Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN MASTOIDITIS DIRUANG

TERATAI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.
Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol dibelakang telinga)yang berlangsung cukup lama. Mastoiditis marupakan
peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis.
Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid
udara yang melekat ditulang temporal.

Setiap individu berhak atas taraf hidup yang memadahi bagi kesejaghteraan dirinya
maupun keluarganya, termasuk diantaranya sandang pangan, perumahan dan perawatan
kesehatan.pelayanan dirumah sakit di upayakan menuju stsndsr mutu yang telah ditetapkan.
Demakian halnya ntuk masing – masing bidang pelayanan, salah satunya adalah bagian
bedah, sehingga komplikasi pasca pembedahan dapat dihindari. Kondisi kesehatan
masyarakat saat ini memungkinkan terjadinya perubahan pada pola penyakit. Salah satunya
adalah penyakit yang menyerang telinga atau bias disrbut mastoiditis kronis.

Pengobatan biaanya diawali dengan pemberian suntikan atibiotik lalu disambung


dengan antibiotic per oral minimal selama 2 minggu. Jika pemberian antibiotic tidak
memberikan hasil untuk mengatasi masalah ini, dilakukan mastoidiktomi (pengsngkatan
sebagian tulang dan pembuangan nanah). Sumber (www.wikipedia.com).

2. Tujuan.
1. Untuk mengetahui tentang penyakit mastoiditis
2. Untuk mengetahui tentang penyakit mastoiditis
3. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis penyakit mastoiditis
4. Untuk mengetahui tentang pathofisiologi penyakit mastoiditis
5. Untuk mengetahui tentang tanda dan gejala penyakit mastoiditis
6. Untuk mengetahui cara-cara pengobatannya.
7. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada penyakit mastoiditis
3. Manfaat
Dengan mempelajari tentang mastoiditis maka kita dapat mengantisipasi agar tidak
terserang penyakit mastoiditis dengan cara lebih menjaga kebersihan.
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada
tulang temporal tidak adeku. Mastoiditis addalah penyakit sekunder dari otitis media yang
tidak dirawat atau perawatannya at (H. Nurbaiti Iskandar, 2007).

Mastoiditis merupakan keradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan


komplikasi dari Otitis Media Kronis.Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari
lapisan epitel sel-sel mastoid udara (mastoid air cells) yang melekat ditulang
temporal.Mastoiditis adalah penyakit sekunder dari otitis media yang tidak dirawat atau
perawatannya tidak adekuat.

Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis.Pada saat belum ditemukan-nya
antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak-anak serta ketulian/hilangnya
pendengaran pada orang dewasa.Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan infeksi
telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis.

Mastoiditis kronis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol dibelakang telinga)yang berlangsung cukup lama. Mastoiditis marupakan
peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid dan komplikasi dari otitis media kronis.
Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara
yang melekat ditulang temporal.

2. Etiologi
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß hemoliticus / pneumococcus. Selain itu
kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta
bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada
pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi
traktus respiratorius. Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah,
bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi
telinga tengah. Bakteri gram negative dan streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang
paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa keadaan-
keadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari seseorang juga
dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa penelitian terakhir, hampir
sebagian dari anak-anak yang menderita mastoiditis, tidak memiliki penyakit infeksi telinga
tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anak-anak ini adalah S.
Pnemonieae.
Menurut Reeves (2010) etiologi mastoiditis adalah:
1. Menyebarnya infeksi dari telinga bagian tengah, infeksi dan nanah mengumpul di
sel-sel udara mastoid
2. Mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut
Menurut George (2012) etiologi mastoiditis antara lain:
1. Klien imunosupresi atau orang yang menelantarkan otitis media akut yang
dideritanya
2. Berkaitan dengan virulensi dari organisme penyebab otitis media akut 
yaitustreptococcus pnemonieae.
Bakteri penyebab lain  ialahStreptococcus hemolytikus (60%), Pneumococcus (30 %),
staphylococcus albus, Streptococcus  viridians, H. Influenza
3. Manifestasi Klinis
Menurut George (2012) manifestasi klinis pada penderita mastoiditis antara lain:
1. Demam biasanya hilang dan timbul.
2. Nyeri cenderung menetap dan berdenyut, terletak di sekitar dan di dalam telinga, dan
mengalami nyeri tekan pada mastoid.
3. Gangguan pendengaran sampai dengan kehilangan pendengaran.
4. Membran timpani menonjol berisi kulit yang telah rusak dan bahas sebaseus (lemak).
5. Dinding posterior kanalis menggantung.
6. Pembengkakan postaurikula.
7. Temuan radiologis yaitu adanya apasifikasi pada sel-sel udara mastoid oleh cairan
dan hilangnya trabukulasi normal sel-sel tersebut.
8. Keluarnya cairan yang melimpah melalui liang telinga dan berbau.
4. Patofisiologi
Penyakit mastoiditis pada umumnya diawali dengan otitis media yang tidak ditangani
dengan baik. Biasanya mastoiditis dapat terjadi 2-3 minggu setelah otitis media akut infeksi
dan nanah mengumpul di sel-sel udara mastoid (Reeves, 2010).

Mastoiditis kronik dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma yang merupakan


pertumbuhan kulit ke dalam (epitel skuamosa) dari lapisan luar membran timpani ke tengah.
Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantung luar yang akan berisi kulit yang telah
rusak dan baha sebaseur. Kantung dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila
tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus
fasialis. Kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan (akibat
erusi telinga dalam) dan abses otak (Smeltzer, 2011).

Mastoiditis terjadi sebagai lanjutan dari otitis media supuratik kronik, peradangan dari
rongga telinga tengah menjalar ke tulang mastoid melalui saluran aditus adantrum.
Mastoiditis dibagi menjadi 2 macam, yaitu bentuk jinak (benigna) dan bentuk ganas
(maligna). Pada bentuk maligna peradangan berlanjut ke dalam tulang tengkorak
(intrakranial) sehingga dapat terjadi meningitis, absis subdural, abses otak, tromboflebitis
sinus, lateralis, serta mungkin juga terjadi hidrosefalus (Nurbaiti, 2007)

Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang


menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini berkaitan dengan virulensi dari
organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan penyebab otitis
media akut yaitu streptococcus hemlytiens, pneumococcus, sthapilococcus aureus lalbus,
streptococcus viridans (Adams, 2012).
Kuman aerob

Gram positif : Gram negative : Bakterioides spp


proteus,
s pyogenes dan s pseudomonas spp E
albus
colli, kuman an
aerob

Timbul Infeksi pada telinga

Otitis Media akut

Eksogen: Endogen :
Rinogen :
infeksi dari luar alergi,DM, TBC paru
dari penyakit ronggga
melalui perforosi hidung dan sekitarnya
membrane tympani

Peradangan pada
Mastoid

Kemerahan pada
Nyeri Timbul suara
mastoid
denging

Kerusakan Peningkatan
Kerusakan
pendengaran suhu tubuh
jaringan/dikontinuit
as jaringan
Gangguan
Perubahan Komunikasi
persepsi/sensori Resiko
infeksi
Cemas
Gejela Klinis.
Menurut H. Nurbaiti Iskandar (2007), manifestasi klinis dari mastoiditis adalah :

1. Febris/subfebris

2. Nyeri pada telinga

3. Hilangnya sensasi pendengaran

4. Bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi
telinga yang lainnya)

5.Kemerahan pada kompleks mastoid

6. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa lendir.

7. Matinya jaringan keras (Tulang, Tulang Rawan).

8. Adanya abses (Kumpulan jaringan mati dan nanah)

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari mastoditis dalah :
a. Laboratorium
 Spesimen dari sel mastoid diperoleh selama operasi dan myringotomy cairan, bila
diperoleh, harus dikirim untuk budaya untuk kedua bakteri aerobik dan anaerobic,
Gram staining, dan asam-cepat staining.
 Jika selaput anak telinga yang sudah berlubang, kanal eksternal dapat dibersihkan, dan
contoh yang segar drainase cairan diambil.
Perawatan harus diambil untuk mendapatkan cairan dari telinga dan bukan eksternal
kanal.
 Budaya dan kelemahan dari pengujian isolates dapat membantu memodifikasi terapi
antibiotik empiris awal. Hasil benar budaya dikumpulkan untuk kedua aerobik dan
anaerobic bakteri panduan yang pasti harus pilihan terapi.
Gram noda yang dapat contoh awalnya panduan empiris antimicrobial therapy.
 Darah budaya harus diperoleh.
 Dasar yang CBC count dan sedimentasi menilai ditentukan kemudian untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi.
 Memperoleh cairan tulang belakang untuk evaluasi jika intracranial perpanjangan
proses diduga.

b. CT Scan dan MRI


Yang sensitif dari CT di mastoiditis akut adalah 87-100%.Anda mungkin
terlalu sensitif karena setiap AOM memiliki komponen radang mastoid. Segera CT
scan intracranial kapanpun diperlukan adalah perpanjangan atau komplikasi yang
dicurigai. Bukti yang digambarkan oleh mastoiditis Tampilan kekaburan atau
kerusakan yang mastoid garis besar dan penurunan atau hilangnya ketajaman dari sel
udara mastoid bertulang septa.Dalam kasus di mana CT scan menunjukkan kesuraman
dari udara sel, yang technetium-99 bone scan adalah membantu dalam mendeteksi
osteolytic perubahan.
Plain radiography yang diandalkan, dan hasil temuan gejala klinis ketinggalan
di belakang.Di daerah-daerah di dunia di mana CT scan tidak segera tersedia, plain
radiography dari mastoids mengungkapkan clouding udara dari sel-sel dengan
kerusakan tulang di ASM. Dalam sebagian besar kasus, radiography mencukupi untuk
membuat diagnosis tetapi tidak sensitif dalam differentiating tahapan dari penyakit dan
gagal mengungkapkan apex kaku dalam setiap detail besar.
Temuan berikut ini digunakan untuk membedakan AOM dan / atau tanpa osteitis akut
mastoiditis kronis dan mastoiditis akut :
 Clouding atau kekaburan dari sel udara mastoid dan telinga tengah dapat hadir.
Hal ini disebabkan oleh kobaran pembengkakan dari mucosa dan dikumpulkan
cairan.
 Hilangnya ketajaman atau visibilitas mastoid dinding sel karena demineralization,
atrophia, atau kebekuan dari bertulang septa
 Kekaburan mastoid atau distorsi dari garis besar, mungkin dengan cacat terlihat
dari tegmen atau mastoid bozonty
 Peningkatan bidang formasi abscess
 Ketinggian dari periosteum dari proses mastoid atau lekuk bokong berhubung dgn
tengkorak
 Osteoblastic aktivitas di mastoiditis kronis
 MRI lebih sering digunakan pada pasien dengan gejala klinis atau CT temuan
yang bernada intracranial komplikasi. Namun, MRI tidak secara rutin digunakan
untuk mengevaluasi mastoid.
 MRI adalah standard untuk evaluasi menyebelah lunak jaringan, khususnya
struktur intracranial, untuk mendeteksi dan ekstra-aksial cairan koleksi dan
vascular yang terkait masalah.
 MRI adalah membantu dalam perencanaan bedah perawatan efektif.
c. Tympanocentesis dan myringotomy Myringotomy mungkin awalnya dilakukan,
diikuti dengan terapi antibiotik.
d. Culturing tengah-cairan telinga sebelum antimicrobial therapy adalah keharusan.
Meskipun penggunaan mikroskop operasi yang dirancang secara khusus dan sedotan
perangkap memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum
tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu.
e. Kanal yang mensterilkan dengan antiseptik. Dengan anak terkendali, aspirate cairan
dari anterior setengah dari selaput anak telinga.
f. Melakukan lumbar menusuk tulang belakang dan keran jika intracranial perpanjangan
dari infeksi diduga.
6. Komplikasi
Menurut H. Nurbaiti Iskandar. (2007), komplikasi dari mastoiditis adalah :
1. Abses retro aurikula
2. Paresis/paralisis syaraf fasialis
3. Labirintitis
4. Komplikasi intra kranial: meningitis, abses extra dural, abses otak.
7. Therapi
1. Tipe tube timpanal stadium aktif
a. Antibiotik : ampisilin/ amoksilin,(3-4 X 500mg oral) atau klidomisin (3X150-300mg
oral)per hari selama 5-7 hari
b. Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya
c. Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1-2%)
d. Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi
e. Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM
2. Tipe degeneratif
a. Atikoantritomi (5.203)
b. Timpanoplastik (5.195)
3. Tipe metaplastik / campuran
a. Mastoidektomi radikal (5.203)
b. Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, no. register,
diagnosa medis, dan tanggal MRS.
b. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluh nyeri di belakang telinga
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya didapatkan keluhan utama pada klien seperti nyeri di depan telinga
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya dikaitkan dengan penyakit yang sama pada masa sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi susunan keluarga dengan penyakit yang sama (mastoiditis), ada/tidak dalam
anggota keluarganya yang menderita penyakit menular, turunan.

f. Pola-pola fungsi kesehatan


- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Kaji kebiasaan pasien tentang melaksanakan hidup sehat seperti mandi, sikat gigi
dan makan atau periksa kalau sakit.
- Pola nutrisi dan metabolisme.
Pada pasien mastoiditis bisa mengalami penurunan nafsu makan karena nyeri
dibelakang telinga
- Pola eliminasi.
Kaji kebiasaan BAB atau BAK apakah ada perubahan atau tidak pada pasien
pneumothoraks.
- Pola tidur dan istirahat.
Pada pasien mastoiditis biasanya mengalami gangguan pola tidur diakibatkan
nyeri di belakang telinga
- Pola sensori dan kognitif.
Pada pasien mastoiditis biasanya mengalami gangguan pada pendengaran.
- Pola aktifitas.
Biasanya pada pola aktivitas mengalami gangguan karena nyeri.
- Pola reproduksi sexual.
Kaji jenis kelamin pasien, mengalami gangguan dalam melaksanakan hubungan
seksual apa tidak kelainan pada alat genitalia.
- Pola hubungan peran.
Apakah mengalami gangguan dalam menjalankan perannya seshari-hari.
- Pola penanggulangan stress.
Kaji kebiasaan pasien dalam menghadapi masalah / stres.
Pemeriksaan fisik
1. Sistem respirasi
Biasanya tidak mengalami gangguan

2. Sistem kardiovaskuler
Pada kasus mastoiditis biasanya tidak mengalami gangguan
3. Sistem Persyarafan
Biasanya Pasien sering merasa gelisah
4. Sistem Perkemihan – Eliminasi Uri
Pada kasus mastoiditis biasanya tidak mengalami gangguan
5. Sistem Pencernaan – Eliminasi Alvi
Pada mastoiditis biasanya tidak mengalami gangguan
6. Sistem Tulang-Otot-Integumen
Biasanya tidak mengalami gangguan
7. Sistem endokrin
Biasanya pada kasus ini sistem endokrin tidak mengalami gangguan

8. Sistem genitourinaria
Biasanya tidak mengalami gamgguan

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada mastoiditis antara lain:

1) Nyeri akut berhubungan dengan  peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
2) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi.
3) Perubahan  persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
5) Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan unutk berkomunikasi

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan  peradangan pada tulang mastoid akibat infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi
KH :
 Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Skala nyeri turun
 Wajah pasien rileks

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji ulang skala nyeri, lokasi, Mengetahui ketidakefektifan intervensi
intensitas.
2. Berikan posisi yang nyaman Mengurangi nyeri
3. Ajarkan teknik relaksasi dan Mengalihkan perhatian pasien terhadap
ciptakan lingkungan yang tenang
nyeri dan mengurangi nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgesik,
Dapat mengurangi nyeri, membunuh
antibiotika, dan anti inflamasi
kuman dan mengurangi peradangan
sesuai indikasi
sehingga mempercepat penyembuhan.

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam suhu tubuh dapat
normal (360-370C)
Kriteria Hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
 Kulit tidak teraba hangat
 Wajah tidak tampak merah
 Tidak terjadi dehidrasi

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau  input dan output Untuk mengetahui balance cairan pasien
2. Ukur suhu tiap 4-8 jam Untuk mengetahui perkembangan klien
3. Kolaborasi dengan pemberian Untuk menurunkan panas
antipiretik
4. Ajarkan kompres hangat dan Untuk menurunkan panas tubuh dan
banyak minum mengganti cairan tubuh yang hilang

3. Perubahan sensori/persepsi (auditoris) berhubungan dengan kerusakan pendengaran


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien mampu
mendengar dengan baik
KH :
 Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum
 Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat

INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tentang ketajaman Menentukan seberapa baik tingkat
pendengaran
2. Diskusikan tipe alat bantu dengar pendengaran klien
dan perawatannya yang tepat Untuk menjamin keuntungan maksimal
3. Bantu pasien berfokus pada semua
bunyi di lingkungan dan Untuk memaksimalkan pendengaran
membicarakannya hal tersebut

4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan  jaringan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko infeksi dapat
hilang atau teratasi
KH : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi keadaan umum pasien Mengetahui keadaan umum pasien
selama 24 jam
2. Anjurkan pentingnya cuci tangan Mencegah penularan penyakit
3. Ajarkan prosedur mencuci telinga Mencegah infeksi berlanjut
luar
4. Kolaborasi pemberian antibiotik Agar dapat membunuh kuman, sehingga
profilaksi tidak menularkan penyakit terus-menerus

5. Ansietas berhubungan dengan Ketidakmampuan berkomunikasi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ansietas berkurang.
KH : Menunjukkan ketrampilan interaksi sosial yang efektif

INTERVENSI RASIONAL
1. Informasikan pasien tentang Kembangkan rasa percaya/ hubungan,
peran advokat perawat intra turunkan rasa takut akan kehilangan
operasi kontrol pada lingkungan yang asing
2. Identifikasi tingkat rasa takut Rasa takut yang berlebihan/ terus-menerus
yang mengharuskan dilakukan akan mengakibatkan reaksi stress yang
penundaan prosedur pembedahan berlebihan, risiko potensial dari
pembalikan reaksi terhadap prosedur/ zat-
zat anestesi
Pasien akan memperhatikan masalah
3. Cegah pemajan tubuh yang tidak kehilangan harga diri dan ketidakmampuan
diperlukan selama pemindahan untuk melatih control
ataupun pada tulang operasi Ketidakseimbangan dari proses pemikiran
4. Berikan petunjuk/ penjelasan akan membuat pasien menemui kesulitan
yang sederhana pada pasien yang untuk memahami petunjuk-petunjuk yang
tenang panjang dan berbelit-belit
Suara gaduh dan keributan akan
5. Kontrol stimulasi eksternal meningkatkan ansietas
Untuk meningkatkan tidur malam hari
6. Berikan obat sesuai petunjuk,
sebelum pembedahan; meningkatkan
misal; zat-zat sedatif, hipnotis
kemampuan koping

6. Gangguan harga diri berhubungn dengan sigman berkenaan dengan kondisi.


Tujuan: mengidentifikasi perasaan dan metode untuk koping dengan persepsi negative
pada diri sendiri.
KH :
1. Pasien mampu mengungkapkan peningkatan rasa harga diri dalam hubungannya
dengan diagnose
2. Pasien mampu mengungkapkan persepsi reaslistis dan penerimaan diri dalam
perubahan peran gaya hidup.

INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusikan perasaan pasien Reaksi yang ada bervariasi diantara
mengenai individu dan pengetahuan atau
diagnostic,persepsi diri pengalaman awal dengan keadaan
terhadap penanganan yang penyakitnya akan mempengaruhi
dilakukannya.anjurkan penerimaan terhadap penerimaan
untuk mengungkapkan atau pengobatan.adanya keluhan merasa
mengekspresikan takut,marah dan sangat memperhatikan
perasaan.nya tentang implikasinya dimasa yang akan
2. Identifikasi atau antisipasi datang,dapat membantu pasien menerima
kemungkinan reaksi orang keadaannya.
pada keadaan
Memberikn kesempatan untuk berespon
penyakitnya.anjurkan pasien
pada proses pemecahan masalah dan
untuk tidak merahasiakan
memberikan tindakan control terhadap
masalahnya.
situasi yang dihadapi.
3. Galih bersama pasien
mengenai keberhasilan yang
Memfokuskan pada aspek yang positif
telah diperoleh atau yang
dapat membantu untuk menghilangkan
akan dicapai selanjutnya dan
perasaan dari kegagalan atau kesadaran
kekuatan yang dimilikinya.
terhadap siri sendiri.
4. Hindari pemberian
perlindungan yang amat Partisipasi dalam sebanyak mungkin
berlebihan kepada pasien. pengalaman dapat mengurangi depresi
Anjurkan aktivitas dengan tentang keterbatasan.
memberikan pengawasan
Pandangan yang negative dari orang
atau dengan memantau jika
terdekat dapat berpengaruh terhadap
ada indikasi.
perasaan harga diri pasien yang
5. Tentukan sikap atau
mempunyai resiko membatasi
kecakapan orang
penangangan yang optimal.
terdekat,bantu ia menyadari
persaan tersebut adalah
normal,sedangkan merasa
bersalah dan menyalahkan
diri sendiri tidak ada
manfaatnya.
IV. Implementasi
Adalah mengelolah dan mewujudkan dari rencana perawatan meliputi tindakan
yang telah direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dengan ketentuan
rumah sakit.

V. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan merupakan
perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah dilakukan dengan cara melibatkan klien dan sesama tenaga kesehatan (Nasrul F,
1995)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2010.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.EGC.Jakarta.

Iskandar,H.Nurbaiti,dkk.2007.BukuAjar Ilmu Penyakit THT.BalaiPenerbit FKUI.Jakarta.

Mukmin,Sri;Herawati,Sri.2009.Teknik Pemeriksaan THT.Laboratorium Ilmu Penyakit THT, FK


UNAIR. Surabaya.

Francis, Mary moorhouse, dkk. 2016. Buku Rencana Asuhan Keperawatan. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta

www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai