Anda di halaman 1dari 69

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan pertambahan usia, lansia akan mengalami proses

degenerative baik dari segi fisik maupun segi mental. Menurunnya derajat

kesehatan dan kemampuan fisik akan mengakibatkan orang lanjut usia secara

perlahan menarik diri dari hubungan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dapat

menyebabkan interaksi sosial menurun (Hardywinoto & Setiabudi, 1999

dalam Fitria 2011).Padahal, partisipasi sosial dan hubungan interpersonal

merupakan bagian yang cukup penting untuk kesehatan fisik, mental, dan

emosional bagi lansia.Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan sosial

mempunyai efek yang positif pada kesejahteraan emosional lansia dan

kesehatan fisik serta diprediksi dapat menurunkan resiko kematian.Lansia

sering kehilangan kesempatan partisipasi dan hubungan sosial.

Interaksi sosial cenderung menurun disebabkan oleh kerusakan

kognitif, kematian teman, fasilitas hidup atau home care(Estelle, Kirsch, &

Pollack, 2006). Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik, saling

mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan, serta tidak bisa terlepas dari satu

hubungan yang terjadi antar individu, sosial, dan masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari (Maryati dan Suryawati, 2006). Pendapat lain

dikemukakan oleh Gillin dan Gillin (1951) dalam Maryati dan Suryawati

(2006) yang menyatakan bahwa interaksi sosial mungkin terjadi jika

memenuhi dua persyaratan, yaitu adanya komunikasi serta kontak sosial yang

berlangsung dalam tiga bentuk diantaranya adalah hubungan antar individu,

individu dengan kelompok dan antar kelompok.


2

Kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain akan dimiliki oleh

individu sampai akhir hayat. Namun, sebagian dari individu masih merasa

kesepian ketika tidak memiliki lawan interaksi untuk berbagi masalah

(Annida, 2010). Kesepian merupakan masalah psikologis yang paling banyak

terjadi pada lansia, merasa terasing (terisolasi), tersisihkan, terpencil dari

orang lain karena merasa berbeda dengan orang lain (Probosuseno, 2007).

Perasaan ini bisa menimbulkan kesedihan yang mendalam sehingga bisa

menekan kesehatan fisik dan mental pada lansia (Copel, 1998 dalam Juniarti,

2008).

Kesepian merupakan suatu perubahan yang secara tidak langsung

dialami oleh setiap orang (Treacyet al, 2004).Pada beberapa individu,

kesepian merupakan bentuk yang persistent dalam hidup mereka (Ernst,

1998). Johson et al (1993)menyatakan bahwasebanyak 62% lansia di

Amerika merasakan kesepian. Selain itu Ryan and Patterson menemukan

bahwa kesepian menduduki ranking ke-2 terbanyak sebagai masalah yang

terjadi pada lansia di Amerika (Treacy et al, 2004). Sebuah laporan yang

dipublikasikan oleh British Gas menemukan bahwa 90 % dari populasi,

termasuk di dalamnya 82 % dari pensiunan yang berumur di atas 55 tahun

menyatakan bahwa kesepian adalah masalah yang berhubungan dengan

bertambahnya usia, 32 % dari lansia yang diwawancarai menyatakan bahwa

kesepian itu adalah masalah personal mereka. Beberapa penelitian pada orang

Eropa menyatakan bahwa 2/3 dari lansia tidak merasakan kesepian, 1/5

kadang-kadang merasakan kesepian, serta 1/10 mengatakan sering merasa

kesepian. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada 10 orang lansia di


3

Inggris, 1 orang diantaranya menyatakan bahwa kesepian adalah masalah

bagi dirinya (Forbes, 1996).

Penelitian dari National Council Ageing and Older Peopleyang

bekerja sama dengan School of Nursing and Midwifery, University Collage

Dublin menyatakan bahwa di Irlandia terdapat 435.000 orang yang berusia 65

tahun atau 11.2% dari seluruh populasi mengalami peningkatan untuk hidup

sendiri atau dengan pasangan hidupnya. Sebuah badan internasional dan

penelitian di Irlandia menyebutkan bahwa kesepian dan isolasi social

merupakan bagian dalam pengalaman hidup lansia.Penelitian ini juga

mengeksplorasi prevalensi kesepian dan isolasi sosial yang terjadi antara

orangIrlandia.

Penelitian internasional memiliki prevalensi yang berbeda-beda

tentang kesepian.Insiden kesepian tertinggi terjadi pada orang-orang

Amerika. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan insiden kesepian

yang ada di Cina yaitu 3,5 % dari sampel lansia yang melaporkan bahwa

mereka mengalami kesepian tingkat tinggi (Wang dalam Treacyet al, 2004).

Victor (2002) melaporkan bahwa 7% lansia yang mengalami kesepian dengan

tingkat yang parah.Walaupun jumlah lansia yang melaporkan kesepian

relative kecil, tetapi memiliki kemungkinan bahwa prevalensi lansia yang

mengalami kesepian tidak akan turun setelah usia 60 tahun (Treacyet al,

2004).Untuk mengatasi masalah yang terjadi pada lansia maka pemerintah

membentuk suatu wadah yang dinamakan panti werdha atau lebih dikenal

dengan nama panti jompo. Pada awalnya panti jompo diperuntukan bagi

lansia yang terlantar atau dalam keadaan ekonomi keluarga yang serba
4

kekurangan. Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan akanperawatan

bagi lansia maka kini berkembang panti-panti berbasis swasta yang umumnya

untuk lansia dengan keadaan ekonomi berkecukupan (Kadir dan Mariani,

2007).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis pada 4 orang lansia

didapatkan bahwa keempat lansia merasa kesepian karena jauh dari keluarga

dan merasa tidak disayangi oleh keluarganya karena mengantarkan dirinya ke

panti jompo. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk

melakukan asuhan keparwatan lansia dengan kesepian di PSTW Khusnul

Khotimah Pekanbaru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas,dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana Kesepian Yang Dialami Oleh

Lansia”.

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Makalah ini dibuat untuk bertujuan memenuhi salah satu tugas

individu pada praktik klinik profesi ners keperawatan gerontik dengan

judul : “Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Kesepian”.

2. Tujuan Khusus

a. Apakah yang dimaksud dengan lanjut usia ?

b. Bagaimana ciri-ciri lanjut usia ?


5

c. Seperti apa perubahan pada lanjut usia ?

d. Apakah itu kesepian ?

e. Apa sajakah tipe-tipe kesepian ?

f. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian ?


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Definisi Lanjut Usia

Menurut Santrock (2002), ada dua pandangan tentang definisi orang

lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang

Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau

lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini

akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan

pandangan orang Indonesia, pada umunya dipakai sebagai usia maksimal

kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.

Menurut Azizah (2011) lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh

kembang, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, akan tetapi

berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini

normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan

terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap

perkembangan kronologis tertentu.

Laslett (dalam Suardiman, 2011) menyatakan bahwa menjadi tua

merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang dialami

manusia pada semua tingkatan umur dan waktu.

Proses menjadi tua menggambarkan betapa proses tersebut dapat

diinteferensi sehingga dapat mencapai hasil yang sangat optimal. Secara

umum orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan

dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar

melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia


7

lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua,

kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada (Hurlock, 1996).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia

menjadi empat yaitu : Usia Pertengahan (middle age) 45-59 tahun, Lanjut

usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat

tua (very old) diatas 90 tahun. Demikian juga batasan lanjut usia yang

tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian

bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan

bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian

dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang

berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam

menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam

penduduk lanjut usia. Dalam penelitian ini digunakan batasan umur 60

tahun dan maksimal 75 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia. Bila

ditinjau menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) usia diatas termasuk

kedalam usia lanjut usia (elderly) 60-74 tahun.

2.1.2 Ciri-Ciri Lanjut Usia

Menurut Reimer et al (dalam Azizah, 2011) karakteristik sosial

masyarakat yang menganggap bahwa orang lebih tua jika menunjukkan ciri

fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi. Dalam peran

masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa, seperti

pria yang tidak lagi terkait dalam kegiatan ekonomi produktif, dan untuk

wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria simbolik

seseorang dianggap tua ketika cucu pertamanya lahir. Dalam masyarakat


8

kepulauan pasifik, seseorang dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala

dari garis keturunan keluarganya.

Menurut Kuntjoro (dalam Azizah, 2011) ada enam tipe kepribadian

pada lanjut usia sebagai berikut:

1. Tipe kepribadian konstruktif

Individu ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya,

toleransi tinggi dan fleksibel. Tipe kepribadian ini hanya mengalami

sedikit gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

2. Tipe kepribadian mandiri

Ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi

jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat

memberikan otonomi.

3. Tipe kepribadian tergantung

Tipe ini biasanya dipengaruhi dengan kehidupan keluarga,

apabila kehidupan keluarga selalu harmonis, maka pada masa lansia

tidak bergejolak. Tipe ini pada saat mengalami pensiun biasanya tidak

mempunyai inisiatif, pasif tetapi masih tahu diri dan dapat diterima

masyarakat.

4. Tipe kepribadian bermusuhan

Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa

tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak

diperhitungkan sehingga menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh dan

curiga.
9

5. Tipe kepribadian defensif

Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol,

bersifat kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak

menyenangi masa pensiun.

6. Tipe kepribadian kritik diri

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena

perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat

susah dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan

merasa korban dari keadaan.

2.1.3 Perubahan Pada Lanjut Usia

Hurlock (2002) menguraikan perubahan-perubahan dalam periode

lanjut usia ke dalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Perubahan fisik, meliputi perubahan penampilan, perubahan bagian

tubuh, perubahan fungsi fisiologis, perubahan panca indera dan

perubahan seksual.

a. Perubahan penampilan

Menurut Hurlock (2002) perubahan-perubahan penampilan

yang umum terjadi dalam periode lanjut uisa meliputi:

1) Perubahan pada daerah kepala

Hidung menjulur lemas, bentuk mulut berubah akibat

hilangnya gigi atau karena terus menggunakan gigi palsu, mata

kelihatan pudar, dan tak bercahaya dan sering mengeluarkan

cairan, dagu berlipat 2 atau 3, pipi berkerut, longgar dan

bergelombang, kulit berkerut dan kering, berbintik hitam,


10

banyak tahi lalat dan ditumbuhi kutil, rambut menipis, berubah

menjadi putih atau abu-abu dan kaku, tumbuh rambut halus

dalam hidung, telinga dan pada alis.

2) Perubahan pada daerah tubuh

Bahu membungkuk dan tampak mengecil, perut

membesar dan membuncit, pinggul tampak melebar daripada

sebelumnya dan mengendur, garis pinggang melebar,

menjadikan badan tampak seperti terhisap, payudara bagi wanita

menjadi kendor dan melorot.

3) Perubahan pada daerah persendian

Pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat,

sedangkan ujung tangan tampak mengerut, kaki menjadi kendor

dan pembuluh darah balik menonjol, terutama yang ada di

sekitar pergelangan kaki, tangan menjadi kurus kering dan

pembuluh vena di sepanjang bagian belakang tangan menonjol,

kaki membesar karena otot-otot mengendor, timbul benjolan-

benjolan, ibu jari membengkak, dan bisa meradang serta timbul

kelosis, kuku dan tangan dari kaki menebal, mengeras dan

mengapur.

b. Perubahan fungsi fisiologis

Berbagai perubahan yang sudah dijelaskan terjadi pada fungsi

organ. Pengaturan temperatur badan dipengaruhi oleh memburuknya

sistem pengaturan organ-organ. Orang yang sudah tua tidak akan

tahan terhadap temperatur yang sangat panas atau yang sangat


11

dingin, hal ini disebabkan oleh menurunnnya fungsi pembuluh darah

pada kulit berkurangnya tingkat metabolisme dan menurunnya

kekuatan otot-otot juga mengakibatkan pengaturan suhu badan

menjadi sulit.

c. Perubahan panca indera

Pada usia lanjut fungsi seluruh organ penginderaan kurang

mempunyai sensitivitas dan efisiensi kerja dibanding yang dimiliki

oleh orang yang lebih muda.

d. Perubahan seksual

Masa berhentinya reproduksi keturunan (klimaterik) pada

pria datang lebih lama dibanding masa menopause pada wanita, dan

memerlukan masa yang lebih lama. Pada umumnya ada penurunan

potensi seksual selama usia enam puluhan, kemudian berlanjut

sesuai dengan bertambahnya usia.

2. Perubahan kemampuan motorik

Hurlock (2002) menambahkan bahwa terjadi juga perubahan-

perubahan pada kemampuan motorik di usia lanjut, yaitu :

a) Kekuatan

Penurunan kekuatan yang paling nyata dirasakan lanjut usia adalah

pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang

menopang tegaknya tubuh. Seorang lanjut usia menjadi lebih cepat

letih dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memulihkan

diri dan rasa letih dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
12

b) Kecepatan

Penurunan kecepatan motorik pada lanjut usia diukur berdasarkan

waktu reaksi dan ketrampilan dalam gerakan-gerakan seperti

menulis dengan tangan, kecepatan motorik akan sangat menurun

setelah usia enam puluhan.

c) Kemampuan belajar ketrampilan baru

Bahkan pada waktu orang usia lanjut percaya bahwa belajar

ketrampilan baru akan menguntungkan pribadi mereka, mereka

lebih lambat dalam belajar dibanding orang yang lebih muda dan

hasil akhirnya cenderung kurang memuaskan.

d) Kekakuan

Lanjut usia cenderung menjadi canggung dan kagok, yang

menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan

jatuh dan melakukan sesuatu dengan tidak hati-hati, dan dikerjakan

secara tidak teratur. Kerusakan dalam ketrampilan motorik terjadi

dengan susunan terbalik, terhadap ketrampilan yang telah

dipelajaru, dimana ketrampilan yang lebih dulu dipelajari justru

lebih sulit dilupakan dan ketrampilan yang baru dipelajari lebih

cepat dilupakan.

3. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam

kehidupannya. Lansia semakin teratur dalam kehidupan agamanya. Hal

ini dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari. Satu hal pada

lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih muda yaitu
13

sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia

cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian

(Nugroho dalam Azizah, 2011).

4. Perubahan Psikososial

Menurut Azizah (2011) perubahan psikososial yang dialami

oleh lansia antara lain:

1) Pensiun

Pensiun sering dikatakan secara salah dengan kepasifan atau

pengasingan. Dalam kenyataanya pensiun adalah tahap kehidupan

yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang

menyebabkan stres psikososial (Azizah, 2011). Nilai seseorang

sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan

peran dalam pekerjaan. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan

membuat seseorang lansia pensiunan merasakan kekosongan, orang

tersebut secara tiba-tiba dapat merasakan begitu banyak waktu

luang yang ada di rumah disertai dengan sedikitnya hal-hal yang

dapat dijalani.

Menurut Budi Darmojo dan Martono (dalam Azizah, 2011)

bila seseorang pensiun, ia akan mengalami kehilangan-kehilangan

antara lain:

a) Kehilangan Financial (besar penghasilan semula)

Umumnya dimanapun pemasukan uang pada seseorang yang

pensiun akan menurun, kecuali pada orang sangat kaya dengan

tabungan yang melimpah.


14

b) Kehilangan Status

Terutama ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut

mempunyai jabatan dan posisi yang cukup tinggi, lengkap

dengan fasilitasnya.

c) Kehilangan Teman atau Kenalan

Mereka akan jarang sekali bertemu dan berkomunikasi dengan

teman sejawat yang sebelumnya tiap hari dijumpainya,

hubungan sosialnya pun akan hilang atau berkurang.

d) Kehilangan Kegiatan atau Pekerjaan

Kehilangan kegiatan atau pekerjaan yang teratur dilakukan

setiap hari, ini berarti bahwa rutinitas yang bertahun-tahun

telah dikerjakan akan hilang.

2) Perubahan Aspek Kepribadian

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia, maka ia

mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi

kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian,

perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku

lansia menjadi makin lambat.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia

mengalami perubahan kepribadian. Menurut Kuntjoro (dalam

Azizah, 2011), kepribadian lanjut usia dibedakan menjadi enam

tipe kepribadian yaitu tipe tergantung, konstruktif, mandiri,

bermusuhan, defensif, dan kritik diri.


15

3) Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran,

penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan

fungsional atau bahkan kecatatan pada lansia, misalnya badan

menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan

kabur dan sebagainya, sehingga menimbulkan keterasingan

(Azizah, 2011).

4) Perubahan Minat

Lanjut usia juga mengalami perubahan pada minat, yang

pertama adalah minat terhadap diri makin bertambah, kedua minat

terhadap penampilan semakin berkurang, ketiga yaitu minat

terhadap uang semakin meningkat dan terakhir kebutuhan terhadap

kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit

(Azizah, 2011).

Hurlock (dalam Azizah, 2011) mengatakan bahwa

perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi

minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi

pola hidupnya. Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan

penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia

adalah:

a) Minat sempit terhadap kejadian dilingkungan

b) Penarikan diri kedalam dunia fantasi

c) Selalu mengingat kembali masa lalu

d) Selalu khawatir karena pengangguran


16

e) Kurang ada motivasi

f) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang

baik.

g) Tempat tinggal yang tidak diinginkan

Ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain

adalah; minat yang kuat, ketidak tergantungan secara ekonomi,

kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati

kegiatan yang dilakukan saat ini memiliki kekhawatiran minimal

terhadap diri dan orang lain.

2.1.4 Perkembangan Lanjut Usia

Menurut Azizah (2011) pada dasarnya setiap individu

mengiginkan kehidupan dan umur yang panjang, akan tetapi bagi usia

lanjut yang diperlukan bukan hanya umur panjang, tetapi juga kondisi sehat

yang memungkinkan untuk melakukan kegiatan secara mandiri, tetapi juga

berguna dan memberikan manfaat bagi keluarga dan kehidupan sosial.

Kondisi demikian sering disebut sebagai harapan hidup untuk tetap aktif

didalam usia lanjut, sebaliknya orang tidak menghendaki umur panjang

apabila umur panjang itu dilalui dengan keadaan sakit. Menjadi tua dengan

berhasil merupakan tujuan dari perkembangan tahap akhir lansia, pada

dasarnya terdapat teori yang menerangkan hubungan antara umur manusia

dengan kegiatannya yang menjadi dasar keberhasilan usia lanjut.

Pendekatan lain yang juga membahas mengenai usia lanjut berhasil

yaitu oleh Erikson (dalam Suardiman, 2011) usia lanjut berhasil

didefinisikan sebagai kepuasaan dari dalam (innerr satisfaction) daripada


17

penyesuaian eksternal (eksternal adjustment), sedangkan tugas-tugas

perkembangan lansia adalah memantapkan cita integritas, satu cita hidup

tentang kebermaknaan dan kepuasaan.

Keberhasilan pada masa lanjut usia mungkin akan bermakna berbeda

untuk orang yang berbeda aktivitas tidak hanya penting untuk dirinya

sendiri, akan tetapi untuk menyambung bahwa ia merupakan representasi

sebuah kontinuitas dari sebuah gaya hidup seseorang. Untuk orang lanjut

usia yang selalu aktif dan diliputi peran peran sosial, mungkin hal ini akan

penting untuk melanjutkan atau meneruskan tingkat aktivitas yang tinggi.

Selain itu, seseorang yang memiliki aktivitas sedikit pada masa lalunya,

mungkin akan lebih bahagia pada “kursi goyang” dan menjadi penghuni

Panti Werdha. Pemikiran ini mendapat dukungan dari sebuah penelitian

yang menunjukkan bahwa banyak orang-orang yang pensiun mengikuti

pekerjaan atau aktifitas luang sama dengan hal yang mereka nikmati pada

saat-saat sebelumnya (Suardiman, 2011).

Menurut Erikson Suardiman (2011) ketika proses menua membawa

serangkaian perubahan fisik atau kognitif mungkin akan sulit memelihara

kontinuitas pada lingkungan eksternal. Orang lanjut usia akan menjadi

tergantung pada orang yang memberikan mereka kasih sayang, dan bingung

harus membuat rencana hidup yang baru. Adaptasi yang berhasil tergantung

pada dukungan dari keluarga, teman ataupun institusi sosial. Pemikiran ini

sejalan dengan banyak pusat perhatian yang berkembang pada berbagai

negara yang berusaha untuk menjaga orang lanjut usia keluar dari intitusi

dan berada dalam komunitas serta menolong mereka hidup semandiri


18

mungkin.

Peningkatan kuantitas lanjut usia belum tentu diikuti dengan

meningkatnya kualitas hidup. Di Indonesia, kualitas lansia masih dianggap

rendah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator antara lain banyaknya

lansia yang memiliki ketergantungan yang kuat terhadap anak atau keluarga

yang lain, selain kurang produktif. Dari segi pendidikan kebanyakan lansia

berpendidikan rendah. Rendahnya tingkat pendidikan ini berkorelasi positif

dan signifikan terhadap buruknya kondisi sosial, ekonomi, derajat kesehatan

dan kemandirian .

Bahaya psikologis pada lansia dianggap memiliki dampak lebih

besar dibandingkan dengan usia muda, akibatnya penyesuaian pribadi dan

sosial pada lansia jauh lebih sulit. Dengan demikian dibutuhkan kondisi

hidup yang menunjang agar lansia dapat menjalani masa lansia dengan baik

dan memuaskan, kondisi hidup yang menunjang juga dibutuhkan agar lansia

tidak tertekan karena memasuki masa lansia. Kondisi hidup ini antara lain

adalah sosial ekonomi, kesehatan, kemandirian, kesehatan mental.

Lansia sering beresiko kesepian karena dari gangguan serta

hubungan sosial mereka dari waktu ke waktu. Misalnya, anak-anak mungkin

pindah ke kota lain atau negara, dan cucu menjadi lebih mandiri. Pensiun

mengurangi hubungan sosial yang terkait untuk bekerja. Kecacatan atau

penyakit dapat mencegah mereka dari berpartisipasi dalam kegiatan yang

biasa mereka lakukan dengan orang lain, atau mungkin berarti hilangnya

kebebasan yang mengharuskan bergerak menjauh dari orang-orang asing

dan masyarakat. Kemudian juga bisa saja teman-teman dan pasangan yang
19

ada disekeliling lansia menjadi sakit atau mati. Inilah dilema yang terjadi,

dihadapkannya seseorang pada suatu pilihan yang sulit, dimana keluarga

mengalami situasi yang tidak memungkinkan untuk merawat sendiri, ayah

dan ibu yang telah senja karena alasan pekerjaan dan kesibukan lainnya,

membuat keluarga tidak memiliki waktu untuk lebih banyak bersama kedua

orang tua.

2.2 Kesepian

2.2.1 Definisi Kesepian

Menurut Sears, et al. (2006) kehidupan seseorang diwarnai dengan

dengan transisi sosial yang mengganggu hubungan pribadi dan

menyebabkan timbulnya kesepian. Kesepian dapat terjadi pada siapa pun

baik remaja maupun orang dewasa. Menurut Masi et al (2010) kesepian

menunjuk pada kegelisahan subjektif yang kita rasakan pada saat hubungan

sosial kita kehilangan ciri-ciri pentingnya. Hal ini bisa bersifat

menyenangkan atau tidak menyenangkan, kesepian mencerminkan isolasi

sosial yang dirasakan atau terbuang. Dengan demikian, kesepian yang lebih

erat terkait dengan kualitas dari jumlah hubungan.

Weiss (dalam Pettigrew dan Michele, 2008) mendefinisikan

kesepian sebagai kurangnya keintiman suatu hubungan manusia yang

dialami oleh individu sebagai tindakan yang tidak menyenangkan. Berbeda

dengan pendapat Peplau & Perlman (dalam Tiikkainen dan Heikkinen,

2010) yang memandang kesepian adalah, perasaan yang tidak

menyenangkan dengan merangsang kecemasan subjektif, sehingga


20

pengalaman yang dirasakan adalah hasil dari hubungan sosial yang tidak

memadai.

Kesepian adalah masalah meresap di kalangan orang tua dengan kuat

pada hubungan yang ada pada dukungan sosial, baik secara mental dan

kesehatan fisik disertai dengan kognisi. Ketika memeriksa kesepian pada

lansia, penting untuk mempertimbangkan sebagai pengalaman subyektif

yang berbeda dari isolasi sosial dan dukungan sosial (Rebecca et al. 2011).

Untuk lansia, banyak hubungan sosial akan menurun dalam suatu

ukuran karena mereka sendiri biasanya mempunyai berbagai macam

kendala. Namun, tidak semua individu yang terisolasi secara sosial atau

yang memiliki sedikit dukungan sosial akan rasa kesepian. Secara

signifikan, menurut perspektif kognitif, ketidaksesuaian antara hubungan

sosial yang aktual dan yang diinginkan tidak cukup untuk merasakan

kesepian yang terjadi, akan tetapi hal itu sendiri dimodulasi oleh proses

kognitif seperti kausal atribusi, perbandingan sosial dan dirasakan adanya

kontrol. Apapun itu, jelas bahwa ada yang kuat saat hubungan antara

jaringan dukungan sosial dan kesepian (Rebecca et al. 2011).

Kesepian telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan mental yang

utama mempengaruhi lansia (Pettigrew & Michele, 2008), dan dengan

demikian harus menjadi fokus penelitian dalam upaya untuk meningkatkan

kualitas orang tua tentang kehidupan. Sejumlah penelitian telah

menunjukkan hubungan erat antara kesepian dan depresi pada usia yang

lebih tua, terutama di kalangan perempuan. Namun, kemungkinan hubungan

dua arah karena ada beberapa bukti bahwa depresi dapat menyebabkan
21

kesepian, disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mempertahankan

hubungan sosial (Pettigrew & Michele, 2008).

Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa kesepian adalah kegelisahan subjektif yang kita rasakan, kurangnya

keintiman hubungan yang dimiliki individu dan persaan yang tidak

menyenangkan dengan merangsang kecemasan subjektif yang dirasakan

kurang memadai dalam kebutuhan bersosialisasi. Stereotip di masyarakat

sering kali menganggap bahwa seseorang yang tidak mempunyai teman,

selalu sendirian dan jarang bergaul, adalah individu yang sedang mengalami

kesepian, namun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Seseorang

dapat saja mengalami kesepian meskipun selalu terlihat dikelilingi oleh

banyak individu dan memiliki pergaulan yang luas. Kesepian lebih

menunjuk pada kualitas hubungan antar pribadi seseorang dari pada

kuantitasnya.

2.2.2 Tipe Kesepian

Sears et al. (2009) membedakan dua tipe kesepian, berdasarkan

hilangnya ketetapan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang yaitu:

1) Kesepian emosional

Timbul dari ketiadaan figure kasih sayang yang intim, seperti yang

biasa diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau yang biasa

diberikan tunangan atau teman akrab kepada seseorang.

2) Kesepian sosial

Terjadi bila orang kehilangan rasa terintegrasi secara sosial atau

teritegrasi dalam suatu komunikasi, yang bisa diberikan oleh


22

sekumpulan teman atau rekan kerja.

Cheryl & Parello (2008) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian

yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda, yaitu:

1. Isolasi Emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian

yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang

intim,; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh

pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini.

2. Isolasi Sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang

muncul ketika seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi

dalam dirinya; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas

yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang

terorganisir, peran-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat

membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas.

Bentuk kesepian dapat terjadi ketika seseorang mengalami salah satu

kesepian tanpa mengalami yang lain. Kesepian berkaitan dengan usia.

Stereotipe yang popular menggambarkan usia tua sebagai masa kesepian

besar.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kesepian

Menurut Middlebrook (dalam Turnip, 1997) faktor yang mempengaruhi

kesepian adalah sebagai berikut :

1. Faktor Psikologis

1) Kesepian Eksistensial

Keterbatasan manusia yang terpisah dari orang lain sehingga

seseorang tersebut tidak mungkin berbagi perasaan dan


23

pengalaman dengan orang lain dan seseorang tersebut harus

mengambil keputusan sendiri dan menghadapi ketidakpastian

2) Pengalaman Traumatis

Kehilangan seseorang yang sangat dekat secara tiba-tiba bisa

menyebabkan orang merasa kesepian, tetapi akan lebih sanggup

mentolerir kesepian bila sering mengalaminya atau orang itu

sendiri yang mulai menjauh dari orang yang dekat padanya.

3) Kurang dukungan dari lingkungan

Seseorang bisa mengalami kesepian bila merasa tidak sesuai

dengan lingkungannya, sehingga orang tersebut menganggap

dirinya diabaikan dan ditolak oleh lingkungan.

4) Krisis dalam diri dan kegagalan

Seseorang bisa kehilangan semangat dan menghindar dari

lingkungannya bila merasa harga dirinya terganggu karena

harapannya tidak terpenuhi, hal ini dapat menyebabkan timbulnya

gejala kesepian pada orang itu.

5) Kurangnya percaya diri

Kesepian dapat terjadi bila seseorang kurang dapat

mengungkapkan diri sepenuhnya dan hanya mampu berhubungan

secara formil saja.Kalaupun bisa berhubungan social dengan cukup

baik, tetap saja merasa kurang dilibatkan.

6) Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan

Orang-orang yang temperamen tertentu seperti pemalu dan yang

tidak mampu berhubungan social akan nenarik diri dari lingkungan


24

7) Ketakutan menanggung resiko social

Seseorang merasa takut untuk terlalu dekat dengan orang lain,

karena khawatir akan ditolak. Kedekatan social dilihat sebagai

sesuatu yang berbahaya dan penuh resiko

2. Faktor Situasional

1) Takut dikenal orang lain

Seseorang yang takut dikenal secara mendalam oleh orang lain

akan cenderung menghilangkan kesempatan untuk berhubungan

dekat dengan orang lain, sehingga orang tersebut tidak punya

teman berbagi rasa.

2) Nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sosial

Nilai-nilai yang dianut seperti privasi dan kesuksesan dapat

menyebabkan seseorang merasa kesepian karena ia merasa terikat

oleh nilai tersebut.

3) Kehidupan di luar rumah

Rutinitas diluar rumah seperti sekolah, kuliah dan kerja

menyebabkan kurangnya kehangatan hubungan seseorang dengan

orang-orang tertentu.

4) Kehidupan di dalam rumah

Rutinitas dirumah seperti adanya jam makan, tidur, mandi akan

menyebabkan kejenuhan pada pelakunya.

5) Perubahan pola-pola dalam keluarga

Kehadiran orang lain dalam sebuah keluarga akan menyebabkan

terganggunya hubungan antar anggota keluarga.


25

6) Pindah tempat

Seringnya pindah dari satu tempat ke tempat lain akan

menyebabkan seseorang yang tidak dapat menjalin hubungan yang

akrab dengan lingkungan baru, sehingga akan menimbulkan

kesepian.

7) Terlalu besarnya suatu organisasi

Bila populasi dalam sebuah organisasai terlalu besar, akan sulit

bagi seseorang untuk mengenal satu sama lain secara lebih dekat.

8) Desain arsitektur bangunan

Bentuk bangunan yang canggih juga berpengaruh terhadap

interaksi sosial.Hal ini mengingat bangunanbangunan dapat

menyebabkan masyarakat menjadi individualistis dimana interaksi

sosial menjadi terbatas.

Menurut Hanum (2008), ditinjau dari sudut sosiologis penyebab

kesepian pada lanjut usia antara lain karena beberapa hal sebagai berikut :

a. Teralienasi (Terasing)

Perasaan dapat disebabkan oleh adanya perasaan terasing dalam

kehidupan sosial sehingga merasa dirinya sendiri di dunia. Penderitaan

akan kesepian ini semakin menyiksa karena merasa tidak mempunyai

kawan untuk berbagi rasa dan terisolasi dari kehidupan bermasyarakat.

b. Anomie

Suatu situasi ketika terjadi suatu keadaan tanpa aturan, yaitu collective

conciousness (kesadaran kolektif) tidak berfungsi.Kondisi seperti itu

terjadi dalam suasana krisis, dimana kebutuhan-kebutuhan tidak


26

terpenuhi dan bertemu dengan keadaan tidak berfungsinya aturan-

aturan masyarakat pada akhirnya orang merasa kehilangan arah di

dalam kehidupan sosialnya. Lanjut usia yang mengalami kesepian dan

depresi dapat disebabkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri

(maladjustment) dengan kondisi lingkungannya. Mereka merasa

kecewa dan frustasi dengan keadaan yang ada sehingga mendorong

untuk menarik diri dari partisipasi di masyarakat.

c. Perubahan pada pola kekerabatan

Nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga semakin lemah. Mengarah

pada bentuk keluarga inti, lanjut usia tidak jarang terpisah jauh dari

anak cucu akibat proses urbanisasi. Lanjut usia ditinggalkan oleh

anggota keluarga dan kurang diperhatikan, dan banyak diantara mereka

hidup sendiri dan kesepian. Keterpisahan lanjut usia dari anggota

keluarga menyebabkan mereka tidak intensif mendapat perhatian dan

kesejahteraan. Oleh karena itu, perasaan sepi dan tertekan kerap

mewarnai para lanjut usia yang ditinggalkan orang-orang yang

dicintainya.

2.2.5 Dampak dari Kesepian

Adapun dampak dari kesepian menurut Robinson (1994) yaitu :

1. Mengalami rendah diri, bergantung pada teman untuk membangun

harga dirinya.

2. Menyalahkan diri sendiri.

3. Tidak ingin berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial.


27

4. Mempunyai kesulitan untuk memperlihatkan diri dalam berkelakuan

dan takut untuk berkata ya atau tidak untuk hal yang tidak sesuai.

5. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi baru.

6. Mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri.

7. Merasakan keterasingan, kesendirian dan perasaan tidak bahagia

terhadap lingkungan sekitar.

2.2.6 Penatalaksanaan

1. Non farmakologi

Intervensi pada klien kesepian biasanya dilakukan dengan

meningkatkan keterampilan social, meningkatkan dukungan social,

meningkatkan kesempatan pada kontak social, dan menantang kognisi

social yang sifatnya maladaptive (Masi, Chen, Hawkley, & Caciopo,

2011).

Intervensi untuk meningkatkan dukungan social menekankan

keterampilan komunikasi, bicara melalui telepon, memberikan dan

menerima pujian, menghadapi situasi terdiam (moment of silence),

meningkatkan penampilan fisik, metode komunikasi non-verbal dan

pendekatan pada kedekatan fisik. Intervensi semacam ini ditemukan

mampu mengurangi kesepian, self-consciousness, dan juga rasa malu.

Intervensi dengan meningkatkan dukungan sosial pada individu yang

sedang berduka, atau juga pada lansia yang tali sosialnya berkurang

karena relokasi ditemukan mengurangi kesepian. Intervensi

menggunakan CBT dalam menantang kognisi sosial juga terbukti

efektif mengurangi kesepian. Caranya adalaha dengan mengajarkan


28

individu mengidentifikasi pemikiran negative dan menyadari bahwa hal

tersebut sebagai hipotesa, bukan fakta.

A. Terapi Musik Kelompok

1. Terapi musik kelompok

Terapi musik memiliki sedikit perbedaan dengan terapi

musik kelompok, namun efek dan manfaatnya tetap sama

(Mohammadi et al., 2009). Terapi musik kelompok adalah

salah satu kombinasi baru yang merupakan hasil adaptasi

penggabungan antara terapi musik secara aktif maupun secara

pasif (Chen et al., 2009).

Terapi musik kelompok dapat dilakukan dengan berbagai

cara. Menurut Mohammadi et al., (2009) terdapat 5 tahapan

terapi musik yang dapat dilakukan, yaitu: 1) memainkan alat

musik, 2) bernyanyi, 3) menari, 4) mendengarkan lagu atau

musik, 5) Live music (mengekspresikan diri lewat musik).

Bentuk pengekspresian diri ini bisa berupa puisi, kemarahan,

teriakan, kekesalan, dan nyanyian. Berbeda dari Mohammadi

et al., (2009), Chen et al., (2009) membagi terapi musik

kelompok menjadi 8 fase/tahapan, yaitu:

1) Tahap awal

Tahap awal fase merupakan tahap perkenalan dimana

fasilitator atau peneliti dan peserta memperkenalkan diri

masing-masing. Perkenalan ini meliputi nama, latar

belakang singkat untuk para peserta dan peneliti. Setelah


29

perkenalan yang singkat perlu ada sedikit penjelasan

tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti (Chen

et al., 2009). Tahap perkenalan ini diharapkan dapat

menambah keakraban dan kepercayaan antara peserta dan

peneliti/fasilitator.

2) Pemanasan

Fase pemanasan merupakan fase pelenturan otot-otot

terutama otot tangan dan persendian, yang dapat dilakukan

dalam fase ini adalah kegiatan pijat memijat ataupun

senam ringan. Pemijatan dapat dilakukan secara mandiri,

bergantian ataupun saling memijat antar peserta lansia

(Pacchetti et al., 2001). Fase pemanasan ini dapat diiringi

dengan menggunakan alunan musik dan dapat juga

diselingi dengan game/permainan, sehingga membuat

suasana lebih santai.

3) Menari

Fase menari dapat dilakukan dengan bantuan alunan

musik. Para peserta menari mulai dari ritme lambat sampai

cepat mengikuti irama musik yang diberikan dan

ditentukan oleh peneliti (Mohammadi et al., 2009). Menari

membuat lansia dan para peserta menjadi santai dan secara

tidak lansung dapat menggerakkan seluruh anggota badan

untuk menjaga kebugaran tubuh. Pada fase ini peneliti

juga dapat meramu dengan sedikit sentuhan dengan


30

mengkombinasikan tarian dengan permainan ringan,

sehingga lansia dituntut untuk aktif (Chen et al., 2009).

4) Kelompok bermain dengan menggunakan instrumen

Fase ini lansia diajak untuk bermain instrumen atau

bermain menggunakan alat musik. Para peserta diajarkan

bagaimana menggunakan atau memainkan alat musik yang

telah disediakan oleh peneliti (Hayashi et al., 2002). Para

peserta bisa dibuat menjadi kelompok-kelompok kecil

untuk memudahkan dalam pengajaran instrumen musik.

Setiap kelompok dapat didampingi oleh satu atau lebih

asisten peneliti (Mohammadi et al., 2009).

5) Kelompok musik bermain

Kelompok musik bermain diikuti oleh para peserta

tanpa instrumen alat musik, namun dalam melakukan fase

ini bisa diiringi dengan menggunakan alunan musik.

Peserta secara berkelompok melakukan permainan yang

telah diinstruksikan oleh peneliti, misalnya saja bermain

bola, meniup gelembung sabun, berpuisi, bermain peran

atau bercerita (Mohammadi et al., 2009).

6) Mendengarkan alunan musik santai

Para peserta lansia mendengarkan alunan musik santai

dan dapat juga bernyanyi bersama ataupun bermain alat

musik bersama (Chen et al., 2009).


31

7) Mendengarkan dan menyaksikan sebuah penampilan

musik oleh pemain tamu.

Fase ini merupakan fase dimana para peserta

dipersilakan untuk mendengarkan dan melihat penampilan

permainan musik oleh kelompok musik tamu yang telah

disediakan untuk menghibur (Chen et al., 2009).

8) Menyimpulkan fase.

Di akhir sesi peneliti mengungkapkan penghargaannya

kepada peserta dan memberikan selamat serta berjabat

tangan pada peserta. Peneliti juga menanyakan perasaan

peserta, menanyakan lagu-lagu atau musik-musik yang

disukai peserta untuk dijadikan bahan pada pertemuan

selanjutnya (Chen et al., 2009). Diharapkan lagu/musik

yang dipilih merupakan lagu atau musik pilihan peserta

B. Terapi Aktivitas Kelompok

1. Pengertian

Terapi aktivitas keompok adalah salah satu terapi modaitas

yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang

mempunyai masaah keperawatan yang sama dimana focus tiap

pertemuan adalah mengupayakan kesadaran dan mengerti diri

sendiri memperbaiki hubungan interpersonal, dan merubah

perilaku. Terapi ini bertujuan untuk mengubah perilaku klien

yang maladaptif menjadi adaptif. Klien akan mempelajari

bagaimana membuat perasaan yang sesuai dan menggali


32

caracara untuk meningkatkan pertumbuhan dan perubahan

pribadi. TAK merupakan bagian asuhan keperawatan guna

menyelesaikan masalah klien. Dengan TAK, klien

mendapatkan bantuan penyelesaian masalah melalui

kelompoknya.

2. Jenis-jenis TAK

Berdasarkan Wahyu dan Karlina dalam Saragih ada 5 jenis

terapi aktivitas kelompok pada keperawatan jiwa yang paling

banyak ditemukan, yaitu:

a. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (untuk klien dengan

menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu

berinteraksi dalam keompok kecil dan sehat secara fisik).

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi

sejumlah kien dengan masalah hubungan sosial.Klien

dibantu melakukan sosialisasi dengan individu yang ada

disekitarnya.Tujuan umum TAKS yaitu untuk

meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara

bertahap.

Menurut Keliat kegiatan TAKS dilakukan tujuh sesi

yang melatih kemampuan sosialisasi klien. Klien yang

mempunyai indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan

hubungan sosial berikut :


33

1. Klien menarik diri yang telah memulai melakukan

interaksi interpersonal.

2. Klien dengan kerusakan komunikasi verbal yang telah

berespon sesuai stimulasi.

Menurut Keliat tujuan khusus TAKS pada setiap

sesi, adalah:

1. Klien mampu memperkenalkan diri.

2. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok.

3. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota

kelompok.

4. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan

topic percakapan.

5. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan

masalah pribadi pada orang lain.

6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan

sosialisasi kelompok.

7. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang

manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan.

Menurut Stuart dan Larsia dalam keliat jumlah

anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil

yang anggotanya berkisar antara 7-10 orang dan menurut

Rawlins, Williams dan Beck dalam Keliat adalah 5-10

orang. Sedangkan waktu optimal untuk satu sesi adalah

20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-


34

120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi.Biasanya

dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian

tahap kerja dan finishing berupa terminasi.Banyaknya sesi

bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali

per minggu; atau dapat direncanakan sesuai dengan

kebutuhan.

b. Terapi aktivitas keompok stimulasi sensori (untuk klien

yang mengalami gangguan sensori)

c. Terapi aktivitas kelompok orientasi realita (untuk klien

halusinasi yang telah mengontrol halusinasinya klien

waham yang telah dapat berorientasi pada realita dan sehat

secara fisik)

d. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi (untuk klien

dengan halusinasi)

e. Terapi penyaluran energi, yaitu teknik menyalurkan energi

secara konstruktif dimana memungkinkan perkembangan

pola-pola penyaluran energy seperti katarsis, peluapan

marah dan rasa batin secara komstruktif tanpa

menimbulkan kerugian pada diri sendiri dan lingkungan.

C. Meditasi

Meditasi ternyata mampu menjadi penangkal yang ampuh

dalam mengatasi rasa kesepian ini.Sebuah penelitian di Carnegie

Mellon University menunjukkan bahwa meditasi dapat menekan

penderitaan akibat rasa kesepian seminimal mungkin. Penelitian


35

ini melibatkan 40 orang tua sehat berusia 55-85 tahun dan

menunjukkan hasil berupa adanya efektivitas terapi meditasi

dalam mengusir rasa sepi, bahkan setelah adanya pemeriksaan

darah dan indikator kesehatan yang lain, meditasi dapat

memperbaiki kualitas hidup kaum lanjut usia.

Para partisipan ini rata rata melakukan kegiatan meditasi

selama 30 menit tiap harinya dalam periode 8 minggu dengan rasa

rileks dan tenang.Dengan perasaan damai yang didapat dari

meditasi, resiko inflamasi atau radang, resiko utama pada

kematian dini yang diakibatkan karena kanker maupun sakit

jantung, dapat ditekankan. Salah satu ilmuwan dalam penelitian

ini, Steven Cole, bahkan menuturkan bahwa penelitian ini

menunjukkan indikasi bahwa ekspresi gen pada sistem imun

ternyata dapat diatur melalui intervensi psikologis, sebagaimana

dikutip oleh Dailymail.

Sebuah studi menjelaskan bahwa meditasi bisa membantu

mengurangi kesepian pada orang dewasa dan menambah

pemikiran positif bagi mereka. Orang-orang dewasa yang

mengikuti program pengosongan pemikiran selama delapan

minggu menunjukkan bahwa mereka mengalami tingkat kesepian

yang lebih rendah saat disurvey. Selain itu mereka juga

mengalami perubahan positif yang cukup signifikan.


36

Kesepian dan nyeri batin pada seseorang dapat

meningkatkan resiko seseorang mengalami alzheimer, penyakit

jantung dan resiko kematian dini lainnya.Sama halnya seperti otot

yang harus dilatih, begitupula dengan pikiran kita.

Saat seseorang memasuki usia tua, kesepian akan semakin

melanda karena tidak banyak interaksi yang mereka lakukan

dengan orang lain. Meditasi sangat dianjurkan oleh J. David

Creswell, seorang psikolog dari Pennsylvania dengan melakukan

meditasi sekitar 15-20 menit, bisa membantu anda menikmati

manfaat besar, seperti mengurangi nyeri batin atau kegalauan

yang melanda Anda.

Tidak perlu menghabiskan uang banyak bila Anda ingin

meditasi. Anda bisa melakukannya di ruangan dengan sirkulasi

udara cukup dan situasi tenang.Semakin tenang semakin baik.

Meditasi dapat dipelajari dari blog atau video tutorial

meditasi.Bila emerlukan musik, pasanglah musik yang

menenangkan jiwa. Bila tidak, bisa menikmati suasana hening

untuk menenangkan batin Anda yang gelisah karena kesepian.


37

BAB III
TINJAUAN KASUS

Format Pengkajian Keperawatan Gerontik

1. Data Biografi

Nama : Tn.M

TTL/Umur : Payakumbuh/…./1942

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Alamat : PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru

Suku : Minang

Agama : Islam

Status perkawinan : Kawin

Nama Wisma : Melati

2. Genogram:

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal Dunia
38

3. Riwayat Hidup :

Nama : Tn.M

Umur : 68 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Anak-anak : 5 orang

Hidup : 4 orang

Nama dan Alamat : Bangkinang

Meninggal : 1 orang Perempuan, anak nomor 3

Tahun Meninggal : Klien sudah Lupa

Penyebab Meninggal : Klien sudah Lupa

4. Riwayat Pekerjaan :

a. Status Pekerjaan saat ini

Saat ini Tn. M tidak bekerja lagi, Tn. M tinggal di PSTW sejak tahun

2005.

b. Pekerjaan sebelumnya

Dulunya Tn.M bekerja sebagai tukang bangunan, sumber pendapatan

dan bekerja sebagai tukang.

5. Riwayat Lingkungan Hidup :

a. Tipe Tempat Tinggal

Tn.M tinggal disalah satu wisma di PSTW Khusnul Khotimah

Pekanbaru, tipe rumah adalah permanen, lantai keramik, mempunyai

ruang tamu, dapur, kamar mandi dan teras, mempunyai pintu dan

jendela.
39

b. Jumlah Kamar

Wisma melati terdiri dari 4 kamar, mempunyai satu pintu dan jendela,

pencahayaan cukup baik, sirkulasi cukup baik, kamar Tn, M tampak

kotor, barang-barang berserakan diatas kasur, meja dan diatas lemari.

c. Penghuni Rumah

Wisma melati dihuni oleh 6 orang. Yaitu Tn.M, Tn.D, Tn.Y, Tn. B,

Tn.S dan Tn. K.

d. Derajad Privasi

Derajad privasi kurang karena penghuni wisma bebas keluar masuk

kamar penghuni lain.

e. Tetangga

Disebelah kanan nada wisma Anggrek yang dihuni oleh 6 orang

Di belakang ada wisma Melur yang dihuni oleh 5 orang

6. Riwayat Rekreasi :

a. Hobbi/ minat

Saat ini Tn. M hanya hobi menonton TV

b. Keikutsertaan Organisasi

Saat ini Tn. M jarang keluar dari kamar dan bersosialisasi dengan

orang lain, Tn. M mengatakan badan lagi tidak enak dan kaki terasa

sakit sehingga beliau lebih senang berada dikamar sambil menonton

TV.

c. Liburan

Tn. M tidak pernah liburan, Keluarga Tn. M biasanya dating saat

liburan saja.
40

7. Deskripsi selama 24 jam:

Jam 05. 00 wib klien bangun dan melaksanakan sholat subuh, jam 06.00

wib klien biasanya nonton TV, JAM 07,00 klien mengambil makanan

yang diantar oleh pramuwisma dan sarapan. Jam 12.30 wib klien sholat

dzuhur lalu makan siang, Jam 16.00 wib klien sholat ashar, Klien hanya

keluar jika di motivasi, jam 18.20 wib klien sholat magrib dikamar dan

makan malam. Jam 19.45 wib sholat Isa dan setelah itu klien istirahat

dikamar.

8. Riwayat Kesehatan:

a. Keluhan Utama:

Saat ini Tn. M mengeluhkan nafas terasa sesak setelah berjalan, kedua

kaki terasa sakit, badan lemah dan kulit terasa gatal-gatal. Klien

tampak memegang kedua kaki dan kaki diberi koyok

b. Keluhan sekarang

1.   Provocative / Paliative :   Nyeri pada kedua kaki

2.   Quality / Quantity           :   Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk

3.   Region                            :   Kedua Kaki

4.   Severity Scale                 :   Skala nyeri 4

5.   Timing                            :   Nyeri dirasakan hilang timbul hampir

setiap hari

c. Pemahaman terhadap proses penuaan: Klien mengatakan semua orang

pasti akan menua.


41

9. Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Penyakit sejak 6 bulan terakhir:

Kedua kaki bengkak, nafas terasa sesak saat berjalan.

b. Penyakit 5 tahun terakhir

c. Trauma

10. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tn. M mengatakan tidak mengetahui penyakit yang diderita oleh anggota

keluarganya karena Tn. M sudah lama hidup berpisah dari keluarganya.

11. Terapi

a. Nama Obat dan Dosis:

 Paracetamol tablet 3x500 mg

 Furosemid tablet 3x1

 Aterum 2x1

 Salp kulit

b. Waktu Pemberian:

Pagi jam 07.00 wib

Siang jam 14.00 wib

Malam jam 20.00 wib.

c. Dokter Penanggung jawab: Tidak ada, obat hanya diberikan oleh

petugas kesehatan (perawat) yang bertugas di PSTW.

d. Tanggal Resep:

12. Riwayat Alergi

a. Obat-obatan: Klien mengatakan tidak ada alerg obat-obatan

b. Makanan: Klien mengatakan tidak ada alergi makanan


42

c. Alergi Lain: Klien mengatakan kulitnya terasa gatal-gatal mungkin

karena tidak cocok dengan air untuk mandi.

d. Faktor lingkungan: Klien mengatakan tidak ada alergi dari lingkungan

sekitarnya.

13. Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang kepada klien.

14. Nutrisi

a. Jam makanan:

Pagi : Nasi, lauk dan sayur

Siang : Nasi, lauk dan sayur

Malam : Nasi, lauk dan sayur

b. Riwayat peningkatan dan penurunan berat badan

Klien mengatakan tidak ada peningkatan dan penurunan berat badan

yang berarti.

c. Masalah yang mempengaruhi makan

Klien mengatakan kadang-kadang menu yang diberikan tidak sesuai

dengan seleranya. Namun meskipun begitu klien tetap menghabiskan

makanan yang diberikan oleh Pramuwisma.

d. Kebiasaan sebelum dan setelah makan

Klien mengatakan tidak ada kebiasaan khusus sebelum dan sesudah

makan.
43

15. Tinjauan Sistem

a. TTV

TD:110/70 mmhg

ND: 74 x/m

RR:20 x/m

SUHU:36x/m

b. Kesadaran: Composmentis

Tn. M bisa mengenali dirinya dan keluarganya serta orang-orang

disekitarnya.

GCS                            : 15, eye: 4, verbal:5, motorik: 6

Reflek                         : normal

Koordinasi gerak         : Klien mampu mengkoordinasikan gerak

Kejang                         : tidak ada

16. Pola hubungan dan peran: APGAR Keluarga Lansia.

A: Adaptasi

Saya merasa kurang puas, karena keluarga hanya sesekali dating

menjenguknya yaitu saat liburan.

P: Partnertship

Saya merasa kurang puas, karena keluarga tidak pernah mendiskusikan

masalah keluarga dengan saya.

G: Growth

Saya merasa kurang puas, karena keluarga tidak pernah menanyakan

serta memberikan dukungan kepada klien dalam melakukan kegiatan

yang baru.
44

A: Affection

Saya merasa kurang puas, karena keluarga tidak terlalu memperlihatkan

kasih sayangnya dan tidak memberikan respon terhadap emosi saya.

R: Resolve

Saya merasa kurang puas, karena keluarga saya tidak pernah

meluangkan waktunya bersama-sama dengan saya.

Kesimpulan: Hasil penilaian APGAR Keluarga adalah 0

Yaitu hampir tidak pernah ada hubungan dan peran dalam keluarga. Hal

ini menunjukkan keluarga tersebut mengalami disfungsi tingkat tinggi.

17. Pola hubungan dan peran: APGAR Keluarga Lansia.

Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan SPMSQ

(Short portable Mental Status Questioner)

Intruksi :

Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban

Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan

Benar Salah No Pertanyaan


 01 Tanggal berapa hari ini?
Tn. M: Tanggal 22 /12/2019
 02 Hari apa hari ini?
Tn. M: Hari minggu
 03 Apa nama tempat ini?
M: Wisma Melati Panti Werdha
Khusnul Khotimah
 04 Dimana alamat anda?
Tn. M: Pekanbaru
 05 Berapa umur anda?
Tn. M:77 tahun
 06 Kapan anda lahir (minimal tahun
lahir)
45

Tn. M:Tahun 1942


 07 Siapa presiden indonesia sekarang
ini?
Tn. M: Jokowi
 08 Siapa presiden indonesia
sebelumnya?
Tn. M: SBY
 09 Siapa nama ibu anda?
Tn. M:Rama
 10 Kurang 3 dari 20 dan tetap
pengurangan dari setiap angka baru,
semua secara menurun
Tn. M dapat menjawab dengan
benar.

Score total : 10

Interprestasi hasil :

Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh

Salah 4-5 : Kerusakan intelektual ringan

Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang

Salah 9-10 : Kerusakan intelektual berat

 Skore salah 0 : Fungsi Intelektual Utuh

18. Pola Persepsi dan Konsepsi diri (Instrumen Beck)


46

Depresi Beck berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan

sikap yang berhubungan dengan depresi.

Inventaris Depresi Beck

Skore Uraian

A. Kesedihan

3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia di


menghadapinya mana saya tak dapat

2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan darinya saya


tidak dapat keluar

1 Saya merasa sedih atau galau

0 Saya tidak merasa sedih

B. Pesimisme

3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan


sesuatu dapat membaik tidak

2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang


ke depan

1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan

0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa


depan

C. Rasa Kegagalan

3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagai seseorang


(orang tua, suami, istri)

2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat


saya lihat hanya kegagalan

1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada


umumnya

0 Saya tidak merasa gagal

D. Ketidakpuasan
47

3 Saya tidak puas dengan segalanya

2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun

1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan

0 Saya tidak merasa tidak puas

E. Rasa Bersalah

3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak


berharga

2 Saya merasa sangat bersalah

1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari


waktu yang baik

0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah

F. Tidak Menyukai Diri Sendiri

3 Saya benci diri saya sendiri

2 Saya muak dengan diri saya sendiri

1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri

0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendidi

G. Membahayakan Diri Sendiri

3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya


mempunyai kesempatan

2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri

1 Saya merasa lebih baik mati

0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai


membahayakan diri sendiri

H. Menarik Diri dari Sosial

3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain


dan tidak perduli pada mereka semuanya
48

2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain


dan mempunyai sedikit perasaan pada mereka

1 Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya

0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

. Keragu-raguan

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali

2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat


keputusan

1 Saya berusaha mengambil keputusan

0 Saya membuat keputusan yang baik

J. Perubahan Gambaran Diri

3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan

2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang


permanent dalam penampilan saya dan ini membuat saya
tak menarik

1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik

0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada


sebelumnya

K. Kesulitan Kerja

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali

2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk


melakukan sesuatu

1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan


sesuatu

0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya

L. Keletihan

3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu

2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu


49

1 Saya lelah lebih dari yang biasanya

0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya

M. Anoreksia

3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali

2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang

1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya

0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya

Penilaian:

0-4 depresi tidak ada atau minimal

5-7 depresi ringan

8-15 depresi sedang

> 16 depresi berat

Hasil: Berdasarkan pengkajian yang dilakukan didapatkan hasil : skor 24,

berarti skor >16. Tn. M mengalami depresi berat.

19. Pengkajian keseimbangan untuk klien lanjut usia

Pengkajian keseimbangan dinilai dari dua komponen yang utama dalam

bergerak. Dari kedua komponen tersebut dibagi lagi dalam beberapa

gerakan yang perlu diobservasi oleh perawat. Kedua komponen tersebut

adalah :

Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan

Komponen gaya berjalan atau gerakan

a. Perubahan posisi atau Gerakan Keseimbangan

Bangun dari kursi (dimaksudkan dalam analsis)*


50

Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong

tubuhnya ke atas dengan atau bergerak ke bagian depan kursi terlebih

dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali. Diberi nilai 1

Jika klien menunjukan kondisi diatas, diberi nilai 0 klien tidak

menunjukkan kondisi tersebut.

1

Duduk ke kursi (dimasukkan dalam analisis)*

Menjatuhkan dari ke kursi, tidak duduk di tengah kursi.Beri nilai 1 jika

klien menunjukan kondisi di atas dan diberi nilai 0 jika klien tidak

menunjukan kondisi tersebut.

Keterangan (*) kursi yang keras dan tanpa lengan

1

Menahan dorongan pada sternum (pemeriksaan mendorong

sternum perlahan-lahan sebanyak 3 kali)

Menggerakkan kaki, memegang obyek untuk dukungan, kaki tidak

menyentuh sisi-sisinya.Beri nilai 1 jika klien menunjukkan kondisi

diatas, beri nilai 0 jika klien tidak menunjukkan kondisi tersebut.

1

Mata tertutup
51

Sama seperti diatas (periksa kepercayaan klien tentang input

penglihatan untuk keseimbangan). Beri nilai 1 jika klien menunjukkan

kondisi diatas, beri nilai 0 jika klien tidak menunjukkan kondisi diatas.

0

Perputaran leher

Menggerakkan kaki, menggenggam obyek untuk dukungan, kaki tidak

menyentuh sisi-sisinya, keluhan vertilago, pusing, keadaan tidak stabil,

beri nilai 1 jika klien menunjukkan kondisi tersebut.

1

Membungkuk

Tidak mampu untuk membungkuk untuk mengambil obyek-obyek

kecil (misalnya pulpen) dari lantai, memegang suatu obyek untuk bisa

berdiri lagi, memerlukan usaha-usaha multiple untuk bangun.

Beri nilai 1jika klien menunjukkan kondisi diatas, beri nilai 0 jika klien

tidak menunjukkan kondisi tersebut.

1

b. Komponen Gaya Berjalan atau Gerakan


52

Minta klien untuk berjalan ketempat yang ditentukan

Ragu-ragu tersandung, memegang obyek untuk dukungan. Beri nilai 1

jika klien menunjukkan diatas, beri nilai 0 jika klien tidak

menunjukkan kondisi tersebut.

1

Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki pada saat melangkah)

Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret

kaki), mengangkat kaki terlalu tinggi (≥2 inci). Beri nilai 1 jika klien

menunjukkan kondisi diatas, beri nilai 0 jika klien tidak menunjukkan

kondisi tersebut.

1

Kontinuitas langkah kaki (lebih baik diobservasi dari samping

klien)

Setelah langkah-langkah awal tidak konsisten, memulai mengangkat

satu kaki sementara kaki yang lain menyentuh lantai. Beri nilai 1 jika

klien menunjkkan kondisi diatas, beri nilai 0 jika klien tidak

menunjukkan kondisi tersebut.

0

Kesimetrisan langkah (lebih baik diobservasi dari samping klien)


53

Panjang langkah tidak sama (sisi yang patologis biasanya memiliki

langkah yang lebih panjang, masalah dapat terjadi pada pinggul, lutut,

pergelangan kaki, atau otot-otot di sekitasnya) beri nilai 1 jika klien

menunjukkan kondisi diatas, beri nilai 0 jika klien tidak menunjukkan

kondisi tersebut.

0

Penyimpangan jalur pada saat terbalik (lebih baik diobservasi

dari belakang pasien)

Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi. Beri

nilai 1 jika klien menunjukkan kondisi diatas, beri nilai 0 jika klien

tidak menunjukkan kondisi diatas, beri nilai 0 jika klien tidak

menunjukkan tersebut.

0

Interprestasi hasil : skor 6

Jumlahkan semua nilai yang diperoleh klien dan dapat diinterprestasi

sebagai berikut :

0-5 : resiko jatuh rendah

6-10 : resiko jatuh sedang

11-15 : resiko jatuh tinggi

Evaluasi hasil praktek

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa klien beresiko jatuh

sedang

3.2 ANALISA DATA


54

DATA PROBLEM ETIOLOGI


Data Subjektif : Masalah Nyeri
Tn.M mengatakan: musculoskeletal
 P:   Nyeri pada kedua
kaki Fibri kartilago padat
 Q:   Nyeri dirasakan dan tidak teratur
seperti ditusuk-tusuk
 R:   Kedua Kaki Kerusakan sendi
 S:   Skala nyeri 4 pusat
 T:   Nyeri dirasakan
hilang timbul hampir Menekan akar syaraf
setiap hari
Data Objektif :
o Klien sering tampak Agen injury biologi
sering berada di dalam
kamar/ tempat tidur
o Klien tampak
memegang kedua kaki
dan kaki diberi koyok
Data Subjektif : Masalah Resiko Injury
Tn.M mengatakan: musculoskeletal
 P:   Nyeri pada kedua
kaki Fibri kartilago padat
 Q:   Nyeri dirasakan dan tidak teratur
seperti ditusuk-tusuk
 R:   Kedua Kaki Kerusakan sendi
 S:   Skala nyeri 4 pusat
 T:   Nyeri dirasakan
hilang timbul hampir Menekan akar syaraf
setiap hari

Data Objektif : Agen injury biologi


55

o Klien sering tampak


sering berada di dalam Nyeri
kamar/ tempat tidur
o Klien tampak imobilisasi
memegang kedua kaki
dan kaki diberi koyok
o Hasil pengkajian resiko
jatuh didapatkan resiko
jatuh sedang
o Usia >65 tahun
Data Subjektif : Keterbatasan Gangguan alam
Tn.M mengatakan manusia perasaan: depresi
keluarganya hanya datang pada lansia
saat liburan. terpisah dari orang
Data Objektif : lain
Hasil pengkajian Depresi
Beck didapatkan hasil
bahwa klien mengalami kurangnya perhatian
depresi berat namun tidak keluarga
membahayakan dirinya.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri b/d agen injury biologi

2) Resiko Injury b/d immobilisasi

3) Gangguan alam perasaan: depresi pada lansia b/d kurangnya perhatian

keluarga
56

3.4 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Nyeri b/d agen injury biologi NOC : NIC :
  Pain Level,
  Pain control, Pain Management
  Comfort level
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Setelah dilakukan tindakan
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama 45 menit x 1
pertemuan dalam 3 hari diharapkan kualitas dan faktor presipitasi

nyeri pada klien dapat diatasi dengan 2) Observasi reaksi nonverbal dari
kriteria hasil:
ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri, mampu
mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan tehnik
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nonfarmakologi untuk
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
mengurangi nyeri, mencari
6) Bantu pasien untuk mencari dan menemukan
bantuan)
57

 Melaporkan bahwa nyeri dukungan

berkurang dengan menggunakan 7) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

manajemen nyeri nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan

 Mampu mengenali nyeri (skala, kebisingan

intensitas, frekuensi dan tanda 8) Kurangi faktor presipitasi nyeri

nyeri) 9) Pilih dan lakukan penanganan nyeri

 Menyatakan rasa nyaman setelah (farmakologi, non farmakologi dan inter

nyeri berkurang personal)

 Tanda vital dalam rentang normal 10) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan

intervensi

11) Ajarkan tentang teknik non farmakologi

12) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

13) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

14) Tingkatkan istirahat


58

15) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen

nyeri

2. Resiko Injury b/d immobilisasi NOC : Risk Kontrol NIC : 

Setelah dilakukan tindakan Environment Management (Manajemen

keperawatan selama 45 menit x 1 lingkungan)


pertemuan dalam 3 hari diharapkan
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
resiko injury pada klien dapat dicegah
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai

 Klien terbebas dari cedera dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif  pasien

 Klien mampu menjelaskan dan riwayat penyakit terdahulu pasien

cara/metode untuk mencegah 3) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya

injury/cedera (misalnya memindahkan perabotan)

 Klien mampu menjelaskan factor 4) Memasang side rail tempat tidur

resiko dari lingkungan/perilaku 5) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan

personal bersih
59

 Mampu memodifikasi gaya hidup 6) Menempatkan saklar lampu ditempat yang

untuk mencegah injury mudah dijangkau pasien.

 Menggunakan fasilitas kesehatan 7) Memberikan penerangan yang cukup

yang ada 8) Menganjurkan pramulansia untuk menemani

 Mampu mengenali perubahan pasien.

status kesehatan 9) Mengontrol lingkungan dari kebisingan

10) Memindahkan barang-barang yang dapat

membahayakan

11) Berikan penjelasan pada pasien pengunjung

adanya perubahan status kesehatan dan

penyebab penyakit.

3. Gangguan alam perasaan: NOC: Spiritual Support

depresi pada lansia b/d Loneliness Severity 1. Gunakan komunikasi terapeutik untuk

kurangnya perhatian keluarga membangun hubungan saling percaya dan


60

Setelah dilakukan tindakan empati

keperawatan selama 45 menit x 1 2. Bantu klien untuk mengingat pengalaman

pertemuan dalam 3 hari diharapkan spiritual pada masa lalu

resiko kesepian pada klien dapat 3. Dorong klien untuk berdoa dan selalu

dicegah dengan kriteria hasil: mengingat Allah SWT

 Klien tidak mengutarakan respon Coping Enhancement

kesepian 1. Identifikasi apa yang dirasakan oleh klien.

 Klien tidak menunjukkan respon 2. Apresiasi setiap apa yang diungkapkan oleh

kesepian klien.

3. Sediakan waktu untuk mendengar keluhan

klien.

4. Fasilitasi klien dalam peningkatan kualitas

hidup dengan memberikan terapi pendekatan

spiritual.
61

5. Evaluasi keberhasilan klien dalam melakukan

setiap intervensi yang telah dianjurkan

3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa Tanggal dan Implementasi Evaluasi


jam
Nyeri b/d agen injury 1) Melakukan pengkajian nyeri S : Tn. M mengatakan kakinya masih terasa sakit
biologi
dan susah untuk bergerak
secara komprehensif termasuk
O:
lokasi, karakteristik, durasi,
- Pasien tampak masih sering memegangi
frekuensi, kualitas dan faktor kakinya dan memasang koyok dikakinya
- TTV: TD: 130/100 mmHg HR: 95
presipitasi
x/menit RR: 20 x/menit Suhu: 36,50C
2) Mengobservasi reaksi
- Pasien tampak sulit bergerak dan lebih
nonverbal dari banyak tidur dikamar
- Skala nyeri 4
ketidaknyamanan
A : Masalah belum teratasi
3) Menggunakan teknik
P: Lanjutkan intervensi
62

komunikasi terapeutik untuk

mengetahui pengalaman nyeri

pasien

4) Mengkaji kultur yang

mempengaruhi respon nyeri

5) Mengevaluasi pengalaman

nyeri masa lampau

6) Membantu pasien untuk

mencari dan menemukan

dukungan

7) Mengontrol lingkungan yang

dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan


63

8) Mengurangi faktor presipitasi

nyeri

9) Memilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi dan inter

personal)

10) Mengkaji tipe dan sumber

nyeri untuk menentukan

intervensi

11) Mengajarkan tentang teknik

non farmakologi

12) Memberikan paracetamol

tablet 3x500 mg untuk


64

mengurangi nyeri

13) Mengevaluasi keefektifan

kontrol nyeri

14) Meningkatkan istirahat

15) Memonitor penerimaan pasien

tentang manajemen nyeri

Resiko Injury b/d 1) Menyediakan lingkungan yang S : Tn. M mengatakan kakinya masih terasa sakit
immobilisasi
dan susah untuk bergerak
aman untuk pasien
O:
2) Mengidentifikasi kebutuhan
- Pasien tampak masih sering memegangi
keamanan pasien, sesuai dengan kakinya dan memasang koyok dikakinya
- TTV: TD: 130/100 mmHg HR: 95
kondisi fisik dan fungsi kognitif 
x/menit RR: 20 x/menit Suhu: 36,50C
pasien dan riwayat penyakit
- Pasien tampak sulit bergerak dan lebih
terdahulu pasien banyak tidur dikamar
A : Masalah belum teratasi
3) Menghindarkan lingkungan
P: Lanjutkan intervensi
65

yang berbahaya (misalnya

memindahkan perabotan)

4) Menyediakan tempat tidur yang

nyaman dan bersih

5) Memberikan penerangan yang

cukup

6) Menganjurkan pramulansia

untuk menemani pasien.

7) Mengontrol lingkungan dari

kebisingan

8) Memindahkan barang-barang

yang dapat membahayakan

9) Memberikan penjelasan pada

pasien pengunjung adanya


66

perubahan status kesehatan dan

penyebab penyakit.

Gangguan alam 1) Menggunakan komunikasi S : Tn. M mengatakan sedih jika teringat akan
perasaan: depresi pada
keluarganya.
lansia b/d kurangnya terapeutik untuk membangun
perhatian keluarga O:
hubungan saling percaya dan
- Pasien tampak sering menyendiri
empati - Pasien tampak kecewa dan sedih
- Hasil mpengkajian depresi Beck masih
2) Membantu klien untuk
menunjukkan depresi berat
mengingat pengalaman spiritual
A : Masalah belum teratasi
pada masa lalu P: Lanjutkan intervensi

3) Mendorong klien untuk berdoa

dan selalu mengingat Allah

SWT

4) Mengidentifikasi apa yang

dirasakan oleh klien.


67

5) Mengapresiasi setiap apa yang

diungkapkan oleh klien.

6) Menyediakan waktu untuk

mendengar keluhan klien.

7) Memfasilitasi klien dalam

peningkatan kualitas hidup

dengan memberikan terapi

pendekatan spiritual.

8) Mengevaluasi keberhasilan

klien dalam melakukan setiap

intervensi yang telah dianjurkan


68

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kesepian

dapat terjadi pada semua tingkatan umur tetapi pada lansia akan rentan

terjadinya kesepian karena faktor-faktor yang menyebabkan kesepian akan

sering dialami oleh lansia tetapi hal tersebut juga di pengaruhi oleh

pandangan hidup lansia itu sendiri.

4.2 Saran

Untuk membuktikan bahwa adanya kesepian pada lansia dan faktor-

faktor yang menyebabkannya perlu di buktikan secara penelitian yang

berkelanjutan agar hal tersebut menjadi acuan ilmu yang dapat dipertanggung

jawabkan.
69

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta : EGC.

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise,

Missouri : Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St.

Louise, Missouri : Mosby, Inc.

NANDA.Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-

2006.Philadelphia : NANDA International.

Hartono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wahyudi, Nugroho. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC.

Keliat BA. 2005. Keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai