Dosen Pengampu :
Muhammad Taukhid, S.Kep.Ns., M.Kep
Nama Kelompok :
1. Wahyu Bagas Prasetya (201801099)
2. Welnila Natalia Banunaek (201801100)
3. Wilujeng Enggal Kinasih (201801101)
4. Wiwin Wijayanti (201801102)
5. Wulan Marifatus Sholikah (201801103)
6. Yovira Dyantika (201801104)
7. Yurike Erwinda Prestika A (201801105)
8. Yusiana Achmadi (201801106)
9. Dewi Lailiatun Nikma (201801086)
10.Mersa Monica Ayu Takke P (201801148)
11.Okta Diah Maya Salena (201801086)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta
selama semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nantikan syafaatnya diakhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak yang terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Terimakasih semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat
pada umumnya
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................i
Daftar isi.....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………….1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………....2
1.3 TUJUAN UMUM…………………………………………………...…….2
BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN……………………………………………………............39
4.2 SARAN …………………………………………………………………......39
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada pengelolaan nyeri (Potter & Perry, 2006)
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembesaran Prostat Jinak atau dikenal dengan nama BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) merupakan suatu gejala pembesaran prostat. Pembesaran prostat ini
menyebabkan gangguan atau sumbatan pada kandung kemih. Kelenjar prostat adalah suatu
organ yang mengelilingi uretra (saluran air kencing) pada laki-laki. Uretra mengekskresikan
cairan yang bercampur dengan sperma untuk membuat air mani. Uretra mengalirkan air seni
seni dari kandung kemih dan sperma dari tetsis menuju penis.
3
dipercaya bahwa perubahan dalam keseimbangan hormon dan faktor pertumbuhan sel dapat
menyebabkan kondisi tersebut.
Derajat rectal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah
rectum. Rectal toucher dikatakan normal jika baats atas teraba konsisten elastic, dapat
digerakkan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Ukuran dari pembesaran
5
kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu :
1. Derajat 0 : ukuran pembesaran prostat 0-1cm
2. Derajat 1 : ukuran pembesaran prostat 1-2cm
3. Derajat 2 : ukuran pembesaran prostat 2-3cm
4. Derajat 3 : ukuran pembesaran prostat 3-4cm
5. Derajat 4 : ukuran pembesaran prostat lebih dari 4cm
Derajat klinik berdasarkan kepada residual urin yang terjadi. Klien disuruh BAK
sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urin yang keluar dari kateter disebut
sisa urin atau residual urin. Residual urin dibagi beberapa derajad yaitu :
1) Normal sisa urin adalah 0
2) DDerajat 1 sisa urin 0-50ml
3) Derajat 2 sisa urin 50-100ml
4) Derajat 3 sisa urin 100-150ml
5) Derajat 4 telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali
6
Gambar 2.4.1 Perubahan Testosteron Menjadi Dihidrotestosteron Oleh Enzim 5α-
reductase (Roehrborn C et al, 2002)
DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melaui kerja enzim 5α-
7
reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol merupakan pemicu utama terjadinyaa
poliferase kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT diperantai oleh
enzim 5α- reductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama terdapat pada folikel
rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe kedua terdapat pada prostat, jaringan
genital, dan kulit kepala. Pada jaringan-jaringan target DHT menyebaabkan pertumbuhan dan
pembesaran kelenjar prostat (Mc Vary et al, 2010).
WOC
8
Gaya hidup idiopatik (penuaan) peranan growlh
hormon
(pertumbuhan sel stroma)
Testosteron menurun
Estrogen meningkat
Resiko
infeksi
Pemasangan
DC
9
tidak bisa (kesulitan) peregangan kontraksi otot detrusor tidak
dalam memutar VU lebih dari invalunter bisa mengatasi
urin kapasitas resistensi uretra
hernia inguinalis
Sering BAK
urin terhambat
Nokturia frekuensi
10
tekanan intravesika
meningkat
Gangguan
pola tidur
retensi VU menurun
fungsi VU menurun
Gangguan
eliminasi urin
2. Medikamentosa
Pasien dengan gejala sedang (Skor IPSS/AUA 8-18) hingga berat (Skor IPSS/AUA
19-35) dapat diberikan terapi farmakologis. Jika terapi farmakologis tidak berhasil mengatasi
gejala yang ada, maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pilihan terapi farmakologis
yang dapat diberikan antara lain adalah:
13
Penghambat 5-Alfa-Reduktase
Penghambat 5-alfa-reduktase, seperti dutasterid dan finasterid, bekerja untuk
mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosterone/dihidrotestosteron. Obat ini juga merupakan salah satu obat yang sering
diberikan, umumnya diberikan pada pasien dengan ukuran prostat >30 gram. Butuh waktu
paling tidak 6 bulan untuk mencapai efek terapetik maksimal. Obat ini dapat mengurangi
progesifitas benign prostatic hyperplasia, tetapi memiliki risiko cukup tinggi untuk menjadi
kanker prostat.
Antimuskarinik
Obat ini merupakan salah satu terapi benign prostatic hyperplasia terkini. Cara kerja
obat ini adalah menginhibisi respon asetilkolin sehingga menurunkan kontraktilitas otot
detrusor dan mengurangi gejala iritatif LUTS. Obat ini juga dapat diberikan bersamaan
dengan antagonis alfa-1-adrenergik. Obat ini tidak dapat digunakan apabila pasien
mengalami obstruksi saluran kemih.
Inhibitor Fosfodiesterase-5
Obat ini merupakan salah satu obat benign prostatic hyperplasia terkini tetapi cara
kerjanya belum diketahui secara pasti. Studi yang ada menyatakan bahwa penghambat
fosfodiesterasi-5, seperti tadalafil, dapat memicu relaksasi otot halus sehingga melancarkan
aliran urin. Obat ini merupakan pilihan apabila pasien memiliki gejala LUTS yang disertai
disfungsi ereksi.
Agonis Beta-3-Adenoreseptor
3. Pembedahan
14
Tindakan pembedahan pada benign prostatic hyperplasia dapat dilakukan pada pasien
dengan skor IPSS 8 hingga 35. Indikasi tindakan pembedahan pada benign prostatic
hyperplasia adalah kegagalan terapi farmakologi, retensi urin yang sulit diatasi (evakuasi
dengan kateter tidak berhasil), infeksi saluran kemih berulang, hematuria, batu saluran kemih,
dan insufisiensi renalis karena obstruksi. Pilihan tindakan pembedahan yang ada antara lain
adalah:
Prostatektomi terbuka merupakan pilihan tindakan bedah utama bagi pasien benign
prostatic hyperplasia dengan ukuran prostat yang terlalu besar (100 gram atau lebih)
dibandingkan transurethral resection of the prostate (TURP). Ukuran prostat yang terlalu
besar dapat mengakibatkan tidak tuntasnya reseksi pada TURP.
Pembedahan Endourologi
Pembedahan endourologi adalah metode yang paling umum dilakukan untuk terapi
benign prostatic hyperplasia. Prosedur yang dapat dilakukan antara lain adalah transurethral
resection of the prostate (TURP), transurethral incision of the prostate (TUIP), prostatektomi
laser, dan elektrovaporasi. TURP adalah teknik pembedahan yang paling baik untuk pasien
benign prostatic hyperplasia dengan gejala sedang hingga berat. Sebanyak 95% pembedahan
benign prostatic hyperplasia dilakukan dengan TURP. Tindakan ini paling ideal dilakukan
pada pasien dengan ukuran prostat sedang (60-80 gram) dengan batas toleransi hingga 100
gram. Akan tetapi, hal ini sangat bergantung pada pengalaman operator. Prostatektomi
dengan laser juga memberikan hasil yang sama dengan TURP tetapi lebih jarang dilakukan
karena harus dilakukan oleh dokter spesialis urologi yang secara khusus memiliki
keterampilan untuk prostatektomi laser. TUIP merupakan teknik pembedahan untuk benign
prostatic hyperplasia yang cukup baik. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan
karsinoma prostat.
Pembedahan Invasif Minimal
Teknik pembedahan invasif minimal pada benign prostatic hyperplasia antara lain
adalah transurethral needle ablation (TUNA), transurethral microwave therapy (TUMT), dan
pemasangan sten. Tindakan bedah invasif minimal umumnya dilakukan pada pasien benign
15
prostatic hyperplasia dengan ukuran prostat kecil (30-50 gram). TUMT merupakan pilihan
tindakan yang cukup sering dilakukan, namun memberikan hasil yang kurang baik
dibandingkan dengan TURP. TUNA dapat dilakukan terutama pada pasien benign prostatic
hyperplasia yang masih cukup muda karena resiko untuk ejakulasi retrograde lebih kecil.
Akan tetapi, baik TUMT ataupun TUNA kecenderungan untuk melakukan operasi ulang
dalam 5 tahun lebih tinggi. Pemasangan stent dapat dilakukan pada pasien dengan gejala
berat yang kondisinya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan. [2,6,8,17,19]
16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Pada umumnya klien dengan BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) akan mengeluh adanya gejala-gejala spesifik
seperti nokturia, urgensi, dan disuria, mengeluh miksi yang
tidak puas dan lemahnya pancaran urin. Pengembangan dari
keluhan utama yang dirasakan klien melalui metode PQRST
dalam bentuk narasi sebagai berikut:
2. P (paliatif dan profokatif) : pasien mengeluh sakit pada saat
miksi dan harus menunggu lama dan harus mengedan.
3. Q (Quality atau Quanty): pasien mengatakan tidak bisa
melakukan hubungan seks.
4. R (Regio dan Radiasi) :keluhan tersebut tempatnya , yaitu di
bawah kandung kemih.
5. S (Saverit atau Scale) : keluhan tersebut mengganggu aktifitas
dan mengeluh sering BAK berulang-ulang.
6. T (Timing) : saat pasien ingin miksi dan lebih sering terbangun
pada saat malam hari. (Wijaya A. S., 2013, hal. 103). Yang
menjadi latar belakang penderita datang ke rumah sakit.
a. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika
hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar
dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali kedalam
siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (Reassessment). Secara umum, evaluasi
ditujukan untuk :
a. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
b. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
BAB IV
KASUS
23
Tn. S berusia 62 tahun datang dengan wajah mengantuk (gelisah) dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil, kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh
sedikit nyeri karena sulit buang air kecil (BAK). Pasien mengaku sulit untuk memulai BAK,
dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang
terhenti kemudian lancar kembali. Pasien juga mengeluh sering berkali-kali ke kamar mandi
pada malam hari saat tidur malam karena ingin BAK namun saat BAK hanya menetes dan
merasa kurang puas dan mengatakan tidur kurang nyenyak bahkan sulit tidur. BAK tidak
keluar batu, tidak berdarah, demam tidak ada, nyeri pinggang tidak ada, buang air besar
biasa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, nadi 99x/menit regular,
pernapasan 20x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, dan suhu 36,7ﹾC. Pada status generalis
dalam batas normal. Pada tanggal 15 Maret 2020, pasien terpasang kateter urine ukuran 16F
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Di dalam urine bag, terdapat 300 cc urine
berwarna kuning jernih dan tidak terlihat adanya darah. Dari rectal toucher didapatkan tonus
sphincter ani kuat, mukosa rektum licin, tidak ada massa, ampulla recti intak, serta prostat
teraba membesar, batas atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin, nodul tidak ada, dan
nyeri tekan tidak ada, tidak ada darah dan feses pada handscoen. Pada pemeriksaan darah
lengkap didapatkan leukosit 10.770/uL. Pemeriksaan USG urologi menunjukkan adanya
symple cyst ren dextra, vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan
kalsifikasi dan protusi ke VU.Diagnosa Medis BPH (Benign Prostate Hyperplasia).
A. Pengkajian
1. IdentitasKlien
Nama Klien : Tn. S
No RM : 452020
Usia : 62 Tahun
JenisKelamin :Laki-laki
Alamat :Papar, Kediri
Tgl MRS : 20-03-2020
Status Pernikahan :Menikah
Agama : Islam
Suku :Jawa
PendidikanTerakhir : SD
24
Pekerjaan : Petani
DiagnosaMedis : BPH (Benign Prostate Hyperplasia).
2. KeluhanUtama
Pasien mengatakan tidak bias buang air kecil kurang lebih 1 bulan, pasien
mengeluh sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan
mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang terhenti kemudian lancar
kembali.
5. PemeriksaanFisik
Keadaan = Composmetis
GCS =456
TTV = TD : 140/90 mmHg
N : 99 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7ﹾC
a. Kepala
Inspeksi : Penyebaran rambut ( merata) , Lesi ( - ), Benjolan(-)
Pendarahan ( - ), Ukuran dan bentuk
( simetris )
Palpasi : Nyeri tekan( - ), Benjolan Abnormal ( - )
b. Mata
25
Inspeksi : Sclera ( icterus ), Pendarahan ( - )
Palpasi : Conjungtiva (anemis ), Pandangan ( jelas )
c. Hidung
Inspeksi : Bentuk ( proposional ), Sekresi ( - ),
Gangguan penciuman ( - )
Palpasi : Nyeri Tekan ( - ),
d. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir (pucat ), pendarahan ( - ),
kebersihan mulut ( baik ), gangguan menelan
(-)
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk (simetris ), pendarahan ( - ), serumen ( - ),
Palpasi : Nyeri tekan( - ), gangguan pendengaran ( - )
f. Leher
Inspeksi : JVD ( tidak terlihat ), lesi ( - ), massa abnormal ( - )
g. Dada / Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada ( simetris ), normal chest
Palpasi : Nyeri tekan( - ), nyeri dada ( - )
Perkusi : Suara paru sonor.
h. Abdomen
26
Inspeksi : Bentuk ( normal ), lesi ( - ), asites ( - )
Palpasi : Nyeri tekan( - ), Massa abnormal ( - )
Auskultasi : Bising Usus 5x/menit
Perkusi : Tympani
i. Genetalia
Inspeksi : Bentuk (normal), lesi ( - ), asites ( - )
Palpasi :Tonus sphincter ani kuat, mukosa rektum licin,
massa ( - ), ampulla recti intak, serta prostat teraba membesar, batas
atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin, nodul ( - ), dan nyeri
tekan ( - ), darah pada feses ( - ).
j. Ekstremitas
Kekuatan otot
3 3
3 3
Akral ( hangat )
CRT ( - )
Edema ( - )
Keringat( - )
Lemah( - )
Darah lengkap (leukosit 10.770/uL).
Pemeriksaan USG urologi (adanya symple cyst ren dextra,
vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan kalsifikasi dan
protusi ke VU).
ANALISA DATA
27
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Adanya pembesaran Retensi Urin
-Klien mengatakan dipasang prostat ditandai
kateter 1minggu sebelum masuk dengan disuria,
RS
-Klien mengatakan tidak bisa
buang air kecil dan sedikit nyeri
-klien nmengeluh sulit BAK
- BAK hanya menetes dan merasa
kurang puas
DO:
-Nadi 99x/menit
-RR 20x/menit
-TD 140/90mmHg
-Suhu 36,7
-Prostat teraba membesar batas atas
teraba, konsistensi kenyal
28
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Retensi urin b/d sensai pada kandung kemih yang penuh d/d prostat yang membesar
2. Gangguan eliminasi urin b/d dengan penurunan kapasitas kandung kemih d/d , urin
menetes (dribbling), nokturia (berkemih pada malam hari)
3. Gangguan Pola tidur b/d seringnya keinginan berkemih pada malam hari d/d pasien
mengeluh susah tidur
4.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Retensi Urin Tujuan: Setelah Perawatan Retensi
dilakukan intrevensi Urin
keperawatan selama Observasi
1x24jam diharapkan - I
Eliminasi urin dentifikasi
penyebab
Sensa retensi urin
si berkemih (mis.peningkat
menurun an tekanan
uretra,
Desa keruskan arkus
kan refleks,
berkemih disfungsi
(urgensi) neurologis,
menurun efek agen
farmakologis)
Diste - M
nsi kandung onitor intake
kemih dan output
menurun cairan
- M
Berke onitor tingkat
mih tidak distensi
tuntas kandung kemih
(hesitancy) dengan
menurun palpasi/perkusi
Terapiutik
Volu - B
me residu eri rangsangan
urine berkemih (mis.
menurun Mengalirkan
air keran,
Urine membilas
menetes toilet, kompres
(dribbling) dingin pada
menurun abdomen
29
- P
Nokt asang kateter
uria menurun urine jika perlu
Edukasi
Meng -Jelaskan penyebab
ompol retensi urin
menurun -Anjurkan pasien
atau keluarga
Disur mencatat output
ia menurun urine
-Ajarkan cara
Anuri melakukan
a menurun rangsangan
berkemih
Freku
ensi BAK
membaik
2 Tingkat nyeri
Keluh
an nyeri
menurun
Merin
gis menurun
Gelis
ah menurun
Kesul
itan tidur
menurun
Fungs
i berkemih
membaik
30
retensi atau
Nokt inkontinensia
uria menurun urin
- M
Resid onitor eliminasi
u volume urin (mis.
urin setelah frekuensi,
berkemih konsistensi,
menurun aroma, volume,
dan warna)
Diste Terapiutik
nsi kandung - C
kemih atat waktu-
menurun waktu dan
pengeluaran
Dribb berkemih.
ling menurun - A
mbil sampel
Hesit urine tengah
ency (midstream)
menurun atau kultur.
- B
atasi supan,
Verba jika perlu
lisasi Edukasi
pengeluaran - A
urin tidak jarkan tanda
tuntas dan gejala
menurun infeksi saluran
kemih
Freku - A
ensi jarkan terapi
berkemih mobilitas
membaik penguatan otot-
otot panggul
Sensa atau
si berkemih perkemihan.
membaik - A
njurkan minum
yang cukup,
jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
- K
olaborasi
pemberian obat
supositoria
uretra, jika
perlu.
31
3. Gangguan Pola Tidur Tujuan: Dukungan Tidur
Setelah dilakukan Observasi
intervensi selama - I
1x24 jam, maka dentifikasi pola
Gangguan Pola dan aktifitas
Tidur dengan tidur
kriteria hasil: - I
Pola tidur dentifikasi
faktor
Keluh pegganggu
an sulit tidur tidur (fisik dan
menurun atau
psikologis)
Keluh Terapiutik
an tidak puas - L
tidur akukan
menurun prosedur unruk
meningkatkan
Keluh kenyamanan
an pola tidur (mis pijat,
berubah pengaturan
menurun posisi, terapi
akrupessur)
- S
esuaikan
jadwal
pemberian obat
dan atau
tindakan untuk
menunjang
siklus tidur
terjaga
Edukasi
- Anjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang mengnggu
tidur
- Ajarkan relaksasi
otot autogenik atau
cara non
farmakologi
lainnya
-Aanjurkan
penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung
supresor terhadap
tidur REM
32
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Hari/Tanggal Impleentasi
1. Retensi urin b/d sensai pada Kamis, 20 - Men
kandung kemih yang penuh d/d maret 2010 gidentifikasi
prostat yang membesar jam 08.00 penyebab retensi
urin
(mis.peningkatan
tekanan uretra,
keruskan arkus
refleks, disfungsi
neurologis, efek
agen farmakologis)
- Me
monitor intake dan
output cairan
- Me
monitor tingkat
distensi kandung
kemih dengan
palpasi/perkusi
- Me
mberi kan
rangsangan
berkemih (mis.
Mengalirkan air
keran, membilas
toilet, kompres
dingin pada
abdomen
- Me
masang kateter
urine jika perlu
-Menjelaskan
penyebab retensi urin
-Menganjurkan pasien
atau keluarga mencatat
output urine
-Mengajarkan cara
melakukan rangsangan
berkemih
33
2. Gangguan eliminasi urin b/d Kamis, 20 - Men
dengan penurunan kapasitas maret 2020 gidentifikasi tanda
kandung kemih d/d, urin menetes jam 09.00 dan gejala
(dribbling), nokturia (berkemih retensi/inkotinensia
pada malam hari) urin.
- Men
gdentifikasi faktor
yang menyebabkan
retensi atau
inkontinensia urin
- Me
monitor eliminasi
urin (mis.
frekuensi,
konsistensi, aroma,
volume, dan
warna)
- Men
catat waktu-waktu
dan pengeluaran
berkemih.
- Me
mbatasi supan, jika
perlu
Edukasi
- Men
gajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
- Men
gajarkan terapi
mobilitas
penguatan otot-otot
panggul atau
perkemihan.
- Meg
anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
- Men
gkolaborasikan
pemberian obat
supositoria uretra,
jika perlu.
34
mengeluh susah tidur - Men
gidentifikasi faktor
pegganggu tidur
(fisik dan atau
psikologis)
- Mel
akukan prosedur
unruk
meningkatkan
kenyamanan (mis
pijat, pengaturan
posisi, terapi
akrupessur)
- Men
yesuaikan jadwal
pemberian obat dan
atau tindakan untuk
menunjang siklus
tidur terjaga
-Menganjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang mengnggu tidur
- Mengajarkan
relaksasi otot
autogenik atau cara
non farmakologi
lainnya
-Menganjurkan
penggunaan obat tidur
yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
V. EVALUASI KEPERAWATAN
No Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
.
1. Retensi urin Kamis 20 S: -Kien mengatakan
maret 2020 sudah bisa buang air
jam 13.00 kecil
-Klien sudah tidak
mengejan saat BAK
O: - Klien tampak
tenang
TD: 120/80 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20x/i
35
T : 36,5 0C
A: Masalah teratasi
P:Intervensi dihentikan
2. Gangguan eliminasi urin Kamis 20 S: -klien mengatakan
maret 2020 buang air kecil sudah
jam 14.00 tidak terlalu sering
-Klien mengatakan
keinginan berkemih
pada malam hari
berkurang
-Klien mengatakan
urin sudah tidak
mentes
-Klien mengatakan
pancaran kemih sudah
tidak lemah
O: - klien tampak
tenang
TD: 120/80 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20x/i
T : 36,5 0C
A:Masalah gangguan
eliminasi urin teratasi
P:Intervensi dihentikan
3. Gangguan Pola tidur b/d Kamis 20 S: Klien mengatakan
klien mengeluh susah tidur maret 2020 sudah bisa tidur
d/d seringnya keinginan jam 15.00 O:Klien tampak tenang
BAK pada malam hari A:Masalah teratasi
P:Intervensi dihentikan
36
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara
menutupi orifisium uretra.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya
BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua dan juga ada beberapa faktor resiko yang
bisa menjadi penyebab BPH diantaranya Usia > 60 tahun, Faktor genetik, Riwayat keluarga
generasi pertama, Jantung / Diabetes, Hipertensi, Kurang olahraga, Merokok. Jadi ketika
orang sehat kemudian ada riwayat pola hidup atau mengkonsumsi obat yang memicu
perubahan hormon, maka tidak perlu menunggu usia lanjut untuk berpotensi mengalami
pembesaran prostat. Namun, berdasarkan angka kejadian 80% pada usia lanjut.
4.2 SARAN
Seseorang yang terkena BPH atau pembesaran prostat jinak bisa menyebabkan
gangguan eliminasi pada urin,serta rasa nyeri karena terdapat peningkatan tekanan pada
uretra sehingga harus segera ditangani. Jika sumbatan ini parah, maka akan dilakukan
pembedahan Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP).Ini merupakan prosedur yang
paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi .Transurethral Reseksi Prostatectomy
(TURP) merupakan suatu pembedshan. Pembedahan adalah peristiwa yang bersifat bifasik
terhadap tubuh manusia yang berimplikasi pada pengelolaan nyeri. Sebagai tenaga
keperawatan hendaknya memberikan suhan keperawatan dengan semaksimal mungkin agar
klien mendapatkan perawatan yang baik dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Akmara, Wita. 2008. Benign Prostate Hyperplasia. Repository Lab/SMF Urologi FK Unair.
Anon, What are the symtoms of BPH? Available from: http://www.spine-
health.com/conditions/lower-back-pain. Accessed at September 14,2015
Anon. Benign Prostate Hyperplasia Available from: http://www.spine-
health.com/conditions/lowe-back-pain. Accessed at September 14,2015
Cunningham GR, Kadmon D. Epidemology and pathogenesis of benign prostatic hyperplasia
Available from: http://www.update.com/contest/epidemology-and-pathogenensis-ofobenign-
prostatic-hyperplasia. Accessed at September 14, 2015
Deters L, Costabile R, Moore C. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Homma Y, Gotoh M, Kawauchi A, Kojima Y, Masumori N, Nagai A, et al. Clinical
guidelines for male lower urinary tract symptoms and benign prostatic hyperplasia. Int J Urol.
2017;24:716–29.
http://eprints.umm.ac.id/43087/3/jiptummpp-gdl-ira (Jumat 20 Maret 2020, pukul 18.29)
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/d999efb13c1a4a20f52cb71c05e2ff2d.pdf
(Kamis 19 maret 2020, pukul 14:56)
Medscape. 2017. Diakses dari: https://emedice.medscape.com/article/437359
Patel ND, Parsons JK. Epidemology and etiology of benign prostatic hyperplasia and bladder
outlet obstruction. Indian J Urol. 2014;30:170-6
PPNI Klaten, 2010. Patofisiologi dan Renpra Benign Prostate Hyperplasia.
Vasanwala FF, Wong MYC, Ho HSS, Foo KT. Benign prostatic hyperplasia and male lower
urinary symptoms: a guide for family physicians. AJUR. 2017;4:181–4.
www.ppniklaten.wordpress.com diakses tanggal 20 mei 2013 pukul 20.40 WIB
38