Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS STRAUMA
DI RUAGAN POLI BEDAH
RSUD MADUKELLENG SENGKANG

Disusun Oleh:

HARDYANTI, S.Kep

2021030011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

INSITITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP

TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN STRUMA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat
disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk
produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid
dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.

2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering
terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang
mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b. Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
1)Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai).
2)Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide,
sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui


pada masa pertumbuhan, puberitas,
menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress
lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar
tiroid yang dapat bekelanjutan dengan
berkurangnya aliran darah didaerah tersebut (Brunicardi et al, 2010).

3. Klasifikasi
Struma dapat diklasifikasikan menjadi struma difusa non-
toksik, struma difusa toksik, struma nodusa toksik dan struma nodusa
non-toksik. Dimana istlah toksik dan nontoksik ini merujuk pada
adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti
hipertiroid (kelenjar tiroid aktif menghasilkan
hormone tiroid secara berlebihan) dan hipotiroid (produksi hormone
tiroid kurang dari kebutuhan tubuh). Sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih berfokus kepada bentuk pembesaran kelenjar tiroid.
a. Struma diffusa ditandai dengan adanya pembesaran atau benjolan
diseluruh kelenjar tiroid (seakan terjadi pembesaran leher). Ada
struma diffusa toksik (disertai gejala hipertiroidisme) dan struma
diffusa non toksik (tanpa tanda
dan gejala hipertiroidisme).
b. Struma nodusa ditandai dengan membesarnya sebagian dari
kelenjar tiroid, yang dimana benjolannya terlokalisir. Pembesaran
tersebut ditandai dengan benjolan di leher yang bergerak pada saat
menelan. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan
berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma.
Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma
dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.
Sebagian penderita
dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.
1) Struma nodusa toksik : kelenjar tiroid aktif menghasilkan hormon tiroid
sehingga produksinya berlebihan.
2) Struma nodusa non-toksik : kelenjar tiroid tidak aktif
menghasilkan hormon tiroid. sering tidak menampakkan
gejala/keluhan karena pasien tidak mengalami hipotiroidisme
ataupun hipertiroidisme.

4. Manifestasi klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa
manifestasi klinis berupa :
a. Terdapat benjolan di daerah leher
b. Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat.
c. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea
yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esophagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan.
d. Pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
e. Peningkatan metabolism karena pasien hiperaktif dengan meningkatnya
denyut nadi.
f. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar,
gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan
kelelahan
5. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung
kongestif ( jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis karena tubuh kekurangan kalsium
d. Komplikasi pembedahan :
1)Perdarahan
2)Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3)Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4)Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
5)Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6)Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7)Trakeumalasia (melunaknya trakea).

6. Patofisiologi
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang
disekresikan oleh kelenjar pituitari, yang mana, pada gilirannya,
dipengaruhi oleh tirotropin releasing hormone (TRH) dari
hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel, dan
produksi hormon tiroid serta sekresinya oleh kelenjar tiroid.
Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Hormon
tiroid dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan
feedback ke pituitari, yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada
reseptor TSH oleh TSH, TSH- receptor antibodi, atau TSH receptor
agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa menyebabkan struma
diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel peradangan, atau sel-
sel keganasan bermetastase ke tiroid, bisa terbentuk nodul tiroid.
Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya pemasukan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH
menyebabkan peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar
tiroid untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Bila proses ini terus
terjadi, bisa terbentuk struma. Penyebab kekurangan hormon tiroid
bisa karena gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan
goitrogen.
Struma bisa terbentuk dari sejumlah TSH receptor agonist.
TSH receptor merangsang TSH receptor antibodies, resistensi pituitari
terhadap hormon tiroid,
adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor yang
menghasilkan human chorionic gonadotropin

1) Pemeriksaaakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar


normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3
sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang
dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat
membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal
TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali
normal.
2) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun :
a) antibodi tiroglobulin
b) antibodi microsomal
c) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)

b. Sidik (scanning) tiroid


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan
fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24
jam. Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika
uptake < normal disebut cold
area (pada neoplasma).
c. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan
atau padat. Selain itu digunakan untuk membedakan antara nodul
solid dan kistik. Bila hasil USG memberikan gambaran solid (padat)
maka selanjutnya dapat dilakukan
pemeriksaan scanning tiroid.
d. Radiologi

1) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma,


coin lesion (papiler), cloudy (folikuler).
2) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.

e. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum
dapat ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas.
Pemeriksaan patologi anatomi merupakan standar baku untuk sel
tiroid dan memiliki nilai akurasi paling tinggi. Pengerjaan dengan
teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus atau Fine Needle
Aspiration Biopsi (BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh operator
yang sudah berpengalaman. Di tangan operator yang terampil,
BAJAH dapat menjadi metode yang efektif untuk membedakan jinak
atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan dalam struma
multinodular. BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan
spesifitas 92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan
menghasilkan angka negatif palsu kurang
dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
f. Terapi Supresi Tiroksin
Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada
BAJAH ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
7. Penatalaksanaan
a. Konservatif/medikamentosa
Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase pengobatan sangat awal,
rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma residif,
pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
1) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2) Struma toksik :
a) Bed rest
b) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat
anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada
sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah
produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap
8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid
dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari
selama 12-18 bulan.
c) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi
tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan
kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-
10 mg/hari selama 14 hari.
b. Radioterapi
Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien
yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi
eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit
atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien
dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
c. Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya
pembesaran kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa
gangguan menelan, suara
parau dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik.
Beberapa jenis pembedahan yang dilakukan adalah :
1) Isthmulobectomy , mengangkat satulobus kelenjar tiroid beserta isthmus
(struktur yang menghubungkan lobus kanan dan kiri dari kelenjar tiroid).
2) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
3) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
4) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
5) Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
6) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan
limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan
nervus naccessories, vena jugularis eksterna dan interna,
musculus sternocleidomastoideus dan musculus omohyoideus
serta kelenjar ludah submandibularis

8. Pencegahan
a. Pemberian edukasi
Pemberian edukasi ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, khususnya
mengenai pola makan dan memasyarakatkan penggunaan garam beriodium.
b. Pemberian kapsul minyak beriodium, terutama bagi penduduk yang berada
di wilayah endemic sedang dan berat.
c. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di
daerah endemic, diberikan endemic 40%tiga tahun sekali dengan
dosis untuk orang dewasa dan anak diatas enam tahun 1 cc,
sedangkan yang usianya sedang atau kurang dari enam tahun
hanya diberikan 0,2 – 0,8 cc.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SNNT


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, umur, suku, pendidikan, pekerjaan, no rm,
diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nama
penanggung jawab, alama, umur, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Status Kesehatan
1)Keluhan Utama
Pada pasien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher.
Kesulitan menelan dan bernapas. Pada post operasi keluhan yang
dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
2)Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya
pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu
dilakukan operasi.
3)Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan
dengan penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit
gondok.

4)Riwayat kesehatan keluarga


Adakah anggota keluarga yang menderita sama dengan pasien saat ini.

c. Pola Kebutuhan
1) Respirasi : biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek
dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
2) Aktivitas/ istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,
atrofi otot dan terjadinya gangguan pola tidur
3) Integritas ego : pasien mengalami stres yang berat baik emosional
maupun fisik, emosi labil, depresi yang dapat disebabkan karena
kurangnya informasi yang
dimilikinya mengenai penyakit yang dideritanya.
4) Makanan/cairan : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu
makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual
dan muntah, pembesaran tyroid.
5) Rasa nyaman : pada pasien post operasi akan mengalami nyeri pada
luka bekas operasi. Selain nyeri, juga gangguan pada pemenuhan
kebutuhan rasa nyaman berupa adanya rasa mual (nausea) akibat
peningkatan asam lambung yang menjadi efek samping dari anestesi
umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi
yang hilang.
6) Rasa aman : pasien post operasi akan terjadi gangguan dalam
pemenuhan rasa aman karena pasien akan mengalami gangguan
keseimbangan dan koordinasi akibat dari efek dari pembedahan
sehingga risiko jatuh pada pasien akan
meningkat.
7) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu cenderung
meningkat.
4) Pemeriksaan Head to Toe
a) Wajah dan Mata : wajah tampak pucat, kantung mata (+), lingkaran mata
(+), konjungtiva anemis
b) Mulut : Mukosa mulut kering
c) Leher : pada pasien dengan pre operasi terdapat pembesaran
kelenjar tiroid yang ditunjukkan dengan adanya benjolan pada
leher. Sedangkan pada pasien post operasi biasanya didapatkan
adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang
direkatkan dengan hypafik serta terpasang
drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
d) Dada : adanya pergerakan otot bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan,
frekuensi nafas cenderung lebih cepat.
e) Ekstremitas: mengalami penurunan kekuatan otot yang menjadi
efek dari anastesi sehingga terjadi gangguan keseimbangan saat
melakukan aktivitas.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagosa yang mungkin muncul dalam asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit SNNT antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam jalan
nafas
b. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas1. Respiratory status : 1. Airway suction
Ventilation
tidak a. Auskultasi suara nafas pasien
2. Respiratory status
b. Monitor status oksigen pasien
:
c. Berikan oksigen apabila pasien
efektif
Airway patency
menunjukkan
berhubungan dengan3. Aspiration Control
bradikardi, peningkatan saturasi
benda asing dalam
O2, dll.
jalan nafas Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama
2. Airway Management
3 x 24 jam diharapkan
a. Buka jalan nafas, gunakan teknik
bersihan jalan nafas tidak
chin lift atau jaw thrust bila perlu
efektif dapat berkurang b. Auskultasi suara nafas,
catat
atau hilang, dengan kriteria
adanya suara tambahan
hasil :
c. Monitor respirasi dan status O2
a. Menunjukkan jalan d. Posisikan pasien
untuk
nafas yang paten
memaksimalkan ventilasi
(pasien tidak merasa
e. Identifikasi pasien
tercekik, irama nafas, perlunya
frekuensi pernafasan pemasangan alat jalan nafas buatan
f. Atur intake untuk cairan
dalam rentang normal,
mengoptimalkan keseimbangan.
tidak ada suara nafas
abnormal.
b. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas

2 Nausea berhubungan1. Nausea and vomiting 1. Nausea Management


a. Kaji rasa mual secara
dengan efek agen control
2. Nausea and vomiting komperehensif mulai dari
farmakologis
severity frekuensi, durasi, tingkat mual dan
Setelah dilakukan tindakan faktor yang menyebabkan pasien
asuhan keperawatan selama mual.
b. Evaluasi efek mual terhadap nafsu
3 x 24 jam diharapkan rasa
makan pasien, aktivitas sehari –
mual pasien hilang atau
hari dan pola tidur pasien
berkurang. Dengan kriteria
c. Berikan istirahat dan tidur yang
hasil :
adekuat
a. Pasien mengatakan d. Berikan KIE makan sedikit –
rasa mual berkurang sedikit tetapi sering dan dalam
atau tidak mual lagi keadaan hangat
e. Kolaborasi pemberian antiemetic
b. Pasien mengatakan
tidak muntah
c. Tidak ada peningkatan
kelenjar saliva

3 Ansietas berhubungan 1. Anxiety self control 1. Anxiety Reduction (Pengurangan


2. Anxiety level
dengan kurang terpapar kecemasan)
3. Coping
a. Gunakan pendekatan yang
informasi
menenangkan dan menyakinkan.
Setelah dilakukan tindakan
b. Dorong pasien mengungkapkan
asuhan keperawatan selama
kecemasan yang dialaminya.
3 x 24 jam diharapkan c. Dengarkan pasien dengan penuh
kecemasan pasien hilang perhatian.
d. Kaji tanda kecemasan yang
atau berkurang, dengan
diungkapkan secara verbal maupun
kriteria hasil :
nonverbal.
a. Mampu
e. Beri pujian atau kuatkan perilaku
mengindentifikasi dan
yang baik secara tepat.
mengungkapan (tanda f. Ajak melakukan teknik relaksasi
dan gejala) kecemasan. nafas dalam
b. Mengatakan 2. Peningkatan Koping
a. Berikan informasi mengenai
kecemasan sudah
penyakit, yang dideritanya
berkurang yang
b. Dukung keterlibatan keluarga untuk
dinyatakan verbal
mendampingi pasien
maupun nonverbal.
c. Pasien tampak tenang
dan adanya dukungan
keluarga
4 Nyeri 1. Pain level 1. Pain management
2. Pain control 2. Analgesic administration
akut 3. Comfort level a. Observasi TTV
berhubungan dengaSetelah dilakukan tindakan b. Kaji karakteristik nyeri secara

agen pencedera fisikasuhan keperawatan selama komprehensif (penyebab, kualitas,

(prosedur operasi) intensitas, skala nyeri) yang


3 x 24 jam diharapkan
diungkapkan secara verbal dan
nyeri berkurang pasien
nonverbal
hilang atau berkurang
c. Berikan posisi yang nyaman
dengan d. Ajarkan teknik relaksasi baik nafas
kriteria hasil : dalam ataupun distraksi
e. Kolaborasi pemberian obat
a. Pasien mengatakan
analgesik
nyeri berkurang yang
diekspresikan melalui
verbal dan non verbal
b. Mampu mengontrol
nyeri dengan
manajemen nyeri
5 Gangguan komunikasi1. Anxiety self control 1. Communication enhancement
2. Coping :
verbal berhubungan
3. Sensory fundion
Speech deficit
dengan gangguan :
2. Anxiety reduction
neuromuscular hearing & vision a. Kaji kemampuan berbicara pasien
4. Fear self control b. Kaji kemampuan lain yang dimiliki
pasien
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
Setelah dilakukan tindakan
d. Berikan pujian atas kemampuan
asuhan keperawatan selama
yang dimiliku
3 x 24 jam diharapkan e. Berikan fasilitas yang dapat
gangguan komunikasi digunakan untuk berkomunikasi
verbal pasien berkurang. (buku, pulpen, pensil, dan perlatan
Dengan kriteria hasil : lainnya yang dapat digunakan
a. Mampu berkomunikasi komunikasi dua arah secara
dengan menunjukkan optimal)
f. Ajarkan menyampaikan informasi
ekspresi verbal dan
dengan bahasa isyarat
atau non verbal yang
g. Dorong partisipasi keluarga dalam
bermakna
proses penyembuhan
b. Mampu
h. Kolaborasi pemberian terapi wicara
mengkoordinasikan
gerakan dalam
menggunakan bahasa
isyarat
c. Mampu mengontrol
respon ketakutan dan
kecemasan terhadap
ketidakmampuan
berbicara
d. Mampu memanajemen
kemampuan fisik yang
dimiliki
e. Mampu menerima ,
memahami dan
menyampaikan pesan
6 Gangguan pola tidur1. Anxiety reduction 1. Sleep enhancement
2. Comfort level a. Kaji kebutuhan tidur pasien
berhubungan dengan
3. Pain level b. Kaji kualitas dan kuantitas tidur
adanya nyeri 4. Rest : Extent
pasien
and
c. Identifikasi penyebab gangguan
Pattern
pola tidur yang dialami pasien
5. Sleep : Extent
d. Berikan lingkungan yang nyaman
and Pattern
dan kurangi factor penyebabkan
Setelah dilakukan tindakan
gangguan pola tidur
asuhan keperawatan selama e. Beri KIE pentingnya pemenuhan
3 x 24 jam diharapkan waktu tidur terhadap kesehatan
f. Ajarkan teknik relaksasi
gangguan komunikasi
g. Dorong keluarga pasien untuk
verbal pasien berkurang.
membantu peningkatan kuantitas
Dengan kriteria hasil :
dan kualitas tidur pasien
a. Pasien dapat h. Kolaborasi pemberian obat untuk
tidur
mengurangi dampak dari factor
dengan tenang
penyebab yang menimbulkan
b. Jumlah tidur pasien
gangguan tidur
sesuai dengan
i. Kolaborasi pemberian makanan
kebutuhan pasien (6-8
seperti susu
jam/hari)
7 Risiko infeksi 1. Immune status 1. Infection control
2. Knowledge : Infection (Kontrol Infeksi )
berhubungan dengan
control
efek prosedur invasif a. Monitor keadaan luka
3. Risk control
b. Monitor tanda dan gejala infeksi
c. Monitor kadar WBC, granulosit
d. Berikan perawatan luka secara
Setelah dilakukan tindakan
berkala dengan teknik yang tepat
asuhan keperawatan selama
e. Berikan lingkungan yang bersih
3 x 24 jam diharapkan f. Berikan KIE pasien dan keluarga
risiko infeksi pasien hilang mengenai personal hygiene (seperti
atau berkurang, dengan cara mencuci tangan yang benar)
kriteria hasil : untuk menghindari adanya factor
a. Tidak tampak adanya pemicu infeksi
tanda dan gejala infeksi g. Kolaborasi pemberian antibiotic
b. Jumlah leukosit dalam
batas normal
c. Menunjukkan perilaku
hidup sehat

8 Risiko 1. Trauma risk for 1. Fall prevention


2. Injury risk for a. Identifikasi defisit kognisi atau
jatuh fisik
berhubungan Setelah diberikan pasien
b. Identifikasi karakteristik lingkungan
asuhan keperawatan
dengan efek agen yang berpotensi
selama 3 x 24jam
farmakologis menyebabkan kejadian
diharapkan tidak ada
jatuh
kejadian jatuh dengan c. Pasang belt pengaman pada tepi
kriteria hasil : tempat tidur dan kunci roda

a. Mampu tempat

mempertahakan tidur setelah melakukan mobilisasi


d. Bantu memenuhi ADLs pasien
keseimbangan e. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
tubuh menjaga lingkungan yang aman dan
b. Tidak terjadi
kejadian terhindar dari kejadian jatuh

jatuh
c. Mempunyai
pemahaman
dan
perilaku

pencegahan
kejadian jatuh
d. Lingkungan aman

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi
juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data
yang baru.
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena


kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan menentukan
apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah
untuk memperbaiki kekurangan dan memodifikasi rencana asuhan
sesuai kebutuhan (Kozier, 2010).
Adapun beberapa evaluasi keperawatan yang ingin dicapai sesuai dengan
masalah keperawatannya antara lain :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing dalam
jalan nafas. Kriteria hasil yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien menunjukkan jalan nafas yang paten (pasien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal
2) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
b. Nausea berhubungan dengan efek agen farmakologis. Kriteria hasil yang
ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien mengatakan rasa mual berkurang atau tidak mual lagi
2) Pasien mengatakan tidak muntah
3) Tidak ada peningkatan kelenjar saliva
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Kriteria
hasil yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Mampu mengindentifikasi dan mengungkapan (tanda dan gejala)
kecemasan.
2) Mengatakan kecemasan sudah berkurang yang dinyatakan verbal
maupun nonverbal.
3) Pasien tampak tenang dan adanya dukungan keluarga
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi).
Kriteria hasil yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang yang diekspresikan melalui verbal
dan non verbal
2) Mampu mengontrol nyeri dengan manajemen nyeri
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuscular.
Kriteria hasil yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan:
1) Mampu berkomunikasi dengan menunjukkan ekspresi verbal dan atau
non verbal yang bermakna
2) Mampu mengkoordinasikan gerakan dalam menggunakan bahasa isyarat
3) Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap
ketidakmampuan berbicara
4) Mampu memanajemen kemampuan fisik yang dimiliki
5) Mampu menerima , memahami dan menyampaikan pesan
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri. Kriteria hasil yang
ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Pasien dapat tidur dengan tenang dan nyenyak
2) Jumlah tidur pasien sesuai dengan kebutuhan pasien (6-8 jam/hari)
g. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive. Kriteria hasil
yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Tidak tampak adanya tanda dan gejala infeksi
2) Jumlah leukosit dalam batas normal
3) Menunjukkan perilaku hidup sehat
h. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan. Kriteria hasil
yang ingin dicapai dalam evaluasi keperawatan :
1) Mampu mempertahakan keseimbangan tubuh
2) Tidak terjadi kejadian jatuh
3) Mempunyai pemahaman dan perilaku pencegahan kejadian jatuh
4) Lingkungan aman

Anda mungkin juga menyukai