Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
secara umum serta merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Kesehatan jiwa membuat perkembangan fisik, intelektual dan emosional
seseorang berkembang optimal selaras dengan perkembangan orang lain (UU No
36, 2009 dalam Rinawati, 2016).
WHO (2009) dalam Rinawati (2016) memperkirakan 450 juta orang di
seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami
gangguan jiwa dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa
pada usia tertentu dalam rentang hidupnya yang biasanya terjadi pada dewasa
muda antara usia 18-21 tahun.
Menurut National institute of mental Health, gangguan jiwa mencapai 13%
dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25%
di tahun 2030. Gangguan jiwa menyebabkan hilangnya produktivitas dan mudah
kambuh sehingga meningkatkan biaya perawatan. Dampak gangguan jiwa
menyebabkan keluarga kehilangan banyak waktu untuk merawat, mengalami
beban emosional, dan sosial akibat stigma dari masyarakat (Hogan, 2008).
Asmedi (2012), mengungkapkan di Indonesia gangguan jiwa menimbulkan
kerugian ekonomi mencapai Rp 20 triliun, akibat hilangnya produktivitas, beban
ekonomi dan biaya perwatan kesehatan yang harus ditanggung keluarga dan
negara. Klien jiwa tidak hanya membutuhkan dukungan ekonomi saja tetapi juga
memerlukan sistem dukungan sosil yang mencakup dukungan emosional,
informasional, instrumental dan penilaian/penghargaan untuk menjalani program
pemulihan (recovery) dan menghadapi stigma di masyarakat.
Masalah Ganguan jiwa pada individu bisa terjadi karena kehidupan sosial
individu tersebut di dalam masyarakat. Ganguan jiwa yang disebabkan faktor

1
lingkungan sosial ini seperti isolasi sosial. Dimana tindakan isolasi sosial ini akan
membuat individu tersebut akan menimbulkan masalah ganguan jiwa yang lebih
kompleks yaitu halusinasi yang akan terjadi oleh individu tersebut terhadap
lingkungannya, keluarga, orang lain, bahkan dirinya sendiri. berdasarkan
masalah-masalah di atas, kami tertarik untuk membahas model konseptual
keperawatan jiwa secara lebih mendalam khususnya tentang model sosial.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan model konseptual keperawatan ?
2. Apa tujuan dari model konseptual keperawatan ?
3. Apa saja model konseptual dalam keperawatan jiwa?
4. Apa yang dimaksud dengan pencegahan primer, pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui model konseptual keperawatan
2. Untuk mengetahui tujuan dari model konseptual keperawatan
3. Untuk mengetahui macam – macam model konseptual dalam keperawatan
4. Untuk mengetahui pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan
tersier

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Model konseptual keperawatan


Model adalah suatu cara untuk mengorganisasikan pengetahuan yang
kompleks, membantu praktisi, serta memberi arah dan dasar dalam menentukan
bantuan yang diperlukan. Model praktik keperawatan jiwa mencerminkan sudut
pandang dalam mempelajari penyimpangan perilaku dan proses terapeutik
dikembangkan. Model praktik dalam keperawatan kesehatan jiwa ini
menggambarkan sebuah psikodinamika terjadinya gangguan jiwa (Yusuf Ah,
2015).
Model konseptual memberikan keteraturan untuk berfikir, mengobservasi dan
menginterpretasi apa yang dilihat, memberikan arah riset untuk mengidentifikasi
suatu pertanyaan untuk menjawab fenomena dan menunjukkan pemecahan
masalah (Christensen & Kenny, 2009, hal. 29 dalam Nurhalimah, 2016).
Beberapa model praktik yang dikembangkan dalam keperawatan kesehatan
jiwa antara lain model psikoanalisis, model interpersonal, model sosial,
eksistensial, suportif, komunikasi, perilaku, model medik, dan yang paling sering
digunakan dalam keperawatan jiwa adalah model stres adaptasi (Yusuf Ah, 2015).
Banyak ahli kesehatan jiwa memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai
konsep gangguan jiwa dan bagaimana proses timbulnya gangguan jiwa.
Perbedaan tersebut, dijelaskan dalam teori model konseptual kesehatan jiwa.
Setiap model konseptual memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai
konsep gangguan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan
model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula
dengan model stress – adaptasi (Nurhalimah, 2016).
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang
situasi dankondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model
konseptual keperawatanmerupakan petunjuk bagi perawat untuk mendapatkan

3
informasi agar perawat pekaterhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan dan
tahu apa yang harus perawatkerjakan (Brockopp, 1999, dalam Hidayati, 2009
dalam Nurhalimah, 2016).
Marriner-Tomey (2004, dalam Nurrachmah, 2010 dalam Nurhalimah, 2016)
menjelaskan bahwa, model konseptual keperawatan telah memperjelas
kespesifikan area fenomena ilmu keperawatan dengan melibatkan empat konsep
yaitu :
1. Manusia sebagai pribadi yang utuh dan unik.
2. Konsep kedua adalah lingkungan yang bukanhanya merupakan sumber awal
masalah tetapi juga merupakan sumber pendukung bagiindividu.
3. Ketiga adalah Kesehatan menjelaskan tentang rentang sehat-sakit sepanjang
siklusmulai konsepsi hingga kematian.
4. Konsep keempat adalah keperawatan sebagai komponenpenting dalam
perannya sebagai faktor penentu meningkatnya keseimbangan
kehidupanseseorang (klien).

Lebih lanjut Tomey mengatakan, konseptualisasi keperawatan umumnya


memandang manusia sebagai mahluk biopsikososial yang berinteraksi dengan
keluarga, masyarakat, dan kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Cara
pandang dan fokus penekanan pada skema konseptual dari setiap ilmuwan dapat
berbeda satu sama lain, seperti penekanan pada sistem adaptif manusia, subsistem
perilaku atau aspek komplementer.

2.2 Tujuan dari model konseptual keperawatan


Tujuan dari model konseptual keperawatan menurut (Ali, 2001, hal. 98 dalam
Nurhalimah, 2016) :
1. Menjaga konsistensi pemberian asuhan keperawatan.
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan
asuhankeperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.

4
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap anggota tim keperawatan.

2.3 Model konseptual dalam keperawatan jiwa


Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang
situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model
konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi dimana
perawat mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang terjadi pada
suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu apa yang harus
perawat kerjakan.
Berikut ini akan dijelaskan berbagai macam model konseptual yang
dikembangkan oleh beberapa ahli diantaranya menurut:

1. Model Psycoanalytical
Merupakan model yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa
meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan
dengan perkembangan pada masa anak.Menurut model psycoanalytical,
gangguan jiwa dikarenakan ego tidak berfungsi dalam mengontrol id,
sehingga mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of
Behavioral) dan konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Setiap fase
perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala
merupakan symbol dari konflik. Proses terapi psikoanalisa memakan waktu
yang lama. Proses terapi pada model ini menggunakan metode asosiasi bebas
dan analisa mimpi transferen, bertujuan untuk memperbaiki traumatic masa
lalu. Contoh proses terapi pada model ini adalah: klien dibuat dalam keadaan
tidur yang sangat dalam. Dalam keadaan tidak berdaya terapis akan menggali
alam bawah sadar klien dengan berbagai pertanyaanpertanyaan tentang
pengalaman traumatic masa lalu..Dengan cara demikian, klien akan
mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya

5
untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran perawat dalam model
psyhcoanalytical Melakukan pengkajian keadaan traumatic atau stressor yang
dianggap bermakna pada masa lalu misalnya (menjadi korban perilaku
kekerasan fisik, sosial, emosional maupun seksual) dengan menggunakan
pendekatan komunikasi terapeutik.
2. Model Interpersonal
Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan dan Hildegard
Peplau. Teori interpersonal meyakini bahwa perilaku berkembang dari
hubungan interpersonal. Sullivan menekankan besarnya pengaruh
perkembangan masa anak-anak terhadap kesehatan jiwa individu. Menurut
konsep model ini, kelainan jiwa seseorang disebabkan karena adanya
ancaman yangdapat menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas yang
dialami seseorang timbul akibat konflik saat berhubungan dengan orang lain
(interpersonal), dikarenakan adanya ketakutan dan penolakan atau tidak
diterima oleh orang sekitar. Lebih lanjut Sullivan mengatakan individu
memandang orang lain sesuai dengan yang ada pada dirinya Sullivan
mengatakan dalam diri individu terdapat 2 dorongan yaitu:
a. Dorongan untuk kepuasan, berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti:
lapar, tidur, kesepian dan nafsu.
b. Dorongan untuk keamanan, berhubungan dengan kebutuhan budaya
seperti penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok tertentu.
3. Model Social
Model ini berfokus pada lingkungan fisik dan situasi sosial yang dapat
menimbulkan stress dan mencetuskan gangguan jiwa(social and
environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom). Setiap
individu bertanggung jawab terhadap perilakunya, mampu mengontrol dan
menyesuaikan perilaku sesuai dengan nilai atau budaya yang diharapkan
masyarakat.Kaplan, meyakini bahwa, konsep pencegahan primer, sekunder
dan tertier sangat penting untuk mencegah timbulnya gangguan jiwa. Situasi

6
sosial yaga dapat menimbulkan gangguan jiwa adalah kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah, kurangnya support systemdan koping mekanisme
yang mal adaptif.
Proses terapi: Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam
modifikasi lingkungan dan adanya support system. Proses terapi dilakukan
dengan menggali support system yang dimiliki klien seperti: suami/istri,
keluatga atau teman sejawat. Selain itu therapist berupaya : menggali system
sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau
tempat kerja.
4. Model Existensial
Model ekistensial menyatakan bahwa gangguan perilaku atau gangguan
jiwa terjadi apabila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan
hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri
sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-imagenyaPrinsip terapinya pada
model ini adalah mengupayakan individu agar memiliki pengalaman
berinteraksi dengan orang yang menjadi panutan atau sukses dengan
memahami riwayat hidup orang tsb, memperluas kesadaran diri dengan cara
introspeksi diri (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan
kemanusiaan (conducted in group), sesrta mendorong untuk menerima dirinya
sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain
(encouraged to accept self and control behavior). Terapi dilakukan melalui
kegiatan Terapi aktivitas kelompok.
5. Model Supportive Therapy
Wermon dan Rockland meyakini bahwa penyebab gangguan jiwa adalah
faktor biopsikososial dan respos maladaptive saat ini. Contoh aspek biologis
yaitu sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya
mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri,
perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek social sepeertisusah bergaul,
menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan,

7
dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan
jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi
pada masalahmasalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan
masa lalu. Prinsip proses terapi pada model supportif adalah menguatkan
respon coping adaptif. Terapis membantu klien untuk mengidentifikasi dan
mengenal kekuatan atau kemampuan serta coping yang dimiliki klien,
mengevaluasi kemampuan mana yang dapat digunakan untuk alternative
pemecahan masalah. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan
empatik dengan klien untuk membantu klien menemukan coping klien yang
adaptif.
6. Model Medical
Menurut konsep ini penyebab gangguan jiwa adalah multifactor yang
kompleks yaitu aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor social. Model
medical meyakini bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi
gangguan sistem syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa depresi dan
schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural, serta gangguan
synaptic. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui
pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal.
Peran perawat dalam model medical ini adalah melakukan kolaborasi dengan
tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang,
therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi,
menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
digunakan. Medical model terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa
secara ilmiah.
7. Model Perilaku
Terapi perilaku dikembangkan dari teori belajar (learning theory).
Belajar terjadi jika ada stimulus dan timbul respon, serta respon dikuatkan
(reinforcement). Proses terapi: Terapi pada model perilaku dilakukan dengan
cara

8
a. Desentisasi dan relaksasi, dapat dilakukan bersamaan. Dengan teknik ini
diharapkan tingkat kecemasan klien menurunkan.
b. Asertif training adalah belajar mengungkapkan sesuatu secara jelas dan
nyata tanpa menyinggung perasaan orang lain.
c. Positif training. Mendorong dan menguatkan perilaku positif yang baru
dipelajari berdasarkan pengalaman yang menyenangkan untuk digunakan
pada perilaku yang akan datang.
d. Self regulasi. Dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama
melatih serangkaian standart perilaku yang harus dicapai oleh klien.
Selanjutnya klien diminta untuk melakukan self observasi dan self
evaluasi terhadap perilaku yang ditampilkan. Langkah terakhir adalah
klien diminta untuk memberikan reinforcement (penguatan terhadap diri
sendiri) atas perilaku yang sesuai.
8. Model Keperawatan Pendekatan
Model keperawatan adalah model konsep yang digunakan dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan, secaara holistik, bio,psiko,sosial dan spiritual. Fokus
penangganan pada model keperawatan adalah penyimpangan perilaku,
asuhan keperawatan berfokus pada respon individu terhadap masalah
kesehatan yang actual dan potensial, dengan berfokus pada :rentang sehat
sakit berdasarkan teori dasar keperawatan dengan intervensi tindakan
keperawatan spesifik dan melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan.
Model ini mengadopsi berbagai teori antara lain teori sistem, teori
perkembangan dan teori interaksi.

2.4 Pencegahan Primer, Sekunder, Tersier dalam Keperawatan Jiwa

Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3


tingkat pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Keliat et al,
2012).

9
1. PencegahanPrimer

Tatanan pelayanan primer dapat menjadi tempat kontak yang paling


penting antara klien dengan masalah kesehatan jiwa dengan sistem pelayanan
kesehatan. Sebagian besar orang akan mencari bantuan terkait dengan
masalah kesehatan jiwanya melalui pemberi layanan primer. Pelayanan
kesehatan jiwa di tatanan pelayanan primer juga dapat menjangkau orang
yang tidak menerima tindakan kesehatan jiwa. Hal tersebut memberikan
keahlian terkait diagnosis dan tindakan untuk masalah yang tidak terlihat
ditatanan medis secara umum, yang berakibat pada peningkatan pengetahuan
dan kemampuan dalam deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan jiwa
dikomunitas medis (Stuartetal,2016).

Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan


dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah
mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum
mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja,
dewasa, dan lanjut usia.

Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan


kesehatan, program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan
jiwa, manajemen setres, Persiapan manjadi orang tua (Keliat et al, 2012).

Kegiatan yang dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan


pada orang tua antara lain seperti pendidikan menjadi orang tua, pendidikan
tentang perkembangan anak sesuai dengan usia, memantau dan menstimulasi
perkembangan mensosialisasikan anak dengan lingkungan.

a. Pendidikan kesehatan mengatasi setres seperti stress pekerjaan, stres


perkawinan, stres sekolah dan stres pasca bencana.

10
b. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu, individu yang
kehilangan pasangan, kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah/tempat
tinggal, yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Kegiatan yang
dilakukan Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan,
mengerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi orang tua asuh bagi
anak yatim piatu, melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing –
masing untuk mendapat dukungan pemerintah dan LSM untuk
memperoleh tempat tinggal.
1) Program pencegahan penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan obat sering digunakan sebagai koping untuk
mengatasi masalah. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah pendidikan
kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi setres, latihan sertif
yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti orang
lain, latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang
pada diri seseorang.

2) Program pencegahan bunuh diri.

Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian oleh


individu yang mengalami keputusasaan. Oleh karena itu perlu
dilakukan program : memberikan informasi untuk meningkatkan
keadaan masyarakat tengtang tanda – tanda bunuh diri, menyediakan
lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri, melatih
keterampilan koping yang ada (keliatetal, 2012).

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder diarahka pada mereka yang telah terkena


pentakit tertentu supaya kondisinya tidak memburuk.

Menurut(Keliatetal,2012), fokus pelayanan keperawatan pada pencegaha


n sekunder adalah deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah

11
psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka
kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang
berisiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan gangguan
jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah:

a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasidari


berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain, dan penemuan
langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data
Fokus pada semua pasien yang berobat ke puskesmas dengan keluhan
fisik (format terlampir pada modul pencatatan dan pelaporan)
2) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajin
keperawatan kesehatan jiwa.
3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiw
a (di tempat-tempat umum).
4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yangditemukan
sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan
(bekerjasama dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian
obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.
5) Bekerjasama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain
yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami
(jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga
agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda t
anda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak
lanjut.

12
7) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat
yang aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan
melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa. Menempatkan
pasien di tempat yang aman sebelum dirujuk
dengan menciptakan lingkungan yang tenang, dan stimulus yang mini
mal
8) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk
membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok, terapi
keluarga, dan terapi lingkungan.
3. Pencegahan tersier
Menurut (Keliatetal,2012) pencegahan tersier adalah pelayanan
keperwatan yang berfokus pada pelayanan keperawatan adalah peningkatan
fungsi dan sosialisasi serta pencegahan sekambuhan pada pasien gangguan
jiwa.
Tujuan pelayanan ini adalah mengurangi kecacatan atau
ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota
masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktivitas
pada pencegahan tersier meliputi : program pendukung sosial dengan
menggerakkan sumber – sumber di masyarakat seperti sumber pendidikan,
dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan
pelayanan terdekat yang terjangkau masyarakat.
Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Pendidikan
Kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerimaan
pasien gangguan jiwa,
b. Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam
penanganan pasien yang mengalami kekambuhan.
c. Program rehabilitasi untuk memberdayakan pasien dan keluarga
hingga mandiri terfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan kelu

13
arga dengan cara:
1) Meningkatkan kemampuan koping belajar yaitu belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat.
2) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga
dan masyarakat,
3) Menyediakan pelatihan kemampuan potensi yang perlu dikembangkan
oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien dapat produktif
kembali,
4) Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil
keputusan untuk dirinya.

d. Program sosialisasi
1) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi,
2) Mengembangkan keterampilan hidup (aktivitas hidup sehari-hari ADL),
mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
e. Program rekreasi

Program rekreasi seperti nontonbersama, jalansantai, pergi ke tempat

rekreasi,kegiatan sosial dan keagamaan, ( arisan bersama, pengajian,

majelis taklim, kegiatan adat).

f. Program mencegah sigma.

Stigma merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap

gangguan jiwa. Oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma

untuk menghindari isolasi dan diskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa.

Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:

1) Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang

14
kesehatan dan gangguan jiwa, serta sikap dan tindakan menghargai

pasien gangguan jiwa,

2) Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat atau orang yang

berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan

gangguan jiwa.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Banyak ahli kesehatan jiwa memiliki pandangan yang berbeda-beda
mengenai konsep gangguan jiwa dan bagaimana proses timbulnya gangguan jiwa.
Perbedaan tersebut, dijelaskan dalam teori model konseptual kesehatan jiwa.
Setiap model konseptual memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai
konsep gangguan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan
model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula
dengan model stress – adaptasi (Nurhalimah, 2016).
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk memandang
situasi dankondisi pekerjaan yang melibatkan perawat di dalamnya. Model
konseptual keperawatanmerupakan petunjuk bagi perawat untuk mendapatkan
informasi agar perawat pekaterhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan dan
tahu apa yang harus perawatkerjakan (Brockopp, 1999, dalam Hidayati, 2009
dalam Nurhalimah, 2016).
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3
tingkat pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Keliat et al,
2012).
3.2 Saran
1. Mahasiswa
Makalah ini sangat bagus untuk dibaca sebagai pedoman kita dalam
memahami mengenai konseptual model keperawatan jiwa interpersonal,
Sehingga kedepan nanti kita bisa berkerja dengan baik, dan hubungan
interpersonal yang kita lakukan baik. Sehingga kita bisa memberikan
keperawatan yang baik kepada pasien.

16
2. Perawat
Diharapkan lebih mengetahui dan memahami tentang berbagai macam model
konseptual keperawatan jiwa yang dapat diterapkan kepada pasien.

3. Pelayanan kesehatan
Diharapkan dapat melayani dan menangani klien yang mengalami gangguan
psikososial maupun gangguan jiwa.

17

Anda mungkin juga menyukai