Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA NODUL THYROID DI


RUANG LONTARA II ATAS BELAKANG (BEDAH TUMOR)
RSUPD Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun Oleh
MUH AYYUB IRSYADULLAH N
17.018

CI Lahan CI Institusi

(………………………………) (………………………………)

AKADEMI KEPERAWATAN MAKASSAR


YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR
T. A. 2019/2020
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan
oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid.
Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha
meningkatkan hormon yang dihasilkan.
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma
sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol,
lobak, dan kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada
masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. (Brunicardi et al, 2010).
3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non- toksik,
struma difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa non-toksik.
Dimana istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada adanya perubahan dari
segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid (kelenjar tiroid aktif
menghasilkan hormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi
hormone tiroid kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan
diseluruh kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada struma
diffusa toksik (disertai gejala hipertiroidisme) dan struma diffusa non
toksik (tanpa tanda dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari kelenjar
tiroid, yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran tersebut
ditandai dengan benjolan di leher yang bergerak pada saat menelan.
Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi
multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan
kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-
angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di
leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan
strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon
tiroid sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif menghasilkan
hormon tiroid. sering tidak menampakkan gejala/keluhan karena
pasien tidak mengalami hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
4. Manifestasi Klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat
beberapa manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah,
berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
5. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1) Perdarahan
2) Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3) Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4) Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam
sirkulasi dengan tekanan.
5) Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6) Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7) Trakeumalasia (melunaknya trakea).
6. Patofisiologi
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang
disekresikan oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi
oleh tirotropin releasing hormone (TRH) dari hipothalamus. TSH
menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid
serta sekresinya oleh kelenjar tiroid. Tirotropin bekerja pada reseptor TSH
pada kelenjar tiroid. Hormon tiroid dalam serum (levothyroxine dan
triiodothyronine) menyebabkan feedback ke pituitari, yang mengatur
produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor
antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa
menyebabkan struma diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel
peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk
nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk
menormalkan kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa
terbentuk struma. Penyebab kekurangan hormon tiroid bisa karena
gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH
receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari terhadap
hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid,
kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL;
T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal
TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali
normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
b. Sidik (scanning) tiroid
Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk
menentukan fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam.
Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika
uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau
padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan
kistik. Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat) maka
selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi
1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin
lesion (papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi
pembiusan.
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan
patologi anatomi merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki
nilai akurasi paling tinggi. Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi
dengan Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsi
(BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh operator yang sudah
berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH dapat menjadi
metode yang efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada nodul
soliter atau nodul dominan dalam struma multinodular. BAJAH
mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas 92%. Bila BAJAH
dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif palsu
kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH
ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
8. Penatalaksanaan
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi: pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat
awal, rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif, pada
kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik :iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik:
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir
dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4).
Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid.
Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5
mg/hari selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin
dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10
mg/hari selama 14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang
telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko
tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren.
Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya
pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan
menelan, suara parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar
tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy
subtotal sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus
naccessories, vena jugularis eksterna dan interna, musculus
sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus serta kelenjar
ludah submandibularis.
9. Pencegahan
a. Pemberian Edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat,
khususnya mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan
garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang
berada di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan Lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di
daerah endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan dosis
untuk orang dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc, sedangkan yang
usianya sedang atau kurang dari enam tahun hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Snnt


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan,
pekerjaan, no rm, diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
nama penanggung jawab, alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan
pasien.
b. Status Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada
leher. Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan
yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher
yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya
pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit
gondok.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
saat ini.
c. Pola Kebutuhan
1) Pernafasan : frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea,
edema paru (pada krisis tiroksikosis).
2) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat, atrofi otot.
3) Integritas ego : mengalami stress, emosi labil, depresi.
4) Makanan dan cairan : kehilangan nafsu makan, penurunan berat
badan, terkadang nafsu makan meningkat, makan sering,
kehausan,mual, muntah.
5) Rasa nyaman : adanya rasa nyeri
6) Rasa aman : tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simeris, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan/lepas
b) Mata
Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis, reflek pupil isokor
Palpasi : Tidak ada gangguan
c) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada serumen
Palpasi : Tidak ada gangguan
d) Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi
e) Leher
Palpasi : Ada pembesaran tiroid, ada benjolan, sulit menelan
f) Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Tidak ada gangguan
Perkusi : Sonor
g) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bengkak
Auskultasi : bising usus 3-15 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
h) Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih
i) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
j) Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan nafas
b. Penurunan curah jantung berhubunga dengan perubahan irama jantung
c. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
h. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
i. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas a. 1. Respiratory status : a. 1. Airway suction
tidak efektif
b. Ventilation a. Auskultasi suara nafas pasien
berhubungan dengan c. 2. Respiratory status : b. Monitor status oksigen pasien
benda asing dalam Airway patency c. Berikan oksigen apabila pasien
jalan nafas d. 3. Aspiration Control menunjukkan bradikardi, peningkatan
Kriteria Hasil : saturasi O2, dll.
a. Menunjukkan jalan 2. Airway Management
nafas yang paten (klien a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
tidak merasa tercekik, chin lift atau jaw thrust bila perlu
irama nafas, frekuensi b. Auskultasi suara nafas, catat adanya
pernafasan dalam suara tambahan
rentang normal, tidak c. Monitor respirasi dan status O2
ada suara nafas d. Posisikan pasien untuk
abnormal. memaksimalkan ventilasi
b. Mampu e. Identifikasi pasien perlunya
mengidentifikasikan dan pemasangan alat jalan nafas buatan
mencegah factor yang f. Atur intake untuk cairan
dapat menghambat jalan mengoptimalkan keseimbangan.
nafas

2 Nausea berhubungan Nausea and vomiting Nausea Management


dengan efek agen control 1. Kaji rasa mual secara komperehensif
farmakologis Nausea and vomiting mulai dari frekuensi, durasi, tingkat
severity mual dan faktor yang menyebabkan
Setelah dilakukan tindakan pasien mual.
asuhan keperawatan selama 2. Observasi ada tanda-tanda ada mual
3 x 24 jam diharapkan rasa muntah atau tidak
mual klien hilang atau 3. Evaluasi efek mual terhadap nafsu
berkurang. makan pasien, aktivitas sehari – hari
Kriteria hasil : dan pola tidur pasien
1. Pasien mengatakan rasa 4. Berikan istirahat dan tidur yang
mual berkurang atau adekuat
tidak mual lagi 5. Berikan KIE makan sedikit – sedikit
2. Pasien mengatakan tidak tetapi sering dan dalam keadaan
muntah hangat
3. Tidak ada peningkatan 6. Kolaborasi pemberian antiemetic
kelenjar saliva
4. Pasien dapat
menghindari faktor
penyebab nausea dengan
baik
3 Risiko penurunan curah Cardiac Pump Cardiac care
jantung berhubungan Effectiveness Vital Sign Monitoring
dengan perubahan Circulation status 1. Monitor TTV dan keadaan umum
irama jantung Vital sign status pasien
Setelah diberikan asuhan 2. Observasi tanda – tanda adanya
keperawtan selama 3 edema
x24jam diharapkan curah 3. Observasi status pernafasan
jantung dalam batas 4. Observasi adanya nyeri dada
normal, dengan kriteria (intensitas, durasi, skala, lokasi nyeri)
hasil : 5. Monitor balance cairan
e. TTV dalam batas normal 6. Anjurkan istirahat yang cukup
f. Kelelahan tidak ada 7. Anjurkan menurunkan stress
g. Edema paru (-)
h. Asites (-)
i. Penurunan kesadaran (-)
4 Ansietas berhubungan a. Anxiety self control a. Anxiety Reduction
dengan kurang terpapar b. Anxiety level (Pengurangan kecemasan)
informasi c. Coping 1. Gunakan pendekatan yang
Setelah dilakukan tindakan menenangkan dan menyakinkan.
asuhan keperawatan selama 2. Dorong pasien mengungkapkan
3 x 24 jam diharapkan kecemasan yang dialaminya.
kecemasan klien hilang 3. Dengarkan pasien dengan penuh
atau berkurang. perhatian.
Kriteria hasil : 4. Kaji tanda kecemasan yang
1. Mampu diungkapkan secara verbal maupun
mengindentifikasi dan nonverbal.
mengungkapan (tanda 5. Beri pujian atau kuatkan perilaku
dan gejala) kecemasan. yang baik secara tepat.
2. Mengatakan kecemasan 6. Ajak melakukan teknik relaksasi
sudah berkurang yang nafas dalam
dinyatakan verbal b. Peningkatan Koping
maupun nonverbal. 1. Berikan informasi mengenai
3. Tampak adanya penyakit, yang dideritanya
dukungan keluarga 2. Dukung keterlibatan keluarga untuk
mendampingi pasien
5 Nyeri akut
j. 1. Pain level 1. Pain management
berhubungan denga
k. 2. Pain control 2. Analgesic administration
agen pencedera fisik l. 3. Comfort level a. Observasi TTV
(prosedur operasi) Setelah dilakukan tindakan b. Kaji karakteristik nyeri secara
asuhan keperawatan selama komprehensif (penyebab, kualitas,
3 x 24 jam diharapkan nyeri intensitas, skala nyeri) yang
berkurang klien hilang atau diungkapkan secara verbal dan
berkurang. nonverbal
Kriteria hasil : c. Berikan posisi yang nyaman
1. Pasien mengatakan d. Berikan suasana lingkungan yang
nyeri berkurang yang nyaman
diekspresikan melalui e. Ajarkan teknik relaksasi baik nafas
verbal dan non verbal dalam ataupun distraksi
2. Mampu mengontrol f. Kolaborasi pemberian obat analgesik
nyeri dengan manajemen
nyeri
6 Gangguan komunikasim. 1. Anxiety self control 1. Communication enhancement :
verbal berhubungan
n. 2. Coping Speech deficit
dengan gangguan
o. 3. Sensory fundion : 2. Anxiety reduction
neuromuscular hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara pasien
p. 4. Fear self control b. Kaji kemampuan lain yang dimiliki
Setelah dilakukan tindakan pasien
asuhan keperawatan selama c. Dengarkan dengan penuh perhatian
3 x 24 jam diharapkan d. Berikan pujian atas kemampuan yang
gangguan komunikasi dimiliku
verbal pasien berkurang. e. Berikan fasilitas yang dapat
Kriteria hasil : digunakan untuk berkomunikasi
1. Mampu berkomunikasi (buku, pulpen, pensil, dan perlatan
dengan menunjukkan lainnya yang dapat digunakan
ekspresi verbal dan atau komunikasi dua arah secara optimal)
non verbal yang f. Ajarkan menyampaikan informasi
bermakna dengan bahasa isyarat
2. Mampu g. Dorong partisipasi keluarga dalam
mengkoordinasikan proses penyembuhan
gerakan dalam h. Kolaborasi pemberian terapi wicara
menggunakan bahasa
isyarat
3. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
4. Mampu memanajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
5. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan pesan

7 Gangguan pola tidur


q. 1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
berhubungan dengan
r. 2. Comfort level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
adanya nyeri s. 3. Pain level b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
t. 4. Rest : Extent and pasien
Pattern c. Identifikasi penyebab gangguan pola
u. 5. Sleep : Extent and tidur yang dialami pasien
Pattern d. Berikan lingkungan yang nyaman dan
Setelah dilakukan tindakan kurangi factor penyebabkan
asuhan keperawatan selama gangguan pola tidur
3 x 24 jam diharapkan e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
gangguan pola tidur waktu tidur terhadap kesehatan
berkurang. f. Ajarkan teknik relaksasi
Kriteria Hasil : g. Dorong keluarga pasien untuk
1. Pasien dapat tidur membantu peningkatan kuantitas dan
dengan tenang kualitas tidur pasien
2. Jumlah tidur pasien h. Kolaborasi pemberian obat untuk
sesuai dengan mengurangi dampak dari factor
kebutuhan pasien (6-8 penyebab yang menimbulkan
jam/hari) gangguan tidur
i. Kolaborasi pemberian makanan
seperti susu
10 Risiko infeksi1. Immune status 1. Infection control
berhubungan dengan 2. Knowledge : Infection (Kontrol Infeksi )
efek prosedur invasif control a. Monitor keadaan luka
3. Risk control b. Monitor tanda dan gejala infeksi
Setelah dilakukan tindakan c. Monitor kadar WBC, granulosit
asuhan keperawatan selama d. Berikan perawatan luka secara
3 x 24 jam diharapkan berkala dengan teknik yang tepat
risiko infeksi klien hilang e. Berikan lingkungan yang bersih
atau berkurang. f. Berikan KIE pasien dan keluarga
Kriteria hasil : mengenai personal hygiene (seperti
1. Tidak tampak adanya cara mencuci tangan yang benar)
tanda dan gejala untuk menghindari adanya factor
infeksi pemicu infeksi
2. Jumlah leukosit dalam g. Kolaborasi pemberian antibiotic
batas normal
3. Menunjukkan perilaku
hidup sehat
9 Risiko jatuh 1. Trauma risk for 1. Fall prevention
berhubungan dengan 2. Injury risk for a. Identifikasi defisit kognisi atau fisik
efek agen farmakologis Setelah diberikan pasien
asuhan keperawatan b. Identifikasi karakteristik lingkungan
selama 3 x 24jam yang berpotensi menyebabkan
diharapkan tidak ada kejadian jatuh
kejadian jatuh dengan c. Identifikasi faktor lingkungan yang
kriteria hasil : meningkatkan resiko jatuh
1. Mampu mempertahakan d. Pasang belt pengaman pada tepi
keseimbangan tubuh tempat tidur dan kunci roda tempat
2. Tidak terjadi kejadian tidur setelah melakukan mobilisasi
jatuh e. Bantu memenuhi ADLs pasien
3. Mempunyai pemahaman f. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
dan perilaku pencegahan menjaga lingkungan yang aman dan
kejadian jatuh terhindar dari kejadian jatuh
4. Lingkungan aman

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena
kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan apakah
intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah untuk
memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan sesuai
kebutuhan (Kozier, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Syamat, dkk, 2016. Edisi Revisi Buku Ilmu Penyakit Dalam,EGC :
Jakarta.
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis
dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja.
Potter and Perry. 2016. Fundamental Keperawatan . Volume 2.
Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. 2009. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Reeves, J.C.2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Wilkinson, Judith M. 2015. Buku Saku Keperawatan: Diagnosa NANDA,
Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai