Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK)

DI SUSUN OLEH:
I WAYAN SUMADO
201601020

CI LAHAN CI INSTITUSI

TGL : TGL :

Miranti, S.Kep.,Ns Ns. Ardin S Hentu, S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2019
SNNT (STRUMA NODUSA NON TOKSIK)
1) KONSEP TEORITIS
A. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya
diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid.

Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid akibat kekurangna
masukan iodium dalam makanan. ( kapita selekta kedokteran, jilid 2).

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasana terjadi


karenafoikel-flikel terisi koloid secara berlebihan, setelah bertahun -tahun
folikel tumbuhsemakin membesar, dengan membentuk kista dan kelenjar
tersebut menjadi noduler
(Smeltzer & Suzanne,2006)
B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
1) Defisiensi yodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan.
2) Kelainan metabolik kongenital yang mengahambat sintesa hormon tyroid
a) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (substansi dalam kol, lobak, dan
kacang kedelai).
b) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (Triocarbamide, sulfonylurea
dan litium).
3) Hiperplasi dan involusi kelenjar tyroid pada umumnya ditemui pada
masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi
dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid yang dapat
bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut (Brunicardi et al,
2010).
C. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke
dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh
Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk
tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin
(T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan
umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini
menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid
D. Manifestasi Klinis
Pada penyakit Struma Nodosa Non Toksik (SNNT) terdapat beberapa manifestasi klinis
berupa :
1) Terdapat benjolan di daerah leher
2) Pembesaran kelenjar tyroid terjadi dengan lambat
3) Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esophagus tertekan sehingga terjadi gangguan
menelan.
4) Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertirodisme.
5) Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
6) Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar,
gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium 1)
a) Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar
normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu
untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau
0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di
mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali
normal.
b) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap
macam - macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit
tiroid autoimun :
1) antibodi tiroglobulin
2) antibodi microsomal
3) antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
4) antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
5) hyroid stimulating hormone antibody (TSA)
2. Sidik ( scanning ) tiroid Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk
menentukan fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake >
normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada
neoplasma).
3. Ultrasonography (USG) : untuk menentukan isi nodul berupa cairan atau padat. Selain
itu digunakan untuk membedakan antara nodul solid dan kistik. Bila hasil USG
memberikan gambaran solid (padat) maka selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan
scanning tiroid.
4. Radiologi
a) Thorax : mengetahui adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion
(papiler), cloudy (folikuler).
b) Leher AP lateral : untuk evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
5. Pemeriksaan Sitologi Pemeriksaan biopsi jaringan dilakukan jika masih belum dapat
ditentukan diagnosis, jenis kelainan jinak atau ganas. Pemeriksaan patologi anatomi
merupakan standar baku untuk sel tiroid dan memiliki nilai akurasi paling tinggi.
Pengerjaan dengan teknik Biopsi Aspirasi dengan Jarum Halus atau Fine Needle
Aspiration Biopsi(BAJAH/FNAB) harus dilakukan oleh operator yang sudah
berpengalaman. Di tangan operator yang terampil, BAJAH dapat menjadi metode yang
efektif untuk membedakan jinak atau ganas pada nodul soliter atau nodul dominan
dalam struma multinodular. BAJAH mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifitas
92%. Bila BAJAH dikerjakan dengan baik maka akan menghasilkan angka negatif
palsu kurang dari 5% dan angka positif palsu hampir mendekati 1%.
6. Terapi Supresi Tiroksin Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada
BAJAH ialah dengan terapi supresi TSH dengan tiroksin.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif/medikamentosa Indikasi : pasien usia tua, pasien berada pada fase
pengobatan sangat awal, rekurensi pasca bedah, pada persiapan operasi, struma
residif, pada kehamilan (misalnya pada trimester ke-3).
a) Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
b) Struma toksik :
1) Bed rest
2) Propilthiouracil (PTU) 100-200 mg. PTU merupakan obat anti-
tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir
dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4).
Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai
eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis
maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
3) Lugol 5 – 10 tetes. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin
dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid.
Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak
digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam
mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10
mg/hari selama 14 hari.
2. Radioterapi Menggunakan Iodium (I131), biasanya diberikan pada pasien yang
telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi
radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi
untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan
kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
3. Pembedahan Pembedahan dilakukan dengan indikasi berupa : adanya pembesaran
kelenjar thyroid dengan gejala penekanan berupa gangguan menelan, suara parau
dan gangguan pernafasan, keganasan kelenjar tiroid, dan kosmetik. Beberapa jenis
pembedahan yang dilakukan adalah :
a) Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b) Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c) Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
d) Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
e) Near total tiroidectomi , isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal
sinistra dan sebaliknya.
f) Radical Neck Dissection (RND), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada
leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan nervus naccessories, vena
jugularis eksterna dan interna, musculus sternocleidomastoideus dan
musculus omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis
G. Komplikasi
1. Gangguan menelan atau bernafas.
2. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif (
jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh).
3. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi
rapuh, keropos dan mudah patah.
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a) Identifikasi klien.
b) Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan menelan
dan bernapas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada
umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
c) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin
membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan
trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
d) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
e) Riwayat kesehatan keluarga.
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
f) Riwayat psikososial.
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada
kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan
tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
b) Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Pada post operasi
thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan
kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu
diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
c) Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi,
atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
d) Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi
wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
e) Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat
anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang
hilang.
f) Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
g) Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h) Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
i) Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
j) Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
k) Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium
(mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis,
kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus :
retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada
pretibial) yang menjadi sangat parah.
l) Seksualitas
Libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
B. Diganosa keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan edema pasca operasi.
5. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai
dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
6. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah
sekunder terhadap pembedahan
C. Intervensi keperawatan
Perencanaan keperawatan
No DX
Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko tinggi Setelah dilakukan · Monitor pernafasan· Mengetahui
terjadi perawatan selama dan kedalaman dan perkembangan dari
ketidakefektivan 1x24 jam kecepatan nafas. gangguan pernafasan.
bersihan jalan diharapkan jalan · Dengarkan suara· Ronchi bisa sebagai
nafas nafas klien dapat nafas, barangkali ada indikasi adanya
berhubungan efektif dengan ronchi. sumbatan jalan nafas.
dengan kriteria hasil: · Observasi· Indikasi adanya
obstruksi Tidak ada kemungkinan adanya sumbatan pada trakhea
trakea, sumbatan pada stridor, sianosis. atau laring.
pembengkakan, trakhea · Atur posisi
perdarahan dan semifowler · Memberikan suasana
spasme · Bantu klien dengan yang lebih nyaman.
laryngeal. teknik nafas dan batuk· Memudahkan
efektif. pengeluaran sekret,
memelihara bersihan
· Melakukan suction jalan nafas.dan
pada trakhea dan ventilsassi
mulut. · Sekresi yang menumpuk
mengurangi lancarnya
jalan nafas.
· Perhatikan klien· Mungkin ada indikasi
dalam hal menelan perdarahan sebagai efek
apakah ada kesulitan. samping opersi.
2. Gangguan Setelah dilakukan · Kaji pembicaraan
· Suara parau dan sakit
komunikasi perawatan selama klien secara periodik pada tenggorokan
verbal 1x24 jam merupakan faktor kedua
berhubungan diharapkan rasa dari odema jaringan /
dengan cedera nyeri berkurang · Lakukan sebagai efek
pita dg kriteria hasil: komunikasi dengan pembedahan.
suara/kerusaka Dapat menyatakan singkat dengan
· Mengurangi respon
n laring, edema nyeri berkurang, jawaban ya/tidak. bicara yang terlalu
jaringan, nyeri, tidak adanya
· Kunjungi klien banyak.
ketidaknyamana perilaku uyg sesering mungkin
n. menunjukkan · Ciptakan
· Mengurangi
adanya nyeri. lingkungan yang kecemasan klien
tenang. · Klien dapat
mendengar dengan jelas
komunikasi antara
perawat dan klien.
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan · Pantau tanda-tanda
· Hypolkasemia dengan
terhadap perawatan selama vital dan catat adanya tetani (biasanya
cedera/tetani 1x24 jam peningkatan suhu sementara) dapat terjadi
berhubungan diharapkan klien tubuh, takikardi (140 1 – 7 hari pasca operasi
dengan proses menunjukkan tidak – 200/menit), dan merupakan indikasi
pembedahan, ada cedera dengan disrtrimia, syanosis, hypoparatiroid yang
rangsangan komplikasi sakit waktu bernafas dapat terjadi sebagai
pada sistem terpenuhi/terkontro (pembengkakan paru). akibat dari trauma yang
saraf pusat. l dg kriteria hasil: tidak disengaja pada
Tidak terdapat pengangkatan parsial
cedera · Evaluasi reflesi atau total kelenjar
secara periodik. paratiroid selama
Observasi adanya pembedahan.
peka rangsang,
· Menurunkan
misalnya gerakan kemungkinan adanya
tersentak, adanya trauma jika terjadi
kejang, prestesia. kejang.
· Pertahankan
penghalang tempat
tidur/diberi bantalan,
tmpat tidur pada
posisi yang rendah.
· Memantau kadar
kalsium dalam serum.

· Kolaborasi
Berikan pengobatan
sesuai indikasi
· Kalsium kurang dari
(kalsium/glukonat, 7,5/100 ml secara umum
laktat). membutuhkan terapi
pengganti.
· Memperbaiki
kekurangan kalsium yang
biasanya sementara tetapi
mungkin juga menjadi
permanen.

4 Gangguan rasa Setelah dilakukan · Atur posisi semi


· Mencegah
nyaman nyeri perawatan selama fowler, ganjal kepala hyperekstensi leher dan
berhubungan 1x24 jam /leher dengan bantal melindungi integritas
dengan dengan diharapkan rasa kecil pada jahitan pada luka.
tindakan bedah nyeri berkurang dg
terhadap kriteria hasil: · Kaji respon verbal
· Mengevaluasi nyeri,
jaringan/otot Dapat menyatakan /non verbal lokasi, menentukan rencana
dan edema nyeri berkurang, intensitas dan tindakan keefektifan
pasca operasi. tidak adanya lamanya nyeri. terapi.
perilaku uyg
· Intruksikan pada
menunjukkan klien agar
· Mengurangi
adanya nyeri. menggunakan tangan ketegangan otot.
untuk menahan leher
pada saat alih posisi .
· Beri makanan
/cairan yang halus
· Makanan yang halus
seperti es krim. lebih baik bagi klien
yang menjalani kesulitan
· Lakukan kolaborasi menelan.
dengan dokter untuk
· Memutuskan transfusi
pemberian analgesik. SSP pada rasa nyeri.
5 Kurangnya Setelah dilakukan · Diskusikan tentang· Mempertahankan daya
pengetahuan perawatan selama keseimbangan nutrisi. tahan tubuh klien.
yang 1x24 jam · Hindari makanan
berhubungan diharapkan yang banyak
dengan salah Pengetahuan klien mengandung zat · Kontraindikasi
interprestasi bertambah.dg goitrogenik misalnya pembedahan kelenjar
yang ditandai kriteria hasil : makanan laut, kedelai, thyroid.
dengan sering Klien Lobak cina dll.
bertanya berpartisipasi · Konsumsikan
tentang dalam program makanan tinggi
penyakitnya. keperawatan calsium dan vitamin
D.
· Memaksimalkan
suplai dan absorbsi
kalsium.
6 Potensial Setelah dilakukan
· Observasi tanda-
· Dengan mengetahui
terjadinya perawatan selama tanda vital. perubahan tanda-tanda
perdarahan 1x24 jam vital dapat digunakan
berhubungan diharapkan untuk mengetahui
dengan Perdarahan tidak perdarahan secara dini.
terputusnya terjadi dg kriteria
· Pada balutan tidak
· Dengan adanya
pembuluh hasil : didapatkan tanda- balutan yang basah
darah sekunder Tidak terdapat tanda basah karena berarti adanya
terhadap adanya tanda-tanda darah. perdarahan pada luka
pembedahan. perdarahan. operasi.
· Dari drain tidak
· Cairan pada drain
terdapat cairan yang dapat untuk mengetahui
berlebih.( > 50 cc). perdarahan luka operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keparawatan. EGC : Jakarta.


Harnawaty, dalam http://nersgeng.blogspot.com/ 2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-
struma.html Senin, 08 November 2010.
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius :
Jakarta.
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, edisi 3. EGC :
Jakarta.

Carpenito L Y, 2001, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC : Jakarta


Doengoes, dkk, 2000, Nursing Care Plans : Guideline For Planning And Dokumentating Care.
EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai