nyeri pada kuadran pada duktus sistikus nyaman nyeri.
kanan atas seperti oleh batu empedu
ditusuk
Kandung empedu
DO : distensi
- -Terdapat nyeri
tekan pada Infeksi
kuadran kanan atas
dengan skala 4. Klien menderita
- -Klien tampak panas dan teraba
meringis. dapat masa padat
pada abdomen

Nyeri
2 Gangguan pada Gangguan
DS : empedu pemenuhan
- Klien mengatakan menyebabkan kebutuhan nutrisi
tidak nafsu makan, berkurangnya
terasa mual. jumlah bilirubin
direk duedenum
DO : sehingga suasana
- - Porsi makan habis duedenum menjadi
½ porsi asam.
- -Klien lemah dan
lemas Mengiritasi
- BB menurun duedenum

Impuls iritatif ke
otak

Merangsang medula
vomiting centre

Mual

Intake nutrisi kurang


dari kebutuhan

3 intoleransi
aktifitas
Produksi
DS : metabolisme
- -Klien mengatakan menurun
badan terasa lemas,
hanya dapat duduk Energi berkurang
dan tidur saja.
Lemas dan lemah
DO :
- - Klien tampak Intoleransi aktifitas
lemah dan lemas.
- - Klien hanya
tampak duduk dan
berbaring
- Aktifitas klien
dibantu
4
cemas
Kurang pengetahuan
pasien tentang
penyakitnya dan
DS : proses
- -Klien mengatakan penyembuhan
tentang penyakitnya
dan proses Merupakan stressor
pengobatannya bagi pasien

DO : Klien tampak cemas


- -Klien tampak
bertanya
- -Klien tampak cemas
- Klien tampak tidak
mengerti

d. Masalah keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri


2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intoleransi aktifitas
4. Ansietas
e. Diagnose keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terjadinya


peradangan yang ditandai dengan nyeri pada ulu hati.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah ditandai dengan klien tidak nafsu makan.
3. intoleransi aktifitas berhubungan dengan produksi metabolisme
menurun ditandai dengan klien tampak lemah.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang
penyakit dan proses penyembuhan yang ditandai dengan klien tampak
cemas dan tidak mengerti.

f. Intervensi keperawatan
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI

1 2 3 4

Gangguan rasa Jangka pendek - Atur posisi - Dengan posisi


nyaman nyeri klien yang tepat dapat
(1x24 jam).
berhubungan mengurangi rasa
dengan terjadinya - Rasa nyeri nyeri.
peradangan yang berkurang
- Dengan kompres
ditandai dengan - Berikan
Jangka panjang hangat pada
nyeri pada ulu hati. kompres
daerah yang
(3x24 jam) hangat
sakit dapat
- Rasa nyeri hilang mengurangi rasa
nyeri klien.

- Berikan obat - Dengan nyeri


analgetik yang hebat dapat
diberikan obat
analgetik supaya
nyeri berkurang
- Alihkan
- Mengalihkan
perhatian klien
perhatian klien
bertugas supaya
nyeri berkurang

- Anjurkan klien - Aktifitas yang


tidak berat dapat
beraktifitas meningkatkan
yang berat rasa nyeri.

- Dengan istirahat
mengurangi rasa
- Anjurkan
nyeri pada klien.
untuk istirahat

Gangguan Jangka Pendek - Diskusikan - Mendiskusikan


pemenuhan nutrisi penyebab penyebab
(1x24 jam)
kurang dari anoreksi, anoreksia,
kebutuhan tubuh - Terpenuhinya dispneu dan dispneu dan
berhubungan kebutuhan mual. mual untuk
dengan mual nutrisi. mengetahui cara
muntah ditandai mengatasi
- Klien tampak
dengan klien tidak masalah dengan
segar
nafsu makan tepat.
Jangka panjang
- Istirahat sebelum
- awarkan dan
(3x24 jam) makan membantu
bantu klien
dalam
- Porsi makan satu untuk istirahat
merelaksasikan
porsi habis sebelum
otot pencernaan
makan
- Bertambahnya guna menimalkan
nafsu makan perasaan mual.

- Klien tampak
segar
- Tawarkan - Makan sedikit
- BB menurun makan sedikit tapi sering
tapi sering mencegah
terjadinya mual
- Higiene mulut
yang baik dapat
- Pertahankan
meningkatkan
higiene mulut
nafsu makan.
yang baik.
- Penggunaan
vitamin dalam
- Ajarkan tubuh bertujuan
pentingnya dalam pertahanan
untuk stamina tubuh dan
menggunakan mempercepat
bentuk vitamin proses
larut dalam penyembuhan.
atau lemak
- Konsul dengan
dokter bertujuan
untuk mengetahui
cara yang tepat
- Konsul dengan
untuk mengatasi
dokter bila
masalah guna
klien tidak
tercapainya
mengkosumsi
kebutuhan nutrisi.
nutrien yang
cukup.
intoleransi aktifitas Jangka pendek -Anjurkan untuk - Membetasi
berhubungan membatasi aktifitas bertujuan
(1x24 jam).
dengan produksi aktifitas untuk
metabolisme - Dapat melakukan menimalkan
menurun ditandai aktifitas penggunaan
dengan klien sederhana sendiri energi yang tidak
tampak lemah. penting.
- Klien tampak
lebih segar - Menghemat
- Anjarkan klien
energi dapat
- Dapat melakukan bagaimana
membantu atau
aktifitas secara menghemat
mengobtrol
mandiri energi secara
penggunaan
tepat
energi supaya
tidak terjadi
pengeluaran
energi yang
percuma.

- Ajarkan -Dengan
pentingnya mengajarkan
pemasukan pentingnya nutrisi
nutrisi dalam dalam
pembentukan pembentukan
ATP ATP, dapat
membantu
perbaikan status
nutrisi klien
untuk proses
penyembuhan.

-Anjurkan klien
dibantu dalam
- Membantu klien
melakukan
dalam melakukan
aktifitas yang
aktifitas yang
berat.
berat untuk
mengurangi
pemborosan
- Anjurkan
energi.
untuk
mendekatkan -Aktifitas yang
alat atau tidak terlalu berat
barang yang meminimalkan
dibutuhkan penggunaan
supaya tidak energi yang
beraktifitas berlebihan.
terlalu berat.

Ansietas Jangka pendek -Ajarkan klien -Dengan


berhubungan atau kluarga mengetahui
- Klien dapat
dengan kurangnya tentang kondisi kondisi dan
memahami
pengetahuan klien dan penyebab penyebab serta
informasi yang
tentang penyakit serta pengobatannya,
disampaikanJang
dan proses dapat membantu
penyembuhan yang ka panjang pengobatannya mengurangi
ditandai dengan perasaan
- Mengerti dan
klien tampak cemas cemasnya.
dapat
dan tidak mengerti
melaksanakan - Adanya
tindakan yang perubahan pada
- Mengajarkan
harus dilaksanakan sistem
pada keluarga
persyaratannya
klien untuk
dan perubahan
mengobservasi
pada
dan
kepribadiannya
melaporkan
dapat
adanya kacau
memungkinkan
mental, tremor
keadaan atau
menggigau dan
kondisi penyakit
perubahan
yang lebih parah.
kepribadian.

- Istihat yang
adekuat dapat
- Menjelaskan meminimalkan
pentingya penggunaan
untuk istirahat energi yang
adequat dan berlebihan.
menghindari
aktifitas yang
melelahkan. -Pronkin dapat
membangun sel-
sel yang rusak
- Menjelaskan dan berperan
pentingnya dalam proses
diet tinggi penyembuhan,
protein dan sedangkan lemak
kalori serta dapat
rendah lemak. mengakibatkan
penurunan fungsi
hati.

-Dengan
mengetahui
tanda-tanda
gejala komplikasi
secara diri dapat
mengurangi
- Mengajarkan
keadaan kondisi
klien atau
yang lebih buruk.
keluarga untuk
mempertahank
an dan
melaporkan
tanda dan
gejala
komplikasi.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


1. Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
2. Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid
I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. CM Townsend, RD Beauchamp et al., 2004. Sabiston Textbook of Surgery,
Biological basis of modern surgical practice, 17th Ed, Elsevier-Saunders
4. CT Albanese, JT Anderson et al., 2006. Current surgery diagnosis and
treatment. Mc Graww Hill Companies.
5. FC Brunicardi, DK Andersen et al., 2007. Schwartz Principle’s of Surgery,
8th Ed. Mc Graww Hill Companies.
6. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakart

Anda mungkin juga menyukai