Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH ISS

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BHP)


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas keperawatan medical bedah II

Dosen Pengampu :
Muhammad Taukhid, S.Kep.Ns., M.Kep

Nama Kelompok :
1. Wahyu Bagas Prasetya (201801099)
2. Welnila Natalia Banunaek (201801100)
3. Wilujeng Enggal Kinasih (201801101)
4. Wiwin Wijayanti (201801102)
5. Wulan Marifatus Sholikah (201801103)
6. Yovira Dyantika (201801104)
7. Yurike Erwinda Prestika A (201801105)
8. Yusiana Achmadi (201801106)
9. Dewi Lailiatun Nikma (201801086)
10.Mersa Monica Ayu Takke P (201801148)
11.Okta Diah Maya Salena (201801086)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2020
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta
selama semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nantikan syafaatnya diakhirat nanti.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak yang terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.

Terimakasih semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat
pada umumnya

Kediri, 19 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................i
Daftar isi.....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………….1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………………....2
1.3 TUJUAN UMUM…………………………………………………...…….2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 RIVIEW ANATOMI PERKEMIHAN…………………………………......6
2.2 DEFINISI BPH…………………………………………………………..…7
2.3 ETIOLOGI BPH…………………………………………………………....7
2.4 KLASIFIKASI BPH………………………………………………………..8
2.5 PATOFISIOLOGI DAN WOC BPH…………………………………….....9
2.6 MANISFESTASI KLINIS BPH………………………………………......12
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG………………………………………......12
2/8 PENTALAKSANAAN PADA BPH…………………………………….....13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 TINJAUAN KHASUS BPH & ASUHAN KEPERAWATAN BPH….....…17

BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN……………………………………………………............39
4.2 SARAN …………………………………………………………………......39
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai
pembesran prostat jinak (PPJ), merupakan penyakit yang umum yang menyerang sistem
reproduksi pada pria dewasa karena penyakit ini dipengaruhi oleh faktor umur seseorang.
Menurut Lewis (2005) Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) terjadi sekitar 50% pada pria
umur 50 tahun ke atas dan sekitar 90% pria pada usia 80 tahun ke atas. Kurang lebih 25%
membutuhkan terapi ketika mencapi umur 80 tahun ke atas.
Menurut Silva (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan yang
normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan tidak segera ditangani
dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang dibiarkan
tanpa pengobatan adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin stelah
buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu.
Di Dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang
itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia 60 hingga 70
tahun, presentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk
mendapatkannya bisa sehingga 90%. Sedangkan hasil penelitian di Amerika 20% penderita
BPH terjadi pada usia 41-50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90% terjadi pada
usia 80 tahun (Johan, 2005)
Penyebab terjadinya kasus BPH sampai saat ini belum diketahui pasti, namun
beberapa hipotesis mengatakan bahwa BPH erat berkaitan dengan peningkatan kadar
dihitrosteron (DHT) dan proses aging (penuaan) (Purnomo, 2003)
Pembesaran prostat mengakibatkan rangsangan pada kandung kemih, maka dari itu
vesika sering berkontraksi walaupun belum penuh. Meskipun vesika menjadi dekompensasi,
akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir dari miksi akan ditemukan sisa urin di dalam
kandung kemih. Karena sering terdapat sisa urin, akibatnya terbentuk bantu endapan di dalam
kandung kemih (Sjamsuhidajat, R & Jong, 2004). Jika sumbatan ini parah, maka akan
dilakukan pembedahan Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) (Corwin, 2009). Ini
merupakan prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi (Price, A.
Sylvia, 2005) Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP) merupakan suatu pembedshan.
Pembedahan adalah peristiwa yang bersifat bifasik terhadap tubuh manusia yang berimplikasi

1
pada pengelolaan nyeri (Potter & Perry, 2006)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah BPH itu ?
2. Bagaimana assasment pada pasien dengan BPH ?
3. Bagaimana menentukan diagnosa keperawatan dengan BPH ?
4. Intervensi apa yang diberikan pada pasien dengan BPH ?
5. Bagaimana penerapan/implementasi dari intervensi yang telah disusun ?
6. Bagaimana evaluasi setelah asuhan keperawatan dilakukan?

1.3 TUJUAN PENULISAN


a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui apa itu BPH
2. Untuk mengkaji tanda dan gejala dari BPH
3. Untuk menentukan diagnosa keperawatan dengan tepat
4. Untuk menyusun rencana tindakan
5. Untuk melakukan tindakan sesuai intervensi
6. Untuk memantau perkembangan penyakit

b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RIVIEW ANATOMI PERKEMIHAN

Pembesaran Prostat Jinak atau dikenal dengan nama BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) merupakan suatu gejala pembesaran prostat. Pembesaran prostat ini
menyebabkan gangguan atau sumbatan pada kandung kemih. Kelenjar prostat adalah suatu
organ yang mengelilingi uretra (saluran air kencing) pada laki-laki. Uretra mengekskresikan
cairan yang bercampur dengan sperma untuk membuat air mani. Uretra mengalirkan air seni
seni dari kandung kemih dan sperma dari tetsis menuju penis.

Apabila kelenjar prostat membesar, uretra dapat menyempit, menyebabkan dinding


kandung kemih menebal. Dengan berjalannya waktu, dinding kandung kemih dapat melemah
dan kehilangan kemampuan untuk mengeluarkan seluruh urin dari kandung kemih. Hal ini
dapat menyebabkan masalah urinasi, yaitu kondisi yang membuat kita kehilangan kendali
terhadap kandung kemih. Jadi Benign prostatic hyperplasia adalah kondisi yang umum dan
hanya terjadi pada pria. Sering kali kondisi ini terjadi pada pasien dengan usia diatas 50
tahun. Kemungkinan terjadinya benign prostatic hyperplasia meningkat seiring bertambahnya
usia pria. Walau penyebab benign prostatic hyperplasia masih belum diketahui secara pasti,

3
dipercaya bahwa perubahan dalam keseimbangan hormon dan faktor pertumbuhan sel dapat
menyebabkan kondisi tersebut.

2.2 DEFENISI BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pemesaran kelenjar prostat yang dapat
menyebabkan ureta pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari
buli-buli (Bauki B Purnomo,2008).
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas dan kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH adalah kondisi patologis yang paling
umum pada pria. (Smelzer dan Bare, 2007).
Kesimpulan dari beberapa pengertian BPH adalah pembesaran kelenjar prostat non
kanker yang memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutup ofisium uretra disebabkan oleh penuaan.

2.3 ETIOLOGI BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun,
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa pembesaran prostat terjadi akibat kadar
dihidritestosteron (DHT) , proses penuaan, penurunan kadar testosteron dan
ketidakseimbangan estrogen dan testosteron.
Selain faktor peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan ada beberapa
hipotesis yang di duga sebagai penyabab timbulnya hiperplasia prostat, yaitu :
1. Hihydrotestosteron adalah pembesaran pada epitel dan stoma kelenjar prostat yang
disebabkan peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor andorogen (Muttaqin, 2014)
2. Addanya ketidakseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen dimana terjadi
peningkatan estrogen dan penurunan testosteron sehingga mengakibatkan pembesaran
pada prostat. (Muttaqin, 2014)
3. Interaksi antara stroma dan epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau firoblast
growth factor dan penurunan transforming factor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel. (Muttaqin, 2014)
4. Peningkatan estrogen menyebabkan berkurangnya kematian sel stroma dan epitel dari
kelenjar (Muttaqin, 2014)
5. Teori sel stem, meningkatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi berlebihan
pada sel stroma maupun sel epitel sehingga menyebabkan proliferasi sel sel prostat.
4
(Muttaqin, 2014)

Faktor risiko terjadinya hiperplasia prostat antara lain :


1. Usia > 60 tahun
2. Faktor genetik
3. Riwayat keluarga generasi pertama
4. Jantung / Diabetes
5. Hipertensi
6. Kurang olahraga
7. Merokok

2.4 KLASIFIKASI BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


Derajat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 staidum : t
1.    Stadium I
Ada obstruktif urine tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis
2.    Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa tidak enak BAK atau disuria
3.    Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc
4.    Stadium IV
Retenso urine total, buli-buli penuh pasien tanpak kesakitan, urine menetes secara periodik
(0ver flowin kontinen)

Derajat rectal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah
rectum. Rectal toucher dikatakan normal jika baats atas teraba konsisten elastic, dapat
digerakkan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Ukuran dari pembesaran
5
kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu :
1. Derajat 0 : ukuran pembesaran prostat 0-1cm
2. Derajat 1 : ukuran pembesaran prostat 1-2cm
3. Derajat 2 : ukuran pembesaran prostat 2-3cm
4. Derajat 3 : ukuran pembesaran prostat 3-4cm
5. Derajat 4 : ukuran pembesaran prostat lebih dari 4cm

Derajat klinik berdasarkan kepada residual urin yang terjadi. Klien disuruh BAK
sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urin yang keluar dari kateter disebut
sisa urin atau residual urin. Residual urin dibagi beberapa derajad yaitu :
1) Normal sisa urin adalah 0
2) DDerajat 1 sisa urin 0-50ml
3) Derajat 2 sisa urin 50-100ml
4) Derajat 3 sisa urin 100-150ml
5) Derajat 4 telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali

2.5 PATOFISIOLOGI dan WOC BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)


BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel berinteraksi.
Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon sitokin. Di dalam
prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT), DHT merupakan androgen
dianggap sebagai mediator utama munculnya BPH ini. Pada penderita ini hormon DHT
sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh pada pembesaran prostat dengan
memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat membesar karena hyperplasia
sehingga terjadi penyempitan uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala
obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah (Skinder et al,
2016).
Penyebab BPH masih belum jelas, namun mekanisme patofisiologinya diduga kuat terkait
aktivitas hormon Dihidrotestosteron (DHT).

6
Gambar 2.4.1 Perubahan Testosteron Menjadi Dihidrotestosteron Oleh Enzim 5α-
reductase (Roehrborn C et al, 2002)

DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melaui kerja enzim 5α-

7
reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol merupakan pemicu utama terjadinyaa
poliferase kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT diperantai oleh
enzim 5α- reductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama terdapat pada folikel
rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe kedua terdapat pada prostat, jaringan
genital, dan kulit kepala. Pada jaringan-jaringan target DHT menyebaabkan pertumbuhan dan
pembesaran kelenjar prostat (Mc Vary et al, 2010).

Gambar 2.4 (Lee, 2008)

WOC

8
Gaya hidup idiopatik (penuaan) peranan growlh
hormon
(pertumbuhan sel stroma)

Perubahan keseimbangan estrogen dan testosteron

Testosteron menurun
Estrogen meningkat

Penyempitan hormon secara prostatik

BPH (benign prostatic hyperplasia)

Kurang informasi penyempitan lumen operasi


Tentang BPH uretra
(pembedahan)

Kurang pengetahuan tekanan intravesikel insisi TURP


TURP
Meningkat terputusnya iritasi mukosa
otot detrusan jaringan kandung
Ansietas
kemih
Melemah akhirnya
Resiko
Kurang mampu Nyeri
pendaraha
n akut
Berkontraksi

Resiko
infeksi

Pemasangan
DC

9
tidak bisa (kesulitan) peregangan kontraksi otot detrusor tidak
dalam memutar VU lebih dari invalunter bisa mengatasi
urin kapasitas resistensi uretra

sering mengejan ada tarikan urgensi (tidak mampu residu


uria
saat BAK otot spingter menahan kencing
dalam VU

tekanan intraabdomen Inkontrimensi


meningkat a urin urgensi

hernia inguinalis

saat BAK urin


dribbing (menetes) pengosongan
Nyeri akut
urin tidak komplit

` miksi jadi pendek

Sering BAK
urin terhambat
Nokturia frekuensi
10
tekanan intravesika
meningkat
Gangguan
pola tidur

retensi VU menurun

fungsi VU menurun

upaya berikemih menurun

Gangguan
eliminasi urin

2.6 MANIFESTASI KLINIS


11
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun diluar saluran
kemih
a) Keluhan pada saluran kemih bawah
Gejala obstruksi meliputi :
1. Retensi urin (urin tertahan di kandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar
2. Hesitansi (sulit memulai miksi)
3. Pancaran miksi lemah
4. Intermiten (kencing terputus -putus)
5. Miksi tidak puas (menetes)
Gejala iritasi meliputi :
1. Frekuensi
2. Nokturia
3. Urgensi
4. Disuria
b) Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya
gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang atau demam yang merupakan
tanda infeksi atau urosepsis
c) Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya
penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan
intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan dan tidak nyeri tekan, keletihan, rasa tidak nyaman pada
epigastrik.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti lakukan pada pasien dengan
BPH adalah :
1. Laboratorium
a) Sedimen Urin : Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih
b) Kultur urin : Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
2. Pencitraan
12
a) Foto polos abdomen : Mencari kemungkinan adanya btu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang
merupakan tanda dari retensi urin
b) IVP (Intra Vena Pielografi) : Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter
berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit
pada buli-buli
c) Ultrasonografi : Untuk mengetahui pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur
sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti tumor
d) Systocopy : Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprotastika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum

2.8 PENATALAKSANAAN PADA BPH


1. Pemantauan Ketat / Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada pasien dengan gejala ringan, yaitu pasien dengan
hasil skor IPSS/AUA (American Urological Association Symptom Score Index) 0 hingga 7.
Metode terapi ini sering kali mengalami kegagalan, yaitu sekitar 40% dalam 3 bulan pertama
hingga 60% dalam 12 bulan. Terapi farmakoterapi awal pada pasien dengan gejala lower
urinary tract symptoms (LUTS) yang mengganggu dapat membantu memperlambat
progresifitas gejala.

2. Medikamentosa
Pasien dengan gejala sedang (Skor IPSS/AUA 8-18) hingga berat (Skor IPSS/AUA
19-35) dapat diberikan terapi farmakologis. Jika terapi farmakologis tidak berhasil mengatasi
gejala yang ada, maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. Pilihan terapi farmakologis
yang dapat diberikan antara lain adalah:

 Antagonis Reseptor Alfa-1-Adrenergik


Obat antagonis α1 adrenergik (penghambat reseptor alfa / alpha blocker), seperti
prazosin atau tamsulosin, bekerja dengan mengurangi retensi otot polos prostat. Obat
merupakan salah satu obat yang paling sering diberikan pada pasien benign prostatic
hyperplasia karena dapat memperbaiki aliran urin dan skor IPSS sebanyak 30-40% dalam
waktu 1 minggu. Akan tetapi, obat ini tidak menghambat progesifitas benign prostatic
hyperplasia.

13
 Penghambat 5-Alfa-Reduktase
Penghambat 5-alfa-reduktase, seperti dutasterid dan finasterid, bekerja untuk
mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon
testosterone/dihidrotestosteron. Obat ini juga merupakan salah satu obat yang sering
diberikan, umumnya diberikan pada pasien dengan ukuran prostat >30 gram. Butuh waktu
paling tidak 6 bulan untuk mencapai efek terapetik maksimal. Obat ini dapat mengurangi
progesifitas benign prostatic hyperplasia, tetapi memiliki risiko cukup tinggi untuk menjadi
kanker prostat.

 Antimuskarinik
Obat ini merupakan salah satu terapi benign prostatic hyperplasia terkini. Cara kerja
obat ini adalah menginhibisi respon asetilkolin sehingga menurunkan kontraktilitas otot
detrusor dan mengurangi gejala iritatif LUTS. Obat ini juga dapat diberikan bersamaan
dengan antagonis alfa-1-adrenergik. Obat ini tidak dapat digunakan apabila pasien
mengalami obstruksi saluran kemih.

 Inhibitor Fosfodiesterase-5
Obat ini merupakan salah satu obat benign prostatic hyperplasia terkini tetapi cara
kerjanya belum diketahui secara pasti. Studi yang ada menyatakan bahwa penghambat
fosfodiesterasi-5, seperti tadalafil, dapat memicu relaksasi otot halus sehingga melancarkan
aliran urin. Obat ini merupakan pilihan apabila pasien memiliki gejala LUTS yang disertai
disfungsi ereksi.

 Agonis Beta-3-Adenoreseptor

Agonis beta-3-adenoreseptor, seperti mirabegron, merupakan obat benign prostatic


hyperplasia yang lebih baru dan dapat digunakan terutama pada pasien benign prostatic
hyperplasia dengan glaukoma. Cara kerja obat ini masih belum diketahui secara pasti.

3. Pembedahan

14
Tindakan pembedahan pada benign prostatic hyperplasia dapat dilakukan pada pasien
dengan skor IPSS 8 hingga 35. Indikasi tindakan pembedahan pada benign prostatic
hyperplasia adalah kegagalan terapi farmakologi, retensi urin yang sulit diatasi (evakuasi
dengan kateter tidak berhasil), infeksi saluran kemih berulang, hematuria, batu saluran kemih,
dan insufisiensi renalis karena obstruksi. Pilihan tindakan pembedahan yang ada antara lain
adalah:

 Prostatektomi Terbuka / Open Prostatectomy

Prostatektomi terbuka merupakan pilihan tindakan bedah utama bagi pasien benign
prostatic hyperplasia dengan ukuran prostat yang terlalu besar (100 gram atau lebih)
dibandingkan transurethral resection of the prostate (TURP). Ukuran prostat yang terlalu
besar dapat mengakibatkan tidak tuntasnya reseksi pada TURP.

 Pembedahan Endourologi

Pembedahan endourologi adalah metode yang paling umum dilakukan untuk terapi
benign prostatic hyperplasia. Prosedur yang dapat dilakukan antara lain adalah transurethral
resection of the prostate (TURP), transurethral incision of the prostate (TUIP), prostatektomi
laser, dan elektrovaporasi. TURP adalah teknik pembedahan yang paling baik untuk pasien
benign prostatic hyperplasia dengan gejala sedang hingga berat. Sebanyak 95% pembedahan
benign prostatic hyperplasia dilakukan dengan TURP. Tindakan ini paling ideal dilakukan
pada pasien dengan ukuran prostat sedang (60-80 gram) dengan batas toleransi hingga 100
gram. Akan tetapi, hal ini sangat bergantung pada pengalaman operator. Prostatektomi
dengan laser juga memberikan hasil yang sama dengan TURP tetapi lebih jarang dilakukan
karena harus dilakukan oleh dokter spesialis urologi yang secara khusus memiliki
keterampilan untuk prostatektomi laser. TUIP merupakan teknik pembedahan untuk benign
prostatic hyperplasia yang cukup baik. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan
karsinoma prostat.
 Pembedahan Invasif Minimal

Teknik pembedahan invasif minimal pada benign prostatic hyperplasia antara lain
adalah transurethral needle ablation (TUNA), transurethral microwave therapy (TUMT), dan
pemasangan sten. Tindakan bedah invasif minimal umumnya dilakukan pada pasien benign
15
prostatic hyperplasia dengan ukuran prostat kecil (30-50 gram). TUMT merupakan pilihan
tindakan yang cukup sering dilakukan, namun memberikan hasil yang kurang baik
dibandingkan dengan TURP. TUNA dapat dilakukan terutama pada pasien benign prostatic
hyperplasia yang masih cukup muda karena resiko untuk ejakulasi retrograde lebih kecil.
Akan tetapi, baik TUMT ataupun TUNA kecenderungan untuk melakukan operasi ulang
dalam 5 tahun lebih tinggi. Pemasangan stent dapat dilakukan pada pasien dengan gejala
berat yang kondisinya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan. [2,6,8,17,19]

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Disini, semua data-data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait
dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama
yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik serta diagnostic (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 131).
a. Pengumpulan data
b. Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang
dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien. Sumber data
diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat. Adapun
cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara,
observasi dan pemeriksaan fisik. Pengumpulan data pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan akibat BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) meliputi:
c. Data Biografi
d. Identitas Klien
e. Meliputi nama, umur biasanya penderita BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) berusia diatas 60 tahun, jenis kelamin untuk penyakit ini
diderita oleh kaum pria, agama, pendidikan perlu dikaji untuk
mengetahui tingkat pengetahuan klien yang akan berpengaruh
terhadap tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan
perlu dikaji untuk mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor
predisposisi atau bahkan faktor presipitasi terjadinya penyakit BPH,
suku/bangsa, status marital, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
diagnosa medis dan alamat (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 131).
f. Identitas Penanggungjawab
i. Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan
klien.

 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Pada umumnya klien dengan BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) akan mengeluh adanya gejala-gejala spesifik
seperti nokturia, urgensi, dan disuria, mengeluh miksi yang
tidak puas dan lemahnya pancaran urin. Pengembangan dari
keluhan utama yang dirasakan klien melalui metode PQRST
dalam bentuk narasi sebagai berikut:
2. P (paliatif dan profokatif) : pasien mengeluh sakit pada saat
miksi dan harus menunggu lama dan harus mengedan.
3. Q (Quality atau Quanty): pasien mengatakan tidak bisa
melakukan hubungan seks.
4. R (Regio dan Radiasi) :keluhan tersebut tempatnya , yaitu di
bawah kandung kemih.
5. S (Saverit atau Scale) : keluhan tersebut mengganggu aktifitas
dan mengeluh sering BAK berulang-ulang.
6. T (Timing) : saat pasien ingin miksi dan lebih sering terbangun
pada saat malam hari. (Wijaya A. S., 2013, hal. 103). Yang
menjadi latar belakang penderita datang ke rumah sakit.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu


1. Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi,
riwayat penyakit Infeksi saluran kemih, dan penyakit batu
kandung kemih , atau terapi obat (hipertensi, tamsulosin (untuk
memudahkan BAK), finasteride (untuk menyusutkan ukuran
prostat)). Perlu juga dikaji apakah klien pernah dirawat di
rumah sakit karena keluhan yang sama.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Kaji apakah keluarga pasien sebelumnya ada yang
18
menderita penyakit yang sama dengan penyakit
sekarang.

ii. 3). Riwayat pengobatan :


a. Kaji Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik
inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan
saluran kemih akan lebih terbuka.obat golongan 5-alfa-
reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar
dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan
turunya kadar testosteron dalam plasma maka prostat
akan mengecil. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 136).

iii. 4). Pemeriksaan fisik


4. Keadaan Umum
a. Kaji keadaan umum dan kesadaran pasien pada saat
dating pertama kali ke rumah sakit untuk mengetahui
tanda awal apakah penyakit yang diderita pasien sudah
masuk ketahap yang lebih parah atau belum.
5. Tanda-tanda vital:
6. Tekanan darah : Biasanya pada pasien BPH mengalami peningkatan pada tekanan
darah.
7. Nadi : Mengalami peningkatan nadi. Hal ini merupakan bentuk kompensasi dari nyeri
yang timbul akibat obstruksi meatus uretalis dan adanya distensi bladder.
8. Respirasi : Terjadi peningkatan frekuensi nafas akibat nyeri yang dirasakan pasien.
9. Suhu : Terjadi peningkatan suhu akibat retensi urin berlangsung lama seiring
ditemukan adanya tanda gejala urosepsis. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 137).

10. Pemeriksaan Body System:


11. Sistem pernafasan
a. Inspeksi : biasanya klien terjadi sesak nafas ,frekuensi pernafasan.
19
b. Palpasi : pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi badder.
c. Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas tambahan seperti
ronchi,wheezing,suara nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas. (Prabowo
& Pranata, 2014, p. 137).
12. Sistem kardiovaskular
a. Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat
perubahan letak maupun pemeriksaan pada inspeksi.
b. Palpasi : Biasanya denyut nadi meningkat akral hangat
CRT ❤ detik.
c. Perkusi : Pada pemeriksaan manusia normal
pemeriksaan perkusi yang didapatkan pada thorax
adalah redup.
13. Sistem persyarafan
i. Inspeksi : Biasanya klient menggigil, kesadaran menurun dengan
adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai pada syok septik.
14. Sistem perkemihan
15. Inspeksi : terdapat massa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih).
16. palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal, dan pada palpasi supra
simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri tekan.
17. Perkusi: Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin terdapat suara redup
dikandung kemih karena terdapat residual (urin). (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 137)
18. Sistem pencernaan
19. Mulut dan tenggorokan : Hilang nafsu makan mual dan muntah.
20. Abdomen : Datar (simetris)
i. Inspeksi : Bentuk abdomen datar , tidak terdapat masa dan benjolan.
ii. Auskultasi : Biasanya bising usus normal.
iii. Palpasi ; Tidak terdapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran
permukaan halus.
iv. Perkusi ; Tympani (Wijaya, 2013, p. 100).
21. Sistem integumen
22. Palpasi : Kulit terasa panas karena peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda gejala
urosepsis klien menggigil , kesadaran menurun. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 137)
23. Sistem endokrin
24. Inspeksi : Adanya perubahan keseimbangan hormon testosteron dan esterogen pada
20
usia lanjut. (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 91)
25. Sistem reproduksi
26. Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak ditemukan adanya kelainan,
kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus. Pemeriksaan RC (rectal
toucher) adalah pemeriksaan sederhana yang paling mudah untuk menegakkan BPH.
Tujuannya adalah untuk menentukan konsistensi sistem persyarafan untuk vesiko
uretra dan besarnya prostate. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 137)
27. Sistem muskuloskletal
28. Biasanya pada pasien BPH dipasang Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien.
Pada paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
(Wijaya, 2013, p. 106)

29. Sistem pengindraan


30. Inspeksi : Pada pasien BPH biasanya pada sistem ini tidak mengalami gangguan.
31. Sistem imun
32. Tidak terjadi kelainan imunitas pada penderita BPH. (Prabowo & Pranata, 2014, p.
137).
a. Diagnosa Keperawatan
i. Suatu diagnose keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau
kerentanan terhadap respon tersebut dari seorang individu, keluarga,
kelompok atau komunitas (NANDA-I 2013). Suatu diagnose
keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu deskriptor atau pengubah
dan focus diagnosis, atau konsep kunci diagnosis.
ii. Diagnosa keperawatan yang muncul dari pasien BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia) diantaranya adalah sebagai berikut :
33. Retensi Urine
34. Gangguan Eliminasi Urine
35. Inkontinensia Urine
36. Gangguan Pola Tidur
37. Urgensi
38. Nyeri Akut
39.  Defisit Pengetahuan
40. Ansietas
21
41. Resiko Infeksi
42. Resiko Perdarahan

43. 3 Intervensi Keperawatan


i. Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan
ini merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan secara
tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien
sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan.
ii. Tahap perencaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang
memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai., hal yang akan
dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan
melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun
rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat
perlu dilibatkan secara maksimal (Prabowo & Pranata, 2014).

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
22
keperawatan kedalam bentuk tindakan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi
adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan melakukan teknik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi (Prabowo &
Pranata, 2014).

a. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika
hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar
dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali kedalam
siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (Reassessment). Secara umum, evaluasi
ditujukan untuk :
a. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
b. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

BAB IV
KASUS

23
Tn. S berusia 62 tahun datang dengan wajah mengantuk (gelisah) dengan keluhan
tidak bisa buang air kecil, kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh
sedikit nyeri karena sulit buang air kecil (BAK). Pasien mengaku sulit untuk memulai BAK,
dan terkadang harus disertai dengan mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang
terhenti kemudian lancar kembali. Pasien juga mengeluh sering berkali-kali ke kamar mandi
pada malam hari saat tidur malam karena ingin BAK namun saat BAK hanya menetes dan
merasa kurang puas dan mengatakan tidur kurang nyenyak bahkan sulit tidur. BAK tidak
keluar batu, tidak berdarah, demam tidak ada, nyeri pinggang tidak ada, buang air besar
biasa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, nadi 99x/menit regular,
pernapasan 20x/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, dan suhu 36,7‫ﹾ‬C. Pada status generalis
dalam batas normal. Pada tanggal 15 Maret 2020, pasien terpasang kateter urine ukuran 16F
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Di dalam urine bag, terdapat 300 cc urine
berwarna kuning jernih dan tidak terlihat adanya darah. Dari rectal toucher didapatkan tonus
sphincter ani kuat, mukosa rektum licin, tidak ada massa, ampulla recti intak, serta prostat
teraba membesar, batas atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin, nodul tidak ada, dan
nyeri tekan tidak ada, tidak ada darah dan feses pada handscoen. Pada pemeriksaan darah
lengkap didapatkan leukosit 10.770/uL. Pemeriksaan USG urologi menunjukkan adanya
symple cyst ren dextra, vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan
kalsifikasi dan protusi ke VU.Diagnosa Medis BPH (Benign Prostate Hyperplasia).

A. Pengkajian
1. IdentitasKlien
Nama Klien : Tn. S
No RM : 452020
Usia : 62 Tahun
JenisKelamin :Laki-laki
Alamat :Papar, Kediri
Tgl MRS : 20-03-2020
Status Pernikahan :Menikah
Agama : Islam
Suku :Jawa
PendidikanTerakhir : SD
24
Pekerjaan : Petani
DiagnosaMedis : BPH (Benign Prostate Hyperplasia).

2. KeluhanUtama
Pasien mengatakan tidak bias buang air kecil kurang lebih 1 bulan, pasien
mengeluh sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus disertai dengan
mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang terhenti kemudian lancar
kembali.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien sering berkali-kali ke kamar mandi pada malam hari saat tidur
malam karena ingin BAK namun saat BAK hanya menetes dan merasa kurang
puas. BAK tidak keluar batu, tidak berdarah, demam tidak ada, nyeri pinggang
tidak ada, buang air besar biasa.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


-

5. PemeriksaanFisik
Keadaan = Composmetis
GCS =456
TTV = TD : 140/90 mmHg
N : 99 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,7‫ﹾ‬C

a. Kepala
Inspeksi : Penyebaran rambut ( merata) , Lesi ( - ), Benjolan(-)
Pendarahan ( - ), Ukuran dan bentuk
( simetris )
Palpasi : Nyeri tekan( - ), Benjolan Abnormal ( - )

b. Mata
25
Inspeksi : Sclera ( icterus ), Pendarahan ( - )
Palpasi : Conjungtiva (anemis ), Pandangan ( jelas )

c. Hidung
Inspeksi : Bentuk ( proposional ), Sekresi ( - ),
Gangguan penciuman ( - )
Palpasi : Nyeri Tekan ( - ),

d. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir (pucat ), pendarahan ( - ),
kebersihan mulut ( baik ), gangguan menelan
(-)

e. Telinga
Inspeksi : Bentuk (simetris ), pendarahan ( - ), serumen ( - ),
Palpasi : Nyeri tekan( - ), gangguan pendengaran ( - )

f. Leher
Inspeksi : JVD ( tidak terlihat ), lesi ( - ), massa abnormal ( - )

g. Dada / Thorax
Inspeksi : Pergerakan dinding dada ( simetris ), normal chest
Palpasi : Nyeri tekan( - ), nyeri dada ( - )
Perkusi : Suara paru sonor.

h. Abdomen
26
Inspeksi : Bentuk ( normal ), lesi ( - ), asites ( - )
Palpasi : Nyeri tekan( - ), Massa abnormal ( - )
Auskultasi : Bising Usus 5x/menit
Perkusi : Tympani

i. Genetalia
Inspeksi : Bentuk (normal), lesi ( - ), asites ( - )
Palpasi :Tonus sphincter ani kuat, mukosa rektum licin,
massa ( - ), ampulla recti intak, serta prostat teraba membesar, batas
atas teraba, konsistensi kenyal, permukaan licin, nodul ( - ), dan nyeri
tekan ( - ), darah pada feses ( - ).

j. Ekstremitas
Kekuatan otot
3 3
3 3

Akral ( hangat )
CRT ( - )
Edema ( - )
Keringat( - )
Lemah( - )
Darah lengkap (leukosit 10.770/uL).
Pemeriksaan USG urologi (adanya symple cyst ren dextra,
vesicolithiasis, pembesaran prostat (volume 42,3 ml) dengan kalsifikasi dan
protusi ke VU).

ANALISA DATA

27
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Adanya pembesaran Retensi Urin
-Klien mengatakan dipasang prostat ditandai
kateter 1minggu sebelum masuk dengan disuria,
RS
-Klien mengatakan tidak bisa
buang air kecil dan sedikit nyeri
-klien nmengeluh sulit BAK
- BAK hanya menetes dan merasa
kurang puas
DO:
-Nadi 99x/menit
-RR 20x/menit
-TD 140/90mmHg
-Suhu 36,7
-Prostat teraba membesar batas atas
teraba, konsistensi kenyal

2. DS: Adanya penurunan Gangguan Eliminasi


-Klien mengatakan BAK hanya kapastitas pada Urin
menetes dan merasa kurang puas kandung kemih
-Berkali kali ke KM pada malam ditandai dengan
hari nokturia (rasa ingin
-Pancaran kencing lemah berkemih pada malam
DO: hari)
-Nadi 99x/menit
-RR 20x/menit
-TD 140/90mmHg
-Suhu 36,7
-Prostat teraba membesar batas atas
teraba, konsistensi kenyal

3. DS: Gangguan ingin GangguanPola


-Klien mengatakan sering BAK berkemih pada malam Tidur
pada malam hari. hari
-Klien merasa tidurnya tidak
nyenyak
-Klien mengatakan sulit tidur
DO:
-Klien tampak gelisah

28
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Retensi urin b/d sensai pada kandung kemih yang penuh d/d prostat yang membesar
2. Gangguan eliminasi urin b/d dengan penurunan kapasitas kandung kemih d/d , urin
menetes (dribbling), nokturia (berkemih pada malam hari)
3. Gangguan Pola tidur b/d seringnya keinginan berkemih pada malam hari d/d pasien
mengeluh susah tidur
4.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Retensi Urin Tujuan: Setelah Perawatan Retensi
dilakukan intrevensi Urin
keperawatan selama Observasi
1x24jam diharapkan - I
Eliminasi urin dentifikasi
 penyebab
Sensa retensi urin
si berkemih (mis.peningkat
menurun an tekanan
 uretra,
Desa keruskan arkus
kan refleks,
berkemih disfungsi
(urgensi) neurologis,
menurun efek agen
 farmakologis)
Diste - M
nsi kandung onitor intake
kemih dan output
menurun cairan
 - M
Berke onitor tingkat
mih tidak distensi
tuntas kandung kemih
(hesitancy) dengan
menurun palpasi/perkusi
 Terapiutik
Volu - B
me residu eri rangsangan
urine berkemih (mis.
menurun Mengalirkan
 air keran,
Urine membilas
menetes toilet, kompres
(dribbling) dingin pada
menurun abdomen

29
 - P
Nokt asang kateter
uria menurun urine jika perlu
 Edukasi
Meng -Jelaskan penyebab
ompol retensi urin
menurun -Anjurkan pasien
 atau keluarga
Disur mencatat output
ia menurun urine
 -Ajarkan cara
Anuri melakukan
a menurun rangsangan
 berkemih
Freku
ensi BAK
membaik
2 Tingkat nyeri

Keluh
an nyeri
menurun

Merin
gis menurun

Gelis
ah menurun

Kesul
itan tidur
menurun

Fungs
i berkemih
membaik

2. Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan Manajemen


intervensi selama Eliminasi Urine
1x24jam, maka Observasi
Gangguan Eliminasi - I
Urin Menurun dentifikasi
dengan kriteria tanda dan
hasil: gejala
Eliminasi Urin retensi/inkotine
 nsia urin.
Kema - I
mpuan dentifikasi
berkemih faktor yang
meningkat menyebabkan

30
 retensi atau
Nokt inkontinensia
uria menurun urin
 - M
Resid onitor eliminasi
u volume urin (mis.
urin setelah frekuensi,
berkemih konsistensi,
menurun aroma, volume,
 dan warna)
Diste Terapiutik
nsi kandung - C
kemih atat waktu-
menurun waktu dan
 pengeluaran
Dribb berkemih.
ling menurun - A
 mbil sampel
Hesit urine tengah
ency (midstream)
menurun atau kultur.
- B
 atasi supan,
Verba jika perlu
lisasi Edukasi
pengeluaran - A
urin tidak jarkan tanda
tuntas dan gejala
menurun infeksi saluran
 kemih
Freku - A
ensi jarkan terapi
berkemih mobilitas
membaik penguatan otot-
 otot panggul
Sensa atau
si berkemih perkemihan.
membaik - A
njurkan minum
yang cukup,
jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
- K
olaborasi
pemberian obat
supositoria
uretra, jika
perlu.

31
3. Gangguan Pola Tidur Tujuan: Dukungan Tidur
Setelah dilakukan Observasi
intervensi selama - I
1x24 jam, maka dentifikasi pola
Gangguan Pola dan aktifitas
Tidur dengan tidur
kriteria hasil: - I
Pola tidur dentifikasi
 faktor
Keluh pegganggu
an sulit tidur tidur (fisik dan
menurun atau
 psikologis)
Keluh Terapiutik
an tidak puas - L
tidur akukan
menurun prosedur unruk
 meningkatkan
Keluh kenyamanan
an pola tidur (mis pijat,
berubah pengaturan
menurun posisi, terapi
akrupessur)
- S
esuaikan
jadwal
pemberian obat
dan atau
tindakan untuk
menunjang
siklus tidur
terjaga
Edukasi
- Anjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang mengnggu
tidur
- Ajarkan relaksasi
otot autogenik atau
cara non
farmakologi
lainnya
-Aanjurkan
penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung
supresor terhadap
tidur REM

32
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Hari/Tanggal Impleentasi
1. Retensi urin b/d sensai pada Kamis, 20 - Men
kandung kemih yang penuh d/d maret 2010 gidentifikasi
prostat yang membesar jam 08.00 penyebab retensi
urin
(mis.peningkatan
tekanan uretra,
keruskan arkus
refleks, disfungsi
neurologis, efek
agen farmakologis)
- Me
monitor intake dan
output cairan
- Me
monitor tingkat
distensi kandung
kemih dengan
palpasi/perkusi

- Me
mberi kan
rangsangan
berkemih (mis.
Mengalirkan air
keran, membilas
toilet, kompres
dingin pada
abdomen
- Me
masang kateter
urine jika perlu

-Menjelaskan
penyebab retensi urin
-Menganjurkan pasien
atau keluarga mencatat
output urine
-Mengajarkan cara
melakukan rangsangan
berkemih

33
2. Gangguan eliminasi urin b/d Kamis, 20 - Men
dengan penurunan kapasitas maret 2020 gidentifikasi tanda
kandung kemih d/d, urin menetes jam 09.00 dan gejala
(dribbling), nokturia (berkemih retensi/inkotinensia
pada malam hari) urin.
- Men
gdentifikasi faktor
yang menyebabkan
retensi atau
inkontinensia urin
- Me
monitor eliminasi
urin (mis.
frekuensi,
konsistensi, aroma,
volume, dan
warna)
- Men
catat waktu-waktu
dan pengeluaran
berkemih.
- Me
mbatasi supan, jika
perlu
Edukasi
- Men
gajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
- Men
gajarkan terapi
mobilitas
penguatan otot-otot
panggul atau
perkemihan.
- Meg
anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
- Men
gkolaborasikan
pemberian obat
supositoria uretra,
jika perlu.

3. Gangguan Pola tidur b/d Kamis 20 - Men


seringnya keinginan berkemih maret 2020 gidentifikasi pola
pada malam hari d/d pasien jam 10.00 dan aktifitas tidur

34
mengeluh susah tidur - Men
gidentifikasi faktor
pegganggu tidur
(fisik dan atau
psikologis)
- Mel
akukan prosedur
unruk
meningkatkan
kenyamanan (mis
pijat, pengaturan
posisi, terapi
akrupessur)
- Men
yesuaikan jadwal
pemberian obat dan
atau tindakan untuk
menunjang siklus
tidur terjaga
-Menganjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang mengnggu tidur
- Mengajarkan
relaksasi otot
autogenik atau cara
non farmakologi
lainnya
-Menganjurkan
penggunaan obat tidur
yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM

V. EVALUASI KEPERAWATAN
No Diagnosa Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
.
1. Retensi urin Kamis 20 S: -Kien mengatakan
maret 2020 sudah bisa buang air
jam 13.00 kecil
-Klien sudah tidak
mengejan saat BAK
O: - Klien tampak
tenang
TD: 120/80 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20x/i

35
T : 36,5 0C
A: Masalah teratasi
P:Intervensi dihentikan
2. Gangguan eliminasi urin Kamis 20 S: -klien mengatakan
maret 2020 buang air kecil sudah
jam 14.00 tidak terlalu sering
-Klien mengatakan
keinginan berkemih
pada malam hari
berkurang
-Klien mengatakan
urin sudah tidak
mentes
-Klien mengatakan
pancaran kemih sudah
tidak lemah
O: - klien tampak
tenang
TD: 120/80 mmHg
HR: 80x/i
RR: 20x/i
T : 36,5 0C
A:Masalah gangguan
eliminasi urin teratasi
P:Intervensi dihentikan
3. Gangguan Pola tidur b/d Kamis 20 S: Klien mengatakan
klien mengeluh susah tidur maret 2020 sudah bisa tidur
d/d seringnya keinginan jam 15.00 O:Klien tampak tenang
BAK pada malam hari A:Masalah teratasi
P:Intervensi dihentikan

36
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu
penyakit yang disebabkan   oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara
menutupi orifisium uretra.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya
BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua dan juga ada beberapa faktor resiko yang
bisa menjadi penyebab BPH diantaranya Usia > 60 tahun, Faktor genetik, Riwayat keluarga
generasi pertama, Jantung / Diabetes, Hipertensi, Kurang olahraga, Merokok. Jadi ketika
orang sehat kemudian ada riwayat pola hidup atau mengkonsumsi obat yang memicu
perubahan hormon, maka tidak perlu menunggu usia lanjut untuk berpotensi mengalami
pembesaran prostat. Namun, berdasarkan angka kejadian 80% pada usia lanjut.

4.2 SARAN
Seseorang yang terkena BPH atau pembesaran prostat jinak bisa menyebabkan
gangguan eliminasi pada urin,serta rasa nyeri karena terdapat peningkatan tekanan pada
uretra sehingga harus segera ditangani. Jika sumbatan ini parah, maka akan dilakukan
pembedahan Transurethral Reseksi Prostatectomy (TURP).Ini merupakan prosedur yang
paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi .Transurethral Reseksi Prostatectomy
(TURP) merupakan suatu pembedshan. Pembedahan adalah peristiwa yang bersifat bifasik
terhadap tubuh manusia yang berimplikasi pada pengelolaan nyeri. Sebagai tenaga
keperawatan hendaknya memberikan suhan keperawatan dengan semaksimal mungkin agar
klien mendapatkan perawatan yang baik dan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Akmara, Wita. 2008. Benign Prostate Hyperplasia. Repository Lab/SMF Urologi FK Unair.
Anon, What are the symtoms of BPH? Available from: http://www.spine-
health.com/conditions/lower-back-pain. Accessed at September 14,2015
Anon. Benign Prostate Hyperplasia Available from: http://www.spine-
health.com/conditions/lowe-back-pain. Accessed at September 14,2015
Cunningham GR, Kadmon D. Epidemology and pathogenesis of benign prostatic hyperplasia
Available from: http://www.update.com/contest/epidemology-and-pathogenensis-ofobenign-
prostatic-hyperplasia. Accessed at September 14, 2015
Deters L, Costabile R, Moore C. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).
Homma Y, Gotoh M, Kawauchi A, Kojima Y, Masumori N, Nagai A, et al. Clinical
guidelines for male lower urinary tract symptoms and benign prostatic hyperplasia. Int J Urol.
2017;24:716–29.
http://eprints.umm.ac.id/43087/3/jiptummpp-gdl-ira (Jumat 20 Maret 2020, pukul 18.29)
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/d999efb13c1a4a20f52cb71c05e2ff2d.pdf
(Kamis 19 maret 2020, pukul 14:56)
Medscape. 2017. Diakses dari: https://emedice.medscape.com/article/437359
Patel ND, Parsons JK. Epidemology and etiology of benign prostatic hyperplasia and bladder
outlet obstruction. Indian J Urol. 2014;30:170-6
PPNI Klaten, 2010. Patofisiologi dan Renpra Benign Prostate Hyperplasia.
Vasanwala FF, Wong MYC, Ho HSS, Foo KT. Benign prostatic hyperplasia and male lower
urinary symptoms: a guide for family physicians. AJUR. 2017;4:181–4.
www.ppniklaten.wordpress.com diakses tanggal 20 mei 2013 pukul 20.40 WIB

38

Anda mungkin juga menyukai