Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN ADDISON DISEASE

Dosen Pembimbing : M. Huda,Sp.Kep.,M.Kep.,Sp.Kom

DISUSUN OLEH :

Ani Choryatun Nisa 201801014


Anjar Putri Malintan 201801015
Arba'atul Oktafia 201801016
Ardhina Nurshabilla 201801017
Ardianti Anggia Putri 201801018
Audi Dwi Oktaviant 201801019
Aulia Nurhanissa A.R. 201801020
Bagus Bayu Khrisna 201801021
Bega Apri Mahendra 201801022
Chiesa Refinda Nuansa R. 201801024

PRODI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES KARYA HUSADA KEDIRI

2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga kelompok 2
dari Prodi S1 Keperawatan tingkat II mampu menyelesaikan tugas “Makalah Keperawatan –
Diagnosa Keperawatan Addison Disease-“ sebagai syarat tugas dari mata kuliah KMB
(Keperawatan Medikal Bedah) II pada semester IV ini.

Terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah membagikan ilmunya sehingga
kami mampu menelaah setiap mata kuliah. Terima kasih kepada paa Orang Tua yang telah
mendidik kami dan para teman-teman sekelompok yang telah bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas ini walaupun dalam kondisi isolasi yang mempersulit untuk berdikusi
bersama.

Dengan hasil kerja keras kami, akhirnya Makalah Keperawatan “Makalah Asuhan
Keperawatan Diagnosa Keperawatan Pada Klien Dengan Addison Dissease” telah rampung
dan siap diterbitkan oleh masing-masing anggota kelompok duta.

Kediri,20 Maret 2020

Anggota Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .....................................................................................................................

Kata Pengantar .....................................................................................................................

Daftar Isi ...............................................................................................................................

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................

1.2 Tujuan .................................................................................................................

1.3 Rumusan Masalah ...............................................................................................

BAB II Landasan Teori

2.1 Pengetian Addison Disease ..................................................................................

2.2 Etiologi Addison Disease .....................................................................................

2.3 Patofisiologi dan WOC Addison Disease ............................................................

2.4 Gejala/manifiestasiklinis Addison Disease ..........................................................

2.5 Komplikasi Addison Disease ...............................................................................

2.6 Pemeriksaan Diagnosa Addison Disease ............................................................

2.7 Penatalaksanaan Addison Disease .......................................................................

BAB III Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian Keperawatan

3.1.1 Pengumpulan Data ................................................................................

3.1.2 Pemeriksaan Fisik .................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan Addison Disease ............................................................

3.3 Intervensi Keperawatan Addison Disease ...........................................................

3.4 Implementasi Keperawatan Addison Disease .....................................................

3.5 Evaluasi Keperawatan .........................................................................................

BAB IV Contoh Kasus

4.1 Narasi Kasus Keperawatan ..................................................................................


iii
BAB V Penutup

5.1 Kesimpulan ..........................................................................................................

5.2 Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom insufiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi sekresi koristol dan
aldosterone. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Penyebab utama influsiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal atau
(2) defisiensi sekresi hormone adrenokortikotropik (ACTH). Definisi corticotropin-realising-
hormone (CRH) saja dapat menyebabkan defiesiensi ACTH dan kortisol. Tetapi penyakit ini
hanya dijumpai pada pajajan kronik glukookortikoid dosis farmakologik atau setelah
pengangkatan adenoma adrenokorteks penghasil korisol.
Apabila penyebab insufiensi korteks adrenal adalah suatu proses patologik dikorteks
adrenal, maka penyakit ini disebut dengan penyakit Addison. Pasien dengan penyakit
Addison memperlihatkan ketiga zona korteks, sehingga terjadi difisiensi semua sekresi
koreteks adrenal: kortisol, aldosterone, dan adnrogen. Kadang-kadang pasien datang dengan
defisiensi parsial sekresi hormone korteks adrenal. Defisiensi ini dijumpai pada kasus-kasus
hipoaldestronisme-hiperenemik, yang hanya mengenai sekresi aldesteron, atau hiperplasi
adrenal konginetal, dengan suatu defek enim persial yang hanya menghambat sekresi
kortisol.
Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua
pertiga apasien adalah perempuan. Diagnose ditegakkan antara usia 20 dan 50 tahun. Dahulu,
tuberkolosis adalah penyakit utama penyakit Addison. Saat ini dengan kemoterapi yang lebih
baik, hanya sedikit pasien tuberkolosis yang mempunyai insufiensi adrenal. Kerusakan
korteks adrenal merupakan akibat dari proses autoimun pada lebih dari 50% pasien penyakit
Addison. Auto antibodi adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada sebagian pasien dengan
penyakit Addison. Antibodi ini bereaksi dengan antigen dikorteks adrenal, termasuk enzim
21 hidroksilase dan menyebabkan peradangan yang akhirnya menghancurkan kelenjar
adrenal. Biasanya lebih dari 80% dari kedua kelenjar harus rusak sebelum timbul gejala dan
tanda insufiensi. Penyakit Addison dapat timbul bersamaan dengan penyakit endokrin lain
yang memiliki dasar autoimunitas. Diantaranya adalah tiroiditis hashimoto, beberapa kasus
diabetes mellitus type 1, dan hipoparatiroidisme. Juga tampaknya terdapat presisposisi
familial unutk penyakit endokrin autominun, yang mungkin berkaitan dengan kelainan
reaktifitas sistem imum pasien. Penyebab penyakit Addison yang lebih jarang adalah
perdarahan yang disebabkan oleh pemakaian antikoogulan jangka panjang terutama heparin,
1
penyakit granulomatosa non perkijuan, infeksi sitomegalovirus (CMV) pada pasien dengan
sindrom imnodefisiensi didapat (AIDS), dan neuplasma metastatic yang mengenai kedua
kelenjar adrenal. Pernah dilaporkan kasus-kasus jarang yaitu, insufisiensi korteks adrenal
primer terjadi akibat mutasi di gen-gen yang mengode protein yang mengendalikan
perkembangan adrenal atau steroidogenesis. (Price, Sylvia. 2006)

1.2 Tujuan

1. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB) II

2. Sebagai referensi pembelajaran mahasiswa keperawatan lainya

3. Memberikan pengetahuan dan diagnosa penyakit

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari penyakit Addison Disease?

2. Bagaimana patofisiologi penyakit ini?

3. Bagaimana diagnose penyakit ini?

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Addison Disease


Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormono yang terjadi
pada semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini
dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan
darah rendah, dan ada kalanya penggelapan kulit pada kedua bagian tubuh yang
terbuka dan tidak terbuka.
Penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak. dan presentasi dari kejadiannya
yaitu 44% pada wanita dan 56% bagi pria, namun hal ini tidak diketahui pasti
penyebabnya. Nama penyakit ini dinamai dari Dr Thomas Addison, dokter Britania
Rayayang pertama kali mendeskripsikan penyakit ini tahun 1855. Pada penyakit
Addison, kelenjar adrenalin kurang aktif, sehingga kekurangan hormon adrenal.
Penyakit Addison adalah terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon korteks adrenal
(keperawatan medical bedah, bruner, dan suddart edisi 8 hal 1325).
Penyakit Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggu fungsi bagian
dari kelenjar adrenal disebut korteks. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua
penting bahan kimia (hormon) biasanya dirilis oleh korteks adrenal: kortisol dan
aldosteron. (Patofisiologi Edisi 2 Hal 296). Penyakit Addison adalah penyakit yang
terjadi akibat rusaknya korteks adrenal.(baroon, 1994).
Kesimpulan kelompok penyakit Addison merupakan suatu penyakit hormonal
yang disebabkan karena sekresi hormon korteks adrenal menurun karena penyakit
primer atau insufisiensi korteks adrenal dan kekurangan sekresi ACTH.
2.2 Etiologi Addison Disease
Penyebab paling umum penyakit Addison adalah Kerusakan dan menyusut (atrofi)
dari adrenal korteks.
a) Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :
1. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur pada bagian kelenjar adrenal
2. Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-
kelenjar adrenal.

3
3. Amyloidosis, yaitu penyakit yang mengenai kelenjar adrenal akibat adanya
penumpukan protein amiloid yang berlebihan.
4. Pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi
b) Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :
1. Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area, khususnya dibagian otak,
dikelenjar pituitary.
2. Kehilangan aliran darah ke pituitary.
3. Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary.
4. Operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus.
5. Operasi pengangkatan kelenjar pituitary
c) Etiologi penyakit addison bentuk idiopatik :

Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi


pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker dari
kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada kasus ini,
sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan hormon pengganti harus dikonsumsi
hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih kembali.

Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan


komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga
dua per tiga klien dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi
secara spesifik menyerang jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu
dasar autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus penyakit Addison disebabkan
oleh neoplasma, amyloidosis, atau infeksi jamur sistemik.

Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak
diketahui. Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan
menyerang baik laki-laki maupun perempuan.

Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75%


penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal
umumnya terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
20% penyakit Addison dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara,
saluran GI, melanoma, atau lymphoma (kelainan neuplastik jaringan limfoid).

2.3 Patofisiologi dan WOC Addison Disease

4
Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level mineralokortikoid
(aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.
Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan
ketidakseimbangan elektrolit. Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan
Sodium (Na+) dan mengeluarkan potassium (K+). Penurunan aldosteron
menyebabkan peningkatan ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa
tersebut antara lain: ekskresi air meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis
(dehidrasi), hipotensi, penurunan kardiak output, dan jantung menjadi mengecil
sebagai hasil berkurangnya beban kerja. Akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan
aktivitas kardiovaskular melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan kematian.
Meskipun tubuh mengeluarkan sodium berlebih, ini mempertahankan kelebihan
potassium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia, memungkinkan
terjadinya kardiak arrest.
Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya gangguan metabolic.
Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek anti-insulin.
Sehingga, ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun, sehingga
hasilnya hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Klien menjadi lemah, lelah,
anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah. Gangguan emosional dapat terjadi, mulai
dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Di samping itu, penurunan
glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress. Pembedahan, kehamilan, luka,
infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat menyebabkan krisi
Addison (insufisiensi adrenal akut). Akhirnya, penurunan kortisol menghasilkan
kegagalan untuk menghambat sekresi ACTH dari pituitary anterior.
MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan melanin, pigmen
warna gelap. Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan pigmentasi kulit
dan membrane mukosa. Sehingga klien dengan penyakit Addison memiliki
peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun muncul.
Defisiensi androgen gagal untuk menghasilkan beberapa macam gejala pada laki-laki
karena testes menyuplai adekuat jumlah hormone seksual. Namun, pada perempuan
tergantung pada korteks adrenal untuk mensekresi androgen secara adekuat.
Hormone-hormon tersebut disekresi oleh korteks adrenal yang penting bagi
kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak diobati akan berakhir fatal.

5
Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang
menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang
mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan
sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul MSH
hiperpigmentasi.
Pada sekitar 70% dari semua kasus, atrofi ini diduga terjadi karena adanya
gangguan autoimun. Dalam gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh,
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi penyerbu asing seperti virus atau bakteri
dan membunuh mereka, sengaja dimulai untuk mengidentifikasi sel-sel dari korteks
adrenal sebagai asing, dan menghancurkan mereka. Pada sekitar 20% dari semua
kasus, perusakan korteks adrenal disebabkan oleh tuberkulosis. Itu sisa kasus penyakit
Addison dapat disebabkan oleh infeksi jamur, seperti histoplasmosis,
coccidiomycosis, dan kriptokokosis, yang mempengaruhi adrenal kelenjar dengan
memproduksi merusak, massa tumor seperti disebut Granuloma; penyakit amiloidosis
disebut, di zat tepung yang disebut amiloid diendapkan pada abnormal tempat
seluruh tubuh, mengganggu fungsi struktur kelenjar adrenal oleh kanker.
Pada sekitar 75% dari semua pasien, penyakit Addison cenderung menjadi
sangat bertahap, perlahan-lahan berkembang penyakit. Gejala signifikan tidak dicatat
sampai sekitar 90% dari korteks adrenal telah dihancurkan. Yang paling
umumtermasuk gejala kelelahan dan hilangnya energi, penurunan nafsu makan, mual,
muntah, diare, sakit perut, penurunan berat badan, lemah otot, pusing ketika berdiri,
dehidrasi, tidak biasa bidang gelap (pigmen) kulit, dan freckling gelap. Sebagai
penyakit berlangsung, pasien mungkin tampak telah sangat disamak, atau kulit
berwarna perunggu, dengan penggelapan lapisan mulut, vagina, dan rektum, dan
gelap pigmentasi daerah sekitar puting susu (aereola). Sebagai dehidrasi menjadi lebih
parah, tekanan darah akan terus untuk drop dan pasien akan merasa semakin lemah
dan pusing. Beberapa pasien memiliki gejala kejiwaan, termasuk depresi dan mudah
tersinggung.Perempuan kehilangan kemaluan dan rambut ketiak, dan berhenti setelah
menstruasi normal periode.
Ketika pasien menjadi sakit dengan infeksi, atau ditekankan oleh cedera,
penyakit ini tiba-tiba dan kemajuan pesat, menjadi hidup mengancam. Gejala dari
krisis “Addisonian” termasuk jantung abnormal irama, rasa sakit parah di punggung
dan perut, tak terkendali mual dan muntah, penurunan drastis dalam darah tekanan,

6
gagal ginjal, dan pingsan. Tentang25% dari pasien penyakit semua Addison
diidentifikasi karena terhadap perkembangan krisis Addisonian.

7
WOC Addison Disease

8
2.4 Gejala atau maniefestasi klinis Addison Disease
Menurut Keperawatan Medikal Bedah II, edisi 8, 2001, gejala yang mungkin saja
timbul pada penderita penyakit addison adalah :
1. Gejala yang mungkin timbul pada penderita penyakit addison yang disebabkan oleh
etiologi primer yaitu :
a. merasa lelah
b. lemah
c. kehilangan berat badan
d. dehidrasi
e. tidak mempunyai selera makan
f. sakit otot
g. mual
h. muntah
i. diare
2. Gejala yang mungkin timbul pada penderita penyakit addison yang disebabkan oleh
etiologi sekunder yaitu :
a. pusing kalau berdiri sesudah duduk atau berbaring
b. memiliki spot kulit yang gelap. Kegelapan mungkin nampaknya seperti karena
sinar matahari, tetapi tampak pada kulit yang terpapar matahari secara tidak
merata.
c. Bintik-bintik hitam mungkin berkembang di balik dahi, muka, dan bahu, dan
seorang kulit hitam kebiru-biruan pemudaran warna mungkin terjadi di seputar
puting susu, bibir, mulut, dubur, kantung kemaluan, atau vagina.
d. Banyak menjadi tidak dapat mentolerir dingin
3. gejala yang mungkin timbul pada penderita penyakit addison yang disebabkan oleh
idiopatik tergantung dari bagian mana yang terkena maka akan timbul gejala baik
gejala meyerupai gejala sekunder maupun primer.
2.5 Komplikasi Addison Disease
Komplikasi dari penyakit addison ini antara lain :
a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
b. Dehidrasi
c. Hiperkalemiae

9
d. Hipotensi
e. kardiak arrest
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Addison Disease
Diagnosis dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah dan urin.
Tes diagnostic fungsi adrenalkortikal meliputi:
a. Uji ACTH: meningkat secara mencolok (primer) atau menurun (sekunder).
Tes skrining ini paling akurat untuk penyakit Addison. Prosedurnya sebagai
berikut: batas dasar plasma cortisol ditarik (waktu ‘0’). Kortisol plasma
merespon ACTH secara intravena, 45 menit kemudian sampel darah diambil.
Konsentrasi kortisol seharusnya lebih besar dari pada 20 µg/dl.
b. Plasma ACTH: jika gagal menggunakan tes skrining, plasma ACTH dengan
akurat akan mengkategorisasikan dengan insufisiensi adrenal primer (tinggi),
atau sekunder (normal atau rendah).
c. Serum elektrolit: serum sodium biasanya menurun, sementara potassium dan
kalsium biasanya meningkat. Walau pun demikian, natrium dan kalium yang
abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldosteron dan kekurangan
kortisol.
d. ADH meningkat, aldosteron menurun, kortisol plasma menurun dengan tanpa
respons pada pemberian ACTH secara IM (primer) atau secara IV.
e. Glukosa: hipoglikemia.
f. Ureum/ kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi
ginjal).
g. Analisa gas darah: asidosis metabolic
Ph normal : 7.35 - 7.45
HCo2 : 23 - 27 mmol/l
pada asidosis metabolik Ph dibawah 7.30 dan Hco2 lebih dari 30 mmol/l
h. Sel darah merah (eritrosit): normositik, anemia normokromik (mungkin tidak
nyata/ terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit (Ht)
meningkat (karena hemokonsentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah,
eosinofil meningkat.
i. Urine (24 jam): 17- ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik
steroid menurun. Kadar kortisol bebas menurun. Kegagalan dalam pencapaian
atau peningkatan kadar steroid urin setelah pemeriksaan dengan pemberian
10
ACTH merupakan indikasi dari penyakit Addison primer (atrofi kelenjar
adrenal yang permanen), walaupun peningkatan kadar ACTH memberikan
kesan penyebab supresi hormone sekunder. Natrium urin meningkat.
j. Sinar X: jantung kecil, kalsifikasi kelenjar adrenal, atau TB (paru, ginjal)
mungkin akan ditemukan.
k. CT Scan: Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit
infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal.
l. Gambaran EKG: Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non
spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik.
2.7 Penatalaksanaan Addison Disease
a. Penatalaksanaan secara medik
1) Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu
dosis 12,5 – 50 mg/hr.
2) Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
3) Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortisol.
4) Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline.
5) Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
1) Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa. Check nadi,
paling tidak setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan darah dan perubahan
ortostatik.
2) Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji
manifestasi dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji pada
lokasi di mana terdapat penekanan pada tulang, pada klien yang imobilisasi,
untuk mencegah dekubitus. Dengan berbagai macam terapi, maka kelesuan
dan kelemahan seharusnya berangsur-angsur berkurang dan akhirnya
menghilang.
3) Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan pada
dokter jika manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit tenggorokan
atau rasa terbakar saat berkemih. Ingat, klien dengan penyakit Addison tidak

11
dapat mentolerir stress. Infeksi akan menambahi beban stress pada tubuh,
butuh lebih tinggi pada level kortisol selama infeksi terjadi.
4) Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat badan
harian mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya BB, atau
bahkan menurunnya BB. Jika terapi penggantian steroid tidak adekuat,
kehilangan sodium dan retensi potassium dikoreksi terus. Jika dosis steroid
terlalu tinggi, kelebihan jumlah sodium dan air dipertahankan, dan ekskresi
potassium yang tinggi

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua
data-data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini.
Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostic (Asmadi, 2008).

3.1.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan
kesehatan pasien. Sumber data diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat.
Adapun cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik.

a. Identitas Klien

Penyakit Addison bisa terjadi pada laki -laki maupun perempuan yang mengalami krisis
adrenal

b. Riwayat Kesehatan Klien


1. KesehatanMasa Lalu

Riwayat Penyakit dahulu perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit penyakit yang
beresiko dapat merusak kerja hormon seperti penyakit TBC

2. Riwayat kesehatan sekarang


 Data subyektif :
1) Mengeluh pusing
2) kelemahan
3) muntah

13
4) cepat lelah

 Data obyektif :
1) Hipotensi
2) Keringat dingin
3) Gemetar
4) Mual-mual
5) Hiperpigmentasi
6) Kecemasan
7) Nampak lemah
8) Kadang-kadang terjadi penurunan kesadaran
3. Riwayat Kesehatan keluarga

Perlu dikaji apakah keluarga ada yang menderita penyakit yang sama, atau penyakit
autoimun.

 Data Biologis
1) Pola nutrisi
klien mengalami perubahan nafsu makan, karena gejala mual, dsb yang
membuat klien menjadi kurang nutrisi
2) Pola Eliminasi
Klien sering BAK
3) Pola Aktivitas
Aktivitas klien terbatas karena sering merasa lelah

3.1.2 Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Pernapasan
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung.Terdapat pergesekan
dada tinggi.Resonan.
2. Sistem Pencernaan.
Mulut dan tenggorokan : anoreksia, bibir kering.Abdomen :Bentuk simetris.
Bising usus meningkat. Nyeri tekan karena ada kram abdomen. Timpani
3. Sistem Endokrin

14
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH
meningkat.
Integumen : Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin,
cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan kuku-
kuku pada jari, siku dan mebran mukosa
4. Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda-tanda seks sekunder
(berkurang rambut-rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Suatu diagnose keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan terhadap respon
tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA-I 2013).
Suatu diagnose keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu deskriptor atau
pengubah dan focus diagnosis, atau konsep kunci diagnosis.
Diagnosa keperawatan yang muncul dari pasien addison diseases diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
dan elektrolit melalui ginjal.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual anoreksia
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan hyperpigmentasi.
4. Disfungsi sexsualitas b.d penurunan libido dan perubahan struktur tubuh
5. Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan Fisik.
3.3 Intervensi Keperawatan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga
dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk
tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis
keperawatan.
Tahap perencaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi
tujuan yang ingin dicapai., hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan
siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun

15
rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu
dilibatkan secara maksimal (Asmadi,2008).

3.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan kedalam bentuk tindakan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi
adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan melakukan teknik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi ( Asmadi,
2008)
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika
hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar
dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali kedalam
siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (Reassessment). Secara umum, evaluasi
ditujukan untuk :
a. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
b. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

16
BAB IV

KASUS

4.1 Narasi Kasus


Ny. M (30th) datang ke rumah sakit dengan keluhan lelah, pusing, nafsu makan menurun
karena mual. Muntah sudah 3 kali. Klien mengatakan diare sering tapi sedikit. Klien merasa
sering haus sehingga mulutnya merasa kering dan ingin makan makanan asin. Berat badan
menurun 4 kg dalam 2 hari. Kulit klien tampak hiperpigmentasi di bagian dalam mulut,
puting, aksila, dan siku sehingga pasien malu saat keluar rumah. Pasien mengatakan beberapa
hari terakhir sering berkunang-kunang dan pingsan. Hasil TTV menunjukkan TD 90/60
mmHg, Suhu 370 C, Nadi 60x/menit, RR 20xmenit. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar kortisol Ny. M adalah 2 mcg/dL. Dari hasil CT Scan didapatkan adanya
kalsifikasi pada kelenjar adrenal. Dokter mendiagnosa penyakit Addison.

A. Data Fokus

Data Subjektif (DS) Data Objektif (DO)


1. Klien mengatakan mudah lelah. 1.  Klien terlihat lemah
2. Klien mengatakan pusing. 2. Kulit klien terlihat hiperpigmentasi di bagian
3. Klien mengatakan tidak nafsu makan dalam mulut, puting, aksila, dan siku
4. Klien mengeluh mual dan muntah 3. Membran mukosa kering
5. Klien mengeluh diare 4. Konsentrasi klien terlihat menurun
6. Klien mengatakan ingin makan 5. Hasil TTV:
makanan asin TD: 90/60 mmHg
7. Klien mengatakan haus T: 370 C
8.  Klien mengatakan BB menurun N: 60 x/menit
9. Klien merasa tidak percaya diri RR: 20 x/menit
dengan perubahan warna kulit 6. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
kadar kortisol adalah 2 mcg/dL
7. Hasil CT Scan didapatkan adanya kalsifikasi
pada kelenjar adrenal

17
B. Analisa Data

No. Data Fokus Masalah Etiologi


1. Data Subjektif (DS): Kekurangan volume cairan Kegagalan mekanisme regulasi
1. Klien mengatakan mudah lelah
2. Klien mengatakan haus
3. Klien mengatakan BB menurun

Data Objektif (DO):


1. Klien terlihat lemah
2. Membran mukosa kering
3. Konsentrasi klien terlihat menurun
4. Hasil TTV:
TD: 90/60 mmHg
T: 370 C
N: 60 x/menit
RR: 20 x/menit
5. Hasil CT Scan didapatkan adanya kalsifikasi
pada kelenjar adrenal
2. Data Subjektif (DS): Ketidak seimbangan nutrisi: Faktor biologis
1. Klien mengatakan tidak nafsu makan Kurang dari kebutuhan tubuh
2. Klien mengeluh mual dan muntah
3. Klien mengeluh diare
4. Klien mengatakan ingin makan makanan
asin
5. Klien mengatakan BB menuru

Data Objektif (DO):


1. Klien terlihat lemah
2. Membran mukosa kering
3. Konsentrasi klien terlihat menurun
4. Hasil TTV:
TD: 90/60 mmHg
T: 370 C
N: 60 x/menit
RR: 20 x/menit

3. Data Subjektif (DS) Intoleran aktivitas Imobilitas


1. Klien mengatakan mudah lelah
2. Klien mengatakan pusing
3. Klien mengatakan haus
20
4. Klien mengatakan tidak nafsu makan

Data Objektif (DO)


1. Klien terlihat lemah
2. Konsentrasi klien terlihat menurun
3. Hasil TTV:
TD: 90/60 mmHg
T: 370 C
N: 60 x/menit
RR: 20 x/menit
4. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
kadar kortisol Ny. M adalah 2 mcg/dL

C. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis.
3. Intoleran aktivitasberhubungandenganimobilitas.
D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa TujuandanKriteriaHasil Intervensi


1. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 Mandiri:
berhubungan dengan kegagalan x 24 jam, masalah klien dapat teratasi 1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah dan nadi
21
mekanisme regulasi dengan kriteria hasil: perifer.
1. TTV dalam batas normal 2. Monitor BB klien setiap hari.
TD: 120/80 mmHg 3. Kaji mengenai adanya rasa haus ,kelelahan, membrane
S: 36,5-37,50 C mukosa, turgor kulit, dan catat warna kulit.
N: 60-100 x/menit 4. Periksa adanya perubahan dalam status mental dan
RR: 16-20 x/menit. sensori.
2. Turgor kulit elastis. 5. Auskultasi bising usus, catat dan laporkan jika adanya
3. Membran mukosa lembab. mual, muntah, diare
4. BB ideal
Kolaborasi:
1. Pemberian cairan infus

2. Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 Mandiri:


Kurang dari kebutuhan tubuh x 24 jam, 1. Pantau TTV
berhubungan dengan faktor masalah klien dapat teratasi dengan 2. Auskultasi bising usus, catat adanya mual dan muntah
biologis kriteria hasil: 3.  Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
1. Tidak ada mual dan muntah. 4. Diskusikan makanan yang disukai oleh klien
2. TTV dalam batas normal: 5. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
TD: 120/80 mmHg Kolaborasi:
S: 36,5-37,50 C 1. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet makanan
N: 60-100 x/menit
RR: 16-20 x/menit.
22
3. BB ideal.
4.  Nafsu makan klien bertambah

3. Intoleran aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 Mandiri:


dengan imobilitas x24 jam, masalah dapat teratasi dengan 1. Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas
kriteria hasil: yang dapat dilakukan klien
1. TTV dalam batas normal 2. Pantau TTV
TD: 120/80 mmHg 3. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga, misal: duduk
S: 36,5-37,50 C lebih baik dari pada berdiri selama melakukan aktivitas
N: 60-100 x/menit
RR: 16-20 x/menit Kolaborasi:
2. Klien tidak terlihat lemas 1. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam melakukan
3. Klien tidak merasa pusing ambulasi

23
Implementasi

No. Diagnosa Pukul Tindakan Paraf


Hari/tanggal

1. Kekurangan volume -Monitor status hidrasi (mis.frekuensi


cairan berhububgab nadi,kekuatan
dengan kegagalan nadi,akral,pengisian,kapiler,kelembapan
mekanisme regulasi -Mukosa,turgor kulit,tekanan darah)
Monitor berat badan harian
-Monitor berat badan sebelum dan
sesudah dianalisis

2. Ketidakseimbangan -Identifikasi status nutrisi


nutrisi :kurang dari -Identifikasi makanan yang disukai
kebutuhan tubuh -identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
berhubungan dengan nutrisi
factor biologis -Monitor berat badan
-Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
3. Intoleransi aktivitas -Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
berhubungan dengan fisik lainnya
imobilitas -Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
-Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi.

24
Evaluasi

No Pukul Catatan perkembangan Paraf


Diagnose Hari/tanggal

1. Kekurangan volume cairan S:pasien mengatakan sudah mulai membaik


berhubungan dengan kegagalan O:pasien sudah tidak terlihat pucat
mekanisme regulasi
TTV
TD:90/60 mmHg
T:37 C
Rr:20 x/menit
N:60x/menit

A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan
2.Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari S: Pasien mengatakan makanan yang sudah
kebutuhan nutrisi tubuh berhubungan disediakan sudah bisa habis dimakan
dengan factor biologi
O: Pasien sudah terlihat tidak lemas lagi
Ttv :
TD:90/60 mmhg
T:37 C
Rr:20 x/menit
N:60x/menit

A: Masalah teratasi

P: Intervensi di hentikan
3.Intoleransi aktivitas berhubungan S:Pasien mengatakan sudah mampu bergerak

25
dengan imobilitas kembali

O:Pasien sudah tidak terlihat imobilitas lagi

TTV:
TD:90/60 mmHg
T:37 C
Rr:20 x/menit
N:60x/menit

A:Masalah teratasi

P:Intervensi di hentikan

26
BAB V

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormono yang terjadi pada
semua kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini
dikarakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah
rendah, dan ada kalanya penggelapan kulit pada kedua bagian tubuh yang terbuka dan
tidak terbuka.

Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer : infeksi kronis, terutama infeksi"
jamur, sel - se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar - kelenjar
adrenal, amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan protein
vibliler yang tidak larut dalam berbagai organ), pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal
secara operasi.

Penyakit Addison, atau insupisiensi adrenokortikol terjadi bila fungsi korteks


adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormo-hormon korteks
adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada
75% kasus penyakit Addison (stren dan tuck, 1994). Penyebab lainnya mencangkup
operasi pengangkatan kedua kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis
merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan kelenjar adrenal akibat proses autoimun telah
menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan
pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak
adekuat dari kelenjar hipofisis jugk akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat
penurunan stimulasi korteks adrenal.

5.2 Saran

Berhubungan dengan penjelasan kami dalam makalah ini sangat menyadari


banyaknya kekurangan kami dalam menyampaikan dan menyajikan. Kami sanga
tmengharapkan saran kritikan dan masukan tentang penjelasan kami untuk kesempurnaan
makalah ini dan untuk memperjelaskan tentang masalah kesehatan yang kami sajikan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunner And suddarth. 2002. Keperawatan Medikal BedahEdisi 8 Vol.1:EGC:jakarta

Marylynn E, Doenges, dkk.1999. Rencana asuhan Keperawatan, EGC:jakarta

Dr.MED. Ahmad Ramali, Kamus Kedokteran, Edisi Revisi, Ui

Huddak and Gallok.1996.Keperawatan Kritis Vol. II Edisi VI, EGC:jakarta

SDKI

SLKI

SIKI

28

Anda mungkin juga menyukai