Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN TBI DI IGD BEDAH RSUD

DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUH AYYUB IRSYADULLAH N

NIM : 17046

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

AKADEMIK KEPERAWATAN MAKASSAR


YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR
2019

Page 1
BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFENISI

Trauma Kepala (Brain Injuy) adalah kerusakan neurologis yang terjadi

akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun

efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2005).

Trauma kepala atau cedera kepala (Brain injury) adalah salah satu

bentuk trauma yang dapat megubah kemampuan otak dalam menghasilkan

keseibangan fisik, intelektual, emosional, social dan pekerjaan atau dapat

dikatakan sebagai bagian dari traumatic yang dapat menimbulkan perubahan-

perubahan fungsi otak (Black, 2005)

Page 2
Trauma brain injury (cedera kepala) adalah trauma mekanik terhadap

kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan

gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial

baik bersifar temporer maupun permanen (PERDOSSI, 2006)

Craniotomi adalah opeasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)

dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak (Brown

CV, 2004)

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow ComeScale (GCS):
1. Minor
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematomaintrakranial.

C. ETIOLOGI

Menurut Brunner & Suddart (2003) etiologi dari cedera kepala antara lain :

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor/sepeda dan mobil

2. Kecelakaan pada saat olahraga

Page 3
3. Anak dengan ketergantungan

4. Cedera akibat kekeasan

5. Cedera akibat benturan

D. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hamper seluruhnya

melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi

kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan

gangguang fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan

bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan

menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan

glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan

terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral (Brunner & Suddart, 2003)

Pada saat otak mengalami hipoksia tubuh berusaha memebuhi

kebutuhan oksigen melalui proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan

dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan

Page 4
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan

menyebabkan asidosis metabolic. Dalam keadaan normal serebral blood flow

(CBF) yaitu 50-60 ml/m/100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 % dari cariac

output (Price, 2005)

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup

aktivitas atypical-miocardial, perubahan tekanan vaskuler dan menyebabkan

oedema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan

gelombang T dan p distritmia fibrilasi atrium dan ventrikel dan takikardia

(Muttaqin, 2008)

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,

dimana penurunan tekanan vaskuler ini akan menyebabka pembulh darah

arteroil berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada

pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar (Price, 2005)

E. MANIFESTASI KLINIK

Menururt Mansjoer (2007) tanda dan gejala yang timbul antara lain :

1. Sakit kepala berat

2. Muntah proyektil

3. Pupil edema

4. Perubahan tipe kesadaran

5. Tekanan darah menurun/bradikardi

6. Anisokor

7. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan

8. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

9. Kebingungan/kecemasan

Page 5
10. Iritabel

11. Pucat

12. Pusing kepala

13. Terdapat hematoma

14. Sukar untuk dibangunkan

15. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dai

hidung (Rhinorrehea) dan telinga (othorrea) bila fraktur tulang

temporal

F. KOMPLIKASI

Menurut (Ester, 2001), komplikasi yang akan terjadi pada pasien trauma brain

injury antara lain :

1. Hemoragic

2. Infeksi

3. Oedema

4. Herniasi

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Brunner & Suddart, (2003), pemeriksaan diagnostic dari cedera

kepala antara lain :

a) ST-Scan, Memperlihatkan secara spesifik letak odema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark, atau iskemia serta

posisinya secara pasti

b) MRI, Dengan mengguakan gelombang magnetic untuk

menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak

c) Serebral Angiography

Page 6
d) Serial EEG,

e) X-Ray, Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo

f) BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi

korteks dan batang otak.

g) PET (positron emmision topography): untuk menunjukan


metabolisme otak.
h) AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang
meningkatkan TIK.

H. PENATALAKSANAAN

1. Penanganan Pre Hospital

Yang pertama dinilai adalah kelancaran jalan nafas,(airway) jika

klien dapat berbicara maka maka kemungkinan besar jalan nafas adekuat.

Obstruksi jakan nafas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar yang

disebabkan oleh benda asing, muntah, jatuhnya pangkal lidah atau fraktur

tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi

vertebra servikalis, yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau

rotasi yang berlebihan dari leher (Ester, 2001)

Dalam hal ini kita harus melakukan chin lift atau jawl thurst,

sambil merasakan hembusan nafas yang keluar melaui hidung. Bila ada

sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari

atau suction jika tersedia. Untuk menjaga potensi jalan nafas selanjutnya

dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan nafas tidak adekuat

perlu bantuan nafas melaui mouth to mouth itu akan sangan membantu.

Page 7
Apabila tersedia O2 dapat diberikan dala jumlah yang memadai

pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan

nafas belum dapat memberikan oksigeasi yang adekuat, bila

memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal (Brinner &

Sudart, 2003)

Status sirkulasi dapat dinilai secara tepat dengan dengan memeiksa

tingkat kesadaran dan denyut nadi (circulation) tindakan lain yang dapat

dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, meilai

warna serta temperetur kulit, dan mengukur tekanan darah (Price, 2005)

2. Penanganan di rumah sakit

Penatalaksanaan cedea kepala berat seyogyanya dilakukan di unit

rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk

kerusakan primer akibat cedera tetapi setidaknya dapat mengurangi

kerusakan otak sekunder akibat hipoksia. Hipotensi, atau tekanan intra

carnila yang meningkat (Brunner & suddart, 2003)

Penilain ulang jalan nafas dan ventilasi umumnya pasien dengan

stupor atau koma harus diintubasi

Monitor tekanan darah, jika pasiem memperlihatkan tanda

ketidakstabilan hemodinamik maka lakukan pemantantauan

dengan menggunakan kateter arteri

Pemasangan alat monitor tekanan intra cranial pada pasien dengan

skor < dari 8 bila memungkinkan

Pemberian nutrisi via NGT diberikan sesegera mungkin

Page 8
Temperature badan : demam mengeksaserbasi cedera otak dan

harus diobati secara agresif dengan asetaminofen atau kompres

ST-Scan lanjutan, umumnya Scan otak lanjutan harus dilakukan 24

jam setelah cedera awal pada pasien dengan perdarahan

intracranial untuk menilai perdarahan yang proresi

Page 9
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat


kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyenestokes,
biot, hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
- Kesadaran  GCS.
- Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
- Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
- Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar  tanyakan pola makan?
- Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
- Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
- Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik
(hepiparese/pelgia, gangguan gerak volunteer, ROM, kekuatan
otot.
- Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan
saraf fasialis.

Page 10
e. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Nanda (2005) yang biasanya muncul adalah

a) Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat napas di otak

Tujuan : (NIC) :

Mempertahankan pola nafas melaui vemtilator

Criteria hasil :

Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tand-

tanda hipoksia dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan (NOC) :

1. Hitung pernapasan pasien dalam satu menit

2. Cek pemasangan tube

3. Observasi rasio inspirasi dan ekspirai

4. Perhatikan kelembaban dan suhu pasien

5. Monitor ventilator per 15 menit

6. Pertahankan posisi kepala pada posisi 15-30° dan tidak

menekan

b) Nyeri akut b.d agen injury

Tujuan (NIC) : nyeri teratasi

Criteria hasil :

Nyeri kepala berkurang (skala nyeri <3), ekpresi wajah klien rileks,

TTV dalam batas normal

Rencana tindakan ;

Page 11
1. Kaji KU dan TTV klien

2. Kaji karateristik nyeri secara komperhensif meliputi (lokasi,

karateristik, insentis/keparahan nyeri, faktor prepitasinya)

3. Observasi ketidaknyamanan non verbal

4. Berikan lingkungan yang nyaman

5. Ajarkan teknin non farmakologi

6. Kolaborasi pemberian analgetik

c) Gangguan perfusi jaringan serebral b.d udem otak

Tujuan (NIC) : mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran

fungsi motorik

Criteria hasil : TTV stabil, tidak ada peningkatan TIK

Rencana tindakan (NOC) :

1. Monitor status neurologis menggunakan GCS

2. Monitor TTV setia 30 menit

3. Observasi ketidanyamanan non verbal

4. Observasi kejang dan lindungi pasien dari akibat kejang

5. Berikan terapi oksigen tambahan

d) Deficit perawatn diri b.d kelemahan fisik

Tujuan (NIC) : kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara

adekuat

Criteria hasil :

Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi

sesuai kebutuhan oksigen adekuat

Rencana tindakan (NOC) :

Page 12
1. Berikan pejelasan tiap kali melakukan tindakan pasien

2. Beri bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

3. Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan ADL

e) Resiko ifeksi b.d luka post d’entry

Tujuan (NIC) : klien tidak mengalami infeksi

Criteria hasil : TTV dalam batas normal

Rencana tindakan (NOC) :

1. Berikan perawatan dengan teknik steril

2. Observasi daerah yang mengalami luka

3. Berikan antibiotic sesuai program

4. Monitor TTV secara teratur

C. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI (disesuaikan dengan intervensi di

atas)

Page 13
LAMPIRAN

PATOFISIOLOGI (Penyimpangan KDM)

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intrakranial

Terputusnya kontinuitas Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak


jaringan kulit, otot dan jaringan tulang (kontusio, laserasi)
vaskuler

-Perubahan outoregulasi
Gangguan
Resiko Nyeri -Odem cerebral
suplai darahIske
infeksi

-Perdarahan mia Kejang


Perubahan
Hipoksia
-Hematoma perfusi
Perubahan Gangg. fungsi Gangg. 1. Bersihan jln. nafas
2. Obstruksi jln.
sirkulasi CSS otak Neurologis nafas
Peningkatan Mual – 3. Dispnea
muntah 4. Henti nafas
Papilodema Defisit 5. Perub. Pola nafas
TIK
Pandanganka
bur Neurologis
Girus medialis Penurunanfungsipe
Gangg. persepsi Resiko tidak efektifnya
lobus sensori jln. nafas
Resiko
Herniasi
kurangnya
Tonsil Kompresi medula
unkus
cerebelumtergeser
Mesesenfalon Resiko oblongata

Resiko gangg.uan
tertekan injuri
Immobilisas integritaskulit
Gangg.
i
kesadaran
Cemas Kurangnya perawatan
diri

Page 14
Kesimpulan :
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri
biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku
seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas
perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis
kelainan yang terjadi. Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan
kesadaran, konfusi, perubahan TTV, sakit kepala, vertigo, kejang, pucat, mual
dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, dan lain-lain.
Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai
berikut:
1.      Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
2.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis
3.      Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat
pernapasan di otak).
4.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.
Diagnosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan, hal ini sesuai dengan
kondisi klien saat itu.

Saran :
Penanganan pada klien dengan cedera kepala sangat ditekankan agar tidak
terjadi kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini perawat harus bertindak dengan
cepat dan tepat sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

Page 15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddar, 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta EGC

Muttaqin A, 2008. Buku ajar keperawatan dengan gangguan system persyarafan.

Jakarta Salemba Medika

Price, S.A, (2005) Patpfisiologi konsep klinis proses penyakit (terjemahan) edisi 4

Brown CV, Weng J, Oh D, et al. Does routine serial computed tomography of the

head influence management of traumatic brain injury. Aprospective

evaluation J trauma Nov 2004

Nanda, 2006 Buku panduan diagnosis keperawtan. EGC Jakarta

Ester M, 2001 Keperawatan Medikal Bedah EGCJakarta

Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J, et al. Surgical management of acute subdural

hematomas Neurosurgery. Mar 2006

Page 16

Anda mungkin juga menyukai