KASUS STRAUMA
DI RUAGAN POLI BEDAH
RSUD MADUKELLENG SENGKANG
Disusun Oleh:
HARDYANTI, S.Kep
2021030011
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN STRUMA
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1)Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai).
2)Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non-
toksik, struma difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa
non-toksik. Dimana istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada
adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti
hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan
hormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone
tiroid kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan
diseluruh kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada
struma diffusa toksik (disertai gejala hipertiroidisme) dan struma
diffusa non toksik (tanpa tanda
dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari
kelenjar tiroid, yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran
tersebut ditandai dengan benjolan di leher yang bergerak pada saat
menelan. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan
berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma.
Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif
menghasilkan hormon tiroid. sering tidak menampakkan
gejala/keluhan karena pasien tidak mengalami hipotiroidisme
ataupun hipertiroidisme.
4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea
yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena pasien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar,
gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan
kelelahan
5. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1)Perdarahan
2)Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3)Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4)Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5)Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6)Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7)Trakeumalasia (melunaknya trakea).
6. Patofisiologi
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang
disekresikan oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya,
dipengaruhi oleh tirotropin releasing hormone (TRH) dari
hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel, dan
produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.
Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon
tiroid dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan
feedback ke pituitari, yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada
reseptor TSH oleh TSH, TSH- receptor antibodi, atau TSH receptor
agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa menyebabkan struma
diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel peradangan, atau sel-
sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH
menyebabkan peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar
tiroid untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus
terjadi, bisa terbentuk struma. Penyebab kekurangan hormon tiroid
bisa karena gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan
goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist.
TSH receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari
terhadap hormon tiroid,
adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin
e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum
dapat ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas.
Pemeriksaan patologi anatomi merupakan standar baku untuk sel
tiroid dan memiliki nilai akurasi paling tinggi. Pengerjaan dengan
teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus atau Fine Needle
Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh operator
yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil,
BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak
atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan dalam struma
multinodular. BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan
spesifitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan
menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada
BAJAH ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
7. Penatalaksanaan
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif,
pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat
anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada
sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah
produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap
8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid
dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari
selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan
kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-
10 mg/hari selama 14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien
yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi
eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit
atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien
dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya
pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa
gangguan menelan, suara
parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat satulobus kelenjar tiroid beserta isthmus
(struktur yang menghubungkan lobus kanan dan kiri dari kelenjar tiroid).
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna,
musculus sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus
serta kelenjar ludah submandibularis
8. Pencegahan
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada
di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di
daerah endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan
dosis untuk orang dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc,
sedangkan yang usianya sedang atau kurang dari enam tahun
hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.
c. Pola Kebutuhan
1) Respirasi : biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek
dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
2) Aktivitas/ istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,
atrofi otot dan terjadinya gangguan pola tidur
3) Integritas ego : pasien mengalami stres yang berat baik emosional
maupun fisik, emosi labil, depresi yang dapat disebabkan karena
kurangnya informasi yang
dimilikinya mengenai penyakit yang dideritanya.
4) Makanan/cairan : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu
makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual
dan muntah, pembesaran tyroid.
5) Rasa nyaman : pada pasien post operasi akan mengalami nyeri pada
luka bekas operasi. Selain nyeri, juga gangguan pada pemenuhan
kebutuhan rasa nyaman berupa adanya rasa mual (nausea) akibat
peningkatan asam lambung yang menjadi efek samping dari anestesi
umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi
yang hilang.
6) Rasa aman : pasien post operasi akan terjadi gangguan dalam
pemenuhan rasa aman karena pasien akan mengalami gangguan
keseimbangan dan koordinasi akibat dari efek dari pembedahan
sehingga risiko jatuh pada pasien akan
meningkat.
7) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung
meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Wajah dan Mata : wajah tampak pucat, kantung mata (+), lingkaran mata
(+), konjungtiva anemis
b) Mulut : Mukosa mulut kering
c) Leher : pada pasien dengan pre operasi terdapat pembesaran
kelenjar tiroid yang ditunjukkan dengan adanya benjolan pada
leher. Sedangkan pada pasien post operasi biasanya didapatkan
adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang
direkatkan dengan hypafik serta terpasang
drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
d) Dada : adanya pergerakan otot bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan,
frekuensi nafas cenderung lebih cepat.
e) Ekstremitas: mengalami penurunan kekuatan otot yang menjadi
efek dari anastesi sehingga terjadi gangguan keseimbangan saat
melakukan aktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas
b. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas1. Respiratory status : 1. Airway suction
Ventilation
tidak a. Auskultasi suara nafas pasien
2. Respiratory status
b. Monitor status oksigen pasien
:
c. Berikan oksigen apabila pasien
efektif
Airway patency
menunjukkan
berhubungan dengan3. Aspiration Control
bradikardi, peningkatan saturasi
benda asing dalam
O2, dll.
jalan nafas Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama
2. Airway Management
3 x 24 jam diharapkan
a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
bersihan jalan nafas tidak
chin lift atau jaw thrust bila perlu
efektif dapat berkurang b. Auskultasi suara nafas,
catat
atau hilang, dengan kriteria
adanya suara tambahan
hasil :
c. Monitor respirasi dan status O2
a. Menunjukkan jalan d. Posisikan pasien
untuk
nafas yang paten
memaksimalkan ventilasi
(pasien tidak merasa
e. Identifikasi pasien
tercekik, irama nafas, perlunya
frekuensi pernafasan pemasangan alat jalan nafas buatan
f. Atur intake untuk cairan
dalam rentang normal,
mengoptimalkan keseimbangan.
tidak ada suara nafas
abnormal.
b. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas
a. Mampu tempat
jatuh
c. Mempunyai
pemahaman
dan
perilaku
pencegahan
kejadian jatuh
d. Lingkungan aman
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi
juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data
yang baru.
5. Evaluasi Keperawatan