Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan pertambahan usia, lansia akan mengalami proses

degenerative baik dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya derajat

kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan orang lanjut usia secara

perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dapat

menyebabkan interaksi sosial menurun (Hardywinoto & Setiabudi, 1999

dalam Fitria 2011).Padahal, partisipasi sosial dan hubungan interpersonal

merupakan bagian yang cukup penting untuk kesehatan fisik, mental, dan

emosional bagi lansia.Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan sosial

mempunyai efek yang positif pada kesejahteraan emosional lansia dan

kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan resiko kematian.Lansia

sering kehilangan kesempatan partisipasi dan hubungan sosial.

Interaksi sosial cenderung menurun disebabkan oleh kerusakan

kognitif, kematian teman, fasilitas hidup atau home care(Estelle, Kirsch, &

Pollack, 2006).Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik, saling

mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan, serta tidak bisa terlepas dari satu

hubungan yang terjadi antar individu, sosial, dan masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari.(Maryati dan Suryawati, 2006). Pendapat lain

dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (1951) dalam Maryati dan Suryawati

(2006) yangmenyatakan bahwa interaksi sosial mungkin terjadi jika

memenuhi dua persyaratan, yaitu adanya komunikasi serta kontak sosial yang

berlangsung dalam tiga bentuk diantaranya adalah hubungan antar individu,

individu dengan kelompok dan antar kelompok.


2

Kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain akan dimiliki oleh

individu sampai akhir hayat. Namun, sebagian dari individu masih merasa

kesepian ketika tidak memiliki lawan interaksi untuk berbagi masalah

(Annida, 2010). Kesepian merupakan masalah psikologis yang paling banyak

terjadi pada lansia, merasa terasing (terisolasi), tersisihkan, terpencil dari

orang lain karena merasa berbeda dengan orang lain (Probosuseno, 2007).

Perasaan ini bisa menimbulkan kesedihan yang mendalam sehingga bisa

menekan kesehatan fisik dan mental pada lansia (Copel, 1998 dalam Juniarti,

2008).

Kesepian merupakan suatu perubahan yang secara tidak langsung

dialami oleh setiap orang (Treacyet al, 2004).Pada beberapa individu,

kesepian merupakan bentuk yang persistent dalam hidup mereka (Ernst,

1998). Johson et al (1993)menyatakan bahwasebanyak 62% lansia di

Amerika merasakan kesepian. Selain itu Ryan and Patterson menemukan

bahwa kesepian menduduki ranking ke-2 terbanyak sebagai masalah yang

terjadi pada lansia di Amerika (Treacy et al, 2004). Sebuah laporan yang

dipublikasikan oleh British Gas menemukan bahwa 90 % dari populasi,

termasuk di dalamnya 82 % dari pensiunan yang berumur di atas 55 tahun

menyatakan bahwa kesepian adalah masalah yang berhubungan dengan

bertambahnya usia, 32 % dari lansia yang diwawancarai menyatakan bahwa

kesepian itu adalah masalah personal mereka. Beberapa penelitian pada orang

Eropa menyatakan bahwa 2/3 dari lansia tidak merasakan kesepian, 1/5

kadang-kadang merasakan kesepian, serta 1/10 mengatakan sering merasa

kesepian.Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada 10 orang lansia di


3

Inggris, 1 orang diantaranya menyatakan bahwa kesepian adalah masalah

bagi dirinya (Forbes, 1996).

Penelitian dari National Council Ageing and Older Peopleyang

bekerja sama dengan School of Nursing and Midwifery, University Collage

Dublin menyatakan bahwa di Irlandia terdapat 435.000 orang yang berusia 65

tahun atau 11.2% dari seluruh populasi mengalami peningkatan untuk hidup

sendiri atau dengan pasangan hidupnya. Sebuah badan internasional dan

penelitian di Irlandia menyebutkan bahwa kesepian dan isolasi social

merupakan bagian dalam pengalaman hidup lansia.Penelitian ini juga

mengeksplorasi prevalensi kesepian dan isolasi sosial yang terjadi antara

orangIrlandia.

Penelitian internasional memiliki prevalensi yang berbeda-beda

tentang kesepian.Insiden kesepian tertinggi terjadi pada orang-orang

Amerika. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan insiden kesepian

yang ada di Cina yaitu 3,5 % dari sampel lansia yang melaporkan bahwa

mereka mengalami kesepian tingkat tinggi (Wang dalam Treacyet al, 2004).

Victor (2002) melaporkan bahwa 7% lansia yang mengalami kesepian dengan

tingkat yang parah.Walaupun jumlah lansia yang melaporkan kesepian

relative kecil, tetapi memiliki kemungkinan bahwa prevalensi lansia yang

mengalami kesepian tidak akan turun setelah usia 60 tahun (Treacyet al,

2004).Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada lansia maka pemerintah

membentuk suatu wadah yang dinamakan panti werdha atau lebih dikenal

dengan nama panti jompo. Pada awalnya panti jompo diperuntukan bagi

lansia yang terlantar atau dalam keadaan ekonomi keluarga yang serba
4

kekurangan.Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan akanperawatan

bagi lansia maka kini berkembang panti-panti berbasis swasta yang umumnya

untuk lansia dengan keadaan ekonomi berkecukupan (Kadir dan Mariani,

2007).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas,dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana Kesepian Yang Dialami Oleh

Lansia”.

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Makalah ini dibuat untuk bertujuan memenuhi salah satu tugas

individu pada praktik klinik profesi ners keperawatan gerontik dengan

judul : “Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Kesepian”.

2. Tujuan Khusus

a. Apakah yang dimaksud dengan lanjut usia ?

b. Bagaimana ciri-ciri lanjut usia ?

c. Seperti apa perubahan pada lanjut usia ?

d. Apakah itu kesepian ?

e. Apa sajakah tipe-tipe kesepian ?

f. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian ?


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Definisi Lanjut Usia

Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Proses menua adalah suatu proses alami
pada semua makhluk hidup. Laslett (dalam Suardiman, 2011) menyatakan bahwa
menjadi tua merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang
dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu.

Menurut Santrock (2002), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia
atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan
orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah
berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih
dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, pada umunya
dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Menurut Azizah (2011) lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang,
manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, akan tetapi berkembang dari bayi,
anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada
saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.

Proses menjadi tua menggambarkan betapa proses tersebut dapat diinteferensi


sehingga dapat mencapai hasil yang sangat optimal. Secara umum orang lanjut
usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap.
Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam,
sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung
menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada
(Hurlock, 1996).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi empat


yaitu : Usia Pertengahan (middle age) 45-59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60-74
tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun. Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang
No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa
yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas.
Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia
6

adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan
dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam
penduduk lanjut usia. Dalam penelitian ini digunakan batasan umur 60 tahun dan
maksimal 75 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia. Bila ditinjau menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) usia diatas termasuk kedalam usia lanjut usia
(elderly) 60-74 tahun.

Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa lansia


adalah masa hidup manusia berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan sosial proses serta perubahan biologis secara terus-menerus
dengan ketentuan berumur 56 tahun ke atas dipakai sebagai usia maksimal kerja
dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.

2.1.2 Ciri-Ciri Lanjut Usia

Menurut Reimer et al (dalam Azizah, 2011) karakteristik sosial masyarakat yang


menganggap bahwa orang lebih tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut
beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa lagi
melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi terkait
dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas
rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya
lahir. Dalam masyarakat kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia
berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan keluarganya.

Menurut Kuntjoro (dalam Azizah, 2011) ada enam tipe kepribadian pada lanjut
usia sebagai berikut:

Tipe kepribadian konstruktif

Individu ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi tinggi dan
fleksibel. Tipe kepribadian ini hanya mengalami sedikit gejolak, tenang dan
mantap sampai sangat tua.

Tipe kepribadian mandiri

Ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi.

Tipe kepribadian tergantung

Tipe ini biasanya dipengaruhi dengan kehidupan keluarga, apabila kehidupan


keluarga selalu harmonis, maka pada masa lansia tidak bergejolak. Tipe ini pada
7

saat mengalami pensiun biasanya tidak mempunyai inisiatif, pasif tetapi masih
tahu diri dan dapat diterima masyarakat.

Tipe kepribadian bermusuhan

Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang tidak diperhitungkan sehingga
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh dan curiga.

Tipe kepribadian defensif

Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol, bersifat kompulsif
aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa pensiun.

Tipe kepribadian kritik diri

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit
dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya. Selalu menyalahkan
diri, tidak memiliki ambisi dan merasa korban dari keadaan.

2.1.3 Perubahan Pada Lanjut Usia

Hurlock (2002) menguraikan perubahan-perubahan dalam periode lanjut usia ke


dalam beberapa kategori sebagai berikut:

Perubahan fisik, meliputi perubahan penampilan, perubahan bagian tubuh,


perubahan fungsi fisiologis, perubahan panca indera dan perubahan seksual.

Perubahan penampilan

Menurut Hurlock (2002) perubahan-perubahan penampilan yang umum terjadi


dalam periode lanjut uisa meliputi:

Perubahan pada daerah kepala

Hidung menjulur lemas, bentuk mulut berubah akibat hilangnya gigi atau karena
terus menggunakan gigi palsu, mata kelihatan pudar, dan tak bercahaya dan sering
mengeluarkan cairan, dagu berlipat 2 atau 3, pipi berkerut, longgar dan
bergelombang, kulit berkerut dan kering, berbintik hitam, banyak tahi lalat dan
ditumbuhi kutil, rambut menipis, berubah menjadi putih atau abu-abu dan kaku,
tumbuh rambut halus dalam hidung, telinga dan pada alis.

Perubahan pada daerah tubuh

Bahu membungkuk dan tampak mengecil, perut membesar dan membuncit,


pinggul tampak melebar daripada sebelumnya dan mengendur, garis pinggang
melebar, menjadikan badan tampak seperti terhisap, payudara bagi wanita menjadi
kendor dan melorot.
8

Perubahan pada daerah persendian

Pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat, sedangkan ujung tangan tampak
mengerut, kaki menjadi kendor dan pembuluh darah balik menonjol, terutama
yang ada di sekitar pergelangan kaki, tangan menjadi kurus kering dan pembuluh
vena di sepanjang bagian belakang tangan menonjol, kaki membesar karena otot-
otot mengendor, timbul benjolan-benjolan, ibu jari membengkak, dan bisa
meradang serta timbul kelosis, kuku dan tangan dari kaki menebal, mengeras dan
mengapur.

Perubahan fungsi fisiologis

Berbagai perubahan yang sudah dijelaskan terjadi pada fungsi organ. Pengaturan
temperatur badan dipengaruhi oleh memburuknya sistem pengaturan organ-organ.
Orang yang sudah tua tidak akan tahan terhadap temperatur yang sangat panas
atau yang sangat dingin, hal ini disebabkan oleh menurunnnya fungsi pembuluh
darah pada kulit berkurangnya tingkat metabolisme dan menurunnya kekuatan
otot-otot juga mengakibatkan pengaturan suhu badan menjadi sulit.

Perubahan panca indera

Pada usia lanjut fungsi seluruh organ penginderaan kurang mempunyai


sensitivitas dan efisiensi kerja dibanding yang dimiliki oleh orang yang lebih
muda.

Perubahan seksual

Masa berhentinya reproduksi keturunan (klimaterik) pada pria datang lebih lama
dibanding masa menopause pada wanita, dan memerlukan masa yang lebih lama.
Pada umumnya ada penurunan potensi seksual selama usia enam puluhan,
kemudian berlanjut sesuai dengan bertambahnya usia.

Perubahan kemampuan motorik

Hurlock (2002) menambahkan bahwa terjadi juga perubahan-perubahan pada


kemampuan motorik di usia lanjut, yaitu :

Kekuatan

Penurunan kekuatan yang paling nyata dirasakan lanjut usia adalah pada
kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya
tubuh. Seorang lanjut usia menjadi lebih cepat letih dan membutuhkan waktu
yang relatif lama untuk memulihkan diri dan rasa letih dibandingkan dengan
orang yang lebih muda.

Kecepatan
9

Penurunan kecepatan motorik pada lanjut usia diukur berdasarkan waktu reaksi
dan ketrampilan dalam gerakan-gerakan seperti menulis dengan tangan, kecepatan
motorik akan sangat menurun setelah usia enam puluhan.

Kemampuan belajar ketrampilan baru

Bahkan pada waktu orang usia lanjut percaya bahwa belajar ketrampilan baru
akan menguntungkan pribadi mereka, mereka lebih lambat dalam belajar
dibanding orang yang lebih muda dan hasil akhirnya cenderung kurang
memuaskan.

Kekakuan

Lanjut usia cenderung menjadi canggung dan kagok, yang menyebabkan sesuatu
yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh dan melakukan sesuatu dengan
tidak hati-hati, dan dikerjakan secara tidak teratur. Kerusakan dalam ketrampilan
motorik terjadi dengan susunan terbalik, terhadap ketrampilan yang telah
dipelajaru, dimana ketrampilan yang lebih dulu dipelajari justru lebih sulit
dilupakan dan ketrampilan yang baru dipelajari lebih cepat dilupakan.

Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam kehidupannya. Lansia


semakin teratur dalam kehidupan agamanya. Hal ini dapat dilihat dalam berfikir
dan bertindak sehari-hari (Nugroho dalam Azizah, 2011). Satu hal pada lansia
yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu sikap mereka
terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia cenderung tidak terlalu
takut terhadap konsep dan realitas kematian.

Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia antara lain (Azizah, 2011) antara
lain yaitu:

Pensiun

Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan atau pengasingan. Dalam
kenyataanya pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi
dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial (Azizah, 2011:16).
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peran dalam pekerjaan. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan
membuat seseorang lansia pensiunan merasakan kekosongan, orang tersebut
secara tiba-tiba dapat merasakan begitu banyak waktu luang yang ada di rumah
disertai dengan sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani.
10

Menurut Budi Darmojo dan Martono (dalam Azizah, 2011, bila seseorang
pensiun, ia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain:

Kehilangan Financial (besar penghasilan semula)

Umumnya dimanapun pemasukan uang pada seseorang yang pensiun akan


menurun, kecuali pada orang sangat kaya dengan tabungan yang melimpah.

Kehilangan Status

Terutama ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut mempunyai jabatan dan posisi
yang cukup tinggi, lengkap dengan fasilitasnya.

Kehilangan Teman atau Kenalan

Mereka akan jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan teman sejawat
yang sebelumnya tiap hari dijumpainya, hubungan sosialnya pun akan hilang atau
berkurang.

Kehilangan Kegiatan atau Pekerjaan

Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur dilakukan setiap hari, ini berarti
bahwa rutinitas yang bertahun-tahun telah dikerjakan akan hilang.

Perubahan Aspek Kepribadian

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia, maka ia mengalami penurunan


fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia mengalami perubahan


kepribadian. Menurut Kuntjoro (dalam Azizah, 2011), kepribadian lanjut usia
dibedakan menjadi enam tipe kepribadian yaitu tipe tergantung, konstruktif,
mandiri, bermusuhan, defensif, dan kritik diri.

Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan


sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecatatan pada lansia,
misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya, sehingga menimbulkan keterasingan (Azizah, 2011).

Perubahan Minat
11

Lanjut usia juga mengalami perubahan pada minat, yang pertama adalah minat
terhadap diri makin bertambah, kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang, ketiga yaitu minat terhadap uang semakin meningkat dan terakhir
kebutuhan terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit
(Azizah, 2011).

Hurlock (dalam Azizah, 2011) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh
setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan
akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Dalam menghadapi perubahan tersebut
diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia adalah:

Minat sempit terhadap kejadian dilingkungan

Penarikan diri kedalam dunia fantasi

Selalu mengingat kembali masa lalu

Selalu khawatir karena pengangguran

Kurang ada motivasi

Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik.

Tempat tinggal yang tidak diinginkan

Ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah; minat yang kuat,
ketidak tergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan
hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini memiliki kekhawatiran
minimal terhadap diri dan orang lain.

2.1.4 Perkembangan Lanjut Usia

Pada dasarnya setiap individu mengiginkan kehidupan dan umur yang


panjang, akan tetapi bagi usia lanjut yang diperlukan bukan hanya umur panjang,
tetapi juga kondisi sehat yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan secara
mandiri, tetapi juga berguna dan memberikan manfaat bagi keluarga dan
kehidupan sosial. Kondisi demikian sering disebut sebagai harapan hidup untuk
tetap aktif didalam usia lanjut, sebaliknya orang tidak menghendaki umur panjang
apabila umur panjang itu dilalui dengan keadaan sakit. Menjadi tua dengan
berhasil merupakan tujuan dari perkembangan tahap akhir lansia, pada dasarnya
terdapat teori yang menerangkan hubungan antara umur manusia dengan
kegiatannya yang menjadi dasar keberhasilan usia lanjut.

Pendekatan lain yang juga membahas mengenai usia lanjut berhasil yaitu oleh
Erikson (dalam Suardiman, 2011) usia lanjut berhasil didefinisikan sebagai
kepuasaan dari dalam (innerr satisfaction) daripada penyesuaian eksternal
12

(eksternal adjustment), sedangkan tugas-tugas perkembangan lansia adalah


memantapkan cita integritas, satu cita hidup tentang kebermaknaan dan
kepuasaan.

Keberhasilan pada masa lanjut usia mungkin akan bermakna berbeda untuk orang
yang berbeda aktivitas tidak hanya penting untuk dirinya sendiri, akan tetapi
untuk menyambung bahwa ia merupakan representasi sebuah kontinuitas dari
sebuah gaya hidup seseorang. Untuk orang lanjut usia yang selalu aktif dan
diliputi peran peran sosial, mungkin hal ini akan penting untuk melanjutkan atau
meneruskan tingkat aktivitas yang tinggi. Selain itu, seseorang yang memiliki
aktivitas sedikit pada masa lalunya, mungkin akan lebih bahagia pada “kursi
goyang” dan menjadi penghuni Panti Werdha. Pemikiran ini mendapat dukungan
dari sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa banyak orang-orang yang
pensiun mengikuti pekerjaan atau aktifitas luang sama dengan hal yang mereka
nikmati pada saat-saat sebelumnya.

Ketika proses menua membawa serangkaian perubahan fisik atau kognitif


mungkin akan sulit memelihara kontinuitas pada lingkungan eksternal. Orang
lanjut usia akan menjadi tergantung pada orang yang memberikan mereka kasih
sayang, dan bingung harus membuat rencana hidup yang baru. Adaptasi yang
berhasil tergantung pada dukungan dari keluarga, teman ataupun institusi sosial.
Pemikiran ini sejalan dengan banyak pusat perhatian yang berkembang pada
berbagai negara yang berusaha untuk menjaga orang lanjut usia keluar dari intitusi
dan berada dalam komunitas serta menolong mereka hidup semandiri mungkin.

Peningkatan kuantitas lanjut usia belum tentu diikuti dengan meningkatnya


kualitas hidup. Di Indonesia, kualitas lansia masih dianggap rendah. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai indikator antara lain banyaknya lansia yang memiliki
ketergantungan yang kuat terhadap anak atau keluarga yang lain, selain kurang
produktif. Dari segi pendidikan kebanyakan lansia berpendidikan rendah.
Rendahnya tingkat pendidikan ini berkorelasi positif dan signifikan terhadap
buruknya kondisi sosial, ekonomi, derajat kesehatan dan kemandirian .

Bahaya psikologis pada lansia dianggap memiliki dampak lebih besar


dibandingkan dengan usia muda, akibatnya penyesuaian pribadi dan sosial pada
lansia jauh lebih sulit. Dengan demikian dibutuhkan kondisi hidup yang
menunjang agar lansia dapat menjalani masa lansia dengan baik dan memuaskan,
kondisi hidup yang menunjang juga dibutuhkan agar lansia tidak tertekan karena
memasuki masa lansia. Kondisi hidup ini antara lain adalah sosial ekonomi,
kesehatan, kemandirian, kesehatan mental.

Lansia sering beresiko kesepian karena dari gangguan serta hubungan sosial
mereka dari waktu ke waktu. Misalnya, anak-anak mungkin pindah ke kota lain
atau negara, dan cucu menjadi lebih mandiri. Pensiun mengurangi hubungan
13

sosial yang terkait untuk bekerja. Kecacatan atau penyakit dapat mencegah
mereka dari berpartisipasi dalam kegiatan yang biasa mereka lakukan dengan
orang lain, atau mungkin berarti hilangnya kebebasan yang mengharuskan
bergerak menjauh dari orang-orang asing dan masyarakat. Kemudian juga bisa
saja teman-teman dan pasangan yang ada disekeliling lansia menjadi sakit atau
mati. Inilah dilema yang terjadi, dihadapkannya seseorang pada suatu pilihan yang
sulit, dimana keluarga mengalami situasi yang tidak memungkinkan untuk
merawat sendiri, ayah dan ibu yang telah senja karena alasan pekerjaan dan
kesibukan lainnya, membuat keluarga tidak memiliki waktu untuk lebih banyak
bersama kedua orang tua.

2.2 Kesepian

2.2.1 Definisi Kesepian

Kehidupan seseorang diwarnai dengan dengan transisi sosial yang mengganggu


hubungan pribadi dan menyebabkan timbulnya kesepian. Kesepian dapat terjadi
pada siapa pun baik remaja maupun orang dewasa. Menurut Sears, et al. (2006)
bahwa kesepian menunjuk pada kegelisahan subjektif yang kita rasakan pada saat
hubungan sosial kita kehilangan ciri-ciri pentingnya. Hal ini bisa bersifat
menyenangkan atau tidak menyenangkan, kesepian mencerminkan isolasi sosial
yang dirasakan atau terbuang. Dengan demikian, kesepian yang lebih erat terkait
dengan kualitas dari jumlah hubungan (Masi et al. 2010).

Weiss (dalam Pettigrew dan Michele, 2008) mendefinisikan kesepian sebagai


kurangnya keintiman suatu hubungan manusia yang dialami oleh individu sebagai
tindakan yang tidak menyenangkan. Berbeda dengan pendapat Peplau & Perlman
(dalam Tiikkainen dan Heikkinen, 2010) yang memandang kesepian adalah,
perasaan yang tidak menyenangkan dengan merangsang kecemasan subjektif,
sehingga pengalaman yang dirasakan adalah hasil dari hubungan sosial yang tidak
memadai.

Kesepian adalah masalah meresap di kalangan orang tua dengan kuat pada
hubungan yang ada pada dukungan sosial, baik secara mental dan kesehatan fisik
disertai dengan kognisi. Ketika memeriksa kesepian pada lansia, penting untuk
mempertimbangkan sebagai pengalaman subyektif yang berbeda dari isolasi sosial
dan dukungan sosial (Rebecca et al. 2011).

Untuk lansia, banyak hubungan sosial akan menurun dalam suatu ukuran karena
mereka sendiri biasanya mempunyai berbagai macam kendala. Namun, tidak
semua individu yang terisolasi secara sosial atau yang memiliki sedikit dukungan
sosial akan rasa kesepian. Secara signifikan, menurut perspektif kognitif,
ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang aktual dan yang diinginkan tidak
14

cukup untuk merasakan kesepian yang terjadi, akan tetapi hal itu sendiri
dimodulasi oleh proses kognitif seperti kausal atribusi, perbandingan sosial dan
dirasakan adanya kontrol. Apapun itu, jelas bahwa ada yang kuat saat hubungan
antara jaringan dukungan sosial dan kesepian (Rebecca et al. 2011).

Kesepian telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan mental yang utama


mempengaruhi lansia (Pettigrew & Michele, 2008: 302), dan dengan demikian
harus menjadi fokus penelitian dalam upaya untuk meningkatkan kualitas orang
tua tentang kehidupan. Sejumlah penelitian telah menunjukkan hubungan erat
antara kesepian dan depresi pada usia yang lebih tua, terutama di kalangan
perempuan. Namun, kemungkinan hubungan dua arah karena ada beberapa bukti
bahwa depresi dapat menyebabkan kesepian, disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk mempertahankan hubungan sosial (Pettigrew & Michele, 2008).

Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kesepian


adalah kegelisahan subjektif yang kita rasakan, kurangnya keintiman hubungan
yang dimiliki individu dan persaan yang tidak menyenangkan dengan merangsang
kecemasan subjektif yang dirasakan kurang memadai dalam kebutuhan
bersosialisasi. Stereotip di masyarakat sering kali menganggap bahwa seseorang
yang tidak mempunyai teman, selalu sendirian dan jarang bergaul, adalah individu
yang sedang mengalami kesepian, namun pendapat tersebut tidak sepenuhnya
benar. Seseorang dapat saja mengalami kesepian meskipun selalu terlihat
dikelilingi oleh banyak individu dan memiliki pergaulan yang luas. Kesepian
lebih menunjuk pada kualitas hubungan antar pribadi seseorang dari pada
kuantitasnya.

2.2.2 Tipe Kesepian

Sears et al. (2009) membedakan dua tipe kesepian, berdasarkan hilangnya


ketetapan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang yaitu:

Kesepian emosional

Timbul dari ketiadaan figure kasih sayang yang intim, seperti yang biasa
diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau yang biasa diberikan tunangan atau
teman akrab kepada seseorang.

2) Kesepian sosial

Terjadi bila orang kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau teritegrasi dalam
suatu komunikasi, yang bisa diberikan oleh sekumpulan teman atau rekan kerja.

Cheryl & Parello (2008:67) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yang
berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu:
15

Isolasi Emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang


muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim,; orang
dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering
mengalami kesepian jenis ini.

Isolasi Sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika
seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya; tidak ikut
berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya
kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisir, peran-peran yang
berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan,
bosan dan cemas.

Bentuk kesepian dapat terjadi ketika seseorang mengalami salah satu


kesepian tanpa mengalami yang lain. Kesepian berkaitan dengan usia. Stereotipe
yang popular menggambarkan usia tua sebagai masa kesepian besar.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesepian

Menurut Middlebrook (dalam Turnip, 1997) faktor yang mempengaruhi

kesepian adalah sebagai berikut :

1. Faktor Psikologis

1) Kesepian Eksistensial

Keterbatasan manusia yang terpisah dari orang lain sehingga

seseorang tersebut tidak mungkin berbagi perasaan dan

pengalaman dengan orang lain dan seseorang tersebut harus

mengambil keputusan sendiri dan menghadapi ketidakpastian

2) Pengalaman Traumatis

Kehilangan seseorang yang sangat dekat secara tiba-tiba bisa

menyebabkan orang merasa kesepian, tetapi akan lebih sanggup

mentolerir kesepian bila sering mengalaminya atau orang itu

sendiri yang mulai menjauh dari orang yang dekat padanya.

3) Kurang dukungan dari lingkungan


16

Seseorang bisa mengalami kesepian bila merasa tidak sesuai

dengan lingkungannya, sehingga orang tersebut menganggap

dirinya diabaikan dan ditolak oleh lingkungan.

4) Krisis dalam diri dan kegagalan

Seseorang bisa kehilangan semangat dan menghindar dari

lingkungannya bila merasa harga dirinya terganggu karena

harapannya tidak terpenuhi, hal ini dapat menyebabkan timbulnya

gejala kesepian pada orang itu.

5) Kurangnya percaya diri

Kesepian dapat terjadi bila seseorang kurang dapat

mengungkapkan diri sepenuhnya dan hanya mampu berhubungan

secara formil saja.Kalaupun bisa berhubungan social dengan cukup

baik, tetap saja merasa kurang dilibatkan.

6) Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan

Orang-orang yang temperamen tertentu seperti pemalu dan yang

tidak mampu berhubungan social akan nenarik diri dari lingkungan

7) Ketakutan menanggung resiko social

Seseorang merasa takut untuk terlalu dekat dengan orang lain,

karena khawatir akan ditolak. Kedekatan social dilihat sebagai

sesuatu yang berbahaya dan penuh resiko

2. Faktor Situasional

1) Takut dikenal orang lain


17

Seseorang yang takut dikenal secara mendalam oleh orang lain

akan cenderung menghilangkan kesempatan untuk berhubungan

dekat dengan orang lain, sehingga orang tersebut tidak punya

teman berbagi rasa.

2) Nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sosial

Nilai-nilai yang dianut seperti privasi dan kesuksesan dapat

menyebabkan seseorang merasa kesepian karena ia merasa terikat

oleh nilai tersebut.

3) Kehidupan di luar rumah

Rutinitas diluar rumah seperti sekolah, kuliah dan kerja

menyebabkan kurangnya kehangatan hubungan seseorang dengan

orang-orang tertentu.

4) Kehidupan di dalam rumah

Rutinitas dirumah seperti adanya jam makan, tidur, mandi akan

menyebabkan kejenuhan pada pelakunya.

5) Perubahan pola-pola dalam keluarga

Kehadiran orang lain dalam sebuah keluarga akan menyebabkan

terganggunya hubungan antar anggota keluarga.

6) Pindah tempat

Seringnya pindah dari satu tempat ke tempat lain akan

menyebabkan seseorang yang tidak dapat menjalin hubungan yang

akrab dengan lingkungan baru, sehingga akan menimbulkan

kesepian.
18

7) Terlalu besarnya suatu organisasi

Bila populasi dalam sebuah organisasai terlalu besar, akan sulit

bagi seseorang untuk mengenal satu sama lain secara lebih dekat.

8) Desain arsitektur bangunan

Bentuk bangunan yang canggih juga berpengaruh terhadap

interaksi sosial.Hal ini mengingat bangunanbangunan dapat

menyebabkan masyarakat menjadi individualistis dimana interaksi

sosial menjadi terbatas.

Menurut Hanum (2008), ditinjau dari sudut sosiologis penyebab

kesepian pada lanjut usia antara lain karena beberapa hal sebagai berikut :

a. Teralienasi (Terasing)

Perasaan dapat disebabkan oleh adanya perasaan terasing dalam

kehidupan sosial sehingga merasa dirinya sendiri di dunia. Penderitaan

akan kesepian ini semakin menyiksa karena merasa tidak mempunyai

kawan untuk berbagi rasa dan terisolasi dari kehidupan bermasyarakat.

b. Anomie

Suatu situasi ketika terjadi suatu keadaan tanpa aturan, yaitu collective

conciousness (kesadaran kolektif) tidak berfungsi.Kondisi seperti itu

terjadi dalam suasana krisis, dimana kebutuhan-kebutuhan tidak

terpenuhi dan bertemu dengan keadaan tidak berfungsinya aturan-

aturan masyarakat pada akhirnya orang merasa kehilangan arah di

dalam kehidupan sosialnya. Lanjut usia yang mengalami kesepian dan


19

depresi dapat disebabkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri

(maladjustment) dengan kondisi lingkungannya. Mereka merasa

kecewa dan frustasi dengan keadaan yang ada sehingga mendorong

untuk menarik diri dari partisipasi di masyarakat.

c. Perubahan pada pola kekerabatan

Nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga semakin lemah. Mengarah

pada bentuk keluarga inti, lanjut usia tidak jarang terpisah jauh dari

anak cucu akibat proses urbanisasi. Lanjut usia ditinggalkan oleh

anggota keluarga dan kurang diperhatikan, dan banyak diantara mereka

hidup sendiri dan kesepian. Keterpisahan lanjut usia dari anggota

keluarga menyebabkan mereka tidak intensif mendapat perhatian dan

kesejahteraan. Oleh karena itu, perasaan sepi dan tertekan kerap

mewarnai para lanjut usia yang ditinggalkan orang-orang yang

dicintainya.

2.2.5 Dampak dari Kesepian

Adapun dampak dari kesepian menurut Robinson (1994) yaitu :

1. Mengalami rendah diri, bergantung pada teman untuk membangun

harga dirinya.

2. Menyalahkan diri sendiri.

3. Tidak ingin berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial.

4. Mempunyai kesulitan untuk memperlihatkan diri dalam berkelakuan

dan takut untuk berkata ya atau tidak untuk hal yang tidak sesuai.

5. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi baru.


20

6. Mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri.

7. Merasakan keterasingan, kesendirian dan perasaan tidak bahagia

terhadap lingkungan sekitar.

2.2.6 Penatalaksanaan

1. Non farmakologi

Intervensi pada klien kesepian biasanya dilakukan dengan

meningkatkan keterampilan social, meningkatkan dukungan social,

meningkatkan kesempatan pada kontak social, dan menantang kognisi

social yang sifatnya maladaptive (Masi, Chen, Hawkley, & Caciopo,

2011).

Intervensi untuk meningkatkan dukungan social menekankan

keterampilan komunikasi, bicara melalui telepon, memberikan dan

menerima pujian, menghadapi situasi terdiam (moment of silence),

meningkatkan penampilan fisik, metode komunikasi non-verbal dan

pendekatan pada kedekatan fisik. Intervensi semacam ini ditemukan

mampu mengurangi kesepian, self-consciousness, dan juga rasa malu.

Intervensi dengan meningkatkan dukungan sosial pada individu yang

sedang berduka, atau juga pada lansia yang tali sosialnya berkurang

karena relokasi ditemukan mengurangi kesepian. Intervensi

menggunakan CBT dalam menantang kognisi sosial juga terbukti

efektif mengurangi kesepian. Caranya adalaha dengan mengajarkan


21

individu mengidentifikasi pemikiran negative dan menyadari bahwa hal

tersebut sebagai hipotesa, bukan fakta.

A. Terapi Musik Kelompok

1. Terapi musik kelompok

Terapi musik memiliki sedikit perbedaan dengan terapi

musik kelompok, namun efek dan manfaatnya tetap sama

(Mohammadi et al., 2009). Terapi musik kelompok adalah

salah satu kombinasi baru yang merupakan hasil adaptasi

penggabungan antara terapi musik secara aktif maupun secara

pasif (Chen et al., 2009).

Terapi musik kelompok dapat dilakukan dengan berbagai

cara. Menurut Mohammadi et al., (2009) terdapat 5 tahapan

terapi musik yang dapat dilakukan, yaitu: 1) memainkan alat

musik, 2) bernyanyi, 3) menari, 4) mendengarkan lagu atau

musik, 5) Live music (mengekspresikan diri lewat musik).

Bentuk pengekspresian diri ini bisa berupa puisi, kemarahan,

teriakan, kekesalan, dan nyanyian. Berbeda dari Mohammadi

et al., (2009), Chen et al., (2009) membagi terapi musik

kelompok menjadi 8 fase/tahapan, yaitu:

1) Tahap awal

Tahap awal fase merupakan tahap perkenalan dimana

fasilitator atau peneliti dan peserta memperkenalkan diri

masing-masing. Perkenalan ini meliputi nama, latar

belakang singkat untuk para peserta dan peneliti. Setelah


22

perkenalan yang singkat perlu ada sedikit penjelasan

tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti (Chen

et al., 2009). Tahap perkenalan ini diharapkan dapat

menambah keakraban dan kepercayaan antara peserta dan

peneliti/fasilitator.

2) Pemanasan

Fase pemanasan merupakan fase pelenturan otot-otot

terutama otot tangan dan persendian, yang dapat dilakukan

dalam fase ini adalah kegiatan pijat memijat ataupun

senam ringan. Pemijatan dapat dilakukan secara mandiri,

bergantian ataupun saling memijat antar peserta lansia

(Pacchetti et al., 2001). Fase pemanasan ini dapat diiringi

dengan menggunakan alunan musik dan dapat juga

diselingi dengan game/permainan, sehingga membuat

suasana lebih santai.

3) Menari

Fase menari dapat dilakukan dengan bantuan alunan

musik. Para peserta menari mulai dari ritme lambat sampai

cepat mengikuti irama musik yang diberikan dan

ditentukan oleh peneliti (Mohammadi et al., 2009). Menari

membuat lansia dan para peserta menjadi santai dan secara

tidak lansung dapat menggerakkan seluruh anggota badan

untuk menjaga kebugaran tubuh. Pada fase ini peneliti


23

juga dapat meramu dengan sedikit sentuhan dengan

mengkombinasikan tarian dengan permainan ringan,

sehingga lansia dituntut untuk aktif (Chen et al., 2009).

4) Kelompok bermain dengan menggunakan instrumen

Fase ini lansia diajak untuk bermain instrumen atau

bermain menggunakan alat musik. Para peserta diajarkan

bagaimana menggunakan atau memainkan alat musik yang

telah disediakan oleh peneliti (Hayashi et al., 2002). Para

peserta bisa dibuat menjadi kelompok-kelompok kecil

untuk memudahkan dalam pengajaran instrumen musik.

Setiap kelompok dapat didampingi oleh satu atau lebih

asisten peneliti (Mohammadi et al., 2009).

5) Kelompok musik bermain

Kelompok musik bermain diikuti oleh para peserta

tanpa instrumen alat musik, namun dalam melakukan fase

ini bisa diiringi dengan menggunakan alunan musik.

Peserta secara berkelompok melakukan permainan yang

telah diinstruksikan oleh peneliti, misalnya saja bermain

bola, meniup gelembung sabun, berpuisi, bermain peran

atau bercerita (Mohammadi et al., 2009).

6) Mendengarkan alunan musik santai

Para peserta lansia mendengarkan alunan musik santai

dan dapat juga bernyanyi bersama ataupun bermain alat

musik bersama (Chen et al., 2009).


24

7) Mendengarkan dan menyaksikan sebuah penampilan

musik oleh pemain tamu.

Fase ini merupakan fase dimana para peserta

dipersilakan untuk mendengarkan dan melihat penampilan

permainan musik oleh kelompok musik tamu yang telah

disediakan untuk menghibur (Chen et al., 2009).

8) Menyimpulkan fase.

Di akhir sesi peneliti mengungkapkan penghargaannya

kepada peserta dan memberikan selamat serta berjabat

tangan pada peserta. Peneliti juga menanyakan perasaan

peserta, menanyakan lagu-lagu atau musik-musik yang

disukai peserta untuk dijadikan bahan pada pertemuan

selanjutnya (Chen et al., 2009). Diharapkan lagu/musik

yang dipilih merupakan lagu atau musik pilihan peserta

B. Terapi Aktivitas Kelompok

1. Pengertian

Terapi aktivitas keompok adalah salah satu terapi modaitas

yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang

mempunyai masaah keperawatan yang sama dimana focus tiap

pertemuan adalah mengupayakan kesadaran dan mengerti diri

sendiri memperbaiki hubungan interpersonal, dan merubah

perilaku. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku klien

yang maladaptif menjadi adaptif. Klien akan mempelajari

bagaimana membuat perasaan yang sesuai dan menggali


25

caracara untuk meningkatkan pertumbuhan dan perubahan

pribadi. TAK merupakan bagian asuhan keperawatan guna

menyelesaikan masalah klien. Dengan TAK, klien

mendapatkan bantuan penyelesaian masalah melalui

kelompoknya.

2. Jenis-jenis TAK

Berdasarkan Wahyu dan Karlina dalam Saragih ada 5 jenis

terapi aktivitas kelompok pada keperawatan jiwa yang paling

banyak ditemukan, yaitu:

a. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (untuk klien dengan

menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu

berinteraksi dalam keompok kecil dan sehat secara fisik).

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi

sejumlah kien dengan masalah hubungan sosial.Klien

dibantu melakukan sosialisasi dengan individu yang ada

disekitarnya.Tujuan umum TAKS yaitu untuk

meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara

bertahap.

Menurut Keliat kegiatan TAKS dilakukan tujuh sesi

yang melatih kemampuan sosialisasi klien. Klien yang

mempunyai indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan

hubungan sosial berikut :


26

1. Klien menarik diri yang telah memulai melakukan

interaksi interpersonal.

2. Klien dengan kerusakan komunikasi verbal yang telah

berespon sesuai stimulasi.

Menurut Keliat tujuan khusus TAKS pada setiap

sesi, adalah:

1. Klien mampu memperkenalkan diri.

2. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok.

3. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota

kelompok.

4. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan

topic percakapan.

5. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan

masalah pribadi pada orang lain.

6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan

sosialisasi kelompok.

7. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang

manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan.

Menurut Stuart dan Larsia dalam keliat jumlah

anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil

yang anggotanya berkisar antara 7-10 orang dan menurut

Rawlins, Williams dan Beck dalam Keliat adalah 5-10

orang. Sedangkan waktu optimal untuk satu sesi adalah


27

20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-

120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi.Biasanya

dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian

tahap kerja dan finishing berupa terminasi.Banyaknya sesi

bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali

per minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan

kebutuhan.

b. Terapi aktivitas keompok stimulasi sensori (untuk klien

yang mengalami gangguan sensori)

c. Terapi aktivitas kelompok orientasi realita (untuk klien

halusinasi yang telah mengontrol halusinasinya klien

waham yang telah dapat berorientasi pada realita dan sehat

secara fisik)

d. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi (untuk klien

dengan halusinasi)

e. Terapi penyaluran energy, yaitu teknik menyalurkan

energy secara konstruktif dimana memungkinkan

perkembangan pola-pola penyaluran energy seperti

katarsis, peluapan marah dan rasa batin secara komstruktif

tanpa menimbulkan kerugian pada diri sendiri dan

lingkungan.

C. Meditasi

Meditasi ternyata mampu menjadi penangkal yang ampuh

dalam mengatasi rasa kesepian ini.Sebuah penelitian di Carnegie


28

Mellon University menunjukkan bahwa meditasi dapat menekan

penderitaan akibat rasa kesepian seminimal mungkin. Penelitian

ini melibatkan 40 orang tua sehat berusia 55-85 tahun dan

menunjukkan hasil berupa adanya efektivitas terapi meditasi

dalam mengusir rasa sepi, bahkan setelah adanya pemeriksaan

darah dan indikator kesehatan yang lain, meditasi dapat

memperbaiki kualitas hidup kaum lanjut usia.

Para partisipan ini rata rata melakukan kegiatan meditasi

selama 30 menit tiap harinya dalam periode 8 minggu dengan rasa

rileks dan tenang.Dengan perasaan damai yang didapat dari

meditasi, resiko inflamasi atau radang, resiko utama pada

kematian dini yang diakibatkan karena kanker maupun sakit

jantung, dapat ditekankan. Salah satu ilmuwan dalam penelitian

ini, Steven Cole, bahkan menuturkan bahwa penelitian ini

menunjukkan indikasi bahwa ekspresi gen pada sistem imun

ternyata dapat diatur melalui intervensi psikologis, sebagaimana

dikutip oleh Dailymail.

Sebuah studi menjelaskan bahwa meditasi bisa membantu

mengurangi kesepian pada orang dewasa dan menambah

pemikiran positif bagi mereka.Orang-orang dewasa yang

mengikuti program pengosongan pemikiran selama delapan

minggu menunjukkan bahwa mereka mengalami tingkat kesepian

yang lebih rendah saat disurvey.Selain itu mereka juga

mengalami perubahan positif yang cukup signifikan.


29

Kesepian dan nyeri batin pada seseorang dapat

meningkatkan resiko seseorang mengalami alzheimer, penyakit

jantung dan resiko kematian dini lainnya.Sama halnya seperti otot

yang harus dilatih, begitupula dengan pikiran kita.

Saat seseorang memasuki usia tua, kesepian akan semakin

melanda karena tidak banyak interaksi yang mereka lakukan

dengan orang lain. Meditasi sangat dianjurkan oleh J. David

Creswell, seorang psikolog dari Pennsylvania.Dengan melakukan

meditasi sekitar 15-20 menit, bisa membantu Anda menikmati

manfaat besar, seperti mengurangi nyeri batin atau kegalauan

yang melanda Anda.

Tidak perlu menghabiskan uang banyak bila Anda ingin

meditasi. Anda bisa melakukannya di ruangan dengan sirkulasi

udara cukup dan situasi tenang.Semakin tenang semakin

baik.Meditasi dapat dipelajari dari blog atau video tutorial

meditasi.Bila emerlukan musik, pasanglah musik yang

menenangkan jiwa.Bila tidak, bisa menikmati suasana hening

untuk menenangkan batin Anda yang gelisah karena kesepian.


30

BAB III
TINJAUAN KASUS

Format Pengkajian Keperawatan Gerontik

1. Data Biografi

Nama : Tn.M

TTL/Umur : Payakumbuh/…./1942

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Alamat :

Suku : Minang

Agama : Islam

Status perkawinan : Kawin

Nama Wisma : Melati

2. Genogram:
31

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal Dunia

3. Riwayat Hidup :

Nama : Tn.M

Umur : 68 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Anak-anak : 5 orang

Hidup : 4 orang

Nama dan Alamat : Bangkinang

Meninggal : 1 orang Perempuan, anak nomor 3

Tahun Meninggal : Klien sudah Lupa

Penyebab Meninggal : Klien sudah Lupa

4. Riwayat Pekerjaan :

a. Status Pekerjaan saat ini

Saat ini Tn. M tidak bekerja lagi, Tn. M tinggal di PSTW sejak tahun

2005.

b. Pekerjaan sebelumnya

Dulunya Tn.M bekerja sebagai tukang bangunan, sumber pendapatan

dan bekerja sebagai tukang.

5. Riwayat Lingkungan Hidup :


32

a. Tipe Tempat Tinggal

Tn.M tinggal disalah satu wisma di PSTW Khusnul Khotimah

Pekanbaru, tipe rumah adalah permanen, lantai keramik, mempunyai

ruang tamu, dapur, kamar mandi dan teras, mempunyai pintu dan

jendela.

b. Jumlah Kamar

Wisma melati terdiri dari 4 kamar, mempunyai satu pintu dan jendela,

pencahayaan cukup baik, sirkulasi cukup baik, kamar Tn, M tampak

kotor, barang-barang berserakan diatas kasur, meja dan diatas lemari.

c. Penghuni Rumah

Wisma melati dihuni oleh 6 orang. Yaitu Tn.M, Tn.D, Tn.Y, Tn. B,

Tn.S dan Tn. K.

d. Derajad Privasi

Derajad privasi kurang karena penghuni wisma bebas keluar masuk

kamar penghuni lain.

e. Tetangga

Disebelah kana nada wisma Anggrek yang dihuni oleh 6 orang

Di belakang ada wisma Melur yang dihuni oleh 5 orang

6. Riwayat Rekreasi :

a. Hobbi/ minat

Saat ini Tn. M hanya hobi menonton TV

b. Keikutsertaan Organisasi

Saat ini Tn. M jarang keluar dari kamar dan bersosialisasi dengan

orang lain, Tn. M mengatakan badan lagi tidak enak dan kaki terasa
33

sakit sehingga beliau lebih senang berada dikamar sambil menonton

TV.

c. Liburan

Tn. M tidak pernah liburan, Keluarga Tn. M biasanya dating saat

liburan saja.

7. Deskripsi selama 24 jam:

Jam 05. 00 wib klien bangun dan melaksanakan sholat subuh, jam 06.00

wib klien biasanya nonton TV, JAM 07,00 klien mengambil makanan

yang diantar oleh pramuwisma dan sarapan. Jam 12.30 wib klien sholat

dzuhur lalu makan siang, Jam 16.00 wib klien sholat ashar, Klien hanya

keluar jika di motivasi, jam 18.20 wib klien sholat magrib dikamar dan

makan malam. Jam 19.45 wib sholat Isa dan setelah itu klien istirahat

dikamar.

8. Riwayat Kesehatan:

a. Keluhan Utama:

Saat ini Tn. M mengeluhkan nafas terasa sesak setelah berjalan, kedua

kaki terasa sakit, badan lemah dan kulit terasa gatal-gatal. Klien

tampak memegang kedua kaki dan kaki diberi koyok

b. Keluhan sekarang

1.   Provocative / Paliative :   Nyeri pada kedua kaki

2.   Quality / Quantity           :   Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk

3.   Region                            :   Kedua Kaki

4.   Severity Scale                 :   Skala nyeri 4


34

5.   Timing                            :   Nyeri dirasakan hilang timbul hampir

setiap hari

c. Pemahaman terhadap proses penuaan: Klien mengatakan semua orang

pasti akan menua.

9. Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Penyakit sejak 6 bulan terakhir:

Kedua kaki bengkak, nafas terasa sesak saat berjalan.

b. Penyakit 5 tahun terakhir

c. Trauma

10. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tn. M mengatakan tidak mengetahui penyakit yang diderita oleh anggota

keluarganya karena Tn. M sudah lama hidup berpisah dari keluarganya.

11. Terapi

a. Nama Obat dan Dosis:

 Paracetamol tablet 3x500 mg

 Furosemid tablet 3x1

 Aterum 2x1

 Salp kulit

b. Waktu Pemberian:

Pagi jam 07.00 wib

Siang jam 14.00 wib

Malam jam 20.00 wib.

c. Dokter Penanggung jawab: Tidak ada, obat hanya diberikan oleh

petugas kesehatan (perawat) yang bertugas di PSTW.


35

d. Tanggal Resep:

12. Riwayat Alergi

a. Obat-obatan: Klien mengatakan tidak ada alerg obat-obatan

b. Makanan: Klien mengatakan tidak ada alergi makanan

c. Alergi Lain: Klien mengatakan kulitnya terasa gatal-gatal mungkin

karena tidak cocok dengan air untuk mandi.

d. Faktor lingkungan: Klien mengatakan tidak ada alergi dari lingkungan

sekitarnya.

13. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang kepada klien.

14. Nutrisi

a. Jam makanan:

Pagi : Nasi, lauk dan sayur

Siang : Nasi, lauk dan sayur

Malam : Nasi, lauk dan sayur

b. Riwayat peningkatan dan penurunan berat badan

Klien mengatakan tidak ada peningkatan dan penurunan berat badan

yang berarti.

c. Masalah yang mempengaruhi makan

Klien mengatakan kadang-kadang menu yang diberikan tidak sesuai

dengan seleranya. Namun meskipun begitu klien tetap menghabiskan

makanan yang diberikan oleh Pramuwisma.

d. Kebiasaan sebelum dan setelah makan


36

Klien mengatakan tidak ada kebiasaan khusus sebelum dan sesudah

makan.

15. Tinjauan Sistem

a. TTV

TD:110/70 mmhg

ND: 74 x/m

RR:20 x/m

SUHU:36x/m

b. Kesadaran: Composmentis

Tn. M bisa mengenali dirinya dan keluarganya serta orang-orang

disekitarnya.

GCS                            : 15, eye: 4, verbal:5, motorik: 6

Reflek                         : normal

Koordinasi gerak         : Klien mampu mengkoordinasikan gerak

Kejang                         : tidak ada

16. Pola hubungan dan peran: APGAR Keluarga Lansia.

A: Adaptasi

Saya merasa kurang puas, karena keluarga hanya sesekali dating

menjenguknya yaitu saat liburan.

P: Partnertship

Saya merasa kurang puas, karena keluarga tidak pernah mendiskusikan

masalah keluarga dengan saya.

G: Growth
37

Saya merasa kurang puas, karena keluarga tidak pernah menanyakan

serta memberikan dukungan kepada klien dalam melakukan kegiatan

yang baru.

A: Affection

Saya merasa kurang puas, karena keluarga tidak terlalu memperlihatkan

kasih sayangnya dan tidak memberikan respon terhadap emosi saya.

R: Resolve

Saya merasa kurang puas, karena keluarga saya tidak pernah

meluangkan waktunya bersama-sama dengan saya.

Kesimpulan: Hasil penilaian APGAR Keluarga adalah 0

Yaitu hamper tidak pernah ada hubungan dan peran dalam keluarga.

Hal ini menunjukkan keluarga tersebut mengalami disfungsi tingkat

tinggi.

17. Pola hubungan dan peran: APGAR Keluarga Lansia.

Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan SPMSQ

(Short portable Mental Status Questioner)

Intruksi :

Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban

Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan

Benar Salah No Pertanyaan


 01 Tanggal berapa hari ini?
Tn. M: Tanggal 22 /12/2019
 02 Hari apa hari ini?
Tn. M: Hari minggu
 03 Apa nama tempat ini?
M: Wisma Melati Panti Werdha
Khusnul Khotimah
38

 04 Dimana alamat anda?


Tn. M: Pekanbaru
 05 Berapa umur anda?
Tn. M:77 tahun
 06 Kapan anda lahir (minimal tahun
lahir)
Tn. M:Tahun 1942
 07 Siapa presiden indonesia sekarang
ini?
Tn. M: Jokowi
 08 Siapa presiden indonesia
sebelumnya?
Tn. M: SBY
 09 Siapa nama ibu anda?
Tn. M:Rama
 10 Kurang 3 dari 20 dan tetap
pengurangan dari setiap angka baru,
semua secara menurun
Tn. M dapat menjawab dengan
benar.

Score total : 10

Interprestasi hasil :

Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4-5 : Kerusakan intelektual ringan

Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang

Salah 9-10 : Kerusakan intelektual berat

 Skore salah 0 : Fungsi Intelektual Utuh

18. Pola Persepsi dan Konsepsi diri (Instrumen Beck


39

Depresi Beck berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan

sikap yang berhubungan dengan depresi.

Inventaris Depresi Beck

Skore Uraian

A. Kesedihan

3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia di


menghadapinya mana saya tak dapat

2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan darinya saya


tidak dapat keluar

1 Saya merasa sedih atau galau

0 Saya tidak merasa sedih

B. Pesimisme

3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan


sesuatu dapat membaik tidak

2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang


ke depan

1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan

0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa


depan

C. Rasa Kegagalan

3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seseorang


(orang tua, suami, istri)

2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat


saya lihat hanya kegagalan

1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada


umumnya

0 Saya tidak merasa gagal

D. Ketidakpuasan

3 Saya tidak puas dengan segalanya


40

2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun

1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan

0 Saya tidak merasa tidak puas

E. Rasa Bersalah

3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak


berharga

2 Saya merasa sangat bersalah

1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari


waktu yang baik

0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah

F. Tidak Menyukai Diri Sendiri

3 Saya benci diri saya sendiri

2 Saya muak dengan diri saya sendiri

1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri

0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendidi

G. Membahayakan Diri Sendiri

3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya


mempunyai kesempatan

2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri

1 Saya merasa lebih baik mati

0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai


membahayakan diri sendiri

H. Menarik Diri dari Sosial

3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain


dan tidak perduli pada mereka semuanya

2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain


dan mempunyai sedikit perasaan pada mereka

1 Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya


41

0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

. Keragu-raguan

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali

2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat


keputusan

1 Saya berusaha mengambil keputusan

0 Saya membuat keputusan yang baik

J. Perubahan Gambaran Diri

3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan

2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang


permanent dalam penampilan saya dan ini membuat saya
tak menarik

1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik

0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada


sebelumnya

K. Kesulitan Kerja

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali

2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk


melakukan sesuatu

1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan


sesuatu

0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya

L. Keletihan

3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu

2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu

1 Saya lelah lebih dari yang biasanya

0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya

M. Anoreksia

3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali


42

2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang

1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya

0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya

Penilaian:

0-4 depresi tidak ada atau minimal

5-7 depresi ringan

8-15 depresi sedang

> 16 depresi berat

Hasil: Berdasarkan pengkajian yang dilakukan didapatkan hasil : skror 24,


berarti skor >16. Tn. M mengalami depresi berat.

3.2 ANALISA DATA

DATA PROBLEM ETIOLOGI


Data Subjektif : Kerusakan mobilitas Nyeri

Tn.M mengatakan: fisik

Data Objektif :

o Klien sering

tampak sering berada di

dalam kamar/ tempat

tidur

o Klien tampak

memegang kedua kaki

dan kaki diberi koyok


43

BAB IV
PEMBAHASAN

3.1 Ringkasan Tema Penelitian

Beberapa penelitian mengatakan tentang kesepian pada lansia:

1. Penelitian oleh Yudi Yudistira, Asep Abdul Syukur, dan Samsul Feri

Apriyadi mengatakan Musik Tradisional Angklung yang dapat

menurunkan rasa kesepian (lonliness) pada lansia adalah memiliki ciri

spektrum frekuensi dominan dengan bandwith 4‐5 kHz pada durasi

pertengahan dan 3.33‐5 pada durasi awal dan akhir.

2. Penelitian oleh Shu-Ling Chen, Hui-Chuan Lin, Sui-Whi Jane mengatakan

penelitian ini menunjukkan bahwa lansia mendapatkan pengalaman positif

dalam mengikuti terapi musik, terutama pada komponen aktif dalam

program. Pengalama positif yang mereka alami meningkatkan perasaan

damai dan meningkatkan kesehatan serta kualitas hiudp mereka. Saran

untuk petugas peayanan kesehatan dapat mengintegrasikan terapi musik

berkelompok ini sebagai rutinitas dalam kegiatan di panti. Para peserta

lansia menerima terapi musik kelompok selama 1 jam setiap minggu.

Terapi ini dilaksanakan selama 3 bulan. Terapi music kelompok ini

mencakup kegiatan musik aktif dan musik pasif. Masing-masing sesi

dibagi menjadi delapan bagian : tahap awal, pemanasan, menari,

kelompok bermain dengan instrumen, kelompok musik bermain,

mendengarkan musik santai, melihat penampilan pertunjukan musik oleh

pemain tamu, dan menyimpulkan fase.

3. Penelitian Ayu Diah Amalia mengatakan membahas mengenai kondisi

kesepian dan kondisi isolasi sosial yang dialami oleh lanjut usia, yang
44

ditinjau dari perspektif sosiologis. Dari perspektif sosiologi pendekatan

teoritis kesepian difokuskan pada konteks sosial dimana individu

mengembangkan (atau tidak) hubungan atau jaringan sosial. Lebih lanjut

hubungan sosial tersebut akan ditinjau dari perspektif interaksionisme

simbolik. Hasilnya mengungkapkan bahwa jaringan sosial pada lansia

berpotensial untuk mengurangi kesepian pada lansia.

4. Penelitian oleh Neti Juniarti, Septi Eka R, Asma Damayanti menyebutkan

sebagian besar lansia yang mengalami kesepian ringan dan sebagian kecil

mengalami kesepian berat, hal ini dimungkinkan karena lingkungan panti

yang sudah kondusif untuk lansia menjalani hari-harinya. Dan sebagian

besar lansia mengalami kesepian emosional dan sebagian kecil dari jumlah

tersebut mengalami kesepian emosional tingkat berat, hal ini berarti

sebagian besar masalah kesepian bersumber pada masalah emosional

lansia.

5. Peneitian Rara Oktavia mengenai kesepian pria usia lanjut yang melajang

terdapat dua factor faktor psikologis dan faktor situasional. Pada factor

psikologis terdapat empat subfaktor yang muncul yaitu yang pertama

kurang adanya dukungan dari lingkungan, dimana Subjek mengatakan

pada awalnya dirinya biasa saja dengan apa yang dikatakan oleh orang-

orang sekitar tentang kapan subjek menikah. Namun, karena terlalu sering

ditanya subjek merasa bosan dan tidak nyaman ketika ditanya oleh orang

di sekitar. Sehingga subjek berpikir tidak ada yang mengerti dirinya .

Subfaktor yang kedua yaitu kurangnya percaya diri, dimana subjek merasa

canggung dalam situasi ramai dan juga apabila berhadapan dengan orang
45

yang lebih dari subjek sehingga terkadang subjek merasa minder karena

takut salah berbicara dengan mereka dan karena subjek merasa sudah tua

dan belum menikah. Subfaktor yang ketiga yaitu kepribadian yang tidak

sesuai dengan lingkungan, di mana subjek merasa dirinya tidak bisa

bersosialisasi dengan orang yang lebih tinggi status sosialnya dan juga

merasa malu karena dirinya sudah tua tetapi sampai saat ini belum

menikah dan tidak mempunyai pekerjaan. Subfaktor yang keempat yaitu

ketakutan menanggung resiko sosial, di mana subjek merasa takut untuk

dekat dengan perempuan karena subjek merasa dirinya tidak muda lagi.

Oleh karena itu subjek merasa takut ditolak oleh perempuan. Pada faktor

situasional terdapat dua subfaktor yang muncul yaitu yang pertama takut

di kenal orang lain, di mana subjek pernah berkenalan dengan perempuan

tetapi subjek tidak berani ke rumah karena subjek takut perempuan yang

baru di kenalnya mengetahui keadaan subjek yang sebenarnya. Subfaktor

yang kedua yaitu kehidupan di dalam rumah, dimana subjek biasanya

keluar rumah jika merasa bosan, karena kesibukan subjek sehari-hari

hanya membantu ibunya di rumah seperti membersihkan rumah.

6. Penelitian Ayusi Ikasi, Jumaini, Oswati Hasanah mengatakan semakin

tinggi dukungan keluarga yang didapatkan lansia maka akan menurunkan

resiko terjadinya kesepian dan stress ataupun masalah psikologis pada

lansia.

Kesepian atau loneliness biasanya dialami oleh seorang lanjut usia pada

saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat terutama bila dirinya sendiri

saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita
46

berbagai penyakit fisik berat gangguan mobilitas atau gangguan sensorik,

terutama gangguan pendengaran (Brocklehurst-Allen1987)

Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.Banyak di antara

lansia yang hidup sendiri tidak mengalami kesepian karena aktivitas sosial yang

masih tinggi, tetapi dilain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di

lingkungan yang beranggotakan cukup banyak tokoh mengalami kesepian.

Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti

karena bisa bertindak menghibur memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan

peran sosial penderita di samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di

rumah bila memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.


47

BAB V

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kesepian dapat


terjadi pada semua tingkatan umur tetapi pada lansia akan rentan terjadinya
kesepian karena faktor-faktor yang menyebabkan kesepian akan sering dialami
oleh lansia tetapi hal tersebut juga di pengaruhi oleh pandangan hidup lansia itu
sendiri.

3.2 Saran

Untuk membuktikan bahwa adanya kesepian pada lansia dan faktor-faktor yang
menyebabkannya perlu di buktikan secara penelitian yang berkelanjutan agar hal
tersebut menjadi acuan ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan.
48

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta : EGC.

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise,

Missouri : Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St.

Louise, Missouri : Mosby, Inc.

NANDA.Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-

2006.Philadelphia : NANDA International.

Hartono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wahyudi, Nugroho. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC.

Keliat BA. 2005. Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai